Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) khususnya ASI
Eksklusif merupakan program prioritas pemerintah, karena dampaknya yang
luas terhadap status gizi dan kesehatan balita (Roesli, 2005). ASI Eksklusif
memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang dan daya tahan
tubuh anak. Anak yang diberi ASI Eksklusif akan tumbuh dan berkembang
secara optimal dan tidak mudah sakit. Hal tersebut sesuai dengan beberapa
kajian dan fakta global. Kajian global “The Lancet Braestfeeding Series, 2016
telah membuktikan 1) Menyusui Eksklusif menurunkan angka kematian
karena infeksi sebanyak 88% pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, 2)
Sebanyak 31,36% (82%) dari 37,94% anak sakit, karena tidak menerima ASI
Ekslusif. Investasi dalam pencegahan BBLR, Stunting dan meningkatkan
IMD dan ASI Eksklusif berkontribusi dalam menurunkan risiko obese dan
penyakit kronis (Patal, 2013 dalam Kemenkes RI, 2016).
Sehubung hal tersebut telah ditetapkan dengan Kepmenkes RI No.
450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi
Indonesia. Program Peningkatan Pemberian ASI (PP- ASI) khususnya ASI
eksklusif mempunyai dampak manfaat yang luas terhadap status gizi ibu dan
bayi. Bagi bayi yaitu melindungi dari infeksi gastrointestinal, bayi yang ASI
ekslusif selama enam bulan tingkat pertumbuhannya sama dengan yang ASI
eksklusif hanya empat bulan, ASI eksklusif enam bulan ternyata tidak
menyebabkan kekurangan zat besi. Sedangkan manfaat bagi ibu yaitu
menambah panjang kembalinya kesuburan pasca melahirkan, sehingga
memberi jarak antar anak yang lebih panjang atau menunda kehamilan
berikutnya.
Menyusui memiliki banyak manfaat bagi kesehatan ibu dan bayi. Bayi
yang diberi ASI eksklusif memiliki kemungkinan 14 kali lebih kecil untuk
mengalami kematian dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI

1
eksklusif (Unicef, 2013) UNICEF dan WHO membuat rekomendasi pada ibu
untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Sesudah umur 6
bulan, bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan ibu
tetap memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun. Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan para ibu
untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya (Riskesdas, 2013).
Tidak semua praktek atau perilaku masyarakat yang ada pada awalnya
bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya merupakan praktek yang sesuai
dengan ketentuan medis/kesehatan. Masyarakat Indonesia yang majemuk
terdiri dari berbagai suku seingga memiliki sosial budaya yang beraneka
ragam, hal ini dapat berpengaruh terhadap pola perilaku masyarakat.
Sehingga perilaku tersebut melatar belakangi adanya sosial budaya di
masyarakat yang memiliki dampak positif dan negatif dari sudut kesehatan,
yang negatif dapat merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat.
Program Tujuan Pembangunan Milenium atau sering disebut MDGs
(Milennium Development Goals) di Indonesia salah satunya memiliki tujuan
menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan yang ekstrem dalam program
tersebut adanya perbaikan gizi masarakat yang memiliki daya ungkit cukup
berarti bagi generasi mendatang yang dimulai sejak dini adalah pemberian
ASI eksklusif terhadap bayi berusia 0-6 bulan, namun sayangnya di Indonesia,
setelah sekitar 4 bulan, jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif kurang
dari seperempatnya (Steller, 2008).
Kenyataannya di Indonesia ibu belum memberikan ASI eksklusif pada
usia 0-6 bulan, Menurut Laporan BPS (2010) dalam Direktorat Jendral Bina
Gizi dan KIA (2013) Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan di Indonesia masih
dibawah angka yang diharapkan (80%) yaitu sebesar 61,5% (72,7% ASI
eksklusif 0 bulan, 80,4% ASI eksklusif 1 bulan, 70,7% ASI eksklusif 2 bulan,
62,4% ASI eksklusif 3 bulan, 48,6% ASI Eksklusif 4 bulan, 33,6% ASI
eksklusif 5 bulan), serta menurut Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa
persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir semakin menurun
seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase terendah pada anak umur

2
6 bulan (30,2%) hal ini disebabkan bayi sudah mendapat makanan lain
sebelum ia berumur empat bulan. Alasan pemberian makanan lain secara dini
antara lain karena ASI tidak cukup, yang ditandai dengan bayi menangis.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Kepulauan tahun
2016 cakupan ASI eksklusif di kabupaten Konawe Kepulauan yaitu 39,5%.
Persentase cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif paling rendah
berada di Puskesmas Waworete yaitu 24,6%. Presentase ini masih jauh
dibawah standart cakupan ASI Eksklusif yakni 80%. Hal ini dapat menjadi
prioritas masalah yang ada di Kabupaten Konawe Kepulauan. Maka perlunya
dukungan dari Pemerintah Daerah untuk menggerakan kegiatan ASI eksklusif
di Kabupaten Konawe Kepulauan khususnya di wilayah kerja Puskesmas
Waworete.
B. Prioritas Masalah
MASALAH I T R P PRIORITAS

KEP 3 3 1 9 II

ASI EKSKLUSIF 5 2 2 20*) I

KVA 3 1 1 3 IV

GAKY 2 3 1 6 III

Dari hasil analisis yang menjadi prioritas masalah untuk dilakukan


Advokasi di wilayah kerja puskesmas Waworete yaitu tentang Asi eksklusif.
C. Rencana Persiapan
a. Bahan dan Alat Penyuluhan
- Materi Anemia
- LCD
- Flipchart
- Spidol
- Kertas

3
b. Data
- Prevalensi Asi Eksklusif di Indonesia
- Prevalensi Asi Eksklusif di Sulawesi Tenggara
- Prevalensi Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Waworete
c. Tenaga
Narasumber Kepala Bidang Upaya Kesehatan Masyarakat, Pegawai Dinas
Kesahatan.
d. Biaya
Biaya akan di ambil dari biaya program Puskesmas Waworete.
e. Surveilen Gizi buruk
Pelaksanaan pemantauan wilayah kerja puskesmas Waworete.
f. Advokasi dan sosialisasi penanggulangan masalah Asi Eksklusif.
Manajemen program dan pelatihan petugas

4
BAB II
TUJUAN ADVOKASI

A. Tujuan Umum
Melakukan advokasi kepada Kepala Dinas Kesehatan, Kepala
Puskesmas Waworete dan Pemerintah Desa agar menetapkan SK (Surat
Keputusan) untuk mendukung keberhasilan ASI Eksklusif.
B. Tujuan Khusus
a) Mendapatkan keputusan dari Kepala Dinas Kesehatan mengenai
penetapan konselor ASI
b) Mendapatkan bantuan dana yang diharapkan untuk terlaksananya
program kegiatan advokasi

5
BAB III

MANFAAT HASIL YANG AKAN DICAPAI

Adapun manfaat hasil yang diharapkan anatar lain :

1. Setelah dilaksanakan advokasi maka hasil yang akan diperoleh adalah dapat
meningkatkan angka prevalensi Asi eksklusif.
2. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemberian Asi eksklusif
3. Dapat meningkatkan keterampilan tatalaksana terhadap pemberian Asi
eksklusif.
4. Dapat meningkatkan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini.
5. Dapat memberikan konseling terhadap masalah Asi eksklusif.

6
BAB IV
PELAKSANAAN ADVOKASI

A. Tinjauan Program
Seluruh rangkaian advokasi kepada pembuat kebijakan dilakukan
secara sistematis. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan sampaikan antara lain
sifat pelaksanaan advokasi yang berbentuk mengarah untuk mendapatkan
dukungan mengenai masalah Asi Eksklusif . Karenanya peran dari semua
pihak merupakan hal yang sangat penting.
Pelaksanaan Program yang menjadi prioritas meliputi :
1. Pelaksanaan Surveilans gizi, yaitu melihat data sekunder yang ada di
arsip puskesmas. Kemudian di peresentasekan untuk medapatkan hasil
interpretasi data.
2. Pelaksanaan screening gizi dengan sasaran pada ibu balita.
3. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan mengenai Asi ekslusif diwilayah
kerja Puskesmas Waworete.
B. Pelaksanaan Program
Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan program di Puskesmas
Waworete yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan advokasi tentang program penanggulangan kasus Asi
eksklusif yang akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Waworete.
2. Melaksanakan surveilans dengan acuan data sekunder dari arsip
puskesmas.
3. Melakukan screening gizi terhadap ibu balita dengan melakukan
wawncara ibu balita setiap bulan di posyandu.
4. Dari hasil surveilans dan screening gizi, ditemukan masalah. Untuk
memperkecil atau menghilangkan masalah dilakukan intervesi dengan
cara melakukan asuhan gizi dan diklat (pendidikan dan pelatihan).
5. Untuk dapat melakukan semua program tersebut, perlu adanya advokasi
yang baik kepada semua mitra agar program dapat dijalankan dengan
baik.

7
BAB V
ASUMSI ADVOKASI

A. Asumsi Positif
1. Terlaksananya advokasi kepada Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala
Puskesmas serta mempersiapkan laporan advokasi serta intervensi.
2. Terjalinnya kerja sama yang baik dengan semua mitra terkait sehingga
diperoleh komitmen yang baik yang dapat menujang kegiatan.

B. Asumsi Negatif
- Adanya kesalahan dan perbedaan persepsi terhadap permasalahan yang
timbul.
- Belum terciptanya kerja sama yang baik antara pihak terkait di wilayah
kerja puskesmas dikarenakan kurangnya komunikasi awal sebelum
advokasi dilaksanakan.

8
BAB VI
PENGORGANISASIAN

A. Struktur
1. Ketua panitia : Adibin
2. Anggota : Diana
Herman
Samsul

B. Tugas panitia
No Tugas Nama
1. Moderator Hartiwi
2. Presentator Kiki
Hildayanti
3. Seksi persiapan
Sry wijayanti

9
BAB VII
JADWAL KEGIATAN

Kegiatan advokasi dilaksanakan selama 3 minggu yaitu disetiap


kegiatan dilakukan advokasi.

No Kegiatan Waktu Penanggung jawab Keterangan


Persiapan 05/12/2017 Hartiwi Persiapan
1
advokasi
Pelaksanaan Samsul Pelaksanaan
2
program
Evaluasi pelaksanaan Sry wijayanti Penulisan
3
laporan Hildayanti laporan

10
BAB VIII

PLAN OF ACTION (POA)

RENCANA KEGIATAN ADVOKASI KESEHATAN DI TINGKAT KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN,


PUSKESMAS WAWORETE KECAMATAN WAWONII TIMUR

Jenis
Media Pelaksana Penanggung Sumber Waktu
Kegiatan Tujuan Sasaran Pesan Advokasi
Advokasi Advokasi Jawab Dana Pelaksanaan
Advokasi
- Pemaparan
Pertemuan Terbentuknya  Kepala Dinas  Lembar fakta OP (persagi) Ketua Panitia Dana 1 hari
masalah ASI
Lintas Sektor kesepakatan Kesehatan Desa
 Bahan
Eksklusif
bersama dalam Kab. Konawe
persentase
mendukung secara
Kepulauan
nasional
pemberian ASI
 Kepala Desa
Eksklusif hingga ke
 Masyarakat tingkat Desa
Desa setempat - Pengertian
ASI

11
 PKK Eksklusif
Kecamatan - Manfaat ASI
dan Desa - Penjelasan
PP no. 33
tahun 2012
tentang
pemberian
ASI
- Materi
Pelatihan Adanya 2 orang kader dari  Materi OP (persagi) Ketua Panitia Dana 5 hari
Konseling
Peningkatan konselor ASI setiap Posyandu  Kuesioner Desa
Mutu dan di tingkat Desa menyusui
pelatihan
sesi 1 – 30
Kinerja
Kader
Posyandu
dalam
Konseling
Menyusui

12
Pembentukan Adanya tempat Masyarakat Desa  Facebook Diskusi masalah OP (persagi) Ketua Panitia Dana 1 pos / desa
POS berbagi  Spanduk ASI di Desa
kelompok informasi dan  Selebaran masyarakat
pendukung diskusi bagi
ASI para
pendukung
ASI di tingkat
Desa

13
BAB IX

NETWORK PLANNING

Organisasi atau institusi yang direncanakan akan dijadikan network


planning :
1. Kepala Puskesmas Waworete, dalam hal ini bekerja sama yang bertujuan
untuk mendapatkan dukungan moril maupun materil.
2. Kepala Tata Usaha Puskesmas Waworete sebagai pusat data sekunder serta
penanggung jawab laporan bulanan puskesmas.
3. Mitra kerja di Puskesmas Waworete dalam hal ini perawat, bidan koordinator,
bidan desa dan kader koordinator saling bekerjasama dalam kegiatan
advokasi.
4. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Waworete yang menjadi sasaran atau
target, dapat berpartisipasi dalam program kegiatan.

14
BAB X

RENCANA TINDAK LANJUT

Adapun rencana tindak lanjut yang akan dilakukan diantaranya :


1. Kepala Desa, tim penggerak PKK Kecamatan/Desa, Kepala Dinas
Kesehatan dan Kepala Dinas Pemberdayaan masyarakat Desa menyetujui
rencana kegiatan yang akan dilakukan yang dituangkan dalam kesepakatan
bersama (MoU)
2. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Konawe Kepulauan membuat SK penetapan
Konselor ASI yang berasal dari setiap Desa di wilayah kerja Puskesmas
Waworete.
3. Adanya Pos Kelompok Pendukung ASI di setiap Desa

15

Anda mungkin juga menyukai