Anda di halaman 1dari 22

Laporan Kasus

1. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 81 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Jl. KP irian RT 04/06 No. 24 kel. Serdang kec.
Kemayoran kota Jakarta pusat provinsi DKI jakarta
No. RM : 00772536
TanggalMasuk RS : 05/04/2018
Tanggalpemeriksaan : 05/04/2018

2. Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan adik pasien.


a. Keluhan utama
Nyeri di paha kiri akibat jatuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSIJ cempaka putih dengan keluhan nyeri di paha
kanan sejak 2 hari SMRS, 3 hari yang lalu os jatuh di depan rumahnya
dengan posisi menyamping ke sebelah kanan. Saat terjatuh os masih
sadar, keluhan nyeri tidak langsung dirasakan oleh os. Keesokan harinya
os mengeluh nyeri di paha kanan dan terasa sakit bila bergerak. Nyeri
dirasakan terlokalisir di paha kanan. Tungkai kanan masih bisa di
gerakan, nyeri menjalar disangkal, baal pada kaki kanan disangkal, luka
pada tempat yang dikeluhkan disangkal, perdarahan disangkal. BAK dan
BAB tidak ada keluhan setelah terjatuh.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Hipertensi dan DM : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama


dengan pasien.

e. Riwayat Pengobatan

1
Untuk keluhan ini pasien belum pernah berobat sebelumnya\

f. Riwayat Alergi

Tidak ada alergi makanan maupun obat

g. Riwayat Psikososial

Pasien tinggal dengan anak-anaknya di lingkungan rumah yang bersih


dan sehat, untuk sekarang pasien sudah mulai pikun.

3. PemeriksaanFisis
a. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
b. Status Kesadaran : E4V5M6, composmentis
c. Tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
N : 80 kali/menit
P : 20 kali/menit
S : 36.7
d. Status Generalis
Kepala : normocephal
Mata : Konjungtivaanemis (+/+), skleraikterik (-/-),
RCL (+/+), RCTL (+/+)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : Sianosis (-), lidahkotor (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Telinga : normotia, deformitas (-), sekret (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasitrakea (-)
Thorax : simetris S=D, sonor (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : ictus cordis tidak terlihat, murmur(-)gallop (-)
Abdomen : bising usus (+) normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas superior : udem (-/-), gerak (+/+), kekuatan (5/5)
Ekstremitas Inferior : udem (-/+), gerak (sulitdinilai /+), kekuatan
(sulitdinilai /+)

2
e. Status lokalis :
Regio femur sinistra
- Look :Pemendekan (+), udem (+), deformitas (+), tidak terdapat luka
robek.
- Feel : Nyeri tekan (+)
- Movement :Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+)

4. PemeriksaanPenunjang
a. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 6.7 g/dL

Jumlah Leukosit 13.49/l

Hematokrit 20%

Jumlah Trombosit 787 x 106/l

Eritrosit 280 x 106/l

MCV/VER 70 fL

MCH/HER 24 pg

MCHC 34 g/dL

GDS 171mg/dL

3
b. Foto Rontgen abdomen pelvis
Kesan : fraktur complit colon/ caput femur dextra dengan dislokasi
caput

Gambar 1 fotorontgen abdomen pelvis

5. Diagnosa
Fraktur tertutup collum femur dextra

6. Penatalaksanaan
Perbaikan KU
IVFD RL
Inj Cefotaxim IV/12jam
Inj Ketorolac IV/12jam
Transfuse PRC 500 ml
a. Operatif

4
Konsul bedah ortopedi
7. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad sanationem : dubia ad malam

5
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Femur

Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter
minor. Caput membentuk kira-kira dua pertiga dari bulatan daan bersendi dengan
aceraulum os coxae untuk membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat
lekukan kecil yang disebut fovea capitis, untuk tempat melekatnya ligamentum
capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari a. Obturatoria
dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.
Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut sekitar 125 derajat (pada perempuan
lebih kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat
berubah akibat adanya penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara collum dan
corpus. Linea intertrochanterica menghbungkan kedua trochanter ini di bagian
anterior, tempat melekatnya ligamantum iliofemorale, dan di bagian posterior oleh
crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista terdapat tuberculum quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan
permukaan posteriornya mempunyai rigu, disebut linea aspera. Pada linea ini
melekat otot-otot dan septa intermuscularis. Pinggir-pinggir linea melebar ke arah
atas dan bawah. Pinggir medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris
medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medialis. Pinggir
lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista ssupracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior corpus, di bawah trochanter major tempat tuberositas glutea
untuk tempat melekatnya Gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung
distalnya dan membentuk daerah segitiga dasar pada permukaan posteriornya,
disebut facies poplitea.
Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang di
bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondyaris. Permukaan anterior
condylus bersatu dengan facies articuaris patella. Kedua condyli ikut serta dalam
pembentukan articulatio genus. Di atas condyli terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis.

6
Beberapa otot-otot besar melekat pada femur. Di bagian proksimal, m.
gluteus medius dan minimus melekat pada trochanter mayor, mengakibatkan
abduksi pada fraktur femur. M. iliopsoas melekat pada trochanter minor,
mengakibatkan adanya rotasi internal dan eksternal pada fraktur femur. Linea
aspera (garis kasar pada bagian posterior dari corpus femoris) memperkuat
kekuatan dan tempat menempelnya m. gluteus maksimus, adductor magnus,
adductor brevis, vastus lateralis, vastus medialis, dan caput brevis m. biceps
femoris. Di bagian distal, m. adductor magnus melekat pada sisi medial,
menyebabkan deformitas apeks lateral pada fraktur femur. Caput medial dan lateral
m. gastrocnemius melekat di femoral condylus femoral posterior, menyebabkan
deformitas fleksi pada fraktur sepertiga distal femur

7
2.. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh
rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang.
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan
Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang dimiliki
tubuh yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang femur terdiri
dari tiga bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis proksimal, dan distal
metafisis. Corpus femoris berbentuk tubular dengan sedikit lengkungan ke arah
anterior, yang membentang dari trochanter minor melebar ke arah condylus.
Selama menahan berat tubuh, lengkung anterior menghasilkan gaya kompresi pada
sisi medial dan gaya tarik pada sisi lateral. Struktur femur adalah struktur tulang
untuk berdiri dan berjalan, dan femur menumpu berbagai gaya selama berjalan,
termasuk beban aksial, membungkuk, dan gaya torsial. Selama kontraksi, otot-otot
besar mengelilingi femur dan menyerap sebagian besar gaya.
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada
bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian
distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari
intertrokanter.

3. Epidemiologi

Fraktur stress pada collum femur sangat jarang, tetapi menghasilkan


dampak yang buruk, 5-10% fraktur stress terjadi dikarenakan fraktur pada collum
femur. Kelompok tertentu seperti atlet, termasuk pelari jarak jauh yang tiba-tiba
menambah atau mengubah aktivitas memiliki prevalensi yang tinggi dibandingkan
populasi pada umumnya.

8
Brukner melaporkan bahwa perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi
dari fraktur stres dibandingkan pria, kesalahan Pelatihan merupakan faktor risiko
yang paling umum, termasuk peningkatan mendadak dalam jumlah atau intensitas
pelatihan dan pengenalan aktivitas baru.
Sejumlah faktor mempengaruhi populasi lansia untuk patah tulang,
termasuk osteoporosis, gizi buruk, penurunan aktivitas fisik, gangguan penglihatan,
penyakit neurologis, keseimbangan yang buruk, dan atrofi otot. Patah tulang
panggul yang umum dan sering mengenai pada populasi geriatri.
Koval dan Zuckerman mencatat kejadian yang disesuaikan menurut umur
fraktur collum femur di Amerika Serikat adalah 63,3 kasus per 100.000 orang-tahun
untuk perempuan dan 27,7 kasus per 100.000 orang-tahun untuk pria. (8) Umur
fraktur collum femur pada pasien usia lanjut terjadi paling umum setelah jatuh
ringan atau cedera memutar, dan mereka lebih sering terjadi pada wanita. Selain
itu, Joshi et al mencatat fraktur stres collum femoralis ipsilateral sebagai
konsekuensi langka artroplasti lutut total.
Di Indonesia sendiri dari penelitian yang dilakukan di RS dr. Soetomo
Surabaya dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita fraktur collum femur
berjenis kelamin laki laki. Hal ini besar kaitannya dengan sebagian besar penyebab
fraktur collum femur yang disebabkan oleh trauma, baik trauma karena kecelakaan
lalu lintas maupun kecelakaan kerja. Dari usia penderita tidak ditemukan adanya
kelompok usia yang menonjol, namun yang jelas adalah hampir semuanya dalam
usia produktif sehingga penanganan yang optimal sangat diperlukan supaya dapat
kembali ke produktivitasnya semula.

4. Klasifikasi
Menurut lokasi fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan
basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau intrakapsular;
fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler.

9
Patah tulang intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan
cenderung terjadi nekrosis avaskular kaput femur. Perdarahan kolum yang terletak
intraartikuler dan pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa
femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber pendarahan ini putus pada patah
tulang intraartikuler.

Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan dan
sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter

10
cukup kaya pendarahannya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periost, dan
a. nutrisia diafisis femur.
Patah tulang collum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh karena
bagian proksimal pendarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan fiksasi
kokoh untuk waktu yang cukup lama. Semua patah tulang di daerah ini umumnya
tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini, kecuali
jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal atau yang basal.
1. Klasifikasi menurut Garden
 Tingkat I : fraktur inkomlit (abduksi dan terimpaksi)
 Tingkat II : fraktur lengkap tanpa pergeseran
 Tingkat III : fraktur dengan pergeseran sebagian
 Tingkat IV : fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada
bagian segmen yang bersinggungan.

2. Klasifikasi menurut Pauwel


 Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30˚ dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
 Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50˚ dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
 Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70˚ dengan bidang horizontal pada
posisi tegak.

11
5. Gambaran klinik
Pada pemeriksaan fisik, fraktur collum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan
pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan
jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri
bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul
digerakkan.

6. Pemeriksaan Fraktur Femur


Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap
mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma;
pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imaging
menggunakan foto polos sinar-x.
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-
tanda syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain,
misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga
toraks, panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien terancam,
lakukan resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien.

12
Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi
lain, misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu penyebab
terjadinya fraktur.
Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining
awal dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:
a. Inspeksi (Look)
1. Bandingkan dengan bagian yang sehat
2. Perhatikan posisi anggota gerak
3. Keadaan umum penderita secara keseluruhan
4. Ekspresi wajah karena nyeri
5. Lidah kering atau basah
6. Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada
seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
7. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
8. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
9. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
10. Perhatikan kondisi mental penderita
11. Keadaan vaskularisasi (3)

b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
palpasi adalah sebagai berikut:
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan

13
anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
5. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan
nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.

7. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutny.

8. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya
fraktur sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta
ekstensi fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang,
untuk melihat benda asing—misalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan
teknik pengobatan atau terapi yang tepat.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two,
yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas
dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-anak

14
sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis;
dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi.

9. Tatalaksana
Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif dengan
indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu
dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu
reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua
untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan
pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita
umur di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti
total.

Sebuah grup kerja di Hungaria intensif ditangani dengan masalah patah


tulang collum femur dan pengobatan bedah,. Manninger et al, mempelajari dari 740
pasien yang menjalani perawatan bedah di Central Research Institute of Budapest
antara 1972 dan 1977. Mereka berkesimpulan bahwa nekrosis avaskular head femur
dapat secara signifikan dikurangi melalui tindakan bedah dengan pengurangan dan
fiksasi fraktur yang dilakukan dalam waktu enam jam setelah trauma . (13)
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher
femur baik orang dewasa muda maupun dewasa tua karena :

1. Perlu reduksi yang akurat dan stabil

2. Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah


komplikasi paru-paru dan ulkus dekubitus.

Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi interna. Fraktur
yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat resiko pergeseran
pada fraktur-fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur; jadi fiksasi akan lebih
aman.

Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas
dini. Bila pasien dibawah anestesi, pinggul dan lutut difleksikan dan paha yang
mengalami fraktur ditarik ke atas, kemudian dirotasikan secara internal, lalu

15
diekstensikan dan diabduksi; akhirnya kaki diikat pada footpiece. Pengawasan
dengan sinar-X diguanakan untuk memastikan reduksi pada foto anteroposterior
dan lateral. Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV; fiksasi
pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan. Kalau fraktur
stadium III dan IV tidak dapat direduksi secara tertutup, dan pasien berumur
dibawah 60 tahun, dianjurkan untuk melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan
anterolateral.
Tetapi, pada pasien tua (yang berusia lebih dari 70 tahun) cara ini jarang
diperbolehkan; kalau dua usaha yang cermat untuk melakukan reduksi tertutup
gagal, lebih baik dilaksanakan pergantian prostetik.
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau skrup berkanula
atau, kadang-kadang dengan sekrup kompresi geser (sekrup pinggul yang dinamis)
yang ditempelkan pada batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka
femur bagian atas. Kawat pemandu, yang disisipkan di bawah kendali fluoroskopik,
digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat pengikat telah tepat. Dua
sekrup berkanula sudah mencukupi; keduanya harus terletak sejajar dan memanjang
sampai plat tulang subkondral; pada foto lateral keduanya berada di tengah-tengah
pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteroposterior sekrup distal terletak pada
dengan korteks inferior leher.

Bila tidak dilakukan operasi ini cara konservatif terbaik adalah langsung
immobilisasi dengan pemberian anastesi dalam sendi dan bantuan tongkat.
Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga
penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan,
serta sedikit pemendekan.
Sejak hari pertama pasien harus duduk di tempat tidur atau kursi. Dia dilatih
melakukan latihan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan memulai berjalan
(dengan alat penopang atau alat berjalan) secepat mungkin. Secara teoritis, idealnya
adalah menunda penahanan beban, tetapi ini jarang dapat dipraktekkan.

Jenis-jenis operasi :
1. Pemasangan pin
2. Pemasangan plate and screw

16
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan
IV tak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena
itu, kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang
berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien yang
sangat tua dan sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi tertutup.
Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis
bipolar tanpa semen yang dimasukkan dengan pendekatan posterior. Penggantian
pinggul total mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama beberapa
minggu dan dicurigai ada kerusakan asetabulum, atau pada pasien dengan penyakit
metastatik atau penyakit paget.
Artroplasti; dilakukan pada penderita umur diatas 55 tahun, berupa :
1. Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)
2. Hemiartroplasti
3. Artroplasti total

Pada pasien yang relatif muda, terdapat tiga prosedur, yaitu :

1. Kalau fraktur terlalu vertikal, tetapi kaput tetap hidup, osteotomi


subtrokanter dengan fiksasi paku-plat mengubah garis fraktur sehingga
membentuk sudut yang lebih horizontal.

2. Kalau reduksi atau fiksasi salah dan tidak terdapat tanda-tanda nekrosis,
sekrup itu pantas dibuang, fraktur direduksi, sekrup yang baru disisipkan
dengan bener dan juga menyisipkan cangkokan fibula pada fraktur itu;

3. Kalau kaput bersifat avaskular, kaput ini dapat diganti dengan prostesis
logam; kalau sudah terdapat atritis, diperlukan pergantian total.

Pada pasien yang berusia lanjut, hanya dua proses yang harus dipertimbanagkan,
yaitu ;

1. Kalau nyeri tidak hebat, pengankatan tumit dan penggunaan tongkat yang
kuat atau kruk penopang siku sering sudah mencukupi.

17
2. Kalau nyerimya hebat, maka tak perduli apakah caput avaskular atau tidak,
kaput ini terbaik dibuang; kalau pasien cukup sehat, dilakukan pergantian
sendi total.

2. 10. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Komplikasi yang bersifat umum ; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,


dekubitus
2. Nekrosis avaskuler kaput femur
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang
disertai pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada
cara untuk mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa
minggu kemudian, scan nanokoloid dapat memperlihatkan
berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada sinar-X, meningkatnya
kepadatan pada kaput femoris mungkin tidak nyata selama berbualan-
bulan atau bahkan bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak,
kolapsnya kaput femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin
hilangnya fungsi. Apabila lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka
kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskular lebih besar.

Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal


pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian
diganti dengan protesis metal.

3. Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat
mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih
sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini
disebabkan kareana vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak
adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur adalah intra-
artikuler.

18
Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup
menjebol keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh
nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan
nekrosis avaskuler tergantung penyebab terjadinya nonunion dan umur
penderita.

4. Osteoartritis

Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau


nekrosis avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan
kerusakan meluas ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi
total.

5. Anggota gerak memendek


6. Malunion
7. Malrotasi berupa rotasi eksterna
8. Koksavara

11. Prognosis
Fraktur collum femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur
dengan prognosis yang tidak terlalu baik, disebabkan oleh anatomi collum femur
itu sendiri, vaskularisasinya yang cenderung ikut mengalami cedera pada cedera
neck femur, serta letaknya yang intrakapsuler menyebabkan gangguan pada proses
penyembuhan tulang.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Michael A. Anatomi dan fisiologi tulang dan sendi. Dalam : Patofisologi,


konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6. Editor : Sylivia.A, Lorraine M.
Jakarta: EGC, 2005p1357-64

2. Rasjad C. Struktur dan Fungsi Tulang. Dalam : Pengantar Ilmu Bedah


Ortopedi. Makassar : Bintang Lamumpatue, 2012.

3. Grace P, Borley N. Surgery at Glance. Ed 2. British : Blackwell publishing


company. 2002

4. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC,
2002

5. Sjamsuhidajat, de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Dalam : Buku Ajar Ilmu


Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC, 2010. p959-1083

6. Michael A. Fraktur dan dislokasi. Dalam : Patofisologi, konsep klinis proses-


proses penyakit. Edisi 6. Editor : Sylivia.A, Lorraine M. Jakarta: EGC,
2005.p1365-73

20
Laporan kasus

Fraktur collum dextra

Oleh:

Puput pujiama (2013730085)

Pembimbing: dr. Yogi Prabowo, SpOT (K)

STASE BEDAH RUMAH SAKIT ISLAM

JAKARTA PUSAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018

21
22

Anda mungkin juga menyukai