PENDAHULUAN
Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang
didapatkan sejak lahir. Celah dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada
kedua sisi (bilateral). Kelainan ini terjadi karena tidak adanya fusi secara normal
dari bibir pada proses embrional yang dapat terjadi sebagian atau sempurna.1 ((CASE
REPORT anggriani)
Keadaan kelainan ini dapat meyebabkan berbagai bervariasi
problem yang berhubungan dengan rongga mulut, bicara, pendengaran dan
mungkin juga mempengaruhi jumlah, ukuran, bentuk dan posisi gigi sulung
maupun gigi tetap.(PUJIASTUTI)
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NL
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 1 tahun
Alamat : Jln. Mutiara Sakti
Agama : Hindu
Tanggal masuk RS : 21 Maret 2017
Tanggal Operasi : 22 Maret 2017
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bibir sumbing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan bibir sumbing sisi kiri yang tersambung
ke langit-langit mulut sebelah kiri, yang dialami sejak lahir ± 1 tahun lalu.
Tidak ada gangguan makan, tidak ada gangguan minum, belum bisa bicara,
pertumbuhan gigi ada. Mual (-), muntah (-), keluar darah dari hidung,
mulut, dan telinga (-), pusing (-), sakit kepala (-), demam (-), BAK normal,
BAB normal. Riwayat lahir cukup bulan dengan sectio caessaria atas
indikasi ketuban pecah dini. Riwayat kehamilan ibu, tidak pernah sakit dan
tidak ada konsumsi obat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat alergi obat, tidak ada riwayat alergi makanan,
riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama,
riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status General
Keadaan Umum : Baik
Gizi : Cukup
Berat Badan : 10 Kg
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4M6V5)
b. Tanda vital
TD :-
RR : 28x/menit
Nadi : 120x/menit
Suhu : 36,70C
c. Kepala-leher
Kepala
Bentuk : Normocephal, lesi (-)
Rambut : Warna hitam
Wajah : Simetris, paralisis fasial (-), deformitas (-), nasal dan bibir
tampak asimetris.
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), massa (-), turgor <2 detik.
Mata
Eksoftalmus (-), palpebra edema (-), ptosis (-)
Kornea : Katarak (-)
Pupil : Bentuk isokor, bulat, refleks cahaya (+/+)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-)
Telinga
Bentuk dan ukuran normal, simetris kanan dan kiri
Hidung & sinus
Deviasi septum nasi (-), bentuk cuping hidung kiri dan kanan asimetris,
polip (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-), nyeri tekan pada sinus (-)
Leher
Inspeksi : jaringan parut (-), massa (-)
Palpasi : pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), nyeri tekan (-)
d. Thorax
Inspeksi : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), VF kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+) pada kedua lapang paru
Auskultasi : BP vasikuler (+/+), Rhonchi (-/-), Wheezing (-/-)
Bunyi jantung I/II murni reguler
e. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
f. Ekstremitas
Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
V. DIAGNOSIS
Cleft lip and palato unilateral complete sinistra
VII. ANJURAN
- Puasakan 4 jam sebelum tindakan operasi
VIII. LAPORAN ANASTESI
1. Diagnosis Pra Bedah : Cleft lip and palato unilateral complete
sinistra
2. Diagnosis Pasca Bedah : Cleft lip and palato unilateral complete
sinistra
3. Penatalaksanaan Preoperasi : IVFD RL 500 cc
4. Penatalaksanaan Anastesi :
a. Jenis Pembedahan : Labioplasty
b. Dokter Bedah : dr. Muh Gazali, Sp.BM
c. Dokter Anastesi : dr. Faridnan, Sp.An
d. Jenis Anastesi : General anasthesia
e. Mulai Anastesi : 22 Maret 2017, pukul 11.20 WITA
f. Mulai Operasi : 22 Maret 2017, pukul 11.35 WITA
g. Premedikasi : Sulfat Atropin 0,0625 mg
h. Induksi : Sevoflurane 3vol% inhalasi
i. Relaksasi : Atracurium 1mg (tramus)
j. Maintanance : O2, Sevoflurane 3 vol %, dexamethasone
1,5 mg
k. Respirasi : Spontan Respirasi (terkontrol)
l. Posisi : Supine
m. Cairan Durante Operasi : RL 500 cc
n. Pemantauan HR : Terlampir
o. Selesai Operasi : 12.15 WITA
Tanggal 22 Maret 2017 pukul 10.50 WITA, An.NL 1 tahun tiba di ruang
operasi dengan terpasang infus RL. Pukul 11.10 pasien masuk ruang OK lalu
monitor dipasang, kemudian diberikan premedikasi dengan injeksi sulfat atropin
0,0625 mg. Pukul 11.20 dilakukan induksi dengan sevoflurane 3 vol% secara
inhalasi, segera kepala di ekstensikan, face mask didekatkan pada hidung dengan
O2 4 lpm kurang lebih 5 menit. Pukul 11.25 diberikan muscle relaxan atracurium
1 mg (tramus).
Frekuensi
Tekanan Saturasi
Jam denyut Terapi
darah oksigen
nadi
11.10 - 150 100
SA 0,0625 mg
11.15 - 150 100
Atracurium 1mg (tramus)
11.20 - 150 100 Sevoflurane 3 vol%
11.25 - 170 100
11.30 - 170 100
11.35 - 180 100
11.40 - 180 100
11.45 - 174 100
11.50 - 155 100
11.55 - 150 100
12.00 - 145 100
12.05 - 150 100
12.10 - 145 100
12.15 - 130 100 Dexamethasone 1,5 mg
BAB III
PEMBAHASAN
Obat premedikasi yang digunakan pada pasien ini adalah sulfat atropin
0,0625 mg. Atropin mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek
muskarinik dari asetilkolin. Atropin ini dapat menembus barier lemak misalnya
Blood-Brain Barrier, Placenta Barrier dan Traktus gastrointestinal.
Reaksi tersering pemakaian obat ini ialah:
a. Menghasilkan efek antisialagog
b. Mengurangi sekresi ion H asam lambung
c. Menghambat refleks brakardia
d. Efek sedativ dan amnestik (terutama scopolamin)
Efek yang kurang menyenangkan dari golongan obat ini ialah:
a. CMS toxicity (gelisah agitasi)
b. Naiknya nadi
c. Midriasis dan cycloplegia
d. Kenaikan suhu tubuh
e. Mengeringkan sekret jalan napas
Setelah pasien mendapat premedikasi sesuai dengan yang direncanakan
pasien akan menjalani periode anestesi agar operasi dapat dilakukan sesuai
rencana. Untuk dapat memilih obat anestesi yang sesuai perlu dipahami tentang
dasar-dasar anestesi umum. Anastesi umum adalah suatu keadaan tidak sadar
reversibel karena obat-obat anestesi yang disertai dengan hilangnya rasa nyeri
diseluruh tubuh.
Tahapan anestesi umum:
1. Induksi : mulai masuknya obat anestesi sampai hilangnya
kesadaran, dapat diberikan secara parenteral maupun inhalasi.
2. Maintenance : tahapan anestesi dimana pembedahan dapat
berlangsung dengan baik (untuk para ahli bedah)
3. Pengakhiran anestesi : diusakan penderita sadar bila pembedahan selesai
Anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah general anestesi dengan
mempertimbangkan lokasi operasi dan umur pasien dimana pemilihan anestesi
general lebih menguntungkan pada kasus ini, serta hal ini dilakukan agar mudah
dalam pelaksanaannya karena pasien anak cenderung kurang kooperatif untuk
operasi bibir sumbing ini. Sedangkan tekniknya dengan menggunakan intubasi
endotrakeal, karena dengan ini saturasi oksigen bisa di tingkatkan, jalan napas
terjaga bebas, dan dosis obat anestesi dapat di kontrol dengan mudah. Pasien tidak
memerlukan relaksasi sempurna, sehingga tetap bernapas spontan.
Obat induksi yang diberikan pada pasien ini yaitu sevofluran 3 vol% secara
inhalasi. Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi menggunakan
sevoflurane lebih cepat dibandingkan dengan isoflurane. Baunya tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi
inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isoflurane dan
belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan
sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Selain itu pasien juga diberikan obat pelumpuh otot yaitu atracurium 1 mg.
Atracurium merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru
yang mempunyai struktur benzilisoquinonin yang berasal dari tanaman Leotica
Leotopeltalum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat
terdahulu antara lain:
a. Metabolisme terjadi di dalam plasma darah (plasma) terutama melalui suatu
reaksi kimia unik yang disebut eliminasi Hoffman. Reaksi tidak bergantung
pada fungsi hati dan ginjal.
b. Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang
c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna
Dosis intubasi : 0,5-0,6 mg/kgBB/IV
Dosis relaksasi otot : 0,5-0,6 mg/kgBB/IV
Dosis pemeliharaan : 0,1-0,2 mg/kgBB/IV
Mula dan lama kerja atrakurium bergantung pada dosis yang dipakai. Pada
umumnya mula kerja atrakurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan
lama kerja atrakurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit. Pemulihan fungsi saraf
otot dapat terjadi secara spontan sesudah lama kerja berakhir atau dibantu dengan
pemberian antikolinesterase. Atrakurium dapat menjadi obat pelumpuh otot non-
depolarisasi terpilih untuk pasien geriatrik atau dengan kelainan jantung, hati dan
ginjal yang berat.
Pemeliharaan/maintanance adalah tahapan dimana pembedahan dapat
berlangsung dengan baik (untuk para ahli bedah). Yang digunakan adalah anestesi
inhalasi sebab eksresinya melalui sistem respirasi sehingga dengan adanya
gangguan fungsi ginjal tidak akan merubah obat-obat tersebut, obat-obat yang
bisa dipakai antara lain isoflouran, halotan, desfluran, dan sevofluran. Pada pasien
ini digunakan pemeliharaan dengan sevofluran 3 vol% dan oksigen 4 lpm.
Sevoflurane merupakan cairan volatile yang mengganggu aktivitas kanal ion
neuron terutama reseptor neurotransmitter sinaptik termasuk nikotinic
acetylcholine, GABA, dan reseptor glutamat. Sevofluran lebih banyak digunakan
karena efek recovery lebih cepat. Selain itu, efek samping berupa mual dan
muntah juga lebih kecil risikonya dibandingkan obat inhalasi lainnya seperti
halothan, dll. Sevofluran juga tidak menimbulkan aritmia jantung. Dosis yang
digunakan untuk pemeliharaan anestesi: 0,5-3% dengan atau tanpa N2O. Setelah
operasi selesai pasien diberikan dexamethasone 1,5 mg.
Setelah operasi selesai, faring dan trakea dibersihkan dengan penghisap
(suction), dilakukan oksigenasi dan kemudian ekstubasi. Setelah ekstubasi,
dipasang pharyngeal airway dan oksigenasi dilanjutkan dengan sungkup.
Ekstubasi dapat dilakukan bila pasien sudah sadar, dimana jalan napas sudah
terjaga bebas (intact protective airway reflexes). Ekstubasi juga dapat dilakukan
saat pasien masih dalam anestesi dalam.
Operasi ini menggunakan metode Millard. Hal ini tepat untuk kasus celah
bibir yang lebar dan bibir tebal dengan batas mucocutaneus junction yang jelas.
Teknisnya, setelah titik-titik acuan (titik tengah dari cupid’s bow dan titik puncak
cupid’s bow sisi intak). Incisi dilakukan untuk memisahkan tiga lapisan mukosa
bibir, otot bibir dan kulit terluar. Hecting (penjahitan) dilakukan untuk
penggabungan titik-titik acuan, dilakukan pada masing-masing lapisan. Hecting
mukosa dan otot dilakukan dengan vicryl resorbable 4,0, sedangkan lapisan kulit
dilakukan hecting dengan proline 5,0. Hecting dilakukan dengan teknik interupted
dan dengan simpul surgeon knot. Jahitan luka tidak boleh terlalu kuat untuk
menghindarkan jaringan parut yang tampak pasca operasi. Setelahnya, luka pada
bibir ditutup dengan kasa. Tangan pasien anak diusahakan tidak menyentuh luka
bekas operasi agar penyembuhan menjadi sempurna. Jahitan dibuka seminggu
kemudian pada saat kontrol. Kriteria baik adalah terjadi penyatuan yang sempurna
dari kulit, otot dan selaput mukosa, dasar lubang hidung yang simetris, batas
vermillion simetris, bibir sedikit menonjol, jaringan parut minimalis. Pasien ini
dinyatakan baik pada saat kontrol.
BAB IV
PENUTUP