Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Frozen Shoulder bersifat idiopatik atau penyebabnya tidak diketahui, diduga penyakit ini
merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal, selain dugaan
adanya repon auto immobilisasi ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang,
diabetes melitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara dan infark miokardia (Cluett,2007).
Faktor yang menyebabkan terjadinya frozen shoulder adalah capsulitis adhesiva dimana
keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi dan dapat
menyebabkan perlengketan kapsul sendi serta tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang
timbul secara pelan-pelan, nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Tanda
gejala pada kasus tersebut dapat diatasi oleh fisoterapi.
Modalitas fisioterapi pada kasus frozen shoulder berupa Micro Wave Diatermy (MWD),
Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) alat ini dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri, Terapi Latihan berupa Shoulder Wheel serta Terapi Manipulasi yang dapat mengurangi
perlengketan jaringan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan Lingkup Gerak Sendi
(LGS) dan Terapi Latihan berupa Active Resisted Exercise yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan otot. Pada kasus Frozen Shoulder akibat Capsulitis Adhesiva tindakan
fisioterapi harus diberikan sedini mungkin untuk mencegah kekakuan yang terjadi pada sendi
bahu semakin bertambah.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

Bahu bergerak secara normal karena adanya pengaruh dari sendi – sendi yang
mendukungnya, sendi itu di buat secara terpisah yaitu, yaitu sternoclavicular joint,
acromioclavicular joint, glenohumeral joint, suprahumeral joint, scapula thoracic joint
yang biasa di sebut shoulder kompleks.
Shoulder kompleks merupakan sendi yang paling kompleks pada tubuh manusia
karena memiliki 5 sendi yang saling terpisah. Shoulder kompleks tersusun oleh 3 tulang
utama yaitu clavicula, scapula, dan humerus yang membentuk kombinasi three joint yang
menghubungkan upper extremity dgn thoraks.
Shoulder kompleks terdiri atas 3 sendi sinovial dan 2 sendi non-sinovial. Ketiga sendi
sinovial adalah sternoclavicular joint, acromioclavicular joint, dan glenohumeral joint,
sedangkan kedua sendi non-sinovial adalah suprahumeral joint dan scapulothoracic joint.
Suprahumeral joint merupakan syndesmosis karena pertemuan kedua tulang hanya
dihubungkan oleh ligamen (jaringan fibrous) dan secara fungsional terlibat pada gerakan
elevasi, depresi, protraksi, retraksi, abduksi dan fleksi shoulder. Scapulothoracic joint
merupakan sendi fungsional karena secara anatomis tidak memiliki karakteristik arsitektur
sendi, dimana sendi ini secara fungsional terlibat pada gerakan elevasi, depresi, protraksi,
retraksi, abduksi dan fleksi shoulder.
1. Sternoclavicular joint
Sternoclavicular joint dibentuk oleh ujung proksimal clavicula yang bersendi
dengan incisura clavicularis dari manubrium sternum dan cartilago costa I.
Sternoclavicular joint terdiri dari 2 permukaan yang berbentuk saddle, salah satu
permukaan terdapat pada ujung proksimal clavicula dan satu permukaan lagi terdapat
pada incisura clavicularis dari manubrium sternum, sehingga sternoclavicular joint
tergolong kedalam saddle joint.
Sternoclavicular joint memiliki diskus artikular fibrokartilago yang dapat
memperbaiki kesesuaian kedua permukaan tulang yang bersendi & berperan sebagai
shock absorber. Sternoclavicular joint dibungkus oleh kapsul artikularis yang tebal dan
kendor, serta diperkuat oleh ligamen sternoclavicular anterior dan posterior. Selain
ligamen sternoclavicular anterior dan posterior, sendi ini juga diperkuat oleh ligamen
costoclavicularis dan interclavicularis. Ligamen costoclavicular memiliki 2 lamina yaitu
lamina anterior yang memiliki serabut kearah lateral dari costa I ke clavicula, dan lamina
posterior yang memiliki serabut kearah medial dari costa I ke clavicula. Ligamen
interclavicularis menghubungkan kedua ujung proksimal clavicula dan ikut menstabilisasi
sternoclavicular joint.

Gambar 6.1. Struktur sendi sternoclavicular

2. Acromioclavicular joint
Acromioclavicular joint dibentuk oleh processus acromion scapula yang bersendi
dengan ujung distal clavicula. Acromioclavicular joint termasuk kedalam irregular joint
atau plane joint dengan permukaan sendi yang hampir rata, dimana permukaan acromion
berbentuk konkaf dan ujung distal clavicula berbentuk konveks. Acromioclavicular joint
memiliki diskus artikular diantara kedua permukaan tulang pembentuk sendi.
Acromioclavicular joint dibungkus oleh kapsul artikularis yang lemah tetapi
diperkuat oleh ligamen acromioclavicularis superior dan inferior. Pada bagian posterior
dan superior sendi juga diperkuat oleh aponeurosis otot upper trapezius dan deltoideus.
Ligamen coracoclavicularis (serabut trapezoideum pada sisi lateral dan serabut
conoideum pada sisi medial) dan ligamen coracoacromialis tidak berhubungan langsung
dengan acromioclavicular joint tetapi ikut membantu menstabilisasi acromioclavicular
joint.

Gambar 6.2. Struktur sendi acromioclavicular

3. Glenohumeral joint
Glenohumeral joint dibentuk oleh caput humeri yang bersendi dengan cavitas
glenoidalis yang dangkal. Glenohumeral joint termasuk sendi ball and socket joint dan
merupakan sendi yg paling bebas pada tubuh manusia.
Caput humeri yang berbentuk hampir setengah bo-la memiliki area permukaan 3 –
4 kali lebih besar daripada fossa glenoidalis scapula yang dangkal se-hingga
memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi pada shoulder. Fossa glenoidalis
diperlebar oleh sebuah bibir/labrum fibrokartilago yang mengelilingi tepi fossa, disebut
dengan “labrum glenoidalis”. Labrum glenoidalis dapat membantu menambah stabilitas
glenohumeral joint. Kapsul artikularisnya kendor dan jika lengan ter-gantung ke bawah
akan membentuk kantong kecil pada permukaan medial, yang disebut “recessus
axillaris”.
Bagian atas kapsul diperkuat oleh lig. coracohumeral dan bagian anterior kapsul
diperkuat oleh 3 serabut lig. glenohumeral yang lemah yaitu lig. glenohumeral superior,
middle dan inferior. Ada 4 tendon otot yang memperkuat kapsul sendi yaitu
supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subscapularis. Keempat otot tersebut dikenal
dengan “rotator cuff muscle”, berperan sebagai stabilitas aktif shoulder joint.
Selain rotator cuff muscle, stabilitas aktif sendi juga dibantu oleh tendon caput
longum biceps brachii. Rotator cuff muscle memberikan kontribusi terhadap gerakan
rotasi humerus dan tendonnya membentuk collagenous cuff disekitar sendi shoulder
sehingga membungkus shoulder pada sisi posterior, superior dan anterior. Ketegangan
dari rotator cuff muscle dapat menarik caput humerus kearah fossa glenoidalis sehingga
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas sendi.

Gambar 6.3. Struktur glenohumeral joint (shoulder joint)

4. Suprahumeral joint
Suprahumeral joint terdiri atas coracoclavicular joint dan coracoacromialis joint.
Kedua sendi tersebut tidak memiliki karakteristik sinovial, kedua tulang hanya
dihubungkan oleh ligamen sehingga tergolong syndesmosis.
Coracoclavicularis joint dibentuk oleh processus coracoideus scapula dan
permukaan inferior clavicula yang diikat oleh lig. coracoclavicularis. Coracoacromialis
joint dibentuk oleh processus coracoideus scapula dan processus acromion scapula yang
diikat oleh lig. coracoacromialis.
Suprahumeral joint memiliki ruang dengan atapnya adalah processus acromion dan
ujung distal clavicula sedangkan dindingnya adalah ligamen coraco acromialis dan
ligamen coracoclavicularis (serabut trapezoideum dan serabut conoideum). Didalam
ruang suprahumeral terdapat struktur jaringan yaitu bursa subacromialis/subdeltoidea,
tendon supraspinatus & tendon caput longum biceps.
Bursa subacromial berperan sebagai bantal dari rotator cuff muscle terutama otot
supraspinatus dari tulang acromioin diatasnya. Bursa subacromial dapat menjadi teriritasi
akibat kompresi yang berulang-ulang selama aksi/pukulan overhead lengan.
5. Scapulothoracic joint
Scapulothoracic joint merupakan pertemuan antara scapula dengan dinding thoraks,
yang dibatasi oleh otot subscapularis & serratus anterior. Scapulothoracic joint
dipertahankan oleh 3 otot trapezius, rhomboid major et minor, serratus anterior & levator
scapula. Otot-otot yang melekat pada scapula melakukan 2 fungsi yaitu :
a. Fungsi pertama ; otot-otot tersebut berkontraksi untuk menstabilisasi regio shoulder.
Sebagai contoh, ketika kopor/tas diangkat dari lantai maka otot levator scapula,
trapezius & rhomboid berkontraksi untuk menyanggah scapula.
b. Fungsi kedua ; otot-otot scapula dapat memfasilitasi gerakan-gerakan upper extremitas
melalui posisi yang tepat dari glenohumeral joint. Sebagai cntoh, selama lemparan
overhead otot rhomboid berkontraksi untuk menggerakkan seluruh shoulder kearah
posterior pada saat humerus horizontal abduksi dan exorotasi selama fase persiapan
melempar. Pada saat lengan dan tangan bergerak ke depan untuk melakukan lemparan,
maka ketegangan otot rhomboid dilepaskan untuk memberikan gerakan ke depan dari
shoulder joint.
B. Defenisi
Frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak
pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya. Frozen shoulder
menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu menjadi mengkerut dan membentuk
jaringan parut ( Cluett, 2007).
C. Etiologi
FrozenShoulder dianggap primer jika gejalanya tidak diketahui sedangkan hasil sekunder
jika penyebabnya diketahui (Walmsley et al, 2009). Ada tiga subkategori Frozen Shoulder
sekunder yaitu meliputi (1) faktor sistemik disebabkan oleh diabetes melitus dan kondisi
metabolik lainnya, (2) Faktor ekstrinsik disebabkan oleh kardiopulmonal, serviks, CVA,
fraktur humerus serta Parkinson, dan (3) faktor instrinsik disebabkan oleh patologi pada
rotator cuff, tendinitis bisipitalis , tendonitis supraspinatus, Capsulitis Adhesiva ( Mcclure
dan Leggin, 2009).

Anda mungkin juga menyukai