Anda di halaman 1dari 17

iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi merupakan manifestasi klinis gangguan keseimbangan hemodinamik


sistem kardiovaskular, yang mana patologinya adalah multi faktor, sehingga tidak bisa
diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal. Pada kebanyakan kasus, hipertensi
merupakan interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, diet dan asupan garam,
stress, ras, obesitas, dan merokok. Sebagaimana diketahui hipertensi adalah peyebab
kematian nomor satu didunia dan prevalensi penderita hipertensi terus meningkat dari
tahun ketahun dikarenakan meningkatnya kesadaraan masyarakat akan penyakit ini.
Hipertensi juga merupakan faktor risiko independen, sebab terlibat dalam proses
terjadinya mortalitas dan morbiditas dari kejadian penyakit kardiovaskular (PKV),
sehingga keadaan ini akan menjadikan masalah di bidang kesehatan. Dari beberapa
penelitian yang ada, masih banyak penderita hipertensi yang belum mendapatkan
pengobatan. Pada yang sudah mendapatkan pengobatan dengan obat antihipertensi, hanya
10-29% (USA, Kanada, dan berbagai negara di Eropa) yang mencapai target yaitu 140/90
mmHg.
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan dampak yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti otak yaitu
peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, pembuluh darah yaitu 6 kali lebih besar terkena
penyakit jantung koroner (Congestive Heart Failure), dan otot jantung yaitu 3 kali lebih
besar terkena serangan jantung, dan gagal ginjal. Berdasarkan data WHO dan the
International Society of Hypertension (ISH) tahun 2003 terdapat sekitar 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia dan komplikasi pada organ tubuh tersebut dapat menyebabkan
angka kematian yang tinggi.
Di Indonesia berdasarkan survei RISKESDAS pada tahun 2007, prevalensi penderita
hipertensi adalah 31.7% terbanyak di Jawa Timur 37.4% dan terendah di Papua Barat
20.1%. Pada penduduk diatas usia 50 tahun, penderita hipertensi ditemukan lebih banyak
29% pada wanita dan 27% pada pria. Hipertensi primer itu sendiri merupakan 95% dari
seluruh kasus hipertensi.

1
Di Puskesmas Pataruman 2, pada tahun 2015 merupakan penyakit terbayak no 3
setelah nasofaringitis dan tukak lambung yaitu sebanyak 1.308 pasien dan jumlah pasien
penderita hipertensi berbeda-beda setiap bulannya, maka dari itu tidak dapat ditentukan
apakah penderita hipertensi tersebut terjadi penurunan atau peningkatan. Pada tahun 2016,
bulan Januari didapatkan total pasien hipertensi yaitu 100 pasien (27 pasien laki-laki dan
73 pasien perempuan), sedangkan pada bulan Februari 2016 didapatkan total pasien
hipertensi yaitu 133 pasien (43 pasien laki-laki dan 90 pasien perempuan). Maka dapat
disimpulkan bahwa perempuan lebih sering terkena hipertensi dan terdapat peningkatan
angka kejadian hipertensi pada bulan Januari dan Februari tahun 2016.
Berikut adalah kurva kejadian hipertensi di Puskesmas Pataruman 2:

KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS


PATARUMAN 2 TAHUN 2015 - 2016
JUMLAH PASIEN HIPERTENSI

169

132 130 133


122
107 107 114
105 101 100
83
71 67

Gambar 1.1. Kurva Kejadian Hipertensi di Puskesmas Pataruman 2 tahun 2015-2016

Melihat kurva di atas, didapatkan prevalensi kejadian hipertensi di Puskesmas


Pataruman 2 setiap bulannya berubah-ubah dan oleh karena itu pada tinjauan pustaka kali ini
akan membahas tentang hipertensi primer/esensial atau hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya agar penulis dan pembaca tahu mulai dari manifestasi klinis hingga
penatalaksaannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI PRIMER/ESENSIAL
a. Definisi dan Klasifikasi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak
atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah
merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena
sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (lihat Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (JNC VII)

Klasifikasi TD sistolik (mmHg) TD diastolic (mmHg)


Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

Berdasarkan etiologinya, hipertensi diklasifikasikan menjadi:

1. Hipertensi primer/esensial (insidens 80-95%): hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya
2. Hipertensi sekunder: akibat suatu penyakit atau kelainan mendasari, seperti
stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma,
hiperaldosteronisme, dan sebagainya.
3
b. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini
telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia
maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia
lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan
dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau
oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan
pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita
hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai
dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah
sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6%
sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%.

c. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum
pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor
risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.

4
d. Patogenesis Hipertensi Primer

Hipertensi merupakan penyakit mulifaktorial. Berbagai mekanisme yang berperan


dalam peningkatan tekanan darah, antara lain:

- Mekanisme neural: stress, aktivasi simpatis, variasi diurenal


- Mekanisme renal: asupan natrium tinggi dengan retensi cairan
- Mekanisme vaskular: disfungsi endotel, radikal bebas, dan remodeling pembulu
darah
- Mekanisme hormonal: sistem rennin, angiotensin, dan aldosteron.

Faktor lain seperti genetik, prilaku dan gaya hidup juga berpengaruh dalam
hipertensi.

e. Diagnosis Hipertensi
1. Anamnesis.
Kebanyakan pasien hipertensi bersifat asimtomatik. Beberapa pasien
mengalami sakit kepala, rasa seperti berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat
menunjang kecurigaan ke hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan
(kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan, OAINS); sakit kepala
paroksismal, berkeringat, atau takikardi (feokromositoma); riwayat penyakit ginjal
sebelumnya.
Mencari faktor risiko kardiovaskular lainya: merokok, obesitas, inaktivasi
fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, atau laju filtrasi glomerulus
(LFG) <60 mL/menit, usia (laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun), riwayat
keluarga dengan penyaki kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun atau perempuan
<65 tahun)

2. Pemeriksaan Fisik
Nilai tekanan darah diambil dari rerata dua kali pengukuran pada setiap kali
kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg pada dua atau lebih
kunjungan, hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan
dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manse yang tepat (setingkat dengan
jantung), serta teknik yang benar.

5
3. Pemeriksaan Penunjang.
a. Memeriksa komplikasi yang telah atau sedang terjadi:
i. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah,
lemak darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis.
ii. Pemeriksaan lainnya: pemeriksaan fungsi jantung (elektrokardiografi),
funduskopi, USG ginjal, foto thoraks, ekokardiografi.
b. Pemeriksaan penunjang untuk kecurigaan klinis hipertensi sekunder:
i. Hipertiroidisme/hipotiroidisme: fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3)
ii. Hiperparatiroidisme: kadar PTH,Ca2+
iii. Hiperaldosteronisme primer: kadar aldosteron plasma, rennin plasma, CT-scan
abdomen, kadar serum Na+ ↑, K+↓, peningkatan ekskresi K+ dalam urin,
ditemukan alkalosis metabolik
iv. Feokromositoma: kadar metanefrin, CT-scan/MRI abdomen
v. Sindrom Cushing: kadar kortisol dalam urin 24 jam
vi. Hipertensi renovaskular: CT-angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler
sonografi

f. Tata Lakasana Hipertensi Primer


Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi
seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80
mmHg.
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
3. Menghambat laju penyakit ginjal.

Tata laksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi gaya hidup, namun
terapi antihipertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi derajat 1 dengan
penyerta, dan hipertensi derajat 2 (lihat Bagan 2.2). Penggunaan antihipertensi harus
tetap disertai dengan modifikasi gaya hidup. Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi
non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan dibawah ini.
1. Terapi Non Farmakologis (Modifiaksi Gaya Hidup)
 Penurunan berat badan bila status gizi berlebih
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan
darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi

6
dan kontrol hipertensi. Target indeks massa tubuh dalam rentang normal, untuk
Asia Pasifik 18.5 – 22.9 Kg/m2.
 Diet. Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
DASH mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu
rendah lemak jenuh/lemak total.
 Penurunan asupan natrium/garam
Konsumsi NaCl yang disarankan adalah <6 g/hari. Apabila diet tidak membantu
dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
 Meningkatkan Aktivitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada
yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari,
dilakukan paling tidak 3 hari dalam seminggu karena penting sebagai pencegahan
primer dari hipertensi.
 Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3
gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.

2. Terapi Farmakologis
Terdapat beberapa panduan dalam penggunaan antihipertensi. Menurut
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) 2013, usia pasien <55
tahun lebih disarankan memulai terapi dengan penghambat ACE atau ARB,
sementara usia >55 tahun dengan CCB (lihat Bagan 2.3). Menurut JNC 8, pilihan
antihipertensi didasaran pada usia, ras, serta ada atau tidaknya DM dan penyakit
ginjal kronik (PGK) (lihat Bagan 2.4). Pada ras kulit hitam, penghambat ACE dan
ARB tidak menjadi pilihan kecuali terdapat PGK, dengan atau tanpa DM. Beberapa
contoh jenis dan dosis obat antihipertensi dapat dilihat dari Tabel 2.2.
Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat
pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Pantau tekanan
darah, LFG, dan elektrolit. Frekuensi kontrol untuk hipertensi derajat 2 disarankan
untuk lebih sering. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, frekuensi
kunjungan dapat diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan sekali. Namun jika belum

7
tecapai, diperlukan evaluasi terhadap pengobatan dan gaya hidup, serta
pertimbangan terapi kombinasi (lihat Bagan 2.3 dan Bagan 2.4).
Setelah tekanan darah tercapai, pengobatan harus dilanjutkan dengan tetap
memperhatikan efek samping dan komplikasi hipertensi. Pasien perlu diedukasi
bahwa terapi antihipertensi ini bersifat jangka panjang (seumur hidup) dan terus
dievaluasi secara berkala. Pemberian penghambat ACE sebaiknya dihentikan jika
terdapat penurunan LFG >30% dari nilai dasar dalam 4 bulan atau kadar kalium
≥5.5 mEq/L.
Khusus pada kasus kehamilan, antihipertensi yang direkomendasikan ialah
metildopa (250-1.000mg per oral), labetalol (100-200mg), atau nifedipin oros (30-
60mg).

g. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi
yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Komplikasi hipertensi
berdasarkan target organ, antara lain:
 Serebrovaskular: stroke, transient ischemic attacks, demensia vaskular
 Mata: retinopati hipertensif
 Kardiovaskular: penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner
 Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis
 Arteri perifer: klaudikasio intermitten

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi
perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat
mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli
dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA).

8
B. ALGORITMA TATA LAKSANA HIPERTENSI
Terdapat banyak algoritma tata laksana untuk hipertensi mulai dari JNC VII 2003,
ESH-ESC 2007, CHEP 2011, NICE 2013, hingga yang terbaru adalah JNC VIII 2014.
Paramedis pada umumnya masih menggunakan algoritma tata laksana hipertensi JNE VII.
Tetapi walaupun banyak algoritma tata laksana untuk hipertensi, semuanya menekanan
modifikasi gaya hidup dan kepatuhan dalam mengkonsumsi obat anti hipertensinya. Pada
tinjauan pustaka kali ini hanya akan membahas algoritma tata laksana hipertensi
berdasarkan JNC VII 2003, NICE 2013, dan JNC VIII 2014.

Perubahan Gaya Hidup

Belum mencapai tekanan darah target (<140/90 mmHg)

(<130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes atau


penyakit ginjal kronik)

Pilihan Obat Awal

Tanpa indikasi Dengan indikasi


yang berarti yang berarti

Hipertensi Stadium 1 Hipertensi Stadium 2

(TD sistolik 140-159 atau (TD sistolik ≥ 160 atau TD


Obat-obat untuk indikasi
TD diastolik 90-99 mmHg) diastolik ≥ 100 mmHg).
yang berarti.
diuretik tiazid diberikan Kombinasi dua obat
untuk sebagian besar dipakai untuk sebagian Obat antihipertensi lainnya
kasus. Penggunaan ACEI, besar kasus (biasanya (diuretik, ACEI, ARB, BB,
ARB, BB, CCB, dapat diuretik tipe tiazid dan CCB) bila perlu
dipertimbangkan atau ACEI atau ARB atau BB
diberikan dalam bentuk atau CCB.
kombinasi.

Belum mencapai
tekanan darah target

Optimalisasikan dosis atau berikan obat tambahan hingga tekanan darah target tercapai.

Pertimbangkan konsultasi dengan dokter spesialis hipertensi


9
Bagan 2.1. Algoritma Pengobatan Hipertensi menurut Guideline JNC VII, 2003
Semua pasien dengan Kriteria untuk memulai
hipertensi antihipertensi:

1. Pasien hipertensi derajat 1


Modifikasi gaya hidup dengan minimal salah satu
penyerta berikut:
a. Jejas pada organ target
b. Riwayat penyakit
Kriteria untuk memulai
kardiovaskular
antihipertensi c. Penyakit ginjal
d. Diabetes melitus
e. Risiko kardiovaskular
Antihipertensi dalam 10 tahun ≥20%
2. Semua pasien hipertensi
derajat 2
Monitoring dan evaluasi

Bagan 2.2. Algoritma Tata Laksana Hipertensi menurut Guideline NICE, 2013

Pasien memulai antihipertensi

Usia < 55 tahun Usia ≥ 55 tahun

Langkah 1 Langkah 1

Penghambat ACE atau ARB CCB

Langkah 2

Penghambat ACE / ARB + CCB

Langkah 3

Penghambat ACE / ARB + CCB + Tiazid

Langkah 4

Penghambat ACE / ARB + CCB + Tiazid


+ diuretik lain / α-blocker / β-blocker

Monitoring dan evaluasi

Bagan 2.3. Algoritma Pengobatan Hipertensi menurut Guideline NICE, 2013


Keterangan: ACE(Angiotensin Converting Enzyme), ARB (Angiotensin Receptor Blocke), CCB
(Calcium Channel Blocker)

10
Bagan 2.4. Algoritma Pasien hipertensi ≥ 18 tahun
Pengobatan Hipertensi menurut
Guideline JNC VII, 2014 Menerapkan gaya hidup sehat

Menetapkan target TD dan mulai menurunkan TD berdasarkan usia, ada tidaknya DM serta PGK
Populasi umum (tanpa DM dan PGK) Populasi dengan DM atau PGK)

Usia ≥ 60 tahun Usia < 60 tahun Semua usia dengan Semua usia, PGK
DM, tanpa PGK dengan atau tanpa DM

Target TD Target TD
<150/90 mmHg <140/90 mmHg Target TD Target TD
<140/90 mmHg <140/90 mmHg

Bukan ras kulit hitam Ras kulit hitam Semua ras

Dimulai dari Gol. Tiazid, atau ACEI, atau Dimulai dari Gol. Tiazid atau ACEI atau ARB, tunggal atau
ARB, atau CCB, tunggal atau kombinasi CCB, tunggal atau kombinasi kombinasi dengan obat kelas lain

Pilih strategi titrasi obat:A. Maksimalkan dosis obat pertama sebelum menambahkan obat kedua

B. Tambahkan obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis maksimal

C. Mulai dengan dua obat beda kelas atau dalam bentuk obat kombinasi

Ya
Tekanan darah sesuai target?
Tidak

Kembali tekankan kepatuhan pengobatan dan modifikasi gaya hidup.

Untuk strategi A dan B, tambahkan titrasi diuretik golongan tiazid, atau ACEI, atau ARB, atau CCB
(gunakan obat dari kelas yang belum digunakan dan hindari kombinasi ACEI dan ARB)

Untuk strategi C, titrasi dosis obat awal sampai maksimum

Ya
Tekanan darah sesuai target?
Tidak

Kembali tekankan kepatuhan pengobatan dan modifikasi gaya hidup.

Tambahkan titrasi diuretik golongan tiazid, atau ACEI, atau ARB, atau CCB (gunakan obat dari kelas
yang belum digunakan dan hindari kombinasi ACEI dan ARB)

Ya
Tekanan darah sesuai target?
Tidak

Tekankan kepatuhan pengobatan dan modifikasi gaya hidup.

Tambahkan obat dari kelas (misalnya β-blocker, antagonis aldosteron, atau lainnya) dan/atau
rujuk ke dokter spesialis hipertensi
11
Tidak Ya Lanjutkan pengobatan
Tekanan darah sesuai target?
dan kontrol
C. DAFTAR OBAT ANTIHIPERTENSI
Tabel 2.2. Beberapa jenis Antihipertensi Oral

Dosis/hari
Kelas Obat Subkelas Contoh Obat (Frekuensi dosis Efek Samping
harian)
Diuretik Tiazid Hidroklortiazid 12,5-50 mg (1) Hipokalemia, hiperurisemia,
(HCT) hipoglikemia. Peningkatan
Klortalidon 12,5-50 mg (1) kolesterol dan trigliserid
Loop diuretic Furosemid 20-80 mg (2) Hipokalemia, hiperurisemia
Diuretik hemat Amilorid 5-10 mg (1-2) Hiperkalemia, ginekomastia
kalium
Penyekat β Propanolol 40-160 mg (2) Bronkospasme, bradikardi,
Atenolol 25-100 mg (1) blok jantung, rasa lelah,
Bisoprolol 2,5-10 mg (1) peningkatan trigliserid
Penghambat Captopril 25-100 mg (2)
Batuk-batuk, hiperkalemia,
ACE Ramipril 2,5-20 mg (1)
azotemia, angioedema
Lisinopril 10-40 mg (1)
ARB Valsartan 80-320 mg (1-2)
Irbesartan 150-300 mg (1) Hiperkalemia, azotemia
Losartan 25-100 mg (1-2)
CCB Nondihidropiridin Verapamil 120-360 mg (1) Edema, konstipasi
Diltiazem 120-540 mg (1)
Dihidropiridin Amlodipin 2,5-10 mg (1) Edema, konstipasi,
Nifedipin 30-60 mg (1) bradikardi, blok jantung
(lepas lambat)
Agonis α Klonidin 0,1-0,8 mg (2) Mulut kering, pusing, sedasi
Sentral ringan, kelelahan, depresi,
edema
Reserpin 0,1-0,25 mg (1) Angina, bradikardia, sinkop,
pusing, depresi, mimpi
buruk, diskinesia tardif,
letargi
Antagonis Spironolakton 25-50 mg (1) Hiperkalemia, ginekomastia,
Aldosterone hiponatremi, ruam
Keterangan: ACE(Angiotensin Converting Enzyme), ARB (Angiotensin Receptor Blocke), CCB (Calcium Channel Blocker)

12
D. TERAPI KOMBINASI
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis antara lain:
 Diuretik, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)
 β – blocker (BB)
 Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
 Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, receptor antagonist/blocker (ARB)

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam


pengobatan hipertensi. Untuk pemilihan obat antihipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
- faktor sosio ekonomi
- profil faktor risiko kardiovaskular
- ada tidaknya kerusakan organ target
- ada tidaknya penyakit penyerta
- variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
- kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang gunakan pasien untuk penyakit lain
- bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskular
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan
bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu sendiri,
terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Pengobatan dimulai secara
bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu.
Dianjukan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pemilihan pengobatan dengan
satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi bergantung pada tekanan darah awal dan
ada tidaknya komplikasi. Jika pengobatan dimulai dengan satu jenis obat dengan dosis
rendah, dan bila tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah
meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis yang
rendah.
Efek samping pengobatan antihipertensi bisa dihindari dengan menggunakan dosis
rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Hampir sebagian besar penderita memerlukan
kombinasi obat antihipertensi untuk mrncapai target tekanan darah, tetapi pengobatan
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena

13
jumlah obat yang harus diminum bertambah. Obat antihipertensi tidak selamanya bisa di
kombinasikan, karena ada juga obat antihipertensi yang berbahaya bisa di kombinasikan.
Berikut adalah gambar obat antihipertensi yang dapat dikombinasikan dan tidak.

Gambar 2.1. Kombinasi Obat Antihipertensi

Garis hijau lurus: Kombinasi yang disukai yaitu:


- Diuretik Tiazid dengan ARB;
- Diuretik Tiazid dengan CCB;
- Diuretik Tiazid dengan ACEI;
- ARB dengan CCB;
- CCB dengan ACEI

Garis hijau putus-putus: Kombinasi yang berguna (dengan beberapa keterbatasan) yaitu:
- Diuretik Tiazid dengan β-blocker

Garis hitam putus-putus: Mungkin tapi kombinasi kurang diuji dengan baik yaitu:
- β-blocker dengan ARB;
- β-blocker dengan CCB;
- β-blocker dengan ACEI;
- β-blocker dengan Obat hipertensi lainnya;
- Obat hipertensi lainnya dengan Diuretik Tiazid;
- Obat hipertensi lainnya dengan ARB;
- Obat hipertensi lainnya dengan CCB;
- Obat hipertensi lainnya dengan ACEI

Garis merah lurus: Kombinasi yang tidak di rekomendasi yaitu:


- ACEI dengan ARB;

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
primer/esensial, yaitu di mana tekanan darah sistol dan diastol nya 140/90 mmHg atau
lebih. Tingkat kejadiannya setiap tahun semakin meningkat dikarenakan gaya hidup yang
tidak sehat. Faktor penyebab terjadinya hipertensi ada yang dapat di modifikasi dan ada
yang tidak dapat dimodifikasi. Yang dapat dimodifikasi adalah seperti gaya hidup sehat
dengan menjadi pola makan dan meningkatkan kepatuhan dalam mengkonsum obat,
sedangkan yang tidak dapat dimodifikasi adalah seperti genetik, jenis kelamin, umur, dan
etnis. Terapi untuk hipertensi dapat di lakukan dengan kombinasi antara terapi non
farmakologi dan farmakologi. Kepatuhan dalam terapi sangat berpengaruh akan kebaikan
pasien agar mencegah terjadinya komplikasi.

B. SARAN
Bagi pasien yang menderita hipertensi sebaiknya selalu mejaga kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat antihipertensi dan modifikasi gaya hidup semaksimal mungkin
dengan cara menjaga pola hidup sehat yaitu meningkatkan konsumsi sayur dan buah,
mengurangi konsumsi alkohol yaitu tidak lebih dari 2 kali minum/hari, meningkatkan
aktivitas fisik paling tidak berjalan 30 menit/hari, serta berhenti merokok, maka itu akan
mengurangi risiko kejadian kardiovaskular.
Bagi paramedis, harus selalu memperhatikan dan teliti dalam memberikan pengobatan
bagi pasien hipertensi jangan sampai mengkombinasikan obat yang tidak boleh di
kombinasi karena itu akan membahayakan pasien itu sendiri serta selalu berikan edukasi
kepada pasien agar tetap menjaga memodifikasi gaya hidup dan kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat.

15
DAFTAR PUSTAKA

James PA, Ortiz E, et al. 2014. Evidence-Based Guideline for the Management Of High
Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth
Joint National Committe (JNC8). American Medical Association: JAMA

Mohani, Chandra Irwanadi. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam “Hipertensi Primer”. Ed.
VI. Jilid II. Jakarta: Interna Pusblishing

Tanto, Chris dan Hustrini, Ni Made. 2014. Kapita Selekta Kedokteran (Essentials of
Medicine) “Hipertensi”. Ed. IV. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

Yugiantoro, Mohammad. 2014. 2014 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam “Pendekatan Klinis
Hipertensi”. Ed. VI. Jilid II. Jakarta: Interna Pusblishing

WHO-ISH Hypertension Guideline Committee, 2003

16

Anda mungkin juga menyukai