Anda di halaman 1dari 173

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia dan

merupakan salah satu modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional menuju

terciptanya kesejahteraan umum, sehingga pembangunan kesehatan menjadi

salah satu sasaran pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang optimal.

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomis.

Dalam menyelanggarakan upaya kesehatan diperlukan suatu wadah atau

tempat untuk berlangsungnya kegiatan ini salah satunya dapat dilakukan di

fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya rumah sakit. Rumah Sakit sebagai

bagian dari sistem pelayanan kesehatan masyarakat yang bertujuan mencapai

derajat kesehatan yang optimal bagi setiap warga negara seperti yang tercantum

dalam Undang-Undang pokok kesehatan, terus berupaya untuk meningkatkan

mutu pelayanan. Guna melaksanakan tugasnya, Rumah Sakit mempunyai

berbagai fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang

medik dan non medik, asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan

pelatihan, pengembangan serta administrasi umum dan keuangan


Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,

mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari paradigma lama (drug oriented)

ke paradigma baru (patient oriented) dengan filosofi Pharmaceutical Care

(pelayanan kefarmasian). Apoteker mempunyai peranan sangat besar karena

mempunyai keahlian dibidang kefarmasian yang berhubungan erat dengan

efektifitas pelayanan kesehatan. Pada pelayanan kefarmasian dalam penggunaan

obat dan alat kesehatan sangat diperlukan peran profesionalisme Apoteker

sebagai salah satu pelaksana pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, Apoteker

harus mempunyai keahlian baik manajerial maupun fungsional.

Untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit, maka Fakultas Farmasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker, yang bekerja sama

dengan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Melalui kegiatan

ini diharapkan mahasiswa program pendidikan profesi apoteker memiliki bekal

mengenai sistem pelayanan farmasi di RS sehingga dapat mengabdikan diri sebagai

apoteker yang profesional.

1.2 Tujuan

Tujuan diadakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit ini

adalah sebagai berikut:


1. Calon apoteker dapat mengetahui dan memahami tentang landasan hukum,

struktur organisasi, perizinan, peran, tugas pokok dan fungsi, dan tanggung

jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit

2. Calon apoteker dapat mengetahui, mempelajari dan memahami pengelolaan

perbekalan farmasi dan keterampilan berkomunikasi antar profesi kesehatan.

3. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga

farmasi yang profesional.

4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di

Rumah Sakit.
BAB II

TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 Gambaran Umum Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
(2)

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

1. Tugas Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna.

2. Fungsi Rumah Sakit

Untuk menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai

fungsi:

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit


2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan dan

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika

ilmu pengetahuan bidang kesehatan. (2)

2.1.3 Landasan Hukum Rumah Sakit

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100,

Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495).

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang

Tenaga Kesehatan

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004

Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4431).


5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004

Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437).

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota.

8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 920/Menkes/Per/XII/86

tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun

2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun

2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit

11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197 tahun 2004

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 727/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan

Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws)

13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan


Nasional, diatur Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya

Kesehatan Masyarakat.

14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

585/Menkes/Per/IX/l 989 tentang Persetujuan Tindakan Medik

15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269

tahun 2008 tentang Rekam Medis

16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf

Medis (Medical Staff by Laws) di RS

17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan

Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

2.1.4 Pengorganisasian Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif,

efisien, dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri

atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan

medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,

satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang

mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.

Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus


berkewarganegaraan Indonesia. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh

merangkap menjadi kepala Rumah Sakit. (2)

2.1.5 Pendirian dan Penyelenggaraan

Rumah Sakit dapat didirikan dan diselenggarakan oleh:

1. Pemerintah, merupakan unit pelaksana teknis dari instansi

Pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan

ataupun instansi Pemerintah lainnya. Instansi Pemerintah tersebut

meliputi Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, kementerian atau

lembaga pemerintah non kementerian. Unit pelaksana teknis

tersebut harus diselenggarakan berdasarkan pengelolaan keuangan

badan layanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

2. Pemerintah Daerah, merupakan unit pelaksana teknis daerah atau

lembaga teknis daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan

keuangan badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya

hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Pengecualian bagi

Rumah Sakit publik yang diselenggarakan oleh badan hukum yang

bersifat nirlaba dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah

diaudit oleh akuntan publik. (8)


2.1.6 Bentuk Rumah Sakit

Berdasarkan bentuknya, Rumah Sakit dibedakan menjadi:

1. Rumah Sakit menetap, merupakan rumah sakit yang didirikan

secara permanen untuk jangka waktu lama untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan

gawat darurat.

2. Rumah Sakit bergerak, merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan

bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu dan dapat

dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain. Dapat berbentuk bus,

kapal laut, karavan, gerbong kereta api, atau kontainer.

3. Rumah Sakit lapangan, merupakan rumah sakit yang didirikan di

lokasi tertentu selama kondisi darurat dalam pelaksanaan kegiatan

tertentu yang berpotensi bencana atau selama masa tanggap darurat

bencana. Dapat berbentuk tenda di ruang terbuka, kontainer, atau

bangunan permanen yang difungsikan sementara sebagai Rumah

Sakit.

2.1.7 Jenis Rumah Sakit

Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan

pengelolaannya.

1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit

dikategorikan dalam:
a. Rumah Sakit Umum (RSU), memberikan pelayanan kesehatan

pada semua bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah Sakit Khusus (RS Khusus), memberikan pelayanan

utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu

berdasarkan disiplin ilmu, (golongan umur, organ, jenis

penyakit, atau kekhususan lainnya. (2)

2. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi:

a. Rumah Sakit Publik. Dapat dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah

Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan

Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah

Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah

tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.

b. Rumah Sakit Privat. Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan

profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

c. Rumah Sakit Pendidikan. Rumah Sakit dapat ditetapkan

menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi

persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit

pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi

dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan. Rumah


Sakit pendidikan merupakan Rumah Sakit yang

menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu

dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan

kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan

lainnya. Dalam penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan

dapat di bentuk Jejaring Rumah Sakit Pendidikan. (2)

2.1.8 Klasifikasi Rumah Sakit

Penetapan klasifikasi Rumah Sakit didasarkan pada: pelayanan,

sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana. (8)

Klasifikasi tersebut terdiri dari: Rumah Sakit Umum (RSU) dan

Rumah Sakit Khusus (RS Khusus).

1. Rumah Sakit Umum (RSU)

a. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas A

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum

Kelas A paling sedikit meliputi:

1) Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

a) Pelayanan gawat darurat, harus diselenggarakan 24

(dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

b) Pelayanan medik spesialis dasar, meliputi pelayanan

penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri

dan ginekologi.
c) Pelayanan medik spesialis penunjang, meliputi

pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik,

patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.

d) Pelayanan medik spesialis lain, meliputi pelayanan

mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan

pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa,

paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik,

dan kedokteran forensik.

e) Pelayanan medik subspesialis, meliputi pelayanan

subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit

dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata,

telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan

pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa,

paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik,

dan gigi mulut.

f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, meliputi

pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi,

periodonti, orthodonti, prosthodonti, pedodonsi, dan

penyakit mulut.

2) Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan

pelayanan farmasi klinik.


3) Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan

keperawatan generalis dan spesialis serta asuhan

kebidanan.

4) Pelayanan penunjang meliputi pelayanan bank darah,

perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis

penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik.

5) Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan

laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan

fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulance, sistem

informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.

6) Pelayanan rawat harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai

berikut:

a) Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit

30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur

untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

b) Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit

20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur

untuk Rumah Sakit milik swasta;

c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5%

(lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah

Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.


Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A

terdiri atas:

a. Tenaga medis, terdiri dari:

1) 18 (delapan belas) dokter umum untuk pelayanan

medik dasar;

2) 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik

gigi mulut;

3) 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis dasar;

4) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis penunjang;

5) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis lain;

6) 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik subspesialis; dan

7) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik spesialis gigi mulut.

b. Tenaga kefarmasian, terdiri dari:

1) 1 (satu) apoteker sebagai kepala instalasi farmasi

Rumah Sakit;

2) 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang

dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis

kefarmasian;
3) 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantu oleh

paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian;

4) 1 (satu) apoteker di instalasi gawat darurat yang

dibantu oleh minimal 2 (dua) tenaga teknis

kefarmasian;

5) 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh

paling sedikit 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian;

6) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator penerimaan dan

distribusi yang dapat merangkap melakukan

pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan

dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan

kefarmasian Rumah Sakit; dan

7) 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksi yang

dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik

di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga

teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan

dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah

Sakit.

c. Tenaga keperawatan;

d. Tenaga kesehatan lain;

e. Tenaga non kesehatan. (8)


b. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum

kelas B paling sedikit meliputi:

a. Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

1) Pelayanan gawat darurat, harus diselenggarakan 24

(dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

2) Pelayanan medik spesialis dasar, meliputi pelayanan

penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri

dan ginekologi.

3) Pelayanan medik spesialis penunjang, meliputi

pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik,

patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.

4) Pelayanan medik spesialis lain, paling sedikit

berjumlah 8 (delapan) pelayanan dari 13 (tiga belas)

pelayanan yang meliputi pelayanan mata, telinga

hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh

darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,

orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan

kedokteran forensik.

5) Pelayanan medik subspesialis, paling sedikit

berjumlah 2 (dua) pelayanan subspesialis dari 4

(empat) subspesialis dasar yang meliputi pelayanan


subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit

dalam, kesehatan anak, dan obstetri dan ginekologi.

6) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling

sedikit berjumlah 3 (tiga) pelayanan yang meliputi

pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, dan

orthodonti.

b. Pelayanan kefarmasian, meliputi pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan

pelayanan farmasi klinik.

c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan, meliputi asuhan

keperawatan dan asuhan kebidanan.

d. Pelayanan penunjang klinik, meliputi pelayanan bank

darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan

jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik

e. Pelayanan penunjang nonklinik, meliputi pelayanan

laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan

fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulance, sistem

informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.

f. Pelayanan rawat inap, harus dilengkapi dengan fasilitas

sebagai berikut:
1) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit

30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur

untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

2) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit

20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur

untuk Rumah Sakit milik swasta;

3) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5%

(lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah

Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B

terdiri atas:

a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

1) 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik

dasar;

2) 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi

mulut;

3) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis dasar;

4) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis penunjang;

5) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis lain;


6) 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik subspesialis; dan

7) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik spesialis gigi mulut.

b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi

farmasi Rumah Sakit;

2) 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang

dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga

teknis kefarmasian;

3) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu

oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis

kefarmasian;

4) 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang

dibantu oleh minimal 2 (dua) orang tenaga teknis

kefarmasian;

5) 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu

oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis

kefarmasian;

6) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator

penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap

melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau

rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis


kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan

beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan

7) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi

yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi

klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh

tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya

disesuaikan dengan beban kerja pelayanan

kefarmasian Rumah Sakit.

c. Tenaga keperawatan;

d. Tenaga kesehatan lain;

e. Tenaga non kesehatan. (8)

c. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas C

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum

kelas C paling sedikit meliputi:

a. Pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari:

1) Pelayanan gawat darurat, harus diselenggarakan 24

(dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

2) Pelayanan medik umum, meliputi pelayanan medik

dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan

keluarga berencana.
3) Pelayanan medik spesialis dasar, meliputi pelayanan

penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri

dan ginekologi.

4) Pelayanan medik spesialis penunjang, meliputi

pelayanan anestesiologi, radiologi, dan patologi

klinik.

5) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling

sedikit berjumlah 1 (satu) pelayanan.

b. Pelayanan kefarmasian, meliputi pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan

pelayanan farmasi klinik.

c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan, meliputi asuhan

keperawatan dan asuhan kebidanan.

d. Pelayanan penunjang klinik, meliputi pelayanan bank

darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan

jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan rekam medik

e. Pelayanan penunjang nonklinik, meliputi pelayanan

laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan

fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulance, sistem

informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem

penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan

pengelolaan air bersih.


f. Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas

sebagai berikut:

1) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit

30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur

untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;

2) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit

20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur

untuk Rumah Sakit milik swasta;

3) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5%

(lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah

Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas C

terdiri atas:

a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

1) 9 (sembilan) dokter umum untuk pelayanan medik

dasar;

2) 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi

mulut;

3) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis dasar;

4) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan

medik spesialis penunjang; dan


5) 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik spesialis gigi mulut.

b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi

farmasi Rumah Sakit;

2) 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang

dibantu oleh paling sedikit 4 (empat) orang tenaga

teknis kefarmasian;

3) 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu

oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis

kefarmasian;

4) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator

penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di

rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga

teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan

dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah

Sakit.

c. Tenaga keperawatan;

d. Tenaga kesehatan lain;

e. Tenaga non kesehatan. (8)


d. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D

Rumah Sakit umum kelas D diklasifikasikan sebagai

berikut:

a) Rumah Sakit umum kelas D

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit

Umum Kelas D paling sedikit meliputi:

1) Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari:

(a) Pelayanan gawat darurat, harus diselenggarakan

24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus

menerus.

(b) Pelayanan medik umum, meliputi pelayanan

medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan

anak, dan keluarga berencana.

(c) Pelayanan medik spesialis dasar, paling sedikit 2

(dua) dari 4 (empat) pelayanan medik spesialis

dasar yang meliputi pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, dan/atau obstetri dan

ginekologi.

(d) Pelayanan medik spesialis penunjang, meliputi

pelayanan radiologi dan laboratorium.

2) Pelayanan kefarmasian, meliputi pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai,

dan pelayanan farmasi klinik.


3) Pelayanan keperawatan dan kebidanan, meliputi

asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.

4) Pelayanan penunjang klinik, meliputi pelayanan

darah, perawatan high care unit untuk semua

golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi

instrumen dan rekam medik.

5) Pelayanan penunjang nonklinik, meliputi pelayanan

laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan

pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,

ambulance, sistem informasi dan komunikasi,

pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan

kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan

air bersih.

6) Pelayanan rawat inap, harus dilengkapi dengan

fasilitas sebagai berikut:

(a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling

sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh

tempat tidur untuk Rumah Sakit milik

Pemerintah;

(b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling

sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh

tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;


(c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak

5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk

Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit

milik swasta.

Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas D

terdiri atas:

a. Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

1) 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik

dasar;

2) 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik

gigi mulut;

3) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik spesialis dasar.

b. Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

1) 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi

farmasi Rumah Sakit;

2) 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan

rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 2

(dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

3) 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator

penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik

di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh


tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya

disesuaikan dengan beban kerja pelayanan

kefarmasian Rumah Sakit.

c. Tenaga keperawatan;

d. Tenaga kesehatan lain;

e. Tenaga non kesehatan. (8)

2. Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas D Pratama

Rumah Sakit Umum kelas D pratama, didirikan dan

diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan dan

meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan

Rumah Sakit Umum kelas D pratama hanya dapat

didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal,

perbatasan, atau kepulauan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Selain pada daerah, Rumah Sakit Umum kelas D

pratama dapat juga didirikan di kabupaten/kota, apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Belum tersedia Rumah Sakit di kabupaten/kota yang

bersangkutan;
b. Rumah Sakit yang telah beroperasi di kabupaten/kota

yang bersangkutan kapasitasnya belum mencukupi;

atau

c. Lokasi Rumah Sakit yang telah beroperasi sulit

dijangkau secara geografis oleh sebagian penduduk di

kabupaten/kota yang bersangkutan.

Ketentuan mengenai Rumah Sakit Umum kelas D pratama

diatur dalam Peraturan Menteri. (8)

2. Rumah Sakit Khusus (RS Khusus)

Rumah Sakit khusus diklasifikasikan sebagai berikut:

a) Rumah Sakit khusus kelas A

b) Rumah Sakit khusus kelas B

c) Rumah Sakit khusus kelas C

Rumah Sakit Khusus meliputi rumah sakit khusus: Ibu dan

anak, Mata, Otak, Gigi dan mulut, Kanker, Jantung dan pembuluh

darah, Jiwa, Infeksi, Paru, Telinga-hidung-tenggorokan, Bedah,

obat, dan Ginjal.

Jenis Rumah Sakit Khusus lainnya dapat berupa

penggabungan jenis kekhususan atau jenis kekhususan baru.

Rumah Sakit Khusus harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan, paling sedikit meliputi:

a. Pelayanan, yang diselenggarakan meliputi:


1. Pelayanan medik, paling sedikit terdiri dari:

a) Pelayanan gawat darurat, tersedia 24 (dua puluh

empat) jam sehari terus menerus sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

b) Pelayanan medik umum;

c) Pelayanan medik spesialis dasar sesuai dengan

kekhususan;

d) Pelayanan medik spesialis dan/atau subspesialis

sesuai kekhususan;

e) Pelayanan medik spesialis penunjang;

2. Pelayanan kefarmasian;

3. Pelayanan keperawatan;

4. Pelayanan penunjang klinik; dan

5. Pelayanan penunjang nonklinik;

b. Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari:

1. Tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan

praktik kedokteran di Rumah Sakit yang bersangkutan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan

tenaga teknis kefarmasian dengan jumlah yang sesuai

dengan kebutuhan pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

3. Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi

yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;


4. Tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan, sesuai

dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;

c. Peralatan, yang memenuhi standar sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; (8)

2.1.9 Perizinan Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit wajib memiliki izin. Izin Rumah Sakit terdiri

atas:

1. Izin Mendirikan

Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A

dan Rumah Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal

dalam negeri diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan

rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada

Pemerintah Daerah provinsi.

Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin

Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman

modal asing kepada Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian

Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan

perumahsakitan.

Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin

Operasional Rumah Sakit kelas B penanaman modal dalam negeri

kepada pemerintah daerah provinsi setelah mendapatkan


rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada

Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Menteri mendelegasikan pemberian Izin Mendirikan dan Izin

Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D

penanaman modal dalam negeri kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang

berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah

kabupaten/kota.

Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B

diberikan oleh Pemerintah Daerah provinsi setelah mendapatkan

rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan pada

Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas

C dan Rumah Sakit kelas D, diberikan oleh kepala Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat

yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah

kabupaten/kota.

Izin Mendirikan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun

dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun.

2. Izin Operasional

Izin Operasional merupakan izin yang diberikan kepada

pengelola rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan


berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama

memenuhi persyaratan.

Pencabutan Izin Rumah Sakit

Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:

a. Habis masa berlakunya;

b. Tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;

c. Terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan; dan/atau

d. Atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum. (2)

2.1.10 Registrasi dan Akreditasi

Setiap Rumah Sakit yang telah mendapakan Izin Operasional

harus diregistrasi dan diakreditasi. Registrasi dan akreditasi merupakan

persyaratan untuk perpanjangan Izin Operasional dan perubahan kelas

yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. (8)

2.1.11 Pembinaan dan Pengawasan

Yang berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan

terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit adalah menteri, pemerintah

daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dengan

mengikutsertakan masyarakat, asosiasi perumahsakitan, atau organisasi

profesi.
Pembinaan dan pengawasan ditujukan untuk:

a. Meningkatkan mutu penyelenggaraan Rumah Sakit

b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kemudahan akses

masyarakat terhadap Rumah Sakit

c. Meningkatkan mutu sistem informasi dan komunikasi Rumah Sakit

Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan melalui:

a. Advokasi, sosialisasi, supervisi, konsultasi dan bimbingan teknis

b. Pendidikan dan pelatihan; dan/atau

c. Pemantauan dan evaluasi (8)

2.2 Gambaran Umum Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Definisi IFRS

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah unit pelaksana fungsional

yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di

Rumah Sakit. (7)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan fasilitas

penyelenggaraan kefarmasian dibawah pimpinan seorang apoteker

profesional dan memenuhi syarat secara hukum untuk mengadakan,

menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan

kesehatan di rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang

lengkap dan pelayanan farmasi klinik yang sifat pelayanannya

berorientasi kepada kepentingan penderita.


2.2.2 Visi, Misi dan Tujuan IFRS

Visi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah

terselenggaranya pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat

di Rumah Sakit dengan pelayanan yang lengkap termasuk pelayanan

farmasi klinik.

Misi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah menyediakan

penggunaan terapi obat yang optimal bagi seluruh penderita dan

menjamin mutu yang terbaik serta pelayanan dengan biaya yang paling

efektif, berperan dalam pendidikan dan peningkatan pengetahuan

melalui penelitian di Rumah Sakit.

Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah

mengadakan pelayanan langsung dan bertanggungjawab yang berkaitan

dengan obat dan alat kesehatan atau perbekalan farmasi yang

dimaksudkan untuk pencapaian hasil yang pasti guna meningkatkan

mutu kehidupan pederita dan masyarakat.

2.2.3 Tugas dan Fungsi

Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:

1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi

seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan

profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi;

2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna

memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan

risiko;

4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;

5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;

6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan

Pelayanan Kefarmasian;

7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium Rumah Sakit.

Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

a. Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.

b. Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan optimal.

c. Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat

sesuai ketentuan yang berlaku.


d. Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di rumah sakit.

e. Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang

berlaku.

f. Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian.

g. Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

i. Melaksanakan pelayanan obat "unit dose"/dosis sehari.

j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah

memungkinkan).

k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai

l. Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak dapat

digunakan.
m. Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai.

n. Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dannbahan medis habis pakai

2. Pelayanan farmasi klinik

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan

obat

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik

berdasarkan resep maupun obat non resep kepada

pasien/keluarga pasien

e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai

f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga

kesehatan lain

g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)

1) Pemantauan efek terapi Obat

2) Pemantauan efek samping Obat

3) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


j. Melaksanakan dispensing sediaan steril

1) Melakukan pencampuran obat suntik

2) Menyiapkan nutrisi parenteral

3) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik

4) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak

stabil

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga

kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di

luar rumah sakit

1. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). (9)

2.2.4 Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014

tentang standar kefarmasian di rumah sakit bahwa standar

penyelenggaraan dan pengorganisasian di Instalasi Farmasi meliputi:

penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus

didukung oleh:

a. Ketersediaan sumber daya kefarmasian, meliputi sumber daya

manusia, sarana dan peralatan

b. Pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.

Harus menggambarkan uraian tugas, fungsi dan tanggung jawab

serta hubungan koordinasi didalam maupun diluar pelayanan

kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.


c. Standar prosedur operasional.

Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit,

harus dilakukan pengendalian mutu pelayananan kefarmasian yang

meliputi monitoring dan evaluasi.

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus

menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

Dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem

satu pintu. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh seorang

apoteker sebagai penanggung jawab. Dalam penyelenggaraan

pelayanan kefarmasian di rumah sakit dapat dibentuk satelit farmasi

sesuai dengan kebutuhan yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi

Rumah Sakit. Setiap tenaga kefarmasian yang menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian di rumah sakit wajib mengikuti standar

pelayanan kefarmasian.

2.2.5 Sumber Daya di Instalasi Farmasi

Sumber daya kefarmasian meliputi: sumber daya manusia,

sarana dan peralatan.

1. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi harus memiliki

apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban

kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan

Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga


apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di rumah sakit dipenuhi

sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan rumah sakit yang

ditetapkan oleh Menteri.

a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi

SDM instalasi farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:

a. Apoteker

b. Tenaga Teknis Kefarmasian

2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:

a. Operator Komputer/Teknisi yang memahami

kefarmasian

b. Tenaga Administrasi

c. Pekarya/Pembantu pelaksana

b. Persyaratan SDM

Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh apoteker

dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian

yang melakukan pelayanan kefarmasian harus dibawah

supervisi apoteker.

Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus

memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dikepalai oleh

seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab

seluruh pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kepala Instalasi

Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman

bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit minimal 3 (tiga)

tahun. (7)

2. Sarana dan Peralatan

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di rumah sakit

harus didukung oleh sarana dan peralatan yang memenuhi

ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku.

Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit,

dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,

pelayanan langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan

laboratorium mutu yang dilengkapi penanganan limbah

Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus

dilakukan kalibrasi alat dan peneraan secara berkala oleh balai

pengujian kesehatan dan/atau institusi yang berwenang. Peralatan

harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi

secara berkala dan berkesinambungan.


Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk

perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril,

non steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam.

Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran

dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan

tertentu setiap tahun.

2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58

tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Standar

Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman

bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab

kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan

untuk:

1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian.

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi:


1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai.

2. Pelayanan farmasi klinik.

2.3.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,

perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan

administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian.

Pengelolaan ini harus dilaksanakan secara multi disiplin,

terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin

kendali mutu dan kendali biaya. Serta harus dilakukan oleh instalasi

farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh instalasi

farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non

elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung,

implan, dan stent.

Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk

pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bertujuan

untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi

Rumah Sakit
Manfaat pengelolaan sistem satu pintu dalam hal:

a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

b. Standarisasi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai

c. Penjaminan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai.

d. Pengendalian harga sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai

e. Pemantauan terapi obat

f. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (keselamatan pasien)

g. Kemudahan akses data sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang akurat

h. Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan citra rumah sakit

i. Peningkatan pendapatan rumah sakit dan peningkatan

kesejahteraan pegawai.

Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen

pengunaan obat yang efektif dan harus ditinjau ulang sekurang-

kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu rumah

sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan

keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan.


Rumah sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan obat

untuk meningkatkan keamanan, khususnya obat yang perlu diwaspadai

(high-alert medication). High-alert medication adalah obat yang harus

diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan

serius (sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan

Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan

Kelompok obat high-alert diantaranya:

a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama obat rupa

dan ucapan mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2 meq/ml

atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat

dari 0,9%, dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat).

c. Obat-obat sitostatika.

2.3.2 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai meliputi:

1. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai ini berdasarkan:

1. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan

terapi
2. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai yang telah ditetapkan

3. Pola penyakit

4. Efektifitas dan keamanan

5. Pengobatan berbasis bukti

6. Mutu

7. Harga

8. Ketersediaan di pasaran.

2. Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk

menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil

kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat

jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat

dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan

dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain

konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan

epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

1. Anggaran yang tersedia;

2. Penetapan prioritas;
3. Sisa persediaan;

4. Data pemakaian periode yang lalu;

5. Waktu tunggu pemesanan; dan


6.
Rencana pengembangan. (7)

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif

harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan

harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan

merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara

kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan

pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses

pengadaan, dan pembayaran.

Pengadaan dapat dilakukan melalui:

a. Pembelian

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian

adalah:

1) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu

obat

2) Persyaratan pemasok
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan

waktu.

b. Produksi Sediaan Farmasi

Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi

sediaan tertentu apabila:

1) Sediaan farmasi tidak ada di pasaran;

2) Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;

3) Sediaan farmasi dengan formula khusus;

4) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih

kecil/repackings

5) Sediaan farmasi untuk penelitian; dan

6) Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam

penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus).

Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi

persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi

kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.

c. Sumbangan/Dropping/Hibah

Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan

pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai


sumbangan/dropping/hibahdisertai dokumen administrasi yang

lengkap dan jelas.

4. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin

kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan

harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi

fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang

harus tersimpan dengan baik.

5. Penyimpanan

Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan

penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan

harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan

kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi

persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,

ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas

terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan

menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In


First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,

Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus

diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan

pengambilan obat.

Rumah sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan

obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat

penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari

penyalahgunaan dan pencurian.

Pengelolaan obat emergensi harus menjamin:

a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi

yang telah ditetapkan;

b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk

kebutuhan lain;

c. Bila di pakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;

d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan

e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

6. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam

rangka menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai


kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,

stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.

Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat

menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit

pelayanan.

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan

cara:

a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)

1) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat

disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi.

2) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan

jumlah yang sangat dibutuhkan.

3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas

farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka

pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung

jawab ruangan.

4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan

obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung

jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan

kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang

disediakan di floor stock.

b. Sistem Resep Perorangan

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat

jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.

c. Sistem Unit Dosis

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang

disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk

penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini

digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem Kombinasi

Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan

menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat

dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini

tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan sampai

kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep

individu yang mencapai 18%.


Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk

dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:

a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan

b. Metode sentralisasi atau desentralisasi.

7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai

Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus

dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai bila:

a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;

b. Telah kadaluwarsa;

c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan

kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan

d. Dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan obat terdiri dari:

a. Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang akan dimusnahkan;

b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;


c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan

kepada pihak terkait;

d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan

e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk

sediaan serta peraturan yang berlaku.

Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut

oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit harus

mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.

8. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah

persediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai. Pengendalian penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat

dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi

dan Terapi (TFT) di rumah sakit.

Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah untuk:

a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;

b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;


c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi

kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah:

a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow

moving);

b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam

waktu tiga bulan berturut-turut (death stock);

c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

9. Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan

berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang

sudah berlalu.

Kegiatan administrasi terdiri dari:

a. Pencatatan dan Pelaporan

Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi

farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan,

semester atau pertahun).


b. Administrasi Keuangan

Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,

pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi

keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang

berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian

secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,

semesteran atau tahunan.

c. Administrasi Penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian

terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak,

mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan

penghapusan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang

berlaku.

2.3.3 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome

terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat,

untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup

pasien (quality of life) terjamin. (9)


Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan

ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat,

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap

tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya

kesalahan pemberian obat (medication error).

Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat,

bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada

dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep

sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan

persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan

pasien;

b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;

c. Tanggal resep; dan

d. Ruangan/unit asal resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

b. Dosis dan jumlah obat;

c. Stabilitas; dan
d. Aturan dan cara penggunaan.

Persyaratan klinis meliputi:

a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;

b. Duplikasi pengobatan;

c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

d. Kontraindikasi; dan

e. Interaksi Obat.

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses

untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan

farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat

pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat:

a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui

perbedaan informasi penggunaan obat

b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan

oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi

tambahan jika diperlukan

c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang

Tidak Dikehendaki (ROTD);


d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat

e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam

menggunakan obat

f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan

g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap

obat yang digunakan

h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat

i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat

j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat

bantu kepatuhan minum obat (concordance aids)

k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa

sepengetahuan dokter; dan

1. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan

pengobatan alternative yang mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan:

a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada

pasien/keluarganya; dan

b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat

pasien. Informasi yang harus didapatkan:

a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan,

frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat;

b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi;

dan
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat

yang tersisa).

3. Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan

instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.

Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat

(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,

kesalahan dosis atau interaksi obat.

Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada

pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar

ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke

layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:

a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang

digunakan pasien;

b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak

terdokumentasinya instruksi dokter; dan

c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya

instruksi dokter.

Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:

a. Pengumpulan data

b. Komparasi
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan

ketidaksesuaian dokumentasi.

d. Komunikasi

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan

penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang

independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang

dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi

kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit.

PIO bertujuan untuk:

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan

tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di

luar rumah sakit;

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang

berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai terutama bagi Tim Farmasi dan

Terapi;

c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi:

a. Menjawab pertanyaan;

b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;


c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi

sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit;

d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit

(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat

jalan dan rawat inap;

e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian

dan tenaga kesehatan lainnya; dan

f. Melakukan penelitian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:

a. Sumber Daya Manusia;

b. Tempat; dan

c. Perlengkapan. (9)

5. Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat

atau saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien

dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun

rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas

inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau

keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan

kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker. (4)

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan

hasil terapi, meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang


pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi

pasien (patient safety).

Kegiatan dalam konseling obat meliputi:

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien;

b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang

penggunaan obat melalui Three Prime Questions;

c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan

kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan

obat;

d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah pengunaan obat;

e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek

pemahaman pasien; dan

f. Dokumentasi.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat:

1. Kriteria Pasien:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi

ginjal, ibu hamil dan menyusui);

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB,

DM, epilepsi, dan lain-lain);

c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi

khusus (penggunaan kortiksteroid dengan tappering

down/off);
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi

sempit (digoksin, phenytoin);

e. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi); dan

f. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

2. Sarana dan Peralatan:

a. Ruangan atau tempat konseling; dan

b. Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling). (7)

6. Visite/Ronde

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap

yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga

kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung,

dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan

Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi obat

yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar

rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan

program rumah sakit yang biasa disebut dengan pelayanan

kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).

Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus

mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai


kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau

sumber lain. (7)

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses

yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman,

efektif dan rasional bagi pasien.

Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan

meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

(ROTD).

Kegiatan dalam PTO meliputi:

a. Pengkajian pemilihan obat

b. Dosis

c. Cara pemberian obat

d. Respons terapi

e. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

f. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

g. Pemantauan efektifitas dan efek samping terapi obat.

Tahapan PTO:

a. Pengumpulan data pasien

b. Identifikasi masalah terkait obat

c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

d. Pemantauan
e. Tindak lanjut.

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan

kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak

dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek

Samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang

terkait dengan kerja farmakologi.

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program

evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan

secara kualitatif dan kuantitatif.

Tujuan EPO yaitu:

a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan

obat;

b. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu

tertentu;

c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat; dan

d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.


10. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin

sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan

zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian

obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan:

a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang

dibutuhkan;

b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;

c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan

d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi:

1. Pencampuran Obat Suntik

Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan

pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas obat

maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.

2. Penyiapan Nutrisi Parenteral

Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral

yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai

kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula

standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai

3. Penanganan Sediaan Sitostatik


Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan

obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai

kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan

pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas

maupun sediaan obatnya dari efek toksik dan kontaminasi,

dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada

saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian

kepada pasien sampai pembuangan limbahnya.

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan

interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan

dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas

usulan dari apoteker kepada dokter.

2.4 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Dalam pengorganisasian rumah sakit dibentuk Tim Farmasi dan Terapi

(TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada

pimpinan rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang

anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di

rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila

diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di

dalam rumah sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat.


Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang apoteker,

apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah apoteker, namun apabila

diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. (9)

Jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka

sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi

farmasi atau apoteker yang ditunjuk. (5)

TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan

sekali dan untuk rumah sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat

TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang

dapat memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki pengetahuan

khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT.

Tugas TFT yaitu:

1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit

2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam formularium

rumah sakit

3. Mengembangkan standar terapi

4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat

5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional

6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

(ROTD);

7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error

8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah

sakit.
Tim lain yang terkait dengan tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat

dibentuk sesuai dengan peran dan kebutuhan. Adapun peran Apoteker dalam Tim

lain yang terkait penggunaan Obat di Rumah Sakit antara lain:

1. Tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit;

2. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

3. Tim Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit;

4. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri;

5. Tim penanggulangan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes);

6. Tim Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS);

7. Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA);

8. Tim Transplantasi;

9. Tim PKMRS; atau

10. Tim Rumatan Metadon. (9)

2.5 Formularium Rumah Sakit

Formularium memuat ringkasan informasi obat yang mudah dipahami

oleh profesional kesehatan di rumah sakit. Pada umumnya, informasi itu

mencakup nama generik, indikasi penggunaan, kekuatan, bentuk sediaan,

posologi, toksikologi, jadwal pemberian, kontraindikasi, efek samping, dosis

regimen yang direkomendasikan di dispensing dan informasi penting yang harus

diberikan pada pasien. (12)

Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,

pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan

kebutuhan rumah sakit.

Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan

berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar

dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi

kebutuhan pengobatan yang rasional.

Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:

1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik

Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;

2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi;

3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT), jika

diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;

4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi

(TFT), dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan

balik;

5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;

6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;

7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan

8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan

melakukan monitoring.

Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:

1. Mengutamakan penggunaan obat generik;


2. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling

menguntungkan penderita;

3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;

4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;

5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;

6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;

7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan

biaya langsung dan tidak lansung; dan

8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence

based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga

yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium Rumah

Sakit, maka rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan

atau pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan

mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya. (9)

2.6 CSSD (Central Sterilize Supply Department/Bagian Sterilisasi)

Pusat Sterilisasi (CSSD) merupakan instalasi yang sangat berperan untuk

mencegah terjadinya infeksi dan infeksi Nosokomial di rumah sakit, sehingga

Patient Safety (Keamanan dan Keselamatan Pasien) dapat diwujudkan.

Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk

pengendalian infeksi dan berperan dalam upaya menekan kejadian infeksi.


Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, Pusat Sterilisasi sangat

bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur

penunjang medik maupun instalasi antara lain perlengkapan, rumah tangga,

pemeliharaan sarana rumah sakit, sanitasi dan lain-lain. Apabila terjadi

hambatan pada salah satu sub unit diatas maka pada akhirnya akan mengganggu

proses dan hasil sterilisasi.

Istilah untuk Pusat Sterilisasi bervariasi, mulai dari Central Sterile Supply

Department (CSSQ), Central Service (CS), Central Supply (CS), Central

Processing Department (CPO) dan lain-lain, namun kesemuanya mempunyai

fungsi utama yang sama yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk

keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsi dari pusat

sterilisasi adalah menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan,

menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di

rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. (Lampiran 6)

2.7 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan

rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas yang sebagian merupakan limbah

klinis dan non-klinis sehingga berpotensi dalam penyebaran penyakit.

Limbah Klinis merupakan limbah yang berasal dari pelayanan medik,

perawatan gigi, veterany, farmasis atau yang sejenis, penelitian, pengobatan,

perawatan, yang menggunakan bahan-bahan yang beracun, infeksius, berbahaya

atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan dengan pengamana tertentu.


Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-

58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah

Sakit, yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah air limbah

sampai standar yang diijinkan. Oleh sebab itu, perlu dirancang Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mereduksi, menurunkan kadar

pencemar ke taraf baku mutunya sehingga menjamin kelestarian fungsi

ekosistem. Tujuannya untuk mengurangi dampak buruk polutan di dalam air

limbah dan mengendalikan pencemaran lingkungan.

2.8 REKAM MEDIK

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang

telah diberikan kepada pasien.

Rumah Sakit harus menyelenggarakan sistem informasi manajemen

rumah sakit yang bersumber pada rekam medis yang handal dan profesional

Unit kerja rekam medis dipimpin oleh seorang kepala dengan latar

belakang pendidikan minimal D3 rekam medis dan pengalaman yang sesuai,

serta kualifikasi staf harus diupayakan sesuai dengan tugas yang dilaksanakan.

Pelayanan rekam medis merupakan bagian dari program pengendalian

mutu rumah sakit, untuk itu harus ada prosedur baku untuk menilai kualitas

pelayanan dan menanggulangi masalah yang timbul.

Isi rekam medik untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan

kesehatan sekurang-kurangnya memuat identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil


anamnesis (mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit, hasil

pemeriksaan fisik dan penunjang medik, diagnosis, rencana penatalaksanaan,

pengobatan dan/ atau tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada

pasien, untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan

persetujuan tindakan bila diperlukan.

Isi rekam medik untuk rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-

kurangnya memuat identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis

(mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit), hasil

pemeriksaan fisik dan penunjang medik, diagnosis, rencana penatalaksanaan,

pengobatan dan/atau tindakan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan,

ringkasan pulang (discharge summary), nama dan tanda tanggal dokter, dokter

gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan,

pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan untuk pasien

kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

Isi rekam medik untuk pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya

memuat identitas pasien, kondisi pasien saat tiba di sarana kesehatan, identitas

pengantar pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis (mencakup sekurang-

kurangnya keluhan dan riwayat penyakit), hasil pemeriksaan fisik dan penunjang

medik, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan dan/atau tindakan,

diagnosis, ringkasan kondisi pasien, sebelum meninggalkan pelayanan unit

gawat darurat dan rencana tindak lanjut, nama dan tanda tangan dokter, dokter

gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan,


sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan kesarana

pelayanan kesehatan lain, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. (6)
BAB III

TINJAUAN KHUSUS RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

3.1 Identifikasi Rumah Sakit

Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Kode Rumah Sakit : 167.1013

Direktur Utama : Dr. H. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH

Alamat : Jl. Jend. Sudirman Km 3,5 Palembang

Kecamatan/Kota : Ilir Timur 1 / Palembang

Kode/Telepon/Faximile : 0711.354088 (Hunting)

Faximile : 0711.351318

E-mail : humas@rsmh.co.id

Kelas Rumah Sakit : Kelas A Pendidikan / SK Menkes. No.634/12 Sep

2009

Luas Tanah : 208.455 m2

Tahun Pembangunan : 1953

Tahun Operasional : 1957


3.2 Sejarah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dahulu bernama Rumah Sakit Umum

Pusat Palembang, yang didirikan pada tahun 1953 atas prakarsa Menteri Kesehatan RI

Dr. Mohammad Ali (Dr. Lee Kiat Teng) dan mulai beroperasional sejak tanggal 3

Januari 1957 dengan fasilitas yang sederhana. Melayani pelayanan rawat jalan

pelayanan rawat inap dengan 78 kamar tidur dilengkapi pelayanan laboratorium,

Apotek, Radiologi, Emergency dan peralatan penunjang medik lainnya.

Seiring dengan perkembangan waktu rumah sakit ini semakin berkembang baik

sarana dan prasaran termasuk sumber daya manusianya, tersedia para spesialis lengkap

dan beberapa subspesialis, sehingga mengubah tipenya dari kelas C menjadi Rumah

Sakit Umum Pusat kelas B (1972) yang ditetapkan pada tahun 1979 berdasarkan SK

Menkes RI No. 134/Menkes/SK/IV/1978, dengan luas bangunan 37.000 m3 dalam area

seluas 22 hektar, sekaligus dan menjadi rumah sakit terbesar sebagai pusat rujukan

layanan kesehatan se-Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu.

Dengan adanya kebijaksanaan pemerintah terhadap beberapa rumah sakit agar

meningkatkan efisien dan efektifitas pengelolaan sumber daya serta meningkatkan

mutu pelayanannya, maka pada tanggal 1 November 1993 Rumah Sakit Umum Pusat

Palembang ditetapkan sebagai Rumah Sakit Swadana sesuai dengan SK Menkes RI

No. 1134/Menkes/SK/1993 tanggal 10 Desember 1993.

Rumah Sakit Umum Palembang sejak tanggal 4 Oktober 1997 berdasarkan SK

Menkes No. 129/SK/XI/1997 berubah nama menjadi Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang termasuk kategori rumah sakit tipe B plus, yang menunjang

terselenggaranya pelayanan kesehatan. Dengan dikeluarkannya SK Menkes RI No.

1062/Menkes/2001, maka status RSMH berubah dari Perusahaan Umum Bhakti

Husada (PBH) Menjadi Perusahaan Jawatan atau lebih dikenal dengan istilah Perjan.

Saat ini berdasarkan SK Permenkes RI No. 1680/Menkes/Per/XII/2005 maka status

RSMH berubah menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

Pada tahun 2005 dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap 13 Rumah Sakit

Ventrikel termasuk RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, berdasarkan SK

Menkes RI No. 1243.Menkes/SK/VIII/2005, tentang penetapan 13 eks RS Perjan

menerapkan Pola Peneglolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU).

Setelah melalui berbagai persiapan dan pembinaan serta penilaian dari tim survei

komisi gabungan Akreditasi Rumah Sakit maka dengan keputusan Menteri Kesehatan

sejak tanggal 12 September 2009 Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang telah

memperoleh status akreditasi penuh. Dan saat ini RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang berdasarkan Keputusan Meneri Kesehatan RI No.

643/Menkes/SK/VIII/2009 12 Agustus 2009 menjadi Rumah Sakit Umum Pusat

Klasifikasi Kelas A.
3.3 Visi dan Misi serta Tujuan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

3.3.1 Visi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Menjadi rumah sakit pendidikan dan rujukan nasional dengan pelayanan bertaraf

internasional tahun 2019.

3.3.2 Misi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Misi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah:

a. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan dan penelitian yang berkualitas dalam

bidang kesehatan, berstandar internasional

b. Menjadi pusat promosi kesehatan.

c. Membina rumah sakit jejaring

d. Meningkatkan kesejahteraan pegawai, karir dan kenyamanan pegawai

3.3.3 Tujuan RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang

Tujuan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah:

a. Meningkatkan derajat kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan

masyarakat.

b. Meningkatkan citra pelayanan pemerintah kepada masyarakat di bidang kesehatan.

c. Menghasilkan tenaga dokter umum, spesialis dan sub spesialis serta tenaga

keperawatan yang berkualitas dan bermoral tinggi.

3.3.4 Fungsi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Fungsi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah:


a. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan promotif,

preventif, kuratif, maupun rehabilitatif secara paripurna.

b. Pengembangan pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang kegawatdaruratan,

gastroentrologi, rehabilitasi medis, cardiovaskuler, stroke, reproduksi, transplantasi

serta pelayanan penunjang.

c. Pelayanan kesehatan lainnya seperi pendidikan, penelitian dan usaha lain dalam

bidang kesehatan.

3.3.5 Motto RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Kesembuhan dan kepuasan anda merupakan kebahagiaan kami.

3.4 Struktur Organisasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dikepalai oleh Direktur Utama

dibawah Pengawas. Direktur Utama membawahi Direktorat Keuangan, Direktorat

Medik dan Keperawatan, serta Direktorat Umum, SDM, dan Pendidikan yang

berkoordinasi dengan Satuaan Pemeriksaan Intern, Komite Medik, Komite

Keperawatan, Komite Mutu dan Keselamatan, Komite Etik dan Hukum RS, Sekretariat

Direksi, serta Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Direktur Medik dan Keperawatan membawahi bidang pelayanan medik, bidang

pelayanan keperawatan, dan bidang fasilitas pelayanan medik serta membawahi

departemen bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan, THT,

neurologi, mata, dermatologi dan venereologi, anastesi dan terapi intensif, radiologi,

patologi klinik, patologi anatomi, kedokteran forensik, gigi dan mulut, jiwa, rehabilitas
medik, mikrobilogi klinik. Selain itu, membawahi instalasi seperti gawat darurat, rawat

jalan, graha spesialis, brain dan heart center, rawat intensif, bedah sentral, hemodialisis,

rawat inap, rehabilitasi medic, rekam medik, radiologi, patologi klinik dan

mikrobiologi, patologi anatomi, pemulasaran jenazah dan kerohanian, pemeliharaan

sarana medik, pelayanan pelanggan dan PKRS, dan rujukan nasional.

Direktur Umum, SDM dan pendidikan membawahi bagian umum, bagian SDM,

bagian pendidikan dan penelitian serta membawahi beberapa instalasi, yaitu farmasi,

gizi, pemeliharaan sarana non medik, pendidikan dan pelatihan, sterilisasi, loundry,

performa dan pertamanan, keamanan dan sanitasi.

Direktur Keuangan membawahi bagian perencanaan dan anggaran, bagian

perbendaharaan dan mobilisasi dana, bagian akuntansi, Instalasi Sistem Informasi

Rumah Sakit, serta Instalasi Pasien Jaminan.

3.5 Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang


3.5.1 Falsafah Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang optimal dan terpadu, berorientasi

kepada penyembuhan pasien dengan penyediaan obat yang bermutu, rasional dan

terjangkau bagi seluruh masyarakat.

3.5.2 Visi Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Menjadi pusat pelayanan farmasi, pendidikan dan penelitian yang terbaik dan

bermutu Nasionalbertaraf internasional tahun 2019.


3.5.3 Misi Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Misi Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah :

a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi yang komprehensif dan berkualitas tinggi

b. Menyelenggarakan jasa pendidikan dan penelitian dalam bidang kefarmasian dan

kesehatan

c. Menjadi pusat promosi kesehatan

3.5.4 Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah:

a. Meningkatkan mutu pelayanan farmasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

b. Menerapkan konsep pelayanan farmasi sistem satu pintu untuk menunjang

pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang.

c. Meningkatkan peran dan fungsi apoteker di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

3.5.5 Tugas Pokok Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang mencangkup:

a. Penyiapan fasilitas untuk melakukan tugas peracikan dan pengelolaan perbekalan

farmasi yaitu perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian

dan pengawasan.
b. Pelayanan farmasi klinik (informasi obat, monitoring efek samping obat,

pemantauan terapi obat, dan sebagainya).

3.5.6 Fungsi Instalasi FarmasiRSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Instalasi Farmasi mempunyai fungsi:

a. Manajemen persediaan seperti perencanaan, pengadaan, wasdal mutu, wasdal

persediaan administrasi gudang.

b. Produksi mencakup steril dan non-steril.

c. Distribusi mencakup pasien rawat jalan dan rawat inap, ruangan di lingkungan

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

d. Pelayanan Farmasi Klinik.

3.5.7 Kedudukan Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Kedudukan Instalasi FarmasiRSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang adalah

a. Instalasi Farmasi adalah organisasi fungsional di lingkungan RSUP dr. Mohammad

Hoesin Palembang yang berada di Bawah dan tanggung jawab kepada Direktur

Umum, SDM dan Pendidikan.

b. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi

Farmasi.

c. Instalasi Farmasi berlokasi di samping gedung Graha Spesialis RSUP dr.

Mohammad Hoesin Palembang.


3.5.8 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang

Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang di bawah Direktur

Umum, SDM dan Pendidikan yang dikepalai oleh kepala Instalasi Farmasi. Instalasi

farmasi memiliki 4 koordinator yang di bawahi Kepala Instalasi Farmasi yaitu,

Koordinator Persediaan Farmasi, Koordinator Pelayanan Farmasi, Koordinatoor

Farmasi Klinik, serta Koordinator Mutu dan Keselamatan Kerja.

3.5.8.1 Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Tugas-tugas Kepala Instalasi Farmasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang adalah :

a. Menyelenggarakan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik

secara terpadu berdasarkan ketentuan dan arahan pimpinan dalam rangka

melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis.

b. Menyusun anggaran belanja AMHP, BMHP, dan obat-obatan.

c. Menyusun program pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM di Instalasi

Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

d. Menyelenggarakan penerapan peraturan dan kebijakan mutu pelayanan,

keselamatan pasien, K3 dan PPI yang berlaku di Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

e. Menyusun rencana kebutuhan tenaga berdasarkan analisa beban kerja pegawai.

f. Menyusun program pengkajian dan pengembangan pelayan kefarmasian.


g. Melakukan supervise terhadap proses pelayanan farmasi yang meliputi proses

pengadaan, penyimpanan, peresepan, dispensing, serta penyaluran perbekalan

farmasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

h. Membuat konsep peraturan dalam lingkungan kegiatan pelayanan kefarmasian.

i. Memberi petunjuk dan mengkoordinasikan serta memotivasi staf dalam kegiatan

kefarmasian dan administrasi.

j. Memberikan motivasi, penilaian kerja, sanksi, dan penghargaan kepada pegawai

Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

k. Mempelajari atau mengkaji laporan, saran dan hasil kerja staf Instalasi Farmasi

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

l. Mengawasi dan memantau sarana dan prasarana agar siap pakai.

m. Mengawasi dan menilai mekanisme kerja bawahan di Instalasi Farmasi melalui

laporan dan memeriksa secara langsung hasil kerja bawahan.

n. Mengadakan rapat staf dan petugas Instalasi Farmasi terkait secara rutin dan

insidentil dengan prinsip KIS ( Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi).

o. Mengkonsultasikan kegiatan pengendalian mutu, perencanaan dan pemantauan

persediaan farmasi serta pengembangan tenaga kepada atasan.

p. Memberi saran dan bahan pertimbangn mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

penggunaan fasilitas dan kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang sesuai dengan permasalahan sebagai bahan masukan bagi atasan

dalam menentukan kebijakan.

q. Mencarikan solusi dan alternative penyelesaian masalah yang timbul.


r. Menyampaikan laporan berkala seluruh kegiatan Instalasi FarmasiRSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang kepada pimpinan RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

s. Memberikan saran atau masukan dan berkonsultasi dengan pimpinan RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang untuk kelancaran tugas Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

t. Melakukan Koordinasi dengan unit kerja lain di lingkungan RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang.

u. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan.

3.5.8.2 Koordinator Persediaan Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang

Dalam melakukan tugasnya, bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan tugas sebagai berikut:

a. Menyusun dan mengolah data dalam rangka perencanaan kebutuhan perbekalan

farmasi untuk harian, bulanan, triwulan, semester, dan tahunan.

b. Menyusun dan mengolah data dalam rangka perencanaan kebutuhan ATK, rumah

tangga, kebutuhan logistik, dan lain-lainnya untuk harian, bulanan, triwulan,

semester, dan tahunan.

c. Menelaah, menyeleksi, dan memilih jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang akan

dipesan.
d. Menelaah, menyeleksi, dan memilih permintaan ATK, rumah tangga, dan lain-

lainnya.

e. Membuat surat pesanan pembelian langsung perbekalan farmasi.

f. Meretur perbekalan farmasi yang tidak sesuai persyaratan atau spesifikasi pada

proses pengadaan.

g. Menerima, menyimpan, dan mendistribusikan perbekalan farmasi.

h. Membuat jadwal penghapusan perbekalan farmasi, jika dilakukan proses

penghapusan perbekalan farmasi.

i. Memeriksa jurnal pembuatan obat di produksi Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

j. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan perbekalan farmasi.

k. Membuat laporan bulanan, triwulan, semester, dan tahunan kegiatan pengelolaan

perbekalan farmasi Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

l. Membuat laporan bulanan pemakaian obat narkotika.

m. Membuat laporan bulanan pemakaian obat generik.

n. Membuat laporan bulanan kejadian medication error dan Monitoring Efek Samping

Obat (MESO).

o. Membuat laporan bulanan Standard Pelayanan Minimum (SPM).

p. Membuat Laporan bulanan obat Live Saving yang tidak boleh kosong di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

q. Membuat laporan hasil pelaksanaan Stock Opname.

r. Memeriksa laporan penagihan obat kemoterapi, obat kronis dan alat kesehatan ke

BPJS.
s. Membuat laporan kinerja staf Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

t. Menyelenggarakan surat menyurat sehubungan dengan tugas, fungsi, dan tanggung

jawab Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

u. Menyiapkan bahan dan data yang dibutuhkan untuk mengikuti rapat atau pertemuan

rutin Instalasi Farmasi.

v. Membuat notulen rapat internal farmasi serta menyiapkan absensi peserta rapat

w. Mengatur dan menyiapakan jadwal orientasi pegawai baru, jadwal praktek kerja

mahasiswa di Instalasi Farmasi, dan bimbingan mahasiswa PKL.

x. Menangani masalah kepegawaian Instalasi Farmasi yang meliputi absensi, cuti,

mutasi, dan lain-lainnya.

y. Tindak lanjut terhadap masalah yang berkaitan dengan administrasi kefarmasian.

z. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

3.5.8.3 Koordinator Pelayanan Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang

Dalam melakukan tugasnya Koordinator Pelayanan Farmasi, bertanggung jawab

kepada Kepala Instalasi Farmasi langsung dalam hal sebagai berikut:

a. Menyusun, menelaah, dan menyeleksi serta mengolah data dalam rangka

perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di TPO untuk pelayanan pasien.

b. Menyusun, menelaah dan menyeleksi serta mengolah data dalam rangka

perencanaan kebutuhan ATK, rumah tangga, dan kebutuhan TPO.


c. Menyiapkan data untuk pembuatan pembuatan laporan bulanan, triwulan, semester,

dan tahunan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di TPO.

d. Mengawasi dan memantau proses penyiapan perbekalan farmasi dibawah

koordinasinya.

e. Menyiapkan data untuk pembuatan laporan bulanan pemakaian obat narkotika dan

psikotropika di TPO.

f. Menyiapkan data untuk pembuatan laporan hasil pelaksanaan Stok Opname.

g. Meretur perbekalan farmasi yang tidak sesuai persyaratan atau sfesifikasi pada

proses permintaan obat ke gudang.

h. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan perbekalan farmasi dibawah

koordinasinya.

i. Mengkoordinasi penyelesaian masalah KTD, KNC, KPC.

j. Tindak lanjut terhadap, masalah yang berkaitan dengan pengelolaan perbekalan

farmasi di bawah koordinasinya.

k. Bimbingan pegawai baru atau mahasiswa PKL.

l. Membuat laporan kinerja staf Instalasi FarmasiRSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

m. Menyiapkan bahan dan data yang dibutuhkan untuk mengikuti rapat atau pertemuan

rutin Instalasi FarmasiRSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

n. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.


3.5.8.4 Koordinator Farmasi Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Dalam melakukan tugasnya, bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi

dalam hal sebagai berikut:

a. Melaksanakan pelayanan Farmasi Klinik, meliputi:

- Pengkajian dan pelayanan resep

- Penelusuran riwayat penggunaan obat

- Pelayanan Informasi Obat (PIO)

- Konsultasi dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya

- Konseling

- Visite

- Pemantauan terapi obat

- Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

- Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

- Penanganan Sitostatik

b. Merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengkoordinasi kegiatan-kegiatan

pelayanan Farmasi Klinik berdasarkan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

c. Membantu Kepala Instalasi Farmasi dalam membuat kebijakan pelaksanaan

pelayanan farmasi klinik kepada pasien, kegiatan pendidikan dan pelatihan,

penelitian, dan pengembangan di lingkungan Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

d. Berkerjasama dengan koordinator lainnya dalam upaya meningkatkan kualitas dan

kuantitas pelayanan profesi dibidang kefarmasian.


e. Membuat jadwal harian dan jadwal konseling Apoteker untuk pasien rawat jalan.

f. Membantu Kepala Instalasi dalam berkoordinasi dengan Instalasi dan ruangan lain

atau dengan profesi lain untuk menunjang pelaksanaan farmasi klinik.

g. Membimbing dan mengarahkan Ketua Tim, TTK, dan Pramu Instalasi.

h. Menyiapkan laporan pelaksanaan kegiatan farmasi klinik

i. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan.

3.5.8.5 Koordinator Mutu dan Keselamatan RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang.

Dalam melakukan tugasnya, bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi

dalam hal sebagai berikut:

a. Mengkoordinir penerapan peraturan dan kebijakan mutu pelayanan, keselamatan

pasien, K3 dan PPI yang berlaku di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

b. Mengkoordinir kegiatan yang terkait dengan peningkatan mutu pelayanan,

keselamatan pasien, K3, dan PPI di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang.

c. Melakukan pemantauan pelaksanaan pedoman pelayanan dan indikator unit kerja.

d. Membantu Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

menentukan indikator mutu layanan yang akan digunakan di unit kerja tersebut serta

membuat panduan, kamus indikator, lembar kerja yang akan digunakan terkait

pemantauan indicator tersebut.

e. Melakukan rekapitulasi indikator mutu layanan kefarmasian.


f. Melakukan validasi data indikator mutu layanan dari kefarmasian.

g. Melakukan analisis data indikator mutu layanan kefarmasian serta membuat

kefarmasian trend data indikator mutu layanan.

h. Membantu Kepala Instalasi Farmasi dalam upaya perbaikan mutu layanan secara

berkelanjutan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang melalui pendekatan

system dan siklus P-D-C-A beserta dokumentasi bukti perbaikan tersebut.

i. Membantu petugas, pasien, keluarga pasien yang melaporkan insiden untuk mengisi

form laporan insiden keselamatan pasien.

j. Melakukan pencatatan dan rekapitulasi insiden di setiap Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

k. Melakukan investigasi sederhanana setiap ada laporan insiden keselamatan pasien.

l. Membantu Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

melakukan pemantauan terhadap upaya penyelesaian insiden beserta

mendokumentasikan bukti perbaikan.

m. Membantu Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

mendorong terbentuknya budaya keselamatan pasien, khususnya membudayakan

pelaporan insiden.

n. Mendata dan membuat usulan pemeriksaan kesehantan berkala bagi pegawai

Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang serta berkoordinasi

dengan unit terkait untuk pelaksanaan dan hasil pemeriksaan kesehatan pegawai

awal, berkala, dan khusus.

o. Melakukan audit pelaksanaan SPO dan pedoman pelayanan lainnya di Instalasi

Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.


p. Membantu Kepala Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

melakukan edukasi kepada setiap staf di unit kerja masing-masing terkait hasil

analisis dari mutu pelayanan, keselamatan pasien, K3, dan PPI.

q. Melakukan koordinasi dengan unit terkait di lingkungan RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang.

r. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan.

3.6 Manajemen Persediaan Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai adalah

suatu siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian,

administrasi serta pemantauan dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUPDr.

Mohammad Hoesin Palembang telah dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014.

3.6.1 Pemilihan

Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Formularium Nasional (Fornas),

Formularium Rumah Sakit, Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN), Daftar Obat In-

Healt (DOI). Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam

Subkomite Farmasi dan Terapi yaitu dalam penyusunan Formularium Rumah Sakit.
3.6.2 Perencanaan

Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang meliputi proses

pemilihan jenis, jumlah dan harga sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari

kekosongan obat. Adapun perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa

metode:

a. Metode konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai periode yang lalu, dengan

berbagai penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka

menghitung jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

dibutuhkan yaitu pengumpulan dan pengolahan data dan perhitungan perkiraan

kebutuhan obat.

b. Metode kombinasi

Berdasarkan kombinasi antara Metode Konsumsi, Metode ABC, dan Metode

VEN.

Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi kemudian diteruskan kepada

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang akan menetapkan spesifikasi dan harga

perbekalan farmasi kemudian data perencanaan obat diserahkan PPK kepada Unit
Layanan Pengadaan (ULP).

3.6.3 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah

direncanakan dan disetujui. Tujuan pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi

dengan harga yang layak dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat

waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu yang berlebihan.

Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUP

Dr. Mohammad Hoesin Palembang dilakukan dengan cara Pembelian dan Produksi

sendiri. Pengadaan dengan cara Pembelian yaitu secara Tender, Pengadaan Langsung

atau Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing.

3.6.3.1 Pembelian

Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan

farmasi. Pembelian sediaan farmasi di Instalasi Farmasi di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin dibuat berdasarkan kebutuhan dari masing-masing TPO yang dikumpulkan ke

dalam buku pesanan obat atau alat kesehatan. Kepala Instalasi Farmasi membuat data

perencanaan obat, kemudian PPK meminta persetujuan dari Pengguna Aggaran (PA).

Setelah mendapat persetujuan dari (PA) RSUP Dr. Mohammad Hoesin maka data

perencanaan obat diserahkan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP). kemudian ULP

akan melakukan pengadaan baik secara tender, pengadaan langsung/penunjukan

langsung atau E-Purchasing. Panitia Penerima Hasil Pekerjaan bertugas


menerimasediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang diadakan

oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Terdapat 3 sistem pengadaan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin yaitu :

a. Tender

Pengadaan secara tender dilakukan untuk Alat Medis Habis Pakai, Bahan Medis

Habis Pakai, dan Non E-Katalog menggunakan dana APBN (Anggaran Pendapatan

Belanja Negara) dan BLU (Badan Layanan Umum) Rumah Sakit. Pengadaan secara

tender bernilai dibawah 200 juta rupiah.

b. Pengadaan Langsung atau Penunjukan Langsung

Pembelian obat yang dilakukan melalui surat pesanan atau order dan langsung

ditujukan kepada distributor atau PBF. Pemesanan dilakukan dengan cara memberikan

surat pemesanan kepada salesmen atau melalui telepon.

c. E Purchasing

Sistem e purchasingoleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang dibuat oleh

Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) secara e-phurcasing.

3.6.3.2 Produksi

Produksi perbekalan farmasi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk,

mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit. RSUP Dr. Mohammad Hoesin melaksanakan


produksi sediaan steril dan sediaan non steril. Untuk produksi sediaan steril dilakukan

di TPO Kemoterapi yaitu rekonsiliasi obat-obat kemoterapi dan untuk produksi sediaan

non steril contohnya : kapsul KCL, kapsul theopylin, serbuk PK, larutan carbol

glycerin, larutan gliserin 50%, larutan kloral hidrat 10%, larutan H2O2 3%, larutan acid

salycil 0,1, larutan borax gliceryn, natrium thiosulfat 25%, larutan rivanol, salep

whitefield, salep salycil 3%, dan lanolin.

3.6.4 Penerimaan

Penerimaan dilakukan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,

mutu, waktu penyerahan dan harga tertera dalam kontrak atau surat pesanan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:

a. Harus sesuai dengan faktur/surat pengantar/pesanan barang (SPB).

b. Harus sesuai kontrak (SPK).

c. Memeriksakondisi fisik barang dan tanggal expired date minimal 2 tahun.

d. Bahan baku harus disertai sertifikat analisa.

e. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).

f. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai Certificate of Origin.

Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

diadakan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) dilaksanakan oleh Panitia Penerima

Hasil Pekerjaan (PPHP). Di dalam Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)

telahterlibat tenaga apoteker. Setelah penerimaan barang kontrak/SPK selesai dibuat

berita acara penerimaan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) untuk sistem

pengadaan secara tender dan E-Purchasing. Untuk pengadaan langsung dibuat SP dan
Kuitansi. Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

yang diadakan langsung dilakukan melalui gudang. Setiap penerimaan sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus dientri ke komputer SIRS (Sistem

Informasi Rumah Sakit).

3.6.5 Penyimpanan

Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara

menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari

pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

Tujuan penyimpanan adalah :

a. Memelihara mutu sediaan farmasi

b. Menghindari penggunaan-penggunaan yang tidak bertanggungjawab.

c. Menjaga ketersediaan.

d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Penyimpanan dilakukan untuk menyimpan dan memelihara mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.Koordinator Persediaan

bertanggung jawab mengawasi penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai di gudang dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer

stock sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan ketentuan

stock kebutuhan minimal yang ada digudang.

Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sudah berlaku sistem penyimpanan dengan

pemberian label khusus berdasarkan kategori obat, yaitu:


1. LASA (Look Alike Sound Alike)

LASA (Look Alike Sound Alike) adalah istilah yang dipakai untuk obat yang

mempunyai nama, tampilan dan ucapan yang mirip.Penyimpanan obat Look Alike

Sound Alike (LASA) diberi jarak antara satu dengan yang lainnya dan diberi tanda atau

label khusus.. Untuk mempermudah agar selalu meningkatkan kehati-hatian tenaga

kefarmasian dalam mengambil obat di Dr. Mohammad Hoesin obat berkategori LASA

ditempatkan pada satu area namun untuk obat yang mempunyai kemiripan diletakkan

terpisah satu sama lain dengan cara memisahkannya dengan obat lain yang berbeda.

Stiker LASA berwarna kuning cerah bertuliskan “LASA”. Contoh obat yang diberi

label LASAdepakote-depakone, glucobay-glucodex dan piroxicam-piracetam.

2. High Alert

Obat yang berkategori High Alert adalah obat yang menimbulkan cedera jika

terjadi kesalahan pengambilan dan pemberian, simpan ditempat khusus. Misalnya :

a. Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCL inj, heparin, warfarin, insulin,

kemoterapi, narkotik opiat dan neuromuscular blocking agents.

b. Kelompok obat antidiabetes sperti levemir dan novorapid jangan disimpan

tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah.

Stiker obat ini berwarna merah dan bertuliskan “High Alert”. Kategori obat yang diberi

label High Alert yaitu:

a. Agonis adrenergic : epinefrin

b. Antagonis adrenergic : propanolol

c. Anastesi umum, inhalasi, intravena : Propofol, ketamin


d. Antiaritmia : lidokain, amiodarone

e. Antitrombotik (antikoagulan) termasuk warfarin, heparin intravena, trombolitik

(alteplase)

f. Obat-obat kemoterapi, parenteral, dan oral

g. Dextrose hipertonis ≥ 20%, dextrose 40%

h. Obat inotropik intravena : digoxin

i. Obat-obatan sedasi sedang intravena : midazolam

j. Obat-obatan sedasi sedang oral untuk anak-anak : kloralhidrat

k. Obat-obatan narkotika/opiate IV, transdermal dan oral termasuk cairan konsentrat,

formulasi, sustained, release : pethidin, fentanil, morfin,codein, MST tablet,

durogesic patch, codipront

l. Obat-obat Khusus seperti: insulin subcutan dan IV, KCl pekat untuk injeksi, NaCl

untuk hipertonik > 0,9%.

3. Sitostatik

Adalah obat kanker yang mempunyai efek toksin dan perlu tindakan hati-hati

dalam penanganannya. Stiker obat ini berwarna ungu dan bertuliskan “obat kanker

tangani dengan hati-hati”. Contoh obat kanker yang diberi label ini yaitu paxus dan

brexel.

4. Trolly Emergensi

Penyimpanan pada trolly emergensi diletakkan pada akses terdekat dan selalu

siap dipakai. Dipakai hanya untuk keadaaan emergensi dan setelah dipakai petugas

harus melapor untuk segera diganti. Obat pada trolly emergensi di cek secara berkala

apakah ada yang rusak atau kadaluarsa.


5. Radio Aktif

Penyimpanan bahan radio aktif dilakukan di Instalasi Radiologi

6. Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral disimpan pada suhu 2-8 °C. Lemari pendingin harus di

kalibrasi secara berkala. Nutrisi parenteral tidak boleh disimpan pada suhu kamar.

7. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Penyimpanan untuk bahan berbahaya dan beracun terpisah dari obat atau sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai lainnya. Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3) disimpan pada gudang B3. Pada gudang B3 terdapat alat pemadam

kebakaran untuk menanggulngi terjadinya kebakaran.

Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan:

a. Jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

b. LASA dan High Alert.

c. Bentuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

Disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) dan

First Expired First Out (FEFO).

Terdapat 4 gudang penyimpanan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin :

a. Gudang Reguler

Gudang Reguler melayani permintaan obat dari TPO Rawat Inap, TPO Rawat

jalan, TPO Instalasi Bedah sentral meliputi TPO COT (Central Operation Theater) atas

dan bawah, TPO Graha Speasialis, TPO Brain and Heart Center, TPO Instalasi Gawat

Darurat atas/bawah, dan TPO Kemoterapi. Seluruh obat di gudang reguler adalah obat
bermerek dagang yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit. Penyimpanannya

disusun berdasarkan alpabetis dan berdasarkan bentuk sediaan, serta kategori obat

(LASA, High Alert, Kanker) dan Nutrisi Parenteral. Vaksin disimpan pada lemari es

pada suhu 2 – 8 °C yang dicek pada pagi dan sore. Begitupun Suppositoria yang

disimpan dalam lemari pendingin. Di tiap gudang menerapkan prinsip FIFO (First In

First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Suhu gudang terjaga dengan baik karena

penggunaan AC. Gudang reguler digunakan untuk pasien umum.

b. Gudang BPJS

Gudang BPJS mulai berjalan sejak berlakunya era BPJS awal tahun 2014, gudang

ini merupakan gabungan dari gudang ASKES dan Jamkesmas. Gudang BPJS melayani

seluruh TPO sama seperti gudang lainnya. Sebagian besar obat-obat di BPJS adalah

obat generik, namun ada juga obat bermerek dagang dan obat sitostatik (kanker) yang

terdapat di e-katalogue. Pedomannya Formularium Nasional. Penyimpanannya

disusun berdasarkan alpabetis dan berdasarkan bentuk sediaan, serta kategori obat

(LASA, High Alert, Kanker). Untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan obat

maka obat yang berkategori LASA seperti asam traneksamat ampul yang memiliki

dosis sediaan berbeda misalnya 250 mg dan 500 mg, maka boleh diletakkan tidak

berdampingan, dipisah oleh obat lain agar tidak terjadi kesalahan pengambilan obat.

Gudang BPJS melayani pasien BPJS.

c. Gudang kebutuhan Ruangan

Gudang ini melayani kebutuhan khusus ruangan yang menyediakan alat

kesehatan dan perlengkapan kesehatan seperti masker, underpad, handscoon dan lain-
lain untuk. Selain itu di ruangan ini terdapat lemari khusus menyimpan narkotik dan

psikotropika seperti codipront sirup, MST Continus, petidin injeksi dan lain-lain. Suhu

gudang terjaga dengan baik karena penggunaan AC.Penyimpanan narkotika dilakukan

di dalam lemari khusus dengan sistem double lock menggunakan 2 kunci yang

disimpan oleh 2 orang yaitu oleh apoteker dan petugas yang telah diberi wewenang.

d. Gudang B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Di gudang ini adalah tempat memproduksi sediaan non steril yang akan

didistribusikan ke TPO, contohnya KCL kapsul, aminopilin, larutan H2O2 dan lain-lain.

Ruangan ini digunakan sebagai tempat penyimpanan etanol dan eter dalam jerigen.

Selain itu, tempat penyimpanan bahan baku serta alat untuk produksi, contohnya

serbuk KCL, gliserin dan alatnya kapas, alat pengisi kapsul. Untuk menanggulangi

apabila terjadi kebakaran, di gudang farmasi terdapat alat pemadam kebakaran.

Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai telah

aman dalam hal kestabilan dan terhindar dari kehilangan, suhu dimana ruangan

penyimpanan 15-25 ºC, dan lemari pendingin 2-8ºC dan kelembaban ruangan 45-55%.

Dilakukan pengecekan suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan setiap pagi dan

sore hari dan data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafik.

3.6.6 Distribusi Perbekalan Farmasi

Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit

untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan

serta untuk menunjang pelayanan medis.


Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit

pelayanan secara tepat waktu, jenis dan jumlah.

Distribusi perbekalan farmasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin ada empat

system:

a. Distribusi dari instalasi farmasi ke TPO

Sistem distribusi obat dan alat kesehatan dari instalasi farmasi ke TPO

menggunakan sistem disentralisasi yaitu pelayanan resep atau obat diapotek satelit

yang ada diunit masing-masing bagian atau instalasi. Penyaluran obat dari instalasi

farmasi ke masing-masing TPO disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan obat

menggunakan sistem informasi manajemen (SIRS) secara online sehingga efesien dan

efektif. Kemudian yang mengambil obat ke gudang instalasi farmasi adalah tenaga

teknis kefarmasian masing-masing TPO. Distribusi obat di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin menggunakan sistem satu pintu artinya bahwa rumah sakit memiliki kebijakan

kefarmasian termasuk dalam pembuatan formularium pengadaan dan pendistribusian

alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk

mengutamakan kepentingan pasien dilakukan oleh instalasi farmasi.

Cara distribusi narkotika dan psikotropika ke TPO sama dengan pendistribusian

obat-obat lainnya. Narkotika dan psikotropika dientri secara komputerisasi ke gudang

untuk dipesan, lalu pihak gudang akan memberikan faktur tanda bukti penyerahan obat

untuk ditandatangani dan obat akan diberikan kepada tenaga teknis kefarmasian TPO

tersebut.
b. Distribusi dari TPO ke ruang perawatan

Pendistribusian obat dan alat kesehatan dari TPO ke bangsal dilakukan dengan

cara One Day Dose Dispensing (ODDD). Pemberian obat secara ODDD hanya khusus

untuk pasien rawat inap. Dalam sistem ini dokter menuliskan resep untuk pasien rawat

inap yang berlaku untuk tiga hari namun dalam obat yang diberikan ke pasien

dilakukan perhari. Obat tersebut diantarkan di tiap-tiap ruang perawatan rumah sakit

sesuai dengan resep oleh tenaga teknis kefarmasian di masing-masing TPO. Cara ini

dilakukan di TPO rawat inap, TPO brain heart center, TPO COT atas(operasi) dan

COT bawah.

c. Sistem resep perorangan

Sistem resep perorangan adalah resep yang ditulis dokter langsung untuk tiap

pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh tenaga

teknis kefarmasian sesuai dengan resep. Sistem ini dilakukan oleh TPO graha spesialis

dan TPO rawat jalan. Pasien membawa resep dari dokter dan memberikan kepada

petugas farmasi di TPO tersebut dan obat langsung dapat diterima oleh pasien. Tetapi

untuk TPO kemoterapi, perawat akan membawa resep obat yang akan dicampurkan

untuk pasien kemoterapi, petugas farmasi akan menyiapkan obat, obat akan

didistribusikan.

Cara distribusi individual dari TPO langsung ke dokter dilakukan oleh TPO

instalasi gawat darurat dan TPO COT atas (operasi) dan COT bawah (ICU, PICU,

NICU). Dokter menulis obat dan alat kesehatan di kartu instruksi medis dan

mendapatkan obat serta alat kesehatan secara langsung untuk keperluan pasien, apabila
pasien akan pindah ruangan kartu instruksi medis akan diberikan kepada pasien.

Kemudian apabila pasien pulang, kartu instruksi medis tersebut diberikan ke

administrasi dan pasien membayar obat di kasir lalu mendapatkan obat lanjutan di TPO

instalasi gawat darurat.

3.6.7 Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai

Pemusnahan dan penarikan dilakukan untuk menjamin sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak memenuhi syarat untuk

dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya pemusnahan dan penarikan akan

mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadinya penggunaan

obat yang substandar.

Penarikan dilakukan untuk produk yang izin edarnya telah dicabut oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produk yang telah expired date serta produk

recall. Rumah sakit telah mempunyai sistem pencatatan mekanisme retur ke

distributor/supplier terhadap kegiatan pemusnahan dan penarikan tersebut.

3.6.8 Pengendalian

Adapun kegiatan pengendalian di rumah sakit adalah:

a. Memperkirakan atau menghitung jumlah pemakaian rata-rata per periode

distribusi.

b. Menentukan stok optimum, stok pengaman dan menentukan waktu tunggu

(lead time).

c. Melakukan kegiatan stock opname setiap bulannya.


3.6.9 Administrasi

Administrasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan manajemen sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta penyusunan laporan yang berkaitan

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai secara rutin dalam

periode bulanan, triwulan, semesteran dan tahunan.

a. Pencatatan perbekalan farmasi di gudang

Pencatatan perbekalan farmasi secara umum dilakukan masing-masing gudang,

yang mencatat adalah petugas gudang. Pada saat barang masuk dan barang keluar

dicatat di kartu stok masing-masing obat. Apabila masing-masing TPO memesan obat

maka secara otomatis jumlah obat akan berkurang dikomputer, yang nantinya akan

disamakan dengan kartu stok. Untuk obat yang diretur dari TPO ke gudang, petugas di

gudang akan menambahkan jumlah obat ke komputer secara manual.

b. Pencatatan perbekalan farmasi di TPO

Semua TPO tidak menggunakan kartu stok, namun menggunakan sistem

informasi manajemen (SIRS) secara otomatis apabila obat dikeluarkan untuk pasien,

maka jumlah obat akan berkurang di komputer. Jadi sebelum resep dikerjakan, petugas

terlebih dahulu akan memeriksa ketersediaan obat serta mengentry obat yang

dikeluarkan.
c. Pelaporan narkotika

Seluruh resep atau copy resep narkotika tiap-tiap TPO akan dikumpulkan dan

diberikan ke gudang logistik dan dilaporkan ke Dinkes Provinsi, Dinkes Kota dan

BPOM.

Tujuan administrasi dan pelaporan:

a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi

b. Tersedianya informasi yang akurat

c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan

d. Mendapat data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan

e. Agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan sediaan farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis pakai dapat dikelola secara efisien dan efektif.

3.6.10 Proses Pelayanan Obat atas Resep Dokter di Setiap Tempat Pelayanan

Obat di Rumah Sakit RSUP Moh. Hoesin Palembang

Tempat pelayanan obat (TPO) adalah suatu tempat melakukan pekerjaan dan

kegiatan kefarmasian yang meliputi peracikan, penyimpanan, pengemasan, pemberian

obat atau alkes dan pelayanan kefarmasian lainnya. Keberhasilan pengobatan pasien

sangat bergantung dari proses pelayanan obat, karena di TPO tenaga farmasi dapat

berkomunikasi langsung dengan pasien. Interkasi yang baik antara petugas kesehatan

dan pasien akan sangat membantu terlaksananya kepatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat yang benar dan tepat. Instalasi farmasi RSUP Dr. Mohammad

Hoesin memiliki tempat pelayanan obat (TPO) antara lain TPO rawat inap, TPO rawat

jalan, TPO instalasi bedah sentral (COT atas dan bawah), TPO graha spesialis, TPO
IRD, TPO OK IRD, TPO BHC, dan TPO kemoterapi. Proses pelayanan obat di

masing-masing TPO berbeda satu sama lain, karena masing-masing TPO memiliki

fungsi tersendiri sesuai tempat dan situasi pasien yang dilayani. Berikut adalah uraian

masing-masing TPO RSUP Dr. Mohammad Hoesin :

3.6.10.1TPO Rawat Inap

TPO rawat inp RSUP Moh. Hoesin terletak besebelahan dengan TPO

Kemoterapi dan di depan ruang kemoterapi terpadu. TPO ini melayani obat dan alat

kesehatan untuk seluruh pasien rawat inap baik BPJS maupun umum. Pelayanan obat

dan alat kesehatan di TPO ini dilakukan oleh petugas unit dose dengan cara

mengantarkan langsung obat dan alat kesehatan keruang perawat berdasarkan resep.

Alur penyerahan resep dari pasien hingga penyerahan obat kepada pasien yaitu: Resep

diambil diruang perawatan atau dibawa perawat atau melalui telepon untuk keadaan

darurat, obat tersebut akan dientry kekomputer, setelah itu obat akan disiapkan dan

diberi etiket dan diberi label sesuai ruangan misalnya Yasmin D, kemudian obat

diantarkan ke post perawat, kartu instruksi medis ditandatangani oleh pasien dan obat

diserahkan kepada pasien.

3.6.10.2 TPO Rawat Jalan

TPO Rawat jalan RSUP Moh. Hoesin terletak di bagian dalam setelah ruang

pendaftaran pasien BPJS, bersebelahan dengan tempat pendaftaran pasien yang akan

melakukan cek laboratorium. TPO ini melayani obat dan alat kesehatan untuk pasien

rawat jalan yang terdaftar dalam program BPJS. TPO ini tidak melayani pasien selama

24 jam. Tahapan dari penyerahan obat di TPO rawat jalan adalah pasien menyerahkan
resep kepada petugas farmasi, kemudian petugas farmasi akan mengentry obat tersebut

khusus untuk obat 30 hari untuk melihat obat yang diambil sudah jadwal atau belum

untuk obat satu minggu tidak dientry, kemudian petugas lain akan menyiapkan etiket,

dan petugas lainnya akan menyiapkan obat tersebut, obat tersebut akan di cek kembali

untuk menghindari kesalahan, yang terakhir obat akan diserahkan kepada pasien

beserta informasi.

3.6.10.3 TPO Graha Spesialis

TPO graha spesialis terletak dibangunan Instalasi Graha Spesialis lantai 1,

berada disebelah kiri pintu masuk graha spesialis. TPO ini merupakan tempat melayani

obat dan alat kesehatan sesuai resep dokter spesialis yang pembayarannya dilakukan

secara tunai dengan jaminan perusahaan pasien. Pasien yang dilayani adalah pasien

yang mempunyai jaminan kesehatan tempat pasien dan keluarga pasien bekerja.

Contohnya jaminan kesehatan In Health, jaminan kesehatan PT. Bukit Asam. Alur

penyerahan resep kepada pasien hingga penyerahan obat adalah sebagai berikut :

Pasien obat membawa resep dari dokter kemudian obat akan dicek apakah ada atau

tidak atau diganti dengan obat yang khasiatnya sama, setelah itu obat diresep tersebut

akan di entry ke komputer, dan memberitahukan biaya sekaligus menayakan kepada

pasien apakah obatnya mau diambil dengan harga segitu atau tidak. Setelah persetujuan

maka petugas farmasi akan memberikan nomor antrian dan menunggu obat tesebut,

kemudian obat akan diserahkan kepada pasien disertai informasi.


3.6.10.4 TPO Instalasi Rawat Darurat

TPO instalasi rawat darurat terletak dilantai pertama gedung unit gawat

darurat. TPO ini adalah tempat atau pengambilan obat dan alat kesehatan untuk pasien

yang membutuhkan pertolongan pertama dan cepat. TPO ini buka 24 jam, melayani

obat dan alat kesehatan secara tunai dan kredit serta dapat melayani permintaan obat

dengan resep maupun kartu instruksi medis. Alur penyerahan obat di TPO instalasi

rawat darurat adalah sebagai berikut : Pasien datang diperiksa dan diberikan tindakan

medis oleh dokter, kemudian dokter akan menuliskan obat dan alat kesehatan yang

diperlukan di buku khusus bedah, obgyn dll, setiap obat akan dientry ke komputer.

Setelah pasien selesai menjalani operasi, kartu instruksi medis diambil dan dibawa

untuk prose pemindahan kamar, khusus untuk pasien yang tidak akan menjalani rawat

inap maka KIM akan diminta di TPO instalasi rawat darurat dan akan dibayar dibagian

administrasi.

3.6.10.5 TPO Brain Heart Center (BHC)

TPO BHC RSUP Moh. Hoesin berada di gedung Brain Heart Center

bersebelahan dengan gedung graha spesialis, TPO BHC terletak dibagian depan

sebelah kiri pintu masuk gedung BHC. TPO ini melayani obat dan alat kesehatan untuk

pasien dengan keluhan jantung dan saraf otak atau biasa disebut Neurogical Heart Care

Unit (NHCU) Alur penyerahan obat di TPO brain heart centeradalah sebagai berikut:

Resep biasanya akan diantarkan oleh perawat dalam bentuk kotak-kotak dan obat akan

disiapkan oleh petugas farmasi, ditulis etiket dan ditempatkan sesuai dengan ruangan

pasien tersebut diwadah yang telah disiapkan kemudian petugas akan mengisi catatan
pemakain perbekalan farmasi (CPPF), sedangkan kartu instruksi medis akan dibawa ke

post perawat yang selanjutnya akan dicek kesesuian obat dengan resep kemudian

diparaf dan akan diambil kembali oleh petugas farmasi TPO brain heart center.

3.6.10.6 TPO Instalasi Bedah Sentral atau COT (Central Operating Theater)

TPO Instalasi bedah sentral RSUP Moh. Hoesin teletak didalam gedung yang

terdiri dari dua lantai, COT bawah berada di lantai satu gedung dan COT atas berada

di lantai dua. TPO bedah sentral adalah tempat pengambilan obat dan alat kesehatan

yang dibutuhkan selama operasi pembedahan. TPO ini melayani obat atau alat

kesehatan selama 24 jam serta yang dibutuhkan berdasarkan kartu instruksi medis,

penggunaan obat selama operasi yang belum tertulis dalam kartu instruksi medis akan

diberitahukan kepada keluarga pasien setelah operasi dilakukan. TPO bedah sentral

terbagi dua yaitu : COT atas dan bawah.

a. TPO COT atas

TPO COT atas berada pada lantai 2 di dalam ruang bedah central. Alur

penyerahan resep sampai penyerahan obat di COT atas adalah sebagai berikut : dokter

datang menulis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan untuk operasi dikartu instruksi

medis lalu obat diambil dan diserahkan kepada dokter, setelah pasien selesai operasi

dan pindah ruangan, kartu instruksi medis dicek dan dipisahkan untuk dibawa ke COT

bawah untuk dibayar di adminitrasi.


b. TPO COT bawah

TPO COT bawah berada di lantai satu bersebelahan dengan Instalasi CSSD dan

berada didepan ruang ICU. Alur penyerahan resep sampai penyerahan obat di COT

bawah adalah sebagai berikut : Dokter menulis resep dan memberikannya kepada

tenaga teknis kefarmasian. Obat disiapkan, ditulis etiket, dikemas dan diberi label

sesuai dengan ruangan dan nama pasien. Resep dan obat kemudian dicek apabila telah

sesuai maka akan segera di paraf.

3.6.10.7 TPO Kemoterapi

TPO kemoterapi berada didepan ruang perawatan kemoterapi terpadu dan

bersebelahan dengan TPO rawat inap. TPO Kemoterapi adalah tempat pengambilan

obat khusus untuk pencampuran obat sitostatika.Alur penyerahan resep sampai

penyerahan obat di TPO kemoterapi adalah sebagai berikut: Resep masuk ke TPO

melalui perawat masing-masing bangsal, petugas akan mengambil obat-obat dan cairan

sesuai resep, menuliskannya di catatan pemakaian perbekalan farmasi (CPPF), lalu

membuat etiket per paket dan per obat. Setelah siap obat dan cairan dimasukkan ke

kotak sesuai bangsal, dan dimasukkan ke ruangan pencampuran. Petugas akan

melaksanakan pencampuran diruangan khusus, dengan menggunakan alat pelindung

diri khusus.

3.6.11 Pelayanan farmasi klinik

3.6.11.1 Pengkajian dan pelayanan resep

Pengkajian dan pelayanan resep di RSUP Dr. Mohammad Hoesin untuk pasien
rawat inap dilakukan oleh TPO Rawat Inap. Sedangkan untuk pasien rawat jalan

dilayani TPO Rawat Jalan. Apoteker melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama dokter, paraf dokter,

tanggal resep dan ruangan/unit asal resep), persyaratan farmasetik (bentuk dan

kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan dan cara

pemakaian) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi, dosis dan waktu pemberian,

duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan ESO, kontra indikasi dan efek aditif) baik

untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Setelah resep ditelaah oleh apoteker, bila

ditemukan masalah terkait obat apoteker mengkonsultasikan kepada dokter penulis

resep. Untuk resep yang tidak tepat akan dicatat pada lembar telaah lalu diarsipkan di

setiap unit.

3.6.11.2 Penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan

informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lainyang pernah dan sedang

digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

Penelusuran riwayat penggunaan obat di dilakukan dengan melihat Catatan

Penggunaan Perbekalan Farmasidan wawancara langsung dengan pasien.

3.6.11.3 Rekonsiliasi obat

Rekonsiliasi obat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin dilakukan oleh dokter pada

saat asesemen awal pasien rawat inap, dokter mengidentifikasi apakah pasien
membawa obat dari luar yang sedang digunakan (obat dari rumah sakit sebelumnya)

untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan pada pemindahan pasien dari satu

rumah sakit ke rumah sakit lain, dan untuk antar ruang perawatan dokter menuliskan

obat yang telah digunakan pada form transfer pasien. Jika pasien membawa obat dari

luar petugas TTK menuliskan pada form Rekonsiliasi Obat.

3.6.11.4 Pelayanan informasi obat

Pelayanan informasi obat (PIO) di RSUP Dr. Mohammad Hoesin adalah

pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat

tentang obat kepada profesi kesehatan lainnya dan pasien, baik pasien rawat inap

maupun pasien rawat jalan, Salah satu kegiatan PIO yang telah dilaksanakan yaitu

melalui penyuluhan, dimana penyuluhan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

dikoordinasikan dengan PKRS.

3.6.11.5 Konseling

Konseling merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi dan penyelesaian

masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat

jalan maupun rawat inap. Pelaksanaan konseling di rawat inap RSUP Dr. Mohammad

Hoesinbaru dilaksanakan sebagian yaitu pada pasien anak di ruang perawatan

Kemuning lantai I dan II , sedangkan konseling untuk pasien rawat jalan dilakukan di

ruang konseling TPO Rawat Jalan.

3.6.11.6 Visite

Visite dilakukan oleh Apoteker dengan melihat terapi pengobatan pasien dari

Catatan Perkembangan Terintegrasi dan mengisi Formulir Edukasi Multidisplin RSUP


Dr. Mohammad Hoesin pada kolom farmasi. Apoteker menjelaskan kepada pasien

nama obat dan kegunaannya, aturan pemakaian, dosis yang diberikan dan efek samping

obat.

3.6.11.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat dilakukan bersamaan dengan visite untuk memastikan

terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

3.6.11.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Kegiatan monitoring efek samping obat di RSUP Dr. Mohammad

Hoesindilakukan oleh farmasi klinis bersamaan dengan kegiatan visite. Agar MESO di

RSUP Dr. Mohammad Hoesindapat terjangkau seluruhnya, maka farmasi klinis

melatih kepala ruangan untuk memantau Efek Samping Obat (ESO) di ruangan

masing-masing. Bila tenaga kesehatan menemukan Efek Samping Obat (ESO) yang

tidak lazim, maka dilaporkan ke koordinator keselamatan, kemudian farmasi klinis

akan berkolaborasi dengan dokter yang menangani pasien tersebut dan jika kasus yang

didapat ternyata memang Efek Samping Obat (ESO) yang tidak lazim dan berbahaya,

maka informasi tersebut akan dicatat dalam formulir Efek Samping Obat (ESO) dan

selanjutnya dikirim ke pusat MESO Nasional melalui PFT.

Kemudian petugas farmasi akan mencatat manifestasi Efek Samping Obat

(ESO) pada rekam medis pasien dan menempelkan stiker alergi obat pada rekam medik

dalam catatan perkembangan terintegrasi dan sampul depan status pasien.


Adapun jenis MESO yang dilaporkan adalah:

a. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat, terutama efek samping yang

selama ini belum pernah terjadi

b. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat

c. Setiap reaksi efek samping obat yang serius

3.11.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat dilakukan tiap kurun waktu untuk mengetahui pola

penggunaan obat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin.

3.11.10 Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan merupakan kegiatan pelayanan yang di mulai dari tahap

validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan

obat dengan pemberian informasi obat yang memadai di sertai dokumentasi.

Dispensing sediaan khusus meliputi pencampuran obat kemoterapi, pencampuran obat

suntik dan penyiapan nutrisi parenteral.

Penanganan sediaan sitostatika seperti pencampuran sitostatika di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin telah dilakukan oleh farmasi, yaitu Apoteker dan TTK yang terlatih

dan telah mmemiliki sertifikat.Sedangkan untuk dispensing pencampuran obat suntik

non sitostatika dan nutrisi parenteral dilakukan oleh perawat.

3.11.11 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah

Pemantauan kadar obat dalam darah di RSUP Dr. Mohammad Hoesin belum

dilakukan.
3.11.12 Central Sterilized Supply Department (CSSD)

Instalasi Cental Sterilized Supply Departement (CSSD) atau sterilisasi pusat

adalah satu unit kerja yang merupakan fasilitas penyelenggaraan dan kegiatan

pelayanan kebutuhan steril.

Peranan CSSD di Rumah Sakit bertujuan untuk:

a. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah

mengalami pencucian, pengemasan dan strelisisasi dengan sempurna

b. Mengurangi penyebaran kuman di lingkungan Rumah Sakit, menyediakan dan

menjamin kualitas hasil strerilisasi terhadap produk yang dihasilkan

Pelayanan sterilisasi adalah kegiatan memproses semua bahan, peralatan dan

perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelayanan medik di rumah sakit, mulai dari

perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi,

penyimpanan dan penyalurannya untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit.

Instalasi CSSD di RSUP Dr. Mohammad Hosein Palembang dikepalai oleh

seorang Ners. Kepala instalasi mempunyai tugas menyelenggarakan,

mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan dalam perencanaan

dan pemenuhan kebutuhan CSSD, menyelenggarakan sterilisasi dan pelayanan kepada

unit-unit lain yang membutuhkan perlengkapan steril, menyelenggarakan penelitian

dan pengembangan dalam bidang sterilisasi.

Standar gedung yang harus dipedomani yaitu sistem satu arah. Sehingga

diharapkan mencegah kontaminasi silang yang mungkin dapat terjadi. Ruangan yang

tersedia di instalasi sterilisasi pusat terdiri dari ruang kepala intsalasi CSSD, ruang
administrasi, ruang kotor (dekontaminasi), ruang produksi, ruang sterilisasi, ruang

distribusi dan ruang bersih.

Alur kerja yang terjadi di CSSD yaitu:

a. Penerimaan alat-alat yang perlu disterilkan dari unit-unit diloket penerimaan

melalui pintu ruang dekontaminasi.

b. Masuk ruang dekontaminasi, alat akan dicuci dan dibersihkan baik secara manual

atau menggunakan mesin washray.

c. Menuju ruang bersih, disini alat akan dikemas, diberi label dan indikator eksternal

yang tertuliskan tanggal sterilisasi dan expire date.

d. Dilakukan proses sterilisasi

e. Alat yang sudah disterilisasi akan masuk ke ruang steril dan indikatornya akan

berubah warna menjadi warna hitam dan disimpan disana sebelum digunakan.

Cara sterilisasi ada dua macam, yaitu:

a. Sterilisasi suhu tinggi ( 134oC)

Dengan stim uap air bertekanan tinggi yang digunakan untuk alat-alat yang tahan

terhadap suhu panas seperti logam, kain katun yang tahan panas, dll.

b. Sterilisasi suhu rendah (50o – 60oC)

Prinsip kerjanya memakai sterilan. Digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan

panas seperti eriosable. Sterilisasi suhu rendah menggunakan reagen sebagai

sterilan yaitu Etylen Oxyd.

Sterilan harus ada jaminan dapat mensterilkan bahan/alat yang telah disterilkan

benar-benar steril. Untuk menjamin steril alat/bahan diperlukan mekanisme yang ketat.
Oleh karena itu, perlu melakukan proses monitoring proses sterilisasi. Hal-hal yang

harus diperhatikan untuk kontrol kualitas adalah :

a. Pemberian nomor lot pada setiap kemasan

b. Data mesin sterilisasi

c. Waktu expired date

Pemantauan proses sterilisasi secara rutin dilakukan dengan indikator sterilisasi

terdiri dari:

a. Indikator mekanik adalah bagian dari instrument mesin sterilisasi dengan sistem

steam seperti indikator suhu dan tekanan yang menunjukkan alat sterilisasi bekerja

dengan baik.

b. Indikator kimia adalah indikator yang menandai terjadinya paparan sterilisasi pada

obyek yang disterilkan, dengan adanya perubahan warna.Indikator kimia yang

digunakan yaitu indikator eksternal (autoclave tape), indikator internal (comply).

c. Indikator Bowie-Dick. Indikator ini hanya digunakan untuk sterilisasi uap.

Dilakukan 1x sehari.

d. Indikator biologi adalah sediaan berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam

bentuk spora yang bersifat resisten terhadap beberapa parameter yang terkontrol

dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu.

e. Indikator mikrobiologi berkaitan dengan expired date instrumen yang mengalami

proses sterilisasi. Contohnya kassa setelah dilakukan uji mikrobiologi expired

datebisa sampai tiga bulan dengan syarat disimpan di lemari tertutup, terpisah dari

alat-alat lain dan penyimpanannya di suhu sejuk.


Barang/alat yang telah disterilkan di Instalasi CSSD RSUP Dr. Mohammad

Hoesin mempunyai waktu expire date selama tujuh hari. Namun setelah diuji

mikrobiologi selama tiga bulan masih bebas dari mikroorganisme.

3.11.12 International Patient safety Goal (IPSG)

a. Identifikasi pasien dengan benar.

Identifikasi pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin dilakukan dengan

pemeriksaan minimal 3 identitas yaitu nama dengan 2 suku kata, tanggal lahir pasien,

dan nomor rekam medik.

b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Peningkatan Komunikasi Efektif dilakukan petugas farmasi mengkonfirmasi

dalam 24 jam dengan penulisan order/resep oleh pemberi obat (dokter). Petugas

farmasi melakukan cek ulang untuk order via telpon (write back, read back, repeat

back).

c. Peningkatan Keamanan obat yang perlu diwaspadai

Dilakukan pemyimpanan yang sesuai untuk obat-obat yang perlu perhatian

khusus, seperti Obat High Alert, Obat LASA.

d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi

Prosedur yang dilakukan harus selalu berdasarkan SPO yang telah dibuat dan

disepakati dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang agar dapat memastikan

tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien. Hal ini lebih diutamakan untuk pasien

operasi.
e. Mengurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Salah satu yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko infeksi selalu

menjaga kebersihan tangan sesuai standar WHO, sebelum berinteraksi dengan pasien

dan setelah berinteraksi dengan pasien.

f. Mengurangi resiko pasien jatuh

Pengurangan resiko pasien jatuh di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sudah

dilakukan dengan baik yaitu dengan penandaan gelang berwarna kuning kepada pasien

yang memiliki resiko jatuh.


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, pasal 24

tentang Rumah sakit umum kelas A adalah memberikan pelayanan kesehatan pada

semua bidang dan jenis penyakit dan harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima)

Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain

dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Jumlah tempat tidur minimal 400

(empat ratus) buah. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

643/Menkes/SK/VIII/2009 RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang merupakan

Rumah Sakit Umum kelas A, klasifikasi ini didasarkan atas pelayanan, sumber daya

manusia (SDM), peralatan, sarana, dan prasarana, serta administrasi dan manejemen.

RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dikepalai oleh Direktur Utama dibawah

Pengawas. Direktur Utama membawahi Direktorat Keuangan, Direktorat Medik dan

Keperawatan, serta Direktorat Umum, SDM, dan Pendidikan yang berkoordinasi

dengan Satuaan Pemeriksaan Intern,Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite

Mutu dan Keselamatan, Komite Etik dan Hukum RS, Sekretariat Direksi, serta Unit

Layanan Pengadaan (ULP).

Kegiatan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang antara lain melaksanakan

pelayanan kesehatan, penyembuhan penderita, dan pemulihan keadaan sesuai dengan

peraturan perundangan. RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang juga berfungsi


dalam melaksanakan usaha pelayanan medis, melakukan usaha rehabilitasi medis,

melaksanakan sistem rujukan, usaha pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi tenaga

medis dan paramedis, sebagai tempat penelitian untuk pengembangan, serta

penyelenggaraan umum pelayanan rumah sakit yang pada tahun 2015 RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang telah dinyatakan lulus terakreditasi Penuh Tingkat

Lanjut oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Pelaksanaan semua fungsi rumah

sakit tersebut secara keseluruhan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan

kesehatan secara paripurna.

4.2 Peran Apoteker di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun

2014, Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan

perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi

pasien. Apoteker harus memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan

kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun

farmasi klinik. Pada pelaksanaan tugas dan peran Apoteker di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang sangatlah luas yaitu mencakup memberikan pelayanan Farmasi

Klinis yang diberikan langsung kepada pasien, ikut berperan serta pada Sub Komite

Farmasi dan Terapi, bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai. Selain itu Apoteker juga berperan dalam

Program Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Obat serta Program Pengawasan Mutu

dan Keselamatan Farmasi.

Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014.
4.3 Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Pelayanan farmasi rumah sakit berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit merupakan Pelayanan kefarmasian rumah sakit merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua

lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang

efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah

Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu, hal ini telah diterapkan

di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang

dilaksanakan selain oleh IFRS RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Instalasi Farmasi RSUP Dr, Mohammad Hoesin Palembang melayani

permintaan perbekalan farmasi dari Tempat Pelayanan Obat (TPO) yang terdapat di

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang diantaranya adalah TPO Rawat Inap, TPO

Rawat Darurat (IRD), TPO Rawat Jalan, TPO Graha Spesialis, TPO Brain and Heart

Centre, TPO Kemoterapi dan TPO Bedah Sentral (COT atas, COT bawah dan ODC).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang memiliki 4

Koordinator yang dibawahi Kepala Instalasi Farmasi yaitu, Koordinator Persediaan


Farmasi, Koordinator Pelayanan Farmasi, Koordinator Farmasi Klinik, serta

Koordinator Mutu dan Keselamatan Kerja.

Kegiatan di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam

melaksanakan tugasnya sebagai unit pengelolahan sediaan farmasi, alat kesehatan dan

bahan medis habis pakai mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun

2014 pasal 3 ayat 2 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

menyebutkan bahwa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan

administrasi.

4.4 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Adapun kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, meliputi:

4.4.1 Pemilihan

Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang mengacu pada Formularium Nasional

(Fornas), Formularium Rumah Sakit, Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN), Daftar

Obat In-Healt (DOI). Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam

Subkomite Farmasi dan Terapi yaitu dalam penyusunan Formularium Rumah Sakit.
4.4.2 Perencanaan

Perencanaan pengadaan meliputi kegiatan untuk menentukan jenis dan jumlah

sediaan farmasi yang diperlukan untuk pengadaan periode yang akan datang.

Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang meliputi proses pemilihan jenis, jumlah dan harga

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sesuai dengan

kebutuhan dan anggaran untuk kekosongan dan keterlambatan penyediaan barang,

serta mencegah kekurangan barang yang menjadi kebutuhan di setiap ruangan dan

menghindari penumpukan perbekalan farmasi di gudang. Adapun perencanaan

kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode konsumsi dan metode kombinasi

antara metode konsumsi, metode ABC, dan metode VEN.

Perencanaan untuk periode yang akan datang didasarkan pada data penggunaan

periode sebelumnya dengan menggunakan metode konsumsi riil. Selain itu,

perencanaan pengadaan memperhatikan faktor jumlah kebutuhan, kapasitas tempat

penyimpanan, stok bufer, ketersediaan barang di pasaran, plafon anggaran, waktu

penerimaan, dan tingkat kebutuhan. Pedoman dalam membuat perencanaan adalah

Formularium Nasional (Fornas), Formularium Rumah Sakit (FRS), anggaran yang

tersedia, siklus penyakit, data penggunaan periode lalu, persediaan barang di gudang,

dan Panduan Praktek Klinik (PPK) masing- masing ruangan. Apabila dokter

menghendaki penggunaan obat diluar Fornas dan FRS maka harus ada persetujuan

Direktur RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang didelegasikan kepada Sub

Komite Farmasi dan Terapi (SKFT).

Perencanaan perbekalan farmasi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang


dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi diteruskan kepada Pejabat Pembuat Komitmen

(PPK) yang menetapkan spesifikasi dan harga perbekalan farmasi, kemudian data

perencanaan obat diserahkan oleh PPK kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP).

4.4.3 Pengadaan

Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUP

Dr. Mohammad Hoesin Palembang dilakukan dengan cara pembelian dan produksi

sendiri. Pengadaan dengan cara Pembelian yaitu secara Tender, Pengadaan Langsung

atau Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing.

Tahapan dalam melakukan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin yaitu dibuat

berdasarkan kebutuhan dari masing-masing TPO yang dikumpulkan ke dalam buku

pesanan obat atau alat kesehatan. Kepala Instalasi Farmasi membuat data perencanaan

obat, kemudian PPK meminta persetujuan dari Pengguna Aggaran (PA). Setelah

mendapat persetujuan dari (PA) RSUP Dr. Mohammad Hoesin maka data perencanaan

obat diserahkan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP). Kemudian ULP akan

memproses pengadaan mulai dari pemilihan distributor/sub distributor, penawaran

sampai keluarnya Surat Pesanan (SP). Pejabat pengadaan hanya memproses pengadaan

untuk RBA yang nilainya kurang dari 200 juta, sedangkan untuk RBA diatas 200 juta

dikelola oleh Unit Layanan Pengadaan baik secara tender, pengadaan

langsung/penunjukan langsung atau E-Purchasing. Kerjasama antara panitia

pengadaan dengan pihak distributor terdokumentasikan ke dalam Surat Perjanjian


Kerja (SPK). SPK ini digunakan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan sebagai dasar

penerimaan barang dari pihak distributor.

Produksi perbekalan farmasi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk,

mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit. RSUP Dr. Mohammad Hoesin melaksanakan

produksi sediaan steril dan sediaan non steril. Untuk produksi sediaan steril dilakukan

di TPO Kemoterapi yaitu rekonsiliasi obat-obat kemoterapi dan untuk produksi sediaan

non steril contohnya : kapsul KCL, kapsul theopylin, serbuk PK, larutan carbol

glycerin, larutan gliserin 50%, larutan kloral hidrat 10%, larutan H2O2 3%, larutan acid

salycil 0,1, larutan borax gliceryn, natrium thiosulfat 25%, larutan rivanol, salep

whitefield, salep salycil 3%, dan lanolin.

Keberadaan ruang produksi di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang belum

memiliki ruangan tersendiri karena keterbatasan ruang penyimpanan, seharusnya

dalam suatu ketentuan produksi, kegiatan produksi dan kontrol kualitas harus berada

dalam ruang yang terpisah agar kontrol yang dilakukan dapat memberikan hasil yang

obyektif dan dalam upaya melakukan kontrol kualitas terhadap bahan baku dan produk

yang dihasilkan oleh Unit Produksi. Masing-masing pemeriksaan berpedoman pada

prosedur tetap masing-masing produk.

4.4.4 Penerimaan

Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

diadakan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) dilaksanakan oleh Panitia Penerima

Hasil Pekerjaan (PPHP). Di dalam Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) telah
terlibat tenaga apoteker. Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) memeriksa sediaan

farmasi yang dikirim oleh rekanan atau distributor sesuai surat pesanan dan persyaratan

– persyaratan yang mengikat misalnya sertifikat analisis. Bila barang yang tercantum

dalam surat pesanan (SP) telah sesuai dengan spesifikasi barang (tanggal kadaluarsa,

merek, macam atau jenis, jumlah, dan harga) dan faktur selanjutnya dibuat Berita Acara

Penerimaan oleh Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) untuk sistem pengadaan

secara tender dan E-Purchasing. Untuk pengadaan langsung dibuat SP dan Kuitansi.

Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

diadakan langsung dilakukan melalui gudang. Setiap penerimaan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai harus dientri ke komputer SIRS (Sistem

Informasi Rumah Sakit).

Kelengkapan berkas seperti Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Penerimaan

Barang, faktur, dan Surat Pesanan akan digunakan rekanan atau distributor untuk

mengajukan tagihan kepada pihak rumah sakit.

Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan dalam penerimaan sediaan farmasi dari

distributor :

a. Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa (untuk mengetahui kebenaran

dan kemurnian produk)

b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)

c. MSDS menyertakan informasi mengenai penanganan jika terjadi kecelakaan kerja.

Informasi tersebut harus diteruskan kepada user sehingga user dapat menggunakan

Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai.


d. Expired date, berdasarkan Permenkes No 58 Tahun 2014 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit mencantumkan syarat pengadaan

perbekalan farmasi harus memilki nilai expired date minimal lebih dari 2 tahun.

4.4.5 Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan untuk menyimpan dan memelihara mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Koordinator Persediaan

bertanggung jawab mengawasi penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai di gudang dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer

stock sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dengan ketentuan

stock kebutuhan minimal yang ada digudang.

Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sudah menerapkan kebijakan sesuai dengan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 yaitu telah

berlaku sistem penyimpanan dengan pemberian label khusus berdasarkan kategori

obat, yaitu:

8. LASA (Look Alike Sound Alike)

LASA (Look Alike Sound Alike) adalah istilah yang dipakai untuk obat yang

mempunyai nama, tampilan dan ucapan yang mirip.Penyimpanan obat Look Alike

Sound Alike (LASA) diberi jarak antara satu dengan yang lainnya dan diberi tanda atau

label khusus.. Untuk mempermudah agar selalu meningkatkan kehati-hatian tenaga

kefarmasian dalam mengambil obat di Dr. Mohammad Hoesin obat berkategori LASA

ditempatkan pada satu area namun untuk obat yang mempunyai kemiripan diletakkan

terpisah satu sama lain dengan cara memisahkannya dengan obat lain yang berbeda.
Stiker LASA berwarna kuning cerah bertuliskan “LASA”. Contoh obat yang diberi

label LASA depakote-depakene, glucobay-glucodex dan piroxicam-piracetam.

9. High Alert

Obat yang berkategori High Alert adalah obat yang menimbulkan cedera jika

terjadi kesalahan pengambilan dan pemberian, simpan ditempat khusus. Misalnya :

c. Menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCL inj, heparin, warfarin, insulin,

kemoterapi, narkotik opiat dan neuromuscular blocking agents.

d. Kelompok obat antidiabetes seperti levemir dan novorapid jangan disimpan

tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah.

Stiker obat ini berwarna merah dan bertuliskan “High Alert”. Kategori obat yang diberi

label High Alert yaitu:

m. Agonis adrenergic : epinefrin

n. Antagonis adrenergic : propanolol

o. Anastesi umum, inhalasi, intravena : Propofol, ketamin

p. Antiaritmia : lidokain, amiodarone

q. Antitrombotik (antikoagulan) termasuk warfarin, heparin intravena, trombolitik

(alteplase)

r. Obat-obat kemoterapi, parenteral, dan oral

s. Dextrose hipertonis ≥ 20%, dextrose 40%

t. Obat inotropik intravena : digoxin

u. Obat-obatan sedasi sedang intravena : midazolam

v. Obat-obatan sedasi sedang oral untuk anak-anak : kloralhidrat


w. Obat-obatan narkotika/opiate IV, transdermal dan oral termasuk cairan konsentrat,

formulasi, sustained, release : pethidin, fentanil, morfin,codein, MST tablet,

durogesic patch, codipront

x. Obat-obat Khusus seperti : insulin subcutan dan IV, KCl pekat untuk injeksi, NaCl

untuk hipertonik > 0,9%.

10. Sitostatik

Adalah obat kanker yang mempunyai efek toksin dan perlu tindakan hati-hati

dalam penanganannya. Stiker obat ini berwarna ungu dan bertuliskan “obat kanker

tangani dengan hati-hati”. Contoh obat kanker yang diberi label ini yaitu paxus dan

brexel.

11. Trolly Emergensi

Penyimpanan pada kit emergensi diletakkan pada akses terdekat dan selalu siap

dipakai. Dipakai hanya untuk keadaaan emergensi dan setelah dipakai petugas harus

melapor untuk segera diganti. Obat pada kit emergensi di cek secara berkala apakah

ada yang rusak atau kadaluarsa.

12. Radio Aktif

Penyimpanan bahan radio aktif dilakukakn di Instalasi Radiologi.

13. Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral disimpan pada suhu 2-8 °C. Lemari pendingin harus di

kalibrasi secara berkala. Nutrisi parenteral tidak boleh disimpan pada suhu kamar.

14. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Penyimpanan untuk bahan berbahaya dan beracun terpisah dari obat atau sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai lainnya. Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) disimpan pada gudang B3. Pada gudang B3 terdapat alat pemadam

kebakaran untuk menanggulangi terjadinya kebakaran.

Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan:

d. Jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

e. LASA dan High Alert.

f. Bentuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

Disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) dan First

Expired First Out (FEFO).

Terdapat 4 gudang penyimpanan di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang, yaitu:

e. Gudang Reguler

Gudang Reguler melayani permintaan obat dari TPO Rawat Inap, TPO Rawat

jalan, TPO Instalasi Bedah sentral meliputi TPO COT (Central Operation Theater) atas

dan bawah, TPO Graha Speasialis, TPO Brain and Heart Center, TPO Instalasi Gawat

Darurat atas/bawah, dan TPO Kemoterapi. Seluruh obat di gudang reguler adalah obat

bermerek dagang yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit. Penyimpanannya

disusun berdasarkan alpabetis dan berdasarkan bentuk sediaan, serta kategori obat

(LASA, High Alert, Kanker) dan Nutrisi Parenteral. Vaksin disimpan pada lemari es

pada suhu 2 – 8 °C yang dicek pada pagi dan sore. Begitupun Suppositoria yang

disimpan dalam lemari pendingin. Di tiap gudang menerapkan prinsip FIFO (First In

First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Suhu gudang terjaga dengan baik karena

penggunaan AC. Gudang reguler digunakan untuk pasien umum.


f. Gudang BPJS

Gudang BPJS mulai berjalan sejak berlakunya era BPJS awal tahun 2014, gudang

ini merupakan gabungan dari gudang ASKES dan Jamkesmas. Gudang BPJS melayani

seluruh TPO sama seperti gudang lainnya. Sebagian besar obat-obat di BPJS adalah

obat generik, namun ada juga obat bermerek dagang dan obat sitostatik (kanker) yang

terdapat di e-katalogue. Pedomannya adalah Formularium Nasional. Penyimpanannya

disusun berdasarkan alpabetis dan berdasarkan bentuk sediaan, serta kategori obat

(LASA, High Alert, Kanker). Untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan obat

maka obat yang berkategori LASA seperti asam traneksamat ampul yang memiliki

dosis sediaan berbeda misalnya 250 mg dan 500 mg, maka boleh diletakkan tidak

berdampingan, dipisah oleh obat lain agar tidak terjadi kesalahan pengambilan obat.

Gudang BPJS melayani pasien BPJS.

g. Gudang kebutuhan Ruangan

Gudang ini melayani kebutuhan khusus ruangan yang menyediakan alat

kesehatan dan perlengkapan kesehatan seperti masker, underpad, handscoon dan lain-

lain untuk. Selain itu di ruangan ini terdapat lemari khusus menyimpan narkotik dan

psikotropika seperti codipront sirup, MST Continus, petidin injeksi dan lain-lain. Suhu

gudang terjaga dengan baik karena penggunaan AC. Penyimpanan narkotika dilakukan

di dalam lemari khusus dengan sistem double lock menggunakan 2 kunci yang

disimpan oleh 2 orang yaitu oleh apoteker dan petugas yang telah diberi wewenang.
h. Gudang B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Di gudang ini adalah tempat memproduksi sediaan non steril yang akan

didistribusikan ke TPO, contohnya KCL kapsul, aminopilin, larutan H2O2 dan lain-lain.

Ruangan ini digunakan sebagai tempat penyimpanan etanol dan eter dalam jerigen.

Selain itu, tempat penyimpanan bahan baku serta alat untuk produksi, contohnya

serbuk KCL, gliserin dan alatnya kapas, alat pengisi kapsul. Untuk menanggulangi

apabila terjadi kebakaran, di gudang farmasi terdapat alat pemadam kebakaran.

Ada beberapa komponen penting yang diterapkan di Instalasi Farmasi RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang, yaitu:

a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label

yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal

kadaluwarsa dan peringatan khusus

b. elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk

kebutuhan klinis yang penting

c. elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi

dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang

dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati

d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh

pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi

Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai telah

aman dalam hal kestabilan dan terhindar dari kehilangan, suhu dimana ruangan

penyimpanan 15-25 ºC, dan lemari pendingin 2-8 ºC dan kelembaban ruangan 45-55%.
Dilakukan pengecekan suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan setiap pagi dan

sore hari dan data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafik.

Penataan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai di IFRS Dr. Mohammad Hoesin Palembang telah disusun dalam rak tertentu

sesuai jenis perbekalan farmasi. Rak tersebut dilengkapi dengan palet yang mencegah

kontak langsung produk dengan lantai. Tujuan penataan tersebut adalah untuk

mencegah rusaknya produk akibat kelembaban dari lantai. Penyusunan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dalam ruang penyimpanan

memiliki aturan yaitu barang yang masuk pertama kali akan dikeluarkan pertama kali.

Sistem pengadaan barang yang dilakukan tiap bulan juga mencegah adanya produk

expired date karena adanya pemeriksaan barang yang akan dikeluarkan. Barang dengan

tanggal expired date dekat dikeluarkan terlebih dahulu jika ada permintaan dari

TPO/instalasi.

Pemeriksaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

disimpan dalam gudang atau Stock Opname dilakukan tiap 3 bulan. Stock opname

dilakukan untuk mencocokkan data perbekalan farmasi pada sistem komputer dengan

data barang secara fisik.

Dalam penyimpanan barang di gudang suhu ruangan harus tetap terjaga sehingga

memerlukan listrik agar AC maupun lemari es tetap menyala. Gudang IFRS termasuk

salah satu unit rumah sakit yang mendapat prioritas dari Instalasi Pemeliharaan Sarana

Rumah Sakit untuk fasilitas genset, genset berfungsi penting untuk mengatasi

pemadaman listrik bergilir sehingga diharapkan mampu menjaga listrik tetap menyala

dan suhu ruangan penyimpanan terkontrol.


4.4.6 Distribusi Perbekalan Farmasi

Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di RSUP

Dr. Mohammad Hoesin terdapat empat sistem yang diterapkan:

d. Distribusi dari instalasi farmasi ke TPO

Sistem distribusi obat dan alat kesehatan dari instalasi farmasi ke TPO

menggunakan sistem desentralisasi yaitu pelayanan resep atau obat di apotek satelit

yang ada di unit masing-masing bagian atau instalasi. Penyaluran obat dari instalasi

farmasi ke masing-masing TPO disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan obat

menggunakan sistem informasi manajemen (SIRS) secara online sehingga efesien dan

efektif. Kemudian yang mengambil obat ke gudang instalasi farmasi adalah tenaga

teknis kefarmasian masing-masing TPO. Distribusi obat di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin menggunakan sistem satu pintu artinya bahwa rumah sakit memiliki kebijakan

kefarmasian termasuk dalam pembuatan formularium pengadaan dan pendistribusian

alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang bertujuan untuk

mengutamakan kepentingan pasien dilakukan oleh instalasi farmasi.

Cara distribusi narkotika dan psikotropika ke TPO sama dengan pendistribusian

obat-obat lainnya. Narkotika dan psikotropika dientri secara komputerisasi ke gudang

untuk dipesan, lalu pihak gudang akan memberikan faktur tanda bukti penyerahan obat

untuk ditandatangani dan obat akan diberikan kepada tenaga teknis kefarmasian TPO

tersebut.
e. Distribusi dari TPO ke ruang perawatan

Pendistribusian obat dan alat kesehatan dari TPO ke Ruang Perawatan dilakukan

dengan cara One Day Dose Dispensing (ODDD). Pemberian obat secara ODDD hanya

khusus untuk pasien rawat inap. Dalam sistem ini dokter menuliskan resep untuk pasien

rawat inap yang berlaku untuk tiga hari namun dalam obat yang diberikan ke pasien

dilakukan perhari. Obat tersebut diantarkan di tiap-tiap ruang perawatan rumah sakit

sesuai dengan resep oleh tenaga teknis kefarmasian di masing-masing TPO. Cara ini

dilakukan di TPO rawat inap, TPO brain heart center, TPO COT atas(operasi) dan

COT bawah.

f. Sistem resep perorangan

Sistem resep perorangan adalah resep yang ditulis dokter langsung untuk tiap

pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh tenaga

teknis kefarmasian sesuai dengan resep. Sistem ini dilakukan oleh TPO graha spesialis

dan TPO rawat jalan. Pasien membawa resep dari dokter dan memberikan kepada

petugas farmasi di TPO tersebut dan obat langsung dapat diterima oleh pasien. Tetapi

untuk TPO kemoterapi, perawat akan membawa resep obat yang akan dicampurkan

untuk pasien kemoterapi, petugas farmasi akan menyiapkan obat, obat akan

didistribusikan.

Cara distribusi individual dari TPO langsung ke dokter dilakukan oleh TPO

instalasi gawat darurat dan TPO COT atas (operasi) dan COT bawah (ICU, PICU,

NICU). Dokter menulis obat dan alat kesehatan di kartu instruksi medis dan

mendapatkan obat serta alat kesehatan secara langsung untuk keperluan pasien, apabila
pasien akan pindah ruangan kartu instruksi medis akan diberikan kepada pasien.

Kemudian apabila pasien pulang, kartu instruksi medis tersebut diberikan ke

administrasi dan pasien membayar obat di kasir lalu mendapatkan obat lanjutan di TPO

instalasi gawat darurat.

4.4.7 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai

Pemusnahan dan penarikan dilakukan untuk menjamin sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak memenuhi syarat untuk

dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya pemusnahan dan penarikan akan

mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadinya penggunaan

obat yang substandar.

Penarikan dilakukan untuk produk yang izin edarnya telah dicabut oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produk yang telah expired date serta produk

recall. Rumah sakit telah mempunyai sistem pencatatan mekanisme retur ke

distributor/supplier terhadap kegiatan pemusnahan dan penarikan tersebut.

Menurut PMK No 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit, pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai bila:

a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;

b. Telah kadaluwarsa;

c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau

kepentingan ilmu pengetahuan; dan


d. Dicabut izin edarnya.

Pada Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang pemusnahan

dilakukan pada produk yang rusak (tidak memenuhi persyaratan mutu) dan telah

kadaluwarsa. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai yang rusak atau

kadaluarsa dicatat jenis, kekuatan dan jumlahnya. Setelah itu, dilakukan evaluasi untuk

menghindari atau meminimalisir perbekalan farmasi yang kadaluarsa atau rusak,

selanjutnya dilakukan pemusnahan perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluarsa

tersebut.

Tahapan pemusnahan menurut PMK no. 58 tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit terdiri dari:

a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

yang akan dimusnahkan;

b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;

c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;

d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan

e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta

peraturan yang berlaku.

Tahapan pemusnahan di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang dilakukan sesuai peraturan yang ada. Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan untuk ampul narkotik dan botol

anastesi. Sesuai dengan perjanjian saat pengadaan, pemusnahan dapat dilakukan oleh

distributor atau RS. Jika dilakukan oleh distributor, wadah bekas produk akan dikirim

ke tempat distributor, namun apabila distributor tidak bersedia melakukan


pemusnahan, maka pemusnahan dilakukan oleh pihak Rumah Sakit yaitu bagian

Instalasi Farmasi. Prosedur pemusnahan atas izin direktur RSUP Dr. Mohammad

Hoesin disaksikan oleh tim akutansi (keuangan), Farmasi dan Aset. Proses selanjutnya

dilakukan identifikasi dan dilakukan pemusnahan. Pemusnahan perbekalan farmasi

biasa maupun limbah B3 dilakukan Instalasi Sanitasi. Dalam hal ini Instalasi Farmasi

menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam pelaporan.

4.4.8 Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan pengunaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Pengendalian di RSUP

Dr. Mohammad Hoesin Palembang telah dilakukan oleh Instalasi Farmasi bersama Sub

Komite Farmasi dan Terapi serta Tim Mutu dan Keselamatan Farmasi dengan tujuan

untuk mengendalikan penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit,

penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi serta memastikan persediaan

efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan,

kadaluarsa, atau kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat

kesehatan dan bahan medis habis pakai. Cara yang digunakan di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin dalam mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai yaitu dengan melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan

dan melakukan stok opname secara periodik dan berkala tiap 6 bulan.

Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang juga telah melakukan pengendalian

dengan cara waktu penyaluran barang dari Gudang ke TPO dilakukan sesuai dengan

kesepakatan dengan TPO yang bersangkutan yaitu sebagai wujud pengendalian, tiap

TPO juga melakukan kegiatan stock opname setiap 3 bulan sekali seraca serentak dan
menghimbau dokter untuk mematuhi dan meresepkan obat-obat sesuai formularium

sehingga dapat diminimalisir adanya obat-obat yang mengendap (dead moving) dan

akhirnya kadaluarsa di Gudang.

4.4.9 Administrasi

Administrasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan manajemen sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta penyusunan laporan yang berkaitan

dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai secara rutin dalam

periode bulanan, triwulan, semesteran dan tahunan.

Tujuan dilakukan pencatatan adalah untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan

pengelolaan barang. Dengan demikian, maka dapat terjamin penggunaan barang –

barang persediaan secara efisien (sesuai dengan kebutuhan) sehingga tidak terjadi

kekurangan maupun penumpukan. Pencatatan dan pelaporan dapat digunakan sebagai

sarana pengawasan alur masuk dan keluar barang untuk menghindari kesalahan

penyaluran.

Adapun beberapa administrasi yang telah diterapkan di IFRS Dr. Mohammad

Hoesin Palembang diantaranya:

d. Laporan Keuangan

e. Mutasi perbekalan farmasi

f. Laporan psikotropik dan Narkotik

g. Stok opname
h. Pendistribusian, berupa jumlah dan rupiah

i. Jumlah resep

j. Kepatuhan terhadap Formularium Nasional

k. Waktu tunggu pelayanan

Pencatatan yang teratur dan terstruktur dapat digunakan sebagai bahan evaluasi,

apakah perbekalan farmasi yang ada dalam persediaan telah sesuai dengan kebutuhan

secara proporsional dan tidak terjadi penumpukan. Hasil dari pencatatan digunakan

sebagai dokumentasi dan menjadi sumber dalam melakukan pelaporan. Setiap bulan

dilakukan pelaporan jumlah perbekalan farmasi, sedangkan laporan stock opname,

evaluasi perencanaan dan penerimaan serta evaluasi permintaan dan penerimaan

dilakukan setiap tiga bulan.

4.5 Proses Pelayanan Obat Atas Resep Dokter di Setiap Tempat Pelayanan Obat

di Rumah Sakit

Tempat pelayanan obat (TPO) adalah suatu tempat melakukan pekerjaan dan

kegiatan kefarmasian yang meliputi peracikan, penyimpanan, pengemasan, pemberian

obat atau alkes dan pelayanan kefarmasian lainnya. Keberhasilan pengobatan pasien

sangat bergantung dari proses pelayanan obat, karena di TPO tenaga farmasi dapat

berkomunikasi langsung dengan pasien. Interkasi yang baik antara petugas kesehatan

dan pasien akan sangat membantu terlaksananya kepatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat yang benar dan tepat. Instalasi farmasi RSUP Dr. Mohammad

Hoesin memiliki tempat pelayanan obat (TPO) antara lain rawat inap, rawat jalan,

instalasi bedah sentral (COT atas dan bawah), graha spesialis, IRD, OK IRD, BHC,
kemoterapi, DOTS dan ARV. Proses pelayanan obat di masing-masing TPO berbeda

satu sama lain, karena masing-masing TPO memiliki fungsi tersendiri sesuai tempat

dan situasi pasien yang dilayani. Berikut adalah uraian masing-masing TPO RSUP Dr.

Mohammad Hoesin:

4.5.1 TPO Rawat Inap

TPO ini melayani obat dan alat kesehatan untuk seluruh pasien rawat inap baik

BPJS maupun umum. Pelayanan obat dan alat kesehatan di TPO ini dilakukan oleh

petugas unit dose dengan cara mengantarkan langsung obat dan alat kesehatan keruang

perawat berdasarkan resep. Alur penyerahan resep dari pasien hingga penyerahan obat

kepada pasien yaitu: Resep diambil diruang perawatan atau dibawa perawat atau

melalui telepon untuk keadaan darurat, obat tersebut akan dientry kekomputer, setelah

itu obat akan disiapkan dan diberi etiket dan diberi label sesuai ruangan misalnya

Yasmin D, kemudian obat diantarkan ke post perawat, kartu instruksi medis

ditandatangani oleh pasien dan obat diserahkan kepada pasien.

4.5.2 TPO Rawat Jalan

Tempat Pelayanan Obat di Instalasi Rawat Jalan (IRJ) merupakan pelayanan

pendistribusian persediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di

Rumah Sakit. Sistem permintaan obat di TPO IRJ adalah sistem resep perorangan yang

secara langsung bertatap muka dan memberikan pelayanan kefarmasian yang

dibutuhkan pasien. Pada Instalasi Rawat Jalan terdapat beberapa TPO yang dibagi

berdasarkan status penjamin pasien antara lain TPO BPJS lantai I, TPO Graha Spesialis
lantai I. Pelayanan di TPO IRJ buka dari pukul 08.00 sampai 15.30 WIB setiap hari

Senin-Jumat.

Tahapan dari penyerahan obat di TPO rawat jalan adalah pasien menyerahkan

resep kepada petugas farmasi, kemudian petugas farmasi akan mengentry obat tersebut

khusus untuk obat 30 hari untuk melihat obat yang diambil sudah jadwal atau belum

untuk obat satu minggu tidak dientry, kemudian petugas lain akan menyiapkan etiket,

dan petugas lainnya akan menyipakan obat tersebut, obat tersebut akan di cek kembali

untuk menghindari kesalahan, yang terakhir obat akan diserahkan kepada pasien

beserta informasi.

Sistem distribusi yang digunakan pada TPO IRJ berupa Individual Prescription.

Sistem Individual Prescription disertai dengan Komunikasi Informasi dan Edukasi

(KIE) kepada pasien.

Untuk pengadaan persediaan farmasi, TPO IRJ akan mengirimkan permintaan

berupa permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang

habis kepada Gudang Instalasi Farmasi. Penyimpanan obat – obat di TPO IRJ telah

memenuhi prosedur yang berlaku terutama terkait obat – obat LASA atau obat – obat

kategori high alert.

Pelaporan narkotika, psikotropika, dan obat mengandung prekursor dibuat setiap

bulan. Laporan tersebut akan direkapitulasi dengan penggunaan narkotika,

psikotropika, dan prekursor dari semua TPO Rumah Sakit kemudian dikumpulkan di

Gudang IFRS kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan,

Dinas Kesehatan Kota Palembang dan BPOM.


TPO IRJ rutin melakukan stock opname serempak setiap 6 bulan sekali untuk

mengecek kesesuaian jumlah obat yang tercatat di komputer dengan jumlah obat

sebenarnya di TPO dan sebagai upaya pengontrolan masa kadaluwarsa obat (stock

opname). Obat yang sudah mendekati waktu kadaluwarsa dapat dikelompokkan

tersendiri dan dilaporkan ke Gudang IFRS agar dapat diinformasikan dan digunakan

pada TPO lain yang membutuhkan obat tersebut.

Dalam kegiatan PKPA di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, mahasiswa

melakukan evaluasi terhadap pencapaian pelayanan farmasi sesuai standar pelayanan

kefarmasian rumah sakit. Evaluasi tersebut dilakukan melalui pengkajian resep yaitu

pengkajian administrasi, farmasetis dan farmasi klinik. Pengkajian administrasi

meliputi terteranya nama pasien, jenis kelamin, berat badan, umur, alamat, nama dan

paraf dokter, tanggal resep, ruangan/poli dan stempel, dan terpenuhinya persyaratan

sesuai status jaminan kesehatan pasien. Pengkajian farmasetis diketahui dari ada atau

tidaknya nama, bentuk, kekuatan, dan jumlah obat dalam resep, signa dan aturan pakai,

stabilitas obat, ketersediaan obat dan aturan atau cara dispensing. Sementara data

kelengkapan resep secara farmasi klinik meliputi kesesuaian obat dengan formularium,

riwayat alergi, efek aditif, efek samping obat, dan ada atau tidaknya DRPs (Drug

Related Problems) pada sejumlah obat yang diresepkan. Beberapa obat penting atau

high alert yang dalam penggunaannya memerlukan cara khusus akan diserahkan di

ruang konsultasi obat dengan disertai edukasi dan informasi yang memadai agar terapi

dapat tercapai.
4.5.3 TPO Graha Spesialis

TPO ini merupakan tempat melayani obat dan alat kesehatan sesuai resep dokter

spesialis yang pembayarannya dilakukan secara tunai dengan jaminan perusahaan

pasien. Pasien yang dilayani adalah pasien yang mempunyai jaminan kesehatan tempat

pasien dan keluarga pasien bekerja. Contohnya jaminan kesehatan In Health, jaminan

kesehatan PT. Bukit Asam. Alur penyerahan resep kepada pasien hingga penyerahan

obat adalah sebagai berikut: Pasien obat membawa resep dari dokter kemudian obat

akan dicek apakah ada atau tidak atau diganti dengan obat yang khasiatnya sama,

setelah itu obat diresep tersebut akan di entry ke komputer, dan memberitahukan biaya

sekaligus menayakan kepada pasien apakah obatnya mau diambil dengan harga segitu

atau tidak. Setelah persetujuan maka petugas farmasi akan memberikan nomor antrian

dan menunggu obat tesebut, kemudian obat akan diserahkan kepada pasien disertai

informasi.

4.5.4 TPO Instalasi Rawat Darurat

Pelayanan kefarmasian di IRD RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan terkait kondisi kegawatdaruratan

pasien untuk mencegah dan meminimalkan angka kesakitan dan kematian. TPO ini

adalah tempat atau pengambilan obat dan alat kesehatan untuk pasien yang

membutuhkan pertolongan pertama dan cepat. Pelayanan kefarmasian di IRD

diharapkan mampu menagani kondisi kegawatdaruratan pasien dengan cepat, tepat,

dan rasional. Pelayanan kefarmasian dalam Tempat Pelayanan Obat (TPO) di IRD

terdapat di dua lantai IRD, yaitu di IRD lantai 1 dan 2. Pelayanan kefarmasian di lantai
1 menggunakan sistem Individual Prescribing (IP) terutama di ruang resusitasi dengan

tujuan untuk mempercepat pelayanan kefarmasian untuk pasien dengan kondisi yang

tidak stabil sehingga memerlukan penanganan yang cepat.

TPO ini buka 24 jam, melayani obat dan alat kesehatan secara tunai dan kredit

serta dapat melayani permintaan obat dengan resep maupun kartu instruksi medis. Alur

penyerahan obat di TPO instalasi rawat darurat adalah sebagai berikut: pasien datang

diperiksa dan diberikan tindakan medis oleh dokter, kemudian dokter akan menuliskan

obat dan alat kesehatan yang diperlukan di buku khusus bedah, obgyn dll, setiap obat

akan dientry ke komputer . Setelah pasien selesai menjalani operasi, kartu instruksi

medis diambil dan dibawa untuk prose pemindahan kamar, khusus untuk pasien yang

tidak akan menjalani rawat inap maka KIM akan diminta di TPO instalasi rawat darurat

dan akan dibayar dibagian administrasi.

Pada tiap lantai TPO IRD terdapat trolly emergency yang isinya sebagian besar

sama dan disesuaikan dengan kasus-kasus yang sering terjadi pada tiap lantai. Trolly

emergency disediakan pada masing-masing ruang operasi dan sudah disiapkan dalam

spuit oleh perawat setiap pagi sehingga dapat langsung digunakan di ruang operasi.

Pelaporan penggunaan obat narkotika, psikotropika, dan prekursor dilakukan

setelah rekapitulasi penggunaan seluruh IRD untuk kemudian dilaporkan ke bagian

Instalasi farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, baru selanjutnya

dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kesehatan Kota

Palembang dan BPOM setiap bulan. Penyelesaian administrasi pasien dilakukan di

setiap lantai dimana pelayanan kefarmasian dilakukan.


4.5.5 TPO Brain Heart Center (BHC)

TPO ini melayani obat dan alat kesehatan untuk pasien dengan keluhan jantung

dan saraf otak atau biasa disebut Neurogical Heart Care Unit (NHCU) Alur penyerahan

obat di TPO Brain Heart Center adalah sebagai berikut: Resep biasanya akan

diantarkan oleh perawat dalam bentuk kotak-kotak dan obat akan disiapkan oleh

petugas farmasi, ditulis etiket dan ditempatkan sesuai dengan ruangan pasien tersebut

diwadah yang telah disiapkan kemudian petugas akan mengisi catatan pemakain

perbekalan farmasi (CPPF), sedangkan kartu instruksi medis akan dibawa ke post

perawat yang selanjutnya akan dicek kesesuian obat dengan resep kemudian diparaf

dan akan diambil kembali oleh petugas farmasi TPO Brain Heart Center.

4.5.6 TPO Instalasi Bedah Sentral atau COT

TPO bedah sentral adalah tempat pengambilan obat dan alat kesehatan yang

dibutuhkan selama operasi pembedahan. TPO ini melayani obat atau alat kesehatan

selama 24 jam serta yang dibutuhkan berdasarkan kartu instruksi medis, penggunaan

obat selama operasi yang belum tertulis dalam kartu instruksi medis akan diberitahukan

kepada keluarga pasien setelah operasi dilakukan.

TPO bedah sentral terbagi dua yaitu : COT atas dan bawah.

a. TPO COT Atas

Alur penyerahan resep sampai penyerahan obat di COT atas adalah sebagai

berikut : dokter datang menulis obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan untuk operasi
dikartu instruksi medis lalu obat diambil dan diserahkan kepada dokter, setelah pasien

selesai operasi dan pindah ruangan, kartu instruksi medis dicek dan dipisahakan untuk

dibawa ke COT bawah untuk dibayar di adminitrasi.

b. TPO COT Bawah

Alur penyerahan resep sampai penyerahan obat di COT bawah adalah sebagai

berikut : Dokter menulis resep dan memberikannya kepada tenaga teknis kefarmasian.

Obat disiapkan, ditulis etiket, dikemas dan diberi label sesuai dengan ruangan dan nama

pasien. Resep dan obat kemudian dicek apabila telah sesuai maka akan segera di paraf.

4.5.7 TPO Kemoterapi

TPO Kemoterapi adalah tempat pengambilan obat khusus untuk pencampuran

obat sitostatika. Alur penyerahan resep sampai penyerahan obat di TPO kemoterapi

adalah sebagai berikut: Resep masuk ke TPO melalui perawat masing-masing Ruang

Perawatan, petugas akan mengambil obat-obat dan cairan sesuai resep (dokter

menuliskan dosis yang diberikan, siklus pemberian, pelarut yang akan digunakan, data

berat badan, tinggi badan, dan luas permukaan tubuh.),

Apoteker di ruangan akan melakukan telaah resep sitostatika injeksi/parenteral dengan

cara memeriksa kelengkapan, pengkajian dosis, kompatibilitas, rekonstitusi dan dilusi

bahan sitostatika. Obat dan Protokol permintaan yang sudah diperiksa lalu dicatat pada

catatan pemakaian perbekalan farmasi (CPPF), membuat etiket per paket dan per obat.

Setelah obat dan cairan dihitung jumlahnya dan siap untuk dimasukkan dalam kotak

sitostatika sesuai ruang perawatan. Kotak sitostatika diterima petugas handling melalui
pass box. Handling cytotoxic dilakukan dengan teknik aseptik dalam Biological Safety

Cabinet (BSC) dengan operator yang sudah diberikan pelatihan khusus dan dilengkapi

alat perlindungan diri yang lengkap. Obat yang sudah di-handling dimasukkan dalam

pass box lagi, kemudian dilakukan serah terima obat oleh petugas TPO kemoterapi

dengan perawat ruangan.

Untuk ruangan aseptic dispensing dan produksi di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang telah sesuai dengan persyaratan di dalam Kepmenkes No. 58 tahun

2014 tentang Standar Pelayananan Kefarmasian di Rumah Sakit, yaitu dinding, lantai,

dan langit–langit permukaannya halus tidak ada celah dengan dilapisi epoksi/enamel

dan dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF).

Secara keseluruhan kegiatan aseptic dispensing di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

Palembang sudah sesuai dengan Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril dari Depkes

RI tahun 2009 meliputi personel, peralatan, teknis aseptis, penyimpanan, distribusi, dan

penanganan limbah. Peralatan yang digunakan untuk melakukan pencampuran sediaan

steril adalah APD serta BSC. Ada 2 tipe aliran Laminar Air Flow (LAF) yakni

horizontal air flow dan vertical air flow. Horizontal air flow merupakan aliran udara

yang langsung mengarah ke petugas. Alat ini digunkan untuk pencampuran obat steril

non toksik sedangkan vertical air flow merupakan aliran udara yang langsung mengalir

dari atas ke bawah sehingga dapat meminimalkan kontaminasi dan paparan kepada

petugas serta lingkungan kerja. Pada penanganan sediaan sitostatika digunakan BSC

yang merupakan LAF (vertical air flow) memiliki tekanan negatif di dalam BSC

dibandingkan di luar ruangan sedangkan LAF (horizontal air flow) memiliki tekanan

positif di dalam LAF dibandingkan di luar ruangan.


Passbox adalah tempat masuknya keluarnya alat dan bahan obat sebelum dan

sesudah dilakukan pencampuran. Passbox terletak diantara ruang persiapan dan ruang

steril. Passbox ditujukan untuk meminimalkan kontaminasi sehingga pintu pass box

harus dibuka secara bergantian. Meminimalisir kontaminasi juga dapat dilakukan

dengan menyediakan ruang antara yang digunakan petugas untuk memakai pakaian

steril lengkap sebelum masuk ruang steril.

Penyimpanan sediaan steril sitostatika dan nonstatika setelah dilakukan

pencampuran tergantung pada stabilitas masing-masing obat. Kondisi khusus

penyimpanannya ada 2 yaitu terlindung dari cahaya langsung dengan menggunakan

kertas karbon atau kantong plastic berwarna hitam atau dengan aluminum foil dan suhu

penyimpanan 2-8˚ C disimpan dalam lemari pendingin atau sesuai dengan suhu

stabilitas masing-masing sediaan. Sediaan yang sudah siap akan didistribusikan pada

TPO yang telah melakukan permintaan dan dilakukan sesuai SPO (Standar Prosedur

Operasional). Pengiriman sediaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus

terjamin sterilitas dan stabilitasnya dengan persyaratan wadah, waktu pengiriman dan

rute pengiriman. Wadah harus tertutup rapat dan terlindung cahaya dan obat yang harus

dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu ditempatkan dalam wadah yang mampu

menjaga konsistensi suhunya. Obat-obat dengan waktu stabilitas pendek menjadi

prioritas utama pengiriman. Pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak melalui

jalur umum atau ramai untuk menghindari terjadinya tumpahan obat yang akan

membahayakan petugas dan lingkungan.

Untuk penanganan limbah sediaan steril harus dimasukkan dalam wadah

tertentu, khusus penanganan limbah sediaan sitostatika dilakukan sesuai dengan SPO,
antara lain menggunakan alat pelindung diri (APD), menempatkan limbah pada

container buangan tertutup, memberi label peringatan pada bagian luar kantong,

membawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup, memusnahkan

limbah tersebut dengan insenerator 10.000 °C dan mencuci tangan.

4.6 Pelayanan Farmasi Klinik

4.6.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian dan pelayanan resep di RSUP Dr. Mohammad Hoesin untuk pasien

rawat inap dilakukan oleh TPO Rawat Inap. Sedangkan untuk pasien rawat jalan

dilayani TPO Rawat Jalan. Apoteker melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama dokter, paraf dokter,

tanggal resep dan ruangan/unit asal resep), persyaratan farmasetik (bentuk dan

kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan dan cara

pemakaian) dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi, dosis dan waktu pemberian,

duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan ESO, kontra indikasi dan efek aditif) baik

untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Setelah resep ditelaah oleh apoteker, bila

ditemukan masalah terkait obat apoteker mengkonsultasikan kepada dokter penulis

resep. Untuk resep yang tidak tepat akan dicatat pada lembar telaah lalu diarsipkan di

setiap unit.

4.6.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan

informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang

digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

Penelusuran riwayat penggunaan obat di dilakukan dengan melihat Catatan

Penggunaan Perbekalan Farmasi dan wawancara langsung dengan pasien.

4.6.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin dilakukan oleh dokter pada

saat asesemen awal pasien rawat inap, dokter mengidentifikasi apakah pasien

membawa obat dari luar yang sedang digunakan (obat dari rumah sakit sebelumnya)

untuk mencegah terjadinya kesalahan pengobatan pada pemindahan pasien dari satu

rumah sakit ke rumah sakit lain, dan untuk antar ruang perawatan dokter menuliskan

obat yang telah digunakan pada form transfer pasien. Jika pasien membawa obat dari

luar petugas TTK menuliskan pada form Rekonsiliasi Obat.

4.6.4 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat (PIO) di RSUP Dr. Mohammad Hoesin adalah

pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat

tentang obat kepada profesi kesehatan lainnya dan pasien, baik pasien rawat inap

maupun pasien rawat jalan, Salah satu kegiatan PIO yang telah dilaksanakan yaitu

melalui penyuluhan, dimana penyuluhan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

dikoordinasikan dengan PKRS.

Unit PIO RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang terletak di dalam IFRS lantai

1 dengan luas ± 40 m2. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun

2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Sebaiknya tersedia ruangan

sumber informasi dan teknologi komunikasi dan penanganan informasi yang memadai

untuk mempermudah pelayanan informasi obat. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk
pelayanan informasi obat, yakni: 200 tempat tidur : 20 m2; 400-600 tempat tidur : 40

m2; 1300 tempat tidur : 70 m2. Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang terdapat

1044 tempat tidur sehingga membutuhkan luas ruangan ±70 m2, dengan kata lain luas

ruangan PIO di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tidak memenuhi standar.

Hal ini dimungkinkan karena adanya keterbatasan gedung. Sarana dan prasarana di

ruang PIO terdapat dua komputer, buku-buku referensi antara lain Drug Information

Handbook, AHFS Drug Information, BNF, Martindale: The Extra Pharmacopoeia,

Handbook on Injectable Drugs, dan lain-lain. Jumlah sumber daya manusia di unit PIO

ada empat orang apoteker, namun masih belum full time. Seharusnya untuk rumah sakit

dengan lebih dari 500 tempat tidur dibutuhkan 2 apoteker full time dalam pelayanan

informasi obat.

Ruang lingkup PIO meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian dan pengawasan

mutu data atau informasi obat dan keputusan professional. Informasi secara aktif

diberikan dalam bentuk seperti leaflet yang dibuat setiap tahun yang memuat tentang

pemakaian obat. Sedangkan informasi secara pasif dengan memberikan jawaban atas

setiap pertanyaan yang masuk sesuai dengan kebutuhan penanya.

Dalam menjawab suatu permintaan informasi yang sederhana dapat dilakukan

dengan menggunakan pustaka baku, sedangkan untuk menjawab pertanyaan yang lebih

kompleks diperlukan penelusuran data yang lebih khusus dan rinci, seperti dari abstrak,

artikel, dan sebagainya. Salah satu indikator keberhasilan dalam melakukan pelayanan

informasi obat adalah respon time. Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang,

standar respon time dalam menjawab pertanyaan PIO adalah 70% terjawab dalam

waktu kurang dari satu jam..


Dalam memberikan pelayanan informasi obat, ada beberapa hambatan yang

menyebabkan pelayanan PIO menjadi kurang optimal. Hambatan tersebut antara lain

keterbatasan jumlah apoteker di unit PIO, penyampaian informasi PIO berbasis IT

belum bisa terlaksana ke seluruh bagian RS, hanya bisa di TPO-TPO yang ada di

instalasi farmasi, tingginya ketergantungan tenaga kesehatan terhadap informasi obat

dari industri farmasi yang tidak terjamin objektivitasnya, dan kurangnya dana dalam

penyediaan sumber-sumber informasi baik primer, sekunder maupun tersier.

4.6.5 Konseling

Konseling merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi dan penyelesaian

masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat

jalan maupun rawat inap. Pelaksanaan konseling di rawat inap RSUP Dr. Mohammad

Hoesinbaru dilaksanakan sebagian yaitu pada pasien anak di ruang perawatan

Kemuning lantai I dan II, sedangkan konseling untuk pasien rawat jalan dilakukan di

ruang konseling TPO Rawat Jalan.

Kegiatan konseling obat terhadap penderita merupakan salah satu bentuk

kegiatan pelayanan farmasi klinik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang

memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga pasien dengan tujuan

menunjang tercapainya efektifitas dan keamanan terapi obat yang optimal serta

meminimalkan efek samping yang terjadi. Kegiatan ini dilakukan oleh seorang

farmasis yang memiliki keahlian spesifik dalam bidang obat. Hal ini terkait dengan

salah satu peran Farmasis yang bersifat informatif dan edukatif. Manfaat konseling bagi

pasien adalah meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga pasien dalam hal
penggunaan obat yang benar sehingga dapat menunjang proses penyembuhan penyakit

dan menghindari terjadinya penggunaan obat yang salah (misuse) dan penyalahgunaan

obat (abuse).

Informasi yang diberikan pada pasien saat konseling adalah terkait dengan nama

obat, dosis, indikasi obat, tujuan pemakaian obat, cara pemakaian, saat pemakaian obat,

aturan pakai obat, lama pemakaian obat, yang harus dilakukan kalau lupa, risiko kalau

aturan pemakaian tidak dipatuhi, ESO yang umum terjadi, obat-obat bebas (OTC) yang

harus dibatasi/dihindari, aktifitas yang harus dibatasi/dihindari, makanan dan minuman

yang harus dikurangi, cara penyimpanan obat, serta cara pembuangan obat.

Kegiatan konseling di Instalasi Rawat Inap Anak ditujukan kepada keluarga

pasien yang anaknya menderita thalasemia, leukemia untuk meningkatkan kepatuhan

pasien karena pada penyakit ini membutuhkan terapi dalam waktu yang lama. Selain

itu konseling juga ditujukan kepada pasien-pasien KRS (Keluar Rumah Sakit) yang

membawa beberapa obat sebagai terapi lanjutan yang diminum saat dirumah Farmasis

memberikan informasi terkait obat serta memberikan motivasi kepada keluarga pasien

dalam menjalankan terapi anaknya. Sebelum diberikan konseling, didapatkan hasil

bahwa keluarga pasien yang belum dimengerti tentang materi konseling yaitu apa yang

harus dilakukan jika lupa minum obat, padahal untuk memaksimalkan terapi harus

dibutuhkan kepatuhan minum obat dan meminum obat dengan cara yang tepat dan

benar, sehingga sebagai apoteker harus menekankan kepada keluarga pasien serta

kepada pasien cara yang tepat jika pasien lupa minum obat tetapi lebih baiknya pasien

lebih diberikan motivasi betapa pentingnya kepatuhan dalam minum obat secara tepat

dan benar.
Diharapkan dari konseling yang diberikan maka pasien akan termotivasi untuk

patuh minum obat jika mengetahui akibat atau risiko jika tidak patuh minum obat. Hasil

akhir atau evaluasi akhir dari konseling diharapkan pasien mengerti 100% terhadap

materi konseling yang disampaikan setelah apoteker memberikan konseling terkait

obat yang didapatkan oleh pasien.

Konseling di IRJ dilakukan di ruang konseling TPO IRJ lantai 1, sasaran yang

dikonseling adalah pasien dan keluarga pasien, farmasis perlu memberitahukan ESO

dari obat-obatan yang diterima pasien dengan menjelaskan gejala-gejala yang timbul

bila terjadi ESO, serta mengkonfirmasi kepada pasien apakah gejala-gejala yang telah

disebutkan terjadi pada pasien atau tidak. Farmasis juga perlu menjelaskan cara untuk

mengatasi bila terjadi ESO agar pasien memahami hal yang harus dilakukan bila

mengalami ESO. Farmasis perlu menjelaskan cara penggunaan obat mulai dari cara

pakainya misalnya memasang alat sampai cara penyuntikan insulin, serta menjelaskan

fungsi insulin yaitu untuk mengatur kadar gula dalam darah, dimana humulin R

digunakan untuk mengontrol gula darah post prandial (setelah makan) sedangkan

humulin N digunakan untuk mengontrol gula darah basal (saat pasien tidak makan)

sehingga kadar gula darah pasien stabil. Hal yang perlu diperhatikan adalah waktu

penyuntikan insulin, dimana humulin R digunakan sebelum makan (sekitar 15 menit

sebelum makan) sedangkan humulin N biasanya digunakan satu kali sehari, diusahakan

digunakan pada waktu yang sama agar pasien tidak lupa. Untuk pasien yang menerima

polifarmasi, farmasis perlu mengatur jadwal minum obat dengan melibatkan pasien

dalam mengambil keputusan dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan minum

obat sehingga tercapai efek terapi yang diharapkan, jadwal minum obat yang teratur
tergantung pada jam makan pasien sehingga untuk memudahkan maka disepakati jam

makan, terutama makan pagi, siang dan malam, kemudian ditulis pada etiket jadwal

minum obat agar pasien mengingatnya. Informasi lain yang perlu disampaikan adalah

tentang gaya hidup, misalnya perubahan pola makan, aktivitas yang sebaiknya

dilakukan/ dihindari, makanan yang harus dibatasi dan lain lain, hal ini untuk

menunjang terapi yang didapatkan oleh pasien sehingga kualitas hidup pasien

meningkat.

Disinilah peran farmasi klinik untuk memantau pengobatan pasien sekaligus

memberikan saran dan informasi kepada tenaga profesional lain, terutama kepada

dokter yang meresepkan obat agar selalu sesuai dengan panduan pengobatan yang

berlaku.

Selama proses konseling juga dilakukan pemeriksaan tingkat pemahaman pasien

tentang penyakit dan pengobatannya sebelum dan sesudah dilakukan konseling.

Umumnya pasien sudah mengetahui dengan baik nama obat, tujuan penggunaan obat,

saat pemakaian, lama pemakaian dan frekuensi pemakaian, sedangkan persentase

ketidaktahuan pasien yang dikonseling ternyata paling banyak mengenai obat OTC apa

saja yang perlu dibatasi maupun dihindari penggunaannya. Oleh sebab itu, diperlukan

tindakan konseling untuk memberikan informasi terkait ketidaktahuan pasien tersebut.

Setelah dilakukan konseling, pasien diminta untuk mengulangi kembali penjelasan

yang telah diberikan (verifikasi). Dari hasil verifikasi tersebut, diketahui bahwa pasien

telah memahami materi yang diberikan pada saat konseling.

Peran farmasis dalam pelayanan konseling obat sangat penting dan dibutuhkan

oleh pasien. Ilmu kefarmasian penting untuk mendukung peran penting farmasis dan
belajar mempraktekkan langsung konseling kepada pasien. Hal yang diharapkan dari

kegiatan konseling adalah pasien menjadi paham tentang obat serta terjadi perubahan

perilaku terutama kepatuhan pasien terhadap terapi sehingga dapat memberikan hasil

yang maksimal.

4.6.6 Visite

Visite dilakukan oleh Apoteker dengan melihat terapi pengobatan pasien dari

Catatan Perkembangan Terintegrasi dan mengisi Formulir Edukasi Multidisplin RSUP

Dr. Mohammad Hoesin pada kolom farmasi. Apoteker menjelaskan kepada pasien

nama obat dan kegunaannya, aturan pemakaian, dosis yang diberikan dan efek samping

obat.

4.6.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat dilakukan bersamaan dengan visite untuk memastikan

terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

4.6.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Kegiatan monitoring efek samping obat di RSUP Dr. Mohammad

Hoesindilakukan oleh farmasi klinis bersamaan dengan kegiatan visite. Agar MESO di

RSUP Dr. Mohammad Hoesindapat terjangkau seluruhnya, maka farmasi klinis

melatih kepala ruangan untuk memantau Efek Samping Obat (ESO) di ruangan

masing-masing. Bila tenaga kesehatan menemukan Efek Samping Obat (ESO) yang

tidak lazim, maka dilaporkan ke koordinator keselamatan, kemudian farmasi klinis

akan berkolaborasi dengan dokter yang menangani pasien tersebut dan jika kasus yang

didapat ternyata memang Efek Samping Obat (ESO) yang tidak lazim dan berbahaya,

maka informasi tersebut akan dicatat dalam formulir Efek Samping Obat (ESO) dan
selanjutnya dikirim ke pusat MESO Nasional melalui PFT.

Kemudian petugas farmasi akan mencatat manifestasi Efek Samping Obat

(ESO) pada rekam medis pasien dan menempelkan stiker alergi obat pada rekam medik

dalam catatan perkembangan terintegrasi dan sampul depan status pasien.

Adapun jenis MESO yang dilaporkan adalah:

d. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat, terutama efek samping yang

selama ini belum pernah terjadi

e. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat

f. Setiap reaksi efek samping obat yang serius

4.6.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat dilakukan tiap kurun waktu untuk mengetahui pola

penggunaan obat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin.

4.6.10 Dispensing sediaan steril

Dispensing sediaan merupakan kegiatan pelayanan yang di mulai dari tahap

validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan

obat dengan pemberian informasi obat yang memadai di sertai dokumentasi.

Dispensing sediaan khusus meliputi pencampuran obat kemoterapi, pencampuran obat

suntik dan penyiapan nutrisi parenteral.

Penanganan sediaan sitostatika seperti pencampuran sitostatika di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin telah dilakukan oleh farmasi, yaitu Apoteker dan TTK yang terlatih

dan telah mmemiliki sertifikat.Sedangkan untuk dispensing pencampuran obat suntik

non sitostatika dan nutrisi parenteral dilakukan oleh perawat.


4.6.11 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PTO)

Pemantauan kadar obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk

memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Namun

pelaksanaan pemantauan kadar obat dalam darah di RSUP Dr. Mohammad Hoesin

belum dilakukan, karena fasilitas alat belum tersedia. Sebaiknya segera diterapkan

pemantauan kadar obat dalam darah guna meningkatkan efektivitas terapi dan

meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), sehingga dapat

meningkatkan kualitas pelayanan terhadap hidup pasien.

Dari beberapa kegaiatan pelaksanaan farmasi klinis di RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang ada beberapa peran yang belum dilaksanakan secara optimal,

misalnya konseling untuk pasien rawat inap baru dilakukan pada sebagian Instalasi

Rawat Inap, untuk pasien rawat jalan dilakukan konseling diraung konseling TPO

Rawat Jalan. Hal ini dikarenakan kurangnya jumlah apoteker. Berdasarkan tenaga

Apoteker diharapkan Apoteker dapat berperan dalam kegiatan pelayanan farmasi klinis

berbasis Pharmaceutical care sehingga perlu ditambah tenaga Apoteker dengan

dituntutnya peran dalam melakukan kajian Drug Related Problem (DRP). Agar dapat

mengatasi kejadian DRP aktual dan mencegah DRP potensial. Selain itu, kajian DRP

penting dilakukan mengingat kondisi pasien tidak stabil dan perjalanan penyakit yang

fluktuatif, serta perlunya rasionalitas terapi pada pasien sehingga dapat dicapai

pengobatan yang optimal.

4.7 Central Sterilized Supply Department (CSSD)

Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan


Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan

proses pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang

dibutuhkan rumah sakit dalam merawat/melakukan tindakan kepada pasien dalam

kondisi steril. Instalasi CSSD dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala instalasi

yang bertanggung jawab langsung kepada direktur RSU (Direktorat Jendral Bina

Pelayanan Medik, 2009). Instalasi CSSD di RSUP Dr. Mohammad Hosein Palembang

dikepalai oleh seorang nurse. Kepala instalasi mempunyai tugas menyelenggarakan,

mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan dalam perencanaan

dan pemenuhan kebutuhan CSSD, menyelenggarakan sterilisasi dan pelayanan kepada

unit-unit lain yang membutuhkan perlengkapan steril, menyelenggarakan penelitian

dan pengembangan dalam bidang sterilisasi. Hal ini belum sesuai berdasarkan

Ketetapan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Tahun 2009 yang menyatakan

bahwa Instalasi CSSD dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala instalasi yang

bertanggung jawab langsung kepada direktur RSU, ini dapat terjadi karena kekurangan

sumber daya manusia untuk tenaga Apoteker.

Standar gedung yang harus dipedomani yaitu sistem satu arah. Sehingga

diharapkan mencegah kontaminasi silang yang mungkin dapat terjadi. Instalasi CSSD

di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang terdapat beberapa pembagian ruang, yaitu

ruang kepala instalasi, ruang administrasi, ruang dekontaminasi, ruang produksi, ruang

sterilisasi, ruang distribusi, dan ruang bersih.

Alur kerja yang diterapkan di Instalasi CSSD RSUP Dr. Mohammad Hoesin

yaitu penerimaan alat-alat yang perlu disterilkan dari unit-unit diloket penerimaan

melalui pintu ruang dekontaminasi. Lalu masuk ruang dekontaminasi, alat akan dicuci
dan dibersihkan baik secara manual atau dengan alat washray. Setelah alat dibersihkan

menuju ruang bersih, disini alat akan dikemas, diberi label dan indikator eksternal yang

tertuliskan tanggal dilakukan sterilisasi dan tanggal expired. Lalu dilakukan Proses

sterilisasi alat, yang jika alat tersebut telah disterilkan maka indikatornya akan berubah

menjadi warna hitam. Alat yang sudah disterilisasi akan masuk ke ruang steril dan

disimpan sebelum digunakan.

Barang/alat yang telah disterilkan di Instalasi CSSD RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang mempunyai waktu expire date selama tujuh hari. Namun setelah

diuji mikrobiologi selama tiga bulan masih bebas dari mikroorganisme.

Cara sterilisasi yang diterapkan oleh CSSD RSUP Dr. Mohammad Hoesin ada

dua macam, yaitu:

c. Sterilisasi suhu tinggi ( 134oC)

Dengan stim uap air bertekanan tinggi yang digunakan untuk alat-alat yang tahan

terhadap suhu panas seperti logam, kain katun yang tahan panas, dll.

d. Sterilisasi suhu rendah (50o – 60oC)

Prinsip kerjanya memakai sterilan. Digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan

panas seperti eriosable. Sterilisasi suhu rendah menggunakan reagen sebagai

sterilan yaitu Etylen Oxyd.

Sterilan harus ada jaminan dapat mensterilkan bahan/alat yang telah disterilkan

benar-benar steril. Untuk menjamin steril alat/bahan diperlukan mekanisme yang ketat.

Oleh karena itu, perlu melakukan proses monitoring dalam sterilisasi, sehingga

Instalasi CSSD RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang harus melakukan

pengawasan terhadap hal-hal yang perlu dikontrol agar kualitas tetap terjaga,
diantaranya yaitu pemberian nomor lot pada setiap kemasan, data mesin sterilisasi dan

waktu expired date yang selalu dilakukan pemeriksaan secara berkala.

Instalasi CSSD RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang secara rutin melakukan

pemantauan proses sterilisasi dengan beberapa indikator sterilisasi diantaranya yaitu,

f. Indikator mekanik adalah bagian dari instrument mesin sterilisasi dengan sistem

steam seperti indikator suhu dan tekanan yang menunjukkan alat sterilisasi bekerja

dengan baik.

g. Indikator kimia adalah indikator yang menandai terjadinya paparan sterilisasi pada

obyek yang disterilkan, dengan adanya perubahan warna.Indikator kimia yang

digunakan yaitu indikator eksternal (autoclave tape), indikator internal (comply).

h. Indikator Bowie-Dick. Indikator ini hanya digunakan untuk sterilisasi uap.

Dilakukan 1x sehari.

i. Indikator biologi adalah sediaan berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam

bentuk spora yang bersifat resisten terhadap beberapa parameter yang terkontrol

dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu.

j. Indikator mikrobiologi berkaitan dengan expired date instrumen yang mengalami

proses sterilisasi. Contohnya kassa setelah dilakukan uji mikrobiologi expired

datebisa sampai tiga bulan dengan syarat disimpan di lemari tertutup, terpisah dari

alat-alat lain dan penyimpanannya di suhu sejuk.


4.8 International Patient Safety Goal (IPSG)

a. Identifikasi Pasien dengan Benar.

Identifikasi pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin dilakukan dengan

pemeriksaan minimal 3 identitas yaitu nama dengan 2 suku kata, tanggal lahir pasien,

dan nomor rekam medik.

b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Peningkatan Komunikasi Efektif dilakukan petugas farmasi mengkonfirmasi

dalam 24 jam dengan penulisan order/resep oleh pemberi obat (dokter). Petugas

farmasi melakukan cek ulang untuk order via telpon (write back, read back, repeat

back).

c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai

Dilakukan pemyimpanan yang sesuai untuk obat-obat yang perlu perhatian

khusus, seperti Obat High Alert, Obat LASA.

d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi

Prosedur yang dilakukan harus selalu berdasarkan SPO yang telah dibuat dan

disepakakti dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang agar dapat memastikan

tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien. Hal ini lebih diutamakan untuk pasien

operasi.

e. Mengurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Salah satu yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko infeksi selalu

menjaga kebersihan tangan sesuai standar WHO, sebelum berinteraksi dengan pasien

dan setelah berinteraksi dengan pasien.


f. Mengurangi Resiko Pasien Jatuh

Pengurangan resiko pasien jatuh di RSUP Dr. Mohammad Hoesin sudah

dilakukan dengan baik yaitu dengan penandaan gelang berwarna kuning kepada pasien

yang memiliki resiko jatuh.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang calon Apoteker memperoleh pengetahuan dan

gambaran tentang pengelolaan obat yang menjadi tugas dan tanggungjawab

Apoteker di IFRS.

Dengan visi dan misi menjadi yang terbaik dalam pelayanan kesehatan,

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang berusaha memberikan pelayanan

kesehatan yang terbaik dan bermutu kepada masyarakat

Instalasi Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tetap

menjalankan peran dan fungsinya sebagai satu unit yang bertanggung jawab

untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi kefarmasian meliputi perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pengawasan kualitas persediaan

farmasi.

5.2 Saran

Untuk lebih meningkatkan dan menyempurnakan kualitas pelayanan

farmasi kepada pasien di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, disarankan:

1. Penambahan SDM apoteker untuk pemenuhan standar sesuai peraturan

yang berlaku dan peningkatan kedisiplina SDM dalam pengelolaan

sediaan farmasi.
2. Penambahan sarana dan prasarana ruangan dan kegiatan pelaksanaan

pelayanan farmasi klinik dan penyimpanan agar leluasa dalam melakukan

kegiatan kefarmasian.

3. Pelayanan Informasi Obat (PIO), Pemantauan Terapi Obat (PTO), MESO

(Monitoring Efek Samping Obat), EPO (Evaluasi Pemakaian Obat),

PKOD (Pemantauan Kadar Obat dalam Darah) perlu ditingkatkan


DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2009. Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

2. Anonim, 2009. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 Rumah Sakit

3. Anonim, 2009. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian

4. Anonim, 2005. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197 tahun 2004 tentang

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

5. Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204 tahun 2004 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

6. Anonim, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan No. 269 tahun 2008 tentang

Rekam Medis

7. Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan No. 340 tahun 2010 tentang

Klasifikasi Rumah Sakit

8. Anonim, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 tahun 2014 tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit


9. Anonim, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

10. Anonim, 2008. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit

11. Anonim, 2009. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi/CSSD di Rumah Sakit

12. Anonim, 2010. Pedoman Penyusunan Formularium Rumah Sakit

13. Anonim, 2012. Profil RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Rumah Sakit

Umum Daerah Kuningan, 2012.

Anda mungkin juga menyukai