Anda di halaman 1dari 50

BUKU KURIKULUM PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN

PERHIMPUNAN TIM BANTUAN MEDIS


BASWARA PRADA

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnyalah kita dapat menyelasaikan Buku Kurikulum DIKLAT 2017/2018 sehinga buku
ini dapat terselesaikan dengan baik.

Buku materi kurikulum DIKLAT 2017/2018 ini merupakan salah satu program kerja
dari Divisi Pendidikan dan Latihan periode 2017/2018. Buku ini dibuat adalah sebagai
panduan bagi anggota maupun nonanggota TBM BASWARA PRADA untuk lebih
memantapkan ilmu mereka tentang kegawatdaruratan medis.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini secara terlampir. Mengingat kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, masih banyak perbaikan-perbaikan
yang harus dilakukan terhadap buku ini. Kami berharap buku ini dapat membawa banyak
manfaat terhadap peningkatan kualitas anggota TBM BASWARA PRADA ke depannya.

Akhir kata, kami mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan
buku kurikulum DIKLAT 2017/2018 ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun juga sangat diharapkan kedepannya demi kesempurnaan buku ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................... 3

MATRA MEDIS EMERGENSY

Initial Assessment…………………………………………………………………… 4
Basic Life Support…………………………………………………………………… 13
Advanced Trauma Life Support……………………………………………………... 17
Trauma Muskuloskeletal ……………………………………………………………………. 29
Resusitasi Cairan ……………………………………………………………………. 40
Syok………………………………………………………………………………….. 42
Basic Surgical Skill …………………………………………………………………. 46
Farmakologi Kegawatdaruratan……………………………………………………… 54
Intoksikasi…………………………………………………………………………… 63
Envenomasi………………………………………………………………………….. 67
Trauma Lingkungan…………………………………………………………………. 74
Teknik Evakuasi Medis……………………………………………………………… 87

3
EVAKUASI MEDIS

PENGERTIAN
Evakuasi medis adalah proses pemindahan pasien yang terluka atau sakit dari lokasi kejadian
menuju rumah sakit terdekat.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan daam merencanakan evakuasi
1. Mempersiapkan tim bantuan medis
2. Data
Perlu adanya infomasi mengenai suatu bencana seperti
2.1.Kronologis
2.2.Jumlah korban
2.3.Jumlah kerusakan
2.4.Upaya penanggulangan yang sudah dilakukan
2.5.Akses ke lokasi
2.6.Pelayanan darurat yang dibutuhkan

PRINSIP DASAR
Prinsip utama dari evakuasi medis darat :
1. Don’t further harm
2. Don’t move causality unless absolutely necessary
3. Don’t endanger yourself
4. Explain clearly
5. One command

SYARAT-SYARAT EVAKUASI MEDIS


Syarat-syarat sebelum melakukan evakuasi medis darat adalah dengan melakukan stabilisas,
yaitu suatu tindakan yang dilakukan agar korban menjadi stabil. Hal tersebut meliputi :
1. Memastikan keadaan umum korban serta respon yang diberikan
2. Memastikaan tidak adanya gangguan pernafasan
3. Nadi korban teratur
4. Perdarahan telah dihentikan

4
5. Luka telah di balut
6. Bila terjadi patah tulang telah di immobiloisasi, misalnya dengan di bidai
Sebelum melakukan Evakuasi, kita harus menyiapkan:
1. Peralatan Pendukung Evakuasi Dasar
Penolong dalam evakuasi harus menyiapkan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
masker, dan kacamata pelindung.
2. Peralatan Dasar Perawatan
Korban evakuasi harus ditangani segera, sehingga sebagai penolong maka alat-alat
seperti tandu, tali, oksigen, neck colar, dan P3K sangat diperlukan.
3. Peralatan Akses Korban Terperangkap
Korban evakuasi yang terperangkap pada suatu tempat harus segera dipindahkan, oleh
karena itu peralatan seperti rantai, kait, dan bor diperlukan untuk membuka akses jalan
missal pada gedung tertutup, gua, atau lereng.
4. Memilih lintasan
Bila kita melakukan evakuasi di daerah yang sulit dilalui, maka kita harus memilih
lintasan yang paling ringan dengan memperhitungkan peralatan dan personil yang
tersedia. Sebelum evakuasi dimulai harus di lakukan penelitian dan pembersihan jalur
yang akan dilalui oleh tim survey. Bisa juga dengan kendaraan seperti helicopter untuk
memantau area dari atas.

Aturan-aturan dalam melakukan evakuasi


1. Aturan Dasar Pengangkatan
Pengangkutan korban yang tidak melihat keadaan korban dapat memperparah dan
mencelakai korban, sehingga dalam pengangkatan korban terdapat aturan-aturan dasar
sehingga posisi kita sebagai penolong nyaman dan tidak melukai korban atau diri
sendiri.
1.1 Rencanakan gerakan
1.2 Gunakan kaki, bukan punggung. Tempatkan posisi kaki senyaman mungkin,
salah satu kaki ke depan guna menjaga keseimbangan.
1.3 Bawa beban berat sedekat mungkin dengan tubuh
1.4 Atur gerakan dengan kompak
1.5 Jika kehilangan keseimbangan/pegangan, letakkan korban, atur posisi kembali,
lalu mulai kembali mengangkat.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan jika membawa korban dengan tandu
2.1. Tandu diperiksa dari kerusakan, dicoba apa mampuo menahan berat korban.
2.2. Korban tidak sadar yang dibawa ke tenpat jauh, sebaiknya selalu diikat.
2.3. Penoloang yang palign berpengalaman, memberi komando untuk tiap gerakan.

5
2.4. Kaki korban selalu di depan, kecuali pada keadaan :
2.4.1. Korban cedera tungkai berat menuruni tangga / turun di tempet miring.
2.4.2. Korban hipotermia, menuruni tangga / turun di tempat miring.
2.4.3. Korban dengan stroke / kompresi otak tidak boleh diangkat dengan kepala
lebih rendah dari kaki.

TEKNIK EVAKUASI
1. Evakuasi tanpa menggunakan alat bantu
Dengan satu penolong
1.1 Human crutch
Kondisi pasien sadar dan dapat berjalan dengan dipapah. A.
Dapat dikerjakan dengan 1 atau 2 penolong.
B. Teknik: penolong berdiri disamping bagian yang sakit (
kecuali pada cedera ekstremitas atas), lingakarkan tangan
penolong pada pinggang korban, kalungkan lengan korban
pada leher penolong, lalu genggang pergelangan tangan
korban dengan tangan lain, setelah itu berjalan secara
perlahan mengikuti langhkah korban.

1.2 Cradle method


A. Kondisi pasien sadar.
B. Dapat dilakukan dengan satu atau dua penolong C. Berat
badan korban lebih ringan dari berat penolong.
D. Perhatikan bila ada cedera spinal.
E. Teknik: penolong jongkok atau melutut disamping
anak/korban, satu lengan ditempatkan di bawah paha korban
dan lengen alinnya melingkari punggung. Korban dipegang
dengan mantap dan didekapkan ke tubuh, penolong berdiri
dengan meluruskan lutut dan pinggul.

1.3 Pick a bag


A. Korban dalam keadaan sadar.
B. Berat badan korban lebih ringan dari penolong
C. Teknik: penolong berjongkok membelakangi korban, minta korban untuk
mengalungkan lengannya ke leher penolong. Angakt korban secara perlahan,
tangan penolong menyangga korban pada paha.
Usahakan agar punggung penolong tetap lurus.
6
1.4 Fireman lift
A. Digunakan untuk pasien sadar maupun tidak sadar, dengan syarat tidak terdapat
cedera pada servikal, dan fraktur pada ekstremitas ataupun vertebrae.
B. Berat badan korban lebih ringan dari penolong.

1.5 One rescuer drag


A. Digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar.
B. Lantai dalam kondisi licin dan bebas hambatan.
C. Tidak untuk pasien cedera servikal maupun fraktur pada ektremitas atas serta
1.6 Pack-strap carry
A. Untuk korban yang cukup berat denga jarak yang cukup jauh.
B. Tidak digunakan untuk korban cedera thorax, servikal, vertebrae dan lengan dua atau
lebih penolong

7
1.7 Fore-and-aft carry
A. Dilakuakn oleh dua penolong dari depan dan belakang korban.
B. Tidak dilakukan pada korban dengan cedera bahu atau tangan.
C. Teknik: dudukkan korban, penolong satu berada di antara kedua paha korban
menghadap depan memegang bawah lutut korban, penolong kedua berada di
belakang memegang korban dari ketiak. Mengangkat korban bergiliran dari
penolong di belakang diikuti penolong di depan dengan jeda sementara.

1.8.Two-handed seat
A. Korban sadar
B. Dilakukan dengan dua penolong
C. Teknik: kedua penolong berjongkok berhadapan dengan tangan
menyilangmembentuk kotak untuk dudukan korban. Tangan korban memeluk leher
penolong dari belakang.

2. Dengan menggunakan alat bantu


2.1 Chair carry
A. Alat mudah ditemukan dimana saja.
B. Bukan kursi plastik maupun kersi lipat.
C. Memindahkan korban dengan kursi.
D. Hati-hati bila ada cedera spinal.
E. Perkirakan beban yang daoat dibawa oleh
kursi.

2.2Drag method
F. Digunakan untuk korban sadar maupun tidak sadar.

8
G. Lantai dalam kondisi licin dan bebas hambatan.
H. Tidak untuk pasien cedera servikal dan fraktur pada ektremitas atas serta
scapulae.
I. Teknik: dengan menyerak korban dengan memberi alas terlbih dahulu
dengan matras atau kain tebak untuk mengurangi gesekan.

3. Dengan menggunakan tandu


3.1. Digunakan terutama pada korban-korban yang tidak sadar atau fraktur pada ektrmitas
bawah, terutama pada korban cedera servikal.
3.2. Curiga korban dengan curiga cedera spinal:
A. Korban jatuh dari ketinggian dan kecelakaan kecepatan tinggi
B. Terdapat cedera supraclavicula
C. Pernapasan paradoksal
D. Keluimpuhan anggota gerah
E. Terdapar multiple trauma

3.3. Ciri-ciri pasien cedera servikal


A. Pasien tidak sadar
B. Keluar darah dari lelinghan dan hidung
C. Luka jejas di sekitar bahu / clavicula
D. Pernafasan tidak teratur

9
3.4.Lakukan teknik berikut jika dicurigai terdapat trauma spinal.
3.4.1. Inline immbilization
Posisi leher dan batang badan harus segaris,Amankan leher dengen neck
collar atau yang sejenis (sandal bag)Jika tidak tesedia, ammankan dengan
dipenggang
3.4.2. Pindahkan dengan log roll
Untuk memeriksa bagian bawah korban.
Untuk meposisikan krban sebelum pindah ke stretcher.
Dikerjakan oleh sekurang-kurangnya tiga penolong
3.4.3. Gunakan scoop stretcher atau spine board untuk memindahkan korban

3.5. Langkah-langkah dalam mengangkat tandu


3.5.1. Seorang pengangkat berdiri di keempat ujung tandu. Jika ada
tiga orang, dua berdiri dekat kepala dan satu kaki.
3.5.2. Semua penganghkat jongkok dan memegang mengikuti aba-aba,
bangkit serentak dan berdiri memegang tandu secara rata.
3.5.3. Aba-aba selanjutnya semua pengangkat melangkahkan kaki
sebelah dalam dengan lanhgkah pendek.
3.5.4. Untuk menurunkan korban, para pengangkat berhenti kalau ada
abaaba. Pada aba-aba berikutnya semua jongkok dan meletakkan
tandu hati-hati.

10
EVAKUASI MEDIS PERAIRAN
PRINSIP DASAR
Untuk evakuasi korban dalam air diperlukan teknik penyelamatan. Teknik penyelamatan yang
digunakan berprinsip pada ketenangan dalam bertindak, sehingga dapat memilih cara
penanganan yang tepat. Prinsip penyelamatan di air adalah untuk menolong tanpa menambah
korban baru dan menolong tanpa menyebabkan timbulnya cedera fatal.
Beberapa hal yang harus selalu diingat, diketahui dan dilaksanakan oleh seorang penolong,
yaitu:
1. Penolong harus terlebih dahulu mengamankan diri sendiri sebelum memberikan
pertolongan kepada korban. Karena biasanya korban tenggelam akan mengalami
kepanikan dan cenderung akan menggapai, memegang atau merangkul benda-benda
disekitarnya serta meronta-ronta guna menyelamatkan dirinya. Hal ini sangat berbahaya
jika si penolong tidak siap dengan kondisi tesebut.
2. Penolong ketika menjumpai korban tenggelam sebaiknya segera mencari bantuan
terdekat, sambil terus berusaha untuk mengamati kondisi korban.
3. Penolong tidak berusaha untuk memberikan pertolongan pertama di air, karena itu sangat
berbahaya tapi memberikannya setelah sampai ditempat yang aman di darat.

Teknik mempertahankan dan menyelamatkan diri:


1. Water trappen
Saat jatuh ke dalam air, hal yang pertama dilakukan adalah melakukan gerakan
menginjak-injak air atau seperti mengayuh sepeda (water trappen). Hal tersebut
dilakukan guna menjaga agar kepala tidak masuk ke dalam air yang dapat menyebabkan
kesulitan bernapas. Jangan berusahan untuk menginjak dasar air karena akan menambah
ketakutan dan kepanikan.
2. Melepaskan pakaian
Pakaian yang terkena air akan menjadi lebih berat dan dapat mengganggu gerak dalam
mempertahankan diri. Untuk mengurangi beban tubuh, sebaiknya pakaian dilepaskan.
Akan tetapi lihat kondisi air terlebih dahulu. Jika kondisi air terlalu dingin, maka pakaian
bisa membantu mempertahankan suhu tubuh meskipun beban tubuh menjadi lebih besar.
3. Mengurangi minum air
Apabila terjatuh di laut, hindari minum air laut, air seni, air perasan binatang laut ataupun
membasahi bibir dengan air laut. Air yang paling aman adalah air hujan. Jika persediaan
air tawar yang dimiliki sedikit, jumlah air yang diminum kurang lebih 100 cc per hari.
4. Berpegang pada benda mengapung
Jika tidak ada pelampung atau batang kayu yang dapat digunakan untuk bertahan, pakaian
dapat dibuat menjadi pelampung. Berikut cara membuatnya:
4.1.Pelampung dari celana panjang

11
Celana yang telah dilepaskan diikatkan pada kedua bagian kaki, dapat diikat satu per
satu maupun diikat menjadi satu serta kancingkan bagian pinggang. Untuk membuat
celana benar-benar menjadi sebuah pelampung, celana harus diisi udara dengan cara
meniup dari dalam air ataupun dengan mengibaskan celana ke arah udara dengan
bagian pinggang menghadap ke bawah. Setelah celana terpenuhi oleh udara, celana
dapat didekap ataupun dikalungkan di Ieher. Untuk mempertahankan bentuk
pelampung celana, lakukan peniupan ulang setiap beberapa selang waktu.
4.2.Pelampung dari kemeja
Untuk kemeja dapat dibuat dengan cara mengancingkan bagian leher pada leher dan
mengikat ujung-ujung lengannya serta menghadapkan bagian kancing baju pada
tubuh. Kemeja akan berfungsing apabila sudah berisi udara, untuk mengisi udara,
kibaskan bagian pinggang kemeja ke luar udara dan tarik ke dalam air kemudian
pegang bagian pinggang kemeja dengan erat. Apabila telah habis udaranya dapat
dilakukan pengisian ulang dengan cara yang sama. Penggunaan pelampung kemeja
dengan posisi telentang.
4.3.Pelampung dari rok
Pembuatan pelampung dengan menggunakan rok dengan tetap menggugunakan rok
dan pegang bagian bawah dengan kedua tangan lalu kibaskan rok untuk mengisi udara
setelah itu rapatkan bagian bawah rok pada tubuh. Berenanglah dalam keadaan
terlentang dengan bantuan pelampung rok.
Beberapa hal yang harus diketahui ketika melakukan pertolongan diri sendiri :
1. Daya apung
Daya apung dibagi menjadi tiga, yaitu daya apung positif atau tubuh berada di
permukaan, daya apung negatif atau tubuh tenggelam dan di antara keduanya.

2. Mengambang
Mengambang adalah usaha mengambangkan tubuh tanpa melakukan gerakan, tekanan
air akan mendorong tubuh ke atas dengan sendirinya. Biasanya untuk beristirahat di
antara uapaya penyelamatan.

3. Treading
Treading adalah usaha berenang mengambang secara vertikal, kepala berada di atas
permukaan air dan biasanya untuk mengetahui arah penyelamatan.

4. Berenang
Ada empat gaya renang yang harus dikuasai seorang relawan, yaitu gaya bebas, gaya
punggung, gaya dada dan gaya kupu-kupu.

5. Menggunakan pelampung

12
Pelampung berfungsi menjaga hidung dan mulut agar tetap berada di atas air, digunakan
dengan cara dipegang atau disandar ke bawah lengan dan pelampung
sendiri tidak untuk dinaiki.

JENIS-JENIS EVAKUASI MEDIS PERAIRAN


Teknik-teknik menolong korban dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penyelamatan dari darat :
1.1 Tanpa alat
Apabila korban dapat dijangkau dengan raihan tangan atau dengan jangkauan kaki
yang terjulur yang dapat diraih oleh korban, tidak perlu alat bantu. Hal yang perlu
diperhatikan adalah penolong harus memperhatikan keselamatan diri agar tidak
menjadi korban berikutnya.
1.2 Dengan alat
1.2.1 Handuk/kayu/tongkat
Penggunaan alat bantu ini disesuaikan dengan jarak korban dengan tepi dan menjadi
lebih aman apabila penolong tidak dapat berenang karena bantuan
handuk/kayu/tongkat dilakukan tanpa harus bersentuhan dengan
air. Handuk/kayu/tongkat diarahkan ke arah korban sedapat mungkin diarahkan
bagian tangan sehingga korban dapat meraih handuk/kayu yang diberikan.

1.2.2 Ban pelampung (ringbuoy)


Ban pelampung digunakan untuk korban yang berada lebih jauh ke tengah. Ban
pelampung diikatkan pada seutas tali yang digunakan untuk menarik korban yang
telah berpegang pada ban pelampung. Panggil korban terlebih dahulu sebelum
melempar. Hal ini berfungsi supaya korban melihat benda dan arah lemparan kita.
Ban pelampung dilemparkan ke belakang korban secara perlahan, ban pelampung
ditarik hingga korban tersangkut seperti ikan terperangap jala. Tersangkutnya
korban pada ban pelampung membuat korban berusaha meraih ban pelampung
dan setelah korban berpegangan maka tariklah dengan perlahan hingga mencapai
tepi.

2. Penyelamatan langsung (turun ke air)


13
Apabila korban berada jauh di tengah perairan. Penyelamatan ini dilakukan oleh orang
yang mahir berenang sehingga keselematan korban dan penolong dapat terjaga. Sebelum
melakukan pertolongan sebaiknya penolong melakukan komunikasi dengan korban unmk
mengurangi kepanikan. Korban yang berada dalam keadaan panik dapat membuat
penolong ikut celaka karena dipegang terlalu erat hingga tidak dapat bergerak. Metode
yang harus dikuasai terlebih dahulu adalah melepaskan diri dari pelukan korban agar
dapat memberikan pertolongan lebih lanjut.
Teknik Melepaskan Diri
1. Korban memegang dari arah belakang
Rapatkan dagu pada dada, pegang bagian lengan atas korban, dan dorong tubuh ke
dalam air sehingga menjauh dari korban. Setelah terlepas berputarlah dan muncul
kepermukaan dan berhadapan dengan korban kemudian memberikan pelampung yang
dibawa.
2. Korban memegang dari arah depan
Rapat dagu pada dada, pegang bagian lengan atau tubuh korban dan dorong tubuh ke
dalam air sehingga menjauh dari korban. Keluarlah kepermukaan dan memberikan
pertolongan lanjut dengan memberikan pelampung pada korban. Setelah korban
menggunakan pelampung, korban dapat dibawa ke tepi dengan cara ditarik oleh
penolong yang berenang ke tepi. Apabila penolong tidak menggunakan pelampung,
penolong dapat langsung menarik korban dengan tangan ataupun mendorong korban
ke arah tepi.

Teknik membawa korban:


1. Tanpa alat
Prinsipnya yaitu:
i. CEPAT
ii. MULUT KORBAN TETAP DI ATAS AIR iii.
PENOLONG MENGONTROLGERAKAN KORBAN
iv. PENOLONG DPT BERGERAK BEBAS

v. DIBUTUHKAN STAMINA dan KEKUATAN

1.1 The hip carry rescue


Membawa korban dengan menggunakan gaya dada terbalik serta kedua tangan
memegangi korban. Cara memegang korban yaitu menyilangkan salah satu tangan
dari bawah lengan dan menyilang di depan dada korban dan dikaitkan pada tangan
satunya. Posisi kepala berada di bahu tempat tangan penolong yang digunakan
untuk menyilang. Keadaan korban harus diperhatikan agar wajah terutama hidung
dan mulut tidak terkena riak air.
1.2 Armpit tow

14
Menolong korban yang masih dalam keadaan sadar tetapi tidak mampu lagi untuk
berenang ke tepi sehingga membutuhkan pertolongan untuk dapat mencapai tepi.
Penolong memegang lengan korban secara berlawanan dengan tangan penolong
yang akan membantu. Apabila peolong memegang dengan tangan kanan, lengan
kiri korbanlah yang dipegang tepatnya di pangkal lengan. Posisi korban dalam
keadaan terlentang dan penolong menarik korban dengan berenang menggunakan
gaya dada.

1.3 Wrist tow


Menolong korban yang masih dalam keadaan sadar tetapi tidak mampu lagi untuk
berenang ke tepi sehingga membutuhkan pertolongan untuk dapat mencapai tepi.
Penolong memegang pada bagian perbanan tangan dengan posisi bagian dalam
tangan korban menghadap ke atas kemudian penolong memegang tangan korban
dengan mengaitkan ibu jari dan jari telunjuk atau jari tengah di perbanan tangan
korban. Apabila tangan kanan korban yang dipegang, tangan kanan penolonglah
yang digunakan untuk menarik korban. Kemudian, penolong membawa korban
dengan menggunakan gaya dada dan hanya dengan bantuan
satu tangan saja.

15
1.4 Tired swimmer tow
Teknik ini digunakan untuk menolong korban yang kelelahan di tengah perairan
dan tidak sanggup untuk menepi, teknik ini digunakan pada korban yang masih
dapat diajak komunikasi. Penolong berenang dengan gaya dada seperti biasa dan
korban didorong ke tepi. Posisi korban telentang dengan kedua kaki disangkutkan
pada pinggang penolong dan kedua tangan berpegang pada bahu penolong.

2. Dengan alat
2.1 Tube rescue
Tube rescue adalah alat pelampung yang terbuat dari bahan yang elastis dengan
kedua ujungnya memiliki kaitan untuk mengunci saat membawa korban. Alat ini
digunakan melingkari badan korban. Kait pada tube diletakkan pada punggung
sehingga posisi korban dalam keadaan telentang. Penolong berenang ke tepi
dengan menggunakan gaya crawl. Apabila korban dalam keadaan panik, korban
didekati dengan memberikan tube terlebih dahulu setelah korban berpegang
kemudian ikat badan korban dengan tube kemudian ditarik. Korban yang telah
tidak sadar segera lingkarkan tube pada korban dan telentangkan korban dan
segera memberi napas buatan sebisa mungkin untuk membuka jalan pernapasan
setelah itu bawa korban ke tepi.
2.2 Board rescue
Board rescue adalah alat yang menyerupai papan selancar. Papan ini digunakan
untuk mengangkut korban baik yang kelelahan maupun yang dalam keadaan tidak
sadar. Cara mengendarai board rescue adalah dengan posisi bersimpuh pada atas
papan dan mengayuh dengan kedua tangan secara bersamaan, untuk melakukan
pengereman dengan cara menurunkan kaki dan secara bersamaan mengambil
posisi duduk dengan kedua kaki berada pada sisi yang berlainan.
Cara yang kedua dengan posisi telungkup di atas papan dan mengayuh dengan
satu tangan bergantian seperti gerakan tangan gaya crawl, untuk menghentikannya

16
dengan mengayuhkan tangan ke arah depan secara bersamasama. Setelah sampai
di tempat korban, yang dilakukan adalah mengangkat korban ke atas papan.
Cara mengangkat korban sadar, menghentikan papan dengan posisi korban
berada di sebelah kanan papan. Kemudian, korban berusaha sendiri untuk naik ke
atas papan dan penolong membantu serta mengimbangi agar papan tidak terbalik.
Setelah berada di atas papan posisi korban tertelungkup dan penolong juga dalam
posisi yang sama kemudian bersama-sama mengayuh board rescue. Apabila
korban dalam keadaan tidak sadar, penolong menghentikan papan dengan bagian
kiri papan yang mendekat dengan korban. Raih tangan kiri korban dan letakkan
pada tepi papan kemudian papan diputar sebanyak dua kali sehingga korban
berada di atas papan dan benarkan posisi korban untuk dapat dibawa ke tepi.
Bantuan napas buatan juga dapat diberikan sebelum membawa korban ke atas
papan dengan meletakkan kepala korban pada tepi papan dan kaki penolong turun
dari sisi yang berbeda, setelah jalan pernapasan terbuka kemudian korban
dinaikkan ke papan.

Cara masuk ke air yang aman dan perlu diperhatikan oleh penolong :
1. Slide in entry
Digunakan jika relawan tidak mengetahui kondisi perairan maupun kedalamannya. Cara
ini paling aman dilakukan. Langkah-langkahnya adalah membuat posisi seaman
mungkin di tepi air, memasukkan salah satu kaki ke air, merasakan pijakan kaki apakah
berbahaya atau tidak, menjatuhkan badan dan digunakan untuk menahan berat badan.
2. Step in
Digunakan jika air jernih, kedalaman diketahui dan tidak ada benda-benda yang
membahayakan dalam di dalam air. Langkah-langkahnya adalah melihat arah tujuan di
air, melangkah dengan hati-hati pada tepian air, ketika sudah masuk ke air, pastikan lutut
dan kaki menekuk atau kaki menyentuh bokong.

3. Compact jump
Digunakan untuk mencapai kedalaman yang lebih dari dua meter. Langkahlangkahnya
adalah meletakkan kedua tangan menyilang pada dada, melangkah ke tepian air dengan
kedua kaki dalam posisi lurus, gerakan tubuh vertikal dan memakai pelindung sesuai
kebutuhan, setelah dalam air pengereman dapat dilakukan dengan tangan dan kaki.

17
4. Straddle entry
Digunakan jika masuk ke air yang dalam dari ketinggian rendah dan korban dapat
terlihat. Teknik ini tidak digunakan pada ketinggian lebih dari satu meter atau pada
perairan dangkal. Langkah-langkahnya adalah mengambil jarak yang cukup dari tepian,
melakukan loncatan dengan satu kaki lurus dan kaki lainnya agak menekuk, posisi
tangan lurus ke samping dan ke depan serta pandangan juga lurus ke dapan. Berikutnya
setelah masuk ke dalam air, melakukan gerakan menekan tangan ke bawah dan
menggerakan kaki seperti gunting dan menjaga agar kepala tetap di atas air.

5. Shallow dive
Digunakan pada perairan yang jernih, kedalaman air dapat diketahui dan keadaan di
bawah air dapat dilihat.

Perlengkapan pertolongan di air :


1. Perahu
Perahu pertolongan di air harus tahan benturan dan abrasi, biasanya terbuat dari
campuran sintetis nylon, karet sintetis, PVC, neophrene, dan hipalon. Perahu juga harus
mudah dikendalikan.

2. Pompa
Berfungsi memasukkan udara ke dalam perahu, yang bisa terdiri dari dari pompa tangan
dan pampa kaki.

3. Repair Kit
Terdiri dari lem, benang, nylon, jarum jahit dan bahan penambal

4. Tali penyelamat
Berfungsi untuk penyelamatan, juga berguna untuk linning dan scouting. Tali yang
digunakan ter buat dari bahan nylon berwarna mencilok agar dapat dilihat oleh korban.

18
5. Kantung kedap air
Berfungsi untuk menyimpan kamera, obat-obatan, makanan dan benda-benda lain agar
tidak basah.

6. Carabiner
Alat yang terbuat dari alumunium alloy, berfungsi untuk menghubungkan satu alat
dengan lainnya, misalnya throw bag dengan D–ring atau cincin yang ada di samping
perahu.
7. Dayung
Berfungsi untuk manuver, mengarahakan, menambah dan mengurangi kecepatan
perahu.

8. Helm
Berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan yangterbuat dari bahan yang kuat tapi
ringan dengan lubang-lubang kecil di atasnya.

9. Jaket pelampung
Berfungsi untuk mengapungkan tubuh dan melindungi bagian tubuh dari benturan

10. P3K
Obat-obatan dann peralatan perawatan yang harus disesuaikan dengan kondisi medan,
cuaca dan waktu tempuh menuju korban.

11. Peluit
Untuk membantu memberikan kode bahaya tertentu

12. Rescue Sled Inflatable Litter


Digunakan untuk mengevakuasi korban

13. Floatation Colar


Alat tambahan evakuasi dengan menambahkan basket strethcer agar dapat mengapung
14. Ring Buoy
Alat penyelamat korban tenggelam yang digunakan dengan cara melalmparkannya ke
korban agar dipegang.

15. Perlatan selam


19
Peralatan selammini bisa terdiri dari snorkel, baju selam, tabung oksigen dan lain
sebagainya.
16. Sea view under water viewer
Alat untuk melihat keadaan di bawah air

Tipe jaket pelampung dibagi menjadi lima, yaitu :


1. Tipe I atau off shore life jacket
Digunakan pada korban di air dengan posisi korban dapat dari depan maupun dari
belakangpenolong dan mempunyai daya apung 20 ton. Merupakan jaket penyelamat yang
abik agar tetap mengapung pada air yang bergelombang apabila pertolongan datang
terlambat. Biasanya dapat ditemukan pada kapal-kapal komersial.

2. Tipe II atau near shore buoyant vest


Hampir sama dengan tipe I, tetapi mempunyai ukuran yang lebih besar, mempunyai daya
apung 15,5 ton dan digunakan pada air yang tenang.

3. Tipe III atau floatation aid


Merupakan pelampung yang paling nyaman dan memiliki banyak ukuran, daya apung 15 ,
5 ton dan dengan posisi wajah di atas.

4. Tipe IV atau throwable device


Penggunaannya dengan melemparkan pada korban, berbentuk seperti cincin yang dapat
mengapung dengan tali untuk menarik. Pemakaiannya dengan mendekatkan ke dada, jaket
pelampung ini sangat penting dalam keadaan darurat.

5. Tipe V atau special use devices


Dirancang untuk aktivitas tertentu, petunjuk penggunaanya biasanya terdapat pada label di
pelampung

20
DISASTER MANAGEMENT

1. PENGERTIAN BENCANA
Bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam, manusia dan/atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

2. PRINSIP
2.1 Prinsip Penanggulangan Bencana
1. Cepat dan tepat
2. Prioritas
3. Koordinasi dan keterpaduan
4. Berdaya guna dan berhasil guna
5. Transparansi dan akuntabilitas
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif

3. MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang
menentang dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat
ditujukan untuk mencegah kematian dini karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa
menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi
saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujuan untuk menghambat kematian kemudian,
late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah
trauma).

21
Menunjuk petugas RHA (Rapid Health Assessment) merupakan pertugas yang meniai
keadaan secara cepat dengan mengumpulkan data medis, epidmiologis, dan kesling,
mengnalisisnya seta menyimpulkannya, Gunanya untuk mengajukan permintaan jumlah
dan jenis bantuan ke instansi terkait. Menunjuk petugas pelaksanan kegiatan di lapangan
dengan lokasi kerja masing – masing :
4. Komando/komunikasi/logistik: biasanya pada satu lokasi
5. Ekstrikasi
6. Triase
7. Tindakan
8. Transportasi
Dalam situasi bencana sudah pasti akan timbul korban, dari yang ringan sampai yang
berat bahkan meninggal dunia. Kondisi tersebut masih ditambah dengan jumlah korban
yang seringkali melebihi kondisi sehari-hari. Keadaan tersebut akan mudah menimbulkan
kepanikan dan kekacauan dalam penanganan korban di rumah sakit. Pimpinan bertanggung
jawab untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk diatur dan dikoordinasikan.
Disinilah diperlukan pengorganisasian yang tepat dari semua unsur yang ada di dinas
kesehatan. Dengan pengorganisasian yang efektif dan efisien maka penanganan korban
dapat dilakukan dengan lebih tertata. Inilah yang sering disebut “order with in chaos”.

22
Prinsip-prinsip pengorganisasian adalah kekacauan tidak dapat dihindarkan untuk
selalu terjadi dalam fase awal setiap kejadian bencana atau kecelakaan. Setiap rencana
operasional penanganan bencana harus berusaha untuk memendekkan fase awal yang
“chaotic” atau kacau ini. Dasar Pemikiran yaitu :
1. Rencana pengorganisasian untuk penanganan bencana harus berdasarkan pada
struktur organisasi yang sudah ada.
2. Kemungkinan kegagalan akan besar apabila dibuat struktur organisasi baru yang
berbeda.
3. Buatlah rencana yang sesederhana mungkin tapi tetap komprehensif.
4. Selalu tanamkan didalam benak kita bahwa:
“Catatan perencanaan yang menyeluruh bagus untuk persiapan dan
training/pelatihan, namun dalam kasus kegawatdaruratan hanya checklist yang akan
bermanfaat/membantu”
4. ALUR KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA
4.1 Informasi saat bencana
4.1.1 Bagan alur penyampaian informasi langsung
Infromasi awal tentang krisis pada saat kejadian bencana dar lokasi bencana
langsung dikirim ke dinkes kab/kota atau provinsi, maupun PPK Setjen Depkes
dengan menggunakan saranan komunikasi yang paling memungkinkan pada saat itu.
Informasi dapat disampaikan oleh masyarakat, unit pelayanan kesehatan dan lain –
lain. Unit penerimaan informasi harus melakukan konfirmasi.

4.1.2 Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara berjenjang Informasi
penilaian kebutuhan cepat disampaikan secara berjenjang mulai dari institusi
kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian
diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan
di laporkan ke Menteri Kesehatan. Alur informasi bisa dilihat pada bagan berikut :

23
4.1.3 Alur penyampaian informasi perkembangan PK-AB
Informasi perkembangn disampaikan secara berjenjangan mulai dari institusi
kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian
diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan
dilaporkan ke Menteri Kesehatan. Alur informasi bisa dilihat pada bagan berikut :

24
1. Tingkat Puskesmas
A. Menyampaikan infromasi pra bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
B. Menyampaikan informasi rujuka ke RS Kabupaten/Kota bila perlu.
C. Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
2. Tingkat Kabupaten/Kota
A. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi awal
bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi.
B. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kebutuhan
pelayanan di lokasi bencana.
C. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan hasil penilaian
kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan memberi respon
ke Puskesmas dan RS Kabupaten/Kota.
D. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan
informasi
perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi.
E. RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS
Provinsi bila diperlukan.
3. Tingkat Provinsi
A. Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan bahwa informasi awal kejadian
dan perkembangannya ke Depkes melalui PPK.
B. Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap laporan hasil
penilaian kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
C. Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian ke PPK
dan memberi respon ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS
Provinsi.
D. RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan da perkembangannya ke
Dinas Kesehatan Provinsi dan RS Rujukan Nasional bila diperlukan.
4. Tingkat Pusat
A. PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian penilaian
kebutuhan pelayanan dan perkembangannya ke Sekretari Jendral Depkes,
Pejabat Eselon I dan Eselon II terkait serta tembusan ke Mentei
Kesehatan.
B. PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebtuhan
pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

25
C. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional menyampaikan informasi rujukan
dan perkembangannya ke PPK bila dipelrukan.
D. PPK berserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons kebutuhan
pelayanan kesehatan yang diperlukan.
5.2 Penyampaian
Informasi yang diperoleh dapat disampaikan dengan menggunakan :
1. Kurir
2. Radio Komunikasi
3. Telepon
4. Faksimili
5. E-mail
6. SMS

6. RESPON BENCANA
6.1 Pre Penanganan Bencana
6.1.1 Preventif
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak
yang terancam bencana (UU no. 24/2007). Upaya tidak mempertemukan bahaya
dengan kerentanan/kapasitas. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya :
1. Melarang pembakaran hutan dalam perladangan 2.
Melarang penambangan batu di daerah yang curam.

Contoh kegiatan :
1. Membuat Peta Daerah Bencana
2. Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
3. Menyusun Rencana Umum Tata Ruang
4. Menyusun Perda mengenai syarat keamanan, bangunan, pengendalian limbah
dsb.
5. Mengadakan peralatan/perlengkapan Ops. PB
6. Membuat Protap, Juklak, Juknis PB.
7. Perbaikan kerusakan lingkungan.
6.1.2 Mitigasi

26
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui :
1. Pembangunan fisik maupun
2. Penyadaran dan
3. Peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana ( UU 24/2007)
Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana Bentuk mitigasi :
1. Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah
tahan gempa, dll.)
2. Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan, dll.)
Contoh mitigasi :
1. Menegakkan peraturan yg telah ditetapkan
2. Memasang tanda-tanda bahaya/larangan
3. Membangun Pos-pos pengamanan, pengawasan/pengintaian
4. Membangun sarana pengaman bahaya dan memperbaiki sarana kritis
( tanggul, dam, sudetan dll )
5. Pelatihan Kebencanaan
6.1.3 Kesiapsiagaan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna ( UU
24/2007). Ada 9 kegiatan dalam komponen kesiapsiagaan:
A. Penilaian Risiko ( risk assessment )
B. Perencanaan siaga ( contingency planning )
C. Mobilisasi sumberdaya ( resource mobilization )
D. Pendidikan dan Pelatihan ( training & education )
E. Koordinasi ( coordination )
F. Manajemen Darurat ( response mechanism )
G. Peringatan Dini ( early warning )
H. Manajemen Informasi ( information systems )
I. Gladi / Simulasi ( drilling/simulation )
Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi
evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman
penanggulangan bencana.

27
6.2 Penanganan Lapangan
6.2.1 Manajemen Koordinasi Lapangan
Penanggulangan masalah kesehatan di lapangan yaitu penanggulangan di lokasi
mulai dari tingkat kecamatan sampai pada tingkat kabupaten/kota dengan
memperhatikan aspek koordinasi dan kepemimpinan yang didukung oleh
sumberdaya internal dan bantuan dari luar. Koordinasi adalah upaya
menyatupadukan berbagai sumber daya dan kegiatan organisasi menjadi suatu
kekuatan sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah kesehatan
masyarakat akibat kedaruratan dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga
dapat tercapai sasaran yang direncanakan secara efektif serta harmonis. Upaya
menciptakan koordinasi yang baik merupakan salah satu aspek kesiapsiagaan
Penanggulangan Masalah Kesehatan.
Koordinasi penanggulangan masalah kesehatan ini meliputi koordinasi internal
berupa kerja sama lintas program dari sumber daya yang berbeda (Pemerintah,
Ornop, LSM, Swasta dan masyarakat) di daerah rawan bencana. Program tersebut
antara lain mengintregasikan upaya penilaian kebutuhan kesehatan akibat bencana;
pelayanan kesehatan dasar dan spesialistik; perbaikan gizi darurat; imunisasi,
pengedalian vektor, sanitasai dan dampak lingkungan; penyuluhan kesehatan;
bantuan logistik kesehatan dan lain-lain. Koordinasi internal ini mengoptimalkan
kegiatan organisasi pemerintah, non pemerintah, LSM, dan lainlain yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama.
1. Kerangka Konsep Koordinasi

Koordinasi memerlukan :
A. Manajemen penanggulangan masalah kesehatan yang baik.
B. Adanya tujuan, peran dan tanggung jawab yang jelas dari organisasi.
C. Sumber daya dan waktu yang akan membuat koordinasi berjalan.
D. Jalannya koordinasi berdasarkan adanya informasi dari berbagai tingkatan
sumber informasi yang berbeda.

28
Untuk memperoleh efektifitas dan optimalisasi sumber daya PMK diperlukan
persyaratan tertentu antara lain:
A. Komunikasi berbagai arah dari berbagai pihak yang dikoordinasikan.
B. Kepemimpinan dan motivasi yang kuat disaat krisis.
C. Kerjasama dan kemitraaan antara berbagai pihak.
D. Koordinasi yang harmonis.
Keempat syarat tersebut dipadukan untuk menyusun :
A. Perencanaan
B. Pengorganisasian
C. Pengendalian
D. Evaluasi Penanggulangan Masalah Kesehatan.

2. Sistem Koordinasi Penanggulangan Masalah Kesehatan


Komponen
A. Badan atau media untuk berkoordinasi
B. Unit atau pihak yang dikoordinasikan
C. Pertemuan reguler
D. Tugas pokok dan tanggung jawab yang jelas
E. Informasi dan laporan
F. Kerjasama pelayanan dan sarana
G. Aturan (Code of conduct) organisasi yang jelas
3. Koordinasi Pada Saat Kedaruratan Bencana

4. Manajemen Penanggulangan Bencana di Lapangan (Tingkat Kabupaten/Kota)


Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap
memperhatikan factor safety/ keselamatan bagi penolongnya, setelah itu baru
prosedur dilapangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan, secara
umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan menjadi kegiatan
sebagai berikut :
A. Pencarian korban (Search)
B. Penyelamatan korban (Rescue)
C. Pertolongan pertama (Live saving)
D. Stabilisasi korban
E. Evakuasi dan rujukan
29
Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna
menekan angka morbiditas dan mortalitas. Hal dipengaruhi oleh jumlah korban,
keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia di lokasi dan sumberdaya
yang ada. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah : organisasi dilapangan,
komunikasi, dokumen dan tata kerja.

5. Koordinasi Pasca Kedaruratan/Bencana


Koordinasi dan pengendalian di lapangan pasca kerawanan bencana. Koordinasi
dan pengendalian merupakan hal yang sangat diperlukan dalam penanggulangan
dilapangan, karena dengan koordinasi yang baik diharapkan menghasilkan output/
keluaran yang maksimal sesuai sumber daya yang ada meminimalkan kesenjangan
dan kekurangan dalam pelayanan, adanya kesesuaian pembagian tanggung jawab
demi keseragaman langkah dan tercapainya standard penanggulangan bencana
dilapangan yang diharapkan. Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan
dan kerjasama yang efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan
bencana di lapangan.
Dalam hal ini perlu diperhatikan penempatan struktur organisasi yang tepat
sesuai dengan tingkat penanggulanganbencana yang berbeda, serta adanya kejelasan
tugas, tanggung jawab dan otoritas dari masing-masing komponen/ organisasi yang
terus menerus dilakukan secara lintas program dan lintas sektor mulai saat persiapan,
saat terjadinya bencana dan pasca bencana. Kegiatan pemantauan dan mobilisasi
sumber daya dalam penanggulangan bencana di lapangan pada prinsipnya adalah :
A. Melaksanakan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara cepat
(Rapid Health Assesment) sebagai dasar untuk pemantauan dan
penyusunan program mobilisasi bantuan.
B. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang terkait
dalam penanggulangan masalah akibat bencana dilapangan,
mempersiapkan sarana pendukung guna memaksimalkan pelayanan.
C. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On site) beserta
tim surveilas yang terus mengamati keadaan lingkungan dan
kecenderungan perubahan-perubahan yang terjadi.
Kendala koordinasi :
A. Gangguan aksesibilitas
B. Gangguan keamanan
C. Pertimbangan politik
D. Keengganan untuk mengamati tujuan
Masalah khusus koordinasi :
A. Penundaan inisiatif
B. Keikutsertaan pemerintah sangat minim dengan pertimbangan :
tidak prioritas, adanya konflik pemerintah dengan pihak lain,
badan internasional tidak sepaham dengan pemerintah, dan
30
perbedaan tujuan karena adanya konflik internal dalam sektor
pemerintah.
C. Pembagian tugas tidak berjalan
D. Kerangka waktu tidak disepakati
E. Pengalihan tugas

6.2.2 Pembuatan Posko, RS Lapangan, dan Ambulance Protokol


1. Pembuatan Posko
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tangap darurat, dan rehabilitasi, serta
rekonstruksi. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, serta pemulihan prasarana dan sarana. Masa tanggap darurat bencana
adalah jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah
daerah.
Pos Komando Kedaruratan adalah pos komando yang dibentuk pada saat
keadaan darurat yang meliputi tahap siaga darurat, tahap tanggap darurat dan
transisi dari tahap tanggap darurat ke tahap pemulihan yang dapat berupa pos
komando tanggap darurat dan atau pos komando lapangan dan pos pendukung
yang merupakan satu kesatuan sistem penanganan darurat. Pos Komando
Tanggap Darurat Bencana adalah institusi yang berfungsi sebagai pusat komando
operasi tanggap darurat bencana, untuk mengkoordinasikan, mengendalikan,
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tanggap darurat bencana. Pos
Komando Lapangan Tanggap Darurat Bencana merupakan institusi yang
bertugas melakukan penanganan tanggap darurat bencana secara langsung di
lokasi bencana.
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Nasional berkedudukan di ibu
kota negara, Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Provinsi berkedudukan di
ibu kota provinsi, Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Kabupaten/Kota
berkedudukan di ibukota kabupaten/kota atau di tempat lain sesuai kondisi yang
ada. Pada bencana skala nasional dapat dibentuk Pos Komando Tanggap Darurat
Aju di provinsi dan pada bencana skala provinsi dapat dibentuk Pos Komando
Tanggap Darurat Aju di kabupaten/kota yang terkena bencana. Jangka waktu
keberadaan pos komando tanggap darurat bencana bersifat sementara selama
masa tanggap darurat dan beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam setiap hari
serta dapat diperpanjang atau diperpendek waktunya sesuai dengan pelaksanaan
tanggap darurat.
A. Persyaratan Lokasi
i. Pos Komando Tanggap Darurat Bencana dapat menempati bangunan
atau tenda.

31
ii. Bangunan atau tenda pos komando tanggap darurat bencana menempati
lokasi yang strategis dengan kriteria:
a. Mudah diakses oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan
tanggap darurat bencana.
b. Aman dan terbebas dari ancaman bencana.
c. Memiliki lahan parkir yang memadai. d. luas lahan
sekurangkurangnya 500 m2.

B. Pembentukan Pos Komando (Posko)


Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana, dapat
dilakukan pada tahap siaga darurat untuk jenis bencana yang terjadi secara
berangsur-angsur, seperti banjir dan gunung meletus, atau segera setelah
dinyatakan status bencana untuk jenis bencana yang terjadi secara tiba-tiba,
seperti tanah longsor, gempa dan tsunami.
Untuk jenis bencana yang terjadi secara berangsur-angsur, pembentukan
Pos Komando Tanggap Darurat Bencana dengan cara meningkatkan status
Pusat Pengendali Operasi Wilayah Provinsi/ Kabupaten/Kota. Sedangkan
untuk jenis bencana yang terjadi secara tibatiba, proses pembentukan pos
komando tanggap darurat bencana, dilakukan melalui 4 (empat) tahapan
yang harus dilaksanakan secara keseluruhan menjadi satu rangkaian sistem
komando yang terpadu, yaitu:

C. Informasi Kejadian Awal Bencana Informasi


Awal data kejadian bencana dapat diperoleh melalui berbagai sumber
antara lain laporan instansi/lembaga terkait, media massa, masyarakat, dan
internet. Kebenaran informasi tersebut diatas perlu dikonfirmasi dengan
pertanyaan apa, kapan, dimana, bagaimana, berapa, penyebab, akibat yang
ditimbulkan dan upaya yang telah dilakukan serta kebutuhan yang
mendesak.

D. Penugasan Tim Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana


i. Dari informasi kejadian awal yang diperoleh, BPBD/SATLAK PB dan
atau BNPB menugaskan Tim Reaksi Cepat ( TRC
BNPB/BPBD/SATLAK PB) tanggap darurat bencana, untuk
melaksanakan tugas pengkajian secara cepat dan tepat, serta memberikan
dukungan pendampingan dalam rangka kegiatan tanggap
darurat.
ii. Hasil pelaksanaan tugas TRC BNPB/BPBD/SATLAK PB tanggap
darurat dan masukan dari berbagai instansi/lembaga terkait merupakan
bahan pertimbangan bagi:

32
a. Kepala BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota untuk mengusulkan
kepada Bupati/Walikota dalam rangka
menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.
b. Kepala BPBD Provinsi untuk mengusulkan kepada Gubernur
dalam rangka menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.
c. Kepala BNPB untuk mengusulkan kepada Presiden RI dalam
rangka menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.

E. Penetapan Status/Tingkat Bencana


i. Berdasarkan usul sesuai butir 2b di atas maka :
a. Bupati/Walikota menetapkan status/tingkat bencana skala
kabupaten/kota.
b. Gubernur menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.
c. Presiden RI menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.
ii. Tindak lanjut dari penetapan status/tingkat bencana tersebut, maka
Kepala BNPB/BPBD Provinsi/BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota
sesuai dengan kewenangannya dapat menunjuk seorang pejabat sebagai
komandan tanggap darurat bencana sesuai status/tingkat bencana skala
nasional/daerah.

F. Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana


Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota atas usul Kepala BNPB/ BPBD
Provinsi/BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota sesuai status/tingkat bencana
dan tingkat kewenangannya :
i. Mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Pos Komando Tanggap
Darurat Bencana.
ii. Melaksanakan mobilisasi sumberdaya manusia, peralatan dan logistik
serta dana dari instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.
iii. Meresmikan pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana.
iv. Bilamana pemerintah kabupaten/kota atau provinsi tidak ada BPBD,
maka yang melaksanakan pembentukan Pos Komando Tanggap
Darurat adalah instansi/ Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
menangani bencana.

2. Rumah Sakit Lapangan


A. Persiapan Pendirian Rumas Sakit Lapang

33
Sebelum menggerakkan RS lapangan kita perlu mengirimkan tim aju yang
mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam pengelolaan RS lapangan.
Jumlah tim aju yang dikirim minimal 3 (tiga) orang terdiri dari tenaga teknis yang
mempunyai pengalaman dalam membangun RS lapangan, tenaga medis dan
sanitarian. Tim aju bertugas untuk melakukan penilaian mengenai lokasi pendirian
tenda dan peralatannya. Penilaian oleh tim aju tersebut penting untuk memastikan
bahwa RS lapangan yang akan didirikan memang didasarkan pada kebutuhan,
berada di tempat yang aman, memiliki akses yang mudah dijangkau, dan sumber air
dan listrik yang masih dimiliki paska terjadinya bencana.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian untuk
pendirian RS lapangan di lokasi bencana, antara lain:
i. Keamanan. Lokasi pendirian RS lapangan harus berada di wilayah yang
aman dari bencana susulan, misalnya, tidak berpotensi terkena gempa
susulan atau banjir susulan. Jika bencana berkaitan dengan konflik maka
lokasi RS lapangan harus berada di wilayah yang netral dan mendapat
jaminan keamanan dari kedua pihak yang bertikai.
ii. Akses. Dalam penetapan lokasi pendirian RS lapangan, kita harus
memperhitungkan kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk
mobilisasi logistik.
iii. Infrastruktur. Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan aman
dipergunakan sebagai bagian dari RS lapangan. Jika tidak, apakah ada lahan
dengan permukaan datar dan keras yang dapat digunakan untuk pendirian
RS lapangan. Apakah tersedia prasarana seperti sumber air bersih dan listrik
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan operasional RS lapangan. Selain
itu, perlu pula dipertimbangkan ketersediaan bahan bakar untuk
menghidupkan genset dan kebutuhan operasional lain.
iv. Sistem komunikasi. Apakah tersedia sistem komunikasi di lokasi pendirian
RS lapangan atau apakah diperlukan sistem komunikasi yang independen
bagi RS lapangan. Faktor komunikasi memegang peranan penting baik untuk
keperluan internal rumah sakit maupun untuk hubungan eksternal terkait
dengan pelaporan, koordinasi dan mobilisasi tenaga dan logistik, dsb.

Pendirian RS lapangan memerlukan dukungan dari berbagai aspek


dengan kata lain sumber daya. Sumber daya (y.i., tenaga kesehatan dan
nonkesehatan, sarana, prasarana, dan peralatan) yang diperlukan di dalam
pendirian RS lapangan dilakukan oleh daerah yang akan mengirimkan tim RS
Lapangan.
Pendirian RS lapangan memerlukan tenaga yang sudah terlatih dalam hal
operasionalisasi RS lapangan, yang terdiri dari tenaga medis dan nonmedis yang
akan menjadi tim inti RS lapangan. Tim inti harus dipersiapkan sejak awal dan
terdiri dari unsur manajerial, klinisi, keperawatan, penunjang medis, sarana, dan
prasarana, biasanya merupakan tim yang melekat pada sistem RS atau dibentuk
oleh suatu institusi atau badan dengan melibatkan berbagai unsur. Tenaga medis
RS lapangan dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang memang
menjadi tujuan pendirian RS lapangan.
34
1. tenaga teknisi listrik dan mesin
2. tenaga pembantu umum (untuk tenaga gudang, kebersihan, dll.)
3. tenaga keamanan

Beberapa pendekatan yang dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan


perhitungan kebutuhan obat dalam situasi bencana, yaitu:
1. Melihat jenis bencana yang terjadi, misalnya bencana banjir, bencana
gunung meletus, bencana kebakaran hutan, bencana kebakaran, bencana
akibat konflik (huruhara). Berdasarkan data tersebut, kita dapat
melakukan perhitungan yang relatif sesuai dengan kebutuhan selain jenis
obat yang disediakan juga dapat mendekati kebutuhan nyata.
2. Mendata jumlah pengungsi, berikut usia dan jenis kelaminnya
3. Pedoman pengobatan yang umum digunakan. Dalam hal ini sebaiknya
merujuk pada Pedoman Pengobatan yang diterbitkan oleh Depkes.
Agar penyediaan obat dan perbekalan kesehatan dapat membantu pelaksanaan
pelayanan kesehatan pada saat kejadian bencana, jenis obat dan perbekalan
kesehatan harus sesuai dengan jenis penyakit dan pedoman pengobatan yang
berlaku. (DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar terapi rumah sakit.)

Perlengkapan RS lapangan harus memenuhi standar pelayanan,


persyaratan mutu, keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan layak pakai.
Perlengkapan tersebut dapat mencakup alat medis, penunjang medis, dan alat
non-medis.
B. Pendirian Rumah Sakit Lapangan
Pendirian Rumah Sakit Lapangan (RS lapangan) di daerah bencana dapat
dilakukan dengan memperhatikan sarana dan fasilitas pendukung yang
dapat dimanfaatkan untuk mendukung operasionalisasi RS lapangan seperti
bangunan, listrik, air, dan MCK atau dengan mendirikan tenda di ruang
terbuka. Tahapan dalam pendirian RS lapangan, antara lain:
i. Menetapkan tata letak (site plan) RS lapangan berdasarkan
prioritas.
ii. Menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda serta sarana
dan fasilitas pendukung yang akan digunakan.
iii. Mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari genangan
air.
iv. Membersihkan permukaan lokasi pendirian tenda dari benda
tajam yang dapat merusak tenda, dan apabila permukaan tanah
tidak datar harus diratakan dahulu.

35
v. Menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman dan
menetapkan satu pintu masuk dan satu pintu keluar untuk
membatasi keluar masuk orang yang tidak berkepentingan.
vi. Mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai prioritas.

Berikut merupakan macam – macam tenda yang didirikan pada rumah sakit
lapangan :
i. Tenda Gudang
ii. Tenda Unit Gawat Darurat (UGD)
iii. Tenda Bedah iv. Tenda
Perawatan
v. Tenda Intensive Care Uni ( ICU ) vi.
Tenda Farmasi
vii. Tenda Personel dan Administrasi viii. Tenda Laundry dan
Sterilisasi ix. Tenda X-Ray
x. Tenda Processing Film
Berikut merupakan macam – macam prasarana yang diperlukan di rumah sakit
lapangan sebagai penunjang :
i. Alat – alat Kesehatan ii. Prasarana Radio
Komunikas iii. Pengbangkit Daya Listrik
(Generator Set) iv. Prasarana Penerangan
v. Prasarana Air Bersih vi. Prasarana
Pembuangan Limbah vii. Prasarana Laundry
dan Sterilisasi viii. Prasarana Pelayanan Gizi
(Dapur Umum) ix. Prasarana Toilet dan
Kamar Mandi

3. Ambulance Protocol A.
Macam Lampu Rotator
Ada 3 macam lampu rotator yang diijinkan penggunaannya di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan UU no. 22 tentang lalu lintas dan angkutan jalan,
pasal 59 ayat 5 yang berbunyi: Penggunaan lampu isyarat dan sirene
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:
i. Lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk mobil petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia; ii. Lampu isyarat warna merah
dan sirene digunakan untuk mobil tahanan, pengawalan Tentara Nasional
Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, dan jenazah; dan

36
ii. Lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk mobil patroli
jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan,
dan angkutan barang khusus.

Namun, berdasarkan PPRI (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia) no. 44


tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi, ambulans disebutkan sebagai
kendaraan yang diperbolehkan memakai lampu rotator berwarna biru.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 44 TAHUN
1993TENTANGKENDARAAN DAN PENGEMUDI
Pasal 66Lampu isyarat berwarna biru hanya boleh dipasang pada kendaraan
bermotor :
1. petugas penegak hukum tertentu;
2. dinas pemadam kebakaran;
3. penanggulangan bencana;
4. ambulans; 5. unit palang merah;
6. mobil jenazah.
Menanggapi peraturan tersebut, IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia)
merekomendasikan kepada karoseri untuk memasang lampu rotator merah dan
biru di tengah atas kendaraan. Jadi, untuk sementara mobil ambulans boleh
memakai lampu rotti bulat dan light bar merah-biru atau biru-biru.

B. Bunyi Sirine dan Artinya


Ambulans umumnya dilengkapi dengan 5 jenis suara sirine, yaitu yelp,
wail, phaser, hi-lo dan horn. Fungsi dari jenis suara ini pun berbedabeda.
Wail digunakan ketika kendaraan berjalan di jalur yang lurus, yelp
digunakan ketika kendaraan berada di persimpangan, hi-lo digunakan
sebagai kombinasi untuk mendapatkan perhatian yang lebih efektif, dan
horn digunakan seperti klakson untuk memberikan peringatan lebih jika
suara-suara lainnya tidak mendapat perhatian pengguna jalan lain.
C. Tenaga Medis dan Peralatan di Ambulans
Sebelum mengetahui petugas-petugas atau tenaga medis yang bertugas
serta peralatan yang ada di ambulans, kita harus mengetahui terlebih dahulu
jenis-jenis ambulans. Jenis ambulans terdiri dari ambulans transport,
ambulans gawat darurat, ambulans rumah sakit lapangan, dan ambulans
pelayanan medis bergerak. Petugas atau tenaga medis dan peralatan yang
dibutuhkan disesuaikan dengan jenis ambulans.
i. Ambulans Transport
Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan
perawatan
37
khusus/tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan
tidak akan timbul kegawatan selama perjalanan.
Petugas :
Satu orang supir dengan kemampuan BHD (Bantuan Hidup Dasar) dan
berkomunikasi serta satu orang perawat dengan kemampuan PPGD
( pertolongan Pertama Gawat Darurat )
Peralatan :
a. Tabung oksigen dengan peralatannya
b. Alat penghisap cairan/lendir 12 volt DC
c. Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-
dewasa, dll)
d. Obat – obatan sederhana, cairan infus secukupnya

ii. Ambulans Gawat Darurat Tujuan


Penggunaan :

Pertolongan penderita gawat darurat pra rumah sakit, pengangkutan


penderita gawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ke
tempat tindakan definitif atau ke rumah sakit, sebagai kendaraan transport
rujukan.
Petugas :
Satu orang pengemudi dengan kemampuan PPGD dan komuniasi, satu
orang perawat berkemampuan PPGD, dan satu orang dokter
berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS.

Peralatan :
Peralatan Rescue :
a. Lemari obat dan peralatan
b. Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
c. Peta wilayah setempat
d. Persyaratn lain menurut perundangan yang berlaku
e. Lemari es/freezer atau kotak pendingin
Peralatan Medis :
a. Tabung oksigen dengan perlatan bagi dua orang
b. Peralatan medis PPGD

38
c. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/bayi
d. Suction pump manual dan listrik 12 volt DC
e. Peralatan monitor jantung dan nafas
f. Alat monitor dan diagnostik
g. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
h. Minor surgery set
i. Obat – obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
j. Entonox atau gas anastesi
k. Kantung mayat
l. Sarung tangan disposable
m. Sepatu boot

iii. Ambulans Rumah Sakit Lapangan Tujuan


Penggunaan :

Merupakan gabungan ebebrapa ambulans gawat darurat dan ambulans


pelayanan medik beregrak. Sehari – hari berfungsi sebagai ambulans
gawat darurat.
Petugas :
Seorang pengemudi berkemampuan PPGD dan komunikasi, seorang
perawat berkemampuan PPGD atau BTLS/BCLS, dan seorang dokter
berkemampuan ATLS/ACLS.
Peralatan :
Peralatan Rescue :
a. Lemari obat dan peralatan
b. Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
c. Peta wilayah setempat dan detailnya
d. Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
e. Lemari es/freezer atau kotak pendingin
Peralatan Medis :
a. Tabung oksigen dengan peralatan bagi dua orang
b. Peralatan medis PPGD
c. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/bayi
39
d. Suction pump manual dan listrik 12 volt DC
e. Peralatan monitor jantung dan nafas
f. Alat monitor dan diagnostik
g. Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
h. Minor surgery set
i. Obat – obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
j. Entonox atau gas anastesi
k. Kantung mayat
l. Sarung tangan disposable
m. Sepatu boot

iv. Ambulans Pelayanan Medik Bergerak


Tujuan Penggunaan :

Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan.


Digunakan sebagai ambulans transport.
Petugas :
Seorang pengemudi berkemampuan PPGD dan komunikasi, Seorang
perawat berkempuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan, dan
paramedis lain sesuai kebutuhan serta dokter berkemampuan PPGD atau
ATLS/ACLS.
Peralatan :
Peralatan Rescue :
a. Peta wilayah setempat
b. Persyaratn lain menurut perundangan yang berlaku
c. Lemari es/freezer atau kotak pendingin Peralatan Medis :
a. Tabung oksigen dengan peralatan
b. Peralatan medis PPGD
c. Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan
anak/bayi
d. Suction pump manual dan listrik 12 volt DC
e. Obat – obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
f. Sarung tangan disposable
g. Sepatu boot

40
D. Peraturan Lain Khusus Ambulans
Sebagian besar undang-undang memperbolehkan pengemudi kendaraan
emergensi untuk :
i. Memarkir kendaraannya di manapun, selama tidak merusak hak milik
atau membahayakan nyawa orang lain.
ii. Melewati lampu merah dan tanda berhenti. Beberapa negara
mengharuskan pengemudi ambulans untuk berhenti terlebih dahulu saat
lampu merah, lalu melintas dengan hati-hati. Negara lain hanya
menginstruksikan pengemudi untuk memperlambat laju kendaraan dan
melintas dengan hati-hati.
iii. Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului setelah
memberi sinyal yang tepat, memastikan jalurnya aman, dan menghindari
hal-hal yang membahayakan nyawa dan harta benda.
iv. Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan aturan berbelok
ke arah tertentu, setelah memberi sinyal dan peringatan yang tepat.
Dengan adanya pengecualian tentang beberapa peraturan lalin untuk
ambulans, bukan berarti ambulans bebas dikemudikan dengan kecepatan yang
ugal-ugalan. Ada batasan kecepatan yang diperbolehkan dalam mengemudi
ambulans, yaitu 60 km/jam ketika berangkat mengambil penderita dan
maksimum 40 km/jam ketika membawa pasien di dalamnya.
Hal ini dikarenakan kecepatan yang tinggi akan menyebabkan stress pada
pasien, terlebih lagi jika sirine dibunyikan. Dan perlu digaris bawahi, jika
ambulans membawa pasien dengan penyakit jantung, sirine TIDAK BOLEH
dibunyikan. Jadi, ambulans hanya diperbolehkan menyalakan lampu rotator saja,
karena dikhawatirkan stress akibat bunyi sirine akan berakibat fatal pada pasien
penyakit jantung.
6.2.2 Triage
Triage adalah proses khusus memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya
penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi,
artinya memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup. Triage
merupakan suatu sistem yang digunakan dalam mengidentifikasi korban dengan
cedera yang mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau
dievakuasi ke fasilitas kesehatan.
1. Tujuan Triage
A. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera (lebih ke
perawatan yang dilakukan di lapangan).
B. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan
dengan pembedahan.
C. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan.
2. Prinsip Triage dan Tata Cara Melakukan Triage
Triage dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal, yaitu :

41
A. Pernapasan ( respiratory )
B. Sirkulasi ( perfusion )
C. Status mental ( mental state )
Dalam pelaksanaannya biasanya dilakukan tag label triage yang dipakai
oleh petugas triage untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi untuk tindakan
medis terhadap korban.
3. Pengelompokan Triage Berdasarkan Tag Label
A. Prioritas 0 (hitam)
Pasien meninggal atau cedera parah yang jelas tidak mungkin untuk
diselamatkan
B. Prioritas 1 (merah)
Penderita cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan
medik atau transport segera untuk meyelamatkan hidupnya. Misalnya
penderta gagal nafas, henti jantung, luka bakar berat, perdarahan parah
dan cedera kepala berat.
C. Prioritas 2 (kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengancam jiwa dalam waktu
dekat. Misalnya cedera abdomen tanpa syok, luka bakar ringan, frakur
atau patah tulang tanpa syok, dan jenis – jenis penyakit lainnya.
D. Prioritas 3 (hijau)
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan
tidak menimbulkan kecacatan.
4. Klasifikasi Triage A.
Triage di tempat
Dilakukan ditempat korban ditemukan atau pada tempat penampungan, triage ini
dilakukan oleh tim pertolongan pertama sebelum korban dirujuk ke tempat
pelayanan medik lanjutan
B. Triage Medic
Dilakukan pada saat korban memasuki pos pelayanan medik lanjutan yang
bertujuan untuk menentukan tingkat perawatan dan tindakan pertolongan yang
dibutuhkan oleh korban.
C. Triage evakuasi
Triage ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan pada rumah sakit
yang telah siap menerima korban, seperti bencana massal.

42
6.3 Pasca Penanganan Bencana
2.4.4. Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Bencana yang disertai dengan pengungsian sering menimbulkan berbagai
masalah, terumata masalah kesehatan masyarakat yang besar. Dalam sitausi
bencana selalu terjadi kedaruratan semua aspek kehidupan. Terjadinya
kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya sistem
komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum yang
mengakibatkan terganggunya tatanan kehidupan masyarakat. Jatuhnya korban
jiwa, hilangnya harta benda, meningkatnya angka kesakitan merupakan dampak
dari adanya bencana.
Kebutuhan pelayanan kesehatan tiap – tiap penduduk rentan adalah tidak
sama karena mereka mempunyai karakteristik kebutuhan pelayanan kesehatan
yang berbeda. Pelayanan kesehatan pada bayi berbeda dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan pada penduduk lansia. Sehingga perlu kiranya untuk
menggali informasi dari masyarakat mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan
yang dharapkan oleh para penduduk rentan atau penduduk yang beresiko tersebut
berkenaan dengan dampak kesehatan pasca bencana.
Penggalian informasi, keinginan da saran dari kelompok penduduk rentan
adalah suatu proses pencarian informasi dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia
khusunya pada kelompok penduduk yang rentan dan
beresiko terkena penyakit dengan adanya bencana tersebut.
Tindakan penting yang dapat menolong mengurangi penderitaan korban
bencana adalah dengan memberikan perlindungan, keamanan, maupun
stabilisasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan
pengungsi dan melibatkan mereka dalam mengatur semua aspek kehidupannya
yang baru.
1. Mortalitas
Fasilitas kesehatan harus memiliki catatan kematian pasien termasuk
sebab kematiannya dan informasi demografi lain yang relevan.
2. Morbiditas
Fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan kesehatan, termasuk
klinik untuk balita dan program pemberian makanan yang selektif, haruslah
memiliki catatan harian medis pasien yang menginformasikan nama, umur, jenis
kelamin, diagnosa klinis, hasil laboratorium, dan pengobatan.
3. Program Kesehatan Utama
Penyebab utama kematian dan penyakit yang paling sering muncul dalam
situasi darurat adalah campak, diare (termasuk kolera), infeksi pernapasan,
kurang gizi, dan malaria. Untuk itu, prioritas yang seharusnya dimasukkan dalam
program tanggapan darurat adalah :
A. Pengurangan dampak negatif dari penyakit – penyakit yang kerap muncul
dalam situasi darurat. Harus ada upaya untuk meringankan (mitigasi) dari
43
efek bencana yang mungkin dapat melibatkan kisaran strategi kedokteran
dan kesehatan pencegahan, termasuk imunisasi untuk penyakit menular,
perbaikan sanitasi, personal hiegene, bahaya pembuangan limbah,
kontrol vektor dan cacing, kontrol imigrasi dan bea cukai, pendidikan dan
peringatan dini masyarakat.
B. Kesehatan reproduksi perihal keselamatan ibu yang meliputi persalinan
dan antenatal care ( ANC ).
C. Meningkatkan kapasitas yang meliputi :
i. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan hendaknya memberikan perhatian pada
pengelolaan limbah kotoran manusia, sampah, air bersih, dan
kebersihan pribadi. ii. Pengelolaan logistik obat – obatan iii.
Pelayanan laboratorium iv. Informasi sektor vital seperti :
a. Persediaan air minum
b. Persediaan kakus per orang
c. Jumlah populasi dengan penampungan yan memadai
d. Jumlah sabun yang disediakan untuk setiap orang per
bulannya
e. Melaksanakan kontrol vektor
4. Makanan dan Gizi
Respon cepat yang diambil adalah :
A. Memperkirakan keadaan kesehatan dan gizi secepat mungkin
B. Menjamin tersedianya makanan, transportasi, penyimpanan,
minyak goreng, dan peralatan memasak.
C. Mengatur program pemberian makanan bagi pengungsi
D. Mengawasi jalannya program dan buat perubahan jika
diperlukan.
Pengawasan program pemberian pangan dapat dilakukan dengan cara :
A. Pengawasan makanan, melihat kualitas dan kuantitas makanan,
serta mengawasi pendistribusian makanan.
B. Membicarakan mutu makanan dengan pengungsi.
C. Penilaian kebutuhan lainnya.
5. Air
Respon cepat yang diambil adalah :
A. Menghitung kebutuhan dan kemungkinana suplai air
B. Menilai kualitas dan kuantitas sumber air

44
C. Menjaga sumber – sumber air yang ada dari polusi
D. Membangun sumber – sumber air dan sistem penyimpanan serta
distribusi untuk menjamin air bersih yang cukup
E. Menguji kualitas air
F. Membentuk infrastruktur untuk operasi dan pemeliharaan air
G. Jika sumber air lokal tidak bisa menyediakan air dalam jumlah
tertentu (minimum) dalam waktu cepat, para pengungsi sebaiknya
dipindahkan.

6. Kesehatan Lingkungan
Respon cepat yang diambil adalah :
A. Mengumpulkan tinja pada satu tempat dan mencegah
pencemaran terhadap sumber – sumber air.
B. Menentukan tempat – tempat yang berpotensi untuk pembutan
sarana sanitasi
C. Menentukan metode pembuangan tinja, sampah dan air limbah.
D. Mengendalikan vektor yang mengancam kesehatan, seperti
nyamuk, lalat, kutu, binatang kecil, tikus, dan hama lainnya.
E. Merencanakan tim sanitasi untuk membangun dan memelihara
prasarana.
F. Mendirikan pelayanan pengendalian ancaman hama
G. Membentuk sistem pemantauan untuk smeua pelayanan
kesehatan lingkungan
H. Memasukkan kebersihan lingkungan sebagai bagian pendidikan
kesehatan
I. Mengendalikan debu dengan cara menyiram jalan dan
membatasi lalu lintas
J. Mengendalikan air limbah dan menyediakan
saluran pembuangannya.

45
6.3.2 Trauma Healing
Pemulihan dari trauma membutuhkan waktu, berusaha meluangkan
waktu untuk diri anda, jangan terlalu memaksa proses penyembuhan dan
bersabarlah dalam melewati langkah – langkah pemulihan. Terkait dengan
penanganan trauma (trauma healing) terdapat metode sederhana antara lain :
A. Jangan mengisolasi diri. Usahakan untuk menjalani hubungan dengan
orang lain dan hindari mengabiskan waktu sendiri.
B. Mintalah bantuan kepada anggota keluarga, teman, konselor, atau pemuka
agaman yang bisa anda percaya. Bisa juga bergabung dengan support group
atau grup – grup dikusi yang khusus memberikan dukungna untuk masalah
trauma.
C. Lakukan aktivitas sehari – hari seperti berjalan kaki, tidur, makan, bekerja
dan berolah raga. Jangan lupa untuk membuat jadwal untuk
erelaksasi dan aktivitas sosial.
D. Kesehatan, banyaklah istirahat, berolah raga teratur, dan makan teratur.
Hindari alkohol dan obat terlarang. Alkohol dan obat terlarang dapat
memperburuk symptom trauma dan memperburuk perasaan – perasaan
depresi, kecemasan, dan isolasi.
E. Lakukan pelepasan emosi, jangan tahan tangisan, mengangislah samapi
puas. Pelepasan emosi secara fisik dapat membantu mengurangi beban.
Apabila masalah tidak juga menghilang dan korban merasa terbebani, itu pertanda
bahwa korban memerlukan bantuan profesional untuk membantu menangani
masalahnya

46
REFRENSI
1. Anonim. Princple of Fracture Treatment Article.
2. Prawira, harry. Fracture. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru.
3. Fildes, John. 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctors eight edition.
Amerika : American College of Surgeons Committe on Trauma.
4. Konsil Kedokteran Indonesia. 2002. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta
5. Materi pertolongan pertama Palang Merah Indonesia
6. Perhimpunanan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Buku Panduan
Khusus Bantuan Hidup Jantung Dasar. Edisi 2013. Jakarta
7. Buku Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan PTBMMKI

47
48
49
50

Anda mungkin juga menyukai