Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung iskemik, sering disebut penyakit jantung koroner (PJK) dan
kadang disebut juga sebagai Iskemik Heart Diseases (IHD), menjadi epidemi sejak abad
ke-20 pada kebanyakan negara industri, yang mana penyakit jantung iskemik
merupakan penyebab kematian utama pada orang dewasa. Epidemi tersebut mulai
terlihat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia(1). Di seluruh dunia
diperkirakan 30 % dari semua penyebab kematian diakibatkan oleh penyakit jantung
iskemik(2). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60 % dari seluruh penyebab
kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung iskemik(3). Penyakit tersebut masih
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang dewasa di Eropa dan
Amerika Utara(4). Setiap tahun, di Amerika hampir 500.000 orang meninggal karena
penyakit jantung iskemik(5). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa peringkat penyakit kardiovaskular
sebagai penyebab kematian semakin meningkat(6). Berdasarkan SKRT 1992 penyakit
kardiovaskular menjadi penyebab utama kematian dengan angka sebesar 16,4% dari
seluruh penyebab kematian(7). Persentase kematian akibat penyakit kardiovaskular di
tahun 1998 sekitar 24,4% (6). Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa
kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner adalah
sebesar 26,4 %, dan sampai dengan saat ini penyakit jantung iskemik juga merupakan
penyebab utama kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki usia
menengah(3).
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan
dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalamí
gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada
pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan
yang dipersepsikan sakit oleh individu(8).
Selama tahun 1958-1959 Dorothea Orem sebagai seorang konsultan pada bagian
pendidikan Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan dan berpartisipasi
dalam suatu proyek pelatihan peningkatan praktek perawat (vokasional). Pekerjaan ini
menstimulasi Orem untuk membuat suatu pertanyaan : “Kondisi apa dan kapan
seseorang membutuhkan pelayanan keperawatan?” Orem kemudian menekankan ide
bahwa seorang perawat itu adalah “Diri sendiri”. Ide inilah yang kemudian
dikembangkan dalam konsep keperawatannya “Self Care”. Pada tahun 1959 konsep
keperawatn Orem ini pertama sekali dipublikasikan. Tahun 1965 Orem bekerjasama
dengan beberapa anggota fakultas dari Universitas di Amerika untuk membentuk suatu
Comite Model Keperawatan (Nursing Model Commitee). termasuk Orem melanjutkan
pekerjaan mereka melalui Nursing Development Conference Group (NDCG).
Kelompok ini kemudian dibentuk untuk menghasilkan suatu kerangka kerja konseptual
dari keperawatan dan menetapkan disiplin keperawatan.
Orem mengembangkan teori Self Care Deficit meliputi 3 teori yang berkaitan
yaitu : 1). Self Care, 2). Self care defisit dan 3) nursing system. Ketiga teori tersebut
dihubungkan oleh enam konsep sentral yaitu; self care, self care agency, kebutuhan self
care therapeutik, self care defisit, nursing agency, dan nursing system, serta satu konsep
perifer yaitu basic conditioning factor (faktor kondisi dasar).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Iskemik Heart Disease (IHD)
atau Penyakit Jantung Iskemik di ruang Arjuna 1 Rumah Sakit K.R.M.T
Wongsonegoro.
2. Tujuan Khusus.
a. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien Iskemik Heart Disease (IHD)
b. Untuk mengetahui penerapan aplikasi teori keperawatan dalam asuhan
keperawatan pasien Iskemik Heart Disease (IHD)
c. Untuk mengetahui perbedaan asuhan keperawatan antar kasus Iskemik Heart
Disease (IHD)
d. Untuk mengetahui aplikasi evidence based practice kasus Iskemik Heart Disease
(IHD)
e. Untuk mengetahui reflective practice: masalah yang perlu solusi atau inovasi
terkait dengan kasus Iskemik Heart Disease (IHD).
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Teori Orem
1. Konsep Self Care Dorothea Orem
Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem's adalah : "Suatu
pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri untuk
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraannya sesuai dengan keadaan, baik sehat maupun sakit "(9).
Orem mengembangkan teori Self Care Deficitmeliputi 3 teori
yangberkaitan yaitu : 1). Self Care, 2). Self care deficit dan 3) nursing system.
Ketiga teori tersebut dihubungkan oleh enam konsep sentral yaitu; self care, self care
agency, kebutuhan self care therapeutik, self care defisit, nursing agency, dan
nursing system, serta satu konsep perifer yaitu basic conditioning factor(faktor
kondisi dasar). Self care
Untuk memahami teori self care sangat penting terlebih dahulu
memahami konsep self care, self care agency, basic conditioning factor dan
kebutuhan self care therapeutik..
a. Teori Self care Deficite
Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara
umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan
dibutuhkan. Deficit perawatan diri menjelaskan hubungan antar kemampuan
seseorang dalam bertindak/beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang
perawatan diri, sehingga bila tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka
ia akan memngalami penurunan deficit perawat diri .
b. Teory Nursing System
Nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self
care dan kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self
care agency dan kebutuhan self care therapeutik maka keperawatan akan
diberikan. Nursing agency adalah suatu properti atau atribut yang lengkap
diberikan untuk orang-orang yang telah didik dan dilatih sebagai perawat yang
dapat melakukan, mengetahui dan membantu orang lain untuk menemukan
kebutuhan self care terapeutik mereka, melalui pelatihan dan pengembangan
self care agency.
Orem mengidentifikasi tiga klasifikasi nursing system yaitu:
1) Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System)
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan
bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidamampuan pasien
dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan
bantuan dalam pergerakan, pngontrolan, dan ambulansi serta adanya
manipulasi gerakan. Contoh: pemberian bantuan pada pasien koma.
2) Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System).Merupakan siste
dalam pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian saja dan ditujukan
kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal. Contoh: perawatan
pada pasien post operasi abdomen di mana pasien tidak memiliki
kemampuan untuk melakukan perawatan luka.
3) Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan sistem bantuan yang diberikan
pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan
pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan
agara pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan
pembelajaran. Contoh: pemberian sistem ini dapat dilakukan pada pasien
yang memelukan informasi pada pengaturan kelahiran.
1. Hubungan Teori Orem dengan Keperawatan
a. Manusia
Suatu kesatuan yang di pandang sebagai fungsi secara biologis
simbolik dan sosial serta berinisiasi dan melakukan kegiatan
asuhan/perawatan mandiri untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan
dan kesejahteraan. Kegiatan asuhan keperawatan mandiri terkait dengan
Udara yaitu menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida, Air,
Makanan, Eliminasi mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh
melalui sekresi urin (air kencing) dan feses. Kegiatan dan istirahat, Interaksi
sosial.

b. Lingkungan
Sekitar individu yang membentuk sistem terintegrasi
(menyatu) dan interaktif (iteraksi).

c. Kesehatan
Suatu keadaan yang dicirikan oleh keutuhan struktur manusia yang
berkembang dan berfungsi secara fisik dan jiwa yang meliputi aspek fisik,
psikologik , interpersonal dan sosial.. Kesejahteraan berhubungan dengan
kesehatan , keberhasilan dalam usaha dan sumber yang memadai.
d. Keperawatan
Pelayanan yang membantu manusia dengan tingkat ketergantungan
sepenuhnya atau sebagian pada bayi, anak dan orangb dewasa, ketika
mereka, orang tua mereka, wali atau orang dewasa lain yang bertanggung
jawab terhadap pengasuhan atau perawatan pada mereka tidak lagi mampu
merawat atau mengawasi mereka. Upaya kreatif manusia ditunjukan untuk
menolong sesama.
2. Asuhan Keperawatan Keluarga menurut Dorthea Orem
1) Pengkajian / Riwayat keperawatan
Pengkajian yang harus dilakukan menurut Orem diawali dengan
pengkajian personel keluarga yang meliputi : usia, sex, tinggi badan, berat
badan, budaya, ras, status perkawinan, agama dan pekerjaan keluarga.
Menurut Orem pengkajian juga didasarkan pada 3 ( tiga ) kategori
perawatan diri keluarga yang meliputi :
1) Universal self care
Kebutuhan yang berkaitan dengan proses hidup manusia, proses
mempertahankan integritas, struktur dan fungsi tubuh manusia selama siklus
kehidupan berlangsung yang meliputi: tempat tinggal, sanitasi, makanan,
udara yang bersih, keamanan, resolusi konflik, pendidikan pada anak,
komunikasi dalam keluarga, standard kepercayaan dan perilaku, solitude dan
interaksi social.
2) Developmental self care
Kebutuhan-kebutuhan yang dikhususkan untuk proses perkembangan,
kebutuhan akibat adanya suatu kondisi yang baru, kebutuhan yang dihubungkan
dengan suatu kejadian. Meliputi: perubahan tempat tinggal, perubahan pola
konsumsi makanan, mekanisme untuk mempertahankan keamanan akibat
adanya perubahan pola kriminalitas, lingkungan yang tidak
mendukung/berbahaya, konflik keluarga, perkembangan perubahan informasi
dan sosialisasi.
3) Health deviation
Kebutuhan berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan
seperti: kondisi sakit atau injury, atau kecelakaan yang dapat menurunkan
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan self care- nya baik secara
permanen maupun temporer, sehingga keluarga tersebut memerlukan bantuan
orang lain.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berfokus pada empat fungsi keluarga yang
telah diidentifikasi dan dampak dalam memenuhi therapeutic self care
demand pada individu anggota keluarga dan pada struktur dan fungsi
keluarga. Contoh : komunikasi antara suami istri, komunikasi pada anak,
perilaku interpersonal anggota keluarga.
3) Perencanaan
Orem mendefinisikan 5 area aktivitas praktek keperawatan :
1) Membina dan menjaga hubungan perawat – keluarga (individu, keluarga
dan kelompok) sampai keluarga pulang.
2) Menentukan jika dan bagaimana keluarga perlu ditolong oleh perawat.
3) Berrespon pada pertanyaan, kebutuhan dan keinginan keluarga akan
kontrak dan asistennya.
4) Menetapkan, memberikan dan meregulasi bantuan
langsung pada keluarga
5) Koordinasi dan integrasi keperawatan dengan kegiatan sehari-hari kien,
perawatan kesehatan lain, pemberian pelayanan sosial dan pendidikan
yang di butuhkan atau yang sedang diterima.
4) Implementasi
Orem memandang implemenatasi keperawatan sebagai asuhan
kolaboratif dengan saling melengkapi antara keluarga dan perawat, dengan
kata lain perawat bertindak dalam berbagai cara untuk meningkatkan
kemampuan keluarga.
e. Evaluasi
Orem tidak menuliskan secara spesifik tentang evaluasi, akan tetapi ia
mengemukakan bahwa keluarga membutuhkan kemandirian dalam hal
mengatai masalah kesehatannya.
B. Konsep iskemik Heart Diseases (IHD)
1. Definisi
Penyakit Jantung Iskemik adalah keadaan berkurangnya pasokan darah pada
otot jantung yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas
yang beragam dan dapat manjalar ke lengan serta rahang.
2. Etiologi
Penyebab terbanyak iskemik jantung adalah berkurangnya pemasukan
darah pada otot jantung yang disebabkan kareana penyumbatan oleh thrombus
pada arteri koronaria yang berpenyakit di daerah dekat aterosklerotik.
3. Patofisiologi
Iskemik jantung terjadi karena permintaan oksigen jantung melebihi
kemampuan arteri koronaria karena aterosklerosis. Jika kebutuhan oksigen
jantung tidak terpenuhi dari penyaringan maksimum, dan aliran darah koronaria
akan meningkat melalui vasodilatasi dan peningkatan aliran darah rata-rata.
4. Tanda Dan Gejala
a. Tahap awal = tidak tampak gejala yang berarti
b. Tahap lanjut = Angina Pectoris ( rasa panas dan berat pada dada dan
menyebar ke lengan kiri, leher dan pundak, serta napas berbunyi ).
c. Gejala Lain : Banyak keringat dingin, berdebar-debar , sesak napas, mual dan
muntah, meningkatnya tekanan vena jugularis
5. Faktor Resiko
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Faktor genetik = CAD, diabetes, hipertensi, aterosklerosis.
2) Faktor usia = Paling banyak terjadi pada usia 65 tahun ke atas.
3) Faktor genre = wanita lebih berpotensi karena dipandang dari faktor
stress dimana terjadi peningkatan tekanan darah dan penggunaan obat
KB.
4) Faktor ras dan herediter
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
1) Peningkatan serum lemak
2) Hipertensi
3) Merokok
4) Obesitas
5) Peningkatan serum kolesterol
6) Stress dalam kehidupan sehari-hari
7) Kurang olahraga
8) Hiperurisemia
9) Penggunaan obat tertentu : progestins, kortikosteroid, dan cyclosporin..
6. Penatalaksanaan
a. Modifikasi faktor resiko
1) Berhanti merokok
2) Mengatur pola makan : rendah lemak dan kolesterol
3) Kurangi stress
4) Menjaga berat tubuh ideal
5) Pembedahan
6) Transplantasi
b. Pengobatan
1) β-Bloker
2) β-Adrenoreceptor bloker
3) Propanolol®
4) Nitrat
5) Cedocard
6) Antagonis Saluran Ca
7) Carditen
8) Cardiover
9) Obat Anti Platelet
BAB III
PASIEN KELOLAAN
DATA PASIEN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. DATA UMUM
1. Nama inisial pasien : Tn. P
2. Umur : 47 Tahun
3. Alamat : Jl. Plamongan Peni I-C RT 02 RW 08 Pedurungan -
Kota Semarang
4. Agama : Islam
5. Tanggal masuk RS/RB : 15 Agustus 2017
6. Nomor Rekam Medis : 396743
7. Diagnosa medis : IHD (Ischaemic Heart Disease)
8. Bangsal : Ruang Arjuna 1 (Ruang Perawatan Jantung)
B. PENGKAJIAN 13 DOMAIN NANDA
1. HEALTH PROMOTION
a. Kesehatan Umum:
- Alasan masuk rumah sakit: Sesak, nyeri dada
- Tekanan darah : 150/80 mmHg
- Nadi : 78 x/mnt
- Suhu : 36,5°C
- Respirasi : 28 x/mnt
- Saturasi : 98 %
b. Riwaya Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS mengeluh sesak napas, nyeri dada, nyeri ulu hati.
Kemudian pasien dirawat di Arjuna 1 (satu), Kesadaran Composmetis GCS E4
0
V5 M6 Tekanan darah 160/80 mmHg, Nadi 76 x/menit, suhu 36,8 C RR 32
x/menit, Spo2 98 %, pemberian 02 canul 4 liter permenit,
c. Riwayat masa lalu (penyakit, kecelakaan,dll):
Pasien pernah dirawat 2x di RS dengan keluhan sesak napas
d. Riwayat pengobatan : Tidak ada
e. Kemampuan mengontrol kesehatan:
Yang dilakukan bila sakit : berobat di puskesmas atau rumah sakit
f. Faktor sosial ekonomi (penghasilan/asuransi kesehatan, dll):
Pasien memiliki asuransi kesehatan BPJS Non PBI.
g. Pengobatan sekarang:
Inj. Mecobalamin 1 x 1 gr, Digoxin tab 1 x ½, Inj. Furosemide, 1 x 40 mg,
Nitrokaf 2 x 2,5 mg, Inj. Ketorolak 3 %
2. NUTRITION
(Antropometri) meliputi BB, TB, LK, LD, LILA, IMT:
BB biasanya : 80 kg dan BB sekarang: 80 kg TB: 160 cm
a. (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abormal:
- Jumlah Lekosit 14.1 /uL,Gula darah sewaktu 128 mg/dL, Creatinin 1,5
mg/dL, Kolesterol Total 211 mg/dL, Trigliserida 201 mg/dL
b. (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa bibir,
conjungtiva anemis/tidak:
c. (Diet) meliputi nafsu, jenis, frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah
sakit: Pasien mendapatakan diet dari Rumah Sakit 3 kali/hari pasien mampu
menghabiskan 2/3 porsi.
d. (Enegy) meliputi kemampuan pasien dalam beraktifitas selama di rumah sakit:
Pasien hanya bedrest di tempat tidur, semua kebutuhan dibantu perawat dan
keluarga.
e. (Faktor) meliputi penyebab masalah nutrisi: (kemampuan menelan,
mengunyah,dll)
Pasien mampu untuk menelan dan mengunyah makanan yang telah disediakan.
f. Penilaian Status Gizi
Pasien mendapatkan diet lunak redah garam rendah kolesterol 3 kali/sehari
ditambah makanan selingan (snack)
g. Pola asupan cairan
Makanan 1200 cc, air 650 cc, infus Ringer Laktat 60 cc/jam (20 tetes/menit).
h. Cairan masuk
Makanan 3 x 400 cc = 1200 cc/24 jam, Air mineral = 650 cc/24 jam, Ringer
Lantat 60 cc/jam (20 tetes/menit) = 1440 cc/24 jam
i. Cairan keluar
Urine : 3000 cc/24 jam
j. Penilaian Status Cairan (balance cairan)
Cairan masuk – cairan keluar, Intake : 3.290 cc, Output 3000 cc = 3.290-3000 =
+290 cc
k. Pemeriksaan Abdomen (sistem elimination juga)
Inspeksi : Permukaan abdomen rata, dinding abdomen simetris, tidak
terdapat sikatrik atau lesi, Pergerakan dinding perut normal, tidak
terdapat massa abnormal.
Auskultasi : Bising Usus 12 kali permenit, tidak terdengar suara arteri.
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran pada hati, limpa, tidak ada
pembesaran tumor, tidak ada nyeri tekan pada salah satu kuadran,
tidak terdapat distensi kandung kemih
Perkusi : Kuadran I: suara redup hepar, Kuadran II: suara timpani,
Kuadran III: Suara Timpani gaster, Kuadran IV: Suara Timpani.
3. ELIMINATION
a. Sistem Urinary
1) Pola pembuangan urine (frekuensi, jumlah, ketidaknyamanan)
Pasien terpasang dower cateter no.14, produksi urine 3000 cc dalam 24 jam,
warna kuning jernih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi kandung kemih.
2) Riwayat kelainan kandung kemih
Tidak terdapat riwayat kelainan kandung kemih.
3) Pola urine (jumlah, warna, kekentalan, bau)
3000 cc/24 jam, warna kuning jernih
4) Distensi kandung kemih/retensi urine
Tidak terdapat distensi kandung kemih dan retensi urine.
b. Sistem Gastrointestinal
1) Pola eliminasi
Pasien belum BAB selama MRS
2) Konstipasi dan faktor penyebab konstipasi
Tidak terdapat konstipasi.
c. Sistem Integument
Kulit (integritas kulit/hidrasi/turgor /warna/suhu) Turgor kulit sedang, warna
sawo matang, akral dingin, suhu 36,5 °C
4. ACTIVITY/REST
a. Istirahat/tidur
1) Jam tidur : Malam 22.00 – 05.00
2) Insomnia : Tidak ada
3) Pertolongan untuk merangsang tidur: tidak ada
b. Aktivitas
1) Bantuan ADL : Semua kegiatan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarga
2) Kekuatan otot :
4 4
4 4

3) ROM : Aktif
c. Cardio respons
Tidak ada kelainan
d. Pulmonary respon
1) Penyakit sistem nafas : Tidad ada
2) Penggunaan O2 : Oksigen 4 Liter/ menit
3) Kemampuan bernafas : Spontan, retraksi dada (-)
4) Gangguan pernafasan (batuk, suara nafas, sputum, dll) :
Suara nafas snoring
5) Pemeriksaan paru-paru
a) Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan, takipnue.
b) Palpasi : Vocal premitus
c) Perkusi : Sonor
d) Auskultasi : Suara nafas ronchi saat inspirasi dan ekspirasi
5. PERCEPTION/COGNITION
Penginderaan Normal, Bahasa yang digunakan Bahasa jawa dan indonesia

6. SELF PERCEPTION
a. Self-concept/self-esteem
Perasaan cemas/takut : Cemas
7. ROLE RELATIONSHIP
Peranan hubungan (Hubungan pasien dengan istri dan anak baik)
8. SEXUALITY
Tidak terkaji
9. COPING/STRESS TOLERANCE
Rasa sedih/takut/cemas : Cemas
10. LIFE PRINCIPLES
Tidak terkaji
11. SAFETY/PROTECTION
Tidak terdapat riwayat alergi dan Gangguan/resiko (komplikasi immobilisasi, jatuh,
aspirasi, disfungsi neurovaskuler peripheral, kondisi hipertensi, pendarahan,
hipoglikemia, Sindrome disuse, gaya hidup yang tetap) : Tidak ada resiko jatuh,
resiko aspirasi.
12. COMFORT
a. Kenyamanan/Nyeri
Nyeri timbul ketika melakukan aktivitas dengan skala 6, rasa tidak nyaman lain
yang dirasakan adalah sesak.
13. GROWTH/DEVELOPMENT
Pertumbuhan dan perkembangan : Tidak terkaji, pasien dewasa.

C. DAFTAR MASALAH
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan iskemik, kerusakan
otot jantung, penyumbatan/ penyempitan pembuluuh darah arteri koronaria
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplay oksigen miokard dan kebutuhan,
adanya iskemia jariangan miokard.
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan (NANDA) NOC NIC


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan - Circulation status Peripheral sensation management
perifer berhubungan dengan iskemik, - Tissue perfusion : Cerebral (manajemen sensasi perifer) :
kerusakan otot jantung,
penyumbatan/ penyempitan Kriteria hasil: 1. Batasi gerak pada kepala, leher dan
pembuluuh darah arteri koronaria Medemonstrasikan status sirkulasi punggung
ditandai dengan: yang ditandai dengan: 2. Monitor nyeri dada (durasi, intensitas
- Tekanan systole dan diastole dalam dan faktor-faktor presipitasi)
S: Pasien mengatakan nyeri dada dan rentan normal 3. Observasi perubahan ECG
sesak - Tidak ada ortostatik hipertensi 4. Auskultasi suara jantung dan paru
O: - Tidak ada tanda peningkatan 5. Monitor irama dan jumlah denyut
- CRT < 2 detik tekanan intracranial jantung
- Akral dingin 6. Monitor elektrolit (potassium dan
- Terpasang 02 4 Lpm Mendemonstrasikan kemampuan magnesium)
- GCS = E4 V5 M6 kognitif yang ditandai dengan : 7. Monitor status cairan
- Kesadaran = CM - Berkomunikasi dengan jelas dan 8. Evaluasi oedem perifer dan denyut
sesuai kemampuan nadi
- Menunjukkan perhatian, 9. Monitor peningkatan kelelahan dan
konsentrasi dan orientasi kecemasan
- Membuat keputusan dengan benar 10. Instruksikan pada pasien untuk tidak
mengejan selama BAB
11. Jelaskan pembatasan intake kafein,
sodium, kolesterol dan lemak
12. Kelola pemberian obat-obat:
analgesik, anti koagulan, nitrogliserin,
vasodilator dan diuretik.
13. Tingkatkan istirahat (batasi
pengunjung, kontrol stimulasi
lingkungan)
2. Gangguan pertukaran gas - Respiratory status: Gas exchange Airway management
berhubungan dengan ventilasi- - Respiratory status: ventilation 1. Posisikan pasien untuk
perfusiditandai dengan : memaksimalkan ventilasi
Kriteria hasil: 2. Lakukan fisioterapi dada (clapping dan
S : Pasien mengatakan sesak. - Mendemonstrasikan peningkatan vibration)
O : ventilasi oksigen yang adekuat 3. Auskultasi adanya suara napas
- RR : 28x/mnt - Memelihara kebersihan paru-paru tambahan
- TD : 150/ 80 mmHg dan bebas dari tanda distress 4. Monitor respirasi dan status O2
- Nadi : 78 x/ menit pernapasan Respiratory monitoring
- Sp02 : 98 % - Mendemonstrasikan batuk efektif 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama
dan suara napas yang bersih, tidak dan usaha respirasi
ada sianosis dan dispnea (mampu 2. Catat pergerakan dada, amati
mengeluarkan sputum, mampu kesimetrisan, penggunaan otot
bernapas dengan mudah, tidak ada tambahan, retraksi otot supraklavikular
prused lips) dan intercostal
- Tanda vital dalam rentang normal 3. Monitor pola napas: bradipnea,
takipnea, kussmaul, hiperventilasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan - Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan pasien
dengan suplay oksigen miokard dan - Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
kebutuhan, adanya iskemia jariangan - Konservasi eneergi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
miokard ditandai dengan: kelelahan
Kriteria Hasil : 3. Monitor nutrisi dan sumber energi
S: - - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang adekuat
O: tanpa disertai peningkatan tekanan 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan
- RR: 30x/mnt darah, nadi dan RR fisik dan emosi secara berlebihan
- Semua kegiatan pasien dibantu - Mampu melakukan aktivitas sehari 5. Monitor respon
perawat hari (ADLs) secara mandiri kardivaskuler terhadap aktivitas
- Keseimbangan aktivitas dan istiraha (takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
7. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
8. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
9. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
10. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
11. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
12. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
13. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Kode
Tanggal
Dx Tindakan Keperawatan Respons
/Jam
Kep.
Peripheral sensation management (manajemen
17 Agst 17 1 sensasi perifer):
1. Membatasi gerak pada kepala, leher dan 1. Pasien merasa nyaman, dengan
08.30 punggung pembatasan gerak.
2. Memonitor nyeri dada (durasi, intensitas dan 2. Nyeri dada berkurang, skala nyeri 3.
faktor-faktor presipitasi) 3. EKG
3. Mengobservasi perubahan ECG - ST segment depresi
4. Mengauskultasi suara jantung dan paru - T wave lateral
5. Memonitor irama dan jumlah denyut jantung 4. - Ronchi (-), Wheezing (-) suara jantung
6. Memonitor status cairan - Bunyi S2 dan S2 tunggal reguler
7. Mengevaluasi oedem perifer dan denyut nadi - Tidak terdengar bunyi S3 dan S4.
8. Memonitor peningkatan kelelahan dan 5. HR : 88 x/ menit.
kecemasan 6. Pasien mendapatkan terapi cairan Ringer
9. Menginstruksikan pada pasien untuk tidak Laktat 60 cc/jam (20 tetes/menit)
mengejan selama BAB 7. Tidak terdapat oedome pada daerah
10. Menjelaskan pembatasan intake kafein, sodium, perifer.
kolesterol dan lemak 8. Pasien sudah dapat mengerti penyakitnya
11. Mengelola pemberian obat-obat: analgesik, anti dan bisa menerimanya.
koagulan, nitrogliserin, vasodilator dan diuretik. 9. Selama dirumah sakit belum pernah BAB.
12. Meningkatkan istirahat (batasi pengunjung, 10. Pasien mengerti dan mematuhi apa yang
kontrol stimulasi lingkungan) disampaikan.
11. Pasien mendapatkan terapi :
- Inj. Mecobalamin 1 x 1 gram
- Digoxin tab 1 x ½
- Inj. Furosemide 1 x 40 mg
- Nitrokaf 2 x 2,5 mg
- Inj. Ketorolac 3 x 1 amp.
12. Pasien dapat istrahat dengan membatasi
pengunjung.
Airway management Airway management
17 Agst 17 2 1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan 1. Pasien diposisikan elevasi 35 0
ventilasi 2. Tidak terdapat suara napas tambahan
10.00 2. Mengauskultasi adanya suara napas tambahan Ronchi (-) Wheezing (-)
3. Monitor respirasi dan status O2 3. RR = 22 x/ menit
Sp02 = 99 %
Respiratory monitoring
1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha Respiratory monitoring
respirasi 1. Tidak tidak terdapat napas cupping
2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, hidung, irama teratur.
penggunaan otot tambahan, retraksi otot 2. Pergerakan dada simetris, tidak terdapat
supraklavikular dan intercostal penggunaan tambahan otot pernapasan,
3. Monitor pola napas: bradipnea, takipnea, 3. Bradipnea (-), Takipnea (-), Kussmaul (-),
kussmaul, hiperventilasi hiperventilasi (-), RR = 22 x/ menit.
1. Mengobservasi adanya pembatasan pasien dalam 1. Pasien beraktivitas ditempat tidur.
17 Agst 17 3 melakukan aktivitas 2. Pasien terlalu banyak gerak menyebabkan
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan sesak.
12.00 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat 3. Pasien mendaptkan diet lunak rendah
4. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas garam rendah kolesterol dari RS sebanyak
(takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, 3 kali/ hari.
pucat, perubahan hemodinamik) 4. TD = 140/80 mmHg
5. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat N = 97 x/ menit
pasien RR = 22 x/ menit
6. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas S = 36,7 0C
yang mampu dilakukan Pucat (-)
7. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan 5. Pasien bisa tidur siang ± 2 jam dan malam
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang ± 7 jam.
diinginkan 6. Pasien bisa makan sendiri dengan psosisi
8. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual setengan duduk (35 0).
7. Kebutuhan pasien sperti air minum
disiapkan disamping pasien.
8. Pasien dapat memahami penyakitnya dan
dapat menerimanya serta berdoa pada
tuhan.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Aplikasi Teori Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan.


Aplikasi teori keperawatan Orem (Self Care) dalam asuhan keperawatan pada
pasien Iskemik Heart Disease (IHD) sering juga disebut Penyakit Jantung Koroner (PJK)
meliputi :
1. Universal Self care
a) Kebutuhan Oksigen
Pergerakkan dada simetris, pasien bernapas spontan dengan menggunakan O2
Kanul 4 Lpm, frekuensi napas 28 x/menit, irama teratur, batuk (-), Ronchi (-),
Wheezing (-), Pernapasan cuping hidung (-)
b) Kebutuhan Cairan
Keseimbangan cairan tanggal 15 Agustus 2017 : Intake Makanan 3 x 400 cc =
1200 cc/24 jam, Air mineral 650 cc/jam, Cairan Infus Ringer Laktat 1440 cc/24
jam. Outpus Urin 3000 cc/24 jam. Balance Cairan : Input 3.290, output 3000
(3.290-3000 =+290 jam) terjadi kelebihan cairan sebanyak 290 cc/24 jam.
c) Kebutuhan Nutrisi
Pasien mendapatkan diet lunak rendah garam rendah kolesterol 3 kali sehari,
tidak terdapat nyeri ulu hati, nafsu makan baik, mampu mengabiskan 2/3 porsi,
BB saat ini 80 kg , TB 160 cm, IMT 31,25 kg/m2 reflek menelan normal.
d) Kebutuhan Eliminasi
Selama dirumah sakit pasien belum BAB, bising usus 12 x/menit. Pasien
menggunakan dower cateter no.14, produksi urin 3000 cc/ 24 jam, bau khas
urine, nyeri saat BAK (-).
e) Kebutuhan Sosial
Pasien mengatakan berhubungan baik dengan orang-orang sekitarnya, istri dan
anak-anaknya adalah orang yang paling di cintai dan disayangi.
f) Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan selama di RS pasien biasa tidur jam 22.00 s/d 05.00 shubuh,
tidak ada insomnia, dan pasien mengatakan cepat sekali untuk tidur.
g) Konsep diri
Pasien merasa bahwa apa yang terjadi pada dirinya akibat dari pola hidupnya
yang kurang sehat. Pasien selalu bertanya tentang apa yang harus dilakukannya
setelah pulang dari rumah sakit agar kondisinya lebih baik dari sekarang.
2. Devolopment Self care
a) Identitas
1) Usia : 47 Tahun
2) Jenis kelamin : Laki-laki
3) Pendidikan : S1
4) Agama : Kristen
5) Pekerjaan : Wiraswasta
b) Penyakit keturunan.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien saat
ini.
c) Persepsi terhadap penyakitnya.
Setelah dinyatakan menderita penyakit jantung koroner pasien sudah dapat
menerima kondisi sakitnya dan berharap untuk nyeri dada dan sakit jantungnya
ini bisa ditangani dan sembuh.
d) Pengetahuan terhadap penyakit.
Pasien baru saat ini mengetahui penyakit jantung, sebelumnya tidak mengerti
dari penyakitnya, setelah dijelaskan pasien mengerti dan memahaminya.
3. Health Deviation
a) Tindakan preventif yang dilakukan untuk mengatasi masalah.
Pasien mengatakan setelah keluar dari rumah sakit, ingin meninggalkan
kebiasaan merokok, setiap hari pasien mampu menghabiskan 2 bungkus, dan
kebiasaan begadang malam ingin ditinggalkan.
b) Halangan untuk melakukan tindakan preventif
Pasien selama ini sudah berusaha ingin meninggalkan kebiasaan merokok, tetapi
dipengaruhi ada teman-teman yang merokok di dekatnya pada saat begadang
malam.

B. Pembahasan Asuhan Keperawatan


Penurunan curah jantung sebagai akibat penurunan kontraktilitas merupakan
dampak dari kerusakan miocardial akibat obstruksi aliran koroner. Penurunan curah
jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh(10). Kondisi ini dapat mengancam integritas struktur jantung
yang dampak akhirnya akan menurunkan cardiac output yang akan menurunkan suplai
oksigen ke jaringan sehingga akan menghasilkan metabolisme anaerob(11). Metabolisme
anaerob akan menghasilkan sumber energi yang minimal sehingga akan menghambat
segala fungsi dan aktifitas kehidupan pasien(12).
Gangguan pertukaran gas terjadi oleh karena perubahan membran kapiler alveolar
akibat akumulasi cairan pada vaskular paru sekunder karena heart failure. Gangguan
pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi karbon
dioksida pada membran kapiler alveolar(10). Pertukaran gas membutuhkan syarat
keseimbangan antara ventilasi dan perfusi serta normalitas membran kapiler alveolar.
Kondisi heart failure menimbulkan perfusi paru yang tidak adekuat ditambah kondisi
membran kapiler alveolar yang tidak mendukung difusi pertukaran gas. Kondisi
ketidakseimbangan ventilasi perfusi, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas.
Gangguan pertukaran gas akan semakin memperburuk status oksigenasi sel dan jaringan
yang akhirnya akan mencetuskan metabolisme anaerab sehingga menimbulkan
kelemahan dan intoleransi aktifitas.
Intoleransi aktifitas dimanifestasikan dengan kelemahan pasien akibat
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Intoleransi aktifitas adalah
ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjukan dan menyelesaikan
aktifitas kehidupan sehari-hari yang perlu dilakukan(10). Integritas struktur jantung yang
terganggu karena myocardial infarction dan heart failure menjadikan penurunan cardiac
output yang berdampak pada kurangnya suplai oksigen jaringan dan seluler sehingga
mengakibatkan metabolisme tidak optimal yang akan menghasilkan kekurangan energi.
Temuan diagnosa keperawatan ini sesuai dengan hasil penelitian Wilson and McMillan,
bahwa 70% pasien heart failure mengalami kekurangan energi. Pasien heart failure
sebanyak 38,6% menunjukkan manajemen energi yang kurang baik(13, 14).

C. Pembahasan Aplikasi Evidance Based Practice.


Penerapan Evidance Based pada pasien Iskemik Heart Disease (IHD) dengan
menggunakan tekhnik Realaxation Response mengalami penurunan strees dan masker
fisiologis stres. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian John (2009) yang juga menemukan
penurunan skor stres dan marker fisiologis stres(15).
Pasien yang dirawat dengan IHD memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami
komplikasi akibat stres (stress-induced complication). Pasien dengan IHD mengalami
risiko peningkatan frekuensi jantung dan tekanan darah yang berakibat pada efek yang
merugikan seperti peningkatan beban kerja jantung, kerusakan endotel, dan perburukan
iskemia miokard. Stres juga memainkan peran inti dalam metabolisme glukosa melalui
perantaraan counter-regulatory hormone yang mengakibatkan peningkatan kadar glukosa
darah dan penurunan aksi insulin. Peningkatan kadar glukosa darah dapat menginduksi
perubahan elektrofisiologi, meliputi distritmia yang mematikan, dan diketahui pula dapat
mengaktivasi rangkaian proses inflamasi(16).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh John (2009) menunjukkan bahwa teknik
relaxation response dapat menstimulasi munculnya modulasi dan pengaturan terhadap
efek fisiologis stres yang diakibatkan oleh aktivasi sistem saraf simpatis. Relaxation
response diyakini sebagai pengimbang respons neuroendokrin terhadap stres. Relaxation
response menimbulkan penurunan aktivitas sistem saraf simpatis yang menyebabkan
penurunan metabolisme, frekuensi jantung, tekanan darah, frekuensi napas dan
ketegangan otot. Sehingga pemberian relaxation response dapat dijadikan sebagai suatu
intervensi untuk mengurangi stress hyperglycemia dan penanda fisiologis stres lainnya
akibat aktivasi sistem saraf simpatis pada pasien dengan IHD(15).
Lebih lanjut Jacobs (2001) mengemukakan bahwa relaxation response memiliki
efek terapi dengan menurunkan aktivasi sistem saraf simpatis, meningkatkan aktivitas
sistem saraf parasimpatis dan memperbaiki homeostasis keseimbangan antara fungsi
simpatis/parasimpatis, dengan cara mengurangi efek overaktivasi respon fight-orflight.
Relaxation response berfungsi sebagai mekanisme proteksi terhadap stres dengan
menghilangkan efek membahayakan dari respon neuroendokrin terhadap stres(17).
Krantz et al (2000) mengemukakan bahwa respon hemodinamik dan
neuroendokrin terhadap stres ditandai dengan pelepasan katekolamin dan kortikosteroid
yang akan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah. Pada pasien dengan
aterosklerosis, perubahan fisiologis ini akan meningkatkan kerentanan terhadap iskemia
miokard, trombosis koroner dan infark miokard. Stres menginduksi aktivasi sistem saraf
otonom yang akan memicu clinical cardiovascular event melalui peningkatan
aterosklerosis dan/atau disfungsi endotel koroner, atau secara langsung melalui
perangsangan lethal arrhythmia akibat perubahan transmisi neural jantung. Lebih lanjut,
bukti-bukti menunjukkan bahwa pada pasien IHD, acute clinical event sering terjadi
akibat dipicu oleh stres mental. Stres mental juga dapat mengakibatkan paradoxical
arterial vasoconstriction yang akan merusak endotel koroner yang akan mengarah kepada
oklusi dan iskemia miokard. Sehingga lebih lanjut, stres akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel.
D. Pembahasan Reflective Practice : Masalah yang perlu solusi atau inovasi.
Kegiatan dalam pelaksanan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi keadaan umum dapat mengambarkan kesadaran, ekspresi, dan kondisis
fisik pasien. Hal ini didukung Potter & Perry (2006) bahwa keadaan umum dapat
mempengaruhi nyeri, karena ketika rasa nyeri muncul kondisi pasien dapat berubah-ubah
seperti gelisah, wajah mengkerut dan tampak memegangi punggung. Respon yang
didapat yaitu pasien tampak lemah. Implementasi selanjutnya yaitu mengkaji tanda-tanda
vital karena menurut penulis perubahan tanda vital dapat mempengaruhi nyeri. Hal ini
sejalan dengan pengelolaan pasien yang dilakukan oleh (18) bahwa melakukan observasi
terhadap keadaan umum pasien IHD, dilakukan secara periodik untuk memantau
perubahan hemodinamik pasien yang cepat berubah.
Tindakan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ayudianningsih,
2009) bahwa pengkajian nyeri dilakukan untuk dapat menentukan penatalaksanaan nyeri
secara tepat. Klien bisa menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Terkadang nyeri
bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu mencatat kata-kata
yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab informasi berpengaruh
besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Iskemik Heart Diseases (IHD) adalah Iskemik jantung atau iskemia miokard, yang
ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung , biasanya karena
penyakit arteri koroner ( aterosklerosis dari arteri koroner ).
2. Teori keperawatan self-care (orem) adalah teori kemandirian yang diberikan kepada
pasien yang meilputi 3 teori yang berkaitan yaitu : 1). Self Care, 2). Self care defisit
dan 3) nursing system. Ketiga teori tersebut dihubungkan oleh enam konsep sentral
yaitu; self care, self care agency, kebutuhan self care therapeutik, self care defisit,
nursing agency, dan nursing system, serta satu konsep perifer yaitu basic
conditioning factor (faktor kondisi dasar).
3. Pada pasien dengan gangguan kardiovasculer terjadi peningkatan strresor, tekhnik
Relaxation response memiliki efek terapi dengan menurunkan aktivasi sistem saraf
simpatis, meningkatkan aktivitas sistem saraf parasimpatis dan memperbaiki
homeostasis keseimbangan antara fungsi simpatis/parasimpatis, dengan cara
mengurangi efek overaktivasi respon fight-orflight. Relaxation response berfungsi
sebagai mekanisme proteksi terhadap stres dengan menghilangkan efek
membahayakan dari respon neuroendokrin terhadap stres.
B. Saran.
1. Untuk mempermudah dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan system kardiovaskuler (IHD), perlu dibuat suatu acuan atau pedoman
aplikatif dalam pengembangan format asuhan keperawatan berdasarkan Teori Self-
care (orem)
2. Untuk meningkatkan adaptasi pasien gangguan system Kardiovaskuler terhadap
perubahan status kesehatannya, perlu ditingkatkan penerapan intervensi keperawatan
berdasarkan pembuktian ilmiah.
3. Pada pasien-pasien dengan penyakit Gangguan kardiovaskuler (IHD) yang
membutuhkan perawatan jangka panjang, perlu dilakukan peningkatan Self Efficacy
melalui pemberian edukasi terstuktur. Perawat perlu melakukan pengembangan
metode dan media edukasi agar informasi kesehatan yang disampaikan dapat
dipahami oleh pasien dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ayudianningsih, Novarizki Galuh. (2009). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur Di
Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. (Skripsi), Universitas Muhamadiyah
Surakarta, Surakarta.
.
Febriana, Galuh. (2015). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Tn P
Di Ruang Kenanga B14 Rsud Dr Soedirman Kebumen (Studi Kasus), Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong, Gombong.

Krantz, D.S., Sheps, D.S., Carney, R.M., & Natelson, B.H. (2000). Effects of Mental Stress
in Patients With Coronary Artery Disease, Evidence and Clinical Implications.
Journal of American Medical Association, 283 (14): 1800- 1802.
Herdman, T. H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &
Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Moser, D. K., & Riegel, B. (2008). Cardiac Nursing: A Companion To Braunwald's Heart
Disease. St. Louis, Missouri: Saunders, Elsevier Inc.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes (7 ed. Vol. 1-2). St. Louis, Missouri: Mosby inc.; Elsevier Inc.
Theroux, P. (2011). Acute Coronary Syndromes: A Companion to Braunwald'sHeart Disease
(second ed.). Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Wilson, J., & McMillan, S. (2013). Symptoms Experienced by Heart Failure Patients in
ospice Care. Journal of Hospice & Palliative Nursing, 15(1), 13-21. doi:
10.1097/NJH.0b013e31827ba343.
Wong, V.W., McLean, M., Boyages, S.C. & Cheung, N.W. (2004). C-reactive protein levels
following acute myocardial infarction: Effect of insulin infusion and tight glycemic
control. Diabetes Care, 27(12), 2971-2973.

1. Schoen C, Osborn R, Huynh PT, Doty M. Taking the pulse of health care
systems: experiences of patients with health problems in six countries. Health affairs.
2005;24:W5.
2. Rudd JH, Myers KS, Bansilal S, Machac J, Pinto CA, Tong C, et al.
Atherosclerosis inflammation imaging with 18F-FDG PET: carotid, iliac, and femoral
uptake reproducibility, quantification methods, and recommendations. Journal of
Nuclear Medicine. 2008;49(6):871-8.
3. Supriyono M. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia< 45 Tahun (Studi Kasus di RSUP Dr.
Kariadi dan RS Telogorejo Semarang): Program Pascasarjana Universitas Diponegoro;
2008.
4. Reeson AF, Wilson K, Gunn A, Hails RS, Goulson D. Baculovirus resistance in
the noctuid Spodoptera exempta is phenotypically plastic and responds to population
density. Proceedings of the Royal Society of London B: Biological Sciences.
1998;265(1407):1787-91.
5. Berndt J, Klöting N, Kralisch S, Kovacs P, Fasshauer M, Schön MR, et al.
Plasma visfatin concentrations and fat depot–specific mRNA expression in humans.
Diabetes. 2005;54(10):2911-6.
6. Sulastomo H. Sindroma Koroner Akut dengan gangguan Metabolik pada
Wanita Usia Muda Pengguna Kontrasepsi Hormonal. Departement of Cardiology and
Vascular Faculty of Medicine University of Indonesia. 2010.
7. KRAKSONO D. Faktor-faktor risiko terjadinya penyakit infark miokard akut
(IMA) pada penderita yang dirawat hidup di RSUP. DR. Soeradji Tirtonegoro dan
RSU Islam Klaten: [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada; 2002.
8. Nursalam N, Efendi F. Pendidikan Dalam Keperawatan Education in Nursing.
Salemba Medika; 2008.
9. Yamashita M. The exercise of self-care agency scale. Western Journal of Nursing
Research. 1998;20(3):370-81.
10. Herdman TH. Nursing diagnoses 2012-14: definitions and classification: John
Wiley & Sons; 2011.
11. Heo S, Moser DK, Lennie TA, Riegel B, Chung ML. Gender differences in and
factors related to self-care behaviors: a cross-sectional, correlational study of patients
with heart failure. International journal of nursing studies. 2008;45(12):1807-15.
12. Clancy M, Graepler A, Wilson M, Douglas I, Johnson J, Price CS. Active
screening in high-risk units is an effective and cost-avoidant method to reduce the rate
of methicillin-resistant Staphylococcus aureus infection in the hospital. Infection
Control & Hospital Epidemiology. 2006;27(10):1009-17.
13. Wilson J, McMillan S. Symptoms experienced by heart failure patients in
hospice care. Journal of hospice and palliative nursing: JHPN: the official journal of the
Hospice and Palliative Nurses Association. 2013;15(1):13.
14. Asyrofi A, Nurachmah E, Gayatri D. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPREDIKSI MANAJEMEN ENERGI PASIEN HEART FAILURE. JURNAL
KEPERAWATAN. 2016;8(2):45-53.
15. Johns RF. The effect of a brief relaxation response intervention on physiologic
markers of stress in patients hospitalized with coronary artery disease: Medical College
of Georgia; 2009.
16. Ceriello A. Acute hyperglycaemia: a ‘new’risk factor during myocardial
infarction. European Heart Journal. 2004;26(4):328-31.
17. Jacobs GD. Clinical applications of the relaxation response and mind–body
interventions. The Journal of Alternative & Complementary Medicine. 2001;7(1):93-
101.
18. Febriana G. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Tn
P Di Ruang Kenanga B14 Rsud Dr Soedirman Kebumen Gombong: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong; 2015.

Anda mungkin juga menyukai