Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH FARMAKOTERAPI

STROKE

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

1. Ahmad Subandriyo NIM. F120155032


2. Anggi Alhamdini NIM. F120155033
3. A. Haning Setyaningsih NIM. F120155045
4. Riska Fiana Damayanti NIM. F120155056

Progam Studi : S1-Farmasi Kelas 2B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS

2017

1
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN
A. Epidemiologi
B. Definisi
C. Etiologi
D. Gejala dan Tanda
E. Patofisiologi
II. TERAPI
A. Strategi Terapi
B. Tata Laksana Terapi
1. Terapi Non Farmakologi
2. Terapi Farmakologi
III. DESKRIPSI KASUS
IV. Analisis SOAP
A. Subyektif
B. Obyektif
C. Assesment
D. Plan
V. Pembahasan
A. Monitoring dan Follow up
B. Komunikasi, edukasi, dan informasi
VI. KESIMPULAN
VII.DAFTAR PUSTAKA

2
STROKE

I. PENDAHULUAN
A. Epidemiologi
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang
mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun
2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh
penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia pun selalu meningkat dari
tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan bantuan
orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 % membutuhkan bantuan orang lain
untuk dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan.
Menurut WHO (2011), Indonesia telah menempati peringkat
ke-97 dunia untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah
angka kematian mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari total kematian
yang terjadi pada tahun 2011. Menurut data tahun 1990-an, diperkirakan
ada 500.000 orang penderita stroke di Indonesia, sekitar 125.000
diantaranya meninggal atau cacat seumur hidup. Tetapi jumlah
sebenarnya sulit diketahui karena banyak yang tidak dibawa ke dokter
karena ketiadaan biaya atau jarak rumah sakit yang jauh dari tempat
tinggal. Kasus stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus
meningkat dari tahun ke tahun. Setelah tahun 2000 kasus stroke yang
terdeteksi terus melonjak. Pada tahun 2004, b e b e r a p a penelitian di
sejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap yang disebabkan
stroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau yang
tidak dibawa ke rumah sakit tidak diketahui jumlahnya (Kompas, 2008).
Di Bali jumlah penderita Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik
yang masuk ke RSUP Sanglah Denpasar tidak bisa dikatakan sedikit.
Dari data catatan medik RSUP Sanglah Denpasar didapatkan
jumlah penderita stroke 2 tahun terakhir memang mengalami
penurunan, namun jumlah kasusnya masih tergolong banyak. Pada

3
tahun 2011, jumlah penderita stroke yang menjalani perawatan adalah 848
orang dimana bila dirata-ratakan terdapat 71 kasus per bulan. Sedangkan
pada tahun 2012 menjadi 715 orang dimana bila dirata-ratakan terdapat
60 kasus per bulan.

B. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar
tempat, waktu dan keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin
Setyowati 2004)
Chandra B. mengatakan stroke adalah gangguan fungsi saraf akut
yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal
daerah otak yang terganggu.

C. Etiologi
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan

4
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebri. Tanda dan
gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam setelah
terjadinya thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
1. Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut; lumen arteri menyempit
dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak
pembuluh darah karena terjadi thrombosis, merupakan tempat
terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
2. Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental,
peningkatan viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebri.
3. Arteritis (radang pada arteri) maupun Vaskulitis : arteritis
temporalis, poliarteritis nodosa.
4. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
5. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel
sabit).
b. Emboli Serebri
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
1. Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik,
infark miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali

5
mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh bakteri
dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan
pada endokardium. Sumber di jantung fibrilasi atrium (tersering),
infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik.
2. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis
komunis, arteri vertrebralis distal.
3. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Hemoragik.
Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di
dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke
dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark
otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak yang paling
umum terjadi:
1. Aneurisma berry, biasanya defek congenital
2. Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
3. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
4. Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh
darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
5. Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalam dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum.
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
1. Hipertensi yang parah
2. Henti jantung paru
3. Curah jantung turun akibat aritmia.

6
e. Hipoksia lokal. Beberapa penyebab yang berhubungan dengan
hipoksia setempat adalah:
4. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
5. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

(Muttaqin, 2011)

D. Gejala dan Tanda


Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang
berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular
Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke (Harsono, 1996, hal 67).

Gejala stroke secara umum, antara lain (Harsono, 1996, hal 67) :

1. Muntah

2. penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)

3. gangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)

4. wajah tidak simetris atau mencong

5. kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul


secara mendadak.

6. gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

7. gangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)

8. vartigo, mual, muntah, dan nyeri kepala

7
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, quidriparese (kelemahan wajah, lengan dan kaki
pada sisi yang sama), hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler,
dan ataksia (berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki,
perlu dasar berdiri yang luas). Meskipun gejala-gejala tersebut dapat
muncul sendirinya, namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik (Hassmann,
2010).

Gejala tersebut bisa muncul saat bangun tidur ataupun saat


beraktivitas. Pada penderita hipertensi dengan tekanan darah yang tidak
terkontrol, lebih beresiko untuk menderita stroke bleeding. Biasanya stroke
jenis ini terjadi saat sedang melakukan aktivitas. Sementara stroke infark
lebih sering terjadi saat penderita baru bangun tidur di pagi hari (Harsono,
1996, hal 67).

Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tidak berfungsi


dengan baik, yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke daerah
tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang
terganggu (Harsono, 1996, hal 67).

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada


arteri yang tersumbat (Hassmann, 2010 ; Chung, 1999) :

1. Arteri serebri media (MCA)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi


kontralateral, hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia.
Karena MCA memperdarahi motorik ekstremitas atas maka kelemahan
tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada tungkai bawah

8
2. Arteri serebri anterior

Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan


gangguan bicara, timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking
reflex), penurunan tingkat kesadaran, kelemahan kontralateral (tungkai
bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit sensorik kontralateral,
demensia, dan inkontinensia uri.

3. Arteri serebri posterior

Menimbulkan gejala seperti hemianopsia homonymous kontralateral,


kebutaan kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran,
hemiparese kontralateral, gangguan memori.

4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)

Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan defisit nervus kranialis,


serebellar, batang otak yang luas. Gejala yang timbul antara lain
vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop, ataksia, peningkatan refleks
tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia, disatria,
dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah
temuan klinis yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis
ipsilateral dan deficit motorik kontralateral).

5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering
adalah bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna
dan eksterna. Adapun cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah
arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta satu mata yang episodik
biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea
anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri
serebri anterior dan media pun dapat timbul.

9
6. Lakunar stroke

Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil
di daerah subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20
mm. Gejala yang timbul adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja,
atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.

Terdapat beberapa gejala awal yang membedakan stroke


hemoragik dan non hemoragik (iskhemik) seperti gejala seperti mual
muntah, sakit kepala dan hemiparesis atau hemiplegic sejak permulaan
serangan lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Serangan stroke
hemoragik biasanya terjadi pada waktu melakukan aktivitas, emosi atau
marah, sedangkan stroke iskhemik terjadi ketika waktu istirahat. Selain itu,
pada stroke hemoragik kesadaran menurun bahkan sampai koma,
sedangkan stroke iskhemik, kesadaran tidak menurun (Hassmann, 2010).

E. Patofisiologi
1. Faktor Resiko Stroke
a. Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi untuk stroke antara lain
peningkatan usia, laki – laki, ras (Amerika – afrika, Asia, Amerika
latin) dan turunan.
b. Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi
dan penyakit jantung (penyakit jantung koroner, gagal jantung,
hipertropi ventrikel kiri, fibrilasi atrial).
c. Faktor resiko lainnya antara lain serangan iskemia sementara,
diabetes melitus, dislipidemia, dan merokok (Sukandar et al., 2008).

Secara umum stroke dibagi menjadi dua macam yakni stroke


iskhemia dan stroke hemoragik (pendarahan).

10
2. Stroke Iskhemia
Sejumlah 88% dari semua stroke adalah stroke iskhemia yang
disebabkan oleh pembentukan trombus atau emboli yang menghambat
arteri serebral. Aterosklerosis serebral adalah faktor penyebab dalam
kebanyakan masalah stroke iskhemia, walaupun 30% tidak diketahui
etiologinya. Emboli dapat muncul dari arteri intara dan ekstra kranial.
20% stroke emboli muncul dari jantung (Rumantir, 2007).
Pada ateroslerosis karotid, plak dapat rusak karena paparan
kolagen, agregasi platelet, dan pembentukan thrombus. Bekuan dapat
menyebabkan hambatan sekitar atau terjadi pelepasan dan bergerak
kearah distal, pada akhirnya akan menghambat pembuluh serebral
(Sukandar et al., 2008).
Dalam masa embolisme kardogen, aliran darah yang berhenti
dalam atrium atau ventrikelmengarah ke pembentukan bekuan local
yang dapat pelepasan dan bergerak melalui aorta menuju sirkulasi
serebral. Hasil akhir baik pembentukan thrombus dan embolisme
adalah hambatan arteri, penurunan aliran darah serebral dan penyebab
ischemia dan akhirnya infark distal mengarah hambatan (Sukandar et
al., 2008).

11
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Stroke Trombotik
Yaitu proses terbentuknya thrombus yang menyebabkan
penggumpalan.

b. Stroke Embolik

Yaitu Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.


c. Hipoperfusion Sistemik
Yaitu Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung (Feigin, 2004)

3. Stroke Pendarahan (Hemoragik)


Sejumlah 12% stroke adalah stroke pendarahan dan termasuk
pendarahan subarakhnoid, pendarahan intra serebral, dan hematomas
subdural. Pendarahan subarakhnoid dapat terjadi dari luka berat atau
rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat arteriovena. Pendarahan
intra serebral terjadi ketika pembuluh darah rusak dalam parenkim otak
menyebabkan pembentukan hematoma. Hematoma subdural
kebanyakan terjadi karena luka berat (Chirztoper, 2007).

Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan


pada jaringan sekitar melalui efek masa dan komponen darah yang
neurotoksik dan produk urainya. Penekanan terhadap jaringan yang
dikelilingi hematomas dapat mengarah pada iskhemia sekunder.
Kematian karena stroke pandarahan kebanyakan disebabkan oleh
peningkatan kerusakan dalam penekanan intakranial yang mengarah
pada herniasi dan kematian (Sukandar et al., 2008).

II. TERAPI
A. Strategi Terapi
Hasil pengobatan stroke yang diinginkan :

12
1. Peningkatkan jumlah oksigen otak yang sangat diperlukan untuk
perbaikan fungsi otak
2. Penurunan sumbatan atau plak, sehingga aliran darah & nutrisi ke otak
berjalan baik
3. Suplai nutrisi yang dibutuhkan otak dan hantaran syaraf
4. Perbaikan profil lemak darah, sehingga mengurangi resiko stroke
5. Menambah energi dan sistem imun penderita
6. Untuk mereduksi kerusakan neurologis yang terjadi dan menurunkan
mortalitas dan cacat jangka panjang
7. Mencegah komplikasi sekunder terhadap imobilitas atau pergerakan
dan disfungsi neurologis
8. Mencegah kambuhnya stroke (Adams et,al., 2007; Khaja and Grotta,
2007; Goldstein, 2007).
9. Pencegahan utama stroke diperiksa di tempat lain (Goldstein et,al.,
2006).

a. Terapi Farmakologis
1. Ischemic Stroke
Terapi farmakologi stroke iskemik dapat dilakukan dengan
reperfusi dan neuroproteksi. Reperfusi yaitu mengembalikan aliran
darah ke otak secara adekuat sehingga perfusi meningkat, obat-
obat yang dapat diberikan antara lain : thrombolytic agent,
inhibitor platelet dan antikoagulan (Junaidi, 2004).

Penggunaan antiplatelet adalah untuk melancarkan aliran


darah, menghindari terjadinya komplikasi, memelihara agar
tekanan darah normal. Pemberian antiplatelet bertujuan untuk
mencegah terbentuknya platelet jika suatu saat plak yang ada di
pembuluh darah pecah dan mencegah terbentuknya platelet
langsung di dalam darah selain dari plak.

13
Memperbaiki aliran darah dengan mencegah terjadinya klot
(penggumpalan darah) kembali. Inhibitor platelet merupakan
pilihan utama dalam penanganan stroke iskemik. Inhibitor platelet
mencegah terbentuknya trombus karena penggumpalan trombosit
darah. Beberapa contoh obat ini adalah asam asetil salisilat
(asetosal) atau aspirin, tiklopidin, pentoksiflin, clopidogrel,
kombinasi asetosal dengan dipiridamol, dan cilostazol.

Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan


trombus yang menyebabkan bertambahnya defisit neurologik dan
untuk mencegah kambuhnya episode gangguan serebrovaskular.

Penggunaan trombolisis pada 3 jam pertama serangan


diharapkan menunjukkan ”excellent outcome” yaitu minimal
disability dalam skala neurologi.

2. Hemorrhagic Stroke

Saat ini belum ada study yang jelas mengenai standar


strategi farmakologi untuk penanganan stroke hemoragik
intracerebral hemorrhage (ICH). Penggunaan agen hemostatic (ex :
faktor VII) pada tahap akut (<4 jam onset) diharapkan dapat
mengurangi pergerakan hematoma, tetapi tidak menunjukkan
peningkatan outcome terapeutik. Penanganan dapat dilakukan
dengan mengatasi hipertensi pada pasien.

b. Terapi Non Farmakologis


Kraniektomi adalah salah satu cara pembedahan untuk
pengambilan penggumpalan darah pada kasus-kasus edema serebral
iskemik, sehingga aliran darah kembali lancar. Dekompresi pembedahan
pada infark serebelum bertujuan untuk memperlancar aliran darah
kembali dengan memperbaiki lesi yang terbentuk pada serebelum karena
infark serebelum terjadi akibat adanya hipoperfusi darah sehingga

14
terjadi lesi. Endarterektomi adalah prosedur pembedahan yang
menghilangkan plak dari lapisan arteri sehingga aliran darah ke otak
tidak terhambat. Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi, perawatan
kulit, fisioterapi dada, fungsi menelan, fungsi berkemih dan gerakan psif
pada semua sendi ekstremitas dilakukan agar fungsi anggota tubuh tetap
berjalan normal.

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan


neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial
untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi
neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada
manusia.

B. Tata Laksana Terapi


Penanganan untuk stroke terdiri atas terapi farmakologis dan non
farmakologis.
3. Terapi Non Farmakologi
a. Ischemic Stroke

The Stroke Council of the American Stroke Association telah


membuat garis pedoman yang ditujukan untuk manajemen stroke
iskemik akut. Secara umum, dua obat yang sangat direkomendasikan
(grade A recommendation) adalah t-PA (tissue-Plasminogen
Activator/Alteplase) intravena dalam onset 3 jam dan aspirin dalam
onset 48 jam (DiPiro et al., 2008).

Reperfusi (<3 jam dari onset) dengan t-PA intravena telah


menunjukkan pengurangan cacat yang disebabkan oleh stroke iskemik.
Harus diperhatikan apabila menggunakan terapi ini, dan mengikuti
protokol penting untuk menghasilkan keluaran yang positif.

15
Pentingnya protokol penanganan dapat dirangkum menjadi (1) aktivasi
tim stroke, (2) permulaan gejala dalam 3 jam, (3) CT scan menandai
letak pendarahan, (4) menentukan kriteria inklusi dan eksklusi, (5)
memberikan t-PA 0.9 mg/kg selama 1 jam, dengan 10% diberikan
sebagai bolus awal selama 1 menit, (6) menghindari terapi
antitrombotik (antikoagulan atau antiplatelet) selama 24 jam, dan (7)
memantau pasien dari segi respon dan pendarahan (DiPiro et al.,
2008).

Terapi aspirin terdahulu dapat mengurangi mortalitas jangka


lama dan cacat, namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam
24 jam karena dapat meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa
pasien. Garis pedoman The American Heart Association/American
Stroke Association (AHA/ASA) mengenai seluruh farmakoterapi
dalam pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan diperbarui setiap
3 tahun. Hal ini sangat jelas bahwa terapi antiplatelet merupakan
landasan terapi antitrombotik untuk pencegahan sekunder untuk stroke
iskemik dan harus digunakan pada stroke nonkardioembolik. Tiga obat
yang kini digunakan, yaitu aspirin, clopidogrel, dan dipiridamole
dengan pelepasan diperlambat disertai aspirin (ERDP-ASA),
merupakan antiplatelet first-line yang disetujui oleh the American
College of Chest Physicians (ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi
atrium dan emboli, warfarin merupakan antitrombotik pilihan pertama.
Farmakoterapi lain yang direkomendasikan untuk stroke adalah
penurun tekanan darah dan statin. Rekomendasi saat ini untuk
penanganan stroke akut dan pencegahan sekunder dapat dilihat di tabel
berikut (DiPiro et al., 2008).

Tabel Rekomendasi Penanganan Stroke Akut dan Pencegahan


Sekunder

Penanganan akut Rekomendasi Bukti*

16
t-PA 0.9 mg/kg intravena IA
(maksimum 90 kg)
selama 1 jam pada
pasien-pasien tertentu
dalam onset 3 jam

Aspirin 160 – 325 mg IA


setiap hari dimulai dalam
onset 48 jam

Pencegahan sekunder

Nonkardioembolik Terapi antiplatelet IA

Aspirin 50 – 325 mg IIa A

Clopidogrel 75 mg setiap IIb B


hari

Aspirin 25 mg + IIa A
dipiridamol dengan
pelepasan diperlambat
200 mg dua kali sehari

Kardioembolik (terutama Warfarin (INR=2.5) IA


fibrilasi atrium)

Semua Pengobatan IA
antihipertensif

Hipertensi terdahulu ACE inhibitor + diuretic IA

Normotensif terdahulu ACE inhibitor + diuretic IIa B

Dislipidemia Statin IA

17
Lipid normal Statin IIa B

* Penggolongan kelas dan tingkatan bukti: I—bukti atau


persetujuan umum yang berguna dan efektif; II—bukti yang masih
diperdebatkan kegunaannya; IIa—bobot bukti dalam mendukung
penanganan; IIb— kegunaan masih belum dibuktikan dengan baik;
III—tidak berguna dan bahkan merugikan. Tingkatan bukti: A— uji
klinik secara acak banyak; B—percobaan acak tunggal atau studi
tanpa pengacakan; C—opini ahli atau studi kasus.

Alteplase (t-PA)

Alteplase adalah enzim serin-protease dari sel endotel


pembuluh yang dibentuk dengan teknik rekombinan DNA. Waktu
paruhnya hanya 5 menit. Alteplase bekerja sebagai fibrinolitik dengan
cara mengikat pada fibrin dan mengaktivasi plasminogen jaringan.
Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin sehingga
melarutkan trombus. Efektivitas intravena pada pengobatan stroke
iskemik dipublikasikan pada tahun 1995 oleh National Institutes of
Neurologic Disorders and Stroke (NINDS) pada uji Recombinant
Tissue-Type Plasminogen Activator (rt-PA) Stroke, dari 624 pasien
yang diobati dengan jumlah yang sama, baik t-PA 0.9 mg/kg IV atau
plasebo dalam 3 jam pada permulaan gejala neurologik, 39% dari
pasien yang diobati memperoleh “keluaran yang sangat bagus” pada 3
bulan dibandingkan dengan 26% pasien plasebo. “Keluaran yang
sangat bagus” didefinisikan tidak terdapat kesalahan atau kesalahan
minimal dengan beberapa skala neurologik yang berbeda (DiPiro et
al., 2008).

18
Aspirin

Penggunaan aspirin terdahulu untuk mengurangi kematian


jangka panjang dan cacat akibat stroke iskemik didukung oleh dua uji
klinis acak besar. Pada International Stroke Trial (IST), aspirin 300
mg/hari secara signifikan menurunkan kekambuhan stroke dalam 2
minggu pertama, menghasilkan penurunan signifikan kematian dan
ketergantungan dalam 6 bulan. Pada Chinese Acute Stroke Trial
(CAST), aspirin 160 mg/hari mengurangi risiko kambuh dan kematian
dalam 28 hari pertama, namun kematian jangka panjang dan cacat
tidak berbeda dengan placebo. Pada kedua pengujian, terdapat
peningkatan kecil namun signifikan pada transformasi pendarahan
dari infark. Untuk keseluruhan, efek menguntungkan dari penggunaan
aspirin telah diadopsi sebagai garis pedoman klinis (DiPiro et al.,
2008).

Antiplatelet

Semua pasien yang memiliki stroke iskemik akut akan


menerima terapi antitrombosis jangka panjang untuk pencegahan
sekunder. Pada pasien dengan stroke nonkardioembolik, akan terdapat
beberapa bentuk terapi antiplatelet. Aspirin menunjukkan hasil studi
yang paling baik, dan menjadi obat pilihan utama. Akan tetapi,
literatur yang telah dipublikasikan mendukung penggunaan
clopidogrel dan produk kombinasi sebagai obat pilihan pertama pada
pencegahan stroke sekunder (DiPiro et al., 2008).

Efikasi clopidogrel sebagai antiplatelet pada gangguan


atherothrombosis diperlihatkan dalam pengujian clopidogrel versus
aspirin pada pasien dengan risiko kejadian iskemik (CAPRIE). Dalam
studi ini lebih dari 19,000 pasien dengan riwayat infark myokard,
stroke, atau penyakit arteri perifer, clopidogrel 75 mg/hari
dibandingkan dengan aspirin 325 mg/hari dalam kemampuannya

19
menurunkan infark myokard, stroke, atau kematian kardiovaskular.
Pada analisis akhir, clopidogrel lebih efektif (8% relative risk
reduction [RRR]) daripada aspirin (P = 0.043) dan memiliki
kemiripan efek samping. Pada European Stroke Prevention Study 2
(ESPS-2), aspirin 25 mg dan dipyridamole dengan pelepasan
diperpanjang (ERDP) 200 mg dua kali sehari dibandingkan sendiri-
sendiri dan dalam kombinasi dengan plasebo untuk kemampuan
mereka dalam menurunkan stroke kambuhan selama 2 tahun. Dalam
jumlah lebih dari 6,600 pasien, ketiga kelompok perlakuan
menunjukkan plasebo—aspirin, 18% RRR; ERDP, 16% RRR; dan
kombinasi, 37% RRR. Kombinasi aspirin 25 mg dan ERDP 200 mg
dua kali sehari merupakan pengobatan yang sangat efektif untuk
mencegah kekambuhan pada pasien stroke. Kombinasi dipiridamole
(83% pelepasen diperpanjang) dan aspirin (30–325 mg sehari) lebih
efektif daripada aspirin saja dalam menurunkan stroke kambuhan
(DiPiro et al., 2008).

Warfarin

Warfarin merupakan pengobatan paling efektif untuk


pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Dalam
European Atrial Fibrillation Trial (EAFT), 669 pasien dengan
fibrilasi atrium nonvalvular (NVAF) dan stroke diberi perlakuan acak
terhadap warfarin (international normalized ratio [INR] = 2.5–4),
aspirin 300 mg/day, or placebo. Pasien di kelompok plasebo mengidap
stroke, infark myokard, atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun
dibandingkan dengan 8% per tahun untuk kelompok warfarin dan
15% per tahun untuk kelompok aspirin. Hal ini mewakili 53%
penurunan risiko dengan antikoagulan (DiPiro et al., 2008).

20
Blood Pressure Lowering

Kenaikan tekanan darah sudah umum terjadi pada stroke


iskemik, dan pengobatan hipertensi pada pasien tersebut berhubungan
dengan penurunan risiko stroke kambuhan. Populasi stroke
multinasional (40% orang Asia) diberi perlakuan secara acak, yaitu
penurun tekanan darah dengan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor perindopril (dengan atau tanpa indaimid diuretik tiazida) atau
plasebo. Pasien yang diobati menunjukkan penurunan tekanan darah,
9 poin sistolik dan 4 poin diastolik mm Hg, dan ini berhubungan
dengan penurunan stroke kambuhan 28%. Pasien yang diberi obat
kombinasi, rata-rata penurunan tekanan darah adalah 12 sistolik dan 5
diastolik mm Hg sehingga terjadi penurunan stroke kambuhan yang
lebih besar (43%). Pasien dengan atau tanpa hipertensi
direkomendasikan menggunakan ACE inhibitor dan diuretik untuk
penurunan tekanan darah pasien stroke. Periode penurun tekanan
darah untuk stroke akut (7 hari pertama) menghasilkan penurunan
aliran darah otak dan memperparah gejala; oleh karena itu,
rekomendasi terbatas pada pasien di luar stroke akut (DiPiro et al.,
2008).

Statin

Golongan statin dapat menurunkan risiko stroke sebesar 30%


pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan dislipidimia. Stroke
iskemik direkomendasikan menjadi “ekuivalen” koroner dan
menggunakan obat golongan statin untuk memperoleh konsentrasi low
density lipoprotein (LDL) kurang dari 100 mg/dL (DiPiro et al.,
2008).

Terdapat bukti bahwa simvastatin 40 mg/hari mengurangi


risiko stroke pada individu berisiko tinggi (termasuk pasien dengan
stroke awal) sebesar 25% (P < 0.0001) meskipun pada pasien dengan

21
konsentrasi LDL kurang dari 116 mg/dL. Terapi statin merupakan
cara efektif untuk mengurangi risiko stroke dan dijalani pada semua
pasien stroke iskemik (DiPiro et al., 2008).

Heparin untuk Profilaksis dari Deep-Vein Thrombosis (DVT)

Penggunaan heparin dengan bobot molekul rendah atau


heparin subkutan dosis rendah (5,000 unit dua kali sehari) dapat
direkomendasikan untuk mencegah DVT pada pasien rumah sakit
dengan menurunkan mobilitas akibat stroke dan digunakan pada
semua namun paling banyak stroke minor (DiPiro et al., 2008).

Aspirin Plus Clopidogrel

Clopidogrel dalam kombinasi dengan aspirin 75 mg setiap hari


tidak lebih baik daripada clopidogrel sendiri pada pencegahan stroke
sekunder. Akan tetapi, kombinasi ini telah dipelajari pada pasien
dengan sindrom koroner akut dan pasien yang menjalani intervensi
koroner perkutan dan menunjukkan lebih efektif secara signifikan
dibanding aspirin sendiri dalam menurunkan infark myokard, stroke,
dan kematian kardiovaskular. Ketika clopidogrel digunakan dengan
aspirin, risiko pendarahan meningjkat dari 1.3% menjadi 2.6%.
Kombinasi tersebut ditemukan juga meningkatkan pendarahan serius
pada populasi atherosklerosis berisiko tinggi dibandingkan dengan
penggunaan aspirin saja. Kombinasi ini hanya direkomendasikan pada
pasien dengan riwayat infark myokard atau coronary stent placement
dan hanya menggunakan aspirin dosis rendah untuk meminimalkan
risiko pendarahan (DiPiro et al., 2008).

Penghambat Reseptor Angiotensin II

Pengahambat reseptor Angiotensin II dapat mengurangi risiko


stroke. Losartan dan metoprolol dibandingkan kmampuannya untuk

22
menurunkan tekanan darah dan mencegah penyakit kardiovaskular
pada kelompok pasien hipertensi. Penurunan tekanan darah mirip,
yaitu mendekati 30/16 mm Hg, kelompok losartan mengurangi risiko
stroke sebesar 24%. Penghambat reseptor Angiotensin II digunakan
pada pasien yang tidak dapat menoleransi ACE inhibitor untuk efek
penurunan tekanan darah setelah stroke iskemik akut (DiPiro et al.,
2008).

b. Hemorrhagic Stroke

Tidak terdapat standar strategi pengobatan untuk pendarahan


intraserebral (ICH). Penggunaan obat hemostatik (misal, faktor VII)
pada fase hiperakut (<4 jam dari onset) dapat mengurangi
pertumbuhan hematoma. Garis pedoman medis untuk manajemen
tekanan darah, tekanan intrakranial meningkat, dan komplikasi medis
lain untuk ICH dibutuhkan untuk manajemen pasien akut lain di unit
perawatan neurointensif (DiPiro et al., 2008).

Pendarahan subarachnoid (SAH) akibat rupture aneurism


berhubungan dengan insiden tinggi iskemia otak tertunda (DCI) dalam
2 minggu mengikuti periode pendarahan. Vasospasm dari vaskulatur
otak bertanggung jawab untuk DCI dan terjadi antara 4 dan 21 hari
setelah pendarahan, pucak pada hari 5 hingga 9. Penghambat kanal
kalsium nimodipin direkomendasikan untuk mengurangi insiden dan
keparahan dari defisit neurologik akibat DCI. Nimodipin pada dosis
60 mg setiap 4 jam harus diawali dengan diagnosis dan dilanjutkan
selama 21 hari pada semua pasien. Pemberian terapi nimodipin
dibingungkan dengan insiden hipotensi yang cukup tinggi. Hal ini bisa
ditata dengan pengurangan interval dosis hingga 30 mg setiap 2 jam
(dosis harian sama), pengurangan dosis harian total (30 mg setiap 4
hours), serta menjaga volume intravascular (DiPiro et al., 2008).

23
4. Terapi Farmakologi
a. Ischemic Stroke

Intervensi pembedahan pada pasien stroke iskemik akut


bersifat terbatas. Pada kasus-kasus edema serebral iskemik tertentu
yang menunjukkan infark yang besar, kraniektomi untuk
memunculkan peningkatan tekanan telah diuji. Beberapa kasus lain,
seperti infark serebelum, dekompresi pembedahan dapat
menyelamatkan pasien. Selain intervensi pembedahan, pendekatan
multidisipliner untuk penanganan stroke seperti rehabilitasi sangat
efektif dalam mengurangi stroke iskemik. Pada kenyataannya,
penggunaan “unit stroke” telah berhasil menyamai keluaran
trombolisis ketika dibandingkan dengan penanganan biasa (DiPiro et
al., 2008).

Dalam pencegahan sekunder, endarterektomi karotid pada


arteri karotid stenosis dan/atau ulser merupakan cara yang sangat
efektif untuk mengurangi insiden stroke dan kambuhan pada pasien
yang tepat. Sebenarnya, pada pasien stroke iskemik dengan arteri
karotid stenosis 70% hingga 99%, stroke kambuhan dapat dikurangi
hingga 48% ketika dikombinasikan dengan aspirin 325 mg setiap hari
dibandingkan dengan terapi medis tunggal. Pada pasien yang berpikir
bahwa risiko endarterektomi sangat tinggi, carotid stenting menjadi
lebih efektif dalam penurunan risiko stroke, namun sedikit invasif
(menyakitkan/mengganggu) (DiPiro et al., 2008).

b. Hemorrhagic Stroke

Pada pasien dengan pendarahan subarachnoid yang


menunjukkan rupture aneurism intrakranial, intervensi pembedahan
dapat mengurangi mortalitas. Pada kasus pendarahan intraserebral
primer, keuntungan pembedahan tidak terdokumentasi dengan baik.
Meskipun banyak pasien yang menjalani operasi bedah hematoma

24
intraserebral, belum ada studi yang cukup mengenai uji klinis.
Pedoman telah ditegakkan untuk menggunakan intervensi
pembedahan dalam penanganan pendarahan intraserebral, namun
masih terdapat kekurangan data uji klinis yang mendukung (DiPiro et
al., 2008).

III. DESKRIPSI KASUS


Nama : Bapak YH
Umur : 38 Tahun
Diagnosa : Stroke Iskemik
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 158 cm

25
Tanggal Keluhan dan pemeriksaan Diagnosa
Pemeriksaan fisik

10 – 01 - 2016 Lidah terasa berat Stroke iskemik

TD : 160/90 mmHg

17 – 01 - 2016 Lidah terasa berat (masih Stroke iskemik


pelo)

TD : 160/120 mmHg

22 – 09 – 2016 Kontrol, obat habis Stroke iskemik

Bicara pelo

Kepala pusing

TD : 210/180 mmHg

29 – 09 – 2016 Bicara masih pelo Stroke non hemorrhagic

Bila minum obat kepala


terasa pusing

TD : 170/110 mmHg

06 – 10 – 2016 Kontrol, obat habis Stroke non hemorrhagic

Bicara masih pelo

TD : 160/100 mmHg

26
Pemeriksaan Tanggal Nilai Normal Keterangan
Tekanan Pemeriksaan
Darah

TD : 160/90 10 – 01 – 2016 120/80 mmHg Tidak normal


mmHg (Hypertensi tahap 2)

TD : 160/120 17 – 01 – 2016 120/80 mmHg Tidak normal


mmHg (Hypertensi tahap 2)

TD : 210/180 22 – 09 – 2016 120/80 mmHg Tidak normal


mmHg (Hypertensi tahap 2)

TD : 170/110 29 – 09 – 2016 120/80 mmHg Tidak normal


mmHg (Hypertensi tahap 2)

TD : 160/100 06 – 10 – 2016 120/80 mmHg Tidak normal


mmHg (Hypertensi tahap 2)

IV. ANALISIS SOAP


A. Subyektif
Gejala yang dialami pasien antara lain adalah lidah terasa berat, bicara
pelo, kepala pusing.

B. Obyektif

Tgl Nilai TD
Tekanan Darah Diagnosa
Pemeriksaan Normal

10 – 01 – TD : 160/90 mmHg Stroke


< 120/80 mmHg
2016 iskemik

27
17 – 01 - TD : 160/120 mmHg Stroke
2016 iskemik

22 – 09 – TD : 210/180 mmHg Stroke


2016 iskemik

29 – 09 – TD : 170/110 mmHg Stroke non


2016 hemorrhagik

06 – 10 – TD : 160/100 mmHg Stroke non


2016 hemorrhagik

C. Assesment
Masalah yang dihadapi pasien antara lain :
1. Pasien menggunakan Blopres Plus sebagai kombinasi ACE I dan
diuretik, namun tekanan darah pasien masih tinggi
2. Dosis piracetam tidak memenuhi target sehingga perlu diusulkan ke
DPJP

D. Plan
Tata laksana terapi yang meliputi :
a. Terapi Suportif
Diperlukan alteplase pada penanganan akut dalam onset 3 jam.

b. Terapi non farmakologi


1. Diet
Kelebihan berat badan juga akan menimbulkan penyakit
hipertensi bertambah buruk. Hal ini dapat terjadi karena
kandungan lemak berupa kolesterol jahat pada seseorang yang
mempunyai tubuh gemuk akan menumpuk pada pembuluh darah
sehingga jika hal tersebut terus berlangsung pembuluh darah akan

28
menjadi sempit dan aliran darahpun menjadi tinggi, dengan
melakukan diet maka kolesterol jahat yang terdapat pada
pembuluh darah secara bertahap akan hilang dengan sendirinya.
2. Berolahraga
Berolahraga dapat menurunkan tekanan darah. karena
dengan berolahraga sirkulasi darah pada pembuluh akan berjalan
dengan lancar, selain itu berolahraga juga akan membantu
mengurangi kolesterol jahat yang terdapat pada pembuluh darah.
oleh sebab itu berolahraga sangatlah penting untuk mengatasi
hipertensi, minimal berolahraga rutin setiap hari 30 menit. Seperti
olahraga ringan jogging, senam, jalan cepat dan masih banyak
lagi.
3. Menciptakan suasana rileks
Stres yang dialami seseorang juga akan menjadi pemicu
tekanan darah menjadi naik atau hipertensi, karena seseorang yang
sedang mengalami stres dia akan mengalami penegangan saraf
sehingga hal tersebut memicu tekanan darah menjadi tinggi, maka
dari itu dengan menciptakan suasana yang rileks maka saraf pada
otak akan terkontrol dengan baik sehingga tekanan darah dapat
menurun, rileksasi yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi
yaitu seperti meditasi, rekreasi, yoga, hipnotis atau hipnoterapi dan
masih banyak lagi intinya lakukan apa saja yang membuat diri
penderita menjadi rileks atau tidak tegang.
4. Mengurangi rokok dan alcohol
Merokok dan mabuk alkohol dapat menjadi pemicu
kolesterol jahat menjadi menumpuk pada pembuluh darah, maka
dari itu bagi penderita hipertensi.

29
c. Terapi farmakologi.
Obat Pertama
1 Nama Obat Bloppres plus
(Candesartan Cilexetil 16 mg,
hydrochlorotiazid 12,5 mg)
Indikasi Terapi hipertensi yang tidak terkontrol
2
Mekanisme Aksi
3 Blopress Plus mengandung candesartan
cilexetil, antagonis angiotensin II dan
hidroklorotiazid, diuretik. Angiotensin
II terbentuk dari angiotensin I dalam
reaksi dikatalisis oleh enzim
angiotensin-converting (ACE, kininase
II). Angiotensin II adalah agen pressor
utama dari sistem renin-angiotensin,
dengan efek yang mencakup
vasokonstriksi, stimulasi sintesis dan
pelepasan aldosteron, stimulasi jantung
dan reabsorpsi ginjal natrium.
Candesartan blok vasokonstriktor dan
aldosteron-mensekresi efek angiotensin
II oleh selektif menghalangi pengikatan
angiotensin II pada reseptor AT1 di
banyak jaringan seperti otot polos
pembuluh darah dan kelenjar adrenal.
Oleh karena itu aksinya adalah,
independen dari jalur untuk angiotensin
sintesis II.

Ada juga reseptor AT2 ditemukan di


banyak jaringan, namun AT2 tidak

30
diketahui terkait dengan homeostasis
kardiovaskuler. Candesartan memiliki
afinitas yang jauh lebih besar (> 10.000
kali lipat) untuk reseptor AT1 daripada
reseptor AT2.

Blokade sistem renin-angiotensin


dengan ACE inhibitor, yang
menghambat biosintesis angiotensin II
dari angiotensin I, secara luas
digunakan dalam pengobatan hipertensi.
ACE inhibitor juga menghambat
degradasi bradikinin, reaksi juga
dikatalisis oleh ACE. Karena
candesartan tidak menghambat ACE
(kininase II), itu tidak mempengaruhi
respon bradikinin. Apakah perbedaan
ini memiliki relevancies klinis belum
diketahui. Candesartan tidak mengikat
atau memblokir reseptor hormon
lainnya, atau saluran ion diketahui
penting dalam regulasi kardiovaskular.

Blokade reseptor angiotensin II


menghambat umpan balik peraturan
negatif dari angiotensin II pada sekresi
renin, tetapi peningkatan aktivitas renin
plasma yang dihasilkan dan angiotensin
II tingkat sirkulasi tidak mengatasi efek
dari candesartan pada tekanan darah.

Hydrochlorothiazide adalah diuretik

31
thiazide. Tiazid mempengaruhi
mekanisme reabsorpsi elektrolit tubular
ginjal, langsung meningkatkan ekskresi
natrium dan klorida dalam jumlah
kurang lebih setara. Secara tidak
langsung, tindakan diuretik dari
hydrochlorothiazide mengurangi
volume plasma, dengan peningkatan
konsekuen dalam aktivitas renin
plasma, peningkatan sekresi aldosteron,
peningkatan kehilangan kalium urin dan
penurunan kalium serum. Link renin-
aldosteron dimediasi oleh angiotensin
II, oleh karena itu co-pemberian
antagonis reseptor angiotensin II
cenderung membalikkan kehilangan
kalium terkait dengan diuretik tersebut.

Mekanisme efek antihipertensi dari


thiazides tidak diketahui.
Dosis Sehari 1 tablet dengan atau tnapa makan
4
Kontra Indikasi Hipersensitif hamil, menyusui,
5
gangguan ginjal berat, gangguan hati
berat atau kolestatis, hipokalemia
refraktori, hiperkalsemia, gout
Efek Samping
6 Infeksi sal napas atas, nyeri
punggung, gejala spt flu, pusing,
sakit kepala.

32
Interaksi Obat Alkohol, barbiturat, narkotik, obat
7
antidiabetik, antihipertensi lain,
cholestiramin & resin cholestipol,
kortikosteroid, amino pressor, obat
relaksasi otot skeletal non-depolarizing,
lithium, AINS.
Analisis Biaya Rp. 16.115/tablet
8

Obat Kedua
1 Nama Obat Piracetam 1200 mg
Indikasi Mengobati gejala involusi yang
2
berhubungan dengan lansia seperti
kemunduran daya pikir, astenia,
ganggunan adaptasi, reaksi
psikomotorik yang terganggu
Mekanisme Aksi Piracetam melindungi korteks serebral
3
terhadap hipoksia. Hal ini juga
menghambat agregasi platelet dan
mengurangi kekentalan darah.
Dosis Diberikan pada 7 jam saat onset stroke .
4
Pertama diberikan 12 gr per infus
selama 20 menit dan dilanjutkan dengan
3 gram bolus tiap 6 jam atau 12 gram
setiap 12 jam sampai hari ke empat.
Pada hari ke-5 sampai akhir minggu
keempat piracetam diberikan dalam 4,8
gr dibagi 3 kali sehari dan pada minggu
ke-5 sampai 12 diberikan 2,4 gr 2 kali
sehari.
Kontra Indikasi Hipersensitif., penderita dengan
5

33
insufisiensi ginjal berat
Efek Samping Hiperkinesia, kegelisahan, depresi,
6
diare, ruam. CNS stimulasi, gangguan
tidur, pusing, kegembiraan, insomnia,
mengantuk.
Interaksi Obat Dapat meningkatkan waktu protrombin
7
pada pasien yang berada di warfarin.
Analisis Biaya Rp. 1.030/tablet
8

Obat Ketiga
1 Nama Obat Neurodex
(Vit B1 100 mg, vit B6 200 mg, vit B12
200 mcg)
Indikasi Untuk pengobatan kekurangan vitamin
2
B1, B6 dan B12, seperti pada polineirits
Mekanisme Aksi
3  Mengurangi prostaglandin
sehingga membantu pengencer
darah dan mencegah pembekuan.

 Menghasilkan energi dan


mempercepat metabolisme.

Dosis 1 tablet sehari


4
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap komponen obat
5
ini.
Efek Samping Pemakaian B6 dosis besar dalam jangka
6
waktu lama, dapat menyebabkan
sindrom neuropati
Interaksi Obat
7 Dapat meningkatkan resiko untuk efek

34
samping atau menyebabkan obat tidak
bekerja dengan baik. Neurodex Tablet
dapat berinteraksi dengan obat dan
produk berikut ini:

 Atropine

 Chlorpromazine

 Chlorthalidone

 Doxorubicin

 Glycopyrrolate

 Hydrochlorothiazide

Analisis Biaya Rp. 525/tablet


8

Obat Keempat
1 Nama Obat Clobazam
Indikasi untuk mengatasi gangguan kecemasan
2
yang parah serta sebagai terapi
tambahan untuk menangani epilepsi
Mekanisme Aksi
3 Clobazam mengikat satu atau lebih
spesifik reseptor GABA di beberapa
tempat dalam SSP termasuk sistem
limbik dan formasi reticular.
Peningkatan permeabilitas membran
neuronal untuk klorida hasil ion dalam
efek penghambatan GABA yang
mengarah ke hyperpolarisation dan
stabilisasi.

35
Farmakokinetik:

Penyerapan: Diabsorpsi sangat baik dari


saluran GI (oral); konsentrasi plasma
puncak setelah 1-4 jam.

Distribusi: Cepat melintasi penghalang


darah-otak. Protein-mengikat: 85%.

Metabolisme: Hati dengan


demethylation dan hidroksilasi.

Ekskresi: Urin (sebagai obat tidak


berubah dan metabolit); 18-42 hr (paruh
eliminasi).
Dosis Dewasa: PO Ajun pada epilepsi;
4
Kecemasan 20-30 mg / hari, hingga 60
mg / hari untuk kondisi parah.
Kontra Indikasi hipersensitivitas; sejarah
5
ketergantungan obat; myasthaenia
gravis; kehamilan (trimester 1),
menyusui; kerusakan hati serius; tidur
apnea syndrome; gangguan fungsi
pernafasan.
Efek Samping
6 Sembelit, anoreksia, mual; pusing,
tremor halus; memburuknya gejala
pernapasan pada individu cenderung;
ataksia, mengantuk, sakit kepala,
kebingungan; kehilangan libido,
disfungsi motorik; ketergantungan;
gangguan visual dan berat badan.

36
Berpotensi Fatal: Depresi pernapasan.
Interaksi Obat
7 Peningkatan pembersihan hati dari
clobazam bila diberikan dengan
fenitoin, fenobarbital atau
carbamazepine. Simetidin dapat
meningkatkan kadar clobazam.

Berpotensi Fatal: alkohol, hipnotik dan


antidepresan sedatif dapat
mempotensiasi efek samping SSP dari
clobazam.
Analisis Biaya Rp. 1.282/tbalet
8

Estimasi Harga Resep:


1. Blopress Plus 10 tablet x Rp. 16.115 = Rp. 161.150,-
2. Piracetam 1200 20 tablet x Rp. 1.030 = Rp. 20.600,-
3. Neurodex 20 tablet x Rp. 525 = Rp. 10.500,-
4. Clobazam 10 tbalet x Rp. 1.282 = Rp. 12.820,-
TOTAL BIAYA = Rp. 205. 070,-

d. Terapi herbal
Pasien dapt mengkonsumsi buah semangka setiap hari karena buah ini
sangat efektif dapat membantu menurunkan tekanan darah.

V. PEMBAHASAN
Menurut WHO , Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda atau gejala klinis
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam , atau dapat
menyebabkan kematian , disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.

37
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu stroke iskemik
(termasuk stroke oleh karena trombus atau emboli ) dimana prosentasenya 80
% dan stroke perdarahan (termasuk perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid ) dimana prosentasenya 20 %.
Management stroke yang rasional harus banyak berdasarkan
pengetahuan jenis patologi stroke dengan dimulainya pemeriksaan CT-Scan
kepala , MRI . Pada penderita stroke mudah dan aman dapat dibedakan jenis
patologi stroke yaitu antara stroke perdarahan intraserebral dengan stroke
iskemik atau infark pada fase akut stroke dengan cepat dan akurat. Faktor
resiko utama untuk dapat dimodifikasi antara lain hipertensi dan penyakit
jantung ( contohnya jantung koroner, gagal jantung , hipertropi ventrikel kiri,
fibrilasi atrial )
Algoritma adalah instruksi-instruksi selangkah demi selangkah untuk
menyelesaikan suatu masalah. Algoritma klinik banyak digunakan untuk
menentukan keputusan menegakkan diagnosis pengobatan , dan prognosis (
membuat keputusan klinik ) . Dengan algoritma proses menegakkan diagnosa
dinyatakan dengan suatu serial keputusan “ Ya “ atau “Tidak” .

Pembahasan Kasus

Bapak YH umur 38 th , BB 60 kg dan TB 158 cm datang ke RS X


dengan keluhan sbb :

1. Tgl 10 -01-2016 : lidah terasa berat , TD 160/90 mmHg, diagnosa stroke


iskemik .
2. Tgl 17-01-2016 : lidah terasa berat ( masih pelo ) , TD 160/120 mmHg ,
diagnosa stroke iskemik .
3. Tgl 22-09-2016 : kontrol , obat habis , bicara pelo , kepala pusing , TD
210/18 mmHg , diagnosa stroke Iskemik.
4. Tgl 29-09-2016 : bicara masih pelo , bila minum obat kepala terasa pusing
, TD 170/110 mmHg ,diagnosa Stroke non hemorragik.

38
5. Tgl 06-10-2016 : kontrol , obat habis bicara masih pelo , TD 160/100
mmHg, diagnosa Stroke non hemorragik.

Resep obat dari bulan 1 – 10 sama yaitu :

1. Blopres plus X , S 1 dd 1
2. Piracetam 1200 mg XX , S 1 dd 1
3. Neurodex XX , S 2 dd 1
4. Clobazam X , S 2 dd ½

Berdasarkan diagnosa pasien YH selama pengobatan di RS X dari


bulan 1 – 10 th 2016 adalah Stroke Iskemik atau Stroke non Hemoragik
dengan faktor resiko utamanya adalahhypertensi , terlihat data hasil
pemeriksaan TD nya pada tiap kunjungan ke dokter adalah 160 / 90 mmHg ,
160 / 120 mmHg , 210 / 180 mmHg , 170 / 100 mmHg dan 160 / 100 mmHg.

Hipertensi adalah sebuah kondisi medis di mana Tekanan Darah (TD)


dalam arteri meningkat secara kronik diatas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
yaitu diatas 140 / 90 mmHg. Semakin tinggi tekanan darah, semakin besar
tekanan yang diderita oleh dinding pembuluh darah. Tekanan darah yang
tinggi pada hypertensi akan memicu pecahnya pembuluh darah otak. Pada
gilirannya ,jaringan otak akan rusak dan timbul gejala-gejala stroke.

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18


tahun)berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada
dua atau lebih kunjungan klinis2 (Tabel 2). Klasifikasi tekanan darah
mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS)
< 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi
tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien-
pasien yang tekanan darahnya cendrung meningkat ke klasifikasi hipertensi
dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi , dan semua
pasien pada kategori ini harus diberi terapi obat.

39
Klasifikasi Sistolik ( mmHg Diastolik
)
( mmHg )

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 - 139 Atau 80 - 89

Tahap 1 Hypertensi 140 - 159 Atau 90 - 99

Tahap 2 Hypertensi ≥ 160 Atau ≥ 100

Berdasarkan data pasien berturut-turut selama bulan 1 – 10 , TD


menunjukkan angka ≥ 160 mmHg , berarti pasien YH tsb tergolong
hypertensi tahap 2. Pemiihan obat tergantungpada derajat meningkatnya
tekanan darah dan keberadaan compelling indications. Kebanyakan penderita
hypertensi tahap 1 sebaiknya terapi dengan diuretik thiazide. Penderita
hypertensi tahap 2 pada umumnya diberikan terapi kombinasi , salah satu
obatnya diuretik thiazide kecuali terdapat kontraindikasi. Ada enam
compelling indications yang spesifik dengan obat antihypertensi serta
memberikan keuntungan yang unik yaitu : Diuretik , ACE Inhibitor (ACEI) ,
Angiotensin Reseptor Bloker (ARB) , Ca-Bloker , Beta bloker , Afa bloker
dan vasodilator lain. Alfa Bloker , inhibitor adrenergik , dan vasodilator
merupakan alternatif yang dapat digunakan penderita setelah mendapatkan
obat pilihan pertama.

Berdasarkan algoritma penanganan hipertensi secara farmakologi


hipertensi tahap 2 pada umunya kombinasi 2 obat , biasanya diuretik thiazide
dengan inhibitor ACE atau ARB atau Beta Bloker ,sehingga Blopres Plus
adalah drugs of Choice pada penderita hipertensi tahap 2 . Dimana Blopres
plus adalah kombinasi antara candesartan cilexetil 16 mg dan HCT 12,5 mg .
penggunaan kombinasi candesartan dan HCT akan menyebabkan penurunan
tekanan darah menjadi bertambah. Blopres plus merupakan anti hypertensi

40
dari golongan ACE I dan diuretik , yaitu terapi pasien hypertensi yang TD
nya tidak terkontrol.

Ada suatu penelitian klinik yang menunjukkan bahwa kombinasi ACE


I dan diuretik thiazide mengurangi kejadian stroke berulang atau serangan
iskemia transient. Hal ini sesuai dengan compeling indication dalam
penanganan hipertensi dimana pencegahan serangan stroke menggunakan
diuretik dan ACE I .

Diagnosa utama pasien YH tersebut adalah Stroke Iskemik atau


Stroke non Hemorragik dengan faktor resiko hypertensi . Stroke adalah
penurunan sistem saraf utama secara tiba-tiba selama 24 jam dan
diperkirakan berasal dari pembuluh darah . Serangan iskemia sementara atau
Transient ischemic attacks (TIA) adalah iskemia sistem syaraf utama
menurun selama kurang dari 24 jam dan biasanya kurang dari 30 menit .
Manisfestasi klinik pada pasien stroke adalah penurunan kemampuan kognitif
atau bahasanya , pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh , tidak
mampu berbicara , vertigo atau jatuh . Stroke Iskemia biasanya tidak
menyakitkan , tapi sakit kepala dapat terjadi dan lebih parah pada stroke
pendarahan. Peningkatan tekanan darah seharusnya mengingatkan tidak
terobatinya periode akut ( 7 hari pertama ) setelah strok iskemik karena resiko
penurunan aliran darah ke otak dan gejala yang lebih buruk . Ini dilihat dari
naiknya TD pada kontrol ke tiga dari 160/120 mmHg menjadi 210/180
mmHg.

Panduan dewan stroke dari Asosiasi Stroke untuk pengaturan stroke


iskemia akut memberikan rekomendasi hanya pada tingkat A. Untuk
penggunaan aktivator jaringan plasminogen intravena (tPA , Alteplase )
dalam onset 3 jam dan aspirin dalam onset 48 jam . Anjuran untuk
Farmakoterapi Stroke Iskemik adalah :

41
Senyawa Primer Alternatif

Penanganan akut Alteplase 0, 9 mg/kg iv Alteplase (dosis


(maks 90 kg ) sampai 1 variasi ) intra arteri
jam pada pasien terpilih hingga 6 jam setelah
dalam onset 3 jam. onset pada pasien
terpilih.
Aspirin 160 -325 mg
setiap hari dimulai dalam
48 jam onset

Pencegahan Sekunder Aspirin 50 -325 mg setiap Tiklodipin 250 mg


hari dua kali sehari
Non kardioemboli
Clopidogrel 75 mg setiap
hari

Aspirin 25 mg +
pelepasan lebih luas
dipiridamol 200 mg dua
kali sehari.

Kardioembolik (terutama Warfarin (INR=2.5)


fibrilasi atrium)

Semua Pengobatan
antihipertensif

Panduan American College of Chest Physicians ( ACCP) untuk


penggunaan terapi antithrombotik dalam pencegahan sekunder stroke iskemia
menganjurkan terapi antiplatelet sebagai dasar untuk pencegahan sekunder
dalam stroke non kardioemboli. Aspirin , clopidogrel dan pelepasan diperluas
clopidogrel dengan aspirin semuanya dipertimbangkan sebagai senyawa
antiplatelet utama . Ticlodipin akan dicadangkan untuk pasien yang gagal

42
atau tidak dapat menerima terapi lain karena efek sampingnya. Kombinasi
aspirin dan clopidogrel hanya dianjurkan pada pasien dengan stroke iskemia
dan riwayat terbaru infark miocardiak atau kejadian koroner lain dan hanya
dengan aspirin dosis sangat rendah untuk minimalisis pendarahan.

Pada kasus pasien YH dengan diagnosa stroke iskemik terapi


medikamentosa yang didapat adalah piracetam 1200 mg 1 x sehari 1 tablet,
Neurodex 1x sehari 1 tablet , dan clobazam 2 x sehari ½ tablet .

Garis pedoman The American Heart Association/American Stroke


Association (AHA/ASA) mengenai seluruh farmakoterapi dalam pencegahan
sekunder untuk stroke iskemik dan diperbarui setiap 3 tahun. Hal ini sangat
jelas bahwa terapi antiplatelet merupakan landasan terapi antitrombotik
untuk pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan harus digunakan pada
stroke nonkardioembolik. Tetapi pada kasus ini pasien tidak mendapatkan
terapi antiplatelet dan tidak disebutkan pula bahwa pasien tidak mendapatkan
alteplase pada penanganan akut.

Terapi medikamentosa pada pasien YH hanya mendapatkan obat


sebagai neuroprotektan yaitu piracetam , neurotropik vitamin yaitu Neurodex
dan terapi sedativ Clobazam. Pada kasus ini kurang dijelaskan untuk
perawatan stroke , yang seharusnya perawatan dilakukan sebagai rawat inap.
Berdasarkan obat yang diberikan pada pasien yang hanya oral boleh dianalisa
pasien ini rawat jalan. Piracetam seharusnya diberikan pada 7 jam saat onset
stroke . Pertama diberikan 12 gr per infus selama 20 menit dan dilanjutkan
dengan 3 gram bolus tiap 6 jam atau 12 gram setiap 12 jam sampai hari ke
empat. Pada hari ke-5 sampai akhir minggu keempat piracetam diberikan
dalam 4,8 gr dibagi 3 kali sehari dan pada minggu ke-5 sampai 12 diberikan
2,4 gr 2 kali sehari .

Dosis piracetam pada kasus ini hanya 1 x sehari 1200 mg sehingga


telaah resep pada kasus ini dosis kurang tercapai .Selain itu anti platelet juga

43
diperlukan dalam terapi farmakologi. Sebagai tindak lanjut perlu konfirmasi
dengan DPJP tentang dosis piracetam dan obat antiplatelet.

Dengan demikian drugs of choice pada kasus pasien YH dengan


stroke iskemik dengan faktor resiko utama hipertensi dapat disimpulkan
sebagai berikut :

1. Antihipertensi tipe 2 pada pasien YH sesuai yaitu Blopres Plus sebagai


kombinasi ACE I dan diuretik.
2. Diperlukan alteplase pada penanganan akut dalam onset 3 jam.
3. Untuk pecegahan sekunder , diperlukan antiplatelet . antiplatelet yang
dianjurkan adalah aspirin 50-325 mg setiap hari dan atau clopidogrel 75
mg setiap hari .
4. Neuroprotektan yang digunakan adalah piracetam 1200 mg , dengan dosis
yang kurang memenuhi target.
5. Penggunaan neurotropik vit , yaitu Neurodex sesuai.
6. Penggunaan antisedatif Clobazam sesuai.

Terapi non farmakologi

1. Diet
Kelebihan berat badan juga akan menimbulkan penyakit hipertensi
bertambah buruk. Hal ini dapat terjadi karena kandungan lemak berupa
kolesterol jahat pada seseorang yang mempunyai tubuh gemuk akan
menumpuk pada pembuluh darah sehingga jika hal tersebut terus
berlangsung pembuluh darah akan menjadi sempit dan aliran darahpun
menjadi tinggi, dengan melakukan diet maka kolesterol jahat yang
terdapat pada pembuluh darah secara bertahap akan hilang dengan
sendirinya.
2. Berolahraga

Berolahraga dapat menurunkan tekanan darah. karena dengan


berolahraga sirkulasi darah pada pembuluh akan berjalan dengan lancar,

44
selain itu berolahraga juga akan membantu mengurangi kolesterol jahat
yang terdapat pada pembuluh darah. oleh sebab itu berolahraga sangatlah
penting untuk mengatasi hipertensi, minimal berolahraga rutin setiap hari
30 menit. Seperti olahraga ringan jogging, senam, jalan cepat dan masih
banyak lagi.

3. Menciptakan suasana rileks


Stres yang dialami seseorang juga akan menjadi pemicu tekanan
darah menjadi naik atau hipertensi, karena seseorang yang sedang
mengalami stres dia akan mengalami penegangan saraf sehingga hal
tersebut memicu tekanan darah menjadi tinggi, maka dari itu dengan
menciptakan suasana yang rileks maka saraf pada otak akan terkontrol
dengan baik sehingga tekanan darah dapat menurun, rileksasi yang dapat
dilakukan oleh penderita hipertensi yaitu seperti meditasi, rekreasi, yoga,
hipnotis atau hipnoterapi dan masih banyak lagi intinya lakukan apa saja
yang membuat diri penderita menjadi rileks atau tidak tegang.
4. Mengurangi rokok dan alcohol
Merokok dan mabuk alkohol dapat menjadi pemicu kolesterol jahat
menjadi menumpuk pada pembuluh darah, maka dari itu bagi penderita
hipertensi.

A. Monitoring dan Follow up


1) Pemeriksaan rutin faktor resiko stroke .
2) Pemeriksaan komplikasi stroke seperti bronkopneumoni , infeksi
saluran kencing kencing , penyakit arteri perifer.
3) Pemeriksaan neurovaskuler dan evaluasi pembuluh darah jantung.
4) Intervensi gizi pasien stroke.
5) Terapi farmakologi
6) Penilaian gangguan fungsional seperti gangguan kognitif dan
degeneratif lain, demensia vaskuler , movement disorder dan
gangguan keseimbangan.

45
7) Pemantauan secara ketat untk peningkatan keparahan neurologi ,
komplikasi tromboemboli atau infeksi , dan efek samping dari
pengaruh farmakologi atau non farmakologi.berikut adalah daftar
rangkuman pemantauan stroke :
Stroke Alteplase BP, fungsi Setiap 15 menit x 1
Iskemik neurologis, jam, setiap 0,5 mg x
pendarahan 6 jam, setiap 1 jam x
17 jam, setiap waktu
setelahnya
Pengobatan Parameter Frekuensi keterangan

Aspirin perdarahan Setiap hari

Clopidogrel perdarahan Setiap hari

ERDP Sakit Setiap hari


/ASA kepala,
perdarahan
Tiklodipin CBC, CBC setiap 2
perdarahan, minggu x 3 bulan,
diare lainnya setiap hari.
warfarin Perdarahan, INR setiap hari x 3
INR, HB, hari, tiap minggu
Hct hingga stabil, tiap
bulan

B. Komunikasi, Edukasi, dan Informasi


1) Untuk keluarga pasien : yaitu dengan memberikan edukasi ,
informasi bagaimana merawat pasien pasca stroke di rumah , kelurga
harus tetap meyakinkan yang bersangkutan untuk tetap optimis
menjalani hidup.

46
2) Untuk pasien yang mengalami stroke ringan : yang paling utama
adalah agar tidak mengalami serangan kedua dengan melakukan pola
hidup sehat dan mengkonsumsi obat yang dianjurkan dokter.
3) Obat dan terapi dilakukan seumur hidup dan harus diingat pentingnya
ini karena serangan kedua akan lebih parah.

VI. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang didapat berdasarkan pembahasan kasus
Stroke Iskemik dengan faktor resiko Hypertensi adalah :
1. Antihipertensi tipe 2 pada pasien YH sesuai yaitu Blopres Plus sebagai
kombinasi ACE I dan diuretik.
2. Diperlukan alteplase pada penanganan akut dalam onset 3 jam.
3. Untuk pencegahan sekunder , diperlukan antiplatelet . antiplatelet yang
dianjurkan adalah aspirin 50-325 mg setiap hari dan atau clopidogrel 75
mg setiap hari .
4. Neuroprotektan yang digunakan adalah piracetam 1200 mg , dengan dosis
yang kurang memenuhi target.
5. Penggunaan neurotropik vit , yaitu Neurodex sesuai.
6. Penggunaan antisedatif Clobazam sesuai

VII.DAFTAR PUSTAKA
Aliah, A; Limoa, R.A; Wuysang, G. (2000). Gambaran Umum Tentang
GPDO dalam Harsono: Kapita Selekta Neurologi. UGM Press,
Yogyakarta.
Brunner, I ; Suddarth, Drs. (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah
Volume 2. Jakarta: EGC.
Corwin, J, E. (2001.) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
https://www.mims.com/indonesia, diakses tanggal 28 Maret 2017

47

Anda mungkin juga menyukai