Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AIK

SEJARAH MUHAMADIYAH

Dosen : Sumarmo, M.Ag

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3

1. Dwi Eka Rahmawati (1601008)


2. Ganang Prio Bangkit N (1601012)
3. Lufik Fadilah (1601016)
4. Vita Marta Fatimah (1601030)
5. Zeni Evilya Putri (1601033)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


KLATEN

TAHUN 2016/2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8
Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari bahasa
Arab “Muhammad” yaitu nama nabi terakhir, kemudian mendapatkan ‘ya nisbiyah’ yang
artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya
Muhammad. Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenarnya. Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah,
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.

Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk


memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini
pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian
Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah
dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan
Madrasah Mu’allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan
Wirobrajan dan Mu’allimaat Muhammadiyah khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).

Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di


karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah
Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota
tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa
Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam.
Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke
seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke
seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah
tersebar keseluruh Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar, berasa Islam dan
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Gerakan Muhammadiyah bermaksud untuk berta’faul
(berpengharapan baik) dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad
SAW, dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi
terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemuliaan hidup
sebagai realita.

Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H.
Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji
kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada
diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah
perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan faktor obyektif tentang kondisi social dan keagamaan bangsa
Indonesia pada zaman colonial.
2. Menjelaskan faktor subyektif tentang keprihatinan dan keterpanggilan KH. A.
Dahlan terhadap umat dan bangsa.
3. Menjelaskan tentag profil KH.A.Dahlan.
4. Menjelaskan tentang pemikiran-pemikiran KH.A.Dahlan tentang islam dan
umatnya.
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami tentang faktor obyektif kondisi social dan
keagamaan bangsa Indonesia pada zaman colonial.
2. Mahasiswa mampu memahami tentang faktor subyektif keprihatinan dan
keterpanggilan KH. A. Dahlan terhadap umat dan bangsa.
3. Mahasiswa mampu memahami tentang profil KH.A.Dahlan
4. Mahasiswa mampu memahami tentang pemikiran-pemikiran KH.A.Dahlan
tentang islam dan umatnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor obyektif

Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya


Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-
faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan
sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang
ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya
Muhammadiyah.

1. Faktor obyektif yang bersifat Internal

a) Kelemahan dan praktek ajaranIslam.

Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah


sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Kelemahan praktek
ajaranagama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk

1) Tradisionalisme

Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang
kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk
melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek
agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi
itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan
kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup
selama ini.

2) Sinkretisme

Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara
sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai
muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah.
Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang
angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan
animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah
Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.

b) Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi
yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”. Kelemahan Lembaga
Pendidikan Islam. Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem
pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam
pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini.
Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk
mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan
pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak.
Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi,
kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam
untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah
di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang
menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang
seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.

1. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal

a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis
untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen.
Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah
Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki
dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini
didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen
inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari
pemurtadan.

b. Kolonialisme Belanda

Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam
di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah
dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana
ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan
perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah
berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural,
terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah

Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari
sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim,
Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha
dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin
al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad
Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat
mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke
dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga. Dengan melihat seluruh latar belakang
kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan
lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap
berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya
yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka
(misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan
Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
A. Faktor subyektif

Merasa prihatin terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-
baurkan adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah yang
menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan pembaruan, yang
juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor lain diantaranya, yaitu
pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur Tengah.Hampir seluruh
pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi
global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta
keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat
merugikan bangsa Indonesia. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk
menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang
dinamis adalah melalui pendidikan.

Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun
perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya
tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: " Dadiji kjai sing
kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah"( Jadilah manusia
yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untukMuhammadiyah). Untuk
mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjaditigajenis,yaitu:

1. Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang
baik, berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Sunnah

2. Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang
utuh, yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran serta
antara dunia dan akhirat

3. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kese"iya"an dan


keinginan hidup masyarakat.

Tanpa mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Ahmad
Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan Islam
di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat waktu itu,
terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan
tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif
dan bijaksana.Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada
berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan
pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian
yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis
untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya
analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam
konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai
upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan
peradaban umat masa depan yang lebih proporsional. Konsep Pendidikan KH. Ahmad
Dahlan Kehadiran penjajah Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada
dalam masyarakat Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen
kehidupan perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam mulai
menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam.

Dalam segi kegiatan keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta
konservatisme yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi
masyarakat Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi yang membuat
umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya. Memperhatikan
perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan kolonial Belanda,
terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat prihatin. Umat Islam saat itu
berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Selain itu, sistem pendidikan
yang ada sangat lemah sehingga tidak mampu menandingi misi kaum Zindiq maupun
Kristen. Melihat kenyataan diatas, beliau sebagai seorang muallim merasa terpanggil untuk
mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai suatu sistem yang benar dan
bebas dari unsur-unsur bid'ah, berusaha membangun kembali agama Islam yang didasarkan
pada sendi-sendi ajaran yang benar, yakni sejalan dengan Al-Qur'an dan Hadits. Oleh sebab
itu K.H. Ahmad dahlan memfokuskan dirinya untuk memperbaiki tatanan masyarakat dengan
meningkatkan taraf pendidikan khususnya di Indonesia. Pelaksanaan pendidikan menurut
Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka
filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis bagi Islam, baik secara vertikal (Khaliq)
maupun Horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas
penciptaan manusia, yaitu sebagai abd' Allah dan khalifah fi al-ardh. Dalam proses
kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al'aql. Untuk itu, pendidikan
hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar
petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya. Disini
eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan
dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata
hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan
penciptaannya.

Pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama
dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep
pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:

1.Tujuan Pendidikan Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan
pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan
yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah
model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan
individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model
Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan
yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu
umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal
tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan
mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

2. Materi pendidikan Menurut Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur'an dan
Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur'an dan
Hadits meliputi; Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan
nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur'an dan Hadits menurut akal, kerjasama
antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan
kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan
peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).

3. Metode Mengajar Di dalam menyampaikan pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak
menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak
cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi
dan kondisi. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogan,
madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. Bahan
pelajaran di pesantren mengambil dari kitab-kitab agama saja. Sedangkan di madrasah
Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil dari kitab agama dan buku-buku umum. Di
pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas
ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan
hubungan antara guru-murid yang akrab.

Usaha dan Jasa-Jasa Besar K.H. Ahmad Dahlan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut semestinya. Umumnya
Masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap ke timur dan orang-orang
shalat menghadap ke arah barat lurus. Pada hal kiblat yang sebenarnya menuju Ka'bah dari
tanah Jawa miring ke utara kurang lebih 24 derajat dari sebelah barat. Berdasarkan ilmu
pengetahuan tentang ilmu falaq itu, orang tidak boleh menghadap kiblat menuju barat lurus,
melainkan harus miring ke utara 24 derajat. Oleh sebab itu K.H. Ahmad Dahlan mengubah
bangunan pesantrennya sendiri, supaya menuju kearah kiblat yang betul. Perubahan yang
diadakan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat tantangan keras dari pembesar-pembesar
masjid dan kekuasaan kerajaan (Abuddin Nata, 2004: 106-107).

2. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan popular, bukan saja di pesantren,
melainkan ia pergi ke tempat-tempat lain dan mendatangi berbagai golongan. Bahkan dapat
dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah bapak muballigh Islam di Jawa Tengah,
sebagaimana Syekh M. Jamil Jambek sebagai bapak muballigh di Sumatera Tengah.

3. Memberantas bid'ah-bid'ah dan khurafat serta adat istiadat yang bertentangan dengan
ajaran agama Islam.

4. Mendirikan perkumpulan/persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912 M yang tersebar


di seluruh Indonesia sampai sekarang. Pada permulaan berdirinya, Muhammadiyah mendapat
halangan dan rintangan yang sangat hebatnya, bahkan K.H.Ahmad Dahlan dikatakan telah
keluar dari mazhab, meninggalkan ahli sunnah wal jama'ah. Bermacam-macam tuduhan dan
fitnahan yang dilemparkan kepadanya, tetapi semuanya itu diterimanya dengan sabar dan
tawakal, sehingga Muhammadiyah menjadi satu perkumpulan yang terbesar di Indonesia
serta berjasa kepada rakyat dengan mendirikan sekolah-sekolah, sejak dari taman kanak-
kanak hingga perguruan tinggi. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di
langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata
bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran,
menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan
mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan
penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Ide-ide yang di kemukakan
K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga
pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam
pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah.
Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak,
pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan.

C. Profil KH Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan terlahir dengan nama Muhammad Darwisy pada tahun 1868 dari
kedua orang tuanya yaitu Kiai Haji Abubakar bin Kiai H Sulaiman dan Nyai Abubakar.
Kedua orang tua Ahmad Dahlan dikaruniai oleh tujuh orang anak, lima perempuan dan dua
laki-laki. Ahmad Dahlan sendiri adalah anak lelaki pertama yang ketiga kakaknya adalah
perempuan.

Dilihat dari silsilahnya, Muhammad Darwisy terlahir dari keluarga yang mengerti
agama. Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang
mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia
15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah
selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Pada
usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan.
Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan
Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang
dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah. Setelah
pulang dari Mekkah, kemudian Dahlan menikah dengan Siti Walidah dan dikaruniai enam
orang anak. Disamping itu, Dahlan juga pernah pula beristrikan dengan Nyai Abdullah, janda
H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH.
Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik
Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan
Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dahlan mengajar agama pada anak-anak di sekolah negeri, misalnya
Kweekschool di Jetis Yogya, sekolah Pamong Praja (OSVIA) dimagelang dan lain-lain.
Dia mengajarkan agama Islam kepada banyak orang, terutama kepada calon-calon yang
akan memegang jabatan penting dan berkedududkan tinggi. Dengan mendidik para calon
pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut,
karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah
masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan
segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah,
karena mereka akan mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga
mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin
(Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Istri
Muhammadiyah). Sering juga dia berziarah atau singgah dalam menambah ukhuwah
serta mengekalkan silaturahmi kepada kiai-kiai dan ulama-ulama.
Untuk menambah pengalamannya dalam organisasi pergerakan, Dahlan
memasuki beberapa organisasi yaitu Boedi Oetomo Kring Kauman, Syarikat Islam,
Jam’iyah Khairiyah Jakarta, serta Anggota Panitia Tentara Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad s.a.w. Di organisasi tersebut beliau juga mengajarkan agama Islam bagi
anggota-anggotanya.
Dengan cita-citanya yang luhur dan didorong oleh kawan-kawan
seperjuangannya, Dahlan akhirnya mendirikan Muhammadiyah. Persjarikatan
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November bertepatan dengan tanggal 8
Dzulhijah 1330 H. Dengan berdirinya Muhammadiyah ini membuat beliau semakin
bersemangat dalam menyebarkan agama Islam dimana-mana. Mulai bermunculan
cabang-cabang Muhammadiyah di daerah-daerah terutama di luar Pulau Jawa. Kemudian
Beliau mendirikan sekolah sekolah untuk pribumi. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi
sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
pertentangan, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan,
tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan
agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena
sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain.
Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pemerintah Hindia Belanda khawatir akan perkembangan organisasi ini.
Kegiatan Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas
bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka
KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah
di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung
Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo
berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan
dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan
adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan
kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat
bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan
Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kan,u wal-
Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Hingga di akhir hayatnya, beliau masih memperjuangkan Islam. Bahkan
dalam keadaan sakit pun beliau masih harus menempuh perjalanan jauh ke Batavia untuk
menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Akhirnya beliau wafat pada hari Jumat malam Sabtu
tanggal 7 Rajab tahun 1334 H.

D. Pemikiran Kh Ahmad Dahlan tentang islam dan umatnya


- Pola Pemikiran KH. Ahmad Dahlan

Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap
situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan
(stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan
politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah
yang ia dirikan pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter
sebagai gerakan sosial keagamaan. Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah
pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai pengaruh
yang berakar dalam upaya pemberantasan bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide
pembaruannya menyetuh aqidah dan syariat, misalnya tentang uapcara kematian talqin,
upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, menziarahi kuburan yang dikeramatkan,
memberikan makanan sesajen kepada pohon-pohon besar, jembatan, rumah angker dan
sebagainya, yang secara terminologi agama tidak dikenal dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam
dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia
pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun
pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad
Dahlan: “ Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo
Muhammadiyah”( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk
Muhammadiyah)
Bahkan hal tersebut sangat bertentangan dengan Islam, sebab dapat mendorong
timbulnya kepercayaan syirik dan merusak aqidah Islam. Inti gerakan pemurnian ajaran
Islam seperti pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab cukup
bergema. K.H. Ahmad Dahlan dan pengikutnya teguh pendirian dalam upaya
menegakkan ajaran Islam yang murni sesuai al-Qur’an dan Hadis, mengagungkan ijtihad
intelektual bila sumber-sumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa digunakan, termasuk
juga menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi
munkar.
1. Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di
Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah
untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang
untuk kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya
mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya,
antara lain:
a. Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab
itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih
banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun
naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk
dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan
akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat
dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;

2. Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;

3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya
akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H.
Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat
dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan
Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri,
menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-


intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem
pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem
pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan
suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah,
jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan ini
sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu
model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak
terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.

1. Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-


madrasah Pendidikan Agama
Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan
gagasan dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap
baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional.
Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan
tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad
Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat
ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan
daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism
al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah
Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari
sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa
tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:

1) Baik budi, alim dalam agama


2) Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
3) Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya

2. Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda

Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan


dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya
pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang
diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan
tradisional.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan


sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian
diharpakan lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya
yang bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu
menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan
juga bekerja keras meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka
Islam sebagai instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena
perempuan merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga
terbentuklah Aisyiah . di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi
kaum perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di Negara-negara Islam lain
bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk gerakan pramuka
Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.

- Pemikiran Ahmad Dahlan

Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku Ensiklopedi Tokoh Pendidikan
Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, hampir
seluruh pemikiran Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi
global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan,
serta keterbelakangan. Kondisi ini sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar
belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan
Dahlan. Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungannya pertama ke Mekkah.
Kemudian ide itu lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua.

KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekah dua kali, pertama selama 8 bulan (setelah
menikah dengan Siti Walidah binti Haji Fadhil), dan yang kedua pada tahun 1903
dengan anaknya, Muhammad Siraj Dahlan. Yang kedua ini ia bermukim selama satu
tahun. Sepulangnya ia dirikan asrama untuk mengajar, murid-muridnya berdatangan
dari Yogya maupun luar Yogya (antara lain Pekalongan, Batang, Magelang,
Semarang, Solo).

Ada perbedaan menarik mengenai cara mengajarnya, ketika belum berangkat ke


Mekah yang kedua, KH Ahmad Dahlan masih mengajarkan kitab-kitab kalangan
“ahlussunah wal jamaah” berupa kitab aqaid, fikih dalam mahzab Syafi’i dan tasawuf
dari Imam al-Ghazali. Namun, setelah berangkat yang kedua kali ke Mekah, kitab-
kitab yang dibaca adalah kitab-kitab berisi pembaharuan keagamaan. Diantara kitab-
kitab yang sering dibaca antara lain; Risalat at-Tauhid (Muhammad Abduh), Tafsir
Juz Amma (sama), Dariat al Marif (Farid Wajdi), Al Tasawul wa al Wasilah (Ibnu
Taimiyyah), dll.

Dapat dikatakan disinilah mulai munculnya pergeseran pemikiran. Pergeseran ini


memiliki beberapa faktor-faktor penyebab tentunya, selain buku-buku yang dia bawa
tersebut. Secara umum, ide-ide pembaharuan Ahmad Dahlan menurut Ramayulis dan
Samsul Nizar dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu; Pertama, berupaya
memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khurafat, tahayul, dan bid’ah yang selama
ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat
Islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap
doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.

Ide-ide pembaharuan tersebut hanya dapat dilaksanakan melalui pendidikan. Menurut


Ahmad Dahlan pendidikan juga merupakan upaya strategis untuk menyelamatkan
umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pemikiran yang dinamis adalah
melalui pendidikan.
Jadi berarti pola pemikiran Ahmad Dahlan hampir sama dengan pola
pemikiran Mohammad Abduh. Menurut Abduh bahwa revolusi dalam bidang politik
tidak akan ada artinya, sebelum ada perubahan mental secara besar-besaran dan
dilalui secara berangsur-angsur atau secara evolusi. Tegasnya bagi Muhammad
Abduh dalam rangka memperjuangakn terwujudnya ’izzul Isalam wal muslimin di
samping umat Islam harus berani merebut kekuasaan politik kenegaraan, maka
terlebih dahulu yang perlu dibenahi adalah memperberbaharui sember-sumber para
mujaddin dan ulama. Lewat sumber- sumber inilah akan lahir kader-kader pembaharu
yang akan menyebar ke seluruh dunia. Mengenai pelaksanaan pendidikan ---menurut
Dahlan-- hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu Al-Qur an dan
Sunnah.
Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi memrumuskan konsep dan
tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (khaliq) maupun horizontal
(makhluk). Seperti yang diketahui, semangat besar gerakan pemurnian Islam yang
dibawa oleh tokoh-tokoh seperti Wahabbi dan Abduh adalah kembali kepada kitab
dan sunnah. Ahmad Dahlan terpengaruh banyak oleh pemikiran mereka dan teman-
temannya seperti Rasyid Ridha atau Ibnu Tamimiyah. Bagi KH. Ahmad Dahlan,
fokus paling penting dalam pemikirannya adalah pendidikan. Maka itu
Muhammadiyah pertamanya dirintis dari sekolah yang ia dirikan, dan hingga kini
banyak sekali sekolah Muhammadiyah yang terdapat di Indonesia.
Untuk mewujudkan ide pembaharuannya di bidang pendidikan, maka Dahlan
merasa perlu mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pendidikan
modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal. Apa yang dilakukannya
merupakan sesuatu yang masih cukup langka dilakukan oleh lembaga pendidikan
Islam pada waktu itu. Di sini, ia menggabungkan sistem pendidikan Belanda dengan
sistem pendidikan tradisonal secara integral.
Ada satu hal yang cocok untuk mencari sebab mengapa KH. Ahmad dahlan
tergelitik untuk melakukan pembaharuan pemikiran, dalam hal ini dikaitkan dengan
hal yg lebih spesifik, yakni masalah sosial. Menurut keterangan yg diperoloh dr
biografinya, KH Ahmad Dahlan sangat gemar membaca, termasuk majalah-majalah
berbahasa arab seperti majalah Al Manar dan Al Urwatul Wutsqa yg diperoleh dr
hasil selundupan dari pelabuhan Tuban, Jawa Timur.
Dia tidak memiliki peribadi pemberontak dan cenderung lurus-lurus saja
semasa mudanya tapi dikenal sebagai pribadi yang cerdas dan terampil. Dan
mempertimbangkan usianya yang baru 36 tahun, mungkin mempengaruhi pula
pemikirannya yang masih mudah menerima unsur-unsur baru. Pemikirannya
terpengaruh banyak oleh reformis Timur Tengah. Malahan ada keterangan bahwa KH
Ahmad Dahlan sempat bertemu langsung pada Sayid Rasyid Ridha tatkala di Mekah
dan sejak itu ia membaca karya2 Abduh, Ridha, Ibnu, dll. Jika KH Ahmad Dahlan
tidak mengambil seluruh substansinya, maka setidaknya ia telah mengambil spiritnya.
Mempertimbangkan keadaan di ambang awal abad 20 itu, hampir semua
kelompok agama berada dalam keadaan yang stagnan. Belum majubya pendidikan
dan tekanan dari pihak Belanda melatarbelakangi hal tersebut. KH Ahmad Dahlan
mengalami kegelisahan, yang cenderung tidak muncul dikalnagan umat yang
lain. Disebut kegelisahan karena tindakannya yang mengarah pada hal-hal sosial
yang peduli umat dan tampak pula dalam renungannya tentang kematian.
Setelah ditelusuri secara seksama, setidaknya terdapat tiga faktor minor KH
Ahmad Dahlan terinspirasi. Ketiga faktor tersebut adalah; renungan tentang kematian
sebagai pendorong beramal saleh, beragama harus menyapa kehidupan, dan tauhid
sebagai semangat dalam menerjemahkan kehidupan. KH Ahmad Dahlan merasakan
dan menuliskan renungan mengenai keadaan setelah mati dan kegelisahan serta
kekhawatiran yang ia rasakan. Sedangkan untuk yang kedua, ia menuliskan
pemikirannya tentang peran agama dalam kehidupan. Menurutnya agama seharusnya
bukan hanya sekadar menjadi ritual tapi benar-benar dipahami sebagai pegangan
hidup.
“Agama itu pada mulanya bercahaya berkilauan, akan tetapi semakin lama semakin
suram. Namun yang suram itu bukan agmanya melankan manusianya” KH Ahmad
Dahlan
Kutipan perkataan KH Ahmad Dahlan itu menunjukkan agama dianggap
suram karena tidak dipahami dengan baik. Ia memulai pemaknaan lebih kepada
agama Islam dalam keseharian, diantaranya dengan membaca tafsir. Ia tidak
menyukai keadaan umat yang sering melakukan pengajian yang hanya mengaji dalam
bahasa arabnya, tanpa mengerti artinya. Menurutnya, umat haruslah mengerti arti dari
Al Qur’an.
Dan yang terakhir, arti tauhid menurut KH Ahmad Dahlan adalah
persaudaraan berdasar ketunggalan akidah dan syariah dan persaudaraan
kemanusiaan. Yang pertama berarti memegang teguh akidah ketuhanan yang maha
esa, tapi menjaga ukhuwah islamiyah. Disini berarti menghormati yang
lain. Terdapat tataran yang berbeda dalam syariah bukanlah suatu yang besar dan
bermasalah dalam kelompok-kelompok dalam umat. Selama akidah ketuhanan tidak
bisa lain, hanya menyembah Allah swt. Sedangkan untuk arti dari persaudaraan
kemanusiaan, lebih kepada nilai sosial, yang berarti menunjukkan keinginan untuk
menghadirkan kesejateraan bersama bagi umat.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad
Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan
di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1
Agustus 1868, Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan
mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian
berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian
agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang
semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan
pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf,
mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah
perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam
bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi
sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum
kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap
mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan
kemasyarakatan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Nur dan Pramono U. Tanthowi, Muhammadiyah Digugat, Jakarta: Penerbit Harian
Kompas. 2000
Damami, Mohammad. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Fajar Pustaka
Baru. 2000.
Salam, Junus. K.H Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya. Banten: Al Wasat Publishing
House. 2009
Suja, Kyai. Islam Berkemajuan:Kisah Perjuangan K.H Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah
Masa Awal. Banten: Al Wasat. 2009
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah: Buku yang Akan Mengubah Drastis Pndangan
Anda tentang Sejarah Indonesia. Bandung: Salamadahi Pustaka Semesta. 2010
Syaifullah.Gerak politik Muhammadiyah dalam Masyumi. Jakarta: 1997
Tebba, Sudirman. Islam Orde Baru : perubahan politik dan keagamaan. Yogyakarta:1993
Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising
House, 2009), hal.56.

See more at: http://sunrisebw.blogspot.com/2014/05/tokoh-pendidikan-islam-kh-ahmad-


dahlan.html#sthash.ixIusf7f.dpuf

http://asbarsalim009.blogspot.com/2014/02/latar-belakang-berdirinya-muhammadiyah.html

Soedja, Muhammad, 1993. Cerita tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta

Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember:
Mutiara Offset

Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia[1]
Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising
House, 2009), hal.56.

[2] See more at: http://sunrisebw.blogspot.com/2014/05/tokoh-pendidikan-islam-kh-ahmad-


dahlan.html#sthash.ixIusf7f.dpuf

[3]http://asbarsalim009.blogspot.com/2014/02/latar-belakang-berdirinya-
muhammadiyah.html

Soedja, Muhammad, 1993. Cerita tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai