Anda di halaman 1dari 18

SOSIALISASI POLITIK DAN AGEN-AGENNYA

Sosiologi dan Politik (EKU 116 C2)


Dosen: Dr. Dra. Ni Luh Kebayantini, M.Si

DISUSUN OLEH:
VERONICA APRIANI 1506105063 / 13
PUTU ARIS NOVIANI 1506105070 / 14
NANDA YULIANA PUTRI 1506105074 / 15
NURBETTY MANIK 1506105075 / 16
NI KOMANG ARGIA GEMAH UTARI P. 1506105086 / 17
GEDE ARISUTHA 1506105095 / 18

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga terwujud paper
yang berjudul “Sosialisasi Politik dan Agen-agennya”. Paper ini dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi nilai tugas kelompok pada mata kuliah Sosiologi dan
Politik. Paper ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca
tentang pengertian sosialisasi politik, aspek penting dan proses sosialisasi politik,
serta pentingnya sosialisasi politik dan agen-agen politik. Di dalam paper ini kami
juga menyertakan contoh kasus penerapan sosialisasi politik dan agen-agennya.
Selama proses penulisan paper ini, kami memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulisan paper ini. Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, maka dari
itu kami meminta maaf apabila dalam penyusunan paper ini terdapat kesalahan.
Kami menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar paper ini menjadi
lebih baik dan bermanfaat bagi setiap orang.

Jimbaran, 8 April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam
suatu sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk
sosial senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup tersebut tidak cukup bersifat dasar tetapi
lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan
penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status
sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan
dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam
proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
dengan praktik-praktik politik. Jika langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam
peristiwa politik tertentu. Dan jika secara tidak langsung, hal ini sebatas
mendengar informasi atau berita-berita tentang peristiwa yang terjadi.
Proses sosialisasi diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal,
nonformal, dan informal maupun secara tidak sengaja melalui kontak dan
pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga dan tetangga maupun
dalam kehidupan masyarakat. Keterlaksanaan sosialisasi politik sangat ditentukan
oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan di mana seseorang atau
individu berada. Selain itu, sosialisasi politik juga ditentukan oleh interaksi,
pengalaman-pengalaman serta kepribadian seseorang. Sosialsiasi politik
merupakan proses yang berlangsung lama yang dihasilkan dari usaha saling
mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman
politik yang relevan yang memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya.
Pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk
satu persepsi individu menerima rangsangan-rangsangan politik.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, pada paper kali ini penulis akan
membahas mengenai:
1. Bagaimanakah pengertian sosialisasi potilik?
2. Bagaimakah aspek penting dan proses sosialisasi politik?
3. Bagaimanakah pentingnya sosialisasi politik dan agen-agennya?
4. Bagaimanakah contoh kasus penerapan sosialisasi politik di Indonesia?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian sosialisasi potilik.
2. Untuk mengetahui aspek penting dan proses sosialisasi politik.
3. Untuk mengetahui pentingnya sosialisasi politik dan agen-agennya.
4. Untuk mengetahui contoh kasus penerapan sosialisasi politik di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sosialisasi Politik


Michael Rush dan Phillip Althoff merupakan dua orang yang
memperkenalkan teori sosialisasi politik melalui buku mereka Pengantar
Sosiologi Politik. Dalam buku tersebut, Rush dan Althoff menerbitkan
terminologi baru dalam menganalisis perilaku politik tingkat individu yaitu
sosialisasi politik.
Sosialisasi politik juga diartikan oleh Marshall pada tahun (1998) sebagai
penyampaian pola melalui tindakan hukum dan norma, serta budaya politik
melalui sejumlah agen sosialisasi seperti keluarga, institusi pendidikan, teman
sebaya, media massa, institusi politik, kelompok organisasi, kelompok agama, dan
militer (Owen 2008; 4).
Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu
bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya
terhadap gejala-gejala politik. Sistem politik dapat saja berupa input politik,
output politik, maupun orang-orang yang menjalankan pemerintahan. Fungsi
sosialisasi menurut Rush dan Althoff adalah:
- Melatih Individu
- Memelihara Sistem Politik
Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik
yang berlaku di dalam sebuah sistem politik. Misalnya di Indonesia menganut
ideologi negara yaitu Pancasila. Oleh sebab itu sejak sekolah dasar hingga
perguruan tinggi diberlakukan pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Ini merupakan proses pelatihan yang dilakukan negara
terhadap warga negaranya. Pelatihan ini memungkinkan individu untuk menerima
atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah, mematuhi hukum,
melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam pemilihan umum. Rush dan
Althoff menuliskan 3 metode sosialisasi politik, yaitu:

3
- Imitasi. Melalui imitasi, seorang individu meniru terhadap tingkah laku
individu lainnya. Misalnya, Gus Dur adalah anak dari K.H. Wahid Hasyim
dan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Asy’ari. Gus Dur
sejak kecil akrab dengan lingkungan pesantren dan budaya politik
Nahdlatul Ulama, termasuk dengan kiai-kiainya. Budaya tersebut
mempengaruhi tindakan-tindakan politiknya yang cenderung bercorak
Islam moderat seperti yang ditampakan oleh organisasi Nahdlatul Ulama
secara umum.
- Instruksi. Cara melakukan sosialisasi politik yang kedua adalah instruksi.
Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer ataupun organisasi lain
yang terstruktur secara rapi melalui rantai komando. Melalui instruksi,
seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai posisinya di dalam
sistem politik, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa.
Cara instruksi ini juga terjadi di sekolah-sekolah, dalam mana guru
mengajarkan siswa tentang sistem politik dan budaya politik yang ada di
negara mereka.
- Motivasi. Cara melakukan sosialisasi politik yang terakhir adalah
motivasi. Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman,
membandingkan pendapat dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain.
Dapat saja seorang individu yang besar dari keluarga yang beragama
secara puritan, ketika besar ia bergabung dengan kelompok-kelompok
politik yang lebih bercorak sekular. Misalnya ini terjadi di dalam tokoh
Tan Malaka. Tokoh politik Indonesia asal Minangkabau ini ketika kecil
dibesarkan di dalam lingkungan Islam pesantren, tetapi ketika besar ia
merantau dan menimba aneka ilmu dan akhirnya bergabung dengan
komintern. Meskipun menjadi anggota dari organisasi komunis
internasional, yang tentu saja bercorak sekular, ia tetap tidak setuju dengan
pendapat komintern yang menilai gerapak pan islamisme sebagai musuh.
Namun, tetap saja tokoh Tan Malaka ini menempuh cara sosialisasi politik
yang bercorak motivasi.

4
2.2 Aspek Penting dan Proses Sosialisasi Politik
Pada hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk
memasyarakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat.
Beberapa aspek penting dari sosialisasi politik adalah sebagai berikut:
a. sosialisasi politik merupakan proses belajar dari pengalaman,
b. sosialisasi politik merupakan prakondisi bagi aktivitas sosial politik,
c. sosialisasi politik berlangsung tidak hanya pada usia dini dan remaja
tetapi tetap berlanjut sepanjang kehidupan,
d. sosialisasi politik memberikan hasil belajar yang berupa informasi,
pengetahuan, sikap, motif, nilai-nilai yang tidak hanya berkaitan
dengan individu tetapi juga dengan kelompok.
Sosialisasi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja.
Berdasarkan hasil riset dari David Eston dan Robert Hess, proses sosialisasi
politik meliputi empat tahap sebagai berikut:
a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, anak,
presiden, polisi.
b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal,
yaitu antara pejabat swasta dengan pejabat pemerintah.
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal,
seperti kongres (parlemen). Mahkamah Agung, dan pemungutan suara
(pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara situasi-situasi politik dan mereka
yang terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan dengan institusi ini.

2.3 Pentingnya Sosialisasi Politik dan Agen-agennya


Dalam konteks politik negara Indonesia dengan sistem demokrasi
Indonesia yang berdasarkan kepada demokrasi Pancasila. Secara langsung
maupun tidak langsung arah politik Indonesia mengarah kepada kandungan butir-
butir yang terdapat dalam Pancasila Itu sendiri. Kebudayaan Politik terbentuk
sesuai dengan Pancasila sebagai bagian dari falsafah hidup pada masa orde baru.
Sebagai ilustrasi di awal-awal pendidikan pada tiap jenjang tertentu seperti

5
sekolah menengah pertama, menengah atas dan seterusnya, selalu dilakukan
penataran P4 dan pendalaman/penghayatan terhadap pancasila itu sendiri. Secara
khusus dalam kurikulum-kurikulum pendidikan diberikan pelajaran yang khusus
berkaitan dengan itu.
Dalam proses penyerapan nilai-nilai, harus terjadi komunikasi dua arah,
antara pemerintah dengan rakyat dan sebaliknya. Konsepnya, dalam penyerapan
nilai yang terjadi di Demokrasi Indonesia dilakukan dalam dua arah : Pertama,
jalur komunikasi yang terjadi secara top down - komunikasi dilakukan oleh
pemerintah dengan melakukan penurunan nilai-nilai politik kepada masyarakat.
Didalam sistem politik demokrasi maka proses sosialisasi yang terjadi
adalah penurunan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat dengan berbagai cara
dan pola yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan upaya tersebut
masyarakat selanjutnya mengerti dan memahami maksud dan tujuan Pancasila itu
sendiri, selanjutnya dengan pemahaman yang dimiliki oleh individu atau
masyarakat, akan diaktualisasikan dalam pola tingkah laku mereka sehari-hari.
Aktualisasi dan agregasi kepentingan yang dilakukan disesuaikan dengan nilai-
nilai yang diserap dan difahami oleh masyarakat. Jadi dengan demikian proses
penyerapan nilai-nilai poltik dalam politik Indonesia dapat diamati sebagai berikut
: terjadi proses penurunan nilai-nilai dari pemerintah dengan system yang ada dan
terjadi penyerapan nilai-nilai Pancasila oleh masyarakat Indonesia. Disamping itu
terjadi pula proses pembelajaran sosial dengan cara penyesuaian nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila yang dikaitkan dengan pola tingkah laku politik
individu atau masyarakat. Adaptasi terhadap nilai-nilai tetap berlangsung selama
ada upaya pembelajaran atau penurunan nilai-nilai dari pemerintah atau dari
masyarakat terhadap individu atau sebaliknya.
Hal yang perlu diingat bahwa sosialisasi politik amat terkait dengan
kebudayaan politik yang juga pada akhirnya akan mempengaruhi partisipasi
politik. Demikian halnya partisispasi politik sangat dipengaruhi oleh Status Sosial
Ekonomi (SEE) seseorang. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas masih
berada dalam kelompok SEE rendah dan kurang mampu untuk membiayai
pendidikan, tidak membawa pengaruh banyak terhadap perkembangan terhadap

6
orientasi politiknya kepada arah yang lebih baik. Dengan Sistuasi demikian,
kemungkinan yang akan terjadi adalah kebudayaan yang parokhial, dimana
individu tidak mengetahui sama sekali mengenai proses-proses politik dari
struktur maupun fungsi politik. Hal itulah yang sekarang juga masih terjadi di
Indonesia.
Dalam penyerapan nilai-nilai, adalah merupakan hal yang wajar jika masih
terdapat upaya penyerapan nilai-nilai dari genarasi ke generasi dengan cara-cara
yang konvensional. Penyerapan terhadap nilai-nilai dengan kondisi masyarakat
yang demikian dilakukan dengan cara yang pelan-pelan serta memerlukan waktu
yang sangat panjang. Bagaimana mungkin seseorang dengan kebudayaan
parokhial, dapat menyerap nilai-nilai dengan baik tanpa mengerti apa yang harus
dilakukan dengan situasi yahg terjadi dalam perpolitikan Indonesia.
Terdapat dua bentuk pemikiran utama yang ingin disampaikan oleh nilai
Pancasila kepada masyarakat Indonesia yang majemuk dengan kompleksitas
permasalahan sebagai sebuah bangsa, yaitu pengembangan konsep kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan dan proses pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat.
Dalam konsep yang pertama terkandung pemikiran bahwa tidak mungkin
sebuah bangsa yang demikian besar memiliki keterwakilan masing-masing untuk
memeberikan pendapat atau suara. Dengan jumlah penduduk yang demikian besar
ada kepentingan-kepentingan yang diakomodir untuk merefleksikan keinginan
masyarakat melalui perwakilan-perwakilan yang akan melakukan agregasi
kepentingan di lembaga-lembaga perwakilan. Nilai politik yang terkandung dalam
konsep diatas adalah bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Sedangkan nilai
politik yang terkandung dalam konsep yang kedua adalah,
pertimbangan/keputusan dilakukan dengan melakukan pemufakatan dari berbagai
golongan masyarakat secara minoritas maupun mayoritas yang hasilnya akan
menjadi keputusan bersama. Dengan demikian sistim politik demokrasi Indonesia
berdasarkan kepada kedaulatan rakyat yang disalurkan melalui badan
konstitusiaoal rakyat tertinggi yakni MPR, didalamya terdapat DPR yang berisi
wakil-wakil rakyat dan badan-badan tinggi lainnya.

7
Jika diamati, selama masa Orde baru sikap perwakilan tak sempat
terwujud bahkan masih diperdebatkan oleh publik politik. Cukup beralasan jika
banyak kalangan justru mempertanyakan peran dan fungsi parlemen Orde Baru :
Absahkan parlemen mengklaim diri sebagai wakil rakyat? maklum proses
pembentukan dan eksistensi Dewan itu selama masa Orde Baru dinilai
bertentangan dengan prinsip-prinsip keterwakilan.
Kedua, jalur komunikasi secara bottom up – masyarakat dapat menyerap
nilai-nilai kemudian menyumbangkan nilai-nilainya kepada sistem politik atau
kepada masayaratnya sendiri. Mungkin saja proses penyerapan tersebut tidak
terjadi secara langsung melainkan ditampung kemudian diteruskan kembali pada
saat terjadinya proses sosialisasi. Dalam bagian ini ide yang akan disampaikan
adalah bahwa terjadi penurunan nilai-nilai akibat adanya keinginan masyarakat
terhadap perubahan situasi yang kemudian dihimpun dan menjadi kebudayaan
politik bangsa Indonesia. Perlu diperhatikan bahwa penurunan nilai-nilai juga
terjadi secara horizontal, antara individu dan individu, individu dan masyarakat
yang berimplikasi terhadap penurunan nilai-nilai secara vertikal.
Agen-agen sosialisasi politik dalam sistem politik Indonesia adalah
merupakan lembaga-lembaga yang sudah terinternalisasi dalam masyarakat.
lembaga-lembaga tersebut adalah keluarga, kelompok bermain (peer group)/
kontak politik langsung, teman sekolah, pekerjaan dan media masa. Seorang
individu tersosialisasi di bidang politik tidak hanya melalui satu sarana saja.
Seorang individu dapat tersosialisasi politik melalui berbagai macam sarana yang
ada. Berbagai sarana yang ada itu dapat dialami oleh seorang individu dalam
proses sosialisasi secara bersama-sama. Hal seperti ini sangatlah mungkin karena
hidup seseorang tidak hanya didalam suatu lingkungan yang tertentu saja, tetapi
yang bersangkutan juga hidup didalam berbagai lingkungan lainnya secara
bersama-sama.
Gabriel Almond terdapat 6 sarana/agen sosialisasi politik yaitu:
a. Keluarga
Keluarga adalah merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil, keluarga
memegang peranan penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat

8
itu sendiri. Signifikansi terjadi dalam perkembangan anak secara fisik
maupun mental. Hal ini mengandung maksud bahwa pendidikan paling
pertama yang didapatkan oleh anak adalah yang berasal dari keluarganya,
apapun bentuknya itu, akan berimplikasi positif atau negatif tergantung
pada sosialisasi yang terjadi dalam keluarga itu sendiri. Adalah hal yang
natural bahwa perkembangan manusia dimulai sejak lahir sudah
berhadapan dengan keluarga sebagai kelompok sosial yang pertama
dihadapi. Terdapat peranan yang melekat dalam sebuah kelompok sosial,
yakni peranan sebagai orang tua dan peranan sebagai anak.
Kedudukan orang tua dalam sebuah keluarga memiliki peranan yang
sangat penting, dalam konteks ini orangtua memiliki kesempatan dan
keharusan untuk menurunkan/ menstransmisikan nilai-nilai politik
kepada anak-anaknya, pada kondisi itu anak-anak dalam kondisi bebas
nilai bahkan mungkin terjadi kekosongan nilai sehingga terjadi
kemudahan untuk menerapkan nilai-nilainya. Penurunan nilai-nilai
politik yang dimaksudkan dalam tahap ini bukan seperti pada konsep
yang akan dipetik hasilnya seketika itu juga dan anak akan mengerti,
namun konteks ini merupakan sebuah penanaman akan suatu ajaran-
ajaran tertetu.
Didalam keluarga pada tahap awal biasanya penurunan nilai-nilai tidak
bersifat politis, dalam situasi ini kebanyakan penurunan nilai-nilai lebih
kepada ajaran mengenai perilaku atau kaidah-kaidah yang harus
dilakukan sebagai masyarakat pada umumnya. Dalam konteks
masyarakat Indonesia, secara teoritis peranan keluarga didalam proses
sosialisasi politik juga tergantung kepada struktur dan keadaan keluarga
itu sendiri. Keadaan ekonomi yang rendah dan keluarga yang broken
dapat juga menjadi penghambat terjadinya sosialisasi. Jika Kita melihat
kondisi keluarga Indonesia yang masih memiliki angka tinggi berada
dibawah garis kemiskinan serta tingkat pendidikan yang rendah, akan
sulit untuk menurunkan nilai-nilai politik. Selanjutnya timbul pertanyaan,
apakah keluarga tersebut mampu menurunkan nilai-nilai poltik kepada

9
anak-anaknya dengan benar dan baik sehingga sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Kita dapat berasumsi bahwa kemiskinan secara pendidikan
dan ekonomi juga akan miskin dalam menurunkan ilmu-ilmu politik.
Pewarisan nilai-nilai politik pada umumnya berbeda antar keluarga satu
dengan lainnya – pewarisan – contohnya dalam keluarga yang
demokratis dan otokratis.
b. Sekolah
Dalam hubunganya dengan sosialisasi politik, ada pendapat yang
menyatakan bahwa pengaruh sekolah dalam sosialisasi dapat
dilaksanakan melalui 3 jalan/cara, yaitu :
 Didalam kelas, termasuk kurikulum formal, kehadiran didalam kelas, dan
penurunan nilai-nilai serta perilaku yang tidak disadari oleh guru didalam
kelas.
 Karakteristik informal sekolah sebagai lingkungan sosial, organisasi
pemuda yang bersifat politik maupun non politik, dan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam berbagai bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
 Efek pendidikan yang ditimbulkan dari ketertarikan didalamnya, mengenai
informasi didalamnya dan partisipasi dalam kegiatan politik.
Dalam konteks perkembangan anak, setelah mereka mendapatkan
sosialisasi dirumah, anak akan mendapatkan sosialisasi dilingkungan
luarnya. Untuk mendapatkan pendidikan diluar lingkungan keluarga
maka selanjutnya anak akan mendapatkan pendidikan disekolah.
Dilingkungan sekolah seorang anak akan mendapatkan pendidikan dan
penurunan nilai-nilai politik secara langsung oleh guru-guru mereka.
Peranan sekolah sangat besar dalam penurunan nilai-nilai. Disekolah,
anak akan secara langsung anak menemukan simbol-simbol nasional,
seperti adanya bendera nasional, pahlawan-pahlawan beserta
pandangannya. Disekolah juga diajarkan mata pelajaran-mata pelajaran
yang berhubungan dengan nilai-nilai politik bangsa Indonesia yakni
poltik demokrasi Pancasila, seperti pada tingkat dasar, menengah dan
atas diajarkan yang berkaitan dengan Pendidikan Moral Pancasila.

10
Pendidikan dan penurunan nilai-nilai politik ini terus berjenjang sesuai
dengan tingkat pendidikan agen sosialisasi dan penerima sosialisasi.
c. Kelompok bergaul atau bermain (peer group) atau kontak-kontak politik
langsung
Dalam kontak dengan politik langsung bagaimanapun juga positif
pandangan terhadap sistem politik yang telah ditanamkan oleh keluarga
atau sekolah, akan tetapi jika seorang warga negara diabaikan oleh
partainya, ditipu oleh polisi, menderita kelaparan tanpa mendapatkan
pertolongan dan akhirnya disuruh masuk wajib militer, pandangannya
terhadap dunia politik sangat mungkin berubah. Partai politk, kampanye
pemilihan umum, krisis-krisis politik luar negeri dan peperangan-
peperangan, dan tanggapan agen-agen atau badan-badan pemerintah
terhadap tuntutan-tuntutan individu dan kelompok-kelompok dapat
mempengaruhi kesetiaan dan kesediaannya untuk patuh/tunduk pada
hukum. Setiap orang tidak melulu menghabiskan waktunya dengan
keluarga, sekolah melainkan juga memiliki lingkungan lain seperti
lingkungan teman bermain atau bergaul.
Didalam kelompok bermain atau bergaulpun nilai-nilai politik seseorang
dapat terbentuk. Didalam kelompok bermain atau bergaul dalam jenjang
umur dan pendidikan akan cenderung untuk menyesuaikan opininya
dengan opini rekan-rekannya. Seorang yang selalu berada dalam
lingkungan yang sama dalam waktu yang terus menerus, tentunya akan
ada adaptasi lingkungan terhadap pola perilaku kelompok. Misalnya
seseorang selalu hidup dalam lingkungan peer group yang demokratis
dan saling menghargai pendapat serta perbedaan masing-masing
individu. maka yang terjadi adalah orang tersebut akan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian secara langsung maupun
tidak langsung peer group mendorong seseorang untuk menyesuaikan
perilaku atau pandangan yang dianut oleh kelompoknya.

11
d. Pekerjaan
Pembelajaran dalam lingkungan pekerjaan akan memberikan pengalaman
kepada masing-masing individu dalam belajar berpolitik, karena pada
dasarnya sebuah organisasi dapat dijadikan wahana berlatih melakukan
manajemen layaknya sebuah percaturan politik. Organisasi formal
maupun nonformal yang dibentuk atas dasar pekerjaan, juga merupakan
sarana dalam melakukan sosialisai politik. Seseorang memasuki sebuah
organisasi mayoritas didasarkan kepada kebutuhan atau ketertarikan
terhadap pemikiran atau gagasan-gagasan yang ada didalam organisasi
tersebut. Hal itu terjadi terutama Didalam organisasi ini lebih mengarah
kepada serikat-serikat buruh atau organisasi-organisasi kepentingan
lainnya. Dalam lingkungan pekerjaan memberikan kesadaran-kesadaran
individu atau kelompok mengenai kemampuan dirinya dalam
mempengaruhi orang dan melakukan pengambilan suatu keputusan
sesuai dengan bidang tugas yang dijalankan.
e. Media massa
Agen sosialisasi politik yang lainnya adalah media massa. Komponen
agen ini dapat menunjukan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki untuk
diketahui oleh khalayak. Sesuai dengan sifatnya yakni bersifat luas dan
dapat dikonsumsi oleh khalayak, media massa dapat menjadi sarana
penyebaran informasi mengenai visi yang ingin disampaikan oleh
pemerintah kepada masyarakat dan masyarakat kepada pemerintah.
Masyarakat Pers Indonesia yang saat ini memiliki kebebasan pers,
memiliki peluang untuk menyampaikan informasi seluas-luasnya dan
menyampaikan fakta pada khalayak. Pers secara langsung maupun tidak
langsung dapat menurunkan nilai-nilai politik kepada masyarakat.
Misalnya dalam perdebatan-perdebatan yang dilakukan oleh para pakar
di media elektronik atau media cetak dapat diserap dan menurunkan
nilai-nilai politik. Demikian halnya dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam percaturan politik dapat diketahui oleh media masa dan

12
akan tersebar dengan cepat kepada masyarakat dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan politik negara dapat diketahui rakyatnya.

2.4 Contoh Kasus Penerapan Sosialisasi Politik dan Agen-agennya

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa
mengenali sistem politik yang kemudian menentukan persepsi serta reaksinya
terhadap gejala-gejala politik.
Aspek penting dari sosialisasi politik adalah sebagai berikut:
a. sosialisasi politik merupakan proses belajar dari pengalaman,
b. sosialisasi politik merupakan prakondisi bagi aktivitas sosial politik,
c. sosialisasi politik berlangsung tidak hanya pada usia dini dan remaja tetapi
tetap berlanjut sepanjang kehidupan,
d. sosialisasi politik memberikan hasil belajar yang berupa informasi,
pengetahuan, sikap, motif, nilai-nilai yang tidak hanya berkaitan dengan
individu tetapi juga dengan kelompok.
Proses sosialisasi politik meliputi empat tahap sebagai berikut:
a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, anak,
presiden, polisi.
b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal,
yaitu antara pejabat swasta dengan pejabat pemerintah.
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen). Mahkamah Agung, dan pemungutan suara (pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara situasi-situasi politik dan mereka yang
terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan dengan institusi ini.
Agen-agen sosialisasi politik dalam sistem politik Indonesia adalah
merupakan lembaga-lembaga yang sudah terinternalisasi dalam masyarakat.
lembaga-lembaga tersebut adalah keluarga, kelompok bermain (peer group)/
kontak politik langsung, teman sekolah, pekerjaan dan media masa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto. 1982. Sistem Politik Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.


Kiteng, Adi. 2012. Pentingnya Sosialisasi Politik Dalam Pengembangan Budaya
Politik. https://adikiteng.blogspot.co.id/2012/02/sosialisasi-politik-di-
indonesia.html?m=1 diakses pada tanggal 8 April 2018 pukul 19:11
WITA.
Miriam Budiarjo. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakatra: Gramedia.
Michael Rush dan Phillip Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali
Press.
Octafitria, Yovita. 2016. Media Sosial Sebagai Agen Sosialisasi Politik Pada
Kaum Muda. Artikel Jurnal Departemen Sosiologi, Universitas Indonesia
Depok.
Sono, Sumar. 2015. Materi Sosialisasi Politik Lengkap. https://sumar-
blog.blogspot.co.id/2015/08/materi-sosialisasi-politik-lengkap.html?m=1
diakses pada tanggal 8 April 2018 pukul 19:08 WITA.
Syahputra, Iswandi. 2017. Demokrasi Virtual Dan Perang Siber Di Media Sosial:
Perspektif Netizen Indonesia. Jurnal Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi vol. 3
no. 3. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Humaniora
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai