Anda di halaman 1dari 11

Makalah : Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat

Desember 10, 2011 oleh rahmatibe

Oleh: Rahmat Illahi Besri

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warganya. Semakin tinggi

kesadaran hukum penduduk suatu negara, akan semakin tertib kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Sebaliknya, jika kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah, yang berlaku di sana

adalah hukum rimba.

Indonesia adalah negara hukum. Dalam hidup di lingkungan masyarakat tidak lepas dari aturan-

aturan yang berlaku, baik aturan yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis. Aturan-aturan

tersebut harus ditaati sepenuhnya. Adanya aturan tersebut adalah agar tercipta kemakmuran dan

keadilan dalam lingkungan masyarakat. Apabila aturan-aturan tersebut dilanggar, akan mendapatkan

sanksi yang tegas.

Di negara Indonesia masih banyak orang-orang yang melanggar hukum atau peraturan. Peraturan-

peraturan yang sudah disepakati dan ditulis ternyata masih banyak yang dilanggar. Hal tersebut tidak

hanya di kalangan pemerintah, masyarakat, tetapi juga menyebar ke instansi-instansi termasuk

lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah.

Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum

merupakan faktor dalam penemuan hukum (Lemaire, 1952; 46). Bahkan Krabbe mengatakan bahwa

sumber segala hukum adalah kesadaran hukum (v. Apeldoorn, 1954: 9). Menurut pendapatnya maka

yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-

undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan

mengikat.
1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diungkapkan di atas, dapat di rumuskan

permasalahan antara lain :


1. Apa pengertian kesadaran hukum masyarakat?
2. Apa saja faktor-faktor kesadaran hukum dalam masyarakat?
3. Apa saja tingkat kesadaran hukum dalam masyarakat?
4. Bagaimana kesadaran hukum dalam masyarakat dewasa ini?
5. Bagaimana meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat?
6. Bagaimana pelaksanaan hukum sehingga tercapainya pelaksanaan hukum dalam
masyarakat?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
1. Pengertian Kesadaran.

a) Menurut Suharso dan Retnoningsih (2005: 366), “Kesadaran adalah keinsafan; keadaan

mengerti; hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang“.

b) Selain itu menurut Nias (http://niasonline.net/), menyatakan bahwa dalam psikologi

“kesadaran didefinisikan sebagai tingkat kesiagaan individu pada saat ini terhadap rangsangan

eksternal dan internal, artinya terhadap persitiwa-peristiwa lingkungan dan suasana tubuh, memori

dan pikiran”.
1. Pengertian Hukum.

a) Menurut Suharso dan Retnoningsih (2005: 171), menyatakan bahwa: “Hukum adalah peraturan

yang di buat oleh suatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak;

undang-undang, ketentuan, kaedah, patokan; keputusan hakim.”

b) Hukum menurut Simorangkir dan Sastropranoto dalam Kansil (1989: 38), hukum adalah

peratuaran-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam

lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana

terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.

c) Hukum menurut Amin dalam Kansil (1989: 38), hukum merupakan kumpulan-kumpulan

peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan saksi-saksi.

1. Pengertian Kesadaran Hukum.

a) Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau

apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita

membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak

seyogyanya dilakukan (Scholten, 1954: 166) .


b) Menurut kamus Bahasa Indonesia. Kesadaran hukum adalah pengetahuan bahawa prilaku

tertentu diatur oleh hukum sehingga ada kecendrungan untuk mematuhi peraturan.

c) Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau

apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita

membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht).[1]

d) Menurut Suharso dan Retnoningsih, (1993: 765), kesadaran hukum adalah

1) Nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai hukum yang ada.

2) Pengetahuan bahwa suatu perilaku tertentu diatur oleh hukum.

e) Menurut Abdurrahman dalam Nurhidayat (2006 : 8), menyatakan bahwa kesadaran hukum itu

adalah tidak lain dari pada suatu kesadaran yang ada dalam kehidupan manusia untuk selalu patuh

dan taat pada hukum.

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum dalam Masyarakat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum. Menurut Soekanto dalam Nurhidayat,

(2006: 9-11), dijelaskan secara singkat sebagai berikut

1) Pengetahuan tentang kesadaran hukum Secara umum, perturan-peraturan yang telah sah,

maka dengan sendirinya peraturan-peraturan tadi akan tersebar luas dan diketahui umum. Tetapi

sering kali terjadi suatu golongan tertentu di dalam mayarakat tidak mengetahui atau kurang

mengetahui tentang ketentuan-ketentuan hukum yang khusus bagi mereka.

2) Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Pengakuan masyarakat terhadap ketentuan-

ketentuan hukum, berati bahwa masyarakat mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum

tertentu. Artinya ada suatu derajat pemahaman yang tertentu terhadap ketentuan-ketentuan hukum

yang berlaku. Namun hal ini belum merupakan jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui

ketentuan-ketentuan hukum tertentu dengan sendirinya mematuhinya, tetapi juga perlu diakui bahwa

orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum adakalanya cenderung untuk mematuhinya.

3) Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Penghargaan atau sikap tehadap

ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sejauh manakah suatu tindakan atau perbuatan yang

dilarang hukum diterima oleh sebagian besar warga masyarakat. Juga reaksi masyarakat yang

didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku. Masyarakat mungkin menentang atau mungkin

mematuhi hukum, karena kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.


4) Pentaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Salah satu tugas hukum yang

penting adalah mengatur kepentingan-kepentingan para warga masyarakat. Kepentingan para warga

masyarakat tersebut lazimnya bersumber pada nilai-nilai yang berlaku, yaitu anggapan tentang apa

yang baik dan apa yang harus dihindari.

5) Ketaatan masyarakat terhadap hukum, dengan demikian sedikit banyak tergantung apakah

kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu dapat ditampung oleh

ketentuan-ketentuan hukum. Ada juga suatu anggapan bahwa kepatuhan hukum disebabkan karena

adanya rasa takut pada sanksi, karena ingin memelihara hubungan baik dengan rekan-rekan

sekelompok atau pimpinan karena kepentingannya terlindung, karena cocok dengan nilai-nilai yang

dianutnya.

1. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat

Tingkat Kesadaran Hukum. Menurut Soekanto dalam Nurhidayat (2006: 11-12), indikator-indikator

dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif kongkrit tentang taraf kesadaran

hukum. Dijelaskan lagi secara singkat bahwa :

1) Indikator pertama adalah pengetahuan hukum Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku

tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis

maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum

maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.

2) Indikator kedua adalah pemahaman hukum Seseorang pelajar mempunyai pengetahuan dan

pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang

benar dari pelajar tentang hakikat dan arti pentingnya peraturan disekolah.

3) Indikator yang ketiga adalah sikap hukum Seseorang mempunyai kecenderungan untuk

mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum.

4) Indikator yang keempat adalah perilaku hukum, yaitu dimana seseorang atau pelajar mematuhi

peraturan yang berlaku.

Keempat indikator tadi sekaligus menunjukkan pada tingkat-tingkatan kesadaran hukum tertentu di

dalam perwujudannya. Apabila seseorang hanya mengetahui hukum, maka dapat dikatakan bahwa

tingkat kesadaran hukumnya masih rendah, tetapi kalau seseorang dalam suatu masyarakat telah

berperilaku sesuai dengan hukum, maka kesadaran hukumnya tinggi.

1. Kesadaran Hukum Masyarakat Dewasa Ini


Akhir-akhir ini banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum. Kalau kita mengikuti berita-berita

dalam surat kabar-surat kabar, maka boleh dikatakan tidak ada satu hari lewat di mana tidak dimuat

berita tentang terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum, baik yang berupa pelanggaran-

pelanggaran, kejahatan-kejahatan, maupun yang berupa perbuatan melawan hukum, ingkar janji atau

penyalah gunaan hak. Berita-beria tenang penipuan, penjambretan penodongan pembunuhan, tabrak

lari dan sebagainya setiap hari dapat kita baca di dalam surat kabar-surat kabar. Yang menyedihkan

ialah bahwa tidak sedikit dari orang-orang yang tahu hukum melakukannya, baik ia petugas penegak

hukum atau bukan.

Di samping pelanggaran-pelanggaran peraturan hukum terjadi banyak penyalahgunaan hak atau

wewenang. Menggunakan haknya secara berlebihan sehingga merugikan orang lain berarti

menyalahgunaan hak. Komersialisasi jabatan misalnya pada hakekatnya merupakan penyalahgunaan

hak. Penyalahgunaan hak banyak dilakukan oleh golongan tertentu atau pejabat-pejabat yang merasa

boleh berbuat dan dimungkinkan dapat berbuat semaunya sendiri karena kedudukan atau jabatannya.

Dari segi pelaksanaan hukum (law enforcement) dapat dikatakan tidak ada ketegasan sikap dalam

menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum. Banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang tidak

diusut. Tidak sedikit pengaduan-pengaduan dan laporan-laporan dari masyarakat tentang terjadinya

pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan kepada yang berwajib tidak ditanggapi atau dilayani. Banyak

pegawai pengusut yang tidak wewenang mendeponir perkara membiarkan perkara tidak diusut,

sedangkan perkara perdata yang bukan wewenangnya diurusinya. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas

hampir setiap hari kita baca di dalam surat kabar. Boleh dikatakan tidak ada berita di dalam surat

kabar mengenai suatu daerah yang keadaannya serba teratur tidak ada pelanggaran, tidak ada

kejahatan dan tidak pula ada sengketa.

Ditinjau dari segi jurnalistik memang sensasilah yang dicari dalam pemberitaan, karena sensasi

menarik perhatian para pembaca dan berita tentang pelanggaran dan peradilan selalu menarik

perhatian. Ditinjau dari segi hukum, maka makin banyaknya pemberitaan tentang pelanggaran

hukum, kejahatan atau kebatilan berarti kesadaran akan makin banyak terjadinya ”onrecht”. Dengan

makin banyaknya pelanggaran hukum makin berkurangnya toleransi dan sikap berhati-hati di dalam

masyarakat, penyalahgunaan hak dan sebagainya dapatlah dikatakan bahwa kesadaran hukum

masyarakat dewasa ini menurun, yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan

pemerintah juga. Menurunnya kesadaran hukum dalam hal ini berarti belum cukup tinggi. Kesadaran

hukum yang rendah cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran hukum

seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya. Untuk dapat mengambil langkah-langkah guna
mengatasi menurunnya kesadaran hukum masyarakat, perlu kiranya diketahui apakah kiranya yang

dapat menjadi sebab-sebabnya.

Menurunnya kesadaran hukum masyarakat itu merupakan gejala perubahan di dalam masyarakat:

perubahan sosial. Salah satu sebab perubahan sosial menurut Arnold M Rose adalah kontak atau

konflik antar kebudayaan.[2] Besarnya arus pariwisatawan yang mengalir ke Indonesia tidak sedikit

pengaruhnya dalam merangsang perubahan-perubahan sosial. Pengaruh film terutama film luar negeri

serta televisi, majalah atau bacaan-bacaan lainnya dengan adegan-adegan atau ceritera- ceritera

yang sadistis tidak berperikemanusiaan atau asusila mempunyai peran penting dalam membantu

menurunkan kesadaran hukum masyarakat.

Kurang tegas dan konsekuensinya para petugas penegak hukum terutama polisi, jaksa dan hakim

dalam menghadapi pelanggaran-pelanggaran hukum pada umumnya merupakan peluang terjadinya

pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan. Tidak adanya atau kurangnya pengawasan pada

petugas penegak hukum merupakan perangsang menurunnya kesadaran hukum masyarakat.

Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran

hukum masyarakat disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari lagi bahwa hukum

melindungi kepentingannya. Soerjono Soekanto menambahkan bahwa menurunnya kesadaran hukum

masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurang menyadari akan kewajibannya untuk

memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan tujuannya serta fungsinya dalam pembangunan.

Menurut Soerjono Soekanto, indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan

petunjuk yang relatif kongkrit tentang taraf kesadaran hukum. Dijelaskan lagi secara singkat bahwa :

1) indikator pertama adalah pengetahuan hukum

Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan

hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku

tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh

hukum.

2) Indikator kedua adalah pemahaman hukum

Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan

tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat

dan arti pentingnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

3) Indikator yang ketiga adalah sikap hukum


Seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum.

4) Indikator yang keempat adalah perilaku hukum, yaitu dimana seseorang atau dalam suatu

masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku.

Keempat indikator tadi sekaligus menunjukkan tingkatan-tingkatan pada kesadaran hukum tertentu di

dalam perwujudan nya. Apabila seseorang mengetahui hukum. maka bisa dikatakan bahwa tingkat

kesadarahn hukum nya masih rendah. Tetapi jikalau seseorang atau suatu masyarakat telah

berperilaku sesuai hukum, maka tingkat kesadaran hukum nya telah tinggi.

1. Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat

Tindakan atau cara apakah yang sekirarnya efektif untuk meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat? Tindakan drastis dengan misalnya memperberat ancaman hukum atau dengan lebih

mengetatkan penataan ketaatan warga negara terhadap undang-undang saja, yang hanya bersifat

insidentil dan kejutan, kiranya bukanlah merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan

kesadaran hukum masyarakat. Mungkin untuk beberapa waktu lamanya akan tampak atau terasa

adanya penertiban tetapi kesadaran hukum masyarakat tidak dapat dipaksakan dan tidak mungkin

diciptakan dengan tindakan yang drastis yang bersifat insidentil saja. Kita harus menyadari bahwa

setelah mengetahui kesadaran hukum masyarakat dewasa ini, yang menjadi tujuan kita pada

hakekatnya bukanlah semata-mata sekedar meningkatkan kesadaran hukum masyarakat saja, tetapi

membina kesadaran hukum masyarakat.

Seperti yang telah diketengahkan di muka maka kesadaran hukum erat hubungannya dengan hukum,

sedang hukum adalah produk kebudayaan. Kebudayaan merupakan suatu ”blueprint of behaviour”

yang memberikan pedoman-pedoman tentang apa yang harus dilakukan boleh dilakukan dan apa

yang dilarang. Dengan demikian maka kebudayaan mencakup suatu sistem tujuan-tujuan dan nilai-

nilai. Hukum merupakan pencerminan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat. Menanamkan

kesadaran hukum berarti menanamkan nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat

dicapai dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan sebab-sebab

merosotnya kesadaran hukum masyarakat usaha peningkatan dan pembinaan yang utama, efektif dan

efisien ialah dengan pendidikan.

Pendidikan tidaklah merupakan suatu tindakan yang ”einmalig” atau insidentil sifatnya, tetapi

merupakan suatu kegiatan yang kontinyu dan intensif dan terutama dalam hal pendidikan kesadaran

hukum ini akan memakan waktu yang lama. Kiranya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa dengan

pendidikan yang intensif hasil peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum baru dapat kita lihat
hasilnya yang memuaskan sekurang-kurangnya 18 atau 19 tahun lagi. Ini bukan suatu hal yang harus

kita hadapi dengan pesimisme, tetapi harus kita sambut dengan tekad yang bulat untuk

mensukseskannya. Dengan pendidikan sasarannya akan lebih kena secara intensif daripada cara lain

yang bersifat drastis.

Pendidikan yang dimaksud di sini bukan semata-mata pendidikan formal disekolah-sekolah dari

Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, tetapi juga pendidikan non formal di luar sekolah

kepada masyarakat luas. Yang harus ditanamkan baik dalam pendidikan formal maupun non formal

ialah pada pokoknya tentang bagaimana menjadi masyarakat Indonesia yang baik, tentang apa hak

serta kewajiban seorang warga negara Indonesia. Setiap warga negara harus tahu tentang undang-

undang yang berlaku di negara kita. Tidak tahu undang-undang tidak merupakan alasan pemaaf :

ignorantia legis excusat neminem. Asas ini yang lebih dikenal dengan kata-kata bahasa Belanda

dengan ”iedereen wordt geacht de wet te kennen” berlaku di Indonesia harus ditanamkan dalam

pendidikan tentang kesadaran hukum. Ini tidak hanya berarti mengenal undang-undang saja, tetapi

mentaatinya, melaksanakannya, menegakkannya, dan mempertahankannya. Lebih lanjut ini berarti

menanamkan pengertian bahwa di dalam pergaulan hidup kita tidak boleh melanggar hukum serta

kewajiban hukum, tidak boleh berbuat merugikan orang lain dan harus bertindak berhati-hati di dalam

masyarakat terhadap orang lain. Suatu pengertian yang pada hakekatnya sangat sederhana, tidak

”bombastis”, mudah dipahami dan diterima setiap orang. Sesuatu yang mudah dipahami dan diterima

pada umumnya mudah pula untuk menyadarkan dan mengamalkannya.

Pendidikan formal

Di Taman Kanak-kanak sudah tentu tidak mungkin ditanamkan pengertian-pengertian abstrak tentang

hukum atau disuruh menghafalkan undang-undang. Yang harus ditanamkan kepada murid Taman

Kanak-kanak ialah bagaimana berbuat baik terhadap teman sekelas atau orang lain, bagaimana

mentaati peraturan-peraturan yang dibuat oleh sekolah. Maka perlu kiranya di sekolah dipasang

tanda-tanda larangan (verbodstekens) atau tanda-tanda perkenan (gebodstekens) berupa poster atau

tanda-tanda bergambar lainnya yang menarik dan ibu guru harus mengadakan pengawasan serta

menindak pelanggarnya dengan memberi ”hukuman”. Suatu taman mini lalu lintas pada tiap-tiap

sekolah Taman Kanak-kanak akan membantu memupuk kesadaran hukum pada anak-anak. Yang

penting dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak ialah menanamkan pada anak-anak pengertian

bahwa setiap orang harus berbuat baik dan bahwa larangan-larangan tidak boleh dilanggar dan si

pelanggar pasti menerima akibatnya.


Di SD, SLTP dan SLTA hal tersebut di atas perlu ditanamkan lebih intensif lagi: hak dan kewajiban

warga negara Indonesia, susunan negara kita, Pancasila dan Undang-undang Dasar, pasal-pasal yang

penting dari KUHP, bagaimana cara memperoleh perlindungan hukum. Perlu diadakan peraturan-

peraturan sekolah. Setiap pelanggar harus ditindak. Untuk itu dan juga untuk menanamkan ”sense of

justice” pada murid-murid perlu dibentuk suatu ”dewan murid” dengan pengawasan guru yang akan

mengadili pelanggar-pelanggar terhadap peraturan sekolah. Di samping buku pelajaran yang

berhubungan dengan kesadaran hukum perlu diterbitkan juga buku-buku bacaan yang berisi cerita-

cerita yang heroik.

Secara periodik perlu diadakan kampanye dalam bentuk pekan (pekan kesadaran hukum, pekan lalu

lintas dan sebagainya) yang diisi dengan perlombaan-perlombaan (lomba mengarang, lomba

membuat motto yang ada hubungannya dengan kesadaran hukum), pemilihan warga negara teladan

terutama dihubungkan dengan ketaatan mematuhi peraturan-peraturan, pameran dan sebagainya.

Fakultas Hukum

Di Perguruan-perguruan Tinggi harus diberi pelajaran Pengantar Ilmu Hukum, yang disesuaikan

dengan kebutuhan: PIH yang diberikan di Fakultas Teknik misalnya harus berbeda dengan yang

diberikan di Fakultas Ekonomi atau Fakultas Hukum. Dalam memberi Pengantar Ilmu Hukum di semua

Perguruan Tinggi hendaknya diketengahkan ”probleem situas”i yang konkrit dengan mengetengahkan

”res cottidianae” (= peristiwa sehari-hari), yaitu persoalan-persoalan yang terjadi setiap hari yang

dimuat di dalam surat kabar terutama yang berhubungan dengan kesadaran hukum. Pada Fakultas-

fakultas hukum hendaknya dibentuk seksi atau jurusan peradilan yang khusus mendidik para calon

hakim, jaksa dan pengacara. Kecuali itu Fakultas Hukum ditugaskan pula untuk memberi penataran

kepada para petugas penegak hukum. Perguruan Tinggi khususnya Fakultas Hukum mempunyi

peranan penting dalam hal meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Menarik sekali pendapat

Achmad Sanusi yang mengatakan bahwa Perguran Tinggi menghasilkan orang-orang yang

diasumsikan mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.

Pendidikan non formal

ditujukan kepada masyarakat luas meliputi segala lapisan di dalam masyarakat. Pendidikan non

formal ini dilakukan dengan peyuluhan atau penerangan, kampanye serta pameran.

Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan melalui segala bentuk mass media: televsii, radio,

majalah, surat kabar dan sebagainya. Bahan bacaan, terutama ceritera bergambar atau strip yang

bersifat heroik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Buku
pengangan (vademecum, handboek) yang berisi tentang hak dan kewajiban warga negara Indonesia,

susunan negara kita, Pancasila dan \Undang-undang Dasar, pasa-pasal yang penting dalam KUHP,

bagaimana caranya memperoleh perlindungan hukum perlu diterbitkan. Dalam buku ini harus

ditanamkan rasa ”demuwe” dan ”sense of belonging”, yaitu agar merasa dan menyadari sebagai

bangsa yang merdeka dan mempunyai negara yang merdeka pula. Buku vademecum untuk umum ini

hendaknya ditulis secara populer dan sebaiknya dalam bentuk tanya jawab, seperti misalnya buku

”the USA answers questions, a guide to understanding” diterbitkan oleh Kenneth E. Beer atau ”Our

Ameican Government the answers to one thousand and one questions” ditulis oleh Wright Patman

seorang anggota Kongres. Di tempat yang banyak dikunjugi oleh orang, seperti pasar, alun-alun,

restoran, stasiun, terminal, stasiun udara, bioskop dan juga di perempatan-perempatan atau

sepanjang jalan raya atau pada kendaraan-kendaraan umum dipasang atau ditempelkan poster-

poster atau spandoek dengan motto yang berhubungan dengan kesadaran hukum.

Penyuluhan atau penerangan dapat dilakukan juga dengan ceramah yang diadakan di kecamatan-

kecamatan atau di tempat tempat lain kepada golongan-golongan tertentu, misalnya para pemegang

SIM, para pedagang, para narapidana dan sebagainya. Ceramah-ceramah ini harus diadakan secara

sistematis dan periodik.

Di Amerika Serikat, suatu negara yang sudah maju, dikenal adanya ”Law Day” untuk membina

kesadaran hukum masyarakat. Maka kiranya tidak berlebihan kalau kita mengadakan kampanye

peningkatan kesadaran hukum masyarakat secara ajeg yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang

disusun dan direncanakan secara ”planmatig” (terrencana), seperti ceramah-ceramah, pelbagai

macam perlombaan, pemilihan warga negara teladan, pameran dan sebagainya. Suatu pameran

mempunyai fungsi yang informatif edukatif. Maka tidak dapat disangkal peranannya yang positif

dalam meningkatkan dan membina kesadaran hukum masyarakat. Tersedianya buku vademecum

seperti yang telah diketengahkan di muka, brohure serta leaflets di samping diperlihatkan film, slide

dan sebagainya yang merupakan visualisasi kesadaran hukum akan mempunyai daya tarik yang

besar.

1. Pelaksanaan Hukum

Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan atau ditegakkan. Pelaksanaan hukum atau law

enforcement oleh petugas penegak hukum yang tegas, konsekuen, penuh dedikasi dan tanggung

jawab akan membantu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Tidak atau kurang adanya sikap

yang tegas dan konsekuen dari para petugas penegak hukum, kurangnya dedikasi dan tanggung
jawab akan minmbulkan sikap acuh ta’ acuh dari masyarakat dan memberi peluang serta perangsang

untuk terjadinya ”onrecht”.

Setiap petugas penegak hukum harus bersikap tegas dan konsekuen terhadap setiap pelanggaran

hukum yang terjadi. Tegas dan konsekuen dalam arti tidak ragu-ragu menindak setiap pelanggaran

kapan saja dan di mana saja. Pengabdian dalam tugas dan rasa tanggung jawab merupakan

persyaratan yang penting bagi setiap petugas penegak hukum.

Pelaksanaan hukum yang tegas dan konsekuen serta penuh dedikasi dan tanggung jawab akan

menimbulkan rasa aman dan tenteram di dalam masyarakat. Orang tahu kepada siapa harus mencari

perlindungan hukum dan dapat mengharapkan perlindungan hukum itu tanpa adanya kemungkinan

akan dipersukar, tidak dilayani atau dipungut beaya yang tidak semestinya. Kalau sampai terjadi

sebaliknya maka orang tidak akan merasa aman dan tenteram. Untuk mengadukan atau melaporkan

suatu pelanggaran hukum saja segan karena tidak yakin akan dilayani dengan baik atau ditindak

pelanggaran hukum yang dilaporkan itu.

Oleh karena itu maka perlu ada kontrol atau pengawasan terhadap para petugas penegak hukum

dalam menjalankan tugasnya melaksanakan atau menegakkan hukum. Pengawasan ini tidak cukup

dilakukan oleh pimpinan setempat saja, tetapi harus dilakukan juga oleh pimpinan pusat. Banyak hal-

hal yang terjadi di daerah tidak diketahui atau lepas dari sorotan pimpinan pusat. Lebih-lebih

mengingat banyaknya laporan-paporan ke pusat yang tidak sesuai dengan kenyataan. Maka oleh

karena itu secara ajeg pimpinan dari pusat harus turun ke bawah.

Mengingat bahwa praktek hukum itu pada hakekatnya merupakan suatu chaos, tidak teratur secara

sistematis dan merupakan ”sleur” sebagaimana sifat praktek pada umumnya, maka sekali-kali para

petugas penegak hukum perlu ke luar dari suasana ”sleur” dari praktek untuk mendapatkan

refreshing. Di dalam praktek hukum ada kecenderungan orang untuk mengabaikan teori dan sistem,

maka oleh karena itu sangat penting fungsi penataran bagi para petugas penegak hukum.

Akhirnya demi suksesnya peningkatan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat masih

diperlukan partisipasi dan kooperasi dari para pejabat dan pemimpin-pemimpin.

[1] Scholten, 1954: 166

[2] Soerjono Soekanto, 1975: 35

Anda mungkin juga menyukai