Anda di halaman 1dari 19

Diagnostic and Management of Benign

Non-infective Pleural Effusion


Kilotoraks
 Efusi pleura yang mengandung chyle dikenal sebagai
kilotoraks.
 DeMeester mengklasifikasikan kilotoraks menjadi:
kongenital, traumatik, neoplastik, dll.
 Pada tipe traumatik: pasien mengeluh batuk, sesak, dan
rasa tidak nyaman di dada.
 Nyeri dada pleuritik dan demam jarang terjadi karena
chyle tidak menimbulkan iritasi pada permukaan pleura.
 Tingkat keparahan gejala tergantung pada ukuran
kilotoraks.
Kilotoraks: timbul karena terganggunya aliran thoracic
duct yaitu cisterna chyli naik ke mediastinum posterior ke
vena subklavia kiri → terganggunya aliran chyli ini
mengakibatkan akumulasi cairan di rongga pleura → bila
thoracic duct melewati garis tengah, kilotoraks dapat timbul
baik unilateral maupun bilateral.

Kilotoraks ditandai dengan cairan berwarna putih susu,


berupa eksudat yang tidak berbau dengan dominasi limfosit.

Diagnosis ditegakkan bila kadar Trigliserida >110mg/dL,


ditemukan kilomikron pada pengecatan dengan sudan III,
kadar kolesterol rendh, jumlah limfosit meningkat, rasio
trigliserid cairan pleura dibandingkan serum >1, dan rasio
kolesterol cairan pleura dengan serum <1.
 Perlu dibedakan dengan pseudokilothoraks.
 Pseudokilotoraks: tampak seperti susu namun bisa
dibedakan berdasarkan pengukuran kadar TG dan
kolesterol (umumnya >200 mg/dL -1000mg/dL).
 Penyebab umum pseudokilotoraks: TB dan penyakit
pleura rheumatoid.
 Diet rendah lemak dapat mengurangi aliran chyle dan
mengakibatkan penutupan secara spontan dari defek
saluran thoraks.
 Jika tidak berhasil, ligasi bedah atau embolisasi
perkutan dapat dilakukan untuk menutup kebocoran
chyle.
Trapped lung
 Trapped lung dapat menyebabkan efusi pleura melalui perkembangan
tekanan negatif pleura yang disebabkan oleh penebalan pleura sehingga
mencegah pengembangan paru.
 Ketidakmampuan paru mengembang ke dinding dada menyebabkan
tekanan intrapleural menjadi negatif dan memfasilitasi perpindahan
cairan dari kapiler ke rongga pleura hingga tercapai steady state.
 Penyebab potensial: Riwayat infeksi pleura, operasi thoraks, penyakit
pleura rheumatoid, radiasi thoraks atau haematothoraks.
 Cairan efusi berupa transudat dengan jumlah sel mononuklear minimal.
 CT scan meunjukkan spit pleura sign, mengonfirmasi diagnosis tsb.
Iatrogenik
 Efusi yang terjadi karena pengobatan jarang terjadi meskipun
berbagai macam obat berpotensi terlibat.
 >70 obat telah dilaporkan menyebabkan efusi pleura, diantaranya
obat kardiovaskular, ergoline, dan obat2 kemoterapi.
Obat yang dapat memicu efusi pleura
Golongan Nama Obat
Obat jantung B-Blockers (practolol, oxyprenolol)
Amiodarone
Minoxidil

Obat ergoline Methylsergide


Bromocriptine
Ergotamine, dihydroergotamine
Cabergolide

Obat kemoterapi Bleomycin, mitomycin


Procarbazine
Metrotrexate, cyclophosphamide
Docetaxel
Imatinib, desatinib
All-trans asam retionik, isotretinoin

immunomodulator interferon
Granulocyte-colony stimulating growth factor (GCSF),
Immunoglobulin intravena

Obat penyebab Procainamide, hydralazine, isoniazid


pleuritis lupus
Lain-lain Nitrofurantoin, clozapine, valproic acid
 Pasien dapat asimptomatik atau dengan keluhan tiba-tiba sesak
atau nyeri dada akut.
 Ada riwayat penggunaan obat yang jelas.
 Ditemukan efusi pleura eosinofilik yaitu >10% nucleated cells,
meskipun tidak spesifik dapat mengarah pada efusi terkait
obat.
 Namun, tidak ditemukan eosinofil pada cairan pleura maupun
darah tidak menyingkirkan diagnosis.
TATALAKSANA EFUSI PLEURA NON-
MALIGNA
Terapi penyakit dasar
 Tatalaksana tergantung etiologi
 Terapi penyakit dasar membantu mengatasi efusi pleura transudatif.
 Efusi yang terkait jaringan ikat seperti RA dan SLE ditangani dengan
steroid dan akan tercapai resolusi dalam 2 minggu.
 Efusi plera karena:
 Pankreatitis: membutuhkan tatalaksana konservatif dengan
somatostatin dan ocreotide untuk menutup fistel secara spontan.
 CHF: biasanya akan membaik setelah diberi diuretik.
 Torasintesis diagnostik dibutuhkan bila pasien didapatkan dengan efusi
pleura bilateral dengan ukuran berbeda, efusi tidak respons dengan
terapi, efusi disertai nyeri pleuritik atau demam.
 Tidak semua kasus efusi pleura non-maligna membutuhkan
penanganan, beberapa kasus hanya memerlukan observasi.
 Efusi pleura minimal dan asimptomatik, misalnya pada efusi yang
terjadi segera setelah operasi jantung dapat sembuh secara spontan
tanpa intervensi apapun.
 Aspirasi dilakukan dengan target untuk menentukan etiologi
penyakit,, dan bahan pertimbangan setelah diagnosis.
 Meringankan keluhan pasien, terutama pasien dengan prognosis
buruk atau end stage.
Torasintesis terapeutik
 Torasentesis terapeutik berperan penting dalam tatalaksana efusi
pleura.
 Tindakan ini sering dilakukan pada pasien dengan kilotoraks, CHF,
hidrotoraks hepatik, dan efusi pleura non malignan lainnya.
 Manfaat yang diharapkan dari tindakan ini:
 Memperbaiki keluhan pasien selama masa penegakkan
diagnosis
 Mengevaluasi kecepatan penumpukkan ulang cairan
 Memberi buti tingkat perbaikan simtomatik yang bisa didapat
melalui evakuasi cairan
 Mengklarifikasi adanya trapped lung yang dapat mengarahkan
tatalaksana selanjutnya.
 Torasentesis berulang dapat menjadi opsi terapi bagi pasien
dengan efusi pleura masif, produktif, atau tidak
memungkinkan untuk dilakukan pleurodesis maupun
pemasangan drainase selang dada.
 Dapat digunakan pada pasien rawat inap maupun rawat jalan.
 Perlu diwaspai resiko infeksi dan perdarahan karena aspirasi
berulang.
 Pada efusi pleura ganas, volume maksimal aspirasi disarankan
1,5 L.
 Resiko Re-expansion pulmonary oedema (REPO) juga perlu
diwaspadai.
Indwelling pleural cathetersn(IPC)
 IPC sudah sering digunakam pada kasus efusi pleura maligna tetapi
jarang digunakan untuk kasus non-maligna
 Kebanyakan klinisi ragu untuk menggunakan IPC pada efusi pleura
non-maligna, terutama pada kasus hidrotoraks hepatik.
 Sebuah serial kasus menunjukkan insidens gagal ginjal, gangguan
elektrolit, infeksi terkait prosedur dan malnutrisi karena kehilangan
protein, beberapa diantaranya fatal.
 Keuntungan IPC, selain lebih nyaman, dapat dipakai selama
perawatan dirumah, yaitu pelurodesis spontan.
 Angka pleurodesis spontan cenderung rendah pada pasien dengan
CHF.
 Komplikasi yang paling sering terjadi: Empyema.
Pleurodesis
 Pleurodesis: pemasangan selang dada dan instilasi bahan sklerosing
ke dalam rongga pleura sehingga terbentuk adhesi antara pelura
viseralis dan parietalis dengan tujuan mencegah akumulasi cairan
atau udara di rongga pleura.
 Prosedur ini paling efektif dan paling kurang invasif dari semua
tindakan, untuk mengontrol efusi pleura, terutama dengan etiologi
kegananasan.
 Indikasi utamanya untuk efusi pleura maligna, namun dapat
digunakan untuk efusi pleura non-malihna seperti pada kasus gagal
jantung, sirosis hepatis, sindroma nefrotik, kilotoraks atau SLE.
 Pleurosesis merupakan pilihan terapi untuk efusi pleura berulang.
 Dari banyaknya agen sklerosing yang digunakan pada efusi pleura maligna, talk
adalah yang terbaik.
 Talk dapat dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui thoraks kateter (sebagai
slurry) atau torakoskopi (sebagai poudrage).

 Sebuah studi retrospektif pada 611 pasien yang mengevaluasi keberhasilan


pleurodesis dengan talk melalui toraks kateter.
 Tindakan tersebut sukses 77% pada 68 pasien dengan efusi pleura non-maligna.
 Pleurodesis dengan talk yang tidak diolah dengan partikel kecil (<10 IM) telah
terbukti terkait dengan tingkat peradangan sistemik yang signifikan dan pertukaran
gas yang lebih buruk.
 Beberapa agen sklerosing yang sering digunakan: tetracycline hydrochloride,
doxycycline, bleomycin, quinacrine, talk dan povidone iodine.
Teknik pembedahan
 Dekortikasi, pleurektomi, pleuropneumonektomi, penutupan fistula
bronkopleura dengan atau tanpa grafting, window operation,
fenestrasi, torakostomi dan torakoplasti merupakan modalitas bedah
yang ada saat ini.
 Pleurektomi bedah atau dekortikasi mungkin merupakan pilihan
yang tepat pada beberapa pasien dengan efusi pleura yang persisten,
jika teknik yang kurang invasif telah dicoba dan gagal, atau
merupakan kontraindikasi.
RINGKASAN
 Efusi pleura non-maligna mencakup banyak proses patologis dari
berbagai sistem tubuh.
 Evaluasi dan tatalaksana tergantung etiologi penyakit.
 Dengan tatalaksana penyakit dasar yang tepat, efusi pleura non-
maligna sering tidak membutuhkan intervensi.
 Tatalaksana yang paling umum adalah dengan mengurangi
keluhan pasien selama proses penegakkan diagnosis berjalan.
 Masih dibutuhkan banyak penelitian mengenai tatalaksana efusi
pleura non-maligna untuk memudahkan tatalaksana pasien di
kemudian hari.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai