Anda di halaman 1dari 12

Departemen Emergensi

LAPORAN PENDAHULUAN
Pembimbing Akademik: Ns. Ikhda Ulya, S.Kep, M.Kep
Pembimbing Klinik: Ns. Zuin Sulaini, S.Kep

CEDERA KEPALA

Oleh:
DWI PUTRO SETIYADI
170070301111016

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya
(Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat
atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan
tekanan inbakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan penyakit bedah ( bidang
keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung, 2005), cidera kepala sendiri
didefinisikan dengan suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai pendarahan interslities dalam rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas
otak.
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).

B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
1 Kecelakaan lalu lintas.
2 Terjatuh
3 Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
4 Olah raga
5 Benturan langsung pada kepala.
6 Kecelakaan industri.

C. Klasifikasi Cedera Kepala


Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika
ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau
amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi
ringan.
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu
ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang
tengkorak.
- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.

D. Glasgow Coma Seale (GCS)


Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini
hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS : Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respons 1

E. Jenis-Jenis Cedera Kepala


1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam
jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan
oleh pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut
dan fraktur tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa
menjadi cukup serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel
selebral membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan.
Kerusakan otak belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah
yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat
mengalami regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk
cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih
tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing
ganguan memori sementara, kurang konsentrasi, amnesia rehogate, dan pasien
sembuh cepat. Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio, laserasi
dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir
selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan
menimbulkan amnesia atau disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan
edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK
dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)
diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak
yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri
ini benda diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang
temporal.Hemorogi karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering
disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan
serius dan aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan
merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
a. hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.
b. Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai
pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
c. Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada
lansia.
7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid
dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut
terluka. Sering kali bersifat kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih
pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan
akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.

F. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di
bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan
cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
G. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan
fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan
P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak
akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik
dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. Cedera
kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi:
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikai pernapasan
f. Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

H. Mekanisme Cedera Kepala


Menurut tarwoto (2007) mekanisme cedera memegang peranan yang sangat
sadar dalam berat ringannya dari trauma kepala. Mekanisme cedera kepala dapat dibagi
menjadi :
1 Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur kepala
yang diam, misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul atau terlempar batu.
2 Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur benda yang
diam, misalnya pada saat kepala terbentur.
3 Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat
trauma, misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada
jaringan otak.

I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala menurut Eka J.
Wahjoepramono (2005 : 90) antara lain :
1. Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang terjadinya
bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran nafas, atelektasis,
aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak pernafasan dapat berdampak pasien
mengalami kesulitan bernafas dan pada akhirnya mengalami hipoksia.
2. Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan. Edema
serebral akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan otak di dalam
rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup. Kondisi ini akan
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya juga
berakibat penurunan perfusi jaringan otak.
3. Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu pada
perdarahan selaput otak (misalnya hematoma epidural dan subdural). Pada
perdarahan dalam jaringan otak (misalnya laserasi dan hematoma serebri), dan dapat
pula akibat terjadinya kelainan parenkim otak yaitu berupa edema serebri.
4. Herniasi Jaringan Otak
Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena adanya
hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Sampai
batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi. Namun bila tekanan semakin tinggi
akhirnya tidak dapat diltoleransi lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari
struktur otak tertentu kearah celah-celah yang ada.
5. Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan memiliki resiko
terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi
dapat menyebabkan terjadinya Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural,
Osteomilietis tulang tengkorak, bahkan abses otak.
6. Hidrisefalus
Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang cukup sering
terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.

J. Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal
 Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
 Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada
berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta
saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh
ahli anestesi
 Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan
catat frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur
intravena yg besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan
eksaserbasi edema.
 Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
 Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB, Pada semua pasien dengan cedera
kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan
odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-
C7 normal
 Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
o Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih
efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini
tdk menambah edema cerebri
o Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah
o Lakukan CT scan
o Pasien dgn CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
o Hematoma epidural
o Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
o Kontusio dan perdarahan jaringan otak
o Edema cerebri
o Pergeseran garis tengah
o Fraktur kranium
o Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi
lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan
dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam
sampai maksimal 48 jam I
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural
besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)

K. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda : - Perubahan kesadaran, letargi
- hemiparese
- ataksia cara berjalan tidak tegap
- masalah dlm keseimbangan
- cedera/trauma ortopedi
- kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
Gejala : - Perubahan tekanan darah atau normal
- Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg diselingi
bradikardia disritmia
c. Integritas ego
Gejala : - Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
d. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala : - Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran
- Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan
penciuman
Tanda :- Perubahan kesadran bisa sampai koma
- Perubahan status mental
- Perubahan pupil
- Kehilangan penginderaan
- Wajah tdk simetris
- Genggaman lemah tidak seimbang
- Kehilangan sensasi sebagian tubuh

g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri nyeri yg
hebat,merintih
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,
mengi
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda :- Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
- Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar
telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau hidung
- Gangguan kognitif
- Gangguan rentang gerak
- Demam
L. Prioritas Keperawatan
1 Memaksimalkan perfusi serebral
2 Mencegah dan meminimalkan komplikasi
3 Mengoptimalkan fungsi otak
4 Menyokong proses koping
5 Memberikan informasi mengenai proses/prognosis penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perwatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I
Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC.
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta
Iskandar. (2004). Memahami Aspek-aspek Penting Dalam Pengelolaan Penderita Cedera
Kepala. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Smeltzer, Suzanna C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart.
(Alih bahasa Agung Waluyo), Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suriadi. (2007). Manajemen Luka. Pontianak : STIKEP Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai