TRAKEOSTOMI
DISUSUN OLEH :
PRESEPTOR
dr. H. W. Gunawan Kurnaedi, Sp. THT-KL
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 3
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKEA........................................ 5
1 Anatomi.............................................................................................. 5
2 Fisiologi.............................................................................................. 8
BAB II Trakeostomi ...................................................................................... 16
1 Definisi.............................................................................................. 16
2 Indikasi ............................................................................................. 18
3 Peralatan .......................................................................................... 20
4 Prosedur ........................................................................................... 21
5 Trakeostomi pada anak ..................................................................... 28
6 Perawatan trakeostomi .......................................................................30
7 Dekanulasi ........................................................................................ 31
BAB III Kesimpulan ........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
2
BAB I
PENDAHULUAN
dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian atas. Insisi
yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan yang
membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat
masuk ke dalam paru-paru dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas
tahun belakangan ini digunakan istilah yang lebih tepat yaitu trakeostomi. Menurut
letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan
batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya
tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat dan segera dengan
persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif dengan persiapan sarana
cukup yang dapat dilakukan secara baik. Perbedaan lain dari kedua jenis trakeostomi
di atas adalah dari jenis insisinya. Pada trakeostomi darurat, insisi yang dilakukan
operasi yang dibutuhkan bagi kontrol jalan nafas secara cepat, sedangkan pada
trakeostomi elektif insisi yang dilakukan adalah insisi horizontal karena lebih
trakeostomi namun pada dasarnya semua mengharuskan adanya persiapan pasien dan
3
alat yang baik. Menurut Endean et al. (2003), tindakan trakeostomi diindikasikan
pada pasien: (1) yang memerlukan ventilasi mekanis dalam jangka panjang, (2)
keganasan kepala dan leher yang akan dilakukan reseksi yang sulit dilakukan
intubasi, (3) trauma maksilofasial disertai dengan resiko sumbatan jalan nafas, (4)
sumbatan jalan nafas akibat dari trauma, luka bakar atau keduanya, (5) gangguan
neurologis yang disertai dengan risiko sumbatan jalan nafas, (6) severe sleep apnea
4
BAB II
PEMBAHASAN
I. ANATOMI TRAKEA
disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk
cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana
ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada
leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung
karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth
melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga
jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal
5
Gambar 2. Anatomi Trakea 4
Trakea dari pinggir ke bawah cartilago cricoidea setinggi vertebra cervicalis ke-6.
Trakea merupakan tabung yang terdiri dari jaringan ikat dan otot polos, dengan
anterior dan lateral. Berfungsi melindungi trakea dan menjaga terbukanya jalan udara.
Dinding posterior tidak memiliki kartilago. Esofagus terletak langsung pada dinding
posterior yang tidak memiliki kartilago. Trakea dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia
Dindingnya dibangun oleh sebaris tulang rawan yang bentuknya serupa dengan
huruf “C” dengan ujung-ujungnya yang terbuka lebar menuju ke belakang, cincin-
cincin trakea ini saling dihubungkan oleh suatu selaput elastis : Ligamentum
Annularium trakealis. Antara kedua ujung posterior yang terbuka terdapat dinding
selaput. Didaerah leher kita dapat menemukan ventral dan trakea : Isthmus glandula
6
tiroid setinggi cincin-cincin trakea ke-2, ke-3, ke-4 kemudian dibawahnya : valvula
pembuluh besar didalam mediastinum superior. Lateral sebelah kanan dari trakea
Trakea terdiri dari 9 kartilago yang terhubung satu sama lain dengan otot dan
- Kartilago tiroid : kartilago terbesar dan terletak paling superior, sering disebut
“Adam’s apple”
6 kartilago yang saling berpasangan terletak pada 2 pilar antara kartilago krikoid
dan tiroid.
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru, paru itu
sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan udara
maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang berjalan dari faring-trakea
7
merupakan tempat lewatnya udara ke paru, dan esofagus merupakan saluran tempat
Laring atau kotak suara yang terletak di pintu masuk trakea memiliki penonjolan
di bagian anterior yang membentuk jakun (adam’s apple). Pita suara merupakan dua
pita jaringan elastik yang terentang di bukaan laring, dapat diregangkan dan
diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot-otot laring. Pada saat udara mengalir
cepat melewati pita suara yang tegang, pita suara tersebut bergetar untuk
posisi rapat satu sama lain untuk menutup pintu masuk ke trakea.1,4,5
Sistem utama yang mengatur ventilasi merupakan suatu sistem umpan balik
negatif, yang terdiri dari 3 subdivisi : intergrator pusat, sensor-sensor distal dan sistem
sirkulasi paru perifer. Sistem sirkulasi paru terdiri dari 3 komponen : gas CO2 dan O2
yang tersimpan dalam larutan tubuh atau dalam kombinasi kimiawi dalam sel atau
cairan ekstraseluler, aliran sirkulasi CO2 dan O2 antara paru dan jaringan tubuh dan
8
hembusan mekanisme yang terdiri dari otot-otot pernapasan, paru dan rongga dada.
Kemoreseptor terutama terdapat didaerah karotis dan aorta. Kemoreseptor ini bereaksi
terhadap perubahan kadar CO2 dan O2 dalam darah (PCO2 dan PO2). Badan karotis
dada dan kekuatan kontraksi otot pernapasan. Sistem integrasi sentral terdiri dari
neuron motor sentral yang terletak dibatang otak dekat ventrikel ke-4. Traktus saraf
Oksigen dan karbondioksida disimpan dalam tubuh melalui 3 cara : sebagai gas
dalam paru, sebagai larutan tubuh dalam cairan jaringan dan sebagai ikatan kimia
dengan hemoglobin, atau sebagai bikarbonat (HCO3) dalam darah dan jaringan.
gas, dan pH di dalam paru, darah dan jaringan. Tiap jaringan mempunyai kemampuan
kapasitas yang lebih kecil untuk menyimpan CO2, tetapi akibat aliran darahnya yang
cepat, dapat mengimbangi PaO2 dan Pa CO2 dengan ventilasi yang cukup.
Sebaliknya, otot mempunyai potensi yang lebih besar untuk menyimpan CO2 dari O2.
Jadi, perubahan ventilasi menyebabkan perubahan PO2 dalam otot yang lebih cepat
Reseptor mekanis dinding dada mengatur kekuatan tenaga otot inspirasi. Ada 2
sistem : reseptor tendon diagfragma dan serabut gamma interkosta. Reseptor tendon
9
dalam otot diagfragma dan interkosta menghambat aktivitas motorik dan mencegah
mempertahankan volume tidal dan melawan reflek tendon. Regangan pada kumparan
otot selama inspirasi mempertinggi aktivitas motorik pada neuron motorik alfa
melalui hubungan antar korda spinalis. Neuron motorik alfa mengaktifkan serat-serat
terhadap gerakan dinding dada, perubahan pada posisi tulang iga, atau susunan tulang
10
Reseptor iritatif pada epitel saluran napas menimbulkan konstriksi bronkus dan
hiperventilasi jika terkena rangsangan mekanis, kimia atau zat yang merangsang.
Reseptor tersebut berperan pula pada batuk dan peninggian ventilasi akibat kenaikan
CO2.1,3
Reseptor regangan terdapat dalam otot polos saluran napas, yang bereaksi
terhadap perubahan volume paru dan membentuk reflex Hering-Breuer pada binatang
dan bayi. Reflex ini menyebabkan apnea selama inflasi paru yang kuat. Pada manusia
bekerja mengontrol dilatasi bronkus pada ekspansi paru, dan bekerja sama dengan
reseptor iritatif untuk mengatur diameter saluran udara sewaktu bernapas. Bila
memperbesar diameter saluran udara dan menambah rongga hampa. Selama paru
mengembang, reflek ini akan merangsang serabut gamma dinding dada untuk
Reseptor juksta kapiler (J. receptor), terletak dalam jaringan interstisial alveolus,
pernapasan, cepat dan dangkal. Reseptor mekanis ini berpengaruh dalam mengatur
pola pernapasan, dengan mengatur frekuensi dan volume tidal selama istirahat
maupun saat bernapas cepat. Hasil akhir akan membatasi kerja otot pernapasan pada
11
metabolic disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dan penimbunan asam karbonat.
Hipoksi menyebabkan gangguan fungsi seluler terutama pada SSP. Badan karotis
dan aorta merupakan reseptor kimiawi terpenting yang mendeteksi perubahan O2. 1,4
darah paru, peningkatan aktivitas adrenal, dan peningkatan aktivitas korteks serebri
akibat rangsangan reseptor kimia san sistem saraf simpatis. Efek ini diperkuat oleh
hipoventilasi alveolus.2,4
sakit kepala, peka terhadap rangsangan, bingung, gatal, lemas dan lesu. Hiperkapni
berat menyebabkan pasien tidak sadar, reflex menurun, kaku, tremor, dan kejang.
medulla. Tetapi H+ dalam cairan serebrospinal tidak dapat menembus sawar darah –
otak dengan baik, sedangkan CO2 dapat dengan cepat memasukinya. Kadar CO2 yang
karena CO2 harus berdifusi dalam cairan serebrospinal yang tidak mempunyai sistem
buffer maka kadar ion H+ abnormal dalam cairan serebrospinal akan timbul secara
bertahap tetapi berlangsung lebih lama dan lebih hebat daripada kelainan darah
perifer.2,3,4
12
III.1. Sumbatan Laring
- Benda asing.
tajam.
- Tumor laring, baik berupa tumor jinak atau pun tumor ganas.
Stridor merupakan suara nafas bernada rendah saat insipirasi yang disebabkan
oleh udara yang melewati saluran nafas yang menyempit pada saluran nafas atas yang
biasanya memiliki saluran yang besar. Sering terjadi akibat sumbatan pada laring dan
supraklavikula, dan interkostal. Cekungan ini terjadi sebagai upaya dari otot-
13
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan
di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor
gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung
terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena
sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat menjamin
serta pemberian oksigen inttermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang
saluran napas ini dapat dengan cara memasukkan pipa endotrakea melalui mulut
14
(intubasi orotrakea) atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma
pada sumbatan laring stadium 4. Tindakan operatif atau resusitasi dapat dilakukan
mempertahankan jalan napas. Pertama kali dikemukakan oleh Aretaeus dan Galen
pada abad pertama dan kedua sesudah masehi. Walaupun teknik ini dikemukakan
berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang diketahui secara pasti melakukan
tindakan ini ialah Antonio Brasavola pada tahun 1546. Prosedur ini disebut dengan
berbagai istilah, antara lain laringotomi dan bronkotomi sampai istilah trakeostomi
diperkenalkan oleh Heister pada tahun 1718. Pipa trakeostomi yan pertama dengan
kanul dalam diperkenalkan oleh George Martine di Inggris kira-kira tahun 1730 untuk
napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi.
buatan untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk
waktu lama dan yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara
memadai. Trakeostoma merupakan fistel antara trakea dan kulit leher yang
15
dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian atas. Insisi
yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan yang
membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat
masuk ke dalam paru-paru dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas
disebut dengan trakeostomi (Robert, 1997). Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan
maksud membuat hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen trakea, sering
saling tertukar. Definisi yang tepat untuk trakeotomi ialah membuat insisi pada trakea,
melalui leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea
cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat stoma,
diikuti pemasangan kanul. Bertujuan mempertahankan jalan nafas agar udara dapat
masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas saat pasien mengalami
ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara pernapasan karena
16
Gambar 5. Trakeostomi 7
V. INDIKASI TRAKEOSTOMI
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti
daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka
3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
17
7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya penyakit
serebrovaskular).
Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu prosedur
problem pernafasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher, atau toraks, atau
pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah pada pasien, yang
intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin dilakukan untuk tujuan anestesi
orofaring atau laring untuk menghindari manipulasi tumor yang tidak perlu. 5,7
mekanis. 7,8,9
trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan nafas lebih
1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan
3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti pipa
18
4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat
Kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh tumor ganas.
dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang
yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta
Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume
banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari klorida
polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum digunakan untuk
19
UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka panjang terutama bila
kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse oxymetri dan
secepat dan seefisiensi mungkin dengan menhindari trauma pada laring, trakea, dan
20
struktur yang berdekatan. Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum
trakeostomi terapi, terutama pada anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi,
ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara
pernafasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan
trauma minimal.4,7,8
ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang tidak sadar.
Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk anak.
Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan disuntikkan
ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior.
dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan
rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi dilakukan tersendiri, bila
mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira – kira dau jari di
atas fosa suprasternal. Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik dibandingkan insisi
vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di
Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk
menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi terlalu
lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal di garis tengah dan disingkirkan
ke lateral, maka tampak fasia pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid.
Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di garis
tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus tirois hampir
21
selalu berada di atas cincin trakea ke-3 dan biasanya dapat disingkirkan ke atas
dengan retractor kecil dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu
dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar biasa
lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat pada pinggir potongan.6,9
antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding anterior
trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea jangan lebih
tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi pada kartilago
krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari
dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak
klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar tidak mngenai dinding
posterior trakea. Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya
Segera setelah pipa masuk sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien
dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa
trakeostomi harus dipilih dengan hati – hati. Akhir – akhir ini pemakaian pipa perak
ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa
jenis silikon atau Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea,
mengurangi kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan
Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira – kira sesuai dengan tiga per empat
diameter trakea. Ukuran rata – rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no. 7 dan 8 untuk
22
pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan
respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan
pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.7,9,10
23
Gambar 9. Prosedur Trakeostomi Elektif. 7,9
A, Setelah insisi kulit horizontal, maka suatu diseksi vertikal pada garis tengah leher akan memaparkan trakea. B,
Ismus tiroid diretraksi dari lapangan operasi. Selanjutnya jaringan anterior dalam celah kedua dan ketiga bersama
cincinnya diangkat (berbentuk elips vertikal). C, Pada anak tidak ada pengangkatan elips. Jahitan sutera dibuat
anterolateral pada kedua sisi garis tengah menembus dua cincin trakea. D, Tuba logam tampak memasuki stoma. t,
24
Gambar 10. Letak kanul9
dimana anoksia akan terjadi dalam 4 – 5 menit. Pada trakeostomi darurat lebih baik
dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago krikoid, lanjutkan
25
ke inferior sekitar 2,5 – 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk menstabilkan laring dan
mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti cedera servikal). Sementara
tangan kanan digunakan untuk membuat insisi. Jari telunjuk tangan kiri dapat
digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi
kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan dapat
dilakukan lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap struktur leher yang lain.
7,9,10
arteria inominata, pembuluh darah tiroidea inferior, esofagus, nerfus laringeus rekuren
dan pneumotoraks. Osbtruksi saluran pernafasan pada awal fase paskah bedah bisa
timbul akibat tersumbatnya pipa secara tidak disengaja. Intubasi endotrakea tidak
terjadi akibat batuk untuk mengatasi obstruksi pipa endotrakea oleh sekresi. Mungkin
saluran pernafasan diatas trakeostomi masih mempunyai sisa patensi, pasien dapat
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan ukuran dan
konsistensi trakea pada bayi dan anak. Pada semua kasus trakeostomi seharusnya
26
hanya dilakukan setelah bronkoskop, pipa enotrakea atau kateter dimasukkan untuk
memperbaiki saluran udara pernafasan dan memberi kekakuan pada trakea, sehingga
memudahkan diseksi dan identifikasi trakea. Pada anak kecil, sangan mudah
melakukan diseksi yang terlalu dalam dan lateral dari trakea, sehingga merusak
nervus laringius rekuren, arteri karotis komunis atau apeks pleura. Saat melakukan
insisi pada dinding trakea, harus hati – hati agar pisau tidak masuk terlalu dalam dan
merobek dinding posterior. Dengan bronkoskop dalam trakea dapat membantu untuk
Kesulitan lain pada anak ialah pipa trakeostomi sering keluar dari trakea,
karena leher bayi yang pendek dan sering gemuk, terutama bila leher dalam keadaan
fleksi. Dapat juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada tepi insisi trakea untuk
menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk mencegah hilangnya lumen trakea
jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa setelah pipa dimasukkan, untuk menjaga
agar tidak terjadi lipatan ke dalam dari cincin trakea yang dipotong, yang dapat
Sering terjadi kesulitan untuk mendapatkan pipa trakeostomi yang sesuai. Pipa
yang terlalu panjang dapat masuk ke karina atau salah satu bronkus, menyebabkan
atelektasis paru sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu panjang, akan menekan trakea
pada batas atas insisi trakea, sedangkan ujung bawah pipa menempel pada dinding
anterior trakea, dan lengkung yang terlalu tumpul dapat menyebabkan ulserasi
dinding posterior trakea dan esofagus. Oleh karena itu harus dibuat foto Rontgen leher
Pipa plastik rancangan Aberdeen ialah yang terbaik digunakan pada bayi dan
anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk meyesuaikan panjang, dan
27
Tabel I. Ukuran Pipa Trakeostomi 9
Umur Diameter Luar Diameter Kanal Respirator
Prematur 4,5 mm 4,5 – 5,0 mm
Bayi sampai 3 bulan 4,5 – 5,0 mm 5,0 – 5,5 mm
3 – 6 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 mm
6 – 12 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 – 6,0 mm
1 – 2 tahun 5,5 – 6,0 mm 5,5 – 6,0 mm
3 tahun 5,5 – 6,0 mm 6,0 – 6,5 mm
sama dengan usia mereka pada ulang tahun berikutnya (hingga ukuran 6). Identifikasi
ukuran dari seluruh tuba intratrakea kini telah distandarisasi. Suatu komite dari
pada tuba intratrakea yaitu dengan diameter internal dalam millimeter. Suatu aturan
sederhana untuk mengingat dalam memilih tuba endotrakea untuk anak dalam situasi
gawat darurat adalah dengan melihat jari kelingking anak tersebut. Ukuran kelingking
anak kira-kira mendekati diameter luar dari tuba endotrakea yang dipilih. 8,9,10
5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa
dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan
28
pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa
utama.
7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien,
seperti :
a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor
lebih kecil.
b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat
trakeostomi. 6,7,9,10
Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari
sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan
Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah
bronkoskop.9,10
29
Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah trakeitis dan
atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan
Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang
sekret. 8,9,10
X. DEKANULASI
Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan,
terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi timbulnya
menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil
sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas
bagian atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang
besar akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai
apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa
dapat ditutup selama 8 – 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup.
Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan
30
4. Edema mukosa trakea
7. Stenosis subglotis
8. Trakeomalasia
dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi jaringan dan proses
penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi komplikasi akibat tindakan
trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi yang dilakukan pada pasien sakit
akibat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus ditindak lanjut guna
jarang terjadi dan harus dicegah dengan memperhatikan teknik bedah. Tuba harus
terpasang pada jalan napas, tidak menyumbat bronkus serta tidak mengenai dinding
anterior trakea. Pengalaman klinis dan evaluasi radiologik akan terdiagnosis dan
1. Segera
31
b. Diskoneksi.
tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan henti
nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia perifer
karena naiknya PO2 tiba – tiba. Oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi
Keterangan Gambar :
32
D. Tukak karina karena kateter isap
2. Menengah
a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini jarang
fistel trakeoesofagus.
3. Lanjut
Komplikasi Lanjut. Komplikasi ini cukup bcnnakna dalain hal variasi dan
lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama, biasanya arteri
dan menarik trakea ke atas dengan suatu pengait trakea dapat menggambarkan
33
cincin trakea kesembilan. Trakeostomi rendah (di bawah cincin trakea kelima)
seringkali salah.
diangkat.
c. Stenosis trakea.
e. Fistel trakeoesofagus
pemakaian tuba plastik lunak yang lebih aman. Penanganan dari perdarahan
dalam keadaan terkembang) yang cukup panjang untuk mencapai bagian distal
dari pembuluh yang tererosi. Tindakan ini dapat mencegah aspirasi darah ke
lokasi trakeostomi dan tidak selalu merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang
34
sebelum memulai pengobatan sistemik, harus dicoba perawatan luka secara
lokal.9,10
Penanganan obstruksi jalan napas akibat posisi tuba yang tergeser atau
oklusi lumen adalah berbeda, tergantung pada berapa lama terjadinya setelah
mengeluarkan tuba, dan memeriksa lumen dan tuba. Sumbat mukus yang
untuk memasukkan kait ke dalain stoma dan menahan jalan napas pada
sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik dengan
telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba bennanset dan ventilasi
leher di antara trakea dan esofagus setelah perbaikan primer pada fistula.6,7,10
stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan suatu parut pasca operasi
35
yang telah diperkirakan, dan bahwa gejala hanya akan timbul bila diameter
lumen sama dengan atau kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di
atas stoma atau kartilago dalam lumen, maka masalah dapat diatasi dengan
36
BAB III
KESIMPULAN
persen.
Trakeostomi dapat dilakukan pada obstruksi jalan nafas jika gambaran yang
ada meliputi : dispnea, stridor, perubahan suara, nyeri, batuk, penurunan atau tidak
didapatinya suara pernafasan, perdarahan, keluarnya air liur secara berlebihan, leher
tegang, hemodinamik yang tidak stabil (lanjut), hilangnya kesadaran (sangat lanjut).
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi kedua. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 412-413.
2. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435 – 456.
3. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2001. 201-208.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 – 422.
5. Staf pengajar bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI. Editor dr. Muhardi
Muhiman. 1989. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. 14-16.
6. Paparella, Michael., Shumrick, Donald. Otolaryngology- Head and Neck.
Philadelphia : WB Saunders Company
7. Byron. Otolaryngology – Head and Neck Surgery, 3rd edition. North Carolina :
Byron. p66.
8. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet.
38