Anda di halaman 1dari 9

SHORT CASE 2

EPIDURAL HEMATOMA (EDH)

Zevhinny Umbu Roga, S.Ked


1108011021

Pembimbing: dr. Donny Argie, Sp.BS

SMF ILMU BEDAH


Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

A. Pendahuluan
Epidural hematom (EDH) adalah akumulasi darah/perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tulang dengan duramater, mungkin terletak di intrakranial yang disebut dengan
epidural hematom atau di spinal atau yang disebut spinal epidural hematom (SEDH). EDH
terjadi pada 2% kasus cedera kepala ringan-sedang dan 5-15% pasien dengan cedera kepala
berat. EDH merupakan komplikasi yang paling sering akibat cedera kepala dibanding perdarahan
intrakranial lainnya dan membutuhkan diagnosis dan intervensi yang segera, sedangkan SEDH
dapat terjadi akibat cedera medula spinalis ataupun spontan.1
EDH paling sering terletak di regio temporal atau temporoparietal dan sering akibat
robeknya arteri meningea media. EDH mungkin dapat terjadi akut (58%), subakut (31%), atau
kronis (11%). Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari
perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, EDH dapat terjadi akibat robeknya
sinus vena, terutama di regio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walau EDH relatif tidak
terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus
selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera,
prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome
langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma
epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien obtundan, dan 20% pada pasien
koma dalam.1,2
Angka kejadian EDH adalah 2-4 % dari seluruh perdarahan intraserebral dan paling sering
terjadi pada usia produktif 20-30 tahun. EDH jarang terjadi pada orang tua > 60 tahun dan
anak - anak kurang dari 2 tahun. Pada anak - anak, usia 5-10 tahun merupakan usia
tersering menderita EDH. EDH lebih sering terjadi pada laki – laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 4: 1.2
Perkembangan teknologi kedokteran telah berhasil menurunkan mortalitas EDH dari
sekitar 85% pada tahun 1960-an hingga menjadi 30 % di tahun 1980-an. Utamanya setelah
teknologi teknik angiografi dan Computerized Tomography Scanning (CT Scan)
diperkenalkan ditahun 1970-an. Dengan teknologi CT Scan diagnosis EDH bisa ditegakkan
dengan cepat dan akurat. Lokasi perdarahan dan perkiraan volume perdarahan juga dapat di
diketahui dengan tepat. Kelainan lain seperti hematoma subdural, perdarahan intraserebral,
perdarahan intraventrikel, hidrosefalus, edema serebri, dan tumor, yang dapat mengakibatkan
peningkatan TIK juga dapat dilihat dari CT Scan. Gambaran EDH pada CT Scan adalah lesi
hiperdens berbentuk bikonveks.3
Gejala klinis EDH dapat terjadi akibat kompresi, kerusakan jaringan otak, dan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Semakin membesar lesi EDH maka akan semakin
menunjukkan gejala. Gejala neurologis tergantung pada ukuran, lokasi dan lamanya hematoma.
Umumnya pasien EDH akan menunjukkan gejala pada 24 jam setelah trauma, dengan 60-75%
diantaranya 12 jam setelah trauma. Status neurologis dapat menurun secara tiba-tiba.4
Perjalanan klinisnya dapat berupa periode tetap sadar, tetap tidak sadar, mula-mula sadar
lalu menjadi tidak sadar, mula-mula tidak sadar lalu menjadi sadar, mula-mula tidak sadar, lalu
menjadi sadar (lucid interval) dan akhirnya menjadi tidak sadar. Lucid interval sering ditemukan
pada EDH, meskipun tidak patognomik karena dapat terjadi pada perdarahan intrakranial
lainnya. Di samping itu juga dapat ditemukan hemiparesis dan dilatasi pupil. Jika terjadi pada
fossa posterior, akan timbul sakit kepala dan kaku kuduk. Pada keadaan ini harus dicurigai
adanya massa infratentorial jika penurunan kesadaran selama observasi tidak disertai dengan
tanda-tanda fokal, terutama jika disertai adanya jejas pada bagian oksipital. EDH infratentorial
umumnya terjadi karena robeknya sinus vena pada duramater.5
EDH seperti halnya perdarahan intrakranial lainnya dapat menyebabkan peningkatan TIK
menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow/CBF)
sehingga timbul iskemia otak. Iskemia otak adalah suatu gangguan hemodinamik yang
akan menyebabkan penurunan aliran darah otak sampai ke suatu tingkat dan berakibat
kerusakan otak yang ireversibel.6,7
Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya tekanan intrakranial ke dalam
batas normal, kembalinya pergeseran garis tengah, kontrol pendarahan dan mencegah
perdarahan ulang. Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial2:
• Massa hematoma kira-kira 40 cc
• Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
• EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan
GCS 8 atau kurang
• Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm
• Pasien – pasien yang menurun kesadarannya selanjutnya disertai berkembangnya
tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intrakranial > 25 mm Hg.
Tindakan operasi untuk kasus EDH merupakan jenis tindakan yang efektif, dengan biaya
yang relatif ringan, memberikan manfaat yang besar. Pasien EDH yang dioperasi dalam waktu 4
jam setelah kejadian memberikan hasil perbaikan yang bermakna.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Jeriko Leneng

Umur :8 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Manutapen

MRS IGD : Kamis, 18 Agustus 2016, Jam 05.12 WITA

Diambil menjadi laporan kasus setelah dilakukan tindakan pembedahan.


II. ANAMNESIS
Keluhan Utama (Alloanamnesis Sabtu, 20 Agustus 2016) :
Nyeri kepala yang menetap sejak jatuh dari mobil pick up ± 5 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien dibawa ke RS karena mengalami nyeri kepala yang menetap dan terus-menerus
setelah ± 5 hari terjatuh dari mobil pick up. Setelah terjatuh pasien pingsan ± 30 menit dan
langsung dibawa oleh orangtuanya ke RSUD Ba’a. Setelah sadar pasien muntah beberapa
kali dan mengeluh nyeri kepala. Pasien kemudian dirawat selama 3 hari di RSUD Ba’a.
Setelah di foto kepala dan dinyatakan normal, pasien diperbolehkan pulang. Namun saat
pulang ke rumah, nyeri kepala pasien memberat dan pasien sering terbangun dari tidur karena
nyeri kepala yang dirasakannya. Pasien kemudian dibawa kembali oleh orangtuanya ke
RSUD Ba’a dan dirujuk ke RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes karena kurangnya fasilitas
penunjang diagnostik. Saat masuk IGD keadaan pasien tampak sakit sedang, jantung dan
paru dalam batas normal dan status generalis lain dalam batas normal. Status neurologis di
IGD, GCS E4V5M6=6, meningeal sign (-), refleks babinski (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami cedera kepala sebelumnya. Riwayat penyakit lain tidak
ada.

Riwayat Persalinan:
Pasien lahir di RSUD Ba’a secara normal ditolong oleh bidan. Saat lahir langsung
menangis dan tidak biru. BBL 3500 gram.
Riwayat Perkembangan:
Tidak ada riwayat gangguan perkembangan sebelumnya. Perkembangan pasien sesuai
dengan perkembangan anak usianya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK (20 Agustus 2016)
A. Primary Survey
A : clear, patent
B : RR: 02 x/ menit, spontan, thoracoabdominal
C : TD: 110/70, Nadi: 98x/menit
D : compos mentis, GCS E4V5M6
B. Secondary Survey
Kesadaran : GCS E4V5M6
Tanda vital : TD :140/90, Nadi : 78x / menit, RR : 22 x/ menit
Kepala : Terdapat jejas pada regio parietal sinistra
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil (normal)
Telinga : Otorrhea (-)
Hidung : Normal
Mulut : mukosa kering, bibir pucat
Thoraks/ Pulmo :
– Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan; gerakan dada simetris, tipe
pernapasan torakoabdominal
– Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), vocal fremitus kiri dan kanan kesan normal
– Perkusi : sonor pada paru kiri dan kanan.
– Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung :
– Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
– Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V kiri
– Perkusi : pekak, batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas jantung
sinistra pada line midclavicula sinistra, batas jantung atas pada ICS II kiri.
– Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, Gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
– Inspeksi : Flat, distended (-), massa (-)
– Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien sulit tidak teraba
– Perkusi : timpani
– Auskultasi: Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas :
– Look : deformitas (+) pada tungkai kanan, udem (+)
– Feel : teraba hangat, nyeri (+), akral hangat, CRT < 2 detik
– Movement : ROM normal

Status Neurologis (20/8/2016)


GCS E4V5M6=15, status neurologis dalam batas normal.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


o Laboratorium 21/8/2016
Darah Rutin
Hb : 10.6 gr/dL (L)
Eritrosit : 4.39 x 10^6/uL
Hematokrit : 31.9% (L)
Leukosit : 6.13 x 10^3/uL
Trombosit : 311 x 10^3/uL
Kimia Darah
Ureum darah : 12.20 mg/dL (L)
Kreatinin darah : 0.39 mg/dL (L)
Koagulasi
PT : 13.5 detik (L)
INR : 1.24
APTT : 30.8 detik
o Radiologi
CT Scan Kepala
Bone view

Interpretasi:
-Terdapat gambaran soft
tissue swelling di regio
parietal sinistra
-Terdapat gambaran garis
fraktur linear di regio
parietal sinistra
-Midline shift < 0,5mm
-Terdapat gambaran
hiperdens bikonveks di
regio parietal sinistra

Kesan:
Epidural hematom dengan
volume perdarahan ± 85 cc
V. DIAGNOSIS
- Cedera kepala ringan (Mild Head Injury/MHI) dan EDH + Fraktur linear regio parietal
sinistra

VI. TERAPI
- Observasi GCS dan TTV
- Head up 300
- IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/24jam
- Puasa untuk 6 jam pertama
- Ceftriaxon 2 x 500 mg
- Ranitidin 2 x 25 mg
- Ketorolac 2 x 10 mg
- Plasmirex 3 x 250 mg
- Vitamin K 3 x 5 mg
- Transfusi 100 cc PRC
Pembedahan Kraniotomi evakuasi

VII. PENUTUP
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis dengan epidural hematom dengan fraktur linear regio parietal sinistra. Pasien
diterapi sesuai diagnosis dan dilakukan tindakan kraniotomi evakuasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Donna Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological
and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkins, 2003.

2. Arnorld C. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Outcome Pasien Pasca Operasi
Hematoma Epidural (EDH). 2013. Available at:
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Charlie.pdf
3. Liebeskind D, Talavera F, Kirshner H. Epidural Hematoma. 2014. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1137065

4. Vilela M, West GA. Traumatic Intracranial Hematomas. Dalam: Principles of Neurosurgery


2th edition.United State of America : Elsevier Mosby, 2005.

5. (bukucederakepalaiskandar)

6. Ugane S, Qazi H. Traumatic Extradural Hematoma – Our Comparative Experience between


Conservative and Surgical Management in Rural India. Journal of Dental Medical Sciences.
2012. Available at: http://www.iosrjournals.org/iosr-jdms/papers/vol1-issue3/B0130711.pdf

7. Sobotta MH, Gallia GL. Traumatic Epidural Hematoma. 2009. Available at:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMicm0706764

Anda mungkin juga menyukai