Stemi
Stemi
ILUSTRASI KASUS
tanggal 28 Mei 2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 7 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 7 jam sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri pertama kali dirasakan saat duduk dan dirasakan terus-menerus
hingga pasien masuk ke IGD M.Djamil. Nyeri dirasakan dibagian tengah dada
seperti tebakar dan ditusuk-tusuk dan menjalar ke bahu, lengan, dan punggung
kiri. Keluhan tidak terpengaruh dengan perubahan posisi dan bernapas dan tidak
pakaian pasien. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Lubuk Sikaping dengan
diagnosis Infark Miokard Anterolateral dan telah mendapat terapi okigen 3 lt per
menit, IVFD RL 16 tpm, ISDN 5mg sublingual, clopidogel 300 mg, aspilet 160
melitus tidak diketahui sebelumnya. Pasien merokok sebanyak 2 bungkus per hari
sejak 35 tahun yang lalu. Pasien minum kopi 3-4 gelas per hari. Pasien suka
meninggal karena penyakit jantung. Ayah pasien meninggal karena stroke. Pasien
bekerja sebagai wiraswasta (supir travel) dengan aktifitas sedang. Pasien tidak
rutin berolahraga.
/menit, frekuensi nafas 20x / menit, suhu 36.8 C, tidak ditemukan udem pada
kedua tungkai, turgor kulit baik, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
Pada pemeriksaan fisik jantung, iktus kordis tidak terlihat saat inspeksi,
pada palpassi iktus kordis teraba di satu jari medial linea midklavikula sinistra
RIC 5. Pada perkusi didapatkan batas jantung kanan di linea sternalis dextra, batas
jantung kiri di satu jari medial linea midklavikla sinistra RIC 5, batas jantung atas
di RIC 2. Pada auskultasi jantung bunyi jantung 1 dan 2 regular, tidak ada murmur
maupun gallop. Pada pemeriksaan fisik paru, dada simetris kiri dan kanan pada
saat statis dan dinamis, batas kiri sama dengan kanan, perkusi sonor di seluruh
lapangan paru, suara nafas vesikular, tidak ada ronkhi dan wheezing. Pada
pemeriksaan fisik abdomen, perut tidak dapat membuncit, perabaan supel, hepar
leukosit 17.560/mm3, trombosit 302.000 mm3, gula darah sewaktu 140 mg/dl,
ureum 14mg/dl, kreatinin darah 0,9 mg/dl, kalsium 8,9 mg/dl, natrium 132
mmol/l, kalium 4,6 mmol/l, klorida serum 100 mmol/l, troponin I, 7,14 ng/l. Hasil
didapatkan irama sinus rythm, reguler, QRS rate 68x/menit, aksis normal, PR
interval normal, gelombang P normal, QRS durasi 0,08 detik, Q patologis di V1-
V4, ST elevasi 1-3 mm di V1-V5, LVH (-), RVH (-). Didapatkan kesimpulan akut
Pada pasien ini didapatkan skor TIMI 4/14 sehingga memiliki angka
mortalitas dalam 30 hari sebesar 7,3% dan skor GRACE 137 sehingga
Angina 1
HR < 100 0
KILLIP I 0
Berat 67 Kg 1
ST Elevasi 1
Deviasi Segmen ST 30
Tatalaksana emergensi yang diberikan pada pasien ini bed rest, pemberian
oksigen 4 L/menit nasal kanul, ISDN 5 mg, aspilet 160 mg, klopidogrel 300 mg.
irama sinus rythm, reguler, QRS rate 83x/menit, aksis normal, PR interval normal,
3 mm di V3, LVH (-), RVH (-). Didapatkan kesimpulan akut STEMI anterior
ekstensif.
Gambar …. EKG tanggal 28 Mei 2017 post PPCI
nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang,
86x / menit, frekuensi nafas 18x / menit, suhu 37,10 C, bunyi jantung regular,
tidak ditemukan murmur maupun gallop, suara nafas vesikular, tidak ditemukan
ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem tungkai. Dilakukan
HDL 43 mg/dl, LDL 219mg/dl, trigliserida 131 mg/dl, SGOT 269 u/l SGPT 86
u/l, magnesium 1,7 mg/dl. Didapatkan kesan dislipidemia, SGOT dan SGPT
rythm, reguler, QRS rate 94x /menit, aksis normal, PR interval normal,
3 mm V2-V3, LVH (-), RVH (-). Didapatkan kesimpulan akut STEMI anterior
ekstensif.
Gambar …. EKG tanggal 29 Mei 2017
dengan STEMI akut anterior ekstensif onset 7 jam, TIMI 4/14, KILLIP I, post
PPCI tanpa stent diproksimal LAD pada CAD 2VD (inkomplit di PL) dengan
trombusburden grade V on high dose aspilet (sd 4-6-17), brilinta 2x90 mg,
atovarstatin 1x40 mg, ramipril 1x2,5 mg, lassic 1x40 mg, hipomagnesium (1,7)
post koreksi magnesium. Tatalaksana lanjutan post PPCI yaitu cek magnesium
post koreksi, rehabilitasi, dan pemberian cairan 1800 cc/24 jam, TBC 0 sd 200
cc/24 jam.
memiliki keluhan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum
frekuensi nadi 90x / menit, frekuensi nafas 20x / menit, suhu 37,00 C, bunyi
jantung regular, tidak ditemukan murmur maupun gallop, suara nafas vesikular,
tidak ditemukan ronkhi maupun wheezing, akral hangat, tidak ada udem tungkai.
Berdasarkan pemeriksaan pada tanggal 30 Mei 2017 pasien didiagnosis
dengan STEMI akut anterior ekstensif onset 7 jam, TIMI 4/14, KILLIP I, post
PPCI tanpa stent diproksimal LAD pada CAD 2VD (inkomplit di PL) dengan
trombusburden grade V on high dose aspilet 1x160 (sd 4-6-17), brilinta 2x90 mg,
atovarstatin 1x40 mg, ramipril 1x2,5 mg, laxadyn 1x10 mg, alprazolam 1x0,5.
Tatalaksana lanjutan post PPCI yaitu mobilisasi dan rencana untuk pulang. Serta
DISKUSI
tanggal 28 Mei 2017 dengan keluhan nyeri dada sejak 7 jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan dibagian tengah dada seperti tebakar dan ditusuk-
tusuk, menjalar, durasi > 20 menit, tidak membaik dengan istirahat dan disertai
dengan keringat dingin. Nyeri dada pada pasien ini merupakan nyeri dada khas
angina.1
ketiga, keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada. Nyeri
dada dibedakan menjadi nyeri dada tipikal dan atipikal. Keluhan angina tipikal
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).1 Pada pasien ini ditemukan
nyeri dada yang berlangsung selama 7 jam, nyeri dada disertai penjalaran ke ke
diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.1 Pada pasien
ini dijumpai adanya keringat dingin yang membasahi hingga seluruh pakaian,
tidak ada keluhan mual, muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Sedangkan keluhan angina atipikal lebih sering dijumpai pada pasien usia muda
(25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara
lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan
(indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah
Pria
Hipertensi
Merokok
Dislipidemia
Merokok
Diabetes Melitus
Pada pasien ini ditemukan kesesuaian dengan literatur yaitu, pasien soerang
sebanyak 2 bungkus per hari dan disertai dengan riwayat hipertensi pada kakak
pasien, penyakit jantung pada adik pasien dan riwayat penyakit stroke pada ayah
pasien.
/menit, frekuensi nafas 20x / menit, suhu 36.8 C. Pada pemeriksaan vital sign
didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan jantung dan paru tidak
67x /menit, aksis normal, gelombang P normal, PR interval normal, QRS durasi
0,08 detik, ST elevasi 1-3 mm V1-V5 akut, Q patologis di V1-......., LVH (-),
baru atau persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi
reperfusi. Oleh karena itu, pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik
untuk STEMI. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka
infark transmural yang disertai dengan adanya fibrosis pada seluruh dinding.2
1. Gelombang T hiperakut
gelombang T yang tingginya lebih dari 6 mm pada sadapan ekstremitas dan lebih
sugestif untuk STEMI dan terjadi dalam 30 menit setelah onset gejala. Namun,
Jika oklusi terjadi dalam waktu lama dan derajatnya signifikan (menyumbat
90% lumen arteri koroner), gelombang T prominen akan diikuti dengan deviasi
epikardial.
0,1 mV (1 mm) pada sadapan ekstremitas dan lebih dari 0,2 mV (2 mm) pada
sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang bersesuaian. Elevasi segmen
ditemukan pula pada kelainan lain. Pada kebanyakan kasus, untuk membedakan
STEMI dari kelainan lain biasanya tidak sulit, cukup dengan memperhatikan
gambaran klinisnya.
transmural yang disertai dengan adanya fibrosis pada seluruh dinding. Pada 75%
pasien, elevasi segmen ST yang khas ini terbentuk dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
4. Inversi gelombang T
Bila berlangsung lama dan tidak dilakukan reperfusi arteri koroner, elevasi
dalam 2 minggu pada 95% kasus infark miokardium inferior dan 40% kasus
ventrikel.
pembuluh koroner mana yang terlibat, diperlukan dua atau lebih sadapan
Pemeriksaan foto rontgen toraks di dapatkan CTR < 50%, segmen aorta
jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard. Troponin I atau T
merupakan marka yang memilkiki sensitifitas dan spesifitas lebih tinggi dari
dan miosin dalam otot jantung dan lebih spesifik jika dibandingkan dengan
CKMB. Enzim ini mulai meningkat pada 3 sampai 12 jam setelah onset iskemik
dan puncaknya dalam 12 sampai 24 jam, masih tetap tinggi sampai hari ke-8
atau intervensi segera. Salah satu stratifikasi risiko yang digunakan adalah TIMI
Coronary Events). Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 7
Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 7 variabel yang
masing-masing setara dengan 1 poin. Variabel tersebut antara lain adalah usia ≥65
tahun, ≥3 faktor risiko, stenosis koroner ≥50%, deviasi segmen ST pada EKG,
terdapat 2 kali keluhan angina dalam 24 jam yang telah lalu, peningkatan marka
jantung, dan penggunaan asipirin dalam 7 hari terakhir. Dari semua variabel yang
ada, stenosis koroner ≥50% merupakan variabel yang sangat mungkin tidak
terdeteksi. Jumlah skor 0-2: risiko rendah (risiko kejadian kardiovaskular <8,3%);
skor 3-4 : risiko menengah (risiko kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7
Killip, tekanan darah sistolik, deviasi segmen ST, cardiac arrest saat tiba di ruang
gawat darurat, kreatinin serum, marka jantung yang positif dan frekuensi denyut
jantung. Klasifikasi ini ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat perawatan di
rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Untuk prediksi
kematian di rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap
mempunyai risiko rendah (risiko kematian <1%). Sementara itu, pasien dengan
skor risiko GRACE 109-140 dan >140 berturutan mempunyai risiko kematian
menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan
setelah keluar dari rumah sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap
mempunyai risiko rendah (risiko kematian <3%). Sementara itu, pasien dengan
skor risiko GRACE 89-118 dan >118 berturutan mempunyai risiko kematian
Pada pasien ini didapatkan skor TIMI 4/14 sehingga memiliki angka
mortalitas dalam 30 hari sebesar 7,3% dan skor GRACE 137 sehingga
didapatkan KILLIP I karena pada temuan klinis pasien tidak terdapat gagal
jantung (tidak terdapat ronki maupun S3) sehingga memiliki angka mortalitas
sebesar 6%.
diberikan oksigen 4 liter permenit dan di IGD RSUD Lubuk Sikaping pasien
diberi ISDN 5mg sublingual, clopidogel 300 mg, aspilet 160 mg, morfin 2 mg
Lalu pada pasien direncanakan PPCI dengan tujuan untuk reperfusi arteri koroner.
dengan STEMI akut anterior ekstensif onset 7 jam, TIMI 4/14, KILLIP I, post
PPCI tanpa stent diproksimal LAD pada CAD 2VD (inkomplit di PL) dengan
trombusburden grade V on high dose aspilet (sd 4-6-17), brilinta 2x90 mg,
atovarstatin 1x40 mg, ramipril 1x2,5 mg, lassic 1x40 mg, hipomagnesium (1,7)
post koreksi magnesium. Tatalaksana lanjutan post PPCI yaitu cek magnesium
post koreksi, rehabilitasi, dan pemberian cairan 1800 cc/24 jam, TBC 0 sd 200
cc/24 jam.
dengan STEMI akut anterior ekstensif onset 7 jam, TIMI 4/14, KILLIP I, post
PPCI tanpa stent diproksimal LAD pada CAD 2VD (inkomplit di PL) dengan
trombusburden grade V on high dose aspilet 1x160 (sd 4-6-17), brilinta 2x90 mg,
atovarstatin 1x40 mg, ramipril 1x2,5 mg, laxadyn 1x10 mg, alprazolam 1x0,5.
Tatalaksana lanjutan post PPCI yaitu mobilisasi dan rencana untuk pulang. Serta
Communication; 2015.
2. Myrtha R. Perubahan gambaran ekg pada sindrom koroner akut (ska). CDK
3. Fitchett, D.H., Theroux, P., Brophy, J.M., et al., 2011, Assessment and
Management of Acute Coronary Syndromes (ACS): A Canadian Perspective
on Current Guideline-Recommended Treatment–Part 2: ST Segment
Elevation Myocardial Infarction, Canadian Journal of Cardiology, 27 :
S402–S412.