Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Balita
Disusun Oleh :
1. Fatma Hidayah (020116A014)
2. Muhammad Ilham Y B (020116A019) 3. Nurma Septi Irani (020116A023)
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Ngudi Waluyo
2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang
paling sering terjadi dan merupakan penyebab kematian balita di Negara maju maupun berkembang. ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta kematian pada anak berusia dibawah 5 tahun setiap tahunnya, dimana sebanyak dua pertiga kematian adalah bayi. World Health Organization memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kejadian ISPA pada balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada 13 juta anak balita di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000, 1,9 juta (95%) anak – anak di seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2002). Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta , Bangladesh 6 juta, Indonesia 6 juta. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%- 60%) dan rumah sakit (15%-30%). (Ditjen P2PL, 2011). Menurut data Riskesdas, lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Periode prevalensi ISPA yang terjadi di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013) sebesar 25,0%, presentase ini tidak jauh berbeda dengan Riskesdas sebelumnya pada tahun 2007 yakni sebesar 25,5%. Karakteristik penduduk dengan ISPA tertinggi menurut kelompok usia 1-4 tahun yang mencapai 25,8%. Kejadian ISPA di Jawa Tengah mencapai 26,6%, prosentase ini mengalami penurunan yang cukup baik dibandingkan pada tahun 2007 yang mencapai 29,08%. Pada tahun 2016 , jumlah kasus Balita penderita ISPA di Kabupaten Semarang terdapat 2.700 kasus. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang saat ini lebih memfokuskan terhadap pencarian dan penanganan kasus penderita ISPA jenis pneumonia. Faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit ISPA yaitu factor intrinsic dan factor ekstrinsik. Factor intrinsic meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, status imunisasi, pemberian vitamin A pada balita. Sedangkan factor ekstrinsik terdiri dari kepadatan hunian, tipe rumah, jenis lantai, bahan bakar, dan lubang asap (Dinkes Jateng, 2001). Risiko akan berlipat ganda pada anak usia dibawah dua tahun yang daya tahan tubuhnya masih belum sempurna. ISPA pada anak dibawah dua tahun harus diwaspadai oleh orang tua, karena dapat menyebabkan kematian (PDPERSI, 2003). Dari latar belakang diatas kami tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita” di Puskesmas Ambarawa Kabupaten Semarang. B. Rumusan Masalah Apasaja Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Balita? C. Tujuan Untuk mengetahui apa saja faktor risiko infeksi saluran pernapasan akut pada balita D. Manfaat Penelitian 1. Dapat mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA 2. Bagi institusi, dapat dijadikan sebagai sumber ataupun bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit ISPA pada balita 3. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman, pengetahuan, dan wawasan tentang penyakit ISPA secara mendalam.