Anda di halaman 1dari 20

1.

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptokokus. Sering
ditemukan pada usia 3-7 tahun (pada awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak
laki-laki dari pada wanita dengan perbandingan 2 : 1.
Glumerolunefritis akut adalah bentuk nefritis yang paling umum terjadi pada anak-anak.
Penyakit ini berupa inflamasi glomeruli yang umumnya terjadi setelah infeksi saluran
pernapasan atas, infeksi streptokokus. Penyakit ini dianggap sebagai penyakit kompleks
imun.
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada kedua
ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks antigen
antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10 hari setelah
infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (glomerulonefritis pascastreptokokus), tetapi
dapat juga timbul setelah infeksi lain.
Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun dapat terjadi
pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering pada anak usia
6-10 tahun (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2012).

B. Etiologi
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama di traktus respiratorius bagian
atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25
dan 40. Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10 hari. Dari tipe-
tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dari pada yang lain. Mengapa
tipe yang satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lainnya belum diketahui dengan
jelas. Mungkin faktor iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah

1
infeksi dengan kuman streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan
(timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura
anafilaktoid, dan lupus eritematosis. (Prabowo, Eka dan Andy Eka Pranata, 2014)

C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi sering
juga pasien datang sudah dalam keadaan payah. Gejala yang sering ditemukan ialah :
1. Hematuria (darah dalam urine)
2. Kadang di sertai edema ringan disekitar mata atau bisa juga di seluruh tubuh.
Umumnya terjadi edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung.
3. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama dan akan
kembali normal pada akhir minggu pertama juga.
4. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak ada gejala infeksi
lain yang mendahuluinya.
5. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, diare, sering menyertai
pasien GNA.
6. Terjadi insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis
metabolic. (Prabowo, Eka dan Andy Eka Pranata, 2014)

D. Patofisiologi
Secara patofiosilogi, pada glumerulonefritis akut akan terjadi dua perubahan ,yaitu
perubahan struktural dan perubahan fungsional.
1. Perubahan Struktural
Perubahan struktural meliputihal-hal berikut.
a. Proliferasi seluler: hal ini menyebabkan peningkatan jumlah sel glumerulus
karena proliferasi endotel,mesangial,dan epitel sel. Proliferasi tersebut dapat
bersifat endokapiler (yaitu dalam batas-batas dari kapiler glumerular) atau
ekstrakapiler (yaitu dalam ruang Bowman yang melibatkan sel epitel). Dalam
proliferasi ekstrakapiler,proliferasi sel epitel parietal mengarah pada pembentukan
tertentu dari glomerulonefritis progresif cepat.

2
b. Proliferasi leukosit : hal ini di tunjukkan dengan adanya neutrofil dan monositng
dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai proliferasi seluler.
c. Penebalan membran basal glomerulus: perkembangan ini muncul sebagai
penebalan dinding kapiler baik di sisi endotel atau epitel membran dasar.
d. Hialinisasi atau sklerosis : kondisi ini menunjukkan cedera ireversibel.
Perubahan struktural ini diperantarai oleh reaksi antigen-antibodi, agregat
(kompleks) molekul di bentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
kompleks ini terperangkapdi glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal,dan
mencetuskan respon peradangan.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen sehingga
terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus, serta filtrasi glomerulus. Protein –protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran glomerulus rusak sehingga terjadi
pembengkakan dan edema di ruang interstitium Bowman. Hal ini meningkatkan
tekanan cairan interstisium, yang dapat menyebabkan kolaps setiap glomerulus di
daerah tersebut. Akhirnya, peningkatan tekanan cairan intersitium akan melawan
filtrasi glomerulus lebih lanjut.
Pengaktifan komlemen menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke glomerulus.
Pada peradangan terjadi pengaktifan faktor-faktor koagulasi yang dapt
menyebabkan pengedapan fibrin, pembentukan jaringan parut, dan hilangnya
fungsi glomerulus. Membran glomerulus menebal dan menyebabkan penurunan
GFR lebih lanjut.
2. Perubahan Fungsional
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hemturia, penurunan GFR (yaitu
oligoanuria), serta sedimen urine aktif dengan sel darah merah. Penurunan GFR dan
retensi air akaan membrikan manifestasi terjadinya ekspansi volume intravaskuler,
edema, dan hipertensi sistemik.
Respon perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus akut. (Prabowo, Eka dan Andy
Eka Pranata, 2014)

E. Pemeriksaan laboraturium
1. LED meningkat.
2. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).

3
3. Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Bj urine meningkat.
4. Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan :
Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin.
5. Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta- IC) sedikit
menurun.
6. Ureum dan kreatinin meningkat.
7. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi streptococcus yang
mendahului hanya mengenai kulit saja.
8. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien. (Prabowo, Eka dan Andy Eka Pranata,
2014)

F. Penatalaksanaan
1. Medik
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi penyebaran infeksi
streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya
untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imuntas yang
menetap.
c. Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 gr/kg BB/hari) dan
rendah garam (1 gr/hari). Makanan lunak dinerikan pada pasien dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali. Bila ada anuria/muntah
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Komplikasi seperti gagal jantung,
edema, hipertensi dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
d. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian cairan
sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada
hipertensi dengan gejala cerebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserving sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuscular. Bila terjadi

4
dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian reservin peroral dengan dosis
rumat 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi
karena pemberi efek toksis.
e. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan
sebagainya.
f. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
g. Bila tidak timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
(Prabowo, Eka dan Andy Eka Pranata, 2014)
2. Keperawatan
a. Istirahat, karena adanya kelainan jantung dan tekanan darah yang meninggi,
pasien perlu istirahat mutlak selama 2 minggu.
b. Pengawasan tanda-tanda vital secara 3x sehari.
c. Jika terdapat gejala dispnea/ortopnea dan pasien terlihat lemah adalah
kemungkinan adanya gejala payah jantung, segera berikan sikap setengah duduk,
berikan O2 dan hubungi dokter.
d. Bila terdapat keluhan pusing, muntah-muntah, dan kesadaran menurun, ukur
tekanan darah, periksakan ureum dan hubungi dokter.
e. Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine, periksa dahulu apakah pasien
tidak berkemih di tempat lain dan perhatikan keadaan umumnya. Jika pasien
makin lemah dan merupakan gagal ginjal akut segera menghubungi dokter,
persiapkan infuse, hentikan pemberian makanan yang mengandung protein dan
garam. Periksa darah faal ginjal dan ukur tekanan darahnya.
f. Diet protein 1 gr/kg BB/hari dan garam 1 gr/hari (rendah garam).
(Prabowo, Eka dan Andy Eka Pranata, 2014)
G. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria/anuria yang

5
lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi di perlukan peritoneum dialisis
(bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan Sirkulasi berupa dispneu, ortonea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hiper volemia disamping sintesis eritropoetik
yang menurun. (Prabowo, Eka dan Andy Eka Pranata, 2014)

2. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Terutama menyerang pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering mengenai anak laki-laki
di banding wanita dengan perbandingan 2:1.

6
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering di keluhkan bervariasi meliputi keluhan nyeri pada pinggang
atau interkosta vertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki bengkak, pusing atau
keluhan badan cepat lelah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit DM dan hipertensi sebelumnya.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat penyakit obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila sisitem syaraf pusat mengalami
gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan kerusakan hantaran saraf
sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. Pada TTV, sering di dapatkan
adanya perubahan pada fase awal sereing di dapatkan suhu tubuh meningkat,
frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari
hipertensi ringan samapi berat.
1. B1 (Breathing)
Biasanya tidak di dapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
sering di dapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan
respons terhadap edema pulmoner dan adanya sindrom uremia.
2. B2 ( Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi
sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat
tingginya beban sirkulasi. Pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat
akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dan sindrom uremia.
3. B3 (Brain)
Di dapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sisitem
pusat syaraf pusat. Pasien beresiko kejang sekunder gangguan elektrolit.
4. B4 (Bladder)

7
1) Inspeksi : Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah. Perubahan pada urine
output seperti berwarna kola dari proteinuri, silinderuri, dan hematuri.
2) Palpasi : Di dapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area kostovetebra.
3) Perkusi : Perkusi pada sudut kostovetebra memberikan stimulus nyeri ringan
lokal di sertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang dan perut.
5. B5 (Bowel)
Di dapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6. B6 (Bone)
Di dapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari edema tungkai
atau edema wajah terutama periorbital,anemia, dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.
5. Pengkajian Perpola (gordon)
a. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan
seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem
imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang
tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat
terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi :
eliminasi alvi : tidak ada gangguan,
eliminasi uri : gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme
tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai
anuria ,proteinuri, hematuria.
c. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya
kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi
duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu. Adanya
edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu
napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak,

8
frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran
jantung (dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi yang
juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat
menyebabkan gagal jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala
serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan
kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui penyebab
dan penanganan penyakit ini.
d. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
e. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena
inumnitas yang menurun.
f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula

g. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
h. Pola psikososial :
Psikososial tahap 3 inisiatif vs kesalahan
Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga
menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka
alami. akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang
salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. sikap

9
berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-
kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
i. Pola seksual :
1. tahap oral
ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar
usia 1 tahun. anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa
nikmat. freud menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (freud mengartikan
seksual secara luas). ketika anak memasukkan benda kedalam mulut, maka
seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar ke
seluruh tubuh anak. ia merasakan kenyamanan.
2. tahap anal
tahap anal berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. fase ini
bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (taoilet training). latihan ini
secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan pengeluaran dari
kandung kemih dan isi perut. pada fase ini, orientasi kenikmatan (seksual)
berada pada area anal (anus). mengeluarkan feses dari anus adalah hal yang
membanggakan. anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu
dari dalam dirinya. bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika
feses bergerak melalui saluran. ketika orang dewasa menghendaki anak
mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat yang tepat (toilet training),
menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan
orang dewasa di sekitarnya.
3. tahap phallic
tahap pahllic berlangsung antara usia 3-5 tahun. di tahap ini, anak mulai
menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelamin. anak mulai bisa
menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. yang khas dari tahap
ini adalah terjadinya oedipus complex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu
mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan. pada tahap ini
pula freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak
perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. memang terdengar sarkastik

10
dalam menggambarkan dominasi laki-laki secara kultural, atau kepemimpinan
laki-laki secara historis. apapun itu, memang terdengar sangat sarkastik.
4. tahap latensi
tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. ini terjadi sampai
masa pubertas. sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat
seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas. represi
seksualitas karena dianggap tabu pada masa hidup freud, membuat hasrat
seksual harus dikendalikan dan ditekan.
5. tahap genital
tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi
sejak pubertas. fase oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini.
bentuk penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual,
yaitu melalui persenggemaan dengan lawan jenis.
6. Pengkajian Diagnostik Laboratorium
Pada pemeriksaan urinalis ditemukan adanya hematuria (darah dala urine)
mikroskopik atau makroskopik (gros). Urine tampak berwarna kola akibat sel
darah merah dan butiran atau sedimen protein ( lempengan sel darahmerah
menunjukkan adanya cedera glomerular). Proteinuria, terutama albumin, juga
terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.

7. Pengkajian Penatalaksanaan Medis


Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurnkan resiko komplikasi. Resiko komplikasi yang mungkin ada, meliputi:
hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner. Hipertensi
ensefalopati di anggap sebagai kondisi darurat medis, dan terapi diarahkan untuk
mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu fungsi renal.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksana tersebut, meliputi hal-hal
berikut.
1. Pemberian antimikroba derivat penisin untuk mengobati infeksi steptokokus
2. Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi
3. Terapi cairan. Jika pasiewn di rawat di rumah sakit, maka intake dan output di
ukur secara cermat dan catat. Cairan di berikan untuk mengatasi kehilangan
cairan dan berat badan harian. (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2012).

11
A. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan dan
natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
2. Resiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
3. Nyeri b.d respons inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus.
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak adekuatan intake
nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan dan intestinal.
5. Gangguan activity daily living (ADL) b.d edema ekstremitas, kelemahan fifik secara
umum.
6. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
(Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2012).

B. Rencana Keperawatan
Intervensi yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan pasien dan menghindari
penurunan dari fungsi ginjal.
1. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria hasil : pasien tidak sesak nafas, edema ekstermitas berkurang, pitting edema
(-), produksi urine >600ml/hr

Intervensi Rasional
1. Pantau adanya edema ekstermitas 1. Curiga gagal kongesti / kelebihan
cairan.
2. Pantau tekanan darah 2. Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat di ketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang
dapat diketahui dari meningkatnya
tekanan darah.
3. Pantau distensi vena jugularis 3. Peningkatan cairan dapat membebani
fungsi ventrikel kanan yang dapat di
pantau melalui pemeriksaan tekanan vena

12
jugularis.
4. Ukur intake dan output 4. Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine
output
5. Timbang berat badan 5. Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukkan adanya gangguan
keseimbangan cairan.
6. Berikan oksigen tambahan dengan 6. Meningkatkan kesediaan oksigen untuk
kanul nasal/masker sesuai indikasi kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia
7. Kolaborasi :
a. Pemberian diet tanpa garam a. Natrium meningkatkan retensi cairan
dan meningkatkan volume plasma
yang berdampak terhadap peningkatan
beban kerja jantung dan akan
meningkatkan demam miokardium.
b. Berikan diet rendah protein tinggi
b. Diet rendah protein untuk
kalori
menurunkan insufisiensi renal dan
retensi nitrogen yang akan
meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori
untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein.

c. Diuretik bertujuan untuk menurunkan


c. Berikan diuretik contoh volume plasma dan menurunkan
furosemid, sprinolakton, retensi cairan di jaringan sehingga
hidronolakton, menurunkan resiko terjadinya edema
paru.
d. Hipokalemia dapat membatasi
d. Pantau data laboratorium, keefektifan terapi.
elektrolit, kalium

13
2. Resiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.

Tujuan :dalam waktu 3x24jam perawatan resiko kejang berulang tidak terjadi
Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami kejang

Intervensi Rasional
1. Pantau dan catat faktor-faktor yang 1. Penting artinya untuk mengamati
menurunkan kalsium dari sirkulasi hipokalsemia pada pasien berisiko.
Perawat harus bersiap untuk
kewaspadaan kejang bila
hipokalsemia hebat
2. Pantau stimulus kejang. 2. Beberapa stimulus kejang pada
tetanus adalah rangsang cahaya dan
peningktan suhu tubuh.
3. Hindari konsumsi alkohol dan 3. Alkohol dan kafein dalam dosis
kafein yang tinggi yang inggi menghambat penyerapan
klsium dan perokok kretek sedang
akan meningkatkan ekskresi kalsium
urine.
4. Kolaborasi pemberian terapi :
a. Garam kalsium parenteral a. Garam kalsium parenteral
termasuk kalsium glukonat,
kalsium klorida, kalsium
gluseptat. Meskipun kalsium
klorida menghasilkan kalsium
berionisasi yang secara
signifikan lebih tinggi dibanding
jumlah akuimolar kalsium
glukonat, cairan ini tidak sering
digunakan karena cairan tersebut
lebih mengiritasi dan dapat

14
menyebabkan peluruhan jaringan
jika dibiarkan mengilfitrasi.
b. Vit.D dapat dilakukan untuk
b. Vitamin D meningkatkan absorbsi ion
kalsium dari traktus GI.
c. Tingkatkan masukan diet
c. Tingkatkan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1000-
kalsium 1500mg/hr pada orang dewasa
sangat dianjurkan (produk dari
susu, sayuran berdaun hijau,
salmon kaleng, sadin dan oyster
segar).
d. Monitor pemeriksaan EKG,
d. Menilai keberhasilan intervensi
dan laboratorium, serta kalsium
serum

3. Nyeri b.d respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus

Tujuan : dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respon nyeri


Kriteria hasil :
A. Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri 0-10 (0-4)
B. Secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer, urine >600ml/hari

Intervensi Rasional
1. Pantau nyeri dengan pendekatan 1. Menjadi parameter dasar untuk
PQRST mengetahui sejauh mana intervensi yang
diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi manajemen
keperawatan
2. Anjurkan kepada klien untuk 2. Nyeri berat dapat menyebabkan syok
melaporkan nyeri dengan segera kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak

15
3. Lakukan manajemen nyeri
keperawatan
a. Atur posisi fisiologis a. Posisi fisiologis akan meningkatkan
asupan O2 kejaringan yang mengalami
iskemia akibat respon peradangan
glomerulus.

b. Istirahatkan klien b. Istirahat akan menurunkan kebutuhan


O2 jaringan perifer dan akan
meningkatkan suplai darah pada
jaringan yang mengalami peradangan.
c. Berikan O2 tambahan dengan kanul c. Meningkatkan asupan jumlah O2 yang
nasal/ masker sesuai indikasi ada dan memberikan perasaan
nyaman pada pasien.
d. Manajemen lingkungan: berikan d. Lingkungan tenang akan menurunkan
lingkungan tenang dan batasi stimulus nyeri eksternal dan
pengunjung pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di
ruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi e. Meningkatkan asupan O2 sehingga
pernafasan dalam akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia jaringan.
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat f. Distraksi (pengalihan perhatian)
nyeri dapat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkatan
produksi endokrin dan enkefalin yang
dapat memblok reseptor. Nyeri untuk
tidak di kirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.

16
4. Anjurkan kepada klien unruk Nyeri berat dapat menyebabkan syok
melaporkan nyeri dengan segera kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
5. Tingkatkan pngetahuan tentang : Pengetahuan yang di dapat membantu
sebab-sebab nyeri dan menghubungkan mengurangi nyeri dan dapat membantu
berapa lama nyeri akan berlangsung mengembangkan kepatuhan pasien
terhadap rencana terapeutik.
6. Kolaborasi dengan dokter dengan Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik sehingga nyeri akan berkurang

4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak adekuatan intake
nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intentinal.
Tujuan : dalam waktu 1x24jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat
Kriteria hasil : membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu menunjukkan peningkatan berat badan

Intervensi Rasional
1. Pantau pengetahuan pasien tentang 1. Tingkatkan pengetahuan dipengaruhi
asupan nutrisi oleh kondisi sosial ekonomi pasien.
Perawat menggunakan pendekatan yang
sesuai kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut.
Perawat dapat lebih ke arah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
2. Mulai dengan makanan kecil dan 2. Kandungan makanan dapat
tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat mengakibatkan ketidaktoleransian GI,
tanda kepenuhan gaster, regurgitasi dan memerlukan perubahan pada kecepatan/
diare tipe formula.
3. Fasilitasi pasien memperoleh diet sesuai 3. Masukan minuman mengandung kafein
indikasi dan anjurkan menghindari asupan dihindari karena kafein adalah stimulan

17
dari agen iritan. sistem saraf pusat yang meningkatkan
aktifitas lambung dan sekresi pepsin.
Penggunaan alkohol juga dihindari,
demikian juga merokok karena nikotin akan
mengurangi sekresi bikarbonat pankreas
dan karenanya menghambat netralisisasi
asam lambung dalam dua denum.
4. Berikan diet secara rutin 4. Pemberian diet sedikit tapi sering
merupakan intervensi yang tidak efektif dan
tidak efisien apabila pasien mendapat
reseptor H2. Hal inidikarenakan pemberian
sedikit tapi sering akan merangsang
pengeluaran kembali asam lambung yang
berakibat meningkatkan perasaan tidak
nyaman pada gastrointestinal.
5. Beri makanan dalam keadaan hangat dan 5. Untuk meningkatkan selera dan
porsi kecil serta diet TKTPRG mencegah mual, mempercepat perbaikan
kondisi serta mengurangi beban kerja
jantung.
6. Berikan nutrisi secara parenteral. 6. Nutrisi secara intavena dapat membantu
memenuhi kebutuhan nutrisi yang
diperlukan oleh pasien untuk
mempertahankan kebutuhan nutrisi harian.

5. Gangguan activity daily living (ADL) b.d edema ekstermitas kelemahan fisik secara
umum.
Tujuan : Dalam waktu 3x24jam aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala yang
berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.

Intervensi Rasional
1. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan 1. Dengan mengurangi aktivitas, maka akan

18
berikan aktivitas senggang yang tidak menurunkan konsumsi oksigen jaringan
berat. dan memberikan kesempatan jaringan yang
mengalami gangguan dapat memperbaiki
kondisi yang lebih optimal.
2. Anjurkan menghindari peningkatan 2. Dengan mengejan dapat mengakibatkan
tekanan abdomen misalnya mengejan dan bradikardi, menurunkan curah jantung,
defekasi. takikardi, serta peningkatan TD.
3. Berikan waktu istirahat diantara waktu 3. Untuk mendapatkan cukup waktu
aktivitas. resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu
memaksa kerja jantung.
4. Pertahankan penambahan O2 sesuai 4. Untuk meningkatkan oksigenasi
pesanan jaringan.
5. Monitor adanya dispneu, cyanosis, 5. Melihat dampak dari aktivitas terhadap
peningkatan frekuensi nafas, serta keluhan fungsi jantung.
subjektif pada saat melakukan aktivitas.
6. Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan 6. Untuk mencegah retensi cairan dan
air dan natrium) edema pada ekstra vaskuler.

6. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil : Pasien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaan, dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap
tindakan, wajah rileks

Intervensi Rasional
1. Pantau tanda verbal dan non verbal 1. Reaksi verbal atau non verbal dapat
kecemasan, dampingi pasien dan lakukan menunjukkan rasa agitasi, marah dan
tindakan bila menunjukkan perilaku gelisah.
merusak.
2. Hindari konfrontasi 2. Konfrontasi dapat menin gkatkan rasa
marah, menurunkan kerjasama dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
3. Mulai melakukan tindakan untuk 3. Mengurangi rangsangan eksternal
mengurangi kecemasan, beri lingkungan yang tidak perlu.

19
yang tenang dan suasana penuh istirahat.
4. Orientasikan pasien terhadap prosedur 4. Orientasi dapat menurunkan
rutin dan aktivitas yang diharapkan kecemasan
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk 5. Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan ansietasnya. terhadap kekhawatiran yang tidak di
ekspresikan.
6. Kolaborasi :berikan anti - cemas sesuai 6. Meningkatkan relaksasi dan
indikasi, contohnya diazepam. menurunkan kecemasan.

Daftar Pustaka :
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo, Eko & Andi Eka Pranata. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika.

20

Anda mungkin juga menyukai