Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

“Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respirasi Kecambah (Vigna radiata)”

Disusun oleh:
RYSA TITANIKA WATI
16030204031
PBA 2016

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kecambah (Vigna radiata)?

B. Tujuan Percobaan
Mengamati pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kecambah (Vigna radiata).

C. Hipotesis
1. H0 : Tidak ada pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kecambah (Vigna
radiata).
2. HA : Ada pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kecambah (Vigna radiata).
D. Kajian Pustaka
1. Kacang Hijau (Vigna radiata)

Gambar 1. Kacang Hijau

Kacang hijau (Vigna radiata) merupakan salah satu komoditas tanaman


kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kacang
hijau adalah sejenis tanaman budidaya yang dikebal luas di daerah tropika.
Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat
dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein tinggi.
Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman
pangan, setelah kedelai dan kacang tanah.
Setiap 100 gram kacang hijau mengandung protein 7 gram, serat 7,6 gram,
karbohidrat 19 gram, omega 3 dan omega 6, asam folat, riboflafin, vitamun B,
asam pantetotenat, dan niasin. Selain itu kacang hijau juga kaya akan mineral
seperti potassium, magnesium, phosphor, kalsium, besi, zink dan selenium
(Achyad, 2006).
Kecambah kacang hijau termasuk tanaman dikotil (memiliki biji berkeping
dua). Kecambah dapat tumbuh sepanjang tahun dan dipanen hanya dalam waktu
3-5 hari setelah tanam, mudah tumbuh disegala iklim dan cuaca bahkan ditempat
yang tidak terkena sinar matahari sekalipun (Kusumo, 2010).
Pertumbuhan tanaman yang berasal dari biji diawali dari proses
perkecambahan. Dalam pertumbuhannya memerlukan energi, dan energi
tersebut berasal dari perombakan bahan-bahan organik. Enzim yang digunakan
untuk merombak protein adalah enzim protease, perombakan lemak adalah
enzim lipase dan pati memerlukan enzim amilase. Enzim-enzim tersebuh secara
bersamaan dihasilkan tumbuhan selama proses perkecambahan (Bahri, 2012).

2. Respirasi
Proses tumbuh merupakan salah satu aktivitas fisiologi. Pada proses
pertumbuhan ini banyak dipengaruhi berbagai faktor lingkungannya salah
satunya seperti suhu udara. Proses pertumbuhan memiliki keterkaitan fungsi
dengan aktivitas fisiologi lain yang merupakan satu kesatuan fungsi. Aktivitas
fisiologi yang terkait dengan proses tumbuh ini antara lain meliputi respirasi,
transpirasi, absorbsi, transportasi bahan, fotosintesa, dan proses biosintesa
lainnya.
Semua sel hidup melakukan respirasi secara terus-menerus untuk mencukupi
kebutuhan energinya. Pada umumnya respirasi merupakan proses oksidasi
substrat glukosa, berlangsung dalam rangkaian proses pemecahan (katabolisme)
yang melibatkan sistem enzim pada glikolisis (jalur EMP) dan daur
Trikarboksilat (daur krebs). Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat
sisa metabolisme berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan panas
sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan
sempurna, dari pembakaran substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan
menghasilkan rasio CO2/O2 tertentu disebut “Respiratory quotient” [RQ].
Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat
glukosa. (Suyitno, 2014).
Respirasi atau oksidasi glukosa secara lengkap merupakan proses
pembentukan energi yang utama untuk kebanyakan sel. Pada waktu glukosa
dipecah dalam suatu rangkaian reaksi enzimatis, beberapa energi dibebaskan dan
diubah menjadi bentuk ikatan phospate bertenaga tinggi (ATP) dan sebagian lagi
hilang sebagai panas. Proses keseluruhan dari respirasi merupakan reaksi
oksidasi reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang
diserap direduksi membentuk H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula lainnya,
lemak, asam organik, protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi (Yuliani,
2017).
Respirasi seluler merupakan fungsi kumulatif dari 4 tahapan metabolik,
yaitu: glikolisis, dekarboksilasi oksidatif piruvat, siklus krebs, dan transport
elektron.
Respirasi pada tumbuhan, seperti pada organisme hidup lainnya sangat
penting sebagai sumber energi metabolisme dan sumber karbon untuk
pertumbuhan. Oleh karena itu, respirasi merupakan peristiwa yang penting
dalam tubuh tumbuhan sebagai pabrik penghasil karbon
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel
tumbuhan tinggi. Secara umum, respirasi dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut :
C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + ENERGI
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan.
Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara
difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel
tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma
dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi
akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini
dikarenakan membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel
bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian
digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu
glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron.
Tumbuhan melakukan respirasi untuk menghasilkan energi guna
melakukan proses fotosintesis. Tumbuhan yang telah mengalami pasca panen
akan tetap mengalami proses respirasi dengan laju yang lebih tinggi
dibandingkan saat masih tertanam di pohonnya. Respirasi yang dilakukan oleh
buah akan menghasilkan panas yang mana sangat penting dalam menghitung
kebutuhan refrigerasi dan ventilasi selama penyimpanan. Laju perusakan
komoditas biasanya berbanding lurus dengan laju respirasinya (Pradana, 2008).
Tumbuhan terutama tumbuhan tingkat tinggi, untuk memperoleh makanan
sebagai kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus
melakukan suatu proses yang dinamakan proses sintesis karbohidrat yang terjadi
di bagian dalam daun satu tumbuhan yang memiliki klorofil, dengan
menggunakan cahaya matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang
diperlukan tumbuhan untuk proses tersebut. Tanpa adanya cahaya matahari,
tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini disebabkan
klorofil yang berada di dalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari
karena klorofil hanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Pradana, 2008).
Berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju respirasi,
diantaranya adalah sebagai berikut :
 Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang
kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada
laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi
lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih
cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi
dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya
lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian bawah
biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang
terkena cahaya lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah
bawah akan lebih cepat mati. Perbedaan kandungan gula akibat tak
berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang menyebabkan laju respirasi
yang lebih rendah pada daun yang ternaungi.
 Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun
besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan
bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi
normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju
respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk
berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
 Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait
dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan
meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10°C, namun hal ini
tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian
tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30
atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10
mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang
tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula
atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia
berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan
peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1, jadi suhu
tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan
suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya
bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama.
Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan
cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang
semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari
25°C menjadi 45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi
setelah dua jam lajunya mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya
ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian
enzim respirasi.
 Jenis dan umur tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme,
dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda
pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju
respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula
pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh ketersediaan substrat. Tersedianya
substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan respirasi.
Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi
dengan laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia
cukup banyak maka laju respirasi akan meningkat (Pradana, 2008).
Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respirasi
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan tanaman dikenal sebagai suhu
kardinal yaitu meliputi suhu optimum (pada kondisi ini tanaman dapat tumbuh
baik), suhu minimum (pada suhu dibawahnya tanaman tidak dapat tumbuh),
serta suhu maksimum (pada suhu yang lebih tinggi tanaman tidak dapat
tumbuh). Suhu kardinal untuk setiap jenis tanaman bervariasi satu dengan yang
lainnya. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dibedakan sebagai berikut:
1) Batas suhu yang membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan
2) Batas suhu yang tidak membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi
- Suhu (ruangan dan inkubator)
- Kecambah di Erlenmeyer.
2. Variabel kontrol
- Berat kecambah
- Volume NaOH 0,5 M
- Volume BaCl2
- Volume PP
- Waktu.
3. Variabel respon
- Kecepatan respirasi
- Volume CO2 yang dihasilkan

F. Definisi Operasional Variabel


Suhu yang dimaksud dalam percobaan ini terdapat dua macam perlakuan
dilihat berdasarkan suhu, yang pertama perlakuan di inkubator dengan suhu 37 0C
dan perlakuan di suhu ruangan sebesar 27 0C.
Kecambah dalam erlenmeyer yang dimaksud adalah ada tidaknya kecambah
yang terdapat pada erlenmeyer. Pada percobaan ini terdapat dua macam perlakuan
dilihat dari ada tidaknya kecambah, yakni 4 erlenmeyer dengan kecambah dan 2
erlenmeyer tanpa kecambah.
Kecepatan respirasi ini adalah kecepatan respirasi kecambah yang dihitung
dengan menggunakan rumus: Kecepatan Respirasi = Volume CO2 yang dihasilkan :
Waktu. Adapun volume CO2 yang dihasilkan dapat didapat dengan menggunakan
rumus: Volume CO2 yang dihasilkan = Volume CO2 x (Volume NaOH dalam
erlenmeyer : Volume NaOH untuk titrasi). Larutan NaOh untuk mempercepat
respirasi melalui peningkatan suhu dan mengikat CO2.
Larutan BaCl2 untuk mengendapkan CO2 yang diserap NaOH ( penyebab
warna keruh). Larutan PP sebagai indikator titrasi dan sebagai katalisator
(mempercepat reaksi) yang menyebabkan warna pink- ungu. Larutan
HCl berfungsi sebagai titran (setara dengan CO2 yang dihasilkan pada proses
respirasi).

G. Alat dan Bahan


1. Alat
- Erlenmeyer 250 ml 6 buah
- Timbangan 1 buah
- Buret (beserta statif dan klem) 1 buah
- Kain kasa secukupnya
- Benang secukupnya
- Plastik secukupnya
- Pipet/spet 3 buah
2. Bahan
- Kecambah kacang hijau umur 2 hari secukupnya
- Larutan NaOH 0,5 M
- Larutan HCl 0,5 M
- Larutan BaCl2 0,5 M
- Larutan Phenolftalin (PP)

H. Rancangan Percobaan
1. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Menyiapkan 6 erlenmeyer kemudian mengisi masing-masing dengan 30 ml
laruan NaOH 0,5 M.
3. Menimbang 5 gram kecambah yang disediakan kemudian membungkus dengan
kain kasa dan mengikat dengan seutas tali. Masing-masing 2 sampel untuk suhu
ruangan dan 2 sampel unuk suhu di dalam ruang inkubator.
4. Memasukkan ke dalam erlenmeyer dan menggantungkan bungkusan kecambah
tersebut di atas larutan NaOH dengan bantuan talinya, kemudian menutup
rapat-rapat botol tersebut dengan plastik.
5. Menyimpan 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah (kontrol)
masing-masing di dalam suhu ruang dengan suhu ruangan dan yang lain di
dalam inkubator yang bersuhu 37 0C.
6. Setelah 24 jam dilakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang
dilepaskan selama respirasi kecambah.
7. Mengambil 5 larutan NaOH dalam botol, memasukkan dalam erlenmeyer.
Kemudian menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes PP
sehingga larutan berwarna merah. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi dengan
HCl 0,5 M. Titrasi dihentikan setelah warna merah tepat hilang.

I. Langkah Kerja

Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan


Menyiapkan 6 erlenmeyer yang diisi masing-masing 30
ml NaOH 0,5 M

Menimbang 5 gram kecambah yang disediakan


kemudian membungkus dengan kain kasa dan mengikat
dengan seutas tali. Masing-masing 2 sampel untuk suhu
ruangan dan 2 sampel untuk suhu di dalam inkubator

Memasukkan ke dalam erlenmeyer dan menggantungkan


bungkusan kecambah diadi atas larutan NaOH. Menutup
rapat-rapat botol dengan plastik

Menyimpan 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa


kecambah masing-masing di dalam ruang dengan suhu
ruangan dan yang lain di dalam inkubator bersuhu 370C

Setelah 24 jam melakukan titrasi untuk mengetahui


jumlah gas CO2 yang dilakukan selama respirasi

Mengambil 5 ml larutan NaOH dalam botol lalu


memasukkan ke dalam erlenmeyer.

Menambahkan 2,5 ml BaCl2 dan menetesi dengan 2 tetes


PP sampai larutan merah

Larutan tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 M. Titrasi


dihentikan setelah warna merah tepat hilang
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1. Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respirasi Kecambah (Vigna radiata).
Volume Volume Volume Volume Kecepatan
Suhu HCl Titrasi NaOH tidak NaOH Terkat CO2 Respirasi Respirasi
(ml) Terikat (ml) (ml) (ml) (ml/jam)
a. 0,8 4,8 25,2
Ruang
b. 1 6 24 14,4 0,6
30°C
c. 1,7 10,2 19,8
a. 1,4 8,4 21,6
Inkubator
b. 1,3 7,8 22,7 15,9 0,7
37°C
c. 2,2 13,2 16,8
Gambar 1. Grafik Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Reaksi Kecambah (Vigna
radiata).

Pengaruh suhu terhadap


kecepatan respirasi
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4 Suhu
0.3 Kecepatan Respirasi
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan data tabel diatas, dapat dianalisis bahwa pada suhu yang berbeda
menghasilkan kecepatan respirasi yang berbeda. Pada inkubator dengan suhu 300C,
perlakuan kecambah (a) membutuhkan volume HCL sebanyak 0,8 ml untuk titrasi,
volume NaOH yang tidak terikat dan yang terikat sebesar 4,8 ml dan 25,2 ml. Pada
perlakuan kecambah (b) membutuhkan volume HCL sebanyak 1 ml untuk titrasi,
volume NaOH yang tidak terikat dan yang terikat sebesar 6 ml dan 24 ml. Dan pada
perlakuan kecambah (c) membutuhkan volume HCL sebanyak 1,7 ml untuk titrasi,
volume NaOH yang tidak terikat dan yang terikat sebesar 10,2 ml dan 19,8 ml.
Ketiga perlakuan kecambah tersebut sama-sama memiliki volume CO2 respirasi
sebesar 14,4 ml dengan kecepatan respirasi sebesar 0,6 ml/jam.
Pada suhu ruang 370C, perlakuan kecambah (a) membutuhkan volume HCL
sebanyak 1,4 ml untuk titrasi, volume NaOH yang tidak terikat dan yang terikat
sebesar 8,4 ml dan 21,6 ml. Pada perlakuan kecambah (b) membutuhkan volume
HCL sebanyak 1,3 ml untuk titrasi, volume NaOH yang tidak terikat dan yang
terikat sebesar 7,8 ml dan 22,7 ml. Dan pada perlakuan kecambah (c)
membutuhkan volume HCL sebanyak 2,2 ml untuk titrasi, volume NaOH yang
tidak terikat dan yang terikat sebesar 13,2 ml dan 16,8 ml. Ketiga perlakuan
kecambah tersebut sama-sama memiliki volume CO2 respirasi sebesar 15,9 ml
dengan kecepatan respirasi sebesar 0,7 ml/jam.
Pada gambar pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kecambah (Vigna
radiata) didapatkan hasil yang terus naik dari suhu rendah ke suhu tinggi. Pada
suhu 300C kecepatan respirasi pada perlakuan dengan kecambah dihasilkan data
sebesar 0,6 ml/jam, pada perlakuan tanpa kecambah dihasilkan data sebesar 0,83
ml/jam. Sedangkan pada suhu 370C kecepatan respirasi pada perlakuan dengan
kecambah dihasilkan data sebesar 0,86 ml/jam dan pada perlakuan tanpa kecambah
dihasilkan data sebesar 0,7 ml/jam.

L. Hasil Analisis Data


Pada percobaan respirasi ini digunakan kecambah yang masih berumur dua
hari, hal ini dikarenakan kecambah yang masih muda masih sangat aktif melakukan
metabolisme yang menghasilkan energi, dimana energi tersebut digunakan dalam
pertumbuhan kecambah. Selain itu, jaringan penyimpan endosperma atau kotiledon
dari biji tersebut mengandung banyak pati. Pati inilah yang akan dijadikan substrat
dalam respirasi kecambah, sehingga sebagian besar pati akan hilang selama
pertumbuhan kecambah.
Kecambah yang akan diuji diletakkan di dalam erlenmeyer yang sudah diisi
dengan 30 ml NaOH. NaOH berfungsi untuk mengikat CO2 hasil respirasi
kecambah. Respirasi kecambah diuji dalam waktu 24 jam. Setelah itu NaOH
direaksikan dengan BaCl2 dan kemudian dititrasi dengan HCl untuk mengetahui
banyaknya CO2 yang dibebaskan atau dihasilkan. Kecambah dimasukkan ke dalam
botol yang ditutup rapat agar tidak ada oksigen dari luar yang masuk ke dalam botol
dan tidak ada karbon dioksida yang keluar dari botol. Larutan di dalam botol adalah
NaOH berfungsi sebagai larutan yang dapat berikatan dengan karbon dioksida hasil
dari respirasi kecambah. NaOH yang mengikat karbon dioksida akan membentuk
natrium bikarbonat yang merupakan karbondioksida terlarut.
Rangkaian praktikum disimpan selama kurang lebih 24 jam pada suhu tertentu
sesuai perlakuan (suhu ruangan 300C dan suhu inkubator 370C) yang nantinya
dititrasi. Titrasi yang dilakukan adalah titrasi asidimetri, yaitu titrasi penetralan basa
menggunakan senyawa asam, senyawa asam yang digunakan adalah HCl. Fungsi
dari titrasi ini adalah untuk mengetahui jumlah CO2 yang terikat NaOH. Sebelum
dititrasi dengan HCl, larutan diambil dan diambahkan BaCl. Penambahan BaCl
berfungsi untuk mengendapkan karbon dioksida yang telah diikat oleh NaOH.
Selanjutnya larutan ditetesi indikator PP yang warnanya berubah menjadi warna
merah muda. Indikator PP berfungsi untuk memudahkan mengamati perubahan
warna ketika larutan dititrasi. Warna kembali lagi menjadi bening setelah ditetesi
oleh larutan HCl. Hal ini menunjukkan bahwa larutan basa telah bereaksi sempurna
dengan asam sehingga larutan menjadi netral/bening kembali.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa suhu mempengaruhi
kecepatan respirasi kecambah (Vigna radiata). Kecambah yang diletakkan pada
suhu lebih tinggi yaitu pada inkubator dengan suhu 370C melepaskan lebih banya
CO2 daripada kecambah yang diletakkan pada suhu ruangan sebesar 300C. Hal ini
dikarenakan pada suhu inkubator suhunya dibuat konstan/stabil. Dimana pada
keadaan stabil kerja enzim menjadi lebih optimal tanpa mengalami kerusakan
(Santoso, 2004).
Seperti yang diketahui bahwa proses respirasi melibatkan kerja berbagai enzim.
Karena enzim tersebut tidak mengalami kerusakan, maka enzim akan mempercepat
perubahan glukosa menjadi karbondioksida. Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan
dari respirasi kecambah juga lebih banyak. Selain itu, pada suhu yang lebih tinggi
volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh NaOH sehingga kadar CO2 yang
dilepaskan juga semakin banyak. Jumlah CO2 yang dilepaskan dapat diihat dari
banyaknya kadar HCl yang dibutuhkan saat titrasi. Jadi suhu mempengaruhi
kecepatan respirasi kecambah (Vigna radiata), semakin tinggi suhu maka akan
semakin tinggi pula laju respirasinya dan begitu juga sebaliknya.

M. Kesimpulan
1. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kecambah (Vigna radiata).
Semakin tinggi suhu, maka laju respirasi juga semakin tingi/cepat. Semakin
rendah suhu, maka laju respirasi juga semakin rendah/lambat.
2. Saran
1) Perlu persiapan lebih terutama dalam menyiapkan alat dan bahan yang
diperlukan.
2) Teliti dalam melakukan percobaan.
3) Teliti dalam perhitungan.

N. Daftar Pustaka
Bahri, Syaiful. 2012. Karakterisasi Enzim yang Berperan dalam Respirasi
Kecambah Biji Kacang Hijau. Journal natural science, 1: 132-143.
Lakitan, Benyamin. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada..
Pradana, Subhan. 2008. Respirasi. Diakses melalui
www.idebagus@indoskripsi.com pada tanggal 22 Maret 2018.
Rahayu, Yuni Sri., Yuliani., dan Dewi, Sari Kusuma. 2017. Petunjuk Praktikum
Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: Unesa University Press.
Setiari, Nintya dan Yulita Nurchayati. 2009. Eksplorasi Kandungan Klorofil pada
Beberapa Sayurah Hijau sebagai Alternatif Bahan Dasar Food Suplement.
BIOMA, Juni 2009 Vol. 11, No. 1, Hal. 6-10.
Suyitno, Ai. 2014. Petunjuk praktikum Fisiologi Tumbuhan dasar. Yogyakarta:
FMIPA UNY.
O. Lampiran
P. Lampiran Foto Pelaksaan Praktikum

Bungkusan kecambah,
Perlakuan kontrol Perlakuan A dan B Proses pengambilan
digantungkan dalam
setelah inkubator 24 setelah diinkubator 24 NaOH pada
erlenmeyer yang berisi
jam jam erlenmeyer uji
NaOH

Warna larutan pada Warna larutan pada Warna larutan pada Warna larutan pada
erlenmeyer kontrol erlenmeyer kontrol erlenmeyer A dan B erlenmeyer A dan B
sebelum dititrasi setelah dititrasi sebelum dititrasi setelah dititrasi
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respirasi (Vigna radiata)
PERHITUNGAN I (Suhu Ruang 30°C)
1. Erlenmeyer A
30
 Volume NaOH yang tidak terikat = × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
= 6 × 0,8 𝑚𝑙

= 4,8 𝑚𝑙

 Volume NaOH yang terikat = 30 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡


= 30 − 4,8
= 25,2 𝑚𝑙
2. Erlenmeyer B
30
 Volume NaOH yang tidak terikat = × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
= 6 × 1 𝑚𝑙

= 6 𝑚𝑙

 Volume NaOH yang terikat = 30 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡


= 30 − 6
= 24 𝑚𝑙
3. Erlenmeyer C
30
 Volume NaOH yang tidak terikat = × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
= 6 × 1,7 𝑚𝑙

= 10,2 𝑚𝑙

 Volume NaOH yang terikat = 30 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡


= 30 − 10,2
= 19,8 𝑚𝑙
4. Volume CO2 Respirasi
𝑉𝑜𝑙. 𝐴 𝑡𝑑𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 +𝑉𝑜𝑙.𝐵 𝑡𝑑𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡
= − 𝑉𝑜𝑙. 𝐶 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡
2
25,2+24
= − 10,2
2
49,2
= − 10,2
2
= 14,4 𝑚𝑙

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑂2 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖


5. Kecepatan = 24
14,4
= 24
= 0,6 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
PERHITUNGAN II ( Suhu Inkubtor 37°C)
1. Erlenmeyer A
30
 Volume NaOH yang tidak terikat = × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
= 6 × 1,4 𝑚𝑙

= 8,4 𝑚𝑙

 Volume NaOH yang terikat = 30 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡


= 30 − 8,4
= 21,6 𝑚𝑙
6. Erlenmeyer B
30
 Volume NaOH yang tidak terikat = × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
= 6 × 1,3 𝑚𝑙

= 7,8 𝑚𝑙

 Volume NaOH yang terikat = 30 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡


= 30 − 7,8
= 22,7 𝑚𝑙
7. Erlenmeyer C
30
 Volume NaOH yang tidak terikat = × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
5
= 6 × 2,2 𝑚𝑙

= 13,2 𝑚𝑙

 Volume NaOH yang terikat = 30 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡


= 30 − 13,2
= 16,8 𝑚𝑙
8. Volume CO2 Respirasi
𝑉𝑜𝑙. 𝐴 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡 +𝑉𝑜𝑙.𝐵 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡
= − 𝑉𝑜𝑙. 𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑡
2
21,6+22,2
= − 16,8
2
32,7
= − 16,8
2
= 15,9 𝑚𝑙

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑂2 𝑅𝑒𝑠𝑝𝑖𝑟𝑎𝑠𝑖


9. Kecepatan = 24
= 0,66 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
= 0,7 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚

Anda mungkin juga menyukai