1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek
hisap menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi
mengalami penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada
feses dan urine (Cecely Lynn Betz, 2009).
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh,
ABO, incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita
penyakit hemolitik bawaan atau icterus (Haws Paulettet, 2007).
3. Riwayat kehamilan
c. Pemeriksaan Fisik
2. TTV
TD : -
N : biasanya 120-160x/i
R : biasanya 40x/i
S : biasanya 36,5 – 37 ºC
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau
terdapat caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada
mulut. Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada
daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette
S.Hasws, 2007).
6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat,
2009). Pada kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).
10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat
gangguan hepar atau atresia saluran empedu.
2. Diagnosa Keperawatan
b. Resiko deficit volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).
c. Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice), hipertermi, perubahan turgor
kulit, eritema.
d. Resiko terjadi cedera b/d fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
3. Intervensi Keperawatan
NO.
Dx. Keperawatan
NOC
NIC
1.
Thermoregulasi
Fluid balance
Hydrarin
3.
Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice) hipertermi, perubahan turgor kulit,
eritemia.
- Keutuhan kulit
4.
Risk control
- Suhu stabil
- Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi warna sclera.
No.
Dx. Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Ttd
1.
S:
O:
A:
P:
-Intervensi dilanjutkan.
2.
Resiko deficit volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).
5. Memonitor BB bayi
O:
P:
-Intervensi dilanjutkan
3.
Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice), hipertermi, perubahan turgor kulit.
S:
O:
A:
P:
-Intervensi dilanjutkan
4.
Resiko terjadinya cidera b/d fototerapi (peningkatan kadar bilirubin).
2. Memberikan fototerapi.
S:
O:
A:
P:
-Intervensi dilanjutkan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
Tanggal 12 Desember 2006, pukul 09.00 WIB
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Bayi : By. Ny. “A”
Umur : 6 hari
Tanggal lahir : 7 Desember 2006
Jenis kelamin : laki-laki
No. register : 629212
Nama Ibu : Ny. “A” Nama ayah : Tn. “K”
Umur : 24 tahun Umur : 26 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : - Pekerjaan : Pedagang motor
Alamat : Jl. Permadi RT 8/RW 4 Penghasilan : Rp. 850.000,-
Polehan Malang
2. Alasan masuk ruang perinatologi
Berdasarkan catatan rekam medik, bayi lahir secara SCTP, tidak langsung
menangis, AS menit pertama 5 dan pada 5 menit pertama 7. BBL 1280
gram sehingga setelah lahir langsung masuk ruang perinatologi
3. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Berdasarkan catatan rekam medik, bayi mengalami asfiksia sedang sampai
tanggal 9 Desember 2006
4. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi mengalami ikterus seluruh tubuh kecuali tangan dan kaki (Kramer
derajat IV)
5. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang
Kehamilan
Ini merupakan anak yang pertama. Selama hamil mengkonsumsi vitamain
dan obat yang diberikan saat kunjungan hamil. Ibu periksa hamil di Bidan
5 kali. Selam hamil ibu tudak menderita penyakit seperti penyakit kning,
herpes, dan penyakit infeksi yang lain. Ibu juga tidak pernah menderita
penyakit kencing manis.
Persalinan
Persalinan tanggal 17 Desember 2006 pukul 08.45 WIB ditolong dokter
dengan seksio sesarea karena usia kehamilan kurang bulan (prematur).
Ketuban pecah pukul 08.40 WIB jernih, tidak berbau, bayi lahir laki-laki,
tidal langsung menangis. BBL 1280 gram.
Nifas
Setelah lahir bayi langsung dibawa ke ruang perinatologi sehingga ibu
belum menyusui sama sekali. Bayi diberi susu formula.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keturunan kencing manis dan penyakit kuning.
7. Riwayat nutrisi
a. Nutrisi
Bayi mendapatkan minum susu formula untuk BBLR yaitu S.BBLR
1/30 cc dengan frekuensi 10x10 cc
b. Istirahat
Bayi menghabiskan waktunya untuk tidur
c. Eliminasi
BAK : (+) kuning jernih
BAB : (+) kuning konsisitensi lembek
d. Personal hygiene
Bayi mandi 1 kali sehari, ganti baju dan popok tiap kali basah dan
sehabis mandi. Bayi diolesi minyak tipa kali habis mandi dan dilkukan
perawatan tali pusat dengan kasa.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemah
TTV Nadi : 140 x/menit
RR : 52 x/menit
Suhu : 36,80C
BB masuk : 1280 gram
BB sekarang : 2000 gram
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : kepala lebih besar daripada badan, ubun-ubun dan sutra
leboih lebar, tidak ada caput succedeneum ataupun cephal
haematom
Muka : Tidak pucat, kulit wajah ikterus
Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut : Tidak pucat, agak kering, kemampuan menghisap dan
menelan lemah
Leher : Ikterus
Dada : Kulit dada ikterus, putting terlihat samar, tidak ada ronchii
dan wheezing
Perut : Kulit abdomen ikterus, tali pusat berwarna kuning
kehitaman, kulit terlihat terbakar
Genetalia : testis belum turun ke skrotum
Ekstrimitas : Tidak ikterus, gerak aktif
3. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 11 Desember 2006
Kadar bilirubin total 18,64 mg/dl dengan kadar bilirubin direct 0,7 mg/dl
dan kadar bilirubin indirect 17,94 mg/dl
II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA / MASALAH
Dx : By. Ny. “S” usia 6 hari dengan hiperbilirubinemia
Ds : -
Do : Terdapat ikterus pada muka, leher, dada, perut, paha, lengan kecuali
tangan dan kaki
Pemeriksaan penunjang
Kadar bilirubin total 18,64 mg/dl dengan kadar bilirubin direct 0,7 mg/dl
dan kadar bilirubin indirect 17,94 mg/dl
Masalah potensial
1. Potensial terjadi kekurangan cairan akibat foto terapi
Ds : -
Do : mulut kering, turgor kulit kering, fontanela cekung
2. Potensial terjadi gangguan integritas kulit akibat fototerapi
Ds : -
Do : kulit terbakar, ruam pada kulit
III. Intervensi
Dx : By. Ny. “S” usia 6 hari dengan hiperbilirubinemia
Tujuan : Hiperbilirubinemia teratasi
K.H. : Setelah menjalani terapi, ikterus berkurang atau hilang
Kadar bilirubin normal yaitu < 10 mg/dl
Intervensi
1. Informasikan pada keluarga tentang kondisi bayinya dan upaya terapi yang
akan diberikan
R : Meningkatkan pengetahuan keluarga sehingga lebih kooperatif terhadap
tindakan yang akan dilakukan
2. Kolaborasi untuk memberikan foto terapi
R : Foto terapi menyebabkan fotooksidasi bilirubin pada jaringan subkutan
sehingga meningkatkan larut air bilirubin yang memungkinkan ekskresi
cepat bilirubin melalui feses dan urin sehingga kadar bilirubin tubuh
berkurang
3. Lindungi kelamin dan mata saat terapi
R : foto terapi dapat merusak retina dan konjungtiva serta testis yang dapat
berakibat infertilitas
4. Berikan hidrasi yang adekuat selama terapi
R : Foto terapi memungkinkan peningkatan hilangnya air melalui evaporasi
sehingga perlu hidrasi yang adekuat untuk cegah dehidrasi
5. Monitor konsentrasi kadar bilirubin setelah foto terapi
R : cek kadar bilirubin setelah foto terapi penting untuk memantau adanya
kern ikterus dan penurunan kadar bilirubin akibat foto terapi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua:
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik:
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,
refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial:
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang
tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi:
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith
Greenberg. 1988)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan
defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,
infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1: Risiko/defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan
serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
1. Jumlah intake dan output seimbang
2. Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
3. Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BB
Intervensi:
1. Kaji reflek hisap bayi
Rasional: mengetahui kemampuan hisap bayi
2. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
Rasional: menjamin keadekuatan intake
3. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
Rasional: mengetahui kecukupan intake.
4. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
Rasional: turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah
tanda-tanda dehidrasi.
5. Timbang BB setiap hari
Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi.
DX 2: Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0
Intervensi:
1. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
Rasional: suhu terpantau secara rutin.
2. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan
kompres dingin serta ekstra minum.
Rasional: mengurangi pajanan sinar sementara.
3. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
4. Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi.
DX 3: Risiko/Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi
bilirubin, efek fototerapi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria:
1. Tidak terjadi decubitus
2. Kulit bersih dan lembab
Intervensi:
1. Kaji warna kulit tiap 8 jam
Rasional: mengetahui adanya perubahan warna kulit.
2. Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional: mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam
waktu lama .
3. Masase daerah yang menonjol
Rasional: melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan
di daerah tersebut.
4. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
Rasional: mencegah lecet.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin
turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama
DX 4: Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan
dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
Rasional: mempererat kontak sosial ibu dan bayi.
2. Buka tutup mata saat disusui
Rasional: untuk stimulasi sosial dengan ibu
3. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
Rasional: mempererat kontak dan stimulasi sosial
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
Rasional: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi.
5. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
Rasional: mengurangi beban psikis orangtua
DX 5: Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang
tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan
kooperatif dalam perawatan.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
Rasional: mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit
2. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya.
Rasional: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit
3. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam
erawat bayi
DX 6: Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi injury akibat fototerapi (misal; konjungtivitis, kerusakan
jaringan kornea)
Intervensi:
1. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
Rasional: mencegah iritasi yang berlebihan.
2. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan
daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir.
Rasional: mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif.
3. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam.
Rasional: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata.
4. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
Rasional: memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan
ibu.
5. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
Rasional: memberi rasa aman pada bayi.
DX 7: Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam
diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi:
1. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
Rasional: menjamin keadekuatan akses vaskuler.
2. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan
tindakan.
Rasional: mencegah trauma pada vena umbilical.
3. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
Rasional: mencegah aspirasi
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
Rasional: mencegah hipotermi.
5. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar.
Rasional: mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang
berlebihan.
6. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan
elektrolit, kejang selama dan sesudah tranfusi.
Rasional: Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat
melakukan tindakan lebih dini.
7. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
Rasional: dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan