Anda di halaman 1dari 112

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, baik itu dalam hal

proses produksi, investasi maupun kegiatan manajemennya, membutuhkan suatu

informasi yang nantinya akan berguna dalam melakukan pengambilan keputusan.

Pada umumnya, perusahaan yang sudah go public diwajibkan oleh peraturan yang

dikeluarkan oleh pihak BAPEPAM untuk menerbitkan laporan keuangan, di mana

laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang

menyangkut posisi keuangan perusahaan dan perubahannya yang bermanfaat sebagai

salah satu informasi untuk pengambilan keputusan baik oleh pihak internal yaitu

manajemen perusahaan itu sendiri atau pihak eksternal perusahaan seperti investor,

kreditor dan pihak pemerintah. Oleh karena itu, laporan keuangan perusahaan

merupakan sumber informasi yang sangat berguna untuk melihat bagaimana kinerja

perusahaan tersebut untuk periode sebelumnya, saat ini, maupun untuk melakukan

prediksi masa yang akan datang.

Para pengguna laporan keuangan, dalam menilai baik buruknya suatu

perusahaan itu dapat dinilai dan tercermin pada rasio-rasio keuangan yang secara

rutin diterbitkan oleh emiten. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh bagaimana

perencanaan dan aktivitas operasional dari pihak perusahaan tersebut dan kinerja

perusahaan tersebut nantinya akan mempengaruhi variasi harga saham perusahaan

tersebut, disamping dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran yang

berlaku. Harga pasar saham merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada

1
2

saat tertentu yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang

bersangkutan di pasar bursa. Semakin tinggi tingkat permintaan saham suatu

perusahaan, maka akan semakin menaikkan harga saham perusahaan tersebut. Begitu

pula sebaliknya, semakin tinggi tingkat penawaran saham suatu perusahaan, maka

akan semakin menurunkan harga sahamnya. Kinerja keuangan akan menentukan

tinggi rendahnya tingkat permintaan dan penawaran saham suatu perusahaan di pasar

modal. Apabila kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya prospek kinerja

yang baik, maka sahamnya akan diminati oleh investor dan harganya akan

meningkat.

Para calon investor sebelum melakukan investasi terhadap suatu perusahaan

membutuhkan suatu informasi yang dapat mendukung proses pengambilan

keputusannya. Pada umumnya, calon investor akan melihat laporan keuangan

perusahaan sebagai sumber informasi dengan cara melihat angka-angka yang

terdapat di laporan keuangan tersebut, menganalisis, dan menafsirkannya agar

informasi yang ada tersebut dapat mendukung proses pengambilan keputusannya.

Pada berbagai kasus, banyak para investor yang mengalami kerugian karena

perusahaan tempat mereka berinvestasi mengalami kebankrutan maupun kerugian.

Para investor tersebut mengalami kerugian berinvestasi bisa dikarenakan mereka

kurang mampu dalam menganalisis dan menafsirkan informasi tersebut sehingga

mereka tidak dapat melihat bagaimana prospek perusahaan tersebut ke depannya dan

pada akhirnya berinvestasi pada perusahaan yang kurang tepat. Kerugian dalam

berinvestasi tersebut dapat diminimalisir apabila investor tersebut sebelum

berinvestasi telah benar-benar mempelajari seluk-beluk perusahaan tersebut beserta

kinerja keuangannya sehingga mereka dapat melihat bagaimana keadaan


3

sesungguhnya perusahaan sebelum nantinya melakukan pengambilan keputusan

untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.

Selama ini yang menjadi fokus perhatian dalam menilai kinerja suatu

perusahaan adalah laba Akuntansi. Salah satu alat penilaian dan analisis kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan yaitu rasio profitabilitas.

Rasio profitabilitas dipakai untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang

dapat diperoleh perusahaan. Semakin besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh,

menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan secara

keseluruhan. “Rasio Profitabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu :

Profit Margin on Sales, Return on Asset (ROA) / Return on Investment (ROI), Return

on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS)” (Kasmir, 2012:198). Namun

demikian, untuk membatasi masalah dalam penelitian ini, pada rasio profitabilitas,

peneliti memilih rasio Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS)

sebagai variabel penelitian yang mewakili rasio profitabilitas.

“Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba atas keseluruhan modal yang dimilikinya, yang

dihitung berdasarkan pembagian antara laba bersih setelah pajak dengan total

ekuitas” (Kasmir, 2012:204). Semakin besar nilai ROE suatu perusahaan, maka

pandangan para investor akan semakin baik terhadap pengelolaan ekuitas perusahaan

tersebut dan akan meningkatkan permintaan saham perusahaan. Seiring dengan

meningkatnya permintaan saham tersebut, maka harga saham perusahaan tersebut

akan meningkat pula.

“Earning per Share (EPS) atau laba per saham digunakan untuk mengukur

besarnya keuntungan yang diperoleh setiap lembar saham yang siap dibagikan bagi
4

semua pemegang saham biasa perusahaan, yang dihitung berdasarkan pembagian

antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham biasa yang beredar” (Kasmir,

2012:207). Semakin besar nilai EPS suatu perusahaan, maka pandangan para

investor akan semakin baik dikarenakan nilai EPS menunjukkan berapa besar

nantinya laba per lembar saham yang akan mereka dapatkan dari perusahaan tersebut

dan akan meningkatkan permintaan saham perusahaan. Seiring dengan meningkatnya

permintaan saham tersebut, maka harga saham perusahaan akan meningkat pula.

Selain menggunakan rasio profitabilitas dalam menilai kinerja suatu

perusahaan, para investor juga memperhatikan rasio-rasio lain seperti rasio likuiditas

dan rasio solvabilitas. Rasio likuiditas yang digunakan sebagai variabel dalam

penelitian ini yaitu Current Ratio (CR) dan rasio solvabilitas yang digunakan yaitu

Debt to Equity Ratio (DER) yang akan diteliti pengaruhnya terhadap harga pasar

saham.

“Current Ratio (CR) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada

saat ditagih secara keseluruhan, yang dihitung berdasarkan pembagian antara aset

lancar dengan utang lancar” (Kasmir, 2012:134). Semakin tinggi nilai CR suatu

perusahaan, maka pandangan para investor akan semakin baik dikarenakan makin

besar pula aset lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek

perusahaan yang segera jatuh tempo dan akan meningkatkan permintaan saham

perusahaan. Seiring dengan meningkatnya permintaan saham tersebut, maka harga

saham perusahaan tersebut akan meningkat pula. Namun, CR yang terlalu tinggi juga

tidak terlalu baik bagi perusahaan dikarenakan berarti banyak kas yang menganggur,

banyak piutang yang belum tertagih, ataupun banyak persediaan yang tidak terjual.
5

“Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas

suatu perusahaan. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan antara seluruh

utang dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap Rupiah

modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang” (Kasmir, 2012:158). Bagi

investor, semakin rendah nilai DER suatu perusahaan, maka akan semakin baik

dikarenakan lebih banyak modal sendiri yang dimiliki suatu perusahaan daripada

utangnya dan semakin kecil pula resiko yang ditanggung investor atas kegagalan

yang mungkin terjadi di perusahaan. Semakin rendah nilai DER suatu perusahaan

akan meningkatkan permintaan saham perusahaan. Seiring dengan meningkatnya

permintaan saham tersebut, maka harga saham perusahaan tersebut akan meningkat

pula.

Alasan peneliti memilih rasio ROE sebagai variabel penelitian, karena

pengelolaan ekuitas suatu perusahaan penting untuk diperhatikan di mana perusahaan

tersebut dapat lebih memaksimalkan keuntungannya apabila dapat memanfaatkan

ekuitasnya seoptimal mungkin. Perusahaan LQ 45 yang menjadi sampel pada

penelitian ini juga padat modal sehingga cocok menggunakan rasio ROE sebagai

variabel penelitian. Lalu, alasan peneliti memilih rasio EPS, karena rasio EPS

penting untuk diperhatikan dikarenakan rasio tersebut menggambarkan berapa

nantinya laba per lembar saham yang akan diterima investor dari kegiatan

berinvestasinya di mana hal tersebut akan mempengaruhi minat investor untuk

berinvestasi di perusahaan tersebut atau tidak. Lalu, alasan peneliti memilih rasio CR

karena tingkat likuiditas suatu perusahaan penting untuk diperhatikan, perusahaan

yang likuid biasanya disukai oleh para investor dikarenakan kemampuannya dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Selain itu, perusahaan yang likuid juga
6

tidak kesulitan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya dikarenakan aset lancar

perusahaan yang selalu tersedia untuk membiayainya. Perusahaan LQ 45 yang

menjadi sampel pada penelitian ini juga memiliki tingkat likuiditas yang tinggi

sehingga rasio CR cocok dipilih sebagai variabel penelitian. Lalu, alasan peneliti

memilih rasio DER, karena DER suatu perusahaan juga penting untuk diperhatikan,

investor pastinya enggan berinvestasi pada perusahaan yang kewajibannya lebih

besar daripada modal sendirinya karena resiko investasinya yang lebih besar.

Perusahaan LQ 45 yang menjadi sampel pada penelitian ini kebanyakan modal

sendirinya lebih besar daripada kewajibannya sehingga rasio DER cocok dipilih

sebagai variabel penelitian. Alasan lainnya peneliti memilih variabel ROE, EPS, CR,

dan DER yaitu berdasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya terdapat ketidak

konsistenan hasil penelitian pengaruh ROE, EPS, CR, dan DER terhadap harga pasar

saham sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut bagaimana

pengaruh variabel-variabel tersebut apabila diaplikasikan pada perusahaan LQ 45

periode tahun 2013-2015.

Informasi mengenai CR, DER, ROE, dan EPS diharapkan mampu

memberikan penilaian yang baik atas kinerja perusahaan yang pada akhirnya

digunakan oleh para investor untuk menilai perusahaan tersebut sebagai bahan

pertimbangan pengambilan keputusan apakah nantinya akan berinvestasi di

perusahaan tersebut atau tidak. Perusahaan sebaiknya selalu terbuka dalam

memberikan informasi yang berhubungan dengan pengambilan keputusan investor,

seperti rasio likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas dan diharapkan nantinya

mampu menarik minat investor untuk menanamkan investasi di perusahaan terutama

investasi dalam saham.


7

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Valintino dan Sularto (2013),

dengan judul penelitian “Pengaruh Return on Asset (ROA), Current Ratio (CR),

Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), dan Earning per Share (EPS)

terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di

BEI” berkesimpulan CR, ROE (Return on Equity) dan EPS (Earning per Share)

berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham dan EPS memiliki

pengaruh paling dominan. Sedangkan variabel ROA (Return on Asset) dan DER

tidak berpengaruh secara parsial terhadap harga saham.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sufianto (2016), dengan judul

penelitian “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Harga Saham Perusahaan Semen”

berkesimpulan secara parsial, Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE)

tidak berpengaruh terhadap harga saham perusahaan semen yang terdaftar di BEI,

sedangkan Earning per Share (EPS) berpengaruh terhadap harga saham perusahaan

semen yang terdaftar di BEI.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hanum (2012), dengan judul

penelitian “Pengaruh Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Earning

per Share (EPS) terhadap Harga Saham pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011” berkesimpulan secara parsial, ROA tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, ROE berpengaruh signifikan

dan negatif terhadap harga saham, dan EPS berpengaruh signifikan dan positif

terhadap harga saham.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subarjo (2012), dengan judul

penelitian “Pengaruh EVA (Economic Value Added), ROE (Return on Equity), dan

EPS (Earning per Share) terhadap Harga Saham (Studi Kasus PT Kimia Farma Tbk
8

Periode Tahun 2001 – 2010)” berkesimpulan secara parsial, hanya variabel ROE

yang berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, sedangkan EVA dan EPS

tidak berpengaruh terhadap harga saham.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sondakh, Tommy, dan

Mangantar (2015), dengan judul penelitian “Current Ratio, Debt to Equity Ratio,

Return on Asset, Return on Equity Pengaruhnya terhadap Harga Saham pada Indeks

LQ 45 di BEI” berkesimpulan secara parsial, CR (Current Ratio), DER (Debt to

Equity Ratio), ROA (return on asset) dan ROE (Return on Equity) berpengaruh

signifikan terhadap harga saham.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Medial (2014), dengan judul

penelitian “Pengaruh Return on Asset (ROA), Current Ratio (CR), Return on Equity

(ROE), dan Dividend per Share (DPS) terhadap Harga Saham pada Perusahaan

Manufaktur (Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)”

berkesimpulan secara parsial, ROA, ROE, dan DPS berpengaruh terhadap harga

saham. Sedangkan CR tidak berpengaruh terhadap harga saham.

Berdasarkan fenomena yang ada tersebut, terdapat ketidakkonsistenan pada

beberapa hasil penelitian terdahulu. Hal itulah yang membuat peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai keterkaitan apakah variabel-variabel tersebut benar

mempengaruhi harga pasar saham yang dalam hal ini merupakan variabel dependen

(Y) yang diteliti berdasarkan variabel independen (X) nya, dalam hal ini adalah CR,

DER, ROE, dan EPS yang subjek penelitiannya adalah perusahaan LQ 45. Adapun

alasan peneliti memilih perusahaan LQ 45 sebagai subjek penelitian dikarenakan

saham-saham perusahaan LQ 45 tersebut merupakan saham unggulan yang dipilih

dari tiap-tiap sektor sehingga dalam proses analisis nantinya dapat lebih akurat secara
9

runtut waktu (time series). Selain itu, saham perusahaan LQ 45 juga yang paling

banyak diperhatikan dan diminati oleh para investor sehingga cocok untuk dijadikan

subjek penelitian. Harga pasar saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Simple Moving Average 200 (SMA 200). SMA 200 adalah nilai rata-rata dari harga

penutupan selama 200 hari pada tahun yang bersangkutan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka judul

penelitian ini adalah: “Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER),

dan Rasio Profitabilitas terhadap Harga Pasar Saham pada Indeks LQ 45 di

Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah apakah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity

(ROE) dan Earning per Share (EPS) berpengaruh terhadap harga pasar saham pada

Perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Current Ratio (CR), Debt

to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS)

terhadap harga pasar saham pada Perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2013-2015.


10

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah Ilmu Pengetahuan

di bidang ekonomi dan bisnis khususnya di bidang investasi saham pada

perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia yaitu perusahaan LQ 45 dan

dapat dijadikan sebagai bahan referensi informasi apabila nantinya ada

penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan untuk

para investor dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan penanaman

modal dalam saham, khususnya pada Perusahaan LQ 45 yang listing di Bursa

Efek Indonesia.

3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan ada atau tidaknya

pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity

(ROE) dan Earning per Share (EPS) terhadap harga pasar saham pada

perusahaan LQ 45.

1.5 Sistematika Pembahasan

Pembahasan dalam penelitian ini terbagi menjadi enam bagian dengan

sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,


11

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Bab ini membahas tentang landasan teori yang digunakan,

pembahasan tentang penelitian sebelumnya, kerangka konseptual,

dan hipotesis.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai jenis penelitian, objek penelitian, unit

analisis, populasi dan ukuran sampel, variabel dan definisi

operasional variabel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis

data.

BAB IV : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum perusahaan yang menjadi

sampel dalam penelitian ini.

BAB V : HASIL DAN ANALISIS

Bab ini membahas tentang analisis data dan pembahasan temuan

empiris yang diperoleh.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang

dilakukan beserta saran.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Sinyal (Signaling Theory)

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan akan selalu diperhatikan oleh

para stakeholders, khususnya perusahaan yang go public dan termasuk ke dalam

kelompok LQ 45. Kegiatan tersebut akan selalu mempunyai dampak kepada para

stakeholders, terutama para investor dan masyarakat. Perusahaan yang telah go

public memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan ke BAPEPAM LK

selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir dan mereka pun

diijinkan untuk melakukan pelaporan melalui media massa lain seperti surat kabar

dan website perusahaan.

Teori sinyal menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi

merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada

hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa

lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu

perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat

dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis

untuk mengambil keputusan investasi. Informasi yang dipublikasi sebagai suatu

pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan

investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan

pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.
13

Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima

informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan

menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk

(bad news) pada saat informasi diumumkan dan pelaku pasar sudah menerima

informasi tersebut. Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi

investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Pengumuman

informasi Akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek

yang baik di masa mendatang (good news), sehingga investor tertarik untuk

melakukan perdagangan saham. Dengan demikian, hubungan antara publikasi

informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap

fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.

Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat

menjadi sinyal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah

laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa

informasi Akuntansi dan informasi non-Akuntansi. Laporan tahunan sebaiknya

memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap

penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar.

Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap

perusahaan, sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi

investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan

menginginkan sahamnya dibeli oleh investor, maka perusahaan harus melakukan

pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan (Arfan Ikhsan,

2015:84).
14

2.1.2 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan adalah penelaahan terhadap hubungan-hubungan

dan kecenderungan terhadap laporan keuangan untuk menilai apakah posisi,

keuangan, hasil operasi, dan perkembangan perusahaan itu memuaskan atau tidak.

Analisis terhadap laporan keuangan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat

perkembangan yang telah dicapai perusahaan yang nantinya dapat berguna untuk

meningkatkan kualitas dan kinerja keuangan perusahaan tersebut.

“Analisis laporan keuangan adalah penelaahan atau mempelajari daripada

hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi

keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan” (S.

Munawir, 2014:35).

Analisis laporan keuangan dilakukan agar laporan keuangan menjadi lebih


berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak. Bagi pihak
pemilik dan manajemen, tujuan utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat
mengetahui posisi keuangan perusahaan pada saat ini. Dengan mengetahui posisi
keuangan, setelah dilakukan analisis laporan keuangan secara mendalam, akan
terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang telah direncanakan
sebelumnya atau tidak (Kasmir, 2012:66).
Menurut Dwi Prastowo (2011:56), analisis laporan keuangan merupakan
suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah
masing-masing unsur tersebut, dan menelaah hubungan di antara unsur-unsur
tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan
tepat atas laporan keuangan itu sendiri. Analisis laporan keuangan perlu diarahkan
pada 5 (lima) area analisis sebagai berikut:
1. Likuiditas, yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya.
2. Solvabilitas (struktur modal), yang mengukur kemampuan suatu perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau mengukur tingkat proteksi
kreditor jangka panjang.
3. Return on Investment, yang mengukur tingkat pengembalian investasi yang
telah dilakukan oleh perusahaan.
4. Pemanfaatan aset, yang mengukur efisiensi dan efektivitas pemanfaatan setiap
aset yang dimiliki perusahaan.
5. Kinerja operasi, yang mengukur efisiensi operasi perusahaan.
15

2.1.3 Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2012:98), tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan


adalah:
1. Mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu;
2. Mengetahui kelemahan-kelemahan perusahaan;
3. Mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki;
4. Mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan untuk
penilaian kinerja manajemen.
“Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut

posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik”

(Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan, 2005).

“Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan gambaran atau laporan

kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang

bersangkutan” (S. Munawir, 2014:6).

Analisis laporan keuangan pada hakikatnya bertujuan untuk memberikan


dasar pertimbangan yang lebih layak dan sistematis dalam rangka memprediksi apa
yang mungkin akan terjadi di masa datang, mengingat data yang disajikan oleh
laporan keuangan menggambarkan apa yang telah terjadi. Selain itu, analisis laporan
keuangan juga akan mampu mengurangi dan mempersempit berbagai ketidakpastian
(Dwi Prastowo, 2011:60).
2.1.4 Pihak-Pihak yang Berkepentingan terhadap Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun berdasarkan berbagai tujuan. Tujuan utamanya

adalah untuk kepentingan pemilik dan manajemen perusahaan dan memberikan

informasi kepada berbagai pihak yang juga memiliki kepentingan terhadap

perusahaan. Pembuatan dan penyusunan laporan keuangan ditujukan untuk

memenuhi kepentingan berbagai pihak, baik pihak internal maupun eksternal

perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan tentunya pemilik usaha dan

manajemen itu sendiri. Sementara itu, pihak luar adalah mereka yang memiliki

hubungan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Masing-


16

masing pihak memiliki kepentingan tersendiri tergantung dari sudut mana kita

memandangnya.

Pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan menurut

Kasmir (2012:19) antara lain:

1. Pemilik, guna melihat perkembangan dan kemajuan perusahaan serta dividen


yang diperolehnya;
2. Manajemen, untuk menilai kinerjanya selama periode tertentu;
3. Kreditor, untuk menilai kelayakan perusahaan dalam memperoleh pinjaman
dan kemampuan membayar pinjaman;
4. Pemerintah, untuk menilai kepatuhan perusahaan untuk membayar
kewajibannya kepada pemerintah;
5. Investor, untuk menilai prospek usaha tersebut ke depan, apakah mampu
memberikan dividen dan nilai saham seperti yang diinginkan.

2.1.5 Bentuk – Bentuk dan Teknik Analisis

Metode dan teknik analisis yang tepat diperlukan untuk melakukan analisis

laporan keuangan. Tujuan penentuan metode dan teknik analisis yang tepat adalah

agar laporan keuangan tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal. Selain itu,

para pengguna hasil analisis tersebut dapat dengan mudah untuk

menginterpretasikannya.

Sebelum melakukan analisis laporan keuangan, diperlukan langkah-langkah

atau prosedur tertentu. Langkah atau prosedur ini diperlukan agar urutan proses

analisis mudah untuk dilakukan. Adapun langkah atau prosedur yang dilakukan

dalam analisis keuangan menurut Kasmir (2012:69) sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan selengkap


mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode;
2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan dengan
rumus-rumus tertentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara
cermat dan teliti, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar tepat;
3. Melakukan perhitungan dengan memasukkan angka-angka yang ada dalam
laporan keuangan secara cermat;
4. Memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang telah
dibuat;
5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan;
17

6. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis


tersebut.
Menurut Kasmir (2012:69), terdapat 2 (dua) macam metode analisis laporan

keuangan yang biasa dipakai, yaitu sebagai berikut:

1. Analisis Vertikal (Statis)


Analisis vertikal merupakan analisis yang dilakukan terhadap hanya satu periode
laporan keuangan saja. Analisis dilakukan antara pos-pos yang ada, dalam satu
periode. Informasi yang diperoleh hanya untuk satu periode saja dan tidak
diketahui perkembangan dari periode ke periodenya.
2. Analisis Horizontal (Dinamis)
Analisis horizontal merupakan analisis yang dilakukan dengan membandingkan
laporan keuangan untuk beberapa periode. Dari hasil analisis ini akan terlihat
perkembangan perusahaan dari periode yang satu ke periode yang lain.
Kemudian, di samping metode yang digunakan untuk menganalisis laporan

keuangan, terdapat beberapa jenis teknik analisis laporan keuangan. Menurut S.

Munawir (2014:36) menyatakan teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisa

laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Analisa perbandingan laporan keuangan, metode dan teknik analisa dengan cara
memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan
menunjukkan: (a) data absolute atau jumlah-jumlah dalam Rupiah, (b) kenaikan
atau penurunan dalam jumlah Rupiah, (c) kenaikan atau penurunan dalam
persentase, (d) perbandingan yang dinyatakan dengan rasio, dan (e) presentase
dari total.
2. Tren atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan
dalam persentase, adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui
tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap,
naik atau bahkan turun.
3. Laporan dengan presentase perkomponen atau common size statement, adalah
metode analisa untuk mengetahui presentase investasi pada masing-masing aset
terhadap total asetnya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan
komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
4. Analisa sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisa untuk
mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk
mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
5. Analisa sumber dan penggunaan kas (cash flow statement analysis), adalah suatu
analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk
mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
6. Analisa rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-
pos tertentu dalam Neraca atau Laporan Laba Rugi secara individu atau
kombinasi dari kedua laporan tersebut.
18

7. Analisa laporan dari laba kotor (gross profit analysis), adalah suatu analisa
untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu periode dengan laba
yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
8. Analisa titik impas (break-even), adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat
penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut
tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan.
Metode atau teknik analisa yang digunakan semuanya itu adalah permulaan

dari proses analisa yang diperlukan untuk menganalisa laporan keuangan, dan setiap

metode analisa mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membuat data lebih

dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi

pihak-pihak yang membutuhkan.

2.1.6 Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah kegiatan membandingkan angka-angka yang ada


dalam laporan keuangan. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen
dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada di
antara laporan keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa
angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode (Kasmir, 2012:122).
Rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak
digunakan. Rasio merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan
menggambarkan simptom (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan. Rasio juga
dapat menunjukkan area-area yang memerlukan penelitian dan penanganan yang
lebih mendalam. Analisis rasio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus dan
menjadi dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang
tidak dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-kompenen rasio itu sendiri
(Dwi Prastowo, 2011:80). Analisis rasio data digolongkan menjadi:
1. Rasio Neraca;
2. Rasio Laporan Laba Rugi;
3. Rasio antar laporan.
Jenis-jenis rasio keuangan (gabungan dari beberapa ahli) adalah sebagai
berikut:
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

a. Rasio lancar (Current Ratio)

b. Rasio sangat lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)

c. Rasio kas (Cash Ratio)

d. Rasio perputaran kas (Cash Turnover Ratio)


19

e. Persediaan terhadap modal kerja bersih (Inventory to Net Working Capital)

2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)

a. Total utang dibandingkan dengan total aset atau rasio utang (Debt Ratio)

b. Jumlah kali perolehan bunga (Times Interest Earned Ratio)

c. Lingkup biaya tetap (Fixed Charge Coverage)

d. Lingkup arus kas (Cash Flow Coverage)

e. Rasio total utang terhadap ekuitas (Total Debt to Equity Ratio)

f. Rasio utang jangka panjang terhadap ekuitas (Long Term Debt to Equity Ratio)

g. Lingkup utang aset berwujud (Tangible Assets Debt Coverage)

3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

a. Perputaran persediaan (Inventory Turnover)

b. Rata-rata jangka waktu penagihan/perputaran piutang (Average Collection

Period)

c. Perputaran aset tetap (Fixed Asset Turnover)

d. Perputaran total aset (Total Asset Turnover)

e. Perputaran piutang (Receivable Turnover)

f. Persediaan hari rata-rata (Average day’s Inventory)

g. Perputaran modal kerja (Working Capital Turnover)

4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

a. Margin laba penjualan (Profit Margin on Sales)

b. Daya laba dasar (Basic Earning Power)

c. Hasil pengembalian total aset (Retun on Assets)

d. Hasil pengembalian ekuitas (Return on Equity)

e. Laba per saham (Earning per Share)


20

f. Margin laba kotor (Gross Profit Margin)

g. Rasio pendapatan operasi (Operating Income Ratio)

h. Rasio operasi (Operating Ratio)

i. Margin laba bersih (Net Profit Margin)

j. Kekuatan laba terhadap total investasi (Earning Power to Total Investment)

k. Rasio kekuatan laba bersih (Net Earning Power Ratio)

l. Tingkat pengembalian untuk pemilik (Rate of Return for Owners)

5. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio)

a. Pertumbuhan penjualan (Sales Growth)

b. Pertumbuhan laba bersih (Net Profit Growth)

c. Pertumbuhan pendapatan per saham (Income per Share Growth)

d. Pertumbuhan dividen per saham (Dividend per Share Growth)

6. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)

a. Rasio harga saham terhadap pendapatan (Stock Price to Earning Ratio)

b. Rasio nilai pasar saham terhadap nilai buku (Stock Market Value to Book Value

Ratio)

2.1.7 Pembanding Rasio Keuangan

Analisis laporan keuangan tidak akan berarti apabila tidak ada

pembandingnya. Data pembanding untuk rasio keuangan mutlak ada sehingga dapat

dilakukan perhitungan terhadap rasio yang dipilih. Dengan adanya data pembanding

tersebut, dapat terlihat perbedaan angka-angka yang ditonjolkan, apakah mengalami

peningkatan atau penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dengan

kata lain, laporan keuangan tersebut memiliki makna tertentu jika dibandingkan

dengan periode sebelumnya.


21

Menurut Kasmir (2012:115), jumlah data pembanding yang dibutuhkan


tergantung dari tujuan analisis itu sendiri. Artinya jika data pembanding lebih
banyak, semakin banyak yang dapat diketahui, adapun data pembanding yang
dibutuhkan adalah:
1. Angka-angka yang ada dalam tiap komponen laporan keuangan, misalnya total
aset lancar dengan utang lancar, total aset dengan total utang, atau tingkat
penjualan dengan laba dan seterusnya.
2. Angka-angka yang ada dalam tiap jenis laporan keuangan, misalnya total aset di
Neraca dengan penjualan di Laporan Laba Rugi.
3. Tahun masing-masing laporan keuangan untuk beberapa periode, misalnya tahun
2005 dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2007.
4. Target rasio yang telah dianggarkan dan ditetapkan perusahaan sebagai pedoman
pencapaian tujuan.
5. Standar industri yang digunakan untuk industri yang sama, misalnya tingkat
Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk dunia perbankan, atau persentase laba atas
penjualan tertentu.
6. Rasio keuangan pesaing pada usaha sejenis yang terdekat, yang digunakan
sebagai bahan acuan untuk menilai rasio keuangan yang diperoleh di samping
standar industri yang ada.
Angka-angka pembanding ini dapat diambil dari laporan keuangan yang

dibuat atau sumber lainnya. Kemudian, target untuk masing-masing rasio sudah

ditentukan sebelumnya. Sementara itu, rasio dari rata-rata industri dapat diperoleh

dari lembaga yang berwenang mengeluarkan, misalnya untuk perbankan dapat

diperoleh dari Bank Indonesia (BI). Khusus untuk rasio pesaing dapat diperoleh dari

laporan keuangan yang dibuat dan sudah dipublikasi atau dari intelijen pemasaran.

2.1.8 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu
perusahaan. Rasio likuiditas berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan
dalam membiayai dan memenuhi kewajiban/utang pada saat ditagih atau jatuh
tempo. Penggunaan rasio likuiditas dapat dilakukan dengan melakukan perbandingan
komponen yang ada di Neraca, yaitu total aset lancar dengan total kewajiban lancar
(kewajiban jangka pendek) (Kasmir, 2012:145).
Jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur

kemampuan, yaitu:

1. Rasio Lancar (Current Ratio)


22

2. Rasio Sangat Lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)

3. Rasio Kas (Cash Ratio)

4. Rasio Perputaran Kas (Cash Turnover Ratio)

5. Persediaan terhadap modal kerja bersih (Inventory to Net Working Capital)

2.1.9 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas

Perhitungan rasio likuiditas tidak hanya berguna bagi perusahaan, namun juga

bagi pihak luar perusahaan. Dalam praktiknya terdapat banyak manfaat atau tujuan

analisis rasio likuiditas bagi perusahaan, baik bagi pihak pemilik perusahaan,

manajemen perusahaan, dan pihak yang memiliki hubungan dengan perusahaan

seperti kreditor dan distributor/supplier.

Menurut Kasmir (2012:132), tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil

rasio likuiditas, yaitu:

1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang


segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar
kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah
ditetapkan.
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aset lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur
di bawah 1 (satu) tahun atau sama dengan 1 (satu) tahun, dibandingkan dengan
total aset lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aset lancar tanpa memperhitungkan persediaan atau piutang. Dalam hal
ini aset lancar dikurangi persediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih
rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada
dengan modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
komponen yang ada di aset lancar dan utang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya,
dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
23

2.1.10 Current Ratio (CR)

Rasio lancar atau current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aset
lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh
tempo. Apabila current ratio rendah, dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang
modal untuk membayar utang. Namun, apabila hasil pengukuran rasio tinggi, belum
tentu kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini dapat saja terjadi karena kas tidak
digunakan sebaik mungkin. Untuk mengatakan kondisi perusahaan baik atau
tidaknya, ada suatu standar rasio yang digunakan, misalnya rata-rata industri untuk
usaha yang sejenis atau dapat pula digunakan target yang telah ditetapkan perusahaan
sebelumnya. Sering kali rasio lancar dengan standar 200% (2:1) terkadang sudah
dianggap sebagai ukuran yang cukup baik bagi suatu perusahaan dalam praktiknya
(Kasmir, 2012:134).

Current ratio adalah rasio yang membandingkan antara total aset lancar dan
kewajiban lancar. Angka rasio ini sangat bergantung pada jenis dan sifat industrinya.
Likuiditas suatu perusahaan yang tinggi belum tentu baik ditinjau dari segi
profitabilitas perusahaan tersebut. Current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya
piutang yang tidak tertagih atau persediaan yang tidak terjual, yang tentu saja tidak
dapat dipakai untuk membayar utang (Dwi Prastowo, 2011:84).

“Current ratio adalah rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa

posisi modal kerja suatu perusahaan yang membandingkan antara jumlah aset lancar

dengan kewajiban lancar. Current ratio menunjukkan tingkat keamanan (margin of

safety) kreditor jangka pendek” (S. Munawir, 2014:72).

Rumus untuk mencari rasio lancar atau current ratio adalah sebagai berikut:

Aset Lancar (𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)


Current Ratio (CR) =
Kewajiban Lancar (𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)

2.1.11 Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya seberapa
besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan asetnya. Dalam
arti luas, rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang
apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi) (Kasmir, 2012:151).
Dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering
digunakan perusahaan, yaitu:
24

1. Debt to asset ratio (debt ratio)


2. Debt to equity ratio
3. Long term debt to equity ratio
4. Tangible assets debt coverage
5. Current liabilities to net worth
6. Times interest earned
7. Fixed charge coverage

2.1.12 Tujuan dan Manfaat Rasio Solvabilitas

Menurut Kasmir (2012:153), tujuan dan manfaat rasio solvabilitas atau

leverage ratio bagi perusahaan adalah:

1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajibannya kepada pihak


lainnya (kreditor);
2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang
bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga);
3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aset khususnya aset tetap dengan
modal;
4. Untuk menilai seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh utang;
5. Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap pengelolaan
aset;
6. Untuk menilai atau mengukur berapa bagian dari setiap Rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan utang jangka panjang;
7. Untuk menilai berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih, terdapat sekian
kalinya modal sendiri yang dimiliki
2.1.13 Debt to Equity Ratio (DER)

“Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai

kewajiban dengan ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang

disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Rasio ini berfungsi

untuk mengetahui setiap Rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang”

(Kasmir, 2012:157).

Bagi bank (kreditor), semakin besar rasio ini, akan semakin tidak

menguntungkan karena akan semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan

yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar

rasio akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi
25

tingkat pendanaan yang disediakan oleh pemilik dan semakin besar batas

pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aset.

Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan

perusahaan.

Rumus untuk mencari Debt to Equity Ratio (DER), yaitu:

Total Kewajiban (𝐷𝑒𝑏𝑡)


Debt to Equity Ratio (DER) =
𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦)

2.1.14 Rasio Profitabilitas

Menurut Kasmir (2012:196), “rasio profitabilitas merupakan rasio untuk

menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga

memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini

ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi”.

Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan

perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama

laporan keuangan Neraca dan Laporan Laba Rugi. Pengukuran dapat dilakukan

untuk untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan

perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus

mencari penyebab perubahan tersebut.

Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen

selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Jika berhasil

mencapai target yang telah ditentukan, mereka dikatakan telah berhasil dalam

memanajemen perusahaannya agar berjalan secara efektif dan efisien. Namun

sebaliknya, jika gagal atau tidak berhasil mencapai target yang telah ditentukan, ini
26

akan menjadi pelajaran bagi manajemen untuk periode ke depan. Kegagalan ini harus

diselidiki di mana letak kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian tersebut

tidak terulang. Kemudian, kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan

acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan

manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh

karena itu, rasio ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen.

Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta

mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu atau untuk

beberapa periode. Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung

dari kebijakan manajemen. Semakin lengkap jenis rasio yang digunakan, maka akan

semakin sempurna hasil yang akan dicapai. Artinya pengetahuan tentang kondisi dan

posisi profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna.

Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan

adalah:

1. Profit Margin (Profit Margin on Sales)

2. Return on Assets / Return on Investment (ROA / ROI)

3. Return on Equity (ROE)

4. Earning per Share (EPS)

2.1.15 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Seperti rasio-rasio lain, rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat,

tidak hanya bagi pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga untuk pihak di luar

perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan

perusahaan.
27

Menurut Kasmir (2012:198), tujuan dan manfaat penggunaan rasio

profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode tertentu;
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang;
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri;
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal sendiri;
2.1.16 Return on Equity (ROE)

“Hasil pengembalian ekuitas atau Return on Equity atau rentabilitas modal

sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal

sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi

rasio ini semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat” (Kasmir,

2012:204). Rumus untuk mencari Return on Equity (ROE) dapat digunakan sebagai

berikut:
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘
Return on Equity (ROE) =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

“Ukuran keberhasilan dari pencapaian menghasilkan laba adalah angka return

on common stockholder’s equity / ROE yang berhasil dicapai” (Dwi Prastowo,

2011:92). Rasio Return on Equity dihitung dengan cara sebagai berikut:

Laba bersih setelah pajak−Dividen saham istimewa


Return on Equity (ROE) =
Rata−rata modal saham biasa

2.1.17 Earning per Share (EPS)

“Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan

rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi


28

pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk

memuaskan pemegang saham" (Kasmir, 2012:207).

Keuntungan bagi pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah

dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah

keuntungan dikurangi pajak, dividen, dan dikurangi hak-hak lain untuk pemegang

saham prioritas. Rumus untuk mencari laba per lembar saham biasa adalah sebagai

berikut.

Laba saham biasa


Earning per Share (EPS) =
Saham biasa yang beredar

“Earning per Share (EPS) adalah jumlah laba yang menjadi hak untuk setiap

pemegang satu lembar saham biasa. EPS hanya dihitung untuk saham biasa” (Dwi

Prastowo, 2011:99). EPS dihitung dengan cara sebagai berikut:

Laba bersih−Dividen saham istimewa


EPS =
Rata−rata tertimbang jumlah lembar saham biasa yang beredar

Komponen penting yang pertama harus diperhatikan dalam analisis


perusahaan adalah laba bersih setelah pajak per lembar saham atau lebih dikenal
dengan Earning per Share (EPS), karena Earning per Share (EPS) suatu perusahaan
menentukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua
pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2001 dalam Rahmawati, 2011:3).
2.1.18 Harga Pasar Saham

Harga pasar saham merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada

saat tertentu yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang

bersangkutan di pasar bursa. Harga pasar saham merupakan harga yang paling

mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang
29

berlangsung atau jika pasar ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya

(Mamduh M. Hanafi, 2014).

Harga saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh

pemilik saham dikemudian hari. Menurut Anoraga et al. (2001:100) harga saham

adalah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan

suatu perusahaan. Harga saham juga dapat diartikan sebagai harga yang dibentuk

dari interaksi para penjual dan pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan

mereka terhadap profit perusahaan, untuk itu investor memerlukan informasi yang

berkaitan dengan pembentukan saham tersebut dalam mengambil keputusan untuk

menjual atau membeli saham.

Dalam praktik perdagangan saham, nilai saham dibedakan menurut cara

pengalihan dan manfaat yang diperoleh bagi pemegang saham. Ada beberapa jenis

nilai saham, yaitu:

1. Nilai Nominal (Par Value)

Nilai nominal adalah nilai yang tercantum pada saham yang bersangkutan yang

berfungsi untuk tujuan Akuntansi. Nilai nominal suatu saham harus ada dan

dicantumkan pada surat berharga saham dalam mata uang Rupiah, bukan dalam

bentuk mata uang asing.

2. Harga Dasar (Base Price)

Harga dasar suatu saham erat kaitannya dengan harga pasar suatu saham. Pada

prinsip harga dasar saham ditentukan dari harga perdana saat saham tersebut

diterbitkan, harga dasar ini akan berubah sejalan dengan dilakukannya berbagai

tindakan emiten yang berhubungan dengan saham, antara lain: Right Issue, Stock
30

Split, waran, dan lain-lain. Harga dasar dipergunakan di dalam perhitungan

indeks harga saham.

3. Harga Pasar (Market Price)

Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar

merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Apabila

pasar suatu efek sudah tutup maka harga pasar saham adalah harga

penutupannya (closing price). Jadi, harga pasar inilah yang menyatakan naik-

turunnya suatu saham.

4. Harga Pembukaan (Opening Price)

Harga pembukaan adalah harga pertama kali transaksi dilakukan pada hari

itu. Harga pembukaan tersebut mencerminkan semua informasi pasar yang ada,

yang terjadi atau muncul di antara harga penutupan sehari sebelumnya dan

ketika saat-saat terakhir pemodal boleh memasukkan order ke mesin bursa.

5. Harga Penutupan (Closing Price)

Harga penutupan adalah harga yang terjadi pada saat terakhir pada satu hari

perdagangan. Saat bursa tutup, harga pasar saham yang saat itu sedang berlaku

akan menjadi harga penutupan untuk hari itu. Harga penutupan saham hari itu

juga akan menjadi acuan harga pembukaan untuk keesokan harinya.

6. Small Moving Average (SMA)

Small Moving Average (SMA) adalah nilai rata-rata dari harga saham selama

beberapa hari pada tahun yang bersangkutan. Small Moving Average dihitung

dengan cara menambahkan semua harga yang akan dihitung kemudian dibagi

dengan periode lama waktunya. Harga yang dihitung biasanya adalah harga
31

penutupan (close), tapi bisa juga harga tertinggi (high), terendah (low), atau rata-

rata dari ketiganya.

2.1.19 Indeks LQ 45

Indeks LQ 45 terdiri dari 45 emiten dengan likuiditas tinggi, yang diseleksi

melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas

emiten-emiten tersebut juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Bursa Efek

Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja emiten-emiten yang masuk

dalam perhitungan indeks LQ 45. Setiap tiga bulan sekali dilakukan evaluasi atas

pergerakan urutan saham-saham tersebut. Pergantian saham akan dilakukan setiap

enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus.

Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi

adalah nilai transaksi di pasar reguler. Sesuai dengan perkembangan pasar dan untuk

lebih mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review bulan Januari 2005, jumlah

hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukkan sebagai ukuran likuiditas.

Sehingga kriteria suatu emiten untuk dapat masuk dalam perhitungan indeks LQ 45

yang bersumber dari website IDX adalah mempertimbangkan faktor-faktor sebagai

berikut:

1. Telah tercatat di BEI minimal 3 tahun.

2. Aktivitas transaksi di pasar reguler yaitu nilai, volume, dan frekuensi transaksi.

Nilai rata-rata transaksi saham dalam 12 bulan terakhir harus masuk dalam

rangking 60 besar di pasar saham. Volume dan frekuensi transaksi di pasar

haruslah baik.

3. Jumlah hari perdagangan di pasar reguler.


32

4. Kapitalisasi pasar pada periode waktu tertentu. Saham perusahaan tersebut harus

masuk dalam rangking atas berdasarkan kapitalisasi pasar yang dihitung

berdasarkan rata-rata kapitalisasi pasar dalam 12 bulan terakhir.

5. Selain mempertimbangkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, akan dilihat

juga keadaan keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut.

Teknis pemilihan saham yang masuk ke dalam LQ 45 dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Masuk dalam 60 besar saham berdasarkan nilai transaksi di pasar reguler. Dari

60 saham tersebut, 30 saham dengan nilai transaksi terbesar secara otomatis

akan masuk dalam perhitungan indeks LQ 45.

2. Dari 30 sisanya, akan dipilih 25 saham berdasarkan hari transaksi di pasar

reguler.

3. Dari 25 saham tersebut, akan dipilih 20 saham berdasarkan frekuensi transaksi di

pasar reguler.

4. Dari 20 saham tersebut, akan dipilih 15 saham berdasarkan kapitalisasi pasar,

sehingga totalnya akan didapat 45 saham untuk perhitungan indeks LQ 45.

2.2 Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya

Telah ada peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian terkait

pengaruh rasio CR, DER, ROE dan EPS terhadap harga saham suatu perusahaan.

Namun, kebanyakan dari penelitian tersebut sampel penelitiannya biasanya

perusahaan manufaktur. Peneliti memilih sampel penelitian yaitu saham perusahaan

LQ 45 dikarenakan saham-saham tersebut merupakan saham unggulan sehingga

dapat lebih akurat dalam analisisnya secara runtut waktu dan saham tersebut juga

yang paling banyak diperhatikan dan diminati oleh para investor sehingga cocok
33

untuk dijadikan subjek penelitian. Hal yang mendasari penelitian ini adalah karena

masih banyak terdapat perbedaan hasil-hasil penelitian sebelumnya antara penelitian

yang satu dengan penelitian lainnya dan peneliti ingin melihat bagaimana hasil

penelitian apabila diaplikasikan para perusahaan LQ 45.

Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dan

arahan dalam menyelesaikan penelitian yang dilakukan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Penelitian Sebelumnya
Peneliti
No. dan Tahun Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Penelitian
1. Reynard Pengaruh Return on Variabel X: CR, ROE, dan EPS
Valintino Assets (ROA), a) ROA berpengaruh signifikan
dan Lana Current Ratio (CR), b) CR secara parsial terhadap
Sularto Return on Equity c) ROE harga saham,
(2013) (ROE), Debt to d) DER sedangkan ROA dan
Equity Ratio (DER) e) EPS DER tidak berpengaruh
dan Earning Per secara parsial.
Share (EPS) terhadap Variabel Y:
Harga Saham Harga
Perusahaan saham
Manufaktur Sektor
Industri Barang
Konsumsi di BEI.
2. Sufianto Pengaruh Kinerja Variabel X: Secara parsial, ROA
(2016) Keuangan terhadap a) ROA dan ROE tidak
Harga Saham b) ROE berpengaruh terhadap
Perusahaan Semen. c) EPS harga saham,
d) PER sedangkan EPS dan
PER berpengaruh
Variabel Y: terhadap harga saham.
Harga
saham

3. Zulia Pengaruh Return on Variabel X: Secara parsial, ROA


Hanum Asset (ROA), Return a) ROA tidak berpengaruh
(2012) on Equity (ROE), dan b) ROE secara signifikan
Earning per Share c) EPS terhadap harga saham,
(EPS) terhadap Harga ROE berpengaruh
Saham pada Variabel Y: signifikan dan negatif
34

Perusahaan Otomotif Harga terhadap harga saham,


yang Terdaftar di saham dan EPS berpengaruh
Bursa Efek Indonesia signifikan dan positif
Periode 2008-2011. terhadap harga saham.
4. Subarjo Pengaruh EVA Variabel X: Secara parsial, hanya
(2012) (Economic Value a) EVA variabel ROE yang
Added), ROE (Return b) ROE berpengaruh secara
on Equity), dan EPS c) EPS signifikan terhadap
(Earning per Share) harga saham,
terhadap Harga Variabel Y: sedangkan EVA dan
Saham (Studi Kasus Harga EPS tidak berpengaruh
PT Kimia Farma Tbk saham terhadap harga saham
Periode Tahun 2001
– 2010)
5. Frendy Current Ratio, Debt Variabel X: Secara parsial, CR,
Sondakh, to Equity Ratio, a) CR DER, ROA, dan ROE
Parengkuan Return on Asset, b) DER berpengaruh signifikan
Tomy, dan Return on Equity c) ROA terhadap harga saham
Marjam Pengaruhnya d) ROE
Mangantar terhadap Harga
(2015) Saham pada Indeks Variabel Y:
LQ 45 di BEI. Harga
Saham
6. Flodi Pengaruh Return on Variabel X: Secara parsial, ROA,
Medial Asset (ROA), a) ROA ROE, dan DPS
(2014) Current Ratio (CR), b) CR berpengaruh terhadap
Return on Equity c) ROE harga saham.
(ROE), dan Dividend d) DPS Sedangkan CR tidak
per Share (DPS) berpengaruh terhadap
terhadap Harga Variabel Y: harga saham.
Saham pada Harga
Perusahaan saham
Manufaktur (Studi
Empiris di Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2011-2013)

2.3 Kerangka Konseptual

Para pemangku kepentingan di perusahaan dalam pengambilan keputusannya

memerlukan suatu informasi yang tepat dan akurat mengenai bagaimana kondisi

perusahaan saat ini. Salah satu informasi keuangan yang sering diperhatikan untuk

pengambilan keputusan tersebut yaitu rasio-rasio keuangan yang terdiri dari rasio
35

likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio investasi.

Baik buruknya perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin

diterbitkan emiten berdasarkan informasi yang terdapat di laporan keuangan. Pihak

internal maupun eksternal perusahaan dapat dengan mudah menilai kemampuan dan

kinerja perusahaan bersangkutan dengan melihat rasio-rasio keuangan tersebut.

Fokus penelitian di sini yaitu lebih tertuju pada rasio likuiditas yaitu Current Ratio

(CR), rasio solvabilitas yaitu Debt to Equity Ratio (DER), rasio profitabilitas yaitu

Return on Equity (ROE) dan Earning per Share (EPS).

Current Ratio (CR) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada

saat ditagih secara keseluruhan. Semakin tinggi CR suatu perusahaan, berarti

semakin banyak aset lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban lancar dan akan

semakin meningkatkan permintaan saham perusahaan tersebut. Seiring dengan

meningkatnya permintaan saham tersebut, maka akan menaikkan harga sahamnya.

Namun, angka CR yang terlalu tinggi juga tidak terlalu bagus untuk perusahaan.

Untuk mengatakan CR suatu perusahaan tergolong bagus atau tidak, alangkah

baiknya apabila dibandingkan dengan rata-rata industri dengan usaha yang sejenis.

Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk menilai kewajiban dengan

ekuitas suatu perusahaan. DER berguna untuk mengetahui setiap Rupiah modal

sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang atau untuk mengetahui jumlah dana yang

disediakan oleh peminjam (kreditor) dengan dana yang berasal dari pemilik

perusahaan sendiri. Bagi para investor, semakin rendah ratio DER suatu perusahaan,

berarti semakin tinggi pendanaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan

dibandingkan dengan kewajibannya dan dana tersebut dapat dijadikan batas


36

pengamanan bagi investor dan akan semakin meningkatkan permintaan saham

perusahaan tersebut. Seiring dengan meningkatnya permintaan saham tersebut, maka

akan menaikkan harga sahamnya.

Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba atas keseluruhan modal yang dimilikinya. Semakin tinggi

nilai ROE suatu perusahaan, berarti pengelolaan manajemen dalam terkait modal di

perusahaan tersebut baik yang tercermin dari laba yang dihasilkan dan akan

meningkatkan permintaan saham perusahaan tersebut. Sedangkan Earning per Share

(EPS) digunakan untuk mengukur besarnya keuntungan yang diperoleh setiap lembar

saham yang nantinya siap dibagikan kepada semua pemegang saham perusahaan.

Semakin tinggi EPS suatu perusahaan, berarti semakin tinggi pula laba per lembar

saham yang didapatkan para investor dan akan meningkatkan permintaan saham

perusahaan tersebut. Semakin tinggi permintaan terhadap saham perusahaan, maka

akan semakin meningkatkan harga saham perusahaan tersebut, begitu pula

sebaliknya. Apabila semakin tinggi penawaran atas saham perusahaan, maka akan

semakin menurunkan harga sahamnya.

Pihak investor akan melihat nilai CR, DER, ROE dan EPS sebagai langkah

awal dalam menilai kinerja perusahaan dalam analisis laporan keuangan perusahaan

untuk berinvestasi saham. Semakin baik nilai CR, DER, ROE dan EPS yang

diperoleh pihak perusahaan, maka semakin baik pula pandangan investor terhadap

perusahaan tersebut. Hal itu akan memberikan dampak positif bagi pasar di mana

minat beli terhadap saham perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Begitu

pula sebaliknya, apabila nilai CR, DER, ROE dan EPS perusahaan buruk, maka

pandangan investor akan kurang baik terhadap kinerja perusahaan tersebut dan resiko
37

berinvestasi di perusahaan tersebut juga akan meningkat dan berdampak pada

penurunan permintaan saham perusahaan. Dengan demikian, pihak perusahaan akan

berusaha menjaga nilai CR, DER, ROE dan EPS yang dimilikinya agar memperoleh

pandangan yang baik oleh para investor.

Sesuai penjelasan di atas, peneliti beranggapan bahwa dengan menggunakan

ke 4 (empat) variabel tersebut (CR, DER, ROE dan EPS), para investor akan dapat

menilai kinerja perusahaan guna memperkirakan return (tingkat pengembalian/ laba)

yang akan mereka dapat atas investasi yang ditanamkannya kepada perusahaan.

Selain itu perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kinerja yang telah mereka

hasilkan, sehingga tujuan untuk memakmurkan pemegang saham dapat tercapai.

Selanjutnya dengan menggunakan ke 4 (empat) variabel tersebut akan diteliti alat

ukur mana yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham.

Hal yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah untuk

menguji konsep yang ada apakah benar CR, DER, ROE, dan EPS berpengaruh

terhadap harga saham, karena pada penelitian-penelitian sebelumnya yang telah

diuraikan, terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian terkait hubungan antara CR,

DER, ROE, dan EPS terhadap harga saham tersebut. Peneliti ingin melihat seberapa

besar pengaruhnya tersebut apabila diterapkan berdasarkan kondisi yang ada pada

Perusahaan LQ 45 pada periode 2013-2015.

Sesuai uraian di atas, berikut ini adalah gambar kerangka konseptual dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:


38

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Laporan Keuangan
Perusahaan LQ 45
Tahun 2013 - 2015

Rasio Likuiditas Rasio Solvabilitas Rasio Profitabilitas


Perusahaan LQ 45 Perusahaan LQ 45 Perusahaan LQ 45

CR DER ROE EPS

Harga Pasar Saham


Perusahaan LQ 45

Analisis Regresi Linear


Berganda

Uji Hipotesis

Hasil dan Kesimpulan


39

Gambar 2.2. Model Penelitian

Current Ratio (CR)


H1 (+)

Debt to Equity Ratio


H2 (-)
(DER)

Harga Pasar Saham


H3 (+) LQ 45
Return on Equity (ROE)

Earning per Share


H4 (+)
(EPS)

2.4 Hipotesis

“Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara

teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya” (Ikhsan et

al., 2014:73). Hipotesis pada penelitian ini, yaitu:

2.4.1 Pengaruh Current Ratio (CR) terhadap Harga Saham

Current Ratio (CR) mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar

kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih

secara keseluruhan dengan menggunakan aset lancarnya. Para investor biasanya akan

membandingkan CR suatu perusahaan dengan CR rata-rata industri untuk usaha yang

sejenis. Apabila CR perusahaan tersebut di atas rata-rata industrinya di mana sering

kali dalam praktiknya yaitu 200% (2:1) (Kasmir, 2012:134), maka akan semakin baik

dan pandangan para investor terhadap perusahaan itu pun akan positif. Seiring
40

dengan baiknya pandangan dan kepercayaan para investor terhadap perusahaan

tersebut, besar kemungkinan mereka akan membeli saham perusahaan tersebut dan

akan terjadi peningkatan permintaan terhadap saham perusahaan. Sesuai dengan

hukum permintaan, peningkatan permintaan tersebut nantinya akan berpengaruh

terhadap meningkatnya harga pasar saham perusahaan tersebut. Dengan demikian,

semakin tinggi angka CR pada suatu perusahaan dengan catatan di atas rata-rata

industrinya, maka harga saham perusahaan tersebut juga akan semakin tinggi pula

dan CR berpengaruh terhadap harga saham.

Penelitian Valintino dan Sularto (2013) dan Sondakh, Tommy, dan Mangantar

(2015) menyatakan bahwa CR berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Medial (2014) menyatakan bahwa CR

tidak berpengaruh terhadap harga saham. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada

tersebut, terdapat hasil temuan yang tidak konsisten sehingga peneliti tertarik

melakukan penelitian untuk menguji apakah benar CR berpengaruh terhadap harga

saham.

2.4.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham

“Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk mengetahui setiap Rupiah

modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang” (Kasmir, 2012:158). Bagi

investor, semakin rendah nilai DER suatu perusahaan, maka akan semakin baik,

karena berarti di perusahaan tersebut struktur permodalannya lebih banyak

menggunakan modal sendiri daripada modal yang berasal dari utang. Investor akan

merasa lebih aman dengan lebih banyaknya modal perusahaan sendiri yang dijadikan

untuk jaminan utang dan pandangan para investor terhadap perusahaan itu pun akan

positif. Seiring dengan baiknya pandangan para investor terhadap perusahaan


41

tersebut, besar kemungkinan mereka akan membeli saham perusahaan tersebut dan

akan terjadi peningkatan permintaan terhadap saham perusahaan. Peningkatan

permintaan tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap meningkatnya harga pasar

saham perusahaan tersebut. Dengan demikian, semakin rendah angka DER pada

suatu perusahaan maka harga saham perusahaan tersebut juga akan semakin tinggi

dan DER berpengaruh negatif terhadap harga saham.

Penelitian Sondakh, Tommy, dan Mangantar (2015) menyatakan bahwa DER

berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Namun, pada penelitian yang

dilakukan oleh Valintino dan Sularto (2013) menyatakan bahwa DER tidak

berpengaruh terhadap harga saham. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada

tersebut, terdapat hasil temuan yang tidak konsisten sehingga peneliti tertarik

melakukan penelitian untuk menguji apakah benar DER berpengaruh negatif

terhadap harga saham.

2.4.3 Pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap Harga Saham

“Return on Equity (ROE) merupakan rasio untuk mengukur laba bersih

sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan

modal sendiri, semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik. Artinya posisi

pemilik perusahaan semakin kuat” (Kasmir, 2012:204). ROE menunjukkan seberapa

banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri, apabila semakin besar

angka ROE suatu perusahaan, berarti perusahaan tersebut menyediakan lebih banyak

keuntungan kepada para pemiliknya dan seiring dengan itu, maka akan menarik

minat para investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dan akan

meningkatkan permintaan pada saham perusahaan. Meningkatnya permintaan

terhadap saham perusahaan maka akan meningkatkan harga saham perusahaan


42

tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi angka ROE pada suatu perusahaan, maka

harga saham perusahaan tersebut juga akan semakin tinggi pula dan ROE

berpengaruh terhadap harga saham.

Penelitian Valintino dan Sularto (2013), Hanum (2012), dan Subarjo (2012)

menyatakan bahwa ROE berpengaruh terhadap harga saham. Namun, pada penelitian

yang dilakukan oleh Sufianto (2016) menyatakan bahwa ROE tidak berpengaruh

terhadap harga saham. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada tersebut, terdapat

hasil temuan yang tidak konsisten sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian

untuk menguji apakah benar ROE berpengaruh terhadap harga saham.

2.4.4 Pengaruh Earning per Share (EPS) terhadap Harga Saham

“Earning per Share (EPS) merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan

manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah

berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya

dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat” (Kasmir,

2012:207). Semakin tinggi nilai EPS suatu perusahaan, maka akan semakin menarik

minat investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut dan seiring

dengan itu, maka akan meningkatkan permintaan saham perusahaan. Meningkatnya

permintaan saham suatu perusahaan akan mendorong kenaikan harga saham tersebut.

Dengan demikian, semakin tinggi angka EPS pada suatu perusahaan, maka harga

saham perusahaan tersebut juga akan semakin tinggi pula dan EPS berpengaruh

terhadap harga saham.

Penelitian Valintino dan Sularto (2013), Sufianto (2016), dan Hanum (2012)

menyatakan bahwa EPS berpengaruh terhadap harga saham. Namun, pada penelitian

yang dilakukan oleh Subarjo (2012) menyatakan bahwa EPS tidak berpengaruh
43

terhadap harga saham. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada tersebut, terdapat

hasil temuan yang tidak konsisten sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian

untuk menguji apakah benar EPS berpengaruh terhadap harga saham.

Berdasarkan teori, kerangka pikir dan kerangka konseptual yang ada, maka

hipotesis penelitian yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

H1: Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap harga pasar saham;

H2: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap harga pasar saham;

H3 : Return on Equity (ROE) berpengaruh terhadap harga pasar saham;

H4 : Earning per Share (EPS) berpengaruh terhadap harga pasar saham.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Objek Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu jenis

penelitian yang data penelitiannya berupa angka-angka yang menunjukkan jumlah

atau banyaknya sesuatu dan analisisnya menggunakan statistik. Sumber data pada

penelitian ini adalah data sekunder. “Data sekunder merupakan sumber data

penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara”

(Ikhsan et al., 2014:122). Data sekunder tersebut berupa angka-angka yang didapat

dari informasi keuangan perusahaan LQ 45 periode 2013-2015 yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia.

3.1.2 Objek Penelitian

“Objek penelitian atau yang sering disebut sebagai variabel penelitian

merupakan suatu sifat yang dapat memiliki berbagai macam nilai dan sesuatu yang

bervariasi” (Ikhsan et al., 2014:66). Objek dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat)

variabel yaitu Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity

(ROE) dan Earning per Share (EPS) sebagai variabel bebas (independen), sedangkan

variabel terikatnya (dependen) yaitu harga saham. Penelitian dilakukan dengan

menganalisis data pada informasi keuangan perusahaan LQ 45 yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Periode pengujian penelitiannya yaitu selama 3 (tiga) tahun

dari tahun 2013 - 2015.

44
45

3.1.3. Unit Analisis

“Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan

sebagai subjek penelitian” (Ikhsan et al., 2014:90). Unit analisis dalam penelitian ini

yaitu unit analisis organisasi berupa organisasi dalam skala besar yaitu perusahaan

indeks LQ 45, yang diwakilkan melalui data informasi keuangan perusahaan indeks

LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan tahun

2015.

3.2 Populasi dan Ukuran Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas sekelompok orang,

kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi juga

merupakan keseluruhan kumpulan elemen-elemen berkaitan dengan apa yang

peneliti harapkan dalam mengambil beberapa kesimpulan. Sedangkan, sampel adalah

bagian dari jumlah maupun karakteristik yang dimiliki oleh populasi dan dipilih

secara hati-hati dari populasi tersebut (Ikhsan et al., 2014:106).

Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh perusahaan LQ 45 yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia selama tahun 2013-2015. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling yaitu teknik

pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap

unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik nonprobability

sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah

sampel bertujuan (purposive sampling), yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu.
46

Alasan pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling

adalah karena tidak semua sampel penelitian ini memiliki kriteria sesuai dengan yang

telah peneliti tentukan. Atas dasar itulah peneliti memilih teknik purposive sampling

dengan menetapkan pertimbangan-pertimbangan serta kriteria-kriteria tertentu yang

harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam penelitian ini.

Berikut ini adalah kriteria-kriteria yang harus dipenuhi untuk dijadikan sampel

pada penelitian ini:

1. Perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 3 (tiga) tahun

berturut-turut dari 2013 – 2015.

2. Perusahaan LQ 45 yang bukan merupakan perusahaan perbankan dan lembaga

keuangan lainnya.

3. Perusahaan LQ 45 yang datanya lengkap selama periode pengamatan yaitu

periode 2013 – 2015.

4. Perusahaan LQ 45 yang memperoleh laba selama periode pengamatan 2013-

2015.

Tabel 3.1

Kriteria Sampel Penelitian

Kriteria Sampel Jumlah Sampel


Perusahaan LQ 45 di Bursa Efek Indonesia 45
Perusahaan LQ 45 yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(15)
secara berturut-turut dalam periode 2013-2015
Perusahaan LQ 45 yang merupakan perusahaan perbankan,
karena kegiatan sektor perbankan dengan sektor manufaktur (6)
berbeda
Perusahaan yang datanya tidak lengkap selama periode 2013-
(3)
2015
Perusahaan yang memperoleh rugi selama periode 2013-2015 (1)
Jumlah Sampel Penelitian 20
47

Berdasarkan kriteria di atas, maka didapat perusahaan LQ 45 yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Berikut daftar sampel penelitian:

Tabel 3.2

Sampel Penelitian

No. Kode Nama Perusahaan


1. AALI Astra Agro Lestari Tbk. (Plantation)
2. ADRO Adaro Energy Tbk. (Coal Mining)
3. AKRA AKR Corporindo Tbk. (Wholesale)
4. ASII Astra International Tbk. (Automotive and Components)
5. CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (Animal Feed)
6. GGRM Gudang Garam Tbk. (Tobacco Manufacturers)
7. ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (Food and Beverages)
8. INDF Indofood Sukses Makmur Tbk. (Food and Beverages)
9. INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Cement)
10 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk. (Coal Mining)
Jasa Marga (Persero) Tbk. (Toll Road, Airport, Harbor, and
11. JSMR
Allied Products)
12. KLBF Kalbe Farma Tbk. (Pharmaceuticals)
13. LSIP PP London Sumatera Tbk. (Plantation)
Media Nusantara Citra Tbk. (Advertising, Printing and
14. MNCN
Media)
15. PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (Energy)
Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. (Coal
16. PTBA
Mining)
17. SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk. (Cement)
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
18. TLKM
(Telecommunication)
United Tractors Tbk. (Wholesale Durable and Non-Durable
19. UNTR
Goods)
20. UNVR Unilever Indonesia Tbk. (Cosmetics and Household)

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

“Definisi operasional adalah suatu definisi yang dinyatakan dalam bentuk

istilah yang diuji secara spesifik atau dengan pengukuran kriteria” (Ikhsan et al.,

2014:70). Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian terhadap pengaruh Current

Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per

Share (EPS) terhadap harga saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. Current Ratio
48

(CR) merupakan rasio likuiditas, Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio

solvabilitas, lalu Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) merupakan

rasio profitabilitas. Berikut ini penjelasan lebih lanjut terkait variabel-variabel pada

penelitian ini:

3.3.1 Variabel Dependen

“Variabel dependen (dependent variables) atau variabel terikat merupakan

jenis variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel

ini secara matematis disimbolkan dengan huruf y” (Ikhsan et al., 2014:67). Variabel

dependen pada penelitian ini, yaitu:

3.3.1.1 Harga Pasar Saham

“Harga pasar saham merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada

saat tertentu yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang

bersangkutan di pasar bursa” (Mamduh M. Hanafi, 2014). Permintaan dan

penawaran terhadap suatu saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan pandangan

investor terhadap perusahaan tersebut. Harga pasar saham yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Simple Moving Average 200 (SMA 200). SMA 200 adalah nilai

rata-rata dari harga penutupan selama 200 hari pada tahun yang bersangkutan.

3.3.2 Variabel Independen

“Variabel independen (independent variables) disebut juga dengan variabel

bebas merupakan jenis variabel yang dipandang sebagai penyebab munculnya

variabel dependen yang diduga sebagai akibatnya. Variabel ini secara matematis

disimbolkan dengan huruf x” (Ikhsan et al., 2014:67). Variabel independen dalam

penelitian ini, yaitu:


49

3.3.2.1 Current Ratio (CR)

Rasio ini adalah rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi

modal kerja suatu perusahaan yang mengukur kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat

ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aset lancar yang

tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo (Kasmir,

2012:134). Rumus dari rasio ini adalah:

Aset Lancar (𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠)


Current Ratio (CR) =
Kewajiban Lancar (𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠)

3.3.2.2 Debt to Equity Ratio (DER)

“Rasio ini digunakan untuk menilai kewajiban dengan ekuitas. Rasio ini

berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan

pemilik perusahaan. Rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap Rupiah modal

sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang” (Kasmir, 2012:157). Rasio ini juga

memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan.

Rumus dari rasio ini adalah:

Total Kewajiban (𝐷𝑒𝑏𝑡)


Debt to Equity Ratio (DER) =
Ekuitas (𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦)

3.3.2.3 Return on Equity (ROE)

“Rasio ini mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio

ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri yang mengukur hasil yang

diperoleh pemilik (baik pemegang saham preferen atau saham biasa) atas investasi di

perusahaan” (Kasmir, 2012:204). Rumus dari rasio ini adalah:


50

Laba bersih setelah pajak


Return on Equity (ROE) =
Total ekuitas

3.3.2.4 Earning per Share (EPS)

“Rasio ini mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan

bagi pemegang saham yaitu jumlah laba yang menjadi hak untuk setiap pemegang

satu lembar saham biasa. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk

memuaskan pemegang saham” (Kasmir, 2012:207). Rumus dari rasio ini adalah:

Laba saham biasa


Earning per Share (EPS) =
Saham biasa yang beredar

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara studi

dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari dan mengumpulkan

dokumen atau literatur. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

sekunder berupa informasi keuangan perusahaan LQ 45 yang didapatkan dari

pengunduhan internet dengan alamat situs www.idx.co.id. Selain itu, data yang

digunakan dalam penelitian ini juga didapatkan dengan cara studi pustaka yaitu

mengumpulkan data yang berasal dari berbagai literatur seperti penelitian

sebelumnya, serta buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sebagai

landasan teorinya.

3.5 Teknik Analisis Data

3.5.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk

tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Tabulasi menyajikan


51

ringkasan, pengaturan, atau penyusunan data dalam bentuk table numeric dan grafik.

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari

nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis, skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2016:19).

3.5.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Pada penelitian ini, teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Linier

Berganda yang terdiri dari 1 variabel dependen (Y) yaitu harga saham Perusahaan

LQ 45 dan 4 variabel independen (X) yaitu Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio

(DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS). Bentuk dari

persamaan Regresi Linear Berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4

Di mana:

Y = Harga Saham Perusahaan LQ 45

a = Konstanta

X1 = Current Ratio (CR)

X2 = Debt to Equity Ratio (DER)

X3 = Return on Equity (ROE)

X4 = Earning per Share (EPS)

3.5.3 Uji Asumsi Klasik

Pada penelitian ini, dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu Uji Normalitas,

Uji Multikolinieritas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi.


52

3.5.3.1 Uji Normalitas

Tujuan Uji Normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data

penelitian mengikuti atau mendekati distribusi normal, karena model regresi yang

baik yaitu model yang memiliki distribusi data normal atau yang mendekati normal.

Cara mendeteksinya yaitu dengan cara melihat grafik histogram yang

membandingkan dengan data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi

normal. Menurut Imam Ghozali (2016:154), ada dua cara untuk mendeteksi apakah

residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis statistik dan analisis

grafik.

1. Analisis Statistik

Uji Statistik yang digunakan untuk menguji Normalitas adalah Uji Statistik

Kolmogorv-Smirnov (K-S). Pedoman pengambilan keputusan data tersebut

mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan Uji Kolmogorov-Smirnov

dapat dilihat dari:

a) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitasnya < 0,05, maka distribusi data

adalah tidak normal,

b) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitasnya > 0,05, maka distribusi data

adalah normal.

2. Analisis Grafik

Selain menggunakan analisis statistik, untuk melihat Normalitas data dapat

juga dilakukan dengan cara melihat grafik histogram atau pola distribusi datanya

yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati

distribusi normal. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik)

pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari nilai
53

residualnya. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model

regresi memenuhi asumsi Normalitas.

3.5.3.2 Uji Multikolinieritas

Tujuan dari Uji Multikolinieritas yaitu untuk mengetahui apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel-variabel bebas

(independennya). Jika terdapat korelasi, berarti terjadi masalah Multikolinieritas dan

variabel-variabel tersebut tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel

independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol.

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independennya satu sama lain. Untuk melihat ada atau tidaknya Multikolinieritas

dalam suatu model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation

Factor (VIF). Menurut Ghozali (2016:103), “batasan umum yang dipakai untuk

menunjukkan adanya Multikolinieritas adalah nilai tolerance <0,01 atau sama

dengan VIF > 10”.

3.5.3.3 Uji Autokorelasi

“Tujuan dari Uji Autokorelasi adalah untuk menguji apakah dalam suatu

model Regresi Linier Berganda terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya” (Imam Ghozali,

2016:106). Autokorelasi ini muncul karena observasi yang berurutan tahun yang

berkaitan satu dengan lainnya. Dalam Uji Autokorelasi ini pengukurannya

menggunakan Uji Durbin-Watson (DW-Test). Uji DW hanya digunakan untuk

Autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya


54

intercePT (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi di antara

variabel dependen. Hipotesis yang akan diuji adalah:

Ho : Tidak ada Autokorelasi (r = 0)

Ha : ada Autokorelasi ( r ≠ 0)

Pengambilan keputusan ada atau tidaknya Autokorelasi, yaitu:

a. Bila nilai DW terletak antara batas atau atau upper bound (du) dan (4-du), maka

koefisien Autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada Autokorelasi;

b. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka

koefisien Autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada Autokorelasi positif;

c. Bila nilai DW lebih besar daripada (4-dl), maka koefisien Autokorelasi lebih

kecil daripada nol, berarti ada Autokorelasi negatif.

3.5.3.4 Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari Uji Heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas, jika berbeda disebut

Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau

tidak terjadi Heteroskedastisitas. Untuk melihat ada atau tidaknya Heteroskedastisitas

ini dapat dilakukan dengan cara mengamati grafik scatterplot antara nilai prediksi

variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID (Imam Ghozali,

2016:134).

Deteksi ada atau tidaknya Heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada

tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dengan dasar analisis:


55

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang

teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan

telah terjadi Heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik menyebar di atas dan di bawah angka

0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.

3.5.4 Uji Hipotesis

Penelitian ini dalam pengujian hipotesisnya menggunakan uji t. Berikut

penjelasan untuk pengujian tersebut:

3.5.4.1 Uji Parsial (Uji T)

Uji T digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individual masing-

masing variabel. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara parsial

masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh signifikan atau tidak

terhadap variabel dependen dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel.

Bentuk pengujiannya yaitu:

a. H0 : b1 = 0, artinya CR tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

b. Ha : b1 ≠ 0, artinya CR mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

c. H0 : b2 = 0, artinya DER tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

d. Ha : b2 ≠ 0, artinya DER mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

e. H0 : b3 = 0, artinya ROE tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

f. Ha : b3 ≠ 0, artinya ROE mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

g. H0 : b4 = 0, artinya EPS tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham;

h. Ha : b4 ≠ 0, artinya EPS mempunyai pengaruh terhadap harga saham.

Dengan menggunakan tingkat signifikan (α) = 5%, jika nilai sig. T > 0,05

artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
56

variabel dependen maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sebaliknya, apabila nilai sig. T

< 0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap

variabel dependen, maka H0 ditolak dan Ha diterima.


BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan Indeks LQ 45

Indeks LQ 45 terdiri dari 45 (empat puluh lima) emiten dengan likuiditas

tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas

likuiditas, seleksi atas emiten-emiten tersebut juga mempertimbangkan kapitalisasi

pasar. Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja emiten-

emiten yang masuk dalam indeks LQ 45. Pergantian saham akan dilakukan setiap 6

(enam) bulan sekali, yaitu pada awal Februari dan Agustus.

Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi untuk dijadikan sampel dalam penelitian

ini adalah perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 3 (tiga)

tahun berturut-turut dari tahun 2013 – 2015, bukan merupakan perusahaan perbankan

dan lembaga keuangan lainnya, datanya lengkap selama periode pengamatan yaitu

tahun 2013 – 2015, dan memperoleh laba selama periode pengamatan tahun 2013-

2015. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, terpilihlah 20 (dua puluh) perusahaan

sebagai sampel penelitian (dapat dilihat pada lampiran 2). Berikut gambaran umum

20 (dua puluh) perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini:

4.1.1 PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

PT Astra Agro Lestari Tbk didirikan pada tanggal 3 Oktober 1988. Perusahaan

mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1995. Ruang lingkup kegiatan

perusahaan adalah beroperasi dalam kegiatan perkebunan, perdagangan umum,

manufaktur, transportasi, konsultasi dan jasa. Perusahaan ini berkantor pusat di Jalan

Pulo Ayang Raya Blok OR No. 1, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta.

57
58

Mayoritas kepemilikan saham AALI dimiliki oleh PT Astra International Tbk

sebanyak 79,68%, 20,32% sisanya dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama kali

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 9 Desember 1997.

Harga closing price akhir tahun saham PT Astra Agro Lestari Tbk pada tahun 2014,

2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp24.250, Rp15.850, dan Rp16.775.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp24.179, Rp19.911, dan Rp15.582.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.1

Rasio Keuangan AALI Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 45% 0,46 18,53% 1.143,93
2014 58,47% 0,57 22,16% 1.590,4
2015 79,9% 0,84 5,95% 393,15
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.2 PT Adaro Energy Tbk (ADRO)

PT Adaro Energy Tbk didirikan pada tanggal 28 Juli 2004. Perusahaan mulai

beroperasi secara komersial pada bulan Juli 2005. Perusahaan bergerak dalam bidang

perdagangan, jasa, industri, pengangkutan batubara, perbengkelan, pertambangan,

dan konstruksi. Anak perusahaan bergerak di bidang pertambangan batubara,

perdagangan batubara, jasa kontraktor penambangan, infrastruktur, logistik batubara,

dan kegiatan pembangkit listrik. Kantor perusahaan pusat berkedudukan di Jakarta

dan berlokasi di Gedung Menara Karya lantai 23 Jln. H.R. Rasuna Said Blok X-5,

Kav. 1-2, Jakarta Selatan.

Mayoritas kepemilikan saham ADRO dimiliki oleh publik sebesar 49,91%,

43,91% dimiliki oleh PT Adaro Strategic Investment, dan 6,18% dimiliki oleh
59

Garibaldi Thohir. Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek

Indonesia pada tanggal 16 juli 2008. Harga closing price akhir tahun saham PT

Adaro Energy Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu

Rp1.040, Rp515, dan Rp1.695. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun

2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp1.141, Rp706, dan Rp1.116.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.2

Rasio Keuangan ADRO Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 177,19% 1,11 7,18% 88,7
2014 164,17 0,97 5,62% 69,17
2015 240,39% 0,78 4,5% 65,74
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.3 PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)

Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Juni 1978. Ruang

lingkup kegiatan PT AKR Corporindo Tbk terdiri dari industri kimia, perdagangan

umum dan distribusi produk terutama produk kimia, produk petroleum, gas, terlibat

dalam bisnis logistik, transportasi (termasuk untuk digunakan sendiri dan untuk

operasi transportasi melalui darat atau laut, dan operasi pipa untuk infrastruktur

transportasi laut, sewa gudang dan tangki penyimpanan, termasuk lokakarya,

ekspedisi dan pengemasan, melakukan bisnis dan bertindak sebagai perwakilan

dan/atau agen, dengan perjanjian distribusi dengan entitas asing dan lokal, kontraktor

dan jasa lainnya kecuali jasa hukum. Perusahaan berdomisili di Wisma AKR, lantai

8, Jln. Panjang No. 5, Kebon Jeruk, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham AKRA dimiliki oleh PT Arthakencana

Rayatama sebesar 59,17%, sisanya sebesar 40,83% dimiliki oleh publik. Perusahaan
60

pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 3 Oktober

1994. Harga closing price akhir tahun saham PT AKR Corporindo Tbk pada tahun

2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp4.120, Rp7.175, dan Rp6.000.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp4.742, Rp5.725, dan Rp6.521.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.3

Rasio Keuangan AKRA Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 117,14% 1,73 11,48% 167,04
2014 108,67% 1,48 13,26% 206,99
2015 149,56% 1,09 14,53% 262,36
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.4 PT Astra International Tbk (ASII)

PT Astra International Tbk merupakan perusahaan multinasional yang

memproduksi otomotif yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini

didirikan pada tanggal 20 Februari 1957. Ruang lingkup kegiatan Perseroan adalah

perdagangan umum, perindustrian, jasa pertambangan, pengangkutan, pertanian,

pembangunan dan jasa konsultasi. Kantor pusat perusahaan di JI. Gaya Motor Raya

No. 8, Sunter II, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham ASII dimiliki oleh Jardine Cycle & Carriage

Limited sebesar 50,11%, dan 49,89% sisanya dimiliki oleh publik. Perusahaan

pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 4 April

1990. Harga closing price akhir tahun saham PT Astra Internasional Tbk pada tahun

2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp7.425, Rp6.000, dan Rp8.275.
61

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp7.319, Rp6.760, dan Rp7.568.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.4

Rasio Keuangan ASII Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 124,2% 1,02 21% 479,63
2014 132,26% 0,96 18,39% 473,8
2015 137,93% 0,94 12,34% 357,31
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.5 PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN)

PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk didirikan tanggal 7 Januari 1972.

Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1972. Perusahaan bergerak

dalam bidang pakan unggas, pembibitan dan budidaya broiler bersama dengan

pengolahannya, makanan olahan, pengawetan daging ayam dan daging sapi termasuk

unit penyimpanan dingin, penjualan pakan ternak, ayam dan daging sapi, dan bahan

dari sumber hewani. Kantor pusat perusahaan di Jln. Ancol VIII/1, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham CPIN dimiliki oleh PT Central Agromina

sebanyak 55,53%, dan sisanya 44,47% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama kali

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 18 Maret 1991. Harga

closing price akhir tahun saham PT Charoen Phokphand Tbk pada tahun 2014, 2015,

dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp3.780, Rp2.600, dan Rp3.090. Sedangkan,

untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut

yaitu Rp3.976, Rp2.766, dan Rp3.567.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.


62

Tabel 4.5

Rasio Keuangan CPIN Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 379,23% 0,58 25,41 154,34
2014 224,07% 0,91 15,96 106,52
2015 210,62 0,97 14,59 112,02
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.6 PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

PT Gudang Garam Tbk, yang semula bernama PT Perusahaan Rokok Tjap

"Gudang Garam" Kediri (PT Gudang Garam), didirikan pada tanggal 30 Juni 1971.

Operasi komersial perusahaan dimulai pada tahun 1958. Perusahaan ini bergerak di

bidang industri rokok dan kegiatan industri rokok terkait lainnya. Kantor pusat

perusahaan di Jln. Jend. A. Yani No. 79, Jakarta dan di Jln. Semampir II / 1, Kediri,

Jawa Timur.

Mayoritas kepemilikan saham GGRM dimiliki oleh Suryaduta Investama

sebesar 69,29%, sisanya sebesar 24,45% dimiliki publik dan 6,26% dimiliki oleh

Suryamitra Kusuma. Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek

Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1990. Harga closing price akhir tahun saham PT

Gudang Garam Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu

Rp60.700, Rp55.000, dan Rp63.900. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada

tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp55.018, Rp47.500, dan

Rp66.463.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.6
63

Rasio Keuangan GGRM Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 172,21% 0,73 14,9% 2.249,76
2014 162,02% 0,75 16,24% 2.790,19
2015 177,04% 0,67 16,98% 3.344,78
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.7 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. didirikan di Indonesia pada tanggal 2

September 2009. Operasi komersial perusahaan dimulai pada tanggal 1 Oktober

2009. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan, antara lain, pembuatan mie dan bahan

makanan, produk makanan kuliner, biskuit, makanan ringan, nutrisi dan makanan

khusus, kemasan, perdagangan, transportasi, pergudangan dan penyimpanan dingin,

jasa manajemen, penelitian dan pembangunan. Kantor pusat Perusahaan berlokasi di

Sudirman Plaza, Indofood Tower 25th Fl, Jln. Jend. Sudirman Kav. 76-78, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham ICBP dimiliki oleh PT Indofood Sukses

Makmur sebanyak 80%, dan sisanya 20% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama

kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 7 Oktober 2010.

Harga closing price akhir tahun saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada

tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp13.100, Rp13.475, dan

Rp8.575. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016

secara berturut-turut yaitu Rp5.340, Rp6.537, danRp8.609.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.7
64

Rasio Keuangan ICBP Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 241,06% 0,6 16,85% 381,63
2014 218,32% 0,66 16,83% 446,62
2015 232,6% 0,62 17,84% 514,62
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.8 PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF)

PT Indofood Sukses Makmur Tbk didirikan pada tanggal 14 Agustus 1990 oleh

Sudono Salim dengan nama PT Panganjaya Intikusuma yang pada tanggal 5 Februari

1994 menjadi PT Indofood Sukses Makmur. Dalam beberapa dekade ini, Indofood

telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan total food solutions dengan

kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan,

mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang

tersedia di rak para pedagang eceran. Produk yang diproduksi oleh PT Indofood

Sukses Makmur yaitu mie instan, es krim, makanan ringan, biskuit, tepung terigu,

sirup, susu, minyak goreng, dan pasta. Kantor pusat perusahaan di Sudirman Plaza,

Indofood Tower 27th Fl, Jln. Jend. Sudirman Kav. 76-78, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham INDF dimiliki oleh Cab Holdings Limited

sebanyak 50,07% dan sebanyak 49,93% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama

kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 14 Juli 1994.

Harga closing price akhir tahun saham PT Indofood Sukses Makmur pada tahun

2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp6.750, Rp5.175, dan Rp7.925.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp6.930, Rp6.177, dan Rp7.712.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.8
65

Rasio Keuangan INDF Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 166,73% 1,04 8,9% 285,16
2014 180,74% 1,08 12,48% 442,5
2015 170,53% 1,13 8,6% 338,02
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.9 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah salah satu produsen semen di

Indonesia. Indocement merupakan produsen terbesar kedua di Indonesia. Selain

memproduksi semen, Indocement juga memproduksi beton siap-pakai, serta

mengelola tambang agregat dan tras. Indocement berdiri sejak tanggal 16 Januari

1985. Pabrik pertama Indocement sudah beroperasi sejak 4 Agustus 1975. Kantor

pusat perusahaan di Wisma Indocement 8th Fl. Jln Jend. Sudirman Kav. 70-71,

Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham INTP dimiliki oleh Birchwood Omnia Limited

sebesar 51%, 39,57% dimiliki oleh publik, dan 9,43% dimiliki oleh PT Mekar

Perkasa. Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia

pada 5 Desember 1989. Harga closing price akhir tahun saham PT Indocement

Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu

Rp25.000, Rp22.325, dan Rp15.400. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada

tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp23.761, Rp20.564, dan

Rp17.387.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.9
66

Rasio Keuangan INTP Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 614,81% 0,16 21,81% 1.361,02
2014 493,37% 0,17 21,28% 1.431,82
2015 488,66% 0,16 18,25% 1.183,48
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.10 PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)

PT Indo Tambangraya Megah Tbk didirikan pada tanggal 2 September 1987

dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1988. Ruang lingkup kegiatan

perusahaan adalah dalam bidang pertambangan, pembangunan, pengangkutan,

perbengkelan, perdagangan, perindustrian dan jasa. Kegiatan utama Perusahaan

adalah bidang pertambangan dengan melakukan investasi pada anak usaha dan jasa

pemasaran untuk pihak-pihak berelasi. Kantor pusatnya berlokasi di Pondok Indah

Office Tower III, Lantai 3, Jln. Sultan Iskandar Muda, Pondok Indah Kav. V-TA,

Jakarta Selatan.

Mayoritas kepemilikan saham ITMG dimiliki oleh Banpu Minerals

(Singapore) Private Limited sebesar 65,14%, dan sisanya 34,86% dimiliki oleh

publik. Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia

pada tanggal 18 Desember 2007. Harga closing price akhir tahun saham PT Indo

Tambangraya Megah Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut

yaitu Rp15.375, Rp5.725, dan Rp16.875. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200

pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp24.422, Rp11.217,

dan Rp11.199.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.10
67

Rasio Keuangan ITMG Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 199,19% 0,44 23,91% 942,68
2014 156,4% 0,45 22,28% 2.203,61
2015 180,18% 0,41 7,56% 752
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.11 PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR)

PT Jasa Marga dibentuk pada tanggal 1 Maret 1978 setelah jalan tol pertama,

yang menghubungkan Jakarta-Bogor selesai dibangun. PT Jasa Marga adalah Badan

Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang pembangunan, operasi dan

pemeliharaan jalan tol bersama dengan mengembangkan dan memaksimalkan

penggunaan lahan di daerah jalan tol dan usaha terkait lainnya. Kantor pusat

perusahaan di Plaza Tol Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham JSMR dimiliki oleh Negara Republik

Indonesia sebesar 70%, dan sisanya 30% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama

kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 November

2007. Harga closing price akhir tahun saham PT Jasa Marga (Persero) Tbk pada

tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp7.050, Rp5.225, dan

Rp4.320. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016

secara berturut-turut yaitu Rp6.230, Rp5.708, dan Rp4.995.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.11
68

Rasio Keuangan JSMR Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 76,15% 1,61 11,39% 196,52
2014 84,43% 1,79 10,64% 206,39
2015 48,16% 1,97 10,67% 213,14
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.12 PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)

PT Kalbe Farma Tbk. didirikan pada tanggal 10 September 1966. Perusahaan

mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1966. Ruang lingkup kegiatan

perusahaan meliputi, antara lain, memproduksi farmasi, suplemen, nutrisi,

perdagangan dan layanan kesehatan. Kantor pusat perusahaan di Kalbe Building 3rd

Fl. Jln. Let. Jend. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham KLBF dimiliki oleh publik sebesar 43,37%,

10,17% dimiliki oleh PT Gira Sole Prima, 9,71% dimiliki oleh PT Santa Seha

Sanadi, 9,49% dimiliki oleh PT Diptanala Bahana, 9,47% dimiliki oleh PT Lucasta

Murni Cemerlang, 9,21% dimiliki oleh PT Ladang Ira Panen, dan 8,58% dimiliki

oleh PT Bina Artha Charisma. Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di

Bursa Efek Indonesia pada tanggal 30 Juli 1991. Harga closing price akhir tahun

saham PT Kalbe Farma Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut

yaitu Rp1.830, Rp1.320, dan Rp1.515. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200

pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp1.645, Rp1.603, dan

Rp1.545.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.12
69

Rasio Keuangan KLBF Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 283,93% 0,33 23,18% 37,8
2014 340,36% 0,27 21,61% 44,05
2015 369,78% 0,25 18,81% 42,76
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.13 PT PP London Sumatera Tbk (LSIP)

PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. didirikan pada

tanggal 18 Desember 1962. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada

tahun 1963 dan terlibat dalam usaha perkebunan yang berlokasi di Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, Jawa, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan

dengan luas tanaman total 110.656 hektar per 30 September 2014. Produk utama

adalah minyak kelapa sawit dan karet, kakao, teh dan bibit. Kantor Pusat perusahaan

di Ariobimo Sentral 12th Fl, Jln. HR. Rasuna Said Blok X-2 Kav. 5, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham LSIP dimiliki oleh PT Salim Ivomas Pratama

sebesar 59,48%, dan sisanya 40,52% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama kali

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 5 Juli 1996. Harga

closing price akhir tahun saham PT PP London Sumatera Tbk pada tahun 2014,

2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp1.890, Rp1.320, dan Rp1.740.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp2.089, Rp1.449, dan Rp1.574.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.13
70

Rasio Keuangan LSIP Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 248,52% 0,21 11,62% 112,78
2014 249,11% 0,2 12,7% 134,36
2015 222,1% 0,21 8,49% 91,36
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.14 PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN)

PT Media Nusantara Citra Tbk didirikan pada tahun 1997. MNC bergerak di

bidang perdagangan umum, pembangunan, perindustrian, pertanian, pengangkutan,

percetakan, multimedia melalui perangkat satelit dan perangkat telekomunikasi

lainnya, jasa dan investasi. Bisnis utama perseroan saat ini adalah media. Kantor

pusat perusahaan di MNC Tower 26th Fl. Jln. Kebon Sirih Kav. 17-19, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham MNCN dimiliki oleh PT Global Mediacom Tbk

sebesar 60,7%, dan sisanya 39,7% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama kali

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 22 Juni 2007. Harga

closing price akhir tahun saham PT Media Nusantara Citra Tbk pada tahun 2014,

2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp2.540, Rp1.855, dan Rp1.755.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp2.727, Rp2.019, dan Rp2.054.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.14

Rasio Keuangan MNCN Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 424,02% 0,24 23,37% 119,95
2014 971,69% 0,45 20,05% 123,42
2015 743,11% 0,51 13,35% 83,05
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah
71

4.1.15 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS)

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. didirikan pada tahun 1859. Pada 13

Mei 1965, perusahaan dinyatakan sebagai perusahaan milik negara dan dikenal

sebagai Perusahaan Negara Gas (PN. Gas). Status perusahaan diubah dari perusahaan

umum (Perum) ke perseroan terbatas (Persero) dan namanya berubah menjadi PT

Perusahaan Gas Negara (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 1994. Saat ini, usaha utama perusahaan adalah distribusi dan transmisi gas

bumi ke pelanggan industri, komersial dan rumah tangga. Kantor pusat perusahaan di

Jln. K.H. Zainul Arifin No. 20, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham PGAS dimiliki oleh Negara Republik Indonesia

sebesar 56,96%, dan sisanya 43,04% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama kali

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 15 Desember 2003.

Harga closing price akhir tahun saham PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp6.000, Rp2.745, dan

Rp2.700. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016

secara berturut-turut yaitu Rp5.679, Rp3.640, dan Rp2.672.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.

Tabel 4.15

Rasio Keuangan PGAS Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 201,01% 0,6 32,78% 435,56
2014 170,62% 1,1 25,23% 370,78
2015 258,13% 1,15 13,32% 242,58
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah
72

4.1.16 PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA)

PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. adalah Perusahaan

Pertambangan yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia yang didirikan pada tahun

1950. Produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938. Ruang lingkup

kegiatan perusahaan terdiri dari kegiatan pertambangan batubara, meliputi kegiatan

penyelidikan umum, eksplorasi, ekspoitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan

dan perdagangan, pemeliharaan fasilitas pelabuhan khusus batubara untuk kebutuhan

internal dan eksternal, pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap untuk kebutuhan

internal dan eksternal, dan memberikan konsultasi layanan yang terkait dengan

industri pertambangan batubara serta produk turunannya. Kantor pusat perusahaan di

Menara Kadin Indonesia 15th Fl & 9th Fl, Jln. H.R. Rasuna Said X-5, Kav 2 & 3,

Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham PTBA dimiliki oleh Negara Republik Indonesia

sebesar 65,02%, 26,47% dimiliki oleh publik, dan 8,51% dimiliki oleh PTBA sendiri.

Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada

tanggal 23 Desember 2002. Harga closing price akhir tahun saham PT Tambang

Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp12.500, Rp4.525, dan Rp12.500. Sedangkan, untuk harga

saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu

Rp11.659, Rp7.611, dan Rp9.413.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.


73

Tabel 4.16

Rasio Keuangan PTBA Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 286,59% 0,55 24,55% 792,55
2014 207,51% 0,71 23,29% 875,02
2015 154,35% 0,82 21,93% 883,59
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.17 PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR)

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. adalah produsen semen yang terbesar di

Indonesia. Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden RI

pertama. Pada tanggal 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan

Bursa Efek Surabaya sehingga menjadikannya BUMN pertama yang go public

dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Perusahaan bergerak di

bidang produksi semen. Kantor pusat perusahaan di Semen Gresik Main Building

Jln. Veteran, Gresik.

Mayoritas kepemilikan saham SMGR dimiliki oleh Pemerintah RI QQ Menteri

Keuangan RI sebesar 51,01%, dan sisanya 48,99% dimiliki oleh publik. Harga

closing price akhir tahun saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2014,

2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp16.200, Rp11.400, dan Rp9.175.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp15.816, Rp11.420, dan Rp9.719.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.


74

Tabel 4.17

Rasio Keuangan SMGR Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 188,24% 0,41 24,56% 905,37
2014 220,9% 0,37 22,29% 938,35
2015 159,7% 0,39 16,49% 762,28
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.18 PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)

PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. adalah perusahaan informasi dan

komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di

Indonesia yang didirikan pada tanggal 24 September 1991. Telkom merupakan salah

satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (52,56%),

dan 47,44% dimiliki oleh Publik, Bank of New York, dan Investor dalam Negeri.

Kantor pusat perusahaan di Graha Merah Putih 5th Fl, Jln. Gatot Subroto No. 52,

Jakarta.

Perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada

tanggal 14 November 1995. Harga closing price akhir tahun saham PT

Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp2.865, Rp3.105, dan Rp3.980. Sedangkan, untuk harga saham

SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp2.606,

Rp2.839, dan Rp3.919.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.


75

Tabel 4.18

Rasio Keuangan TLKM Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 116,31% 0,65 26,21% 140,92
2014 106,22% 0,64 24,9% 145,22
2015 135,29% 0,78 24,96% 153,66
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.19 PT United Tractors Tbk (UNTR)

PT United Tractors Tbk. didirikan di Indonesia pada tanggal 13 Oktober 1972

dengan nama PT Inter Astra Motor Works dan memulai kegiatan operasinya pada

tahun 1973. Kegiatan utama perusahaan meliputi penjualan dan penyewaan alat berat

(mesin konstruksi) dan pelayanan purna jual, penambangan batubara dan kontraktor

penambangan. Kantor pusat perusahaan berlokasi di Jalan Raya Bekasi Km. 22,

Cakung, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham UNTR dimiliki oleh PT Astra International

sebesar 59,5%, dan sisanya 40,5% dimiliki oleh publik. Perusahaan pertama kali

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 19 September 1989.

Harga closing price akhir tahun saham PT United Tractors Tbk pada tahun 2014,

2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp17.350, Rp16.950, dan Rp21.250.

Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan 2016 secara

berturut-turut yaitu Rp20.775, Rp19.475, dan Rp17.446.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.


76

Tabel 4.19

Rasio Keuangan UNTR Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 191,02% 0,61 13,46% 1.295,85
2014 206,04% 0,56 12,55% 1.439,52
2015 214,77% 0,57 7,11% 1.033,07
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.1.20 PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

PT Unilever Indonesia Tbk. didirikan pada tanggal 5 Desember 1933.

Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1933. Perusahaan bergerak

di bidang manufaktur, pemasaran dan distribusi barang konsumsi seperti sabun,

deterjen, margarin, makanan berbasis susu, es krim, produk kosmetik, minuman

berbasis the dan jus buah. Kantor pusat perusahaan di Graha Unilever Jln. Jend.

Gatot Subroto Kav. 15, Jakarta.

Mayoritas kepemilikan saham perusahaan dimiliki oleh Unilever Indonesia

Holding BV sebesar 84,99%, dan sisanya 15,01% dimiliki oleh publik. Perusahaan

pertama kali mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 11 Januari

1982. Harga closing price akhir tahun saham PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun

2014, 2015, dan 2016 secara berturut-turut yaitu Rp32.300, Rp37.000, dan

Rp38.800. Sedangkan, untuk harga saham SMA 200 pada tahun 2014, 2015, dan

2016 secara berturut-turut yaitu Rp30.642, Rp39.064, dan Rp43.654.

Berikut adalah rasio keuangan perusahaan dari tahun 2013-2015.


77

Tabel 4.20

Rasio Keuangan UNVR Tahun 2013-2015

Tahun CR DER ROE EPS


2013 69,64% 2,14 125,81% 701,52
2014 71,49% 2,11 124,78% 752,1
2015 65,4% 2,26 121,22% 766,95
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

4.2 Gambaran Umum Rasio Keuangan dan Harga Saham


Rasio keuangan dan harga saham dapat dilihat pada tabel 4.21, sebagai berikut:

Tabel 4. 21

Current Ratio (CR) Perusahaan Sampel Tahun 2013-2015

Current Ratio (CR) Rata-rata per


No. Kode
2013 2014 2015 Perusahaan
1. AALI 45% 58,47% 79,9% 61,12%
2. ADRO 177,19% 164,17% 240,39% 193,92%
3. AKRA 117,14% 108,67% 149,56% 125,12%
4. ASII 124,2% 132,26% 137,93% 131,46%
5. CPIN 379,23% 224,07% 210,62% 271,31%
6. GGRM 172,21% 162,02% 177,04% 170,42%
7. ICBP 241,06% 218,32% 232,6% 230,66%
8. INDF 166,73% 180,74% 170,53% 172,67%
9. INTP 614,81% 493,37% 488,66% 532,28%
10. ITMG 199,19% 156,4% 180,18% 178,59%
11. JSMR 76,15% 84,43% 48,16% 69,58%
12. KLBF 283,93% 340,36% 369,78% 331,36%
13. LSIP 248,52% 249,11% 222,1% 239,91%
14. MNCN 424,02% 971,69% 743,11% 712,94%
15. PGAS 201,01% 170,62% 258,13% 209,92%
16. PTBA 286,59% 207,51% 154,35% 216,15%
17. SMGR 188,24% 220,9% 159,7% 189,61%
18. TLKM 116,31% 106,22% 135,29% 119,27%
19. UNTR 191,02% 206,04% 214,77% 203,94%
20. UNVR 69,64% 71,49% 65,4% 68,84%
Rata-rata per
216,11% 226,34% 221,91% 221,45%
Tahun
Min 45,00% 58,47% 48,16% 61,12%
Max 614,81% 971,69% 743,11% 712,94%
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah
78

Pada tahun 2013, rata-rata Current Ratio untuk semua perusahaan sebesar

216,11%. Perusahaan yang memiliki Current Ratio tertinggi pada tahun 2013 yaitu

PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) sebesar 614,81% dan yang terendah

yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) sebesar 45%. Pada tahun 2014, rata-rata

Current Ratio untuk semua perusahaan sebesar 226,34%. Perusahaan yang memiliki

Current Ratio tertinggi pada tahun 2014 yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk

(MNCN) sebesar 971,69% dan yang terendah yaitu PT Astra Agro Lestari Tbk

(AALI) sebesar 58,47%. Sedangkan, pada tahun 2015, rata-rata Current Ratio untuk

semua perusahaan sebesar 221,91%. Perusahaan yang memiliki Current Ratio

tertinggi pada tahun 2015 yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) sebesar

743,11% dan yang terendah yaitu PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) sebesar

48,16%.

Tabel 4. 22

Debt to Equity Ratio (DER) Perusahaan Sampel Tahun 2013-2015

Debt to Equity Ratio (DER) Rata-rata per


No. Kode
2013 2014 2015 Perusahaan
1. AALI 0,46 0,57 0,84 0,62
2. ADRO 1,11 0,97 0,78 0,95
3. AKRA 1,73 1,48 1,09 1,43
4. ASII 1,02 0,96 0,94 0,97
5. CPIN 0,58 0,91 0,97 0,82
6. GGRM 0,73 0,75 0,67 0,72
7. ICBP 0,60 0,66 0,62 0,63
8. INDF 1,04 1,08 1,13 1,08
9. INTP 0,16 0,17 0,16 0,16
10. ITMG 0,44 0,45 0,41 0,43
11. JSMR 1,61 1,79 1,97 1,79
12. KLBF 0,33 0,27 0,25 0,28
13. LSIP 0,21 0,2 0,21 0,21
14. MNCN 0,24 0,45 0,51 0,40
15. PGAS 0,60 1,1 1,15 0,95
16. PTBA 0,55 0,71 0,82 0,69
17. SMGR 0,41 0,37 0,39 0,39
79

18. TLKM 0,65 0,64 0,78 0,69


19. UNTR 0,61 0,56 0,57 0,58
20. UNVR 2,14 2,11 2,26 2,17
Rata-rata per
0,76 0,81 0,83 0,80
Tahun
Min 0,16 0,17 0,16 0,16
Max 2,14 2,11 2,26 2,17
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

Pada tahun 2013, rata-rata Debt to Equity Ratio untuk semua perusahaan

sebesar 0,76. Perusahaan yang memiliki Debt to Equity Ratio tertinggi pada tahun

2013 yaitu PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebesar 2,14 dan yang terendah yaitu

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) sebesar 0,16. Pada tahun 2014, rata-

rata Debt to Equity Ratio untuk semua perusahaan sebesar 0,81. Perusahaan yang

memiliki Debt to Equity Ratio tertinggi pada tahun 2014 yaitu PT Unilever Indonesia

Tbk (UNVR) sebesar 2,11 dan yang terendah yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa

Tbk (INTP) sebesar 0,17. Sedangkan, pada tahun 2015, rata-rata Debt to Equity

Ratio untuk semua perusahaan sebesar 0,83. Perusahaan yang memiliki Debt to

Equity Ratio tertinggi pada tahun 2015 yaitu PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

sebesar 2,26 dan yang terendah yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)

sebesar 0,16.

Tabel 4. 23

Return on Equity (ROE) Perusahaan Sampel Tahun 2013-2015

Return on Equity (ROE) Rata-rata per


No. Kode
2013 2014 2015 Perusahaan
1. AALI 18,53% 22,16% 5,95% 15,55%
2. ADRO 7,18% 5,62% 4,5% 5,77%
3. AKRA 11,48% 13,26% 14,53% 13,09%
4. ASII 21% 18,39% 12,34% 17,24%
5. CPIN 25,41% 15,96% 14,59% 18,65%
6. GGRM 14,9% 16,24% 16,98% 16,04%
7. ICBP 16,85% 16,83% 17,84% 17,17%
80

8. INDF 8,9% 12,48% 8,6% 9,99%


9. INTP 21,81% 21,28% 18,25% 20,45%
10. ITMG 23,91% 22,28% 7,56% 17,92%
11. JSMR 11,39 10,64% 10,67% 10,90%
12. KLBF 23,18% 21,61% 18,81% 21,20%
13. LSIP 11,62% 12,7% 8,49% 10,94%
14. MNCN 23,37% 20,05% 13,35% 18,92%
15. PGAS 32,78% 25,23% 13,32% 23,78%
16. PTBA 24,55% 23,29% 21,93% 23,26%
17. SMGR 24,56% 22,29% 16,49% 21,11%
18. TLKM 26,21% 24,9% 24,96% 25,36%
19. UNTR 13,46% 12,55% 7,11% 11,04%
20. UNVR 125,81% 124,78% 121,22% 123,94%
Rata-rata per
24,35% 23,13% 18,87% 22,12%
Tahun
Min 7,18% 5,62% 4,50% 5,77%
Max 125,81% 124,78% 121,22% 123,94%
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

Pada tahun 2013, rata-rata Return on Equity untuk semua perusahaan sebesar

24,35%. Perusahaan yang memiliki Return on Equity tertinggi pada tahun 2013 yaitu

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebesar 125,81% dan yang terendah yaitu PT

Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar 7,18%. Pada tahun 2014, rata-rata Return on

Equity untuk semua perusahaan sebesar 23,13%. Perusahaan yang memiliki Return

on Equity tertinggi pada tahun 2014 yaitu PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

sebesar 124,78% dan yang terendah yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar

5,62%. Sedangkan, pada tahun 2015, rata-rata Return on Equity untuk semua

perusahaan sebesar 18,87%. Perusahaan yang memiliki Return on Equity tertinggi

pada tahun 2015 yaitu PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebesar 121,22% dan

yang terendah yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar 4,5%.


81

Tabel 4. 24

Earning per Share (EPS) Perusahaan Sampel Tahun 2013-2015

Earning per Share (EPS) Rata-rata per


No. Kode
2013 2014 2015 Perusahaan
1. AALI 1.143,93 1.590,4 393,15 1.042,49
2. ADRO 88,7 69,17 65,74 74,54
3. AKRA 167,04 206,99 262,36 212,13
4. ASII 479,63 473,8 357,31 436,91
5. CPIN 154,34 106,52 112,02 124,29
6. GGRM 2.249,76 2.790,19 3.344,78 2.794,91
7. ICBP 381,63 446,62 514,62 447,62
8. INDF 285,16 442,5 338,02 355,23
9. INTP 1.361,02 1.431,82 1.183,48 1.325,44
10. ITMG 942,68 2.203,61 752 1.299,43
11. JSMR 196,52 206,39 213,14 205,35
12. KLBF 37,8 44,05 42,76 41,54
13. LSIP 112,78 134,36 91,36 112,83
14. MNCN 119,95 123,42 83,05 108,81
15. PGAS 435,56 370,78 242,58 349,64
16. PTBA 792,55 875,02 883,59 850,39
17. SMGR 905,37 938,35 762,28 868,67
18. TLKM 140,92 145,22 153,66 146,60
19. UNTR 1.295,85 1.439,52 1.033,07 1.256,15
20. UNVR 701,52 752,1 766,95 740,19
Rata-rata per
599,64 739,54 579,80 639,66
Tahun
Min 37,80 44,05 42,76 41,54
Max 2.249,76 2.790,19 3.344,78 2.794,91
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

Pada tahun 2013, rata-rata Earning per Share untuk semua perusahaan sebesar

Rp599,64. Perusahaan yang memiliki Earning per Share tertinggi pada tahun 2013

yaitu PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar Rp2.249,76 dan yang terendah yaitu

PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebesar Rp37,8. Pada tahun 2014, rata-rata Earning

per Share untuk semua perusahaan sebesar Rp739,54. Perusahaan yang memiliki

Earning per Share tertinggi pada tahun 2014 yaitu PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

sebesar Rp2.790,19 dan yang terendah yaitu PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebesar
82

Rp44,05. Sedangkan, pada tahun 2015, rata-rata Earning per Share untuk semua

perusahaan sebesar Rp579,80. Perusahaan yang memiliki Earning per Share

tertinggi pada tahun 2015 yaitu PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar Rp3.344,78

dan yang terendah yaitu PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebesar Rp42,76.

Tabel 4. 25

Harga Saham Perusahaan Sampel Tahun 2014-2016

Harga Saham Rata-rata per


No. Kode
2014 2015 2016 Perusahaan
1. AALI 24.179 19.911 15.582 19.891
2. ADRO 1.141 706 1.116 988
3. AKRA 4.742 5.725 6.521 5.663
4. ASII 7.319 6.760 7.568 7.216
5. CPIN 3.976 2.766 3.567 3.436
6. GGRM 55.018 47.500 66.463 56.327
7. ICBP 5.340 6.537 8.609 6.829
8. INDF 6.930 6.177 7.712 6.940
9. INTP 23.761 20.564 17.387 20.571
10. ITMG 24.422 11.217 11.199 15.613
11. JSMR 6.230 5.708 4.995 5.644
12. KLBF 1.645 1.603 1.545 1.598
13. LSIP 2.089 1.449 1.574 1.704
14. MNCN 2.727 2.019 2.054 2.267
15. PGAS 5.679 3.640 2.672 3.997
16. PTBA 11.659 7.611 9.413 9.561
17. SMGR 15.816 11.420 9.719 12.318
18. TLKM 2.606 2.839 3.919 3.121
19. UNTR 20.775 19.475 17.446 19.232
20. UNVR 30.642 39.064 43.654 37.787
Rata-rata per
12.835 11.135 12.136 12.035
Tahun
Min 1.141 706 1.116 988
Max 55.018 47.500 66.463 56.327
Sumber data : IDX LQ 45 dan data sekunder yang diolah

Pada tahun 2014, rata-rata harga saham untuk semua perusahaan sebesar

Rp12.835. Perusahaan yang memiliki harga saham tertinggi pada tahun 2014 yaitu

PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar Rp55.018 dan yang terendah yaitu PT
83

Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp1.141. Pada tahun 2015, rata-rata harga

saham untuk semua perusahaan sebesar Rp11.135. Perusahaan yang memiliki harga

saham tertinggi pada tahun 2015 yaitu PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar

Rp47.500 dan yang terendah yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp706.

Sedangkan, pada tahun 2016, rata-rata harga saham untuk semua perusahaan sebesar

Rp12.136. Perusahaan yang memiliki harga saham tertinggi pada tahun 2016 yaitu

PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar Rp66.463 dan yang terendah yaitu PT

Adaro Energy Tbk (ADRO) sebesar Rp1.116.


BAB V

HASIL DAN ANALISIS

5.1. Analisis Statistik Deksriptif


Variabel dependen (Y) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu harga saham,

sedangkan variabel independen (X) yaitu Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio

(DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS). Penelitian ini

dilakukan dengan mengambil data informasi keuangan pada laporan yang diterbitkan

oleh IDX untuk perusahaan indeks LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

selama periode tahun 2013-2015. Berikut ini adalah deskripsi data yang diperoleh

dari pengolahan data SPSS:

Tabel 5.1

Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Std.
Variabel Minimum Maximum Mean
Deviation
Harga Saham 706 66.463 12.035,03 13.906,942
Current Ratio (CR) 45 971,69 221,4542 164,27751
Debt to Equity Ratio (DER) 0,16 2,26 0,7990 0,51952
Return on Equity (ROE) 4,5 125,81 22,1155 24,37493
Earning per Share (EPS) 37,80 3344,78 639,6577 694,48709
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)

5.1.1 Deskriptif Variabel Harga Saham


Hasil analisis deskriptif variabel harga saham diperoleh nilai tertinggi (max)

sebesar Rp66.463 dan nilai terendahnya (min) yaitu Rp706 dengan rata-rata harga

saham sebesar Rp12.035,03 dan standar deviasinya yaitu sebesar 13.906,942.

Perusahaan yang memiliki harga saham tertinggi yaitu PT Gudang Garam

Tbk (GGRM) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut periode 2014-2016 sebesar

84
85

Rp55.018, Rp47.500, dan Rp66.463. Perusahaan yang memiliki harga saham

terendah yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut

periode 2014-2016 sebesar Rp1.141, Rp706, dan Rp1.116.

5.1.2 Deskriptif Variabel Current Ratio (CR)


Hasil analisis deskriptif variabel Current Ratio diperoleh nilai tertinggi (max)

sebesar 971,69% dan nilai terendahnya (min) yaitu 45% dengan rata-rata Current

Ratio sebesar 221,4542% dan standar deviasinya yaitu sebesar 164,27751.

Perusahaan yang memiliki Current Ratio tertinggi pada tahun 2013 yaitu PT

Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) sebesar 614,81%, tahun 2014 dan 2015

yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) sebesar 971,69% dan 743,11%.

Perusahaan yang memiliki Current Ratio terendah pada tahun 2013 dan 2014 yaitu

PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) sebesar 45% dan 58,47%, dan tahun 2015 yaitu

PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) sebesar 48,16%.

5.1.3 Deskriptif Variabel Debt to Equity Ratio (DER)


Hasil analisis deskriptif variabel Debt to Equity Ratio diperoleh nilai tertinggi

(max) sebesar 2,26 dan nilai terendahnya (min) yaitu 0,16 dengan rata-rata Debt to

Equity Ratio sebesar 0,7990 dan standar deviasinya yaitu sebesar 0,51952.

Perusahaan yang memiliki Debt to Equity Ratio tertinggi yaitu PT Unilever

Indonesia Tbk (UNVR) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut periode 2013-2015

sebesar 2,14, 2,11, dan 2,26. Perusahaan yang memiliki Debt to Equity Ratio

terendah yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) selama 3 (tiga) tahun

berturut-turut periode 2013-2015 sebesar 0,16, 0,17, dan 0,16.


86

5.1.4 Deskriptif Variabel Return on Equity (ROE)


Hasil analisis deskriptif variabel Return on Equity diperoleh nilai tertinggi

(max) sebesar 125,81% dan nilai terendahnya (min) yaitu 4,5% dengan rata-rata

Return on Equity sebesar 22,1155% dan standar deviasinya yaitu sebesar 24,37493.

Perusahaan yang memiliki Return on Equity tertinggi yaitu PT Unilever

Indonesia Tbk (UNVR) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut periode 2013-2015

sebesar 125,81%, 124,78%, dan 121,22%. Perusahaan yang memiliki Return on

Equity terendah yaitu PT Adaro Energy Tbk (ADRO) selama 3 (tiga) tahun berturut-

turut periode 2013-2015 sebesar 7,18%, 5,62%, dan 4,5%.

5.1.5 Deskriptif Variabel Earning per Share (EPS)


Hasil analisis deskriptif variabel Earning per Share diperoleh nilai tertinggi

(max) sebesar Rp3.344,79 dan nilai terendahnya (min) yaitu Rp37,80 dengan rata-

rata Earning per Share sebesar Rp639,6577 dan standar deviasinya yaitu sebesar

694,48709.

Perusahaan yang memiliki Earning per Share tertinggi yaitu PT Gudang

Garam Tbk (GGRM) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut periode 2013-2015 sebesar

Rp2.249,76, Rp2.790,19, dan Rp3.344,78. Perusahaan yang memiliki Earning per

Share terendah yaitu PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) selama 3 (tiga) tahun berturut-

turut periode 2013-2015 sebesar Rp37,80, Rp44,05, dan Rp42,76.

5.2 Uji Asumsi Klasik


5.2.1 Uji Normalitas
“Uji Normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi,

variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak” (Imam

Ghozali, 2016:154). Normal atau tidaknya suatu data dapat diketahui dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Penelitian ini menggunakan taraf


87

signifikansi 5%, jadi distribusi data penelitian dinyatakan normal apabila memiliki

nilai probabilitas (sig) > 0,05. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan

memperhatikan nilai One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari hasil rangkuman

output SPSS berikut :

Tabel 5.2

Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Kolmogorov-
Variabel Signifikansi Keterangan
Smirnov Z
Unstandardized Berdistribusi
0,711 0,692
Residual Normal
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)

Hasil Uji Normalitas di atas menunjukkan bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov

Z sebesar 0,711 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,692. Hal ini menunjukkan

bahwa nilai signifikansi pada unstandardized residual lebih besar dari 0,05 (0,692 >

0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini

berdistribusi normal

5.2.2 Uji Multikolonieritas


“Uji Multikolonieritas digunakan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang

baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen” (Imam Ghozali,

2016:103). Untuk mengetahui ada atau tidaknya Multikolonieritas antar variabel,

dapat dilihat nilai Variable Inflation Factor (VIF) dan Tolerance, suatu variabel

tidak terkena Multikolonieritas apabila nilai VIF tidak lebih dari 10, dan nilai

Tolerance adalah lebih dari 0,1. Hasil output SPSS untuk Uji Multikolonieritas,

yaitu:
88

Tabel 5.3

Rangkuman Hasil Uji Multikolonieritas

Variance Inflation
Variabel Tolerance Keterangan
Factor (VIF)
CR (X1) Tidak terjadi
0,696 1,438
Multikolonieritas
DER (X2) Tidak terjadi
0,501 1,998
Multikolonieritas
ROE (X3) Tidak terjadi
0,691 1,446
Multikolonieritas
EPS (X4) Tidak terjadi
0,892 1,121
Multikolonieritas
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa penelitian ini tidak terdapat

gejala Multikolonieritas. Karena semua variabel dalam penelitian ini memiliki nilai

Tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF tidak lebih dari 10.

5.2.3 Uji Heteroskedastisitas


“Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain” (Imam Ghozali, 2016:134). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi

Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya Heteroskedastisitas dalam

persamaan regresi dapat menggunakan Uji Glejser yang dilakukan dengan cara

meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai

signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka

tidak terjadi masalah Heteroskedastisitas. Adapun hasil output Uji Glejser adalah

sebagai berikut:
89

Tabel 5.4

Rangkuman Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Signifikansi Keterangan


CR (X1) 0,215 Tidak ada gejala Heteroskedastisitas
DER (X2) 0,152 Tidak ada gejala Heteroskedastisitas
ROE (X3) 0,195 Tidak ada gejala Heteroskedastisitas
EPS (X4) 0,128 Tidak ada gejala Heteroskedastisitas
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi pada semua

variabel independen adalah lebih besar dari 0,05, hal ini berarti bahwa model regresi

pada penelitian ini tidak terjadi Heteroskedastisitas.

5.2.4 Uji Autokorelasi


Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi

yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang

baik adalah regresi yang bebas Autokorelasi (Imam Ghozali, 2016:107). Untuk

mengetahui ada atau tidaknya Autokorelasi dalam persamaan regresi digunakan Uji

Durbin-Watson.

Pengambilan keputusan ada atau tidaknya Autokorelasi dalam suatu model

regresi dapat dilihat pada keterangan berikut:

1) Bila DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4 – du), maka

koefisien Autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada Autokorelasi.

2) Bila DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl), maka

koefisien Autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada Autokorelasi.


90

3) Bila DW lebih besar daripada (4 – dl), maka koefisien Autokorelasi lebih kecil

daripada nol, berarti ada Autokorelasi negatif.

4) Bila DW terletak antara batas atas (du) dan batas bawah (dl) atau DW terletak

antara (4 – du) dan (4 – dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.

Adapun nilai Durbin – Watson pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.5

Rangkuman Hasil Uji Autokorelasi

dL dU DW 4 - dU Keterangan
1,4443 1,7274 2,027 2,2726 Tidak terjadi Autokorelasi
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)

Nilai dL dan dU didapatkan dari tabel Durbin-Watson dengan menggunakan

nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 60 (n), dan jumlah variabel independen 4 (k=4).

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai Durbin Watson dalam model regresi

sebesar 2,027 terletak antara batas atas atau upper bound (dU) dan (4 – dU) yaitu

1,7274 < 2,027 < 2,2726, maka koefisien Autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak

ada Autokorelasi.

5.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Setelah terpenuhinya uji asumsi klasik yang telah dipaparkan di atas, maka

Analisis Regresi Linier Berganda layak dipergunakan dalam model penelitian karena

persyaratan statistik terpenuhi. Tujuan dari Analisis Regresi Linier Berganda yaitu

untuk mengetahui pengaruh lebih dari satu variabel independen terhadap variabel

dependen. Berdasarkan data hasil penelitian dan output program SPSS (Statistical
91

Product and Service Solutions) 23, maka selanjutnya akan dirangkum dalam tabel

berikut:

Tabel 5.6

Rangkuman Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Koefisien
Variabel thitung Sig Keterangan
Regresi
Konstanta 7,725
CR (X1) 0,00049 -0,937 0,353 Tidak
Signifikan
DER (X2) 0,244 1,244 0,219 Tidak
Signifikan
ROE (X3) 0,011 3,189 0,002 Signifikan
EPS (X4) 0,001 11,113 0,000 Signifikan
ttabel = 2,004 Fhitung = 42,385
R = 0,869 Sig F = 0,000
R Square = 0,755 Ftabel = 2,540
Adjusted R Square = 0,737
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)

Sebelum melakukan pengujian dengan menggunakan alat uji statistik, maka

akan diuraikan model summary statistic, yang antara lain adalah sebagai berikut:

a. Nilai R dengan nilai sebesar 0,869 atau 86,9% adalah koefisien korelasi yang

menunjukkan tingkat hubungan antara variabel CR (X1), DER (X2), ROE (X3),

dan EPS (X4) dengan variabel Harga Saham (Y). Nilai korelasi tersebut

menunjukkan tingkat hubungan yang sangat kuat karena berada di antara 0,800

sampai dengan 1,000 (berdasarkan tabel interpretasi r).

Tabel 5.7

Tabulasi Interpretasi Nilai R

No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan


1 0,800 – 1,000 Sangat Kuat
2 0,600 – 0,799 Kuat
3 0,400 – 0,599 Sedang
92

4 0,200 – 0,399 Rendah


5 0,000 – 11,113 Sangat Rendah

b. Nilai R Square dengan nilai 0,755 adalah R kuadrat, yang menunjukkan bahwa

variabel independen yang diambil dalam penelitian ini memiliki tingkat

hubungan dengan variabel dependen sebesar 75,5% sehingga selebihnya

sebesar 24,5% adalah variabel-variabel lain yang tidak dikemukakan dalam

penelitian ini.

c. Nilai Adjusted R Square model regresi ini adalah sebesar 0,737 yang

menunjukkan bahwa variasi atau naik-turunnya variabel dependen (Y)

dipengaruhi oleh variabel independen (X) sebesar 73,7%.

Secara matematis model fungsi Regresi Linear Berganda dapat dinyatakan

sebagai berikut :

Y = 7,725 + 0,00049.X1 + 0,244.X2 + 0,011.X3 + 0,001.X4

Interpretasi persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Nilai konstanta sebesar 7,725 menunjukkan bahwa apabila variabel X1, X2, X3,

dan X4 memiliki nilai 0, dengan kata lain tidak adanya CR, DER, ROE, dan

EPS, maka Harga Saham (Y) adalah sebesar 7,725.

b. Peningkatan terhadap variabel Current Ratio (X1) sebesar 1 satuan, maka akan

meningkatkan Harga Saham (Y) sebesar 0,00049%.

c. Peningkatan terhadap variabel DER (X2) sebesar 1 satuan, maka akan

meningkatkan Harga Saham (Y) sebesar 24,4%.

d. Peningkatan terhadap variabel ROE (X3) sebesar 1 satuan, maka akan

meningkatkan Harga Saham (Y) sebesar 1,1%.


93

e. Peningkatan terhadap variabel EPS (X4) sebesar 1 satuan, maka akan

meningkatkan Harga Saham (Y) sebesar 0,1%.

5.4 Uji Hipotesis

5.4.1 Pengujian Hipotesis secara Parsial (Uji t)

“Uji t dilakukan untuk menguji variabel independen terhadap variabel

dependen secara parsial. Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen” (Imam Ghozali, 2016:97).

Untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang dalam hal ini Current

Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share secara parsial

terhadap variabel dependen yang dalam hal ini harga saham (Y) adalah dengan

menggunakan uji t pada Level of Confidence sebesar 95% atau α = 5%. Langkah ini

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari variabel CR (X1), DER (X2),

ROE (X3), dan EPS (X4) secara parsial berpengaruh terhadap harga saham (Y).

Bila nilai t memiliki probabilitas masing-masing faktor tersebut lebih kecil dari
tingkat alpha (α) = 0,05 maka dinyatakan bahwa variabel independen tersebut
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Adapun nilai t tabel berdasarkan
(df) = (n-1-k) = (60-1-4) = 55 adalah sebesar 2,004 (Lampiran pada tabel distribusi
t).
Tabel 5.8
Hasil Uji t

thitung : ttabel Prob. Sig


Variabel Keterangan
thitung ttabel Sig (α) = 5%
CR (X1) -0,937 2,004 0,353 0,05 Tidak berpengaruh
DER (X2) 1,244 2,004 0,219 0,05 Tidak berpengaruh
ROE (X3) 3,189 2,004 0,002 0,05 Berpengaruh
EPS (X4) 11,113 2,004 0,000 0,05 Berpengaruh
Sumber : Lampiran (data diolah, 2017)
94

Uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengaruh yang diberikan

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai

berikut:

1. Hasil uji t antara CR (X1) terhadap harga saham (Y) di mana CR (X1) memiliki

nilai thitung sebesar -0,937 dan tingkat signifikansinya sebesar 0,353. Hal

tersebut menunjukkan bahwa CR (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap

harga saham (Y). Pembuktian dari pernyataan tersebut adalah berdasarkan nilai

thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (-0,937 < 2,004) dan besarnya nilai

signifikan yang lebih besar dari taraf signifikan (0,353 > 0,05), sehingga H1

ditolak.

2. Hasil uji t antara DER (X2) terhadap harga saham (Y) di mana DER (X2)

memiliki nilai thitung sebesar 1,244 dan tingkat signifikansinya sebesar 0,219.

Hal tersebut menunjukkan bahwa DER (X2) tidak berpengaruh signifikan

terhadap harga saham (Y). Pembuktian dari pernyataan tersebut adalah

berdasarkan nilai thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (1,244 < 2,004) dan

besarnya nilai signifikan yang lebih besar dari taraf signifikan (0,219 > 0,05),

sehingga H2 ditolak.

3. Hasil uji t antara ROE (X3) terhadap harga saham (Y) di mana ROE (X3)

memiliki nilai thitung sebesar 3,189 dan tingkat signifikansinya sebesar 0,002.

Hal tersebut menunjukkan bahwa ROE (X3) berpengaruh signifikan terhadap

harga saham (Y). Pembuktian dari pernyataan tersebut adalah berdasarkan nilai

thitung yang lebih besar dari nilai ttabel (3,189 > 2,004) dan besarnya nilai

signifikan yang lebih kecil dari taraf signifikan (0,002 < 0,05), sehingga H3

diterima.
95

4. Hasil uji t antara EPS (X4) terhadap harga saham (Y) di mana EPS (X4)

memiliki nilai thitung sebesar 11,113 dan tingkat signifikansinya sebesar 0,000.

Hal tersebut menunjukkan bahwa EPS (X4) berpengaruh signifikan terhadap

harga saham (Y). Pembuktian dari pernyataan tersebut adalah berdasarkan nilai

thitung yang lebih besar dari nilai ttabel (11,113 > 2,004) dan besarnya nilai

signifikan yang lebih kecil dari taraf signifikan (0,000 < 0,05), sehingga H4

diterima.

5.5 Pembahasan Hasil Penelitian

5.5.1 Pengaruh Current Ratio (CR) terhadap Harga Saham

Hasil pengujian Analisis Regresi Linier Berganda yang dapat dilihat pada tabel

5.6 menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel CR dengan arah positif

sebesar 0,00049 dengan nilai thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (-0,937 < 2,004)

dan besarnya nilai signifikan yang lebih besar dari taraf signifikan (0,353 > 0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa CR (X1) tidak

berpengaruh signifikan terhadap harga saham (Y), sehingga dapat dinyatakan H1

ditolak.

Current Ratio merupakan suatu rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang

segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa

banyak aset lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang

segera jatuh tempo. Perusahaan yang memiliki CR tinggi di atas rata-rata cenderung

memiliki harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang

memiliki CR di bawah rata-rata, karena pandangan para investor akan semakin baik

dikarenakan makin besar pula aset lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban
96

jangka pendek perusahaan yang segera jatuh tempo, dan akan meningkatkan

permintaan dan harga saham perusahaan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa CR

tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti baik perusahaan

yang memiliki CR yang tinggi di atas rata-rata atau rendah di bawah rata-rata tidak

mempengaruhi tinggi atau rendahnya harga saham perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif (tabel 5.1) dapat diketahui bahwa

rata-rata CR perusahaan sampel adalah 221,4542% dan rata-rata harga saham

perusahaan sampel adalah Rp12.035,03. Beberapa perusahaan memiliki CR yang

tinggi, di atas rata-rata perusahaan sampel namun memiliki harga saham yang

rendah, seperti PT Charoen Phokphand Tbk (CPIN) tahun 2013-2014 yang memiliki

CR secara berturut-turut sebesar 379,23% dan 224,07%, namun harga sahamnya

tahun 2014-2015 secara berturut-turut sebesar Rp3.976 dan Rp2.766. Lalu PT Kalbe

Farma Tbk (KLBF) tahun 2013-2015 yang memiliki CR secara berturut-turut sebesar

283,93%, 340,36%, dan 369,78%, namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara

berturut-turut sebesar Rp1.645, Rp1.603, dan Rp1.545. Lalu PT Media Nusantara

Citra Tbk (MNCN) tahun 2013-2015 yang memiliki CR secara berturut-turut sebesar

424,02%, 971,69%, dan 743,11% namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara

berturut-turut sebesar Rp2.727, Rp2.019, dan Rp2.054. Sebaliknya, perusahaan yang

memiliki CR yang rendah, di bawah rata-rata perusahaan sampel namun memiliki

harga saham yang tinggi, seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tahun 2013-

2015 yang memiliki CR secara berturut-turut sebesar 45%, 58,47%, dan 79,9%,

namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp24.179,

Rp19.911, dan Rp15.582. Lalu PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tahun 2013-2015

yang memiliki CR secara berturut-turut sebesar 172,21%, 162,02%, dan 177,04%,


97

namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp55.018,

Rp47.500, dan Rp66.463. Lalu PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tahun 2013-

2015 yang memiliki CR secara berturut-turut sebesar 69,64%, 71,49%, dan 65,4%

namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp30.642,

Rp39.064, dan Rp43.654.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Medial

(2014) yang menyatakan bahwa CR tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap harga saham. Pada dasarnya perusahaan yang memiliki CR yang tinggi

tidak mengalami kesulitan dana dalam menjalankan aktivitas operasionalnya maupun

untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Namun di sisi lain, perusahaan yang

memiliki CR yang tinggi di atas rata-rata berarti perusahaan tersebut mempunyai

banyak kas yang menganggur (Kasmir, 2012:134), atau mungkin memiliki banyak

piutang yang belum tertagih sehingga perputaran piutang menjadi lambat, atau bisa

juga banyak persediaan yang tidak terjual dan menumpuk sehingga perputaran

persediaan perusahaan menjadi lambat (Dwi Prastowo, 2011:84), dan mengakibatkan

perusahaan tidak memaksimalkan seluruh potensi keuntungan yang ada, seperti

misalnya kas yang menganggur tersebut dapat digunakan untuk berinvestasi, piutang

yang belum tertagih tersebut dapat segera ditagih dan persediaan yang menumpuk

tersebut dapat segera terjual agar uang kasnya dapat digunakan untuk berinvestasi.

Sehingga memungkinkan para investor menjadi kurang tertarik dengan saham

perusahaan dikarenakan perusahaan kurang mampu memaksimalkan potensi

keuntungan yang ada tersebut dan mengakibatkan turunnya permintaan serta harga

saham perusahaan.
98

Perbedaan jenis usaha perusahaan sampel dapat mengakibatkan berbedanya

angka CR perusahaan manufaktur dengan perusahaan jasa dikarenakan perusahaan

manufaktur di dalam aset lancarnya memiliki lebih banyak persediaan dan piutang

daripada perusahaan jasa. Perbedaan jenis usaha pada sampel penelitian tidak

mempengaruhi pandangan investor dan hubungan CR terhadap harga saham,

dikarenakan investor biasanya dalam menilai baik buruknya CR suatu perusahaan

akan membandingkan tinggi rendahnya CR perusahaan dengan rata-rata CR industri

yang sejenis (Kasmir, 2012:134), seperti misalnya CR perusahaan manufaktur PT

Indofood Sukses Makmur Tbk dibandingkan dengan rata-rata CR industri

manufaktur sejenis. Sehingga, perbedaan jenis usaha perusahaan sampel tidak

mempengaruhi hubungan CR dengan harga saham. Tinggi rendahnya CR perusahaan

tidak berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan harga saham pada hasil

penelitian ini bukan dikarenakan perbedaan jenis usaha pada perusahaan sampel.

5.5.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham

Hasil pengujian Analisis Regresi Linier Berganda yang dapat dilihat pada tabel

5.6 menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel DER dengan arah positif

sebesar 0,244 dengan nilai thitung yang lebih kecil dari nilai ttabel (1,244 < 2,004) dan

besarnya nilai signifikan yang lebih besar dari taraf signifikan (0,219 > 0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa DER (X2) tidak

berpengaruh signifikan terhadap harga saham (Y), sehingga dapat dinyatakan H2

ditolak.

Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas

suatu perusahaan yang dihitung dengan cara membandingkan antara seluruh utang,

dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap Rupiah modal
99

sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Perusahaan yang memiliki DER yang

rendah cenderung memiliki harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perusahaan yang memiliki DER yang tinggi, karena pandangan para investor akan

semakin baik terkait lebih banyak modal sendiri yang dimiliki suatu perusahaan

daripada utangnya dan semakin kecil pula resiko yang ditanggung investor atas

kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan, dan akan meningkatkan permintaan

dan harga saham perusahaan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa DER tidak

berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti baik perusahaan yang

memiliki DER yang rendah atau tinggi tidak mempengaruhi tinggi atau rendahnya

harga saham perusahaan.

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif (tabel 5.1) dapat diketahui bahwa

rata-rata DER perusahaan sampel adalah 0,7990 dan rata-rata harga saham

perusahaan sampel adalah Rp12.035,03. Beberapa perusahaan memiliki DER yang

rendah, di bawah rata-rata perusahaan sampel namun memiliki harga saham yang

rendah, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tahun 2013-2015 yang memiliki DER

secara berturut-turut sebesar 0,33, 0,27, dan 0,25, namun harga sahamnya tahun

2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp1.645, Rp1.603, dan Rp1.545. Lalu PT PP

London Sumatera Tbk (LSIP) tahun 2013-2015 yang memiliki DER secara berturut-

turut sebesar 0,21, 0,20, dan 0,21, namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara

berturut-turut sebesar Rp2.089, Rp1.449, dan Rp1.574. Lalu PT Media Nusantara

Citra Tbk (MNCN) tahun 2013-2015 yang memiliki DER secara berturut-turut

sebesar 0,24, 0,45, dan 0,51, namun harga sahamnya tahun 2014-2016 secara

berturut-turut sebesar Rp2.727, Rp2.019, dan Rp2.054. Sebaliknya, perusahaan yang

memiliki DER yang tinggi, di atas rata-rata perusahaan sampel namun memiliki
100

harga saham yang tinggi, seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tahun 2013-

2015 yang memiliki DER secara berturut-turut sebesar 2,14, 2,11, dan 2,26, namun

harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp30.642, Rp39.064

dan Rp43.654.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Valintino

dan Sularto (2013) yang menyatakan bahwa DER tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap harga saham. Pada dasarnya perusahaan yang memiliki DER

yang rendah berarti perusahaan tersebut dalam struktur permodalannya lebih banyak

berasal dari modal sendiri daripada yang berasal dari utang (Kasmir, 2012:157).

Namun di sisi lain, perusahaan yang memiliki DER yang rendah di bawah rata-rata

berarti perusahaan tersebut kurang memaksimalkan sumber modal yang berasal dari

luar perusahaan berupa utang, di mana perusahaan mungkin dapat memaksimalkan

potensi keuntungan yang dapat mereka peroleh apabila perusahaan dapat

memanfaatkan semaksimal mungkin modal yang berasal dari luar tersebut, seperti

untuk membeli peralatan dan mesin baru untuk menambah kapasitas produksinya.

Oleh karena itulah, DER perusahaan yang rendah di bawah rata-rata memungkinkan

para investor menjadi kurang tertarik dengan saham perusahaan dikarenakan

perusahaan kurang mampu memaksimalkan potensi keuntungan yang ada dari modal

yang berasal dari luar perusahaan tersebut dan mengakibatkan turunnya permintaan

serta harga saham perusahaan.

5.5.3 Pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap Harga Saham

Hasil pengujian Analisis Regresi Linier Berganda yang dapat dilihat pada tabel

5.6 menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel ROE dengan arah positif

sebesar 0,011 dengan nilai thitung yang lebih besar dari nilai ttabel (3,189 > 2,004) dan
101

besarnya nilai signifikan yang lebih kecil dari taraf signifikan (0,002 < 0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ROE (X3) berpengaruh

signifikan terhadap harga saham (Y), sehingga dapat dinyatakan H3 diterima.

Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba atas keseluruhan modal yang dimilikinya, yang dihitung

berdasarkan pembagian antara laba bersih setelah pajak dengan total ekuitas.

Perusahaan yang memiliki ROE yang tinggi cenderung memiliki harga saham yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ROE yang rendah,

karena pandangan para investor akan semakin baik terhadap pengelolaan ekuitas

perusahaan tersebut untuk memaksimalkan laba, dan akan meningkatkan permintaan

dan harga saham perusahaan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ROE

berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti tinggi atau rendahnya

angka ROE suatu perusahaan akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya harga

saham perusahaan tersebut.

Arah koefisien regresi yang positif pada variabel ROE menunjukkan bahwa

adanya hubungan yang searah antara ROE dengan harga saham, di mana semakin

tinggi ROE suatu perusahaan maka harga saham perusahaan tersebut akan semakin

tinggi pula, begitu pula sebaliknya, semakin rendah ROE suatu perusahaan maka

harga saham perusahaan tersebut akan semakin rendah pula. Hal ini dapat

dibuktikan, di mana berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif (tabel 5.1) dapat

diketahui bahwa rata-rata ROE perusahaan sampel adalah 22,1155% dan rata-rata

harga saham perusahaan sampel adalah Rp12.035,03. Beberapa perusahaan memiliki

ROE yang tinggi, di atas rata-rata perusahaan sampel memiliki harga saham yang

tinggi, seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) tahun 2013 yang memiliki
102

ROE sebesar 23,91% harga sahamnya tahun 2014 sebesar Rp24.422, PT Semen

Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) tahun 2013 yang memiliki ROE sebesar 24,56%

harga sahamnya tahun 2014 sebesar Rp15.816, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)

tahun 2014 yang memiliki ROE sebesar 22,16% harga sahamnya tahun 2015 sebesar

Rp19.911, dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tahun 2013-2015 yang memiliki

ROE secara berturut-turut sebesar 125,81%, 124,78%, dan 121,22%, harga sahamnya

tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp30.642, Rp39.064, dan Rp43.654.

Sebaliknya, perusahaan yang memiliki ROE yang rendah, di bawah rata-rata

perusahaan sampel memiliki harga saham yang rendah, seperti PT Adaro Energy

Tbk (ADRO) tahun 2013-2015 yang memiliki ROE secara berturut-turut sebesar

7,18%, 5,62%, dan 4,5%, harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut

sebesar Rp1.141, Rp706, dan Rp1.116. Lalu, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA)

tahun 2013-2015 yang memiliki ROE secara berturut-turut sebesar 11,48%, 13,26%,

dan 14,53%, harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar

Rp4.742, Rp5.725 dan Rp6.521. Lalu, PT PP London Sumatera Tbk (LSIP) tahun

2013-2015 yang memiliki ROE secara berturut-turut sebesar 11,62%, 12,7%, dan

8,49%, harga sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp2.089,

Rp1.449, dan Rp1.574.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subarjo

(2012), Valintino dan Sularto (2013), Medial (2014), Sondakh, Tommy, dan

Mangantar (2015) yang menyatakan bahwa ROE mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap harga saham. Pada dasarnya perusahaan yang memiliki ROE

yang tinggi berarti perusahaan tersebut mampu mengelola ekuitasnya dengan baik

dan efisien sehingga dapat menghasilkan profitabilitas secara maksimal (Kasmir,


103

2012:204). Hal tersebut merupakan sinyal positif kepada para investor dan

pandangan para investor terkait pengelolaan ekuitas perusahaan tersebut akan baik

pula dan nantinya akan diikuti dengan kenaikan permintaan saham dan kenaikan

harga saham perusahaan.

5.5.4 Pengaruh Earning per Share (EPS) terhadap Harga Saham

Hasil pengujian Analisis Regresi Linier Berganda yang dapat dilihat pada tabel

5.6 menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel EPS dengan arah positif

sebesar 0,001 dengan nilai thitung yang lebih besar dari nilai ttabel (11,113 > 2,004) dan

besarnya nilai signifikan yang lebih kecil dari taraf signifikan (0,000 < 0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa EPS (X4) berpengaruh

signifikan terhadap harga saham (Y), sehingga dapat dinyatakan H4 diterima.

Earning per Share (EPS) atau laba per saham digunakan untuk mengukur

besarnya keuntungan yang diperoleh setiap lembar saham yang siap dibagikan bagi

semua pemegang saham biasa perusahaan, yang dihitung berdasarkan pembagian

antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham biasa yang beredar.

Perusahaan yang memiliki EPS yang tinggi cenderung memiliki harga saham yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki EPS yang rendah,

dengan semakin tingginya angka EPS suatu perusahaan, maka pandangan para

investor akan semakin baik dikarenakan nilai EPS menunjukkan berapa besar

nantinya laba per lembar saham yang akan mereka dapatkan dari perusahaan tersebut

dan akan meningkatkan permintaan dan harga saham perusahaan. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa EPS berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti

tinggi atau rendahnya angka EPS suatu perusahaan akan mempengaruhi tinggi atau

rendahnya harga saham perusahaan tersebut.


104

Arah koefisien regresi yang positif pada variabel EPS menunjukkan bahwa

adanya hubungan yang searah antara EPS dengan harga saham, di mana semakin

tinggi EPS suatu perusahaan maka harga saham perusahaan tersebut akan semakin

tinggi pula, begitu pula sebaliknya, semakin rendah EPS suatu perusahaan maka

harga saham perusahaan tersebut akan semakin rendah pula. Hal ini dapat

dibuktikan, di mana berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif (tabel 5.1) dapat

diketahui bahwa rata-rata EPS perusahaan sampel adalah Rp639,6577 dan rata-rata

harga saham perusahaan sampel adalah Rp12.035,03. Beberapa perusahaan memiliki

EPS yang tinggi, di atas rata-rata perusahaan sampel memiliki harga saham yang

tinggi, seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) tahun 2013-2014 yang memiliki

EPS secara berturut-turut sebesar Rp1.143,93 dan Rp1.590,4, harga sahamnya tahun

2014-2015 secara berturut-turut sebesar Rp24.179 dan Rp19.911. Lalu, PT Gudang

Garam Tbk (GGRM) tahun 2013-2015 yang memiliki EPS secara berturut-turut

sebesar Rp2.249,76, Rp2.790,19, dan Rp3.344,78, harga sahamnya tahun 2014-2016

secara berturut-turut sebesar Rp55.018, Rp47.500, dan Rp66.463. Lalu, PT

Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) tahun 2013-2015 yang memiliki EPS

secara berturut-turut sebesar Rp1.361,02, Rp1.431,82, dan Rp1.183,48, harga

sahamnya tahun 2014-2016 secara berturut-turut sebesar Rp23.761, Rp20.564, dan

Rp17.387. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki EPS yang rendah, di bawah rata-

rata perusahaan sampel memiliki harga saham yang rendah, seperti PT Adaro

Energy Tbk (ADRO) tahun 2013-2015 yang memiliki EPS secara berturut-turut

sebesar Rp88,7, Rp69,17, dan Rp65,74, harga sahamnya tahun 2014-2016 secara

berturut-turut sebesar Rp1.141, Rp706, dan Rp1.116. Lalu, PT Charoen Phokphand

Tbk (CPIN) tahun 2013-2015 yang memiliki EPS secara berturut-turut sebesar
105

Rp154,34, Rp106,52, dan Rp112,02, harga sahamnya tahun 2014-2016 secara

berturut-turut sebesar Rp3.976, Rp2.766, dan Rp3.567. Lalu, PT Telekomunikasi

Indonesia Tbk (TLKM) tahun 2013-2015 yang memiliki EPS secara berturut-turut

sebesar Rp140,92, Rp145,22, dan Rp153,66, harga sahamnya tahun 2014-2016

secara berturut-turut sebesar Rp2.606, Rp2.839, dan Rp3.919.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanum

(2012), Valintino dan Sularto (2013), dan Sufianto (2016) yang menyatakan bahwa

EPS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Pada dasarnya

perusahaan yang memiliki EPS yang tinggi berarti perusahaan tersebut mampu

memberikan tingkat pengembalian (return) yang tinggi kepada para pemegang

saham untuk setiap lembar saham biasa yang mereka miliki (Kasmir, 2012:207).

Investor pastinya menginginkan return yang tinggi dari kegiatan investasinya. Oleh

karena itu, semakin tinggi EPS suatu perusahaan maka pandangan para investor akan

semakin baik pula dan nantinya akan diikuti dengan kenaikan permintaan saham dan

kenaikan harga saham perusahaan.

5.6 Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Equity dan Earning per Share

berpengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan Current Ratio dan Debt to

Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham pada

perusahaan indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013-2015.

Implikasi dari hasil penelitian ini mencakup pada 2 (dua) hal yaitu implikasi teoritis

dan praktis. Implikasi teoritis berhubungan dengan kontribusi temuan bagi

perkembangan teori-teori harga saham dan implikasi praktis berkaitan dengan

kontribusi temuan penelitian terhadap pencapaian harga saham di perusahaan.


106

5.6.1 Implikasi Teoritis


Hasil penelitian ini membuktikan adanya pengaruh Return on Equity dan

Earning per Share terhadap harga saham melalui pengujian yang dilakukan secara

empiris teori sinyal (signaling theory) di pasar modal Indonesia. Penelitian ini

mendukung signaling theory yang menekankan kepada pentingnya informasi yang

dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan.

Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima

informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan

menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk

(bad news). Jika pengumuman informasi tersebut dianggap sebagai sinyal baik bagi

investor, maka investor akan tertarik untuk melakukan perdagangan saham dan akan

terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.

Pengumuman informasi dapat berupa rasio-rasio keuangan yang terdapat pada

laporan tahunan perusahaan seperti Return on Equity dan Earning per Share. Apabila

rasio keuangan tersebut dianggap sebagai sinyal baik bagi investor, maka investor

akan tertarik terhadap saham perusahaan dan akan meningkatkan permintaan saham

disertai dengan kenaikan harga saham perusahaan. Setiap kenaikan dari Return on

Equity perusahaan berarti semakin efisien perusahaan tersebut dalam menggunakan

modalnya dan setiap kenaikan dari Earning per Share perusahaan berarti semakin

meningkat pula laba bersih yang akan diterima para pemegang saham perusahaan,

sehingga dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dan menyebabkan

meningkatnya harga saham.


107

5.6.2 Implikasi Praktis


Adapun implikasi praktis dari penelitian ini yaitu memberikan informasi,

referensi, dan bahan pertimbangan bagi perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ

45 di Bursa Efek Indonesia dalam menganalisis laporan keuangan untuk

pengambilan keputusan bagi pihak manajemen perusahaan khususnya Perusahaan

Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia. Apabila terjadi penurunan harga saham,

perusahaan dapat melakukan tindakan perbaikan dengan melihat rasio keuangan

mereka seperti ROE dan EPS, apakah rasio perusahaan tersebut dianggap sebagai

sinyal yang baik atau buruk di mata para investor, yang pastinya memiliki pengaruh

terhadap tingkat permintaan dan penawaran saham perusahaan maupun tinggi rendah

harga sahamnya. Selain itu perusahaan tetap harus memperhatikan rasio keuangan

lainnya selain ROE dan EPS, seperti CR dan DER meskipun dalam penelitian ini

hasilnya tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi harga

saham perusahaan indeks LQ 45, tetapi untuk perusahaan lain mungkin rasio tersebut

akan berpengaruh terhadap harga saham.

Bagi investor dan calon investor, penelitian ini dapat memberikan informasi

untuk membantu dalam mengklasifikasikan faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi harga saham pada perusahaan indeks LQ 45 yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia yang dalam hal ini yaitu Return on Equity (ROE) dan Earning per

Share (EPS) yang berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Investor

sebaiknya selalu memperhatikan rasio-rasio keuangan perusahaan seperti ROE dan

EPS yang dapat berguna untuk membantu proses pengambilan keputusan

investasinya, apakah tetap mempertahankan investasi yang ada, menambah investasi,

maupun menjual investasi yang ada tersebut. Dengan melihat rasio keuangan
108

perusahaan seperti ROE dan EPS, investor dapat meramalkan bagaimana nantinya

perkembangan harga saham perusahaan dan membuat perencanaan terkait keputusan

investasinya dan dapat meminimalisir resiko investasi yang mungkin terjadi.

5.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang tedapat dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti hanya menggunakan 4 (empat) variabel independen yaitu Current

Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share yang

diteliti pengaruhnya terhadap harga saham. Berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya, masih banyak rasio-rasio keuangan lainnya yang juga memiliki

pengaruh terhadap harga saham, seperti Price Earning Ratio, Return on Asset,

dan Dividend per Share yang juga dapat mempengaruhi keputusan investasi

investor.

2. Periode waktu penelitian hanya 3 (tiga) tahun dan terbatas untuk perusahaan

indeks LQ 45 saja, peneliti selanjutnya dapat menambah periode waktu

penelitian dan memperluas sampel penelitian, tidak hanya perusahaan indeks

LQ 45 saja agar data dan hasil penelitian dapat lebih bervariasi.


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. CR (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham (Y). Hal ini

dikarenakan perusahaan yang memiliki CR tinggi di atas rata-rata berarti

perusahaan tersebut mempunyai banyak kas yang menganggur maupun aset

lancar lainnya yang penggunaannya tidak maksimal dan mengakibatkan

perusahaan tidak memaksimalkan seluruh potensi keuntungan yang ada, seperti

misalnya kas tersebut dapat digunakan untuk berinvestasi. Sehingga

memungkinkan para investor menjadi kurang tertarik dengan saham perusahaan

dikarenakan perusahaan kurang mampu memaksimalkan potensi keuntungan

yang ada dari kas menganggur tersebut dan mengakibatkan turunnya permintaan

serta harga saham perusahaan.

2. DER (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham (Y). Hal ini

dikarenakan perusahaan yang memiliki DER yang rendah di bawah rata-rata

berarti perusahaan tersebut kurang memaksimalkan sumber modal yang berasal

dari luar perusahaan berupa utang, di mana perusahaan mungkin dapat

memaksimalkan potensi keuntungan yang dapat mereka peroleh apabila

perusahaan dapat memanfaatkan semaksimal mungkin modal yang berasal dari

luar tersebut, seperti untuk membeli peralatan dan mesin baru untuk menambah

kapasitas produksinya. Oleh karena itulah, DER perusahaan yang rendah di

109
110

bawah rata-rata memungkinkan para investor menjadi kurang tertarik dengan

saham perusahaan dikarenakan perusahaan kurang mampu memaksimalkan

potensi keuntungan yang ada dari modal yang berasal dari luar perusahaan

tersebut dan mengakibatkan turunnya permintaan serta harga saham perusahaan.

3. ROE (X3) berpengaruh signifikan terhadap harga saham (Y). Arah koefisien

regresi yang positif pada variabel ROE menunjukkan bahwa adanya hubungan

yang searah antara ROE dengan harga saham, di mana semakin tinggi ROE

suatu perusahaan maka harga saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi

pula, begitu pula sebaliknya, semakin rendah ROE suatu perusahaan maka harga

saham perusahaan tersebut akan semakin rendah pula. Perusahaan yang

memiliki ROE yang tinggi berarti perusahaan tersebut mampu mengelola

ekuitasnya dengan baik sehingga dapat menghasilkan keuntungan secara

maksimal. Hal tersebut merupakan sinyal positif kepada para investor dan

pandangan para investor terkait pengelolaan ekuitas perusahaan tersebut akan

baik pula dan nantinya akan diikuti dengan kenaikan permintaan saham dan

kenaikan harga saham perusahaan.

4. EPS (X4) berpengaruh signifikan terhadap harga saham (Y). Arah koefisien

regresi yang positif pada variabel EPS menunjukkan bahwa adanya hubungan

yang searah antara EPS dengan harga saham, di mana semakin tinggi EPS suatu

perusahaan maka harga saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi pula,

begitu pula sebaliknya, semakin rendah EPS suatu perusahaan maka harga

saham perusahaan tersebut akan semakin rendah pula. Perusahaan yang

memiliki EPS yang tinggi berarti perusahaan tersebut mampu memberikan

tingkat pengembalian (return) yang tinggi kepada para pemegang saham untuk
111

setiap lembar saham biasa yang mereka miliki. Investor pastinya menginginkan

return yang tinggi dari kegiatan investasinya. Oleh karena itu, semakin tinggi

EPS suatu perusahaan maka pandangan para investor akan semakin baik pula

dan nantinya akan diikuti dengan kenaikan permintaan saham dan kenaikan

harga saham perusahaan.

5. Nilai Adjusted R Square pada model ini adalah sebesar 0,737 atau 73,7% yang

berarti variasi atau naik turunnya variabel dependen yaitu harga saham

dipengaruhi oleh variabel independen yaitu Current Ratio, Debt to Equity Ratio,

Return on Equity, dan Earning per Share sebesar 73,7%. Sedangkan sisanya

26,3%, dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka saran-saran

yang diajukan adalah:

1. Bagi Investor

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai rata-rata harga saham

pada perusahaan indeks LQ 45 dan rasio-rasio yang mempengaruhinya yang dalam

penelitian ini yaitu ROE dan EPS, sehingga para investor dapat lebih memperhatikan

rasio-rasio yang mempengaruhi harga saham tersebut untuk membantu proses

pengambilan keputusan investasinya. Investor disarankan untuk lebih jeli dan cermat

dalam memperhatikan rasio-rasio keuangan perusahaan beserta kenaikan dan

penurunannya, agar di dalam pengambilan keputusan investasinya nanti dapat

meminimalisir resiko kerugian berinvestasi dan dapat memaksimalkan return yang

didapat dari kegiatan berinvestasi tersebut.


112

2. Bagi Perusahaan

Perusahaan sebaiknya mengevaluasi kinerjanya secara berkala khususnya

kinerja-kinerja yang berhubungan langsung dengan harga sahamnya agar perusahaan

selalu mendapatkan pandangan yang baik oleh para investor dan membuat investor

tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Selain itu, perusahaan

diharapkan untuk selalu terbuka dalam penyampaian semua informasi kinerja

keuangannya yang dapat mempengaruhi keputusan investasi investor agar kegiatan

investasi berjalan dengan sebagaimana mestinya.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian selanjutnya sebaiknya menambah variabel independen lain yang

tidak digunakan dalam penelitian ini dan juga menambah periode penelitiannya.

Karena dari hasil nilai Adjusted R Square pada model ini yaitu sebesar 0,737 atau

73,7%. Hal ini berarti bahwa variabel independen yaitu Current Ratio, Debt to

Equity Ratio, Return on Equity, dan Earning per Share secara bersama-sama mampu

mempengaruhi variasi atau naik turunnya perubahan variabel dependen yaitu harga

saham sebesar 73,7%, sedangkan sisanya 26,3%, dipengaruhi oleh variabel lain yang

tidak dibahas dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai