BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Spinal anestesi atau Subarachniod Blok (SAB) adalah salah satu teknik anestesi
regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesilokal ke dalam ruang
subarachnoid untuk mendapatkan analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot
rangka.
Subarachnoid Spinal Block, sebuah prosedur anestesi yang efektif dan bisa digunakan
sebagai alternatif dari anestesi umum. Umumnya digunakan pada operasi bagian bawah tubuh
seperti ekstremitas bawah, perineum, atau abdomen bawah
Analgesi adalah kata yang berarti hilangnya atau bebas dari nyeri. Istilah ini pada
masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk menunjukkan proses penderita bebas
dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Kedua, dipergunakan oleh beberapa pakar dalam
kaitannya dengan istilah anestesi untuk menunjukkan anestesi lokal atau regional obat
analgesi dibagi ke dalam dua kelompok yakni golongan NSAID dan golongan opioid, yang
bekerja di perifer atau sentral, sedangkan obat untuk melakukan analgesi lokal adalah
kelompok obat analgesi lokal, seperti prokain, lidokain dan bupivakain.
Efek samping tindakan anstesi spinal diantaranya hipotensi berat, bradikardi, trauma
pembuluh darah, hipoventilasi, trauma pembuluh darah, trauma saraf, mual-muntah,
gangguan pendengaran, blok spinal tinggi, spinal total. Sedangkan komplikasi pasca tindkn
diantaranya nyeri tempat suntikan, nyeri punggung, nyeri kepala, retensi urin, dan meningitis.
Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak,
dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli
anestesi, dan pendidikan. Tujuan penulisan ini untuk menjelaskan dasar pemilihan teknik
anestesi pada kasus kehamilan ektopik terganggu.
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat
yang semestinya”. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada
ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel
pada uterus.
1
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat
berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan
ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan penyebab kematian
tertinggi pada kehamilan trimester pertama. Pada KET, hal yang paling berbahaya adalah
terjadinya shock hipovolemik akibat perdarahan yang terjadi dari pecahnya kehamilan
ektopik tersebut.
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal.
Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti
cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit.
Laparotomy adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut).
Kata “laparotomy” pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam ini pada tahun
1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk dari dua kata
Yunani, “lapara” dan “tome”. Kata “lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di
antara tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan “tome” berarti pemotongan. Laparotomy
dilakukan untuk memeriksa beberapa organ di abdomen sebelah bawah dan pelvis (rongga
panggul).
Pada laporan kasusu kali ini, akan dibahas mengenai manajemen anastesi pada
penderita KET yang dilakukan tindakan laparatomy.
2
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anastesi
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-“tidak, tanpa” dan aesthesos,
“persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh.
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu
dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien
tak sadar. Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama pengantar
register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga,
obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf di area itu.
Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf tadi lalu terhambat
dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat anestesi atau efek mati rasa
akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Metode pemberian Anestesi regional dibagi menjadi dua, yaitu secara blok sentral dan blok
perifer (Latief, 2001).
Blok sentral dibagi menjadi tiga bagian yaitu anestesi Spinal, Epidural dan Kaudal
(Latief, 2001).
a. Anestesi Spinal
3
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible. Terdapat tiga bagian syaraf yaitu
motor, sensori dan autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan
ketika di blok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi
seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf otonom akan
mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran.
Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang pertama kali diblok dan
serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik yang penting.
Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak mungkin akan
terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih
merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai.
Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relative dan absolute.
4
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Kelebihan pemakaian anestesi spinal diantaranya adalah biaya minimal, tidak ada
efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes
mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonusvisceral,
jarang terjadi gangguan koagulasi.
Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan hipotensi,
hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila tidak aseptik
akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta kemungkinan
terjadi postural headache.
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum.
Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada
kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent (Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia
spinal)
Premedikasi :
5
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
3. Jarum spinal
Penusukan :
Secara anatomis, bila dilihat dari posisi sagital maka struktur vertebra dari lumbar adalah :
1. Kulit
2. Lemak subkutan
3. Ligamentum Supraspinosus
4. Ligamentum Interspinosum
5. Ligamentum Flavum
6. Ruang epidural
7. Duramater
8. Ruang subdural
9. Araknoid
10. Ruang subarachnoid
6
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
5. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan
sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan
menembus kulit - subkutis - lig.supraspinosum - lig.interspinosum - lig.flavum - ruang
epidural - duramater - ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit - lig.flavum dewasa
± 6cm.
6. Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.
7. Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.
11. Gravitasi : Cairan serebrospinal pada suhu 37°C mempunyai BJ 1,003-1,008. Jika
larutan hiperbarik yang diberikan kedalam cairan serebrospinal akan bergerak oleh
gaya gravitasi ke tempat yang lebih rendah, sedangkan larutan hipobarik akan
bergerak berlawanan arah dengan gravitasi seperti menggantung dan jika larutan
isobarik akan tetap dan sesuai dengan tempat injeksi.
7
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
8
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
konsentrasi darah yang dicapai dengan dosis terapi, terjadi perubahan konduksi jantung,
eksitabilitas, refrakteritas, kontraktilitas dan resistensi vaskuler perifer yang minimal.
Kontraktilitas miokardium ditekan dan terjadi vasodilatasi perifer, mengakibatkan penurunan
curah jantung dan tekanan darah arteri. Absorpsi sistemik anestetik lokal juga dapat
mengakibatkan perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat
biasanya berupa gelisah, tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya
terjadi henti napas. Fase depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.
Farmakokinetik :
Kecepatan absorpsi anestetik lokal tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang
diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin
dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit)
tetapi mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan
untuk blok syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik
lokal yang biasa digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya
sensasi.
Efek samping :
Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar
plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak
disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.
Sistemik : Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti
hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
SSP : Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor,
kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk
sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual,
muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.
Kardiovaskuler : Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan jantung,
hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia ventrikuler dan fibrilasi
ventrikuler, serta henti jantung.
Alergi : Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring),
bersin, episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensiberat).
Neurologik : Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan
bradikardia (spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin,inkontinensia
fekal dan urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual;anestesia persisten, parestesia,
kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit kepala, sakit
9
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
10
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
a. Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada
kemungkinan sensitivitas silang.
b. Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat
anti-inflamasi nonsteroid lain.
c. Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.
d. Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
e. Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.
f. Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.
g. Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.
h. Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.
i. Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).
j. Riwayat asma.
k. Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit,
pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–5.000 unit setiap 12
jam).
l. Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.
m. Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.
n. Anak < 16 tahun.
o. Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.
p. Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).
q. Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-
benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.
Dosis
Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi intramuskular atau bolus intravena.
Dosis untuk bolus intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac ampul tidak
boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai timbulnya efek analgesia setelah
pemberian IV maupun IM serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia tercapai
dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya
disesuaikan dengan keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi : Pemberian dosis
harian multipel yang terus-menerus secara intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari
2 hari karena efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka panjang.
Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30 mg
tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian total
tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien
gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak
boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat
mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh
11
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat
badannya kurang dari 50 kg).
Efek Samping
Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5
hari. Insiden antara 1 hingga 9% : Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal,
nausea. Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing, mengantuk, berkeringat.
4. Ondansetron
Farmakologi
Ondansetron adalah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan
mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Mekanisme kerjannya
diduga langsung mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreseptor trigger
zone didaerah postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan basal rendah. Tetapi waktu transit
saluran cerna memanjang sehingga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Ondansetron
dometabolisme di hati.
Indikasi
Ondansetron digunakan untuk mencegah mual dan muntah yang berhubungan dengan
operasi dan pengobatan kanker dengan radiografi dan sitostatika. Dosis yang digunakan 0,1-
0,2 mg/Kg IV.
Efek samping
Keluhan biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Keluhan yang umum ditemukan adalah
konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, mengantuk, gangguan saluran cerna.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan ondansetron. Obat ini sebaiknya
tidak digunakan pada ibu hamil dan menyusui karena kemungkinan disekresikan ke dalam
ASI. Pasien dengan penyakit hatimudah mengalami intoksikasi.
Pencegahan:
12
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Pengobatan:
2. Hidrasi adekuat
3. Hindari mengejan
4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah
pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.
Bromage score digunakan untuk menilai pasien pasca operasi dengan anastesi spinal.
Kriteria penilaian, sbb:
b. Anestesi Epidural
Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat pada ruang epidural
(peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis pada ketinggian tertentu, sehingga daerah
setinggi pernapasan yang bersangkutan dan di bawahnya teranestesi sesuai dengan teori
dermatom kulit.
c. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena ruang kaudal adalah
kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis.
13
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Anestesi regional dapat juga dilakukan dengan cara blok perifer. Salah satu teknik yang
dapat digunakan adalah anestesi regional intravena.
Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan kesepakatan dan
pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktor–faktor pembedahan.
Dalam beberapa kelompok populasi pasien, pembiusan regional ternyata lebih baik
daripada pembiusan total. Blokade neuraksial bisa mengurangi resiko trombosis vena, emboli
paru, transfusi, pneumonia, tekanan pernapasan, infark miokardial, dan gagal ginjal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan anestesi antara lain: keterampilan dan
pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah, tersedianya obat dan peralatan, kondisi klinis
pasien, waktu yang tersedia, tindakan gawat darurat atau efektif, keadaan lambung, dan
pilihan pasien. Untuk operasi kecil (misalnya menjahit luka atau manipulasi fraktur lengan),
jika lambung penuh, maka pilihan yang terbaik adalah anestesi regional. Untuk operasi besar
gawat darurat, anestesi regional atau umum sangat kecil perbedaannya dalam hal
keamanannya.
Etiologi tergantung pada Fungsi tuba falopii pada alat reproduksi wanita yang sangat
penting, yaitu:
A. Proses ovum pick up mechanism
B. Transportasi spermatozoa menuju ampula tuba sebagai tempat
yang paling besar untuk terjadinya konsepsi.
14
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
15
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Usia : 34th
Agama : Islam
Alamat : Poso
16
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
B. Anannesis
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada
keluarga.
C. Pemeriksaan Fisis
17
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
5. B5 (Bowel) Apdomen: pembesaran (-), peristatik (+), mual (+), muntah (-).
D. Pemeriksaan Penunjang
HB 10 14 - 18 g/dl
HCT 38 42 – 52 %
HbsAg Nonreaktif
SGOT 18 0 – 35 L
SGPT 9 0 – 45 L
18
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
2. Informed consent
4. Pasang iv line
5. Pasang Kateter
19
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Pasien wanita G3P2A0 masuk ke ruang Operasi pada tanggal 07 April 2017
pukul 11.45 wita dengan terpasang infus Gelafusal 500 cc ditangan kanan.
Dilakukan pemasangan alat untuk pemeriksaan tanda vital dengan hasil TD
118/70mmHg, N 79x/menit dan saturasi oksigen (SpO2) 100%. Pada pukul
11.50wita dilakukan anastesi spinal dengan pemberian injeksi bupivacaine 0,5%
sebanyak 10mg dengan posisi Left Lateral decubitus (LLD).
20
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
120
100
80
60
40
20
Sistol e Di a stol Na di
Terapi Cairan
BB : 54kg
21
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
38−25 13
¿ 3510× =3510 × =903 ml
(38+ 25 ) /2 50
Stress operasi : Pada kasus ini termasuk jenis operasi besar karena
dilakukan tindakan laparatomy, sehingga stress operasi = 8 x 54 = 432cc
Cairan defisit darah dan urin selama 30menit = 500 + 400 = 900ml
22
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Keseimbangan Kebutuhan
Pasien dianjurkan untuk berbaring dengan posisi kepala yang lebih tinggi untuk
mencegah terjadinya spinal headache, karena obat anastesi masih ada. Selain itu juga
dianjurkan untuk tidak duduk dalam 24jam post operatif.
23
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
PEMBAHASAN
Pasien wanita 34th dengan diagnosis G3P2A0 + KET + Post kuretase akan dilakukan
tindakan laparatomy. Klasifikasi ASA mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh
American Society of Anesthesiologist sebagai deskripsi yang mudah yang menunjukkan status
fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan
segera/cito atau elektif. Klasifikasi ini sangat berguna harus diaplikasikan pada pasien yang
akan dilakukan tindakan pembedahan, meskipun banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap hasil keluaran setelah tindakan pembedahan. Dengan keadaan tersebut di atas,
pasien termasuk dalam kategori PS ASA I. Adapun pembagian kategori ASA adalah :
I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental
II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan keterbatasan
fungsi
IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan
ketidakmampuan fungsi
V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf
E (misalnya IE atau IIE).
24
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Pemantauan blokade anastesi spinal dengan skore bromage. Dimana skore bromage
sebelum operasi dimulai adalah 3 (tidak dapat memfleksikan pergelangan kaki).
Obat anastesi yang digunakan adalah Bunascan Spinal 0,5% Heavy merupakan nama
dagang, isinya adalah bupivacaine HCL 5mg/ml dan dextrose 80mg/ml. Pada pasien ini,
diberikan Bunascan Spinal 0,5% Heavy 10mg. Barisitas anestesi lokal mempengaruhi
penyebaran obat tergantung dari posisi pasien. Larutan hiperbarik disebar oleh gravitasi,
larutan hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi dan isobarik menyebar lokal
pada tempat injeksi.
Untuk menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang hebat, sebelum
dilakukan anestesi spinal diberikan cairan elektrolit Nacl fisiologis atau ringer laktat 10-20 ml
pada anestesi spinal. Terjadi penurunan frekuensi nadi dan penurunan tekanan darah
dikarenakan tejadinya blok saraf simpatis yang bersifat akselerator jantung.
25
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
Pada pukul 12.05 pasien ini mengalami hipotensi yang kemudian ditangani dengan
pemberian IVFD kristaloid secara cepat serta efedrin sebanyak 10 mg secara intravena.
Hipotensi juga dapat diminimalkan dengan pemberian cairan kristaloid sebanyak 350 ml pada
preoperatif sebelum anestesi spinal dilakukan.7
Efedrin merupakan vasopresor yang biasanya digunakan selama anestesia untuk
melawan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung setelah anestesi spinal dan
epidural, sebagai vasopresor dan simpatomimetik, efedrin telah digunakan dengan aman dan
efektif, baik untuk pencegahan maupun pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh anestesia,
khususnya anestesia pada obstetri. obat ini juga dapat menurunkan respon hemodinamik yang
disebabkan oleh pemberian bolus propofol sebagai tambahan efek alfa vasokonstriktor dan
beta kardiostimulannya, efedrin juga memiliki keuntungan yaitu durasinya yang singkat, jadi
memiliki profil kriteria yang serupa dengan propofol.
26
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
BAB IV
KESIMPULAN
27
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
DAFTAR PUSTAKA
28
Bagian Anastesiologi Dan Reanimasi
29