Anda di halaman 1dari 2

NAMA : MUHAMMAD OKTA ISKANDAR

NIM : 030543997
JURUSAN : S1 AKUNTANSI
UPBJJ : PANGKALPINANG

Bagaimana strategi dan inisitif negara-negara berkembang menghadapi negara-negara


maju dan industri baru dalam peta bisnis international ?

Jawabannya

 Strategi Industri Subsitusi Impor

Strategi pembangunan industri yang berorientasi pada produk pengganti impor untuk pasar dalam
negeri dengan argumentasi sebagai berikut:
· Konsumen dalam negeri yang relatif banyak
· Mendorong pertumbuhan industri dalam negeri yang baru lahir
· Menghemat devisa
· Melindungi dengan tarif dan kuota impor
· Meningkatkan value added manufacturing

 Strategi Industri Promosi Ekspor

Strategi pembangunan industri yang berorientasi pada produk ekspor untuk pasar luar negeri, dgn
argumentasi sebagai berikut:
· Jumlah konsumen dalam negeri relatif sedikit
· Meningkatkan value added manufacturing
· Meningkatkan penerimaan devisa

Berdasarkan studi empiris yang dilakukan IMF terbukti bahwa negara yang sedang berkembang
yang memilih Strategi Industri Promosi Ekspor memiliki pertumbuhan perekonomian yang lebih
tinggi dibandingkan dengan negara yang menggunakan Strategi Industri Subsitusi Impor.

Dalam artikel Redrik (1988: 113) dinyatakan bahwa negara-negara berkembang sering menghadapi
struktur oligopolistik dalam pasar mengenai impor dan ekspor. Manfaat perdagangan bebas bagi
negara-negara berkembang dinilai hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakatnya dari
produk-produk impor. Kebijakan perdagangan di negara-negara berkembang cenderung pada pasar
persaingan tidak sempurna. Dalam kebijakan itu pula, lebih banyak didominasi oleh sektor industri di
negara-negara berkembang. Terdapat beberapa alasan mengapa sistem persaingan tidak
sempurna lebih banyak dinikmati oleh perusahaan oligopoli yaitu :
(1) tidak adanya keseriusan pada penerapan kebijakan antitrust di negara-negara berkembang dan
regulasi yang mengatur di dalamnya;
(2) Kebijakan pada industri negara berkembang biasanya membatasi masuknya investasi pada
sektor manufaktur sesuai lisensinya dan aturan mengenai biaya-biaya;
(3) Rezim perdagangan cenderung sangat protektif-efektif dalam menghilangkan kompetisi dengan
asing. Dalam hal ini, adanya pembatasan pada kuota bagi produk impor;
(4) Pada negara-negara berkembang, kekuatan industrinya terkonsentrasi di tangan kelompok
etnis minoritas seperti Cina di Asia Tenggara dan India di Afrika Timur; dan
(5) Lemahnya pasar modal di negara berkembang yang berarti menunjukkan bahwa dana investasi
dihasilkan secara internal. Hal ini sebagai upaya untuk menghalangi asing masuk dalam sektor-
sektor industri yang besar kemungkinan keuntungan akan lebih banyak didapatkan oleh mereka.

Dalam artikel Redrik (1988: 114) menyatakan bahwa terdapat dua aspek kelembagaan khusus yang
mengatur struktur pasar di negara berkembang. Pertama ialah bahwa dalam pasar oligopoli juga
berdampingan dengan golongan pinggiran dan perusahaan-perusahaan kompetitif lainnya.
Golongan pinggiran tersebut biasanya terdiri dari pemasok dan subkontraktor teknik manufaktur.
Berbeda dengan perusahaan besar yang terlindung dari kemalangan ekonomi dengan selisih harga-
biaya mereka, perusahaan dalam skala yang lebih kecil biasanya sangat sensitif terhadap
perubahan di lingkungannya. Kedua ialah bahwa banyak sektor dalam negara berkembang seperti
mobil, bahan kimia, energi, dan sebagainya yang dimiliki oleh lebih dari satu perusahaan dengan
struktur kepemilikan yang berbeda. Perusahaan publik bersaing dengan perusahaan-perusahaan
swasta sedangkan perusahaan lokal hidup berdampingan dengan anak dari perusahaan
multinasional.

Dengan demikian, bahwa kebijakan dalam perdagangan memiliki perbedaan ber-gantung pada
kapabilitas negara tersebut dalam merespon adanya regulasi baru apalagi di saat globalisasi seperti
ini. Negara berkembang biasanya yang dirugikan atas lahirnya bentuk kapitalisme baru pada
perdagangan bebas dan ketidakmampuannya dalam mengelola perekonomian secara maksimal
pada faktor produksi maupun jasa. Meskipun aturan main dalam pasar bebas antara negara maju
dan negara berkembang berbeda baik dalam pemberian insentif maupun kemudahan akses serta
komitmen, negara berkembang disini harus mampu bersaing dan menunjukkan pada negara-negara
maju bahwa tanpa adanya hak istimewa tersebut, negara-negara berkembang
mampu survive dalam mempertahankan perekonomiannya. Adanya interdependensi di
antaranegara-negara saat ini memang sulit untuk dihilangkan karena masing-masing negara
memiliki kemampuan yang berbeda-beda karena keterbatasan sumber daya alam. Namun, untuk
menanggulangi kerugian yang lebih besar pada negara-negara berkembang terhadap sistem ini,
kebijakan proteksi dirasa sangat dibutuhkan agar tetap dapat melindungi industri lokal dari ancaman
dominasi sektor asing.

Anda mungkin juga menyukai