Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY.

B
DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : TONI SUSANTO


NIM : 113063J117048

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2018
Lembar Persetujuan

Laporan asuhan keperawatan keluarga yang salah satu anggota kelurganya


menderita hipertensi, telah di periksa dan disetujui oleh pembimbing Akademik,
pada hari ,,,,,,,,,, , tanggal ,,,,, Maret, tahun 2018.

Banjarmasin, ,,,,, Maret 2018

Pembimbing

(Theresia Jemini, S. Kep. M. Kep)


DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................

Lembar Persetujuan ................................................................................

Kata Pengantar .......................................................................................

Daftar Isi .................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................

1 Latar Belakang ............................................................................

2 Batasan Masalah ........................................................................

3 Tujuan ........................................................................................

4 manfaat ......................................................................................

BAB II METODOLOGI ........................................................................

1 Lokasi ........................................................................................

2 Strategi .......................................................................................

3 Pengumpulan Data .....................................................................

4 Pengolahan Data ........................................................................

5 Jadwal kegiatan ..........................................................................

BAB III HASIL KEGIATAN ................................................................

1 Pengkajian ..................................................................................

2.Analiasa Data .............................................................................

3.Tahap Penjajakan I ....................................................................

4.Rencana Keperawatan Keluarga ................................................

5.Implementasi Tindakan dan Evaluasi ........................................


BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................

1 Pengkajian ..................................................................................

2 Perencanaan ...............................................................................

3 Pelaksanaan ................................................................................

4 Evaluasi .....................................................................................

BAB V PENUTUP .................................................................................

1 Kesimpulan ................................................................................

2 Saran ..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

LAMPIRAN ...........................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi menjadi momok bagi sebagian penduduk dunia termasuk
Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus menerus
meningkat dari waktu ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini
salah satunya adalah gaya hidup. Pemilihan makanan yang berlemak,
kebiasaan aktifitas yang tidak sehat, merokok, minum kopi, adalah beberapa
faktor yang diduga berperan sebagai pemicu hipertensi. Selain itu penyakit ini
juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit non infeksi lain.
Untuk lebih mengenal serta mengetahui penyakit ini kami akan
membahas tentang hipertensi. Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan
sistolik melebihi 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90
mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata - rata tekanan
darah pada 2 waktu yang terpisah.
Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Tanpa
melihat usia atau jenis kelamin, semua orang bisa terkena hipertensi dan
biasanya tanpa ada gejala-gejala sebelumnya.
Oleh karena itu, negara seperti Indonesia yang sedang melakukan
pembangunan di segala bidang perlu memperhatikan pendidikan masyarakat
untuk mencegah timbulnya penyakit penyakit seperti hipertensi.

Golongan umur 45 tahun keatas memerlukan tindakan atau program


pencegahan yang terarah. Hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan
pemeriksaan tekanan darah secara berkala.

Dari data survey yang di lakukan selama 3 hari di padukuhan Sindon


di dapatkan hasil 156 orang (36,6%) penduduk dukuh Sindon memiliki
penyakit keturunan hipertensi dan 1 orang (0,2%) penduduk memiliki
penyakit TB paru.
1.2 Batasan Masalah

Masalah ini berfokus pada pemberian asuhan keperawatan bagi


keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita hipertensi

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Keperawatan Keluarga.
b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan dan
mengidentifikasi data kesehatan keluarga.
2) Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan keluarga.
3) Mahasiswa mampu melakukan perencanaan keperawatan keluarga
4) Mahasiswa mampu bekerjasama dengan keluarga melakukan
implementasi keperawatan
5) Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan
keluarga yang yelah dilakukan
6) Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan
keluarga
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Sebagai bahan pembelajaran dan evaluasi kemampuan penulis dalam
melakukan asuhan keperawatan keluarga.
b. Bagi Institusi
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan sumber kajian pustaka bagi
mahasiswa yang lain
c. Bagi Keluarga
Sebagai tambahan pengetahuan dan optimalisasi kemampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang menderita hipertensi
BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh
setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik
secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik
sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang mulai memutih,
kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indra, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan ancaman bagi integritas orang
usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-
kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-
orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Darmojo, B. 2009).
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa
umur 60 tahun adalah permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit,
tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian (Nugroho, 2008).
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedi Darmojo dan Dr. H.
Hadi Martono, 1994 mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah
suatu proses menghilangnnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
2. Batasan Lanjut Usia
Bantuan penghidupan orang jompol lanjut usia yang termuat dalam
pasal 1 dinyatakan sebagai berikut: "Seorang dapat dinyatakan sebagai
seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(ini sudah diperbarui karena sudah tidak relevan lagi). Saat ini berlaku
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang
berbunyi sebagai berikuti: BAB I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi "lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
Sebenarnya lanjut usia merupakan suatu proses alami yang tidak
dapat ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Umur manusia sebagai
makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam. Umur manusia
maksimal sekitar 6x umur masa bayi sampai (6x20 tahun: 120 tahun).
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran hasil, mental, dan sosial sedikit demi sedikit
sampai tidak dapat melakukan fungsinya sehari-hari lagi sehingga bagi
kebanyakan orang, masa tua itu merupakan masa yang kurang
menyenangkan.
Batasan Lansia menurut Burnside, 1979 ada empat tahapan lanjut
usia yakni yaitu :
a. Young old (usia 60-69 tahun)
b. Middle age (usia 70-79 tahun)
c. Old-old (usia 80-89 tahun)
d. Very Old-old (usia 90 tahun ke atas (Nugroho, 2008)
Mengapa menjadi tua merupakan masalah Hal tersebut secara
ringkas dapat dijawab sebagai berikut: Semua orang ingin panjang umur
tetapi tidak ada yang mau menjadi tua. Sebagaimana jadinya ada dua
keinginan yang saling bertentangan. Pernyataan tersebut seolah-olah sama
sekali memisahkan soal pertambahan usia dari soal menjadi tua dan
mengapa tak pernah identik satu sama lain. Sehubungan dengan hal
tersebut, Birren and Jenner, 1997 mengusulkan untuk membedakan antara:
usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial.
a. Usia Biologis: yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak
lahirnya berada dalam keadaan hidup tidak mati.
b. Usia psikologis: yang menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang
dihadapinya.
c. Usia Sosial: yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan amu
diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Ketiga jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan Jenner itu saling
mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan. Oleh karena itu,
secara umum tidak akan tedapat perbedaan yang terlalu menyolok antara
kelangsungan ketiga jenis usia tersebut. Dalam batas-batas tertentu orang
lanjut usia tua dilihat dari keadaan fisiknya namun tetap bersemangat
muda. Yang pertama ada hubungan dengan usia biologis kedua dengan
usia psikologisnya.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai
kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran
fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia
55 tahun sampai meninggal. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah
permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,
masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini.
Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara
yang berbeda-beda.
3. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keaadaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses panjang
hidup, tidak hanya dimulai suatu waktu tertentu, tetapi sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses ilmiah, yang berarti seseorang telah memulai tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik
secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,
gigi mulai ompong, pendengaran mulai kurang jelas, pengliatan semakin
memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proposional.
Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmajo dan Dr. H.
Hadi Martono, 1994 mengatakan bahwa “ menua “ (menjadi proses tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan fungsi normalnya
mempertahankan struktur dan fungsi normlnyasehingga tidak dapat
betahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. (Nugroho, 2008).
a. Teori Biologis
Teori biologi mencoba menjelaskan proses fisik penuaan,
termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia
dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan
molekular dan selular dalam sistem organ utama dan kemampuan
tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Seiring
dengan berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki
komponen-komponen yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman
tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi penuaan ataupun
tentang penyebab penuaan yang sebelum nya tidak diketahui, sekarang
telah mengalami peningkatan. Teori biologis juga mencoba untuk
menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara yang
berbeda dari waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur
panjang, perlawanan terhadap organisme, dan kematian atau perubahan
selular. Suatu pemahaman tentang prespektif biologi dapat
memberikan pengetahuan pada perawat tentang faktor resiko spesifik
dihubungkan dengan penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu
untuk meminimalkan atau menghindari resiko dan memaksimalkan
kesehatan.
b. Teori Genetika
Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama
dipengaruhi oeh pembentukan gen dan dapak lingkungan pada
pembentukan kode genetik. Menurut teori genetik, penuaan adalah
proses yang secara tidak sadar diwariskan yang bejalan dari waktu ke
waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain,
perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan
sebelumnya. Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat
(DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori
glikogen. Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada
tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak
sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling
bersilangan (Crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah
informasi genetik. Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada
tingkat selular yang akhirnya menyebabkan sistem dan organ tubuh
gagal untuk berfungsi. Bukti yang mendukung teori - teori ini termasuk
perkembangan radikal bebas, kolagen, dan lipofusin. Selain itu,
peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun yang
dihubungkan dengan bertambahnya umur menyatakan bahwa mutasi
atau kesalahan terjadi pada tingkat molekular dan selular.
c. Teori Wear-And-Tear
Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) men usulkan bahwa
akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis
DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya
malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.
Radikal bebas adalah contoh dari produk sampah metabolisme
yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal adalah
molekul atau atom dengan suatu elektron yang tidak berpasangan. Ini
merupakan jenis yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama
metabolisme. Radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem
enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil
lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi di dalam struktur
biologis yang penting, saat itu kerusakan organ terjadi.
Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada
pembentukan radikal bebas, sehingga ilmuwan memiliki hipotesis
bahwa tingkat kecepatan produksi radikal bebas berhubungan dengan
penentuan waktu rentang hidup. Pembatasan kalori dan efeknya pada
perpanjangan rentang hidup mungkin berdasarkan pada teori ini.
Namun, orang lain percaya bahwa pembatasan kalori mungkin
menggunakan efeknya melalui sistem neuroendokrin.
d. Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi) dapat
membawa perubahan dalam proses penuaan. laupun faktor-faktor ini
diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih
merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama
dalam penuaan. Perawat dapat mempunyai pengetahuan yang
mendalam tentang dampak dari aspek ini terhadap penuaan dengan
cara mendidik semua kelompok umur tentang hubungan antara faktor
lingkungan dan penuaan yang dipercepat. Ilmu pengetahuan baru
mulai untuk mengungkap berbagai faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi penuaan
e. Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam
sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang
bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organism asing mengalami
penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai
penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya
fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun
tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami
penyakit autoimun seperti artritis reumatoid dan alergi terhadap
makanan dan faktor lingkungan yang lain. Penganjur teori ini sering
memusatkan pada peran kelenjar timus. Berat dan ukuran kelenjar
timus menurun seiring bertambahnya umur, seperti halnya
kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T. Karena hilangnya proses
diferensiasi sel T tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak
beraturan sebagai benda asing dan menyerangnya. Selain itu, tubuh
kehilangan kemampuan meningkatkan responsnya terhadap sel asing,
terutama bila menghadapi infeksi. Pentingnya pendekatan
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan promosi kesehatan
terhadap pelayanan kesehatan terutama pada saat penuaan terjadi, tidak
dapat diabaikan. Walaupun semua orang memerlukan pemeriksaan
rutin untuk memastikan deteksi dini dan perawatan seawal mungkin,
tetapi pada orang lanjut usia, kegagalan melindungi sistem imun yang
telah mengalami penuaan melalui pemeriksaan kesehatan ini dapat
mendorong ke arah kematian awal dan tidak terduga. Selain itu,
program imunisasi secara nasional untuk mencegah kejadian dan
penyebaran epidemi penyakit, seperti pneumonia dan influenza di
antara orang lanjut usia juga mendukung dasar teoritis praktik
keperawatan.
f. Teori Neuroendokrin
Teori teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal
seperti yang telah terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat
molekul dan sel, nampak sangat mengagumkan dalam beberapa situasi.
Sebagai contoh, diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem
imun serta interaksi antara sistem saraf dan sistem endokrin
menghasilkan persamaan yang luar biasa. Pada kasus selanjutnya, para
ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena adanya suatu
perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu
dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas
ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa walaupun kepercayaan telah
diberikan pada jam biologis yang dapat diprediksi yang mengendalikan
fertilitas, tetapi terdapat hal yang dapat dipelajari lebih jauh dari
penelitian tentang sistem neuroendokrin dalam hubungannya dengan
proses penuaan sistemik yang dikendalikan oleh suatu "jam tubuh".
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara
universal akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk
menerima, memproses, dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal
sebagai perlambatan tingkah laku, respons ini kadang-kadang
diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya
pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun
dari hal-hal tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk
merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif atau tidak patuh. Perawat
dapat memfasilitasi proses pemberian perawatan dengan cara
memperlambat instruksi dan menunggu respons mereka.
g. Teori Psikososiologis
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap
dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari
implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan pembahasan
ini, perubahan sosiologis atau nonfisik dikombinasikan dengan
perubahan psikologis. Masing-masing individu, muda, setengah atau
tua, adalah unik dan memiliki pengalaman, melalui serangkaian
kejadian dalam kehidupan, dan melalui banyak peristiwa. Selama 40
tahun terkhir, beberapa teori telah berupaya untuk menggambarkan
bagaimana perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan dapat
memengaruhi reaksi manusia sepanjang tahap akhir hidupnya.
Pekerjaan ini disebut proses"penuaan yang sukses". Contoh dari teori-
teori ini termasuk teori kepribadian.
h. Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertum buhan yang
subur dalam tahun-tahun akhir kehidupannya dan telah merangsang
penelitian yang pantas di pertimbangkan. Teori kepribadian
menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa
menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Jung
mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang dewasa
yang memandang kepribadian sebagai ekstrovert atau introvert. Ia
berteori bahwa keseimbang an antara kedua hal tersebut adalah penting
bagi kesehatan. Dengan menurunnya tanggung jawab dan tuntutan
dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering terjadi di kalangan lansia,
Jung percaya bahwa orang akan menjadi lebih introvert. Di dalam
konsep interioritas dari Jung, separuh kehidupan manusia berikutnya
digambarkan dengan memiliki tujuannya sendiri, yaitu untuk
mengembangkan kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat
merefleksikan dirinya sendiri. Jung melihat tahap akhir kehidupan
sebagai waktu ketika orang mengambil suatu inventaris dari hidup
mereka, suatu waktu untuk lebih melihat ke belakang daripada melihat
ke depan. Selama proses refleksi ini lansia harus menghadapi
kenyataan hidupnya secara retrospektif. Lansia sering menemukan
bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan yang sekali
dipilih, akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa
diubah. Walaupun penyesalan terhadap beberapa aspek kehidupan
sering terjadi, tetapi banyak lansia menyatakan suatu perasaan
kepuasan dengan apa yang telah mereka penuhi.
Neugarten et al. mencatat bahwa interioritas yang meningkat
adalah karakteristik dari lansia dan mengenali delapan pola
penyesuaian terhadap penuaan. Mereka menemukan bahwa penuaan
yang sehat tidak bergantung pada jumlah aktivitas sosial seseorang,
tetapi pada bagaimana kepuasan orang tersebut dengan aktivitas yang
dilakukannya. Bagi perawat yang bekerja dengan kelompok umur ini,
membantu orang lanjut usia mengidentifikasi peluang untuk
melakukan aktivitas sosial penuh arti adalah suatu aspek penting dalam
memfasilitasi penuaan yang sukses. Teman-teman yang sangat berarti,
keluarga, dan para profesional sering merasa terpaksa untuk
mendorong lansia agar mau terlibat dalam aktivitas sosial yang dapat
diterima, seperti keikut sertaan di dalam Senior Center. Jika aktivitas
ini dipandang oleh lansia sebagai kegiatan yang tidak menyenangkan
atau tidak berguna ia tidak mungkin memberikan respons pada
dorongan tersebut. Sebaliknya, banyak lansia yang secara aktif
mencari persahabatan dengan orang lain. Ketika hal ini terjadi di
antara lansia yang mengalami kehilangan pasangan, anak-anak yang
sudah dewasa sering merasa tersinggung. Mereka menganggap bahwa
hal itu adalah suatu usaha untuk menggantikan orang tua yang hilang
dengan suatu hubungan yang baru, sehingga dapat menciptakan suatu
ketegangan pada hubungan keluarga yang ada.
i. Teori Tugas Perkembangan
Beberapa ahli teori terkenal sudah menguraikan proses maturasi
dalam kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada berbagai tahap
sepanjang rentang hidup manusia. Hasil penelitian Erickson mungkin
teori terbaik yang dikenal dalam bidang ini. Tugas perkembangan
adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang
pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan
yang sukses. Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu
melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan
integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia
telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko
untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa. Minat yang
terbaru dalam konsep ini sedang terjadi pada saat ahli gerontologi dan
perawat.gerontologi memeriksa kembali tugas perkembangan lansia.
j. Teori Disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan),
dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan
proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan
tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses penarikan diri ini
dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk
fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia
dikatakan akan bahagia apa bila kontak sosial telah berkurang dan
tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat
pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar ia dapat
menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan
untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan
manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka memindahkan
kekuasaan generasi tua kepada generasi muda. Teori ini banyak
menimbulkan kontroversi, sebagian karena penelitian ini dipandang
cacat dan karena banyak lansia yang menentang "postulat" yang
dibangkit kan oleh teori untuk menjelaskan apa yang terjadi di dalam
pemutusan ikatan/hubungan. Sebagai contoh, di bawah kerangka kerja
teori ini, pensiun wajib menjadi suatu kebijakan sosial yang harus
diterima. Dengan meningkatnya rentang waktu kehidupan alami,
pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa seorang lanjut usia yang
sehat dapat berharap untuk hidup 20 tahun lagi. Bagi banyak individu
yang sehat dan produktif, prospek dari suatu langkah yang lebih lambat
dan tanggung jawab yang lebih sedikit merupakan hal yang tidak
diinginkan. Jelasnya, banyak lansia dapat menjadi anggota masyarakat
produktif yang baik sampai mereka berusia 80 dan 90 tahun.
k. Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas
penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses
adalah dengan cara tetap aktif. Havighurst yang pertama menulis
tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk
penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat
itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara
mempertahankan interaki penuh arti dengan orang lain dan pemenuhan
fisik dan mental orang tersebut. Gagasan kebutuhan seseorang harus
seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan oleh orang lain,
Kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi
kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen
kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan
bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara negatif memengaruhi
kepuasan hidup. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya
aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah
kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan
manusia.
l. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori
perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori
sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian
pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai
kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini
menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan
kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang
akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri
kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walaupun usianya
telah lanjut. Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih
jelas pada saat orang tersebut bertambah tua. Seseorang yang
menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki kehidupan
sosial yang aktif akan terus menikmati gaya hidupnya ini sampai
usianya lanjut. Orang yang menyukai kesendirian dan memiliki jumlah
aktivitas yang terbatas mungkin akan menemukan kepuasan dalam
melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang terbiasa memiliki kendali
dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan mudah
menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut.
Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam
interaksi interpersonal mereka selama masa mudanya tidak akan tiba-
tiba mengembangkan suatu pendekatan yang berbeda di dalam masa
akhir kehidupannya. Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada
lansia oleh perubahan sosial ekonomi atau faktor kesehatan,
permasalahan mungkin akan timbul. Kepribadian yang tetap tidak
diketahui selama pertemuan atau kunjungan singkat kadang-kadang
dapat menjadi fokal dan juga menjadi sumber kejengkelan ketika
situasi mengharuskan adanya suatu perubahan didalam pengaturan
tempat tinggal. Keluarga yang berhadapan dengan keputusan yang sulit
tentang perubahan pengaturan tempat tinggal untuk seorang lansia
sering memerlukan banyak dukungan. Suatu pemahaman tentang pola
kepribadian lansia sebelumnya dapat memberikan pengertian yang
lebih diperlukan dalam proses pengambilan keputusan ini.
4. Perubahan-Perubahan Pada Lansia
Menurut (Nugroho, 2008), seorang yang sudah mengalami lanjut
usia akan mengalami beberapa perubahan pada tubuh/fisik,
psikis/intelektual, sosial kemasyarakatan maupun secara
spiritual/keyakinan agama. Secara terperinci mengenai beberapa
perubahan secara alamiah pada setiap lansia adalah sebagai berikut :
a. Perubahan Pada Fisik
1) Sel
Pada dasarnya sel bertumbuh semakin lama semakin tua
dan pada akhirnya sel-sel yang tua tersebut akan mengalami
kematian sel. Kematian sel tergantung pada masing- masing jenis
sel yang membentuk jaringan tubuh. Ciri-ciri sel yang semakin
menua adalah bentul sel mengecil, sintesis protein biasanya
berlangsung di dalam sel. Prosesnya semakin melambat, badan
golgi kemudian memecah, mitokondria mengalami fragmentasi
dan pada akhirnya sel akan mati bahkan lambat laun akan
menghilang akibat proses penyerapan dalam jaringan tubuh
(Tamher dan Noorkasiani, 2009).
2) Sistem Persyarafan
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atrofi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan
respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor
proprioseptif. Keadaan ini terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mangalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan
tersebut menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Koordinasi
keseimbangan; kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan
peningkatan waktu reaksi (Surini dan Utomo dalam Azizah, 2011).
3) Sistem Pendengaran
Sistem pendengaran lansia juga mengalami perubahan
yaitu: prebiakusis (gangguan pendengaran), hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun; membrane
timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis; terjadinya
pengumpulan serumen yang dapat mengeras karena meningkatnya
keratin; pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stress (Nugroho, 2008).
4) Sistem Penglihatan
Sistem penglihatan pada lansia juga mengalami penurunan
seperti: sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar; kornea lebih berbentuk sferis (bola); lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan
gangguan penglihatan; meningkatnya ambang, pengamatan sinar,
daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat
dalam cahaya gelap; hilangnya daya akomodasi; menurunnya
lapang pandang, berkurang luas pandangannya; menurunnya daya
membedakan warna biru atau hijau pada skala (Nugroho, 2008).
5) Sistem Kardiovaskuler
Penurunan kekuatan kontraktil miokardium menyebabkan
penurunan curah jantung. Penurunan signifikan jika lansia
mengalami stres karena ansietas, kegembiraan, penyakit atau
aktivitas yang berat. Tubuh berusaha untuk mengkompensasi
penurunan curah jantung dengan meningkatkan denyut jantung
selama latihan. Akan tetapi, setelah latihan fisik, memerlukan
waktu yang lama untuk mengembalikan denyut jantung lansia ke
frekuensi semula. Tekanan darah lansia seringkali meningkat. Hal
ini disebabkan akibat perubahan vaskular dan akumulasi plak
sklerotik sepanjang dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan kakunya vascular secara menyeluruh. Nadi perifer
dapat dipalpasi tetapi sering kali lemah pada ekstremitas bawah.
Ekstremitas bawah dapat menjadi dingin, terutama pada malam
hari (Potter and Perry, 2005).
6) Sistem Pengaturan Temperature Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja
sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tetentu,
kemunduran terjadi sebagai factor yang mempengaruhinya. Yang
sering ditemui, antara lain: temperatur tubuh menurun (hipotermia)
secara fisiologi ± 35˚C ini akibat metabolisme yang menurun dan
keterbatasan refek mengigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot (Nugroho,
2008).
7) Sistem Respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengompensasi kenaikan ruang rugi paru, udara mengalir ke
paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang. Umur tidak berhubungan dengan
perubahan otot diagfragma, apabila terjadi perubahan otot
diafragma, maka otot toraks menjadi tidak seimbang dan
menyebabkan terjadinya distorsi dinding toraks selama respirasi
berlangsung (Azizah, 2011).
8) Sistem Gastrointestinal
Penuaan menyebabkan peningkatan jumlah jaringan lemak
pada tubuh dan abdomen. Akibatnya, terjadi peningkatan ukuran
abdomen karena tonus dan penurunan elastisitas otot menurun
sehingga menyebabkan abdomen lebih membuncit. Lansia
mengalami intoleransi pada makanan tertentu secara tiba-tiba.
Penuruan peristaltik menyebabkan lansia mengalami perlambatan
penggosongan gaster dan mungkin tidak mampu mengkonsumsi
makanan dalam jumlah besar. Penurunan peristaltik juga dapat
mempengaruhi penggosongan kolon yang mengakibatkan
konstipasi (Potter and Perry, 2005).
9) Sistem Genitourinaria
Sistem genitourinaria pada lansia juga mengalami
perubahan seperti: ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa
metabolisme tubuh melalui urine darah yang masuk ke ginjal,
disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron
(tepatnya di glomerulus) dan kemudian mengecil dan nefron
menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi
tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat urin menurun proteinuria (biasanya
+1), BUN (blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat; vesika urinaria atau
kandung kemih yang mana otot-ototnya menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi
buang air seni meningkat dan vesika urinarianya susah
dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urin; pembesaran prostat ± 75% dialami oleh
pria usia diatas 65 tahun; atrofi vulva; vagina pada orang-orang
yang makin menua sexual intercourse cenderung menurun secara
bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan
menikmati berjalan terus sampai tua (Nugroho, 2008).
10) Sistem Endokrin
Sistem endokrin pada lansia juga mengalami perubahan
seperti: produksi dari hampir semua hormone menurun; fungsi
paratiroid dan sekresinya tidak berubah; pituitary pada
pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya didalam
pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH,
dan LH; menurunnya aktifitas tiroid, menurunnya BMR (Basal
Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat;
menurunnya produksi aldosteron; menurunnya sekresi hormone
kelamin misalnya progesteron, estrogen, dan testosterone
(Nugroho, 2008).
11) Sistem Kulit (Integumentary System)
Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak alastis,
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbecak. Kekeringan kulit disebabkna atrofi
grandula sebasea dan grandula sudoteria sehingga timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit yang dikenal dengan liver spot.
Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultra violet (Azizah,
2011).
12) Sistem Musculoskeletal
Lansia yang berolahraga secara teratur tidak kehilangan
massa atau tonus otot dan tulang sebanyak lansia yang tidak aktif
berolahraga. Serat otot berkurang ukurannya dan kekuatan otot
berkurang sebanding penurunan massa otot. Wanita pasca
menoupause memiliki laju demineralisasi tulang yang lebih besar
daripada pria lansia. Wanita yang mempertahankan masukan
kalsium selama hidup dan masuk pada tahap menopause
mengalami demineralisasi tulang kurang dari wanita yang tidak
pernah melakukannya (Potter and Potter, 2005).
b. Perubahan Psikososial
Menurut (Nugroho, 2008) nlai seseorang sering diukur melalui
produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan. Bila mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan
mengalami kehilangan, antara lain :
1) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan semua fasilitas)
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
c. Perubahan Spiritual
1) Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan
(Maslow, 1970 dalam Nugroho, 2008)
2) Lanjut usia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray
dan Zentner, 1970 dalam Nugroho, 2008).
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun adalah universalizing,
perkembangan yang di capai pada tingkat ini adalah berpikir dan
bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan
(Folwer, 1978 dalam Nugroho, 2008).
d. Perubahan Mental
1) Menurut (Nugroho 2008), perubahan mental yaitu sebagai berikut :
a) Dibidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat
berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga,
bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu.
b) Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang dikemukakan
pada hampir setiap usia lanjut, yakni keinginan berumur
panjang, tenaganya dapat mungkin dihemat.
c) Mengharapkan tetap diberikan peranan dimasyarakat.
d) Ingin mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap
berwibawa.
e) Jika meninggalpun, mereka ingin meninggal secara terhormat
dan masuk surga.
2) Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental menurut
(Nugroho 2008) adalah sebagai berikut :
a) Perubahan fisik, khususnya pada organ perasa
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Ketururunan (hereditas)
e) Lingkungan
BAB III
HASIL KEGIATAN
1. Pengkajian
A. DATA KEPALA KELUARGA
1. Nama Kepala Keluarga : Ny. K
2.Umur KK : 56 Tahun
3.Jenis Kelamin KK : Perempuan
4.Kategori KK : PUS ( sudah menikah<60 tahun)

5.Agama KK : Islam
6.Pendidikan terakhir KK : SLTP
7. Pekerjaan KK : Petani
1.Suku Bangsa : Jawa
9.Kepemilikan Jaminan Kesehatan : BPJS
10. Pengambil keputusan dalam keluarga : Kepala Keluarga

B. Dafftar Anggota Keluarga(direkap tersendiri)


No. Nama Anggota Hubungan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Status
Keluarga dengan Kepala Terakhir Perkawinan
Keluarga
1 Ny. M anak P 29t h SLTP IRT Kawin

*) Koding untuk jenis kelamin, agama pendidikan dan pekerjaan sama dengan
data KK
C. STATUS KESEHATAN
No Peryataan YA TIDAK
A. Sarana Kesehatan
1 Ada sarana kesehatan terdekat dengan rumah Ya
2 Keluarga memanfaatkan sarana kesehatan jika ada yang sakit Ya
B. Masalah Kesakitan
1. Dalam tiga bulan terakhir ada anggota keluarga yang Tidak
menderita penyakit
2. Keluarga memiliki riwayat penyakit turunan dan atau Tidak
menular
C. Kematian
1. Apakah ada anggota keluarga yang meninggal dalam Tidak
satu tahun terakhir

Ket :

1. Data masalah kesehatan apabila jawaban “ya’ ,sebutkan penyakit dan


direkap tersendiri
2. Data kematian, apabila jawaban “ya”sebutkan usia saat meninggal dan
penyebab kemaian ( rekap sendiri )

D. KELOMPOK KHUSUS
Kuesioner kelompok khusus ini digunakan jika ada anggota keluarga yang
sesuai dengan pengelompokan khusus ini
1. Bayi( 0-12 bulan )
No Pernyataan Jawaban
1 Bayi di imunisasi lengkap sesuai umurnya
2 Bayi sampai dengan usia 6 bulan mendapatkan ASI Eklusif
3 Bayi memiliki KMS
4 Bayi ditimbang setiap bulan / ikut posyandu
5 Status gizi bayi baik
6 Bayi diatas usia 6 bulan mendapatkan makanan tembahan
2. Balita (1 – 5 tahun )
No Pernyataan Jawaban
1 Balita memiliki KMS
2 Balita di imunisasi lengkap sesuai umurnya
3 Balita ditimbang setiap bulan / ikut posyandu
4 Status gizi balita baik, Berat badan / TB (di
rekap sendiri)
5 Balita mendapatkan kapsul Vit A

3. Anak-anak (> 5-10 tahun)


No Pernyataan Jawaban
1 Pertumbuhan anak sesuai dengan usianya
2 Perkembangan anak normal sesuai dengan
usianya
3 Anak memiliki kebiasaan makan siap saji
4 Anak pernah mengalami kekerasaan dalam
rumah tangga / sekolah / tempat bermain
5 Anak dalam kondisi sehat

4. Remaja – Dewasa (10 tahun-sebelum menikah)


No Pernyataan Jawaban
1 Remaja mengetahui tanda-tanda perubahan pubertas
2 Remaja mengetahui tentang AIDS dan Penyakit seksual
3 Remaja pernah mendapatkan informasi tentang kesehatan
reproduksi dari keluarga/sekolah/lembaga kemasyrakatan
lainya
4 Remaja mengikuti kegiatan positif dalam mengisi waktu \
luang
5 Remaja mengikuti kegiatan social di padukuhan
6 Remaja melakukan kebiasaan sehat (tidak merokok/ tidak
minum-minuman keras/ tidak menggunakan obat-obatan
terlarang)

5. IBU HAMIL (tuliskan umur kehamilan ), G..P..A..H..

No Pernyataan Jawaban
1 Periksaa kehamilan disarana kesehatan
2 Ibu hamil mengalami masalah kesehatan
3 Ibu hamil mengkonsumsi tablet besi
4 Periksa kehamilan minmal 4 kali selama masa
hamil (1 kali pada trimester 1,2 kali pada
trimester 2 dan 2-3 kali pada trimester 3 )
5 Ibu hamil merencanakan persalinan di tenaga
kesehatan
6 Ibu hamil termasuk dalam kehamilan resiko
tinggi
1) Usia bumil < 16 tahun atau >35 tahun
2) Tinggi badan< 150 cm
3) Jarak kehamilan <2 tahun
4) Kehamilan > 4 kali
5) Riwayat keguguran sebelumnya
6) Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
7) Menderita penyakit
8) Mual-muntah berlebihan
9) Sering pusing
10) Kaki bengkak
11) Anemia (Hb<10gr%)
12) Protein urine positif
7. Ibu hamil ke 2 atau lebih memiliki riwayat
persalinan dengan penyulit
6. Kelurga Berencana( bagi PUS )

No Pernyataan Jawaban
1 Mengetahui KB Ya
2 Menggunakan alat kontrasepsi KB Ya
Alat kontrasepsi yang di gunakan : Suntikan
(1) IUD
3 Selama menngunakan alat kontrasepsi tidak ada gangguan/keluhan Ya
7. PERILAKU DAN KESEHATAN LINGKUNGAN
No Pernyataan Jawaban
1 Tidak ada anggota yang merokok Ya
2 Keluarga memiliki / memakai air bersih Ya
3 Keluarga memiliki /memakai jamban sehat Ya
4 Tidak terdapat jentik nyamuk Ya

8. TUGAS DAN FUNGSI KELUARGA


No Pernyataan Jawaban
1 Mampu mengenal masalah kesehatan dalam Ya
keluarga
2 Mampu mengambil keputusan dalam yang Ya
berhubungan dengan kesehatan keluarga
3 Mampu merawat anggota keluarga yang Ya
mengalami gangguan kesehatan
4 Mampu memodifikasi lingkungan yang Ya
berhubungan dengan kesehatan
5 Mampu memnfaatkan fasilitas kesehatan di Ya
lingkungan sekitar
Hasil Pemeriksaan fisik seluruh anggota keluarga

Pemeriksaan Fisik Tn.K Ny.M


Kepala, mata, hidung, Keadaan kepala normal, Keadaan kepala normal,
mulut, tidak ada benjolan, mata tidak ada benjolan, mata
simetris, hidung tidak simetris, hidung tidak
terdapat polip, mulut terdapat polip, dan bersih,
tidak sianosis mulut tidak sianosis
Paru –paru Dada tidak ada benjolan, Dada tidak ada benjolan,
terlihat pergerakan dada terlihat pergerakan dada
saat bernafas, perkusi saat bernafas, perkusi
:berbunyi pekak, palpasi : :berbunyi pekak, palpasi :
vesikuler vesikuler
Jantung Perkusi : berbunyi pekak, Perkusi : berbunyi pekak,
auskultasi : S1 S2 tunggal auskultasi : berbunyi S1
S2 tunggl
Ekstermitas atas dan Tidak ada edema, tes Tidak ada edema, tes
bawah refleks normal (+) refleks normal (+)
TTV TD:150/100 mmHg TD:120/90 mmHg
N : 88x/m N : 76x/m
RR : 21x/m RR :22x/m

2.Analisa

Dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat diperoleh data kesehatan dari
keluarga Ny.B yang menderita hipertensi.
Tanda Vital: BP: 150/100 mmHg; N: 88 x/menit; RR: 21 x/menit,
Ny.B mengatakan tekanan darah nya memang sering tinggi tapi tidak parah.
Ny.B kadang mengeluhkan sakit kepala, Ny.B tidak mengetahui secara
pasti pemicu terjadinya hipertensi serta gejala hipertensi, begitu juga dengan
anggota keluarga yang lain, Ny.B hanya tahu sakit kepala merupakan tanda
bahwa tekanan darahnya meningkat, dan paling sering terjadi setelah
mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak.
3.Tahap penjajakan 1

Data Masalah
Data subjektif : Masalah Kesehatan :
Ny.B mengatakan sering merasa hipertensi pada Ny.B
sakit kepala, terutama setelah
mengkonsumsi makanan yang Masalah keperawatan :
banyak mengandung lemak, Kurang pengetahuan berhubungan
Data objektif : dengan kurang informasi kesehatan
 Tanda Vital: tentang hipertensi.
 BP 150/100 mmHg;
 N 88 x/menit ;
 RR 21 x/menit
4.Rencana Keperawatan Keluarga

N Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Standar Evaluasi Rencana Intervensi


o Evaluasi
Kurang pengetahuan Tujuan umum : Hipertensi merupakan 1. Diskusikan dengan keluarga
berhubungan dengan Setelah 2 hari pertemuan, keadaan dimana tekanan pengertian hipertensi
kurang informasi diharapkan klien dapat darah melebihi dari 140/ 2. Diskusikan dengan keluarga
kesehatan tentang memahami tentang masalah 90 mmHg, seseorang tanda terjadinya hipertensi
hipertensi. hipertensi. dikatakan terkena
hipertensi
Tujuan khusus : Respon Hipertensi merupakan 3. Diskusikan dengan keluarga
Setelah pertemuan 2x45 menit, verbal keadaan dimana tekanan pengertian hipertensi
keluarga mampu : darah melebihi dari 140/ 4. Diskusikan dengan keluarga
1. Mengenal masalah hipertensi 90 mmHg, seseorang tanda terjadinya hipertensi
dengan : dikatakan terkena
a) Menjelaskan apa yang hipertensi tidak hanya 1
dimaksud dengan kali pengukuran, tetapi 2
hipertensi kali atau lebih pada
waktu yang berbeda.
Waktu yang paling baik
untuk memeriksa tekanan
darah adalah saat
istirahat.
b) Menjelaskan penyebab Respon Menyebutkan 7 dari 10 1. Diskusikan penyebab
terjadinya hipertensi verbal penyebab hipertensi terjadinya hipertensi secara
 Faktor keturunan umum
 Usia 2. Minta keluarga menyebutkan
 Garam kembali penyebab hipertensi

 Kolesterol
 Obesitas/kegemukan
 Stress
 Rokok
 Kafein
 Minuman beralkohol
 Kurang olahraga
c) Menjelaskan tanda dan Respon Menyebutkan 5 dari 7 1. Diskusikan tanda dan gejala
gejala hipertensi verbal tanda dan gejala hipertensi
hipertensi 2. Minta keluarga menyebutkan
 Sakit pada bagian kembali tanda dan gejala
belakang kepala. hipertensi
 Leher terasa kaku.
 Kelelahan
 Mual dan muntah
 Sesak napas.
 Gelisah.
 Sukar tidur.

d) Mengenal makanan yang Respon Mampu menyebutkan 1. Diskusikan dengan keluarga


dibolehkan untuk Verbal makanan yang di tentang makanan hipertensi
hipertensi bolehkan untuk yang di bolehkan untuk
hipertensi: hipertensi
 Beras, kentang, 2. Minta agar keluarga
terigu, tapioca, menyebutkan kembali
hunkwe,gula makanan yang di bolehkan
 Ikan, telu satu untuk hipertensi
minggu 2 butir dan
susu
 Kacang-kacangan
yang diolah tanpa
garam
 Margarine atau
mentega tanpa garam
 Bumbu-bumbu tanpa
garam
 Buah dan sayur tanpa
pengawet
e) Mengenal makanan yang Respon Mampu menyebutkan 1. Diskusikan dengan keluarga
tidak boleh untuk verbal makanan yang tidak tentang makanan yang tidak
hipertensi dibolehkan/dihindari: dibolehkan/dihindari
 Hati, lidah, sarden, 2. Minta agar keluarga
keju, otak, daging, menyebutkan kembali
ikan asin, telor asin, makanan yang tidak
daging asap, ham, dibolehkan/dihindari
dendeng, ikan
kaleng.
 Margarine dan
mentega biasa
 Sayur kalengan, sawi
asin, asinan dan acar
f) Menganjurkan untuk selalu Respon Melaksanakan 1. Diskusikan pada klien untuk
mengontrol tekanan darah non pemeriksaan tekanan selalu mengontrol tekanan
ke pelayanan kesehatan Verbal darah per minggunya di darah tiap minggunya
terdekat, kurang lebih 1x per puskesmas terdekat. 2. Minta klien melaksanakan
minggu. pemeriksaan tekanan darah
dilayanan kesehatan terdekat
tiap minggu.
g) Menganjurkan untuk selalu Respon Meminum obat anti 1. Diskusikan pada klien untuk
meminum obat apa bila Verbal hipertensi seperti selalu meminum obat
tanda dan gejala hipertensi captropil atau obat yang antihipertensi, apabila tanda
mulai timbul didapat dari tenaga dan gejalan mulai timbul.
kesehatan jika sudah 2. Minta klien untuk selalu
mulai merasakan gejala meminum obat
hipertensi. antihipertensi apabila gejala
mulai timbul.
5.Implementasi dan evaluasi

Tgl No. Implementasi Evaluasi Paraf


Diagnosa
27 1 Dengan menggunakan leaflet : Subjektif : Klien mengatakan hipertensi adalah tekanan darah yang
Maret  Menjelaskan tentang tidak normal, apa bila tkanan darah melebihi 140/90 mmHg
2018 pengertian hipertensi Keluarga mengatakan tanda hipertensi adalah sakit pada
 Menjelaskan tentang tanda bagian belakang kepala, leher terasa kaku, mual dan
terjadinya hipertensi muntah, sesak napas, gelisah, sukar tidur.
 Menjelaskan penyebab Keluarga mengatakan penyebab hipertensi adalah faktor
terjadinya hipertensi keturunan, usia, garam, kolesterol,

 Menjelaskan gejala obesitas/kegemukan,stress, kafein

hipertensi Keluarga mengatakan makanan yang boleh dikonsumsi

 Mengenalkan makanan apa adalah makanan yang tidak di awetkan dengan garam,

saja yang boleh untuk beras, tapioca, kacang-kacangan, buah dan sayur tanpa

penderita hipertensi pengawet

 Mengenalkan makanan apa Keluarga mengatakan makanan yang harus dihindari adalah

saja yang tidak boleh untuk daging, hati, lidah, ikan asin, telor asin

penderita hipertensi Klien mengatakan akan selalu mengontrol kesehatan dan


 Menganjurkan untuk selalu tekanan darah kurang lebih 1x seminggu dilayanan
mengukur tekanan darah kesehatan terdekat
kurang lebih 1x/ minggu di Klien mengatakan akan selalu menjaga kesehatan dan
layanan kesehatan terdekat. meminum obat anti hipertensi yang didapatnya dari
 Menganjurkan untuk selalu puskesmas apabila tanda dan gejala hipertensi mulai
meninum obat anti timbul.
hipertensi seperti captropil Objektif : Klien dan keluarga menyimak setiap penjelasan dengan
apabila tanda dan gejala seksama
hipertensi mulai timbul Analisis : Tujuan khusus tercapai sesuai rencana
Planning : Anjurkan klien dan keluarga menjaga kesehatan dan
menghindari faktor-faktor pemicu hipertensi, dan
memeriksakan kesehatannya ke puskesmas secara teratur
BAB IV
PEMBAHASAN
Praktik Keperawatan Komunitas ini merupakan bagian dari praktik
keperawatan yang memiliki beberapa tahapan proses keperawatan, yaitu
proses pengkajian, perumusan masalah keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan. Perawatan kesehatan keluarga
adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada keluarga sebagai unit
pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat
membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara
meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas
perawatan kesehatan keluarga

1. Tahap Pengkajian

Pengkajian adalah merupakan upaya pengumpulan data secara


lengkap dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis
sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik
individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada
fisiologis, psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapat ditentukan
(Mubarak, 2009).
Berdasarkan rencana, proses pengkajian ini dilakukan dalam
waktu satu hari yaitu tanggal 23 Maret 2018 di RT.03 Desa Selomartani,
Padukuhan Sindon Yogyakarta yang dilakukan oleh mahasiswa dari
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.
Data-data yang dikaji meliputi data keadaan rumah dan
lingkungan sekitar, kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik, serta penyakit
yang di derita anggota keluarga sekitar 3 bulan yang lalu.
Pada tanggal 23 Maret 2018 mahasiswa datang berkunjung
kekeluarga Ny.B untuk melakukan pangkajian. Pengkajian juga
dilakukan dengan wawancara dengan panduan tool atau kuesioner
keperawatan komunitas yang telah disediakan, serta menggunakan
leaflet. Pendataan dengan kuesioner dilakukan dengan mengkaji semua
anggota keluarga Ny. B..
Dalam melaksanakan proses pengkajian mahasiswi mendapat
beberapa faktor pendukung, antara lain : keluarga Ny.B yang telah
menyambut kami dengan ramah, serta anggota keluarga yang kooperatif
sehingga dapat membantu dalam proses pendekatan keluarga. Sedangkan
faktor penghambatnya antara lain: ada anggota keluarga yang belum
benar- benar memperhatikan, sehingga penjelasan harus diulang kembali.

Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang dapat dirumuskan berdasarkan data yang
diperoleh dalam pengkajian dapat disimpulkan masalah keperawatan
yang muncul pada keluarga Ny. B antara lain:
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi kesehatan
hipertensi..
Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, makanan apa saja yang bolehkan dan
tidak di bolehkan untuk penderita hipertensi, menganjurkan untuk
selalu mengukur tekanan darah dan selalu meminum obat apabila
tanda dan gejala mulai timbul pada Ny. B .
Salah satu penyebab dari masalah keperawatan tersebut adalah
masih kurangnya pengetahuan keluarga Ny.B tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, makanan apa saja yang bolehkan dan
tidak di bolehkan untuk penderita hipertensi, untuk selalu memeriksa
kesehatan dan tekanan darah, serta selalu meminum obat anti
hipertensi. Jika masalah ini tidak diatasi maka kemungkinan besar
penyakit Ny.B akan selalu kambuh karena keluarga kurang
pengetahuan tentang hipertansi.
Mahasiswa juga menganjurkan Ny.B agar dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan baik yakni untuk rajin
memeriksakan kesehatan dan tekanan darah.
2. Tahap Perncanaan

Mahasiswa bersama anggota keluarga merumuskan rencana


kegiatan untuk mengatasi masalah keperawatan resiko kekambuhan/
ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri pada Ny.B. Dengan
menjelaskan dari pengertian hipertensi, tanda dan gejala terjadinya
hipertensi, serta pencegahan pada Ny.B dengan menggunakan strategi
intervensi keperawatan keluarga antara lain dengan melakukan pendidikan
kesehatan / penyuluhan tentang penyakit Hipertensi, diet penderita
hipertensi, melakukan pemeriksaan tekanan darah dan selalu meminum
obat antihipertensi.

3. Tahap Pelaksanaan

Implementasi dari asuhan keperawatan keluarga dilakukan selama


1 hari dan keluarga dapat bekerja sama dengan baik dan bisa memberikan
informasi tentang masalah penyakit hipertensi yang di alami.

4. Evaluasi

Keluarga mampu menjalankan tugas dan fungsi keluarga dengan cukup


baik dalam perawatan hipertensi, bisa membenahi lingkungan rumah,dan
pemanfaatan fisilitas kesehatan dalam lingkungan tempat tingal.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan

Setelah dilakukan pengkajian pada keluarga Ny. B dapat ditemukan


masalah keperawatan yaitu kepala keluarga Ny.B menderita penyakit
hipertensi. Masalah keperawatan ini timbul karena ketidakmampuannya
keluarga mengenal masalah kesehatan. Setelah dilakukan asuhan keperawatan
keluarga terhadap keluarga Ny. B maka keluarga dapat mengetahui secara
pasti pengertian, penyebab, tanda gejala, dan diet untuk penderita hipertensi.
Untuk mencegahnya keluarga juga mau mengikuti saran dari mahasiswa
untuk selalu memeriksa kesehatan, tekanan darah, serta selalu meminum obat
antihipertensi apabila tanda dan gejala mulai muncul.

2. Saran
Di saran kepada keluarga Ny. B untuk berusaha menghindari faktor-
faktor yang dapat memicu ataupun menyebabkan hipertensi, lakukan
pemeriksaan rutin setiap bulan ke pusat kesehatan untuk memantau
perubahan- perubahan tekanan darahnya kerena perlu di ingat bahwa pada
tahap awal hipertensi tidak memiliki gejala spesifik, budayakan perilaku
hidup bersih dan sehat di rumah untuk pencegahan dan konsultasikan terapi
yang komprehensif dengan petugas kesehatan.
Daftar Pustaka

Mubarak,Wahit Iqbal .ddk.2009.Imu Keperawatan Komunitas (konsep dan


aplikasi ).Jakarta: Salemba medika
Nurarif,Amin Huda,dkk.2013,Asuhan Keperawatan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:
Media Action
Price. Sylvia A. 1995. Phatofisiologi Jakarta : EGC.
Lampiran

1.Leaflet

2.Lembar persetujuan

Anda mungkin juga menyukai