Anda di halaman 1dari 9

CLINICAL PATHWAY

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Manajemen Keperawatan

Dosen Pengampu :
Dr. Lucky Dwiantoro, S.Kp., M.Kep

Disusun Oleh:

KELOMPOK III
1. Tri Retno Indah Susanti 22020116183004
2. Widya Pratiwi 22020116183009

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2017

CLINICAL PATHWAY
A. Konsep Clinical Pathway
Definisi clinical pathway menurut Firmanda (2005) adalah suatu
konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang
diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan
keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka
waktu tertentu selama di rumah sakit. Ada definisi lainnya, yaitu menurut
Marelli (2000), clinical pathway merupakan pedoman kolaboratif untuk
merawat pasien yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan
pelayanan.
Clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga
kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan dalam
suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek individu dari pasien.
Firmanda (2005) mengatakan bahwa prinsip dalam dalam penyusunan
clinical pathway, memenuhi beberapa hal mendasar, seperti:
a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara integrasi dan
berorientasi fokus terhadap pasien serta berkesinambungan.
b. Melibatkan seluruh profesi yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit
terhadap pasien.
c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan
perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian untuk
kasus rawat inap atau jam untuk kasus kegawatdaruratan.
d. Mencatat seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien
secara terintegrasi dan berkesinambungan ke dalam dokumen rekam
medis.
e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan clinical pathway dicatat
sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis.
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
Feuth dan Claes (2008) mengemukakan bahwa ada 4 komponen
utama clinical pathway, yaitu meliputi: kerangka waktu, kategori asuhan,
kriteria hasil dan pencatatan varian. Kerangka waktu menggambarkan
tahapan berdasarkan pada hari perawatan atau berdasarkan tahapan pelayanan
seperti: fase pre-operasi, intraoperasi dan pasca-operasi. Kategori asuhan
berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang
diberikan kepada pasien. Aktivitas dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan
pada jangka waktu tertentu. Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari
standar asuhan yang diberikan, meliputi kriteria jangka panjang yaitu
menggambarkan kriteria hasil dari keseluruhan asuhan dan jangka pendek,
yaitu menggambarkan kriteria hasil pada setiap tahapan pelayanan pada
jangka waktu tertentu. Lembaran varian mencatat dan menganalisis deviasi
dari standar yang ditetapkan dalam clinical pathway. Kondisi pasien yang
tidak sesuai dengan standar asuhan atau standar yang tidak bisa dilakukan
dicatat dalam lembar varian. Langkah-langkah penyusunan format clinical
pathway memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Komponen yang mencakup definisi dari clinical pathway.
b. Memanfaatkan data yang ada di lapangan rumah sakit dan kondisi
setempat yaitu data laporan morbiditas pasien yang dibuat setiap rumah
sakit berdasarkan buku petunjuk pengisian, pengolahan dan penyajian
data rumah sakit dan sensus harian untuk penetapan topik clinical
pathway yang akan dibuat dan lama hari rawat.
c. Variabel tindakan dan obat-obatan mengacu kepada standar pelayanan
medis, standar prosedur operasional dan daftar standar formularium yang
telah ada di rumah sakit.
Tabel di bawah ini merupakan form bentuk umum dari clinical
pathway yang dapat dimodifikasi sesuai dengan dengan kebutuhan rumah
sakit.
Aktivitas Pelayanan Pra Rawat Inap Rawat Inap
Poliklinik/IGD Hari 1 Hari 2 Komplikasi/
Tgl Tgl Co-Morbidity
1 2 3 4 5
Pendaftaran
Penetapan
Diagnosa
Pra Perawatan
Perawatan
Tindak Lanjut

Sumber: Feuth and Claes, 2008

B. Komponen Clinical Pathway


Empat komponen utama clinical pathway meliputi:
a. Kerangka waktu.
b. Kategori asuhan.
c. Kriteria hasil.
d. Pencatatan varian (Hill, 1998 dalam Feuth & Claes, 2007).
Kerangka waktu menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari
perawatan (misalnya hari 1, hari 2) atau berdasarkan tahapan pelayanan
misalnya fase pre operasi, intra operasi dan pasca operasi. Kategori asuhan
berisi aktivitas yang menggambarkan asuhan seluruh tim kesehatan yang
diberikan kepada pasien. Aktivitas dikelompokkan berdasarkan jenis tindakan
(misal: tindakan, pengobatan, pemeriksaan lab, nutrisi, aktivitas) pada jangka
waktu tertentu.
Kriteria hasil memuat hasil yang diharapkan dari standar asuhan yang
diberikan, meliputi kriteria jangka panjang (menggambarkan kriteria hasil
dari keseluruhan asuhan) dan jangka pendek (menggambarkan kriteria hasil
pada setiap tahapan pelayanan pada jangka waktu tertentu). Lembaran varian
mencatat dan menganalisis deviasi dari standar yang ditetapkan dalam clinical
pathway. Kondisi pasien yang tidak sesuai dengan standar asuhan atau standar
yang tidak bisa dilakukan dicatat dalam lembar varian.
C. Tujuan Clinical Pathway
Tujuan dari penerapan clinical pathway adalah menjamin tidak ada
aspek-aspek penting dari pelayanan yang dilupakan. Clinical pathway
memastikan semua intervensi dilakukan secara tepat waktu dengan
mendorong staf klinik untuk bersikap pro aktif dalam perencanaan
pelayanan.Clinical pathway diharapkan dapat mengurangi biaya dengan
menurunkan length of stay, dan tetap memelihara mutu pelayanan (Djasri,
2006).
Menurut dr. Hanevi Djasri, berbagai proses dapat dilakukan untuk
menyusun clinical pathway, salah satunya terdiri dari beberapa tahap sebagai
berikut:
a. Pembentukan tim penyusun clinical pathway.
Tim penyusun clinical pathway terdiri dari staf multidisplin dari semua
tingkat dan jenis pelayanan. Bila diperlukan, tim dapat mencari dukungan
dari konsultan atau institusi diluar RS seperti organisasi profesi sebagai
narasumber. Tim bertugas untuk menentukan dan melaksanakan langkah-
langkah penyusunanclinical pathway.
b. Identifikasi key players.
Bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam penanganan
kasus atau kelompok pasien yang telah ditetapkan dan untuk
merencanakan focus group dengan key players bersama dengan
pelanggan internal dan eksternal.
c. Pelaksanaan site visit di rumah sakit.
Bertujuan untuk mengenal praktik yang sekarang berlangsung, menilai
sistem pelayanan yang ada dan memperkuat alasan mengapa clinical
pathway perlu disusun. Jika diperlukan, site visit internal perlu
dilanjutkan dengan site visit eksternal setelah sebelumnya melakukan
identifikasi partner benchmarking. Hal ini juga diperlukan untuk
mengembangkan ide.
d. Studi literatur.
Diperlukan untuk menggali pertanyaan klinis yang perlu dijawab dalam
pengambilan keputusan klinis dan untuk menilai tingkat dan kekuatan
bukti ilmiah. Studi ini sebaiknya mengasilkan laporan dan rekomendasi
tertulis.
e. Diskusi kelompok terarah.
Dilakukan untuk mengenal kebutuhan pelanggan (internal dan eksternal)
dan menyesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dalam memenuhi
kebutuhan tersebut serta untuk mengenal kesenjangan antara harapan
pelanggan dan pelayanan yang diterima. Lebih lanjut, diskusi kelompok
terarah juga perlu dilakukan untuk memberi masukan dalam
pengembangan indikator mutu pelayanan klinis dan kepuasan pelanggan
serta pengukuran dan pengecekan.
f. Penyusunan pedoman klinik.
Dilakukan dengan mempertimbangkan hasil site visit, hasil studi literatur
(berbasis bukti ilmiah) dan hasil diskusi kelompok terarah. Pedoman
klinik ini perlu disusun dalam bentuk alur pelayanan untuk diketahui juga
oleh pasien.
g. Analisis bauran kasus.
Dilakukan untuk menyediakan informasi penting baik pada saat sebelum
dan setelah penerapan clinical pathway. Meliputi: length of stay, biaya
per kasus, obat-obatan yang digunakan, tes diagnosis yang dilakukan,
intervensi yang dilakukan, praktisi klinis yang terlibat dan komplikasi.
h. Menetapkan sistem pengukuran proses dan outcome.
Contoh ukuran-ukuran proses antara lain pengukuran fungsi tubuh dan
mobilitas, tingkat kesadaran, temperatur, tekanan darah, fungsi paru dan
skala kesehatan pasien (wellness indicator).
i. Mendesain dokumentasi clinical pathway.
Penyusunan dokumentasi clinical pathway perlu memperhatikan format
clinical pathway, ukuran kertas, tepi dan perforasi untuk filing. Perlu
diperhatikan bahwa penyusunan dokumentasi ini perlu mendapatkan
ratifikasi oleh Instalasi Rekam Medik untuk melihat kesesuaian dengan
dokumentasi lain.

D. Evidance Based Aplikasi Clinical Pathway


Gambaran diterapkannya clinical pathway dalam DRG (Diagnosis
Related Group) seperti yang telah dilakukan penelitian oleh Lee & Anderson
(2006) dapat menurunkan lama hari rawat. Dengan menghabiskan waktu
selama 5 tahun yaitu sejak tahun 1999 sampai tahun 2003 ada 5 diagnosa
penyakit yang diteliti yaitu CHF, COPD, MI, Pneumonia, dan Diabetes
Mellitus. Sejak tahun 1999 – 2003 jumlah pasien CHF ada 705, COPD ada
503 pasien, MI ada 221 pasien, Pneumonia ada 112 pasien, dan Diabetes
Mellitus ada 90 pasien, dari ke lima diagnosa tersebut yang sedang diteliti MI
yang mempunyai penurunaan length of stay (p<0.01), itu di karenakan 4
diagnosa lainnya mempunyai komplikasi yang akhirnya dimasukkan
kedalam varian. LOS dari diagnosis CHF 4.13, COPD 4,07, MI 1.99,
Pneumonia 3.29, dan Diabetes Mellitus 3.08.
Terlihat jelas implementasi dari clinical pathway di RS yang diteliti
tidak ada halangan dan resistensi dari para dokter dan mereka berkomitmen
untuk melakukan tindak lanjut untuk menurunkan LOS dari hasil penelitian
tersebut. Rumah Sakit di Indonesia juga telah ada yang melaksanakan
clinical pathway pada beberapa tindakan operasi.
Kesimpulan
1. Clinical Pathway merupakan rencana kolaboratif pelayanan kesehatan yang
terdiri dari multidisiplin yaitu dokter, perawat, ahli gizi, laboratorium ,
farmasi yang terdokumentasi dalam formulir yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit.
2. Clinical pathway bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, berfokus
pada pasien, menurunkan lama hari rawat, efisiensi dan efektif .
3. Dengan diterapkannya clinical pathway dalam DRG (Diagnosis Related
Group) dapat memberikan beberapa keuntungan, diantaranya :
a. Bagi rumah sakit, meningkatkan kualitas mutu pelayanan,
menindaklanjutkan pelaksanaan quality assurance, dapat mengevaluasi
kualitas pelayanan kesehatan dan rencana anggaran berikutnya.
b. Bagi pasien, pasien mendapatkan informasi yang jelas tentang
kepulangan jika tidak ada komplikasi, pasien dapat mengetahui program
dokter yang akan dilakukan dan mengetahui pengeluaran biaya yang
akan dikeluarkan.
c. Bagi Institusi pendidikan, dapat mengevaluasi sehingga dapat
memberikan pendidikan ataupun training mengenai clinical pathway
sehingga perawat dari sejak pendidikan sudah terpapar dengan clinical
pathway tersebut.

Saran
1. Clinical pathway sangat penting di buat dengan format yang sama antar
rumah sakit di Indonesia, dan harus ada evaluasi audit terhadap
pendokumentasian clinical pathway tersebut.
2. Disediakan format tertulis untuk audit konsistensi (resmi) agar
pelaksanaannya rumah sakit satu dan lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Firmanda. 2005. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Rumah Sakit. Jakarta.


Marelli. 2000. Strategies For Developing, Competency Models. Journal Of
Administration And Policy In Mental Health.Vol 32: No 5/6.
Feuth and Claes. 2008. Introducing Clinical Pathways as A Strategy for
Improving Care, International Journal of Care Coordination, Vol 12 No.2,
Netherlands.
Djasri, H., 2006. Penerapan Clinical Governance Melalui ISO 9000 : Studi
Kasus di Dua RSUD Provinsi Jawa Timur, JMPK., Vol.9, No.3 : Hal.121-
8.

Anda mungkin juga menyukai