Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

GLAUKOMA AKUT

Penyusun :

Gustamas Indra Maulana

030.13.086

Pembimbing :

dr. Irsad Sadri, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD DR. CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI
PERIODE 26 MARET – 28 APRIL 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan Ilmu
Penyakit Mata di RSUD kota Bekasi dr. Chasbullah Abdulmadjid dengan judul “Glaukoma
Akut”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Irsad
Sadri Sp. M selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan dan masih perlu
banyak perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari pembaca.

Jakarta, 15 April 2018

Gustamas Indra Maulana

030.13.086

i
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL

“Glaukoma Akut”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di RSUD dr.
Chasbullah Abdulmadjid

Kota Bekasi

Periode 26 Maret – 28 April 2018

Jakarta, 16 April 2018

dr. Irsad Sadri, Sp. M

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………...i

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………..ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...2

2.1 ANATOMI………………………………………………………….2

2.2 DEFINISI……………………………….……………….…………..5

2.3 EPIDEMIOLOGI.……………………………………….…………..5

2.4 PATOFISIOLOGI……………………………………….….……….5

2.5 FAKTOR RISIKO.…………………………….………………….…7

2.6 KLASIFIKASI…………………………………………….……........7

2.7 PEMERIKSAAN GLAUKOMA…………………………………….9

2.8 PENGOBATAN…………………………………………………….17

BAB III GLAUKOMA AKUT………………………………….……….....23

BAB II KESIMPULAN……………………………………….………….....31

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...…..31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma berasal dari kata Yunani yaitu glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya
lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar serta berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada glaukoma akan
terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenari papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor dua di dunia. Glaukoma menyebabkan
kebutaan yang bersifat irreversible. Diperkirakan sekitar 60,5 juta penderita pada tahun 2010
mengalami penurunan fungsi penglihatan yang disebabkan oleh glaukoma primer sudut
tertutup maupun glaukoma primer sudut terbuka. Di Amerika Serikat, lebih dari 120.000
penderita mengalami kebutaan akibat glaukoma. Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3%
dari total populasi penduduk. Pada umumnya glaukoma terjadi pada usia lanjut. Pada usia
diatas 40 tahun, tingkat risiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),
Glaukoma primer sudut tertutup (glaukoma sempit / akut), Glaukoma sekunder, Glaukoma
kongenital, dan Glaukoma absolut.
Glaukoma akut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara
mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum.
Glaukoma akut harus diwaspadai karena merupakan kedaruratan mata, karena dapat
menyebabkan kebutaan secara irreversible dan bersifat bilateral, akan tetapi risiko kebutaan
dapat dicegah dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat.(1)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan
membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal
schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran descement
disebut garis schwalbe.(2)
Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris
anterior.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan menuju
ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skle-
ralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju jaringan
pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju depan
trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan seluruhnya
diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga ada
darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula
dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke
pleksus vena didalam jaringan sklera dan episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar.

A. HUMOR AKUEUS
2
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang
mengisi kamera anterior dan posterior mata.(2)
a. Komposisi humor akueus
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan
posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan lensa.
Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya, yang bervariasi diurnal,
adalah 1,5 – 2 µL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi
humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat, dan laktatyang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Tekanan intraokular normal rata-rata yakni 15 mmHg pada dewasa, dimana lebih tinggi
daripada rata-rata tekanan jaringan pada organ lain di dalam tubuh. Tekanan yang tinggi ini
penting dalam proses penglihatan dan membantu untuk memastikan :
- Kurvatura dari permukaan kornea tetap halus dan seragam
- Jarak konstan antara kornea, lensa dan retina
- Keseragaman barisan fotoreseptor di retina dan epitel berpigmen di memran Bruch’s
dimana normalnya rapi dan halus

b. Pembentukan dan Aliran Humor Akueus


Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akueus mengalir melalui pupil ke kamera
okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran
diferensial komponen – komponen dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal
schlemn menuju saluran kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera
dan episklera juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung
cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang
dinamakan aqueus veins.

3
Gambar 1. Fisiologi Sirkulasi Humor Akueus

Humor akueus akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur, yakni :
- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow kemudian
akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan dikumpulkan melalui 20-
30 saluran radial ke plexus vena episcleral (sistem konvensional)
- Outflow melalui sistem vaskular uveoscleral yang menerima sekitar 15% outflow,
dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena

Gambar 2. Jalur Aliran Humor Akueus

4
2.2 Definisi Glaukoma
Glaukoma merupakan penyakit mata di mana terjadi kerusakan saraf optik yang
diikuti gangguan pada lapang pandang yang khas. Kondisi ini utamanya diakibatkan oleh
tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran
cairan bola mata (humour aquous). Penyebab lain kerusakan saraf optik, antara lain
gangguan suplai darah ke serat saraf optik dan kelemahan atau masalah saraf optiknya
sendiri.(3)

2.3 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di
seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat
permanen, atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Hal ini menjadi tantangan tersendiri
dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus glaukoma. Berdasarkan data WHO tahun
2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma.
Berdasarkan survei kesehatan indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma sebesar 0,20%.(3)
Prevalensi glaukoma berdasarkan hasil Jakarta Urban Eye Health Study tahun
2008 glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka
sekitar 0,48% dan glaukoma sekunder 0,16% atau keseluruhannya sebesar 2,53%.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis
glaukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (1,85%),
berturut-turut diikuti oleh Provinsi Aceh (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi
Tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14%), dan terendah di Provinsi Riau (0,04%).(4)

2.4 Patofisiologi
Cairan aquos diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir melalui pupil ke
kamera okuli posterios (COP) sekitar lensa menuju kamera okuli anterior (COA) melalui
pupil. Cairan aquos keluar dari COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s
dan disalurkan ke dalam sistem vena.(5)
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler. Beberapa mekanisme
peningkatan tekanan intraokuler antara lain:(6)
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan pengeluaran
pada jalinan trabekular normal

5
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata belakang ke
bilik mata depan
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka, dan
kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aquos menurun (gambar 3A).
Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya trabekulum oleh iris perifer,
sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan
mengakibatkan iris mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan
menuju trabekulum.(7) (gambar 3B)

Gambar 3. (A) Aliran cairan aquos pada glaukoma sudut terbuka, (B) Aliran
cairan aquos pada glaukoma sudut tertutup.

Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel


ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup optik. Efek dari
peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya peningkatan
tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup, tekanan intraokuler (TIO) mencapai
60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya edema kornea serta kerusakan
saraf optik. Pada glaukoma primer sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai diatas 30
mmHg dan kerusakan sel ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa
tahun.(5)

6
2.5 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
1. Tekanan darah rendah atau tinggi
2. Fenomena autoimun
3. Degenerasi primer sel ganglion
4. Usia di atas 45 tahun
5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
6. Miopia atau hipermetropia
7. Pasca bedah dengan hifema atau infeksi
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :
1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2. Makin tua usia, makin berat
3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering
5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering
7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering

2.6 Klasifikasi
Berdasarkan dari patofisiologinya, glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Glaukoma

7
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang umum
ditemukan. Penyebabnya tidak diketahui, biasanya bersifat diturunkan didalam
keluarga. Tekanan intraokuler tinggi berjalan secara perlahan bahkan tidak disadari
oleh penderitanya, serta gejalanya samar seperti: sakit kepala ringan tajam penglihatan
tetap normal; hanya perasaan pedas atau kelilipan saja; tekanan intra okuler terus -
menerus meningkat hingga merusak saraf penglihatan.

b. Glaukoma primer sudut tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup. Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti : tajam penglihatan kurang (kabur
mendadak), mata merah, bengkak, mata berair, kornea suram karena edema, bilik mata
depan dangkal dan pupil lebar dan tidak bereaksi terhadap sinar, diskus optikus terlihat
merah dan bengkak, tekanan intra okuler meningkat hingga terjadi kerusakan iskemik
8
pada iris yang disertai edema kornea, melihat halo (pelangi di sekitar objek), nyeri
hebat periorbita, pusing, bahkan mual-muntah.

c. Glaukoma kongenital (juvenil)


Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan gejala
klinis adanya mata berair berlebihan, peningkatan diameter kornea (buftalmos), kornea
berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membran descemet, fotofobia,
peningkatan tekanan intraokular, peningkatan kedalaman kamera anterior, pencekungan
diskus optikus.

2.7 Pemeriksaan Glaukoma

2.7.1 Iluminasi Oblik dari COA

COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang iris. Pada
mata dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam saat diiluminasi.
Pada mata dengan COA yang dangkal dan sudut yang tertutup baik sebagian ataupun
seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan tidak seragam saat diiluminasi.(9)

Gambar 4. Pemeriksaan Kedalaman COA

2.7.2 Slit Lamp

Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan dari
kornea. COA yang memiliki kedalam kurang dari 3 kali ketebalan kornea pada
bagian sentral disertai kedalam bagian perifer kurang dari ketebalan kornea

9
memberikan kesan sudut yang sempit. Gonioskopi penting dilakukan untuk evaluasi
selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman dari COA dengan pemeriksaan slit lamp
biomiocroscop, pengaturan cahaya yang sempit dipilih. Cahaya harus mengenai mata
pada sudut penglihatan yang sempit dari garis cahaya pemeriksa. Alat untuk imaging
dari segmen anterior telah tersedia (Visante OCT, Zeiss) menyediakan gambaran
tomografi dari COA dan ukurannya. (6)

Gambar 5. Evaluasi Kedalaman COA dengan Slit Lamp

2.7.3 Pemeriksaan Tekanan Bola Mata

Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan


tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tonometer pada bola mata
dinamakan tonometry. Pemeriksaan tekanan bola mata, dapat juga secara palpasi,
terlihat sangat rendah ataupun sangat keras atau tinggi. Tindakan ini dapat dilakukan
oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya.

Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di
atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medic secara umum. Dikenal beberapa alat
tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.(4)

10
- Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran
tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya
tekan alat pada kornea karena itu dinamakan juga tonometry indentasi Schiotz.
Dengan tonometer Schiotz dilakukan indentasi (penekanan) terhadap permukaan
kornea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada kornea maka
akan terlihat perubahan pada skala Schiotz. Makin rendah tekanan bola mata
makin mudah bola mata ditekan, yang pada skala akan terlihat angka skala yang
lebih besar. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Angka skala yang ditunjuk dapat
dilihat nilainya di dalam tabel untuk mengetahui kesamaan tekanan dalam
mmHg. Transformasi pembacaan skala tonometer ke dalam tabel akan
menunjukkan tekanan bola mata dalam mmHg.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi horizontal
dan mata ditetesi dengan obat anestesi topical atau pantokain 0.5%. Tonometer
Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedang mata yang
lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar periksa.

Gambar 6. Pemeriksaan Tonometri Schiotz

Kelemahan alat ini mengabaikan faktor kekakuan sclera (scleral rigidity).


Cara yang paling sederhana untuk mengetahui derajat kekakuan sclera ialah
dengan menggunakan 2 macam beban 5,5 dan 10 gram. Bila hasil bacaan dengan
beban 10 gram selalu tinggi disbanding hasil bacaan dengan 5,5 gram maka mata
tersebut melakukan kekakuan sclera yang lebih tinggi dari normal dibanding hasil

11
bacaan pada saat tersebut; sebaliknya bila hasil bacaan selalu lebih rendah dengan
beban 10 gram maka mata tersebut memiliki kekakuan sclera yang lebih rendah
dari normal dan berarti tekanan bola mata yang sebenarnya lebih tinggi daripada
hasil bacaan pada saat itu.(4)
Pemeriksaan tekanan intraocular dengan tonometer Schiotz sebaiknya
dilakukan dengan hati-hati, karena dapat mengakibatkan lecetnya kornea
sehingga dapat mengakibatkan keratitis dan erosi kornea.

- Tonometer Aplanasi
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang
akan membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini
sangat baik karena membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea
atau bungkus bola mata. Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat
untuk mengukur tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan
sclera. Kebanyakan alat ini diletakkan pada slitlamp. Pada permukaan kornea
ditetes obat anestesi kornea dengan floresein. Lihat warna biru yang terletak
sangat dekat dengan kornea. Dikenal Draeger dan Goldman aplanasi tonometer.
Pada saat ini diperkenalkan tonometer aplanasi dengan memakai jet udara
yang akan membuat permukaan kornea rata. Perlahan-lahan alat dimajukan, alat
hampir mendekati atau menempel pada kornea akan terlihat setengah lingkaran
yang hampir berhimpitan. Diputar tombol disebelahnya, sehingga lingkaran hijau
yang terlihat dengan keadaan hampir berimpit. Pasien dapat duduk normal
kembali dan skala tonometer dibaca normal tekanan yang terbaca antara 9 dan 21
mmHg.(9)

12
Gambar 7. Pemeriksaan Tonometri Aplanasi Goldman

Dasar ilmu fisika alat ini adalah tekanan = daya/luas. Bila sebagian dari
bola yang lentur (kornea) dibuat mendatar oleh permukaan yang rata (tonometer
aplanasi), maka tekanan di dalam bola akan melawan tekanan pendataran ini dan
sama dengan tekanan yang diberikan daya = tekanan x luas.

- Tonometri Digital
Tonometer digital adalah pemeriksaan yang tidak dibenarkan untuk dipakai
oleh dokter ahli sebagai cara rutin pada pengamatan seorang penderita dengan
glaucoma. Tanpa alat dapat juga ditentukan tekanan bola mata dengan cara
tonometry digital atau dengan jari.(4) Dasar pemeriksaannya adalah dengan
merasakan reaksi lenturan bola mata (ballottement) dilakukan penekanan
bergantian. Yang dilakukan adalah menekan atau melakukan indentasi sclera dan
merasakan daya membulat kembali sclera pada saat jari dilepaskan tekannya.
Tekanan yang baik dilakukan pada sclera dengan mata tertutup dan tidak pada
kornea. Akibat fenomena Bell pada saat mata ditutup biasanya kornea akan
menggulir keatas, sehingga sebaiknya penderita diminta melihat kebawah.(7)

13
Gambar 8. Pemeriksaan tonometry digital.

Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan tanda N+1, N+2,
N+3, dan sebaliknya N-1 dan seterusnya. Penderita dengan mata tertutup disuruh
melirik kearah kaki. Pemeriksa atau dokter dengan kedua telunjuknya menekan
dan merasakan tekanan balik pada telunjuk tangan kanan dan kirinya. Dengan
pengalaman dapat ia merasakan besarnya tekanan yang diduga berada di dalam
mata tersebut.

2.7.4 Gonioskopi
Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaucoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada setiap
kasus yang dicurigai adanya glaucoma.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (gonio-lens) di dataran
depan kornea setelah diberikan local anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.(9)
Sudut dari COA dievaluasi dengan gonioskop yang diletakkan secra langsung
pada kornea. Gonioskopi dapat membedakan beberapa kondisi:
 Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka
 Sudut tertutup : glaukoma sudut tertutup
 Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut sudut
tertutup
 Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh disebabkan
neovaskularisasi pada rubeosis iridis.

14
 Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau pigmen pada
jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka

Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi bentuk


respektif dari glaukoma.

Gambar 9. Gonioskopi

2.7.5 Oftalmoskopi

Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut optic cup. Pada keadaan
peningkatan tekanan intraokular yang persisten, optic cup menjadi membesar dan
dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Pemeriksaan stereoskopik dari diskus optikus
melalui slit lamp biomicroscope dicoba dengan lensa kontak memberikan gambaran 3
dimensi. Optic cup dapat diperiksa stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus
opticus merupakan “glaucoma memory”. Evaluasi struktur ini akan memberikan
informasi pada pemeriksa kerusakan akibat glaukoma terjadi dan berapa jauh
kerusakan tersebut.(8)

15
Optic cup normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Optic cup besar yang
normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic cup didapatkan pada mata dengan
glaukoma.
Pengukuran diskus optikus, area diskus optikus, opticus cup dan pinggiran
neuroretinal (jaringan vital diskus optikus) dapat diukur dengan planimetri pada
gambaran 2 dimensi dari nervus opticus.

Gambar 10. Diskus Optikus Normal

Perubahan glaukomatosa pada nervus opticus, glaukoma menimbulkan perubahan


tipikal pada bentuk dari opticus cup. Kerusakan progresif dari serabut saraf, jaringan
fibrosa dan vaskular, serta jaringan glial akan diobservasi. Atrofi jaringan ini akan
menyebabkan peningkatan pada ukuran dari optic cup dan warna diskus optikus
menjadi pucat. Perubahan progresif dari diskus optikus pada glaukoma berhubungan
dekat dengan peningkatan defek dari lapang pandang.

Gambar 11. Lesi Glaukomatosa pada Nervus Opticus

16
2.7.6 Pemeriksaan Lapang Pandang

Deteksi glaukoma sedini mungkin memerlukan dokumentasi gangguan lapang


pandang pada stadium sedini mungkin. Seperti telah diketahui bahwa gangguan
lapang pandang pada glaukoma bermanifestasi pada awalnya di daerah lapang
pandang superior paracental nasal atau jarangnya pada lapang pandang inferior,
dimana skotoma relatif nantinya akan berkembang menjadi skotoma absolut.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30° lapang pandang
bagian tengah. Kelainan pandang pada glaucoma yaitu terjadinya pelebaran blind spot
dan perubahan scotoma menjadi byerrum, kemudian jadi arcuata dan berakhir dengan
pembentukan ring, serta terdapatnya seidel sign
Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk membedakan
cahaya) pemeriksaan utama dibandingkan metode kinetik dalam mendeteksi
gangguan lapang pandang stadium awal.

Gambar 12. Tes Lapang Pandang

2.8 Pengobatan
Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor akueus
dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan intra
okuler.

17
Gambar 13. Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Glaukoma

Supresi pembentukan humor akueus


Penghambat adrenergik beta adalah obat yang sekarang paling luas digunakan untuk
terapi glaukoma. Obat-obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain.
Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%
dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang tersedia. Kontraindikasi
utama pemakaian obt-obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun-terutama asma-
dan defek hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor β1-dan afinitas
keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-menurunkan walaupun tidak
menghilangkan risiko efek samping sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan rasa lelah dapat
timbul pada pemakaian obat penghambat beta topikal.
Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pembentukan
humor akueus tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipivefrin memiliki efek pada
pembentukan humor akueus.
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling banyak
digunakan, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid- digunakan untuk

18
glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma
akut dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini
mampu menekan pembentukan humor akueus sebesar 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan
per oral dalam dosis 125-250 mg sampai tiga kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500
mg sekali atau dua kali, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat
anhidrase menimbulkan efek samping sistemik yang membatasi penggunaan obat-obat ini
untuk terapi jangka panjang.(9-10)
Obat-obat hiperosmotik mempengaruhi pembentukan humor akueus serta
menyebabkan dehidrasi korpus vitreum.

Fasilitasi aliran keluar humor akueus


Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueus dengan bekerja pada
jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-
6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur. Karbakol
0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat antikolinesterase ireversibel merupakan
obat parasimpatomimetik yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium
bromide 0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang umumnya dibatasi untuk
pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi kataraktogenik. Perhatian: obat-
obat antikolinesterase ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan selama
anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan bedah. Obat-obat ini juga
menimbulkan miosis kuat yang dapat menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan
sudut sempit. Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio retina.
Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai meredupnya
penglihatan terutama pada pasien katarak dan spasme akomodatif yang mungkin
mengganggu pada pasien muda.
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
humor akueus dan disertai sedikit penurunan pembentukan humor akueus. Terdapat sejumlah
efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi konjungtiva reflek, endapan
adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.efek samping intraokular yang dapat
tejadi adalah edema makula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.
Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular menjadi
bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata dengan sudut kamera
anterior sempit.
Penurunan volume korpus vitreum
19
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Selain itu, terjadi penurunan
produksi humor akueus. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma sudut tetutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke depan (disebabkan oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kg berat dalam larutan 50% dingin dicampur sari lemon
adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada penderita diabetes harus
berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.

Miotik, midriatik dan siklopegik


Kontriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropine) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.

Terapi bedah dan laser

Iridektomi dan iridotomi perifer


Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah, terapi laser memerlukan kornea yang
relatif jernih dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar,
terutama apabila terdapat penutupan sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah
mungkin menghasilkan keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi
menimbulkan kesulitan intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser YAG adalah terapi
pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan penutupan sudut.

Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena

20
efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya
proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat
diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi
tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat
diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk
terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.

Gambar 14. Argon Laser Trabeculoplasty

Bedah drainase galukoma


Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness (misalnya
sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin). Penyulit utama trabekulotomi adalah
kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan epikslera. Hal ini lebih mudah terjadi pada pasien
berusia muda, berkulit hitam dan pasien yang pernah menjalani bedah drainase glaukoma
atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan episklera. Terapi ajuvan dengan
antimetabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin berguna untuk memperkecil risiko
kegagaln bleb.

21
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yahg tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya berespon terhadap trabekulektomi. Pasien dari
kelompok terakhir adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder, terutama glaukoma
neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis dan glaukoma setelah tindakan tandur
kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif
bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat mengobati glaukoma kongenital
primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian dalam jalinan
trabekular.

Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan mempertimbangkan tindakan
destruksi korpous siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan intraokular.
Krioterapi, diatermik, ultrasonografi frekuensi tinggi dan yang paling mutakhir terapi laser
neodinium:YAG termalmode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di sebelah
posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang
diciptakan energi laser argon yang diberikan secara trasnpupilar dan transvitreal langsung ke
prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus
dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit diatasi.

22
BAB III
GLAUKOMA AKUT

I. DEFINISI
Merupakan suatu episode akut dari meningkatnya tekanan intra okular yang terjadi
hingga beberapa kali dikarenakan adanya sumbatan pada pengaliran humor akueous secara
tiba-tiba. Produksi dari humor akueous dan tahanan dari trabekular sendiri normal.

II. Epidemiologi
Insidensi pada populasi berusia diatas 60 tahun adalah 1 : 1000. Insidensi pada wanita
tiga kali lipat dibandingkan pada pria. Ras eskimo lebih sering terkena penyakit ini
dibandingkan golongan ras yang lainnya, adapun juga penyakit ini jarang mengenai ras
negro.

III. Etiologi
Secara anatomis, adanya predisposisi pada mata dengan COA yang dangkal, relatif
berpengaruh terhadap kesukaran aliran dari humor akueus melewati pupil. Blokade pada
pupil meningkatkan tekanan pada COP. Tekanan ini menyenbabkan iris ke anterior ke arah
trabekular, menimbulkan blokade pada aliran humor akueous secara mendadak (sudut
tertutup). Serangan glaukoma secara tipikal mengenai satu mata (unilateral) dikarenakan
pelebaran dari pupil baik dalam keadaan sekeliling yang gelap dan atau di bawah pengaruh
stress emosional. Situasi yang tipikal yakni film misteri malam hari di televisi, penggunaan
obat-obatan midriatika, obat psikotropik sistemik juga dapat memicu serangan glaukoma.

IV. Faktor Predisposisi


Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :
1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin berat
hipermetropnya makin dangkal bilik mata depannya.
2. Tumbuhnya lensa, menyebabkan bilik mata depan menjadi lebih dangkal. Pada
umur 25 tahun, dalamnya bilik mata depan rata-rata 3,6 mm, sedangkan pada
umur 70 tahun 3,15 mm.
3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya bilik mata depannya dangkal.
4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal bilik mata depan.

23
Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa jadi lebih dekat ke iris, sehingga
aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata depan tehambat,
inilah yang disebut dengan hambatan pupil. Hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan medorong iris ke depan.
Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit, adanya dorongan ini
menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula, sehingga cairan bilik mata tidak
dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah glaukoma sudut tertutup.

V. Patofisiologi
Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan
intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan
seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang disebut
dengan “dangerous angle”).
Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbuka
luas, perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata depan
tidak tertutup dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan
dasar antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.
Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka
keadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma sudut
tertutup tidak diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut
tertutup primer.
Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal dengan
glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan sudut
bilik mata depan tidak sempurna dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan
glaukoma sudut tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan disertai
dengan sedikit gejala. Apabila glaukoma sudut tertutup intermitten yang tidak
mempunyai gejala, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan
berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja, terutama
pada mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat memungkinkan
terjadinya blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.
Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik mata
belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler di

24
bilik mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin bertambah
juga, ini dikenal dg iris bombe, yang membuat perifer iris kontak dengan jalinan
trabekuler, dan menyebabkan sudut bilik mata depan tertutup. Jika tekanan intraokuler
meningkat secara drastic akibat sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau iris dan
letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.

VI. Gejala
Gejala Pada onset yang akut didapatkan adanya nyeri yang hebat. Peningkatan
tekanan intra okular berpengaruh terhadap saraf korneal (N. Opthalmicus atau cabang
pertama dari N.trigeminus) untuk menyebabkan timbulnya nyeri yang tumpul. Dimana
nyeri ini dapat menjalar ke pelipis, kepala bagian belakang, dan rahang melalui tiga
cabang dari N.trigeminus dimana dapat menutupi asalnya yakni dari okular.
Mual dan muntah. Terjadi dikarenakan iritasi pada N.vagus dan dapat
menstimulasi gangguan pada abdomen. Gejala umum seperti nyeri kepala, mual dan
muntah dapat mendominasi dimana nantinya pasien tidak dapat menyadari adanya gejala
lokal.
Ketajaman penglihatan berkurang. Pasien menyadari adanya pandangan gelap
dan adanya halo di sekeliling cahaya pada mata yang terkena. Gejala-gejala ini
disebabkan karena edem dari epitel kornea akibat dari peningkatan tekanan.
Gejala prodromal Pasien mengatakan adanya episode transien dari pandangan
yang kabur atau adanya halo yang berwarna disekeliling cahaya sebelum timbulnya
serangan. Gejala prodromal ini dapat tidak disadari atau dinaggap tidak penting oleh
pasien pada episode yang ringan dimana mata akan kembali normal. Identifikasi awal
dari pasien risiko tinggi dengan COA yang dangkal dan penemuan pada gonioskopi
merupakan hal yang penting karena kerusakan pada struktur dari sudut dapat terjadi lebih
lanjut sebelum timbulnya gejala klinis.
Sindrom menyeluruh dari glaukoma akut tidak selalu timbul. Penurunan dari
visus dapat tidak disadari jika mata lainnya memiliki visis yang normal. Persepsi
subjektif dari pasien terhadap nyeri sangatlah bervariasi.

VII. Dasar Diagnosis


Diagnosis ditegakan atas dasar tiga gejala dasar yakni :
 Mata merah unilateral dengan injeksi konjungtiva atau silier

25
 Pupil yang dilatasi
 Bola mata keras pada palpasi
Penemuan lainnya :
 Kornea pudar dan berkabut dengan edem epitel
 COA dangkal atau kolaps secara komplit. Hal ini jelas terlihat saat mata diiluminasi
dengan sumber cahaya yang difokuskan pada sisi lateral dan pada pemeriksaan slit lamp.
Inspeksi dari COA yang dangkal akan sulit. Permukaan dari iris secara detail akan
terlihat dan iris akan tampak pudar.
 Fundus akan digelapkan oleh karena opasifikasi dari epitel kornea. Saat fundus dapat
divisualisasi karena gejala telah mereda dan kornea jernih, perubahan pada diskus
optikus akan bervariasi dari diskus optikus yang normal hingga nervus optikus yang
hiperemia. Pada kasus lebih lanjut, kongesti vena akan timbul. Arteri sentralis dari retina
akan tetlihat berdenyut pada diskus optikus sehingga darah hanya dapat masuk ke mata
selama fase sistolik dikarenakan tekanan intraokular yang tinggi.
 Visus akan menurun hingga persepsi dari pergerakan tangan.

Gambar 15. Gambaran Serangan Akut Glaukoma

26
VIII. Diagnosis Banding
Misdiagnosis dapat terjadi karena banyaknya variasi dari gejala yang dapat
menstimulasi penyakit lainnya.
 Gejala umum seperti nyeri kepala, muntah dan mual sering mendominasi dan dapat
dengan mudah terdiagnosis sebagai appendicitis atau tumor otak
 Pada iritis dan iridisiklitis, mata juga merah dan iris tampak pudar. Selain itu tekanan
intraokular memiliki tendensi untuk menurun dibandingkan meningkat

IX. Pengobatan
Serangan akut glaukoma merupakan suatu kegawat daruratan dan pasien
memerlukan tindakan segera dari dokter spesialis mata. Penyebab dasar dari gangguan
ini memerlukan prosedur pembedahan, meskipun terapi inisial berupa konservatif.
Therapi Medikal
Tujuan dari therapi konservatif adalah :
 Menurunkan tekanan intraokular
 Membuat kornea menjadi jernih (penting untuk pembedahan selamjutnya)
 Meredakan nyeri

Bagan 1. Penurunan Tekanan Intraokular

Prinsip Therapi Medikal pada Glaukoma primer sudut tertutup


 Penurunan osmotik pada volume dari vitreous dilakukan melalui larutan hiperosmotik
sistemik (gliserin oral 1-1,5 gram/kgBB atau mannitol intravena 1-2 gram/kgBB)
 Penurunan produksi humor akueus dengan carbonic anhidrase inhibitor (acetazolamide
IV 250-500 gram/kgBB). Kedua langkah dilakukan pada therapi inisial untuk
mengurangi tekanan intraokular hingga dibawah 50-60 mmHg
 Iris ditarik dari sudut COA dengan pemberian obat miotika topikal. Tetes mata
Pilocarpine 1% diberikan setiap 15 menit dan konsentrasi ditingkatkan hingga 4%. Obat
miotika bukan pilihan utama dikarenakan otot sphincter pupillae iskemik pada tekanan
40-50 mmHdan tidak akan berespon terhadap obat miotika. Miotika juga membuat serat

27
zonula menjadi rilex, dimana menyebabkan lensa berpindah ke anterior, selanjutnya akan
mengkompresi COA. Hal ini membuat therapi inisial dengan obat hiperosmotik menjadi
penting untuk mengurangi volume dari vitreous.
 Therapi simptomatik dengan analgesik, antiemetik, dan sedatif dapat diberikan jika
diperlukan

Indentasi Mekanik dari Kornea


Indentasi yang simpel dan berulang dari sentral kornea dengan pengait otot atau batang
kaca sekitar 15-30 detik menekan humor akueus ke perifer dari sudut COA, dimana
membuka sudut. Jika manipulasi ini berhasil untuk membuat trabekular tetap terbuka
dalam beberapa menit, hal ini memungkinkan humor akueus untuk mengalir dan
mengurangi tekanan intraokular. Hal ini meningkatkan respon terhadap pilocarpine dan
membantu kornea menjadi jernih.

Tindakan Pembedahan (shunt antara COA dan COP)


Saat kornea jernih, penyebab dasar dari gangguan diobati dengan pembedahan yakni
melalui pembuatan shunt antara COA dan COP .
Neodymium:yttrium–aluminum–garnet laser iridotomy (nonincisional procedure)
Nd:YAG laser dapat digunakan untuk menciptakan lubang pada perifer iris (iridotomy)
dengan lisis jaringan tanpa harus membuka bola mata. Operasi dapat dilakukan dengan
topikal anestesi.

28
Gambar 16. Etiologi dan Therapi Glaukoma Akut Sudut Tertutup

Gambar 17. Nd:YAG laser Iridotomy


Peripheral iridectomy (incisional procedure) Dimana kornea masih bengkak dengan
edem pada iris dan iris sangat tebal, prosefur terbuka dilakukan untuk membuat suatu
shunt. Incisi limbal dilakukan pada posisi arah jam 12 dan pasien diberikan anestesi
topikal atau general . Iridektomi perifer sekarang ini jarang dilakukan.

29
X. Profilaksis
Saat pasien mengeluhkan gejala prodromal yang jelas dan sudut dati COA
tampak konstriksi, profilaksis yang paling aman adalah dengan melakukan Nd:YAG
laser iridotomy atau peripheral iridectomy. Jika satu mata telah mengalami serangan
akut, mata lainnya harus di lakukan tindakan inisial dengan pilocarpine 1% tiap 4-6 jam
untuk meminimalisir risiko serangan glaukoma. Mata kedua nantinya dilakukan
Nd:YAG laser untuk mencegah glaukoma setelah tindakan pembedahan pada mata
pertama stabil.

XI. Prognosis
Seseorang dapat menghilangkan adanya blokade pada pupil dan tekanan
intaokular yang menurun pada serangan inisial dengan obat-obatan dan pencegahan
pertmanen dengan pembedahan. Glaukoma akut sudut tertutup yang rekuren atau
glaukoma sudut tertutup yang berlangsung lebih dari 48 jam dapat menimbulkan
sinekhia perifer antara iris dan trabekula. Kasus ini tidak dapat dilakukan Nd:YAG laser
iridotomy atau iridectomy dan sudut tertutup dapat terus berlangsung meskipun
dilakukan pembedahan. Operasi filtrasi diindikasikan pada kasus ini. Saat tekanan
intaokular terkontrol dan kornea jernih, gonioskopi diindikasikan untuk melihat bahwa
sudut terbuka kembali dan untuk menyingkirkan sudut tertutup yang persisten.
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak
mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu
yang pendek sekali. Pengawasan dan pengamatan mata yang tidak mendapat serangan
diperlukan karena dapat memberikan keadaan yang sama seperti mata yang dalam
serangan.(4)

30
BAB IV
KESIMPULAN

Glaukoma mencangkup beberapa penyakit dengan etiologi yang berbeda dengan


tanda umum adanya neuropathy optik yang memiliki karakteristik adanya kelainan pada
nervus optikus dan gambaran gangguan lapang pandang yang spesifik. Penyakit ini sering
tapi tidak selalu berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular. Stadium akhir dari
glaukoma adalah kebutaan.
Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),
glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (glaukoma pada bayi).
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat aliran
humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri
hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi
menjadi akut, subakut, kronik, dan iris plateau.
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani
dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma
sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Tetapi
bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intra okuler sesegera mungkin

31
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology: Acute Primary Angle Closure Glaucoma in


Basic and Clinical Science Course.2005-2006. Section 10, page 122-126
2. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology. Philadelphia :Elsevier
Saunders. 2002
3. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. Second
edition. New York: Thieme Stuttgart. 2007
4. Ilyas, Sidartha, dkk. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2002. Hal 212-217
5. Lang, GK. Glaucoma In Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd edition .
Germany. 2006. 239-277
6. Khaw PT, Elkington AR. AC Of Eyes. Edisi ke-4. London: BMJ Book. 2005
7. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9Jakarta : EMS
8. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Glaukoma. dalam : Oftalmologi
Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, , hal : 220-232
9. Sethi HS, Dhawan M, Saxena R. Medical Management of Glaucoma. Dalam: Garg A,
Editor. Mastering the Techniques of Glaucoma Diagnosis & Management. New
Delhi: Jaype Brothers Medical Publisher; 2005. hlm: 137-157.
10. Sachdeva D, Bhandari A. Glaucoma and beta-blockers. American J Pharm Tech Res.
2011; 1(4):144-53
11. http://www.jakarta-eye-center (diakses tanggal 2 Januari 2012)
12. http://www.perdami.or.id/?page=news.detail&id=7 (diakses tanggal3 Januari 2012)
13. http://www.surabaya-eye-clinic.com/content/view/39/47/ (diakses tanggal 2 Januari
2012)

32

Anda mungkin juga menyukai