Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah keradangan pada selaput lendir yang mengenai bagian putih mata dan bagian
dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah
mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran
mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah
keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua
mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal.Gatal ini juga seringkali dirasakan
dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah
konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata,
terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis
virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa
dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri
tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasatidak nyaman di mata.
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik
sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat
dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamincocok
diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapatdiberikan agar mata terasa lebih nyaman,
sekaligus melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk
konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparandengan benda yang diduga sebagai
penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensakontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi
untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.
Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi
penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.
BAB II
ISI

2.1. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasivaskular,


infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang menutupi belakang kelopak
dan bola mata.

Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh mikroorganisme
(virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.

2.2. Anatomi

Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membrane mukosa
tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan bola mata dan
berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi
atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya,
konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan
dengan epitel kornea pada limbus. Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua lapisan epithelium
dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis
tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel
berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang
terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat
pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada
daerah kornea.

Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva.

Gambar 2.5. Anatomi Konjungtiva

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua
arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya
mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang
banyak.

Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus


trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan oksigen
ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,dengan mekanisme pertahanan
nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitaslakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu,
terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya
jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar
yaitu :

1. Penghasil musin.
a. Sel goblet ; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal.
b. Crypts of Henle ; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalissuperior dan
sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz ; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar
Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namunkarena suhunya
yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darahyang rendah menyebabkan
bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan medium yang
baik.

2.3. Etiologi

Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat :

 Infeksi olah virus atau bakteri


 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya ; sinar ultraviolet, dari las listrik
atau sinar matahari.

2.4. Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari :

1. Konjungtivitis bakterial Akut


2. Konjungtivitis virus Akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Konjungtivitis iritasi atau kimia
2.4.1. Konjungtivitis Bakterial Akut

Definisi

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus, Corynebacterium


diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus.

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab
konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti
Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis
purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan
komplikasi berat bila tidak diobati secara dini.

Diagnosis

 Hiperemi Konjungtiva
 Edema kelopak dengan kornea yang jernih
 Kemosis : pembengkakan konjungtiva
 Mukopurulen atau Purulen
Pemeriksaan

 Pemeriksaan tajam penglihatan


 Pemeriksaan segmen anterior bola mata
 Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk mengindentifikasi
bakteri, jamur dan sitologinya.

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat
menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau
Giemsa ; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Kerokan
konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan
diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil
sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.

Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat diteteskan
tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1minggu. Pada malam
harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagihari dan mempercepat
penyembuhan.

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi
topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok
untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus
segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan.

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung
selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus
(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam
darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.

Pencegahan

 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dansesudahmembersihkan atau


mengoleskan obat, penderita harus mencucitangannya bersih-bersih.
 Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menanganimata yang sakit.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghunirumah lainnya.

2.4.2. Konjungtivitis Gonore

Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen. Gonokok
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif, sehingga reaksi radang
terhadap kuman ini sangat berat.

Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi
penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.

Gejala

 Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan


 Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
 Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan konjungtiva bulbi
merah.
 Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental.

Pemeriksan dan diagnosis

 Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blue dimana dapat terlihat diplokok di dalam
sel leukosit.

Pengobatan

 Penisilin Salep dan Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kg BB selama &hari.

2.4.3. Konjungtivitis Angular

Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra. Disebabkan


oleh Basil Moraxella Axenfeld.

Gejala

 Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang


 Sekret mukopurulen
 Pasien sering mengedip

Pengobatan

Tetrasiklin dan basitrasin

2.4.4. Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum


konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau basil KochWeeks.

Gejala

 Hiperemi konjungtiva
 Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama saat bangun
pagi.

2.5. Konjungtivitis Virus

2.5.1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

a. Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40⁰C, sakit tenggorokan, dan


konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak
nyeri tekan).

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang –


kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa danditetapkan oleh tes
netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga di diagnosis secara serologic
dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas
lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar
menular di kolam renang berchlor.

Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya


dalamsekitar 10 hari.

b. Keratokonjungtivitis Epidemika

Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja,
dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri
sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah
khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan
mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon.

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama


terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa
meninggalkan parut.

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun,
pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan,
otitis media, dan diare.

Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan37


(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan
diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang
mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.
Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari
tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung
penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan
dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara
pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau
hipoklorit, kemudian dibilas denganair steril dan dikeringkan dengan hati-hati.

Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan
kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi
bacterial.

c. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah
keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata
mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan
tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler
yang terasa nyeri jika ditekan.
Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya
terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak
dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakaifiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi
tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas
konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya
sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus
diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan
debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering,
meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus
diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali
sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di
waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari
selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian
vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid
dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi
penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

d. Konjungtivitis Hemoragika Akut

Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun
1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-
48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).

Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah,
edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik- bintik pada awalnya, dimulai di
konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyakan pasien mengalami
limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah
dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus.

Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei,
alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari.

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

2.6. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

2.7. Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla
raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di
tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di
tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah
eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti
dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan
ketajaman penglihatan.

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada
lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti
dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif
bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat


sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.

Terapi

Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10mg empat


kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200mg) ternyata
bermanfaat. Obat-obat anti radang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid,
ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis
merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin
diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.

2.8. Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti


pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine,
neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahan pengawet atau vehikel toksik atau
yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir
sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat
iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil
polimorfo nuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan
agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atausama sekali tanpa tetesan.
Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya
setelah penyebabnya dihilangkan.

2.7.2. Konjungtivitis Vernalis

Suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap sebagai suatu
alergi.

Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel) yang
melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai rangsangan (seperti
serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang mungkin
sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat mata merah alergi.

Diagnosis

 Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva


 Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
 Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
 Kadang disertai shield ulcer
 Bersifat kumat-kumatan

Gejala dan Tanda :

 Mata merah (biasanya rekuren)


 Kadang disertai rasa gatal yang hebat
 Adanya riwayat alergi
 Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior
 Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
 Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder
Terapi

Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan sejuk,
lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin, emestadine),
vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer (cromolin sodium 4%
alomide). Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide), antiinflamasi
steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen modulator siklosporin. Pada
pasien dengan sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%,
atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topical. Dapat diberikan antihistamin sistemik.

2.7.3. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hampir setiap substansi iritan yang masuk ke saccus
conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun,
deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di
daerah tertentu, asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia
ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya
non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali
merah dan terasa mengganggu secara menahun.

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung.
Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan
menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-
jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar
kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama
luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat
kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam
sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai
antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap
jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis
bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan
transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap
konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun
dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai