Anda di halaman 1dari 7

Sumber : PENERAPAN MODEL ARGUMENT-DRIVEN INQUIRY

DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN ARGUMENTASI ILMIAH SISWA SMP
Wahyu Sukma Ginanjar, Setiya Utari, dan Muslim
Strategi Pembelajaran ADI
Menggunakan jenis penelitian gabungan (mixed methods) dengan desain exploratory sequential design

Kesemua sampel penelitian diberikan pembelajaran IPA dengan menerapkan Model ADI berbasis
praktikum selama tiga pertemuan. Selama kegiatan pembelajaran seluruh aktivitas dan percakapan
direkam menggunakan kamera digital

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peningkatan Argumentasi Lisan
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan jumlah level argumentasi pada setiap kegiatan ADI
Lab

Jumlah unit argumentasi peserta didik yang teridentifikasi saat berdiskusi pada kegiatan awal ADI Lab
memiliki kualitas yang hamper sama.

Kemampuan peserta didik dalam berargumentasi dengan menyertakan data, teori atau konsep sains yang
relevan sebagai pembenaran dan pendukung menunjukkan peningkatan, baik saat berdiskusi kelompok
maupun saat melakukan sesi argumentasi.

Berdasarkan hasil temuan mengenai kemampuan argumentasi lisan untuk setiap level argumentasi yang
teridentifikasi pada setiap kegiatan ADI Lab, kemampuan argumentasi lisan siswa pada setiap level
menunjukkan pola kecenderungan yang berbeda. Walaupun terdapat pola kecenderungan yang berbeda
pada setiap level argumentasi berdasarkan kerangka analisis kualitas argumentasi, kemampuan
argumentasi lisan siswa mengalami peningkatan untuk setiap komponen argumentasinya.

Peningkatan kemampuan argumentasi lisan siswa ditunjukkan dengan kemampuan siswa dalam
menggunakan komponen-komponen argumentasi ilmiah semakin baik. Siswa mampu menggunakan data
sebagai landasan, menggunakan pembenaran berupa konsep yang relevan, dan memberikan dukungan
terhadap pembenaran yang menjelaskan data dalam merumuskan klaim yang baik. Selain itu, kemampuan
siswa dalam memberikan sanggahan pun semakin baik. Siswa mampu memberikan sanggahan terhadap
argumen lainnya dilandasi dengan alasan atau penyebab sanggahan tersebut dapat terjadi (identified
rebuttal). Hal tersebut menunjukkan peningkatan kemampuan argumentasi ilmiah siswa berdasarkan
komponen argumentasi ilmiah sesuai dengan TAP.

Peningkatan Argumentasi Tertulis


peningkatan kemampuan argumentasi ilmiah tertulis siswa memiliki pola kecenderungan peningkatan

Hasil rekaman aktivitas siswa dalam ADI Lab juga menunjukkan bahwa kegiatan diskusi kelompok kecil
(small group discussion) merupakan kegiatan yang paling penting dalam memunculkan argumentasi
ilmiah dan memiliki pengaruh paling besar dalam peningkatan kemampuan argumentasi ilmiah siswa,
karena kegiatan small group discussion pada kegiatan ADI Lab ini mampu merangsang siswa untuk
berdiskusi dan mengemukakan argumentasi mereka terkait dengan permasalahan sains.
berdasarkan Sintaks ADI, Tahap 2 merupakan tahap membangun konsep secara berinkuiri di dalam
kelompok. Tahapan ini dirancang untuk memberikan ruang agar siswa berlatih berargumentasi melalui
LKS yang disusun secara sistematis, pertanyaan disusun agar siswa dapat memunculkan argumentasinya
sejak berhipotesis sampai dengan pengolahan data. Tahap 3 dan Tahap 4 terkait dengan kegiatan
menganalisis, latihan argumentasi tentatif yang memberikan peluang untuk melatih argumentasi
level 3 dan level 4 yaitu latihan sebab akibat yang disertai penjelasan yang lebih lengkap.
Tahap 4 memberikan peluang lebih untuk memunculkan analisis yang lebih kritis ketika kemampuan
menganalisis ini mengaitkan data dengan konsep.

Sumber : PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN KIMIA MODEL


ARGUMENT DRIVEN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN ARGUMENTASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
Suryanto Hadiwidodo , Tukiran , Titik Taufikurahmah )
1) 2) 3

Strategi pembelajaran :

Melalui pengembangan perangkat

Perangkat pembelajaran dikembangkan dengan desain 4D yang telah direduksi menjadi desain
3D yang meliputi tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), dan tahap pengembangan
(develop). Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), Buku Ajar Siswa (BAS), tes keterampilan argumentasi, dan Tes Hasil
Belajar (THB).
Perangkat yang telah divalidasi kemudian diimplementasikan dengan rancangan penelitian
dengan desain the pretest post-test design

Hasil yang tampak dari pengembangan perangkat ini :

Keterlaksanaan Pembelajaran dengan model Argument Driven Inquiry


pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model Argument Driven Inquiryterlaksana dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru dapat melaksanakan dan mengelola pembelajaran dengan
baik sesuai dengan standar kompetensi pedagogic
Respon Siswa
Sebagian besar siswa menyatakan penjelasan dan cara guru menerapkan pembelajaran dengan model
Argument Driven Inquirybaik, hal ini dikarenakan guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
komunikatif
pembelajaran yang dilakukan melibatkan siswa secara aktif yaitu kegiatan praktikum dan kegiatan
pembelajaran melibatkan hal-hal yang dekat dengan kehidupan
Aktivitas Siswa
siswa pada saat pembelajaran melakukan aktivitas positif dalam pembelajaran seperti mengidentifikasi
masalah penelitian, memperoleh data, membangun argumen tentatif, mengadakan sesi argumentasi,
menyusun laporan penelitian secara tertulis, mengadakan peer review hasil laporan penelitian,
mengadakan revisi laporan berdasarkan hasil peer review, dan mengadakandiskusi eksplisit dan reflektif.
Efektifitas Perangkat Pembelajaran dengan model Argument Driven Inquiry
Pembelajaran dengan model Argument Driven Inquiryefektif untuk meningkatkan keterampilan
argumentasi dan hasil belajar siswa, dikarenakan tahapan-tahapan pembelajaran yang dialami siswa
melatihkan argumentasi siswa. Pembelajaran dengan model Argument Driven Inquiry memiliki delapan
fase, yaitu: identifikasi masalah penelitian, perolehan data, membangun argumen tentatif, sesi
argumentasi, menyusun laporan penelitian secara tertulis, peer review hasil laporan penelitian, revisi
laporan berdasarkan hasil peer review, dan Diskusi eksplisit dan reflektif(Sampson & Gleim, 2009).

Sumber : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING


DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA
PADA MATERI TEKANAN

Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri, sebagaimana
diungkapkan oleh Ilahi (2012: 30). Pada dasarnya discovery learning tidak jauh berbeda dengan
pembelajaran inquiry, namun pada discovery learning masalah yang dihadapkan kepada siswa
semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sehingga siswa tidak harus mengerahkan seluruh
pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui
proses penelitian (Kemendikbud, 2013: 15).

model pembelajaran discovery learning memiliki tujuan :

1. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan
belajar.

2. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup

3. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan
oleh siswa.

4. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi
yang tidak akan pernah tuntas digali

5. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-


proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya

6. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

7. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran


yang final dan tertentu atau pasti.

Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan discovery learning di kelas :

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) yaitu tahap dimana pelajar dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
2. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah) yaitu setelah dilakukan stimulasi langkah
selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

3. Data collection (Pengumpulan Data) yaitu ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi
kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik
diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.

4. Data processing (Pengolahan Data) yaitu semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan
cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

5. Verification (Pembuktian) yaitu tahap dimana siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244).

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) yaitu tahap proses menarik sebuah kesimpulan


yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244).

Sumber : Pengertian,

Tahap-tahap penerapan model ADI terdiri dari delapan langkah (Sampson


& Grooms, 2008; Sampson, Grooms, & Walker, 2009):

1) Identifikasi pertanyaan inkuiri dan tugas oleh peneliti


Pada tahap ini peneliti memulai urutan belajar dan
memperkenalkan topik utama yang harus di pelajari. Peneliti kemudian
memberikan pertanyaan-pertanyaan pembimbing kepada siswa. Pertanyaan
ini di mulai dari pertanyaan yang umum sampai ke pertanyaan yang lebih
spesifik. Tujuan di berikannya pertanyaan adalah untuk menangkap
perhatian siswa dan agar siswa memperoleh gambaran mengenai praktikum
yang akan dilakukan dalam pembelajaran konsep larutan penyangga.
Kemudian peneliti memberikan tugas kepada siswa berupa pengisian LKS
kosong. Adanya pengisian LKS kosong ini bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam merancang eksperimen.
2) Generalisasi data melalui pengamatan sistematis atau eksperimen oleh
kelompok-kelompok kolaboratif kecil siswa.
Pada tahap ini siswa bekerja secara berkelompok untuk
menerapkan dan mengembangkan metode untuk mengatasi masalah yang
terdapat dalam LKS. Tahap Ini juga menuntut siswa melakukan investigasi
terhadap data-data yang di peroleh dari pengamatan. Berbagai gejala ilmiah
yang muncul dalam kegiatan praktikum di amati dan dicatat secara
terperinci. Data kemudian diolah dan di generalisasikan. Selama tahap ini
berlangsung peneliti berkeliling kepada setiap kelompok dan berperan
sebagai nara sumber apabila ada siswa yang kesulitan dalam melakukan praktikum. Selain itu
peneliti juga bisa memberikan pertanyaan menyelidik
kepada siswa. Misalnya “bagaimana anda tahu bahwa data yang anda
peroleh dapat di percaya?”, atau “ apalagi yang perlu anda cari tahu
mengenai data yang anda dapatkan?, atau “apakah anda memiliki data yang
cukup untuk mendukung argumen-argumen anda?”.

3) Produksi argument tentative yang mengartikulasikan dan membenarkan


penjelasan untuk fenomena yang diteliti dalam medium yang bisa dibagi
dengan orang lain.
Argumen bukanlah suatu hal yang mudah dalam pembelajaran
kimia. Kemampuan argumentasi merupakan salah satu inti dari berfikir
kritis yang meliputi :
a) Menimbang keterimaan, khususnya kredibilitas claim
b) Mengevaluasi berbagai jenis argumen
c) Menganalisis, mengevaluasi dan membuat kesimpulan
d) Menarik kesimpulan
e) Menghasilkan argumen
Diperlukan adanya kriteria penilaian yang baik. Argumen yang
dibuat terdiri dari penjelasan, bukti dan penalaran dari medium yang bisa di
bagi (misalnya sebuah papan tulis atau beberapa lembar fotocopi argumen
tentatif untuk di bagikan). Komponen penjelasan pada argumen merupakan
jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang membimbing penyelidikan.
Bukti dapat di ambil dari perolehan data baisssk data kuantitatif maupun
data kualitatif. Komponen penalaran argumen termasuk rasionalisasi yang menunjukan mengapa
bukti mendukung argumen dan kenapa bukti yang
diungkapkan harus dikategorikan kedalam bukti. Siswa perlu memahami
bahwa para ilmuwan harus dapat mendukung penjelasan mereka dengan
bukti dan penalaran. Langkah ini membantu peneliti melihat pemikiran
siswa (ide-ide, bukti dan penalaran). Pada akhirnya tahap ini memungkinkan
siswa untuk mengevaluasi ide-ide bersaing dan menghilangkan penjelasan
yang tidak cocok dengan data yang tersedia.

4) Adu argument
Sebuah sesi argumentasi di mana kelompok-kelompok kecil
berbagi argumen mereka dengan kelompok lain dan kritik karya orang lain
dalam rangka untuk menentukan penjelasan mana yang paling valid atau
dapat diterima. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk merevisi
produk, proses dan konteks dari hasil penyelidikan mereka dalam format
seluruh kelas atau kelompok kecil.
5) Pembuatan laporan investigasi yang ditulis oleh setiap siswa.
Menulis merupakan salahsatu bagian penting dalam keilmuan.
Seorang ilmuwan harus mampu membaca dan memahami tulisan orang
lain, mengevaluasi nilainya dan berbagi hasil penelitian sendiri dengan
menulis. Menulis mengharuskan siswa untuk mengartikulasikan pemikiran
mereka secara ringkas dan jelas, mendorong metakognisi, dan meningkatkan
pemahaman siswa tentang isi. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari
hasil pengamatan dan juga masukkan-masukkan dalam sesi argumentasi,
siswa membuat suatu laporan praktikum. Laporan ini di tulis tangan dengan
format yang hampir sama dengan jurnal praktikum. Hanya pada laporan
siswa menambahkan kajian teoritik yang di dasarkan pada buku-buku yang
valid. Laporan di buat secara individu dengan data hasil pengamatan yang di
peroleh secara berkelompok.

6) Double blind peer-review


Sebuah double blind peer-review atau penilaian laporan oleh
sesama siswa untuk memastikan kualitas laporan. Setelah laporan selesai,
siswa mengumpulkan laporan miliknya kepada peneliti. Peneliti kemudian
membagikan laporan siswa kepada siswa lainnya untuk di periksa.
Tujuannya adalah agar siswa mampu menilai laporan yang dibuat temannya
dan membandingkannya dengan laporan miliknya. Penilaian didasarkan
pada isi laporan dan kriteria-kriteria yang tercantum dalam lembar peerreview.

7) Revisi laporan personal;


Setelah tahap peer-review di lakukan masing-masing siswa
memerikasa kembali laporan miliknya dan memperbaiki laporan hasil peerreview
tersebut. Laporan yang diterima oleh pemeriksa langsung di nilai
oleh peneliti dan dikembalikan kepada penulis sedangkan laporan yang
memerlukan perbaikan belum dinilai dan dikembalikan kepada penulis
laporan tersebut. Apabila laporan hasil revisi telah dapat diterima maka
laporan tersebut langsung mendapatkan penilaian dari peneliti, tetapi apabila
laporan hasil revisi tersebut masih belum dapat di terima, maka laporan
dikembalikan untuk di revisi tahap kedua sampai laporan tersebut bisa di
terima. Tujuannya adalah untuk mendorong siswa memperbaiki tulisan
mereka berdasarkan umpan balik edukatif.

8) Sebuah diskusi eksplisit dan reflektif dari topik, penyelidikan, dan sifat ilmu
pengetahuan ditambah dengan penilaian diagnostik yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk memandu fokus pengalaman laboratorium masa depan.
Pada tahap ini peneliti bertanya mengenai hasil penyelidikan yang diperoleh
siswa. Apabila dalam pemahaman yang diperoleh terdapat kesalah pahaman
maka peneliti membantu siswa meluruskan pemahamannya. Peneliti juga
bisa mendorong siswa untuk memberikan tanggapan bagaimana cara untuk
memperbaiki praktikum di masa depan dan meminta mereka mengevaluasi
hal yang baik dan yang tidak selama praktikum berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai