Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sesungguhnya filsafat telah ada semenjak manusia ada, tetapi
keberadaannya tidak diakui secara formal seperti filsafat sekarang. Sebab ia tidak
digali, dihimpun, dan disistematiskan menjadi suatu hasil pemikiran. Manusia
semenjak mereka ada di muka bumi dan hidup bermasyarakat sudah memiliki
gambaran dan cita-cita yang mereka kejar dalam hidupnya, baik secara individu
maupun secara berkelompok, walaupun masih sangat sederhana. Gambaran dan
cita-cita makin lama makin berkembang sesuai dengan perkembangan
kebudayaan mereka.
Gambaran dan cita-cita tentang kehidupan itu pula yang mendasari adat-
istiadat suatu suku atau bangsa, norma dan hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Begitu pula pendidikan yang berlangsung di suatu suku atau bangsa
tidak bisa terlepas dari gambaran dan cita-cita di atas. Hal ini mendorong
masyarakat untuk menekankan pada aspek atau aspek-aspek tertentu pada
pendidikan agar dapat memenuhi gambaran dan cita-cita mereka.
Landasan filosofis perlu dikuasai oleh para pendidik, adapun alasannya
antara lain: Pertama, karena pendidikan bersifat normatif, maka dalam rangka
pendidikan diperlukan asumsi yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi
pendidikan yang bersifat normatif itu antara lain dapat bersumber dari filsafat.
Landasan filosofis pendidikan yang bersifat preskriptif dan normatif akan
memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya di dalam pendidikan atau apa
yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua, bahwa pendidikan tidak cukup
dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah yang bersifat parsial dan deskriptif
saja, melainkan perlu dipandang pula secara holistik. Adapun kajian pendidikan
secara holistik dapat diwujudkan melalui pendekatan filosofis.
Makalah ini akan mencoba membahas mengenai pengertian filsafat,
pengertian landasan filosofis pendidikan dan konsep landasan filosofis pendidikan
menurut berbagai aliran filsafat. Lebih khusus lagi makalah ini akan membantu

1
untuk memahami implikasi konsep filsafat umum setiap aliran filsafat terhadap
konsep pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian dari landasan filsafat pendidikan ?
2. Bagaimana peranan landasan filsafat pendidikan ?
3. Apa fungsi dari landasan pendidikan ?
4. Apa saja aliran-aliran filsafat pendidikan ?
5. Apa saja aliran filsafat pendidikan modern ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari landasan filsafat pendidikan
2. Untuk mengetahui peranan landasan filsafat pendidikan
3. Untuk mengetahui fungsi dari landasan pendidikan
4. Untuk mengetahui aliran-aliran filsafat pendidikan
5. Untuk mengetahui aliran filsafat pendidikan modern

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Landasan Filsafat Pendidikan


Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat
mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan
pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat
manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara
penyelenggaraan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses
memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan
mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa mengapa,
kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai
hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang
dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu
akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan
kebenaran dan kete[patanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.
Ada dua istilah yang terlebih dahulu perlu kita kaji dalam rangka
memahami pengertian landasan filsafat pendidikan, yaitu istilah landasan, filsafat
dan istilah pendidikan.
a. Landasan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:260) istilah landasan
diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan. Adapun istilah landasan sebagai dasar
dikenal pula sebagai fundasi. Mengacu kepada pengertian tersebut, kita dapat
memahami bahwa landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal;
suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat
berdirinya sesuatu hal.
Berdasarkan sifat wujudnya terdapat dua jenis landasan, yaitu landasan
yang bersifat material, dan landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan
yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan
fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual
antara lain berupa dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila dan UUD

3
RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb. Dari contoh tersebut dapat diketahui
bahwa landasan pendidikan tergolong ke dalam jenis landasan yang bersifat
konseptual.
b. Filsafat
Filsafats berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata
philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan,
hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu
pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk
mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan
kebenaran tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda
antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek
telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala
sesuatu.
c. Pendidikan
Hakikat pendidikan tiada lain adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah
terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan
normanorma yang dianut. Contoh manusia ideal yang menjadi tujuan pendidikan
tersebut antara lain: manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME,
berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, dst. Sebab itu, pendidikan bersifat
normatif dan mesti dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat hal di atas,
pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, melainkan harus
dilaksanakan secara bijaksana. Maksudnya, pendidikan harus dilaksanakan secara
disadari dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas
tujuannya, tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara-cara
pelaksanaannya. Implikasinya, dalam pendidikan, menurut Tatang S (1994) mesti
terdapat momen berpikir dan momen bertindak.
Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa dalam rangka pendidikan itu (Redja
M; 1994), terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan.
Momen studi pendidikan yaitu saat berpikir atau saat mempelajari pendidikan
dengan tujuan untuk memahami/menghasilkan sistem konsep pendidikan. Contoh:
mahasiswa UPI sedang membaca buku Landasan Filosofis Pendidikan. Para guru

4
sedang melakukan konferensi kasus untuk mencari pemecahan masalah bagi
murid B yang sering membolos, dsb. Momen praktek pendidikan yaitu saat
dilaksanakannya berbagai tindakan/praktek pendidikan atas dasar hasil studi
pendidikan, yang bertujuan membantu seseorang atau sekelompok orang (peserta
didik) agar mencapai tujuan pendidikan. Contoh: Berdasarkan hasil konferensi
kasus, Pak Agus membimbing siswa B agar menyadari kekeliruannya dan
memperbaiki diri sehingga tidak membolos lagi. Ibu Ani sedang melatih para
siswanya agar dapat memecahkan soal-soal matematika, dsb.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis
pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi
dan praktek pendidikan. Sebagaimana telah dipahami, dalam pendidikan mesti
terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Melalui studi
pendidikan antara lain kita akan memperoleh pemahaman tentang landasan-
landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan. Dengan
demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut,
dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah,
yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif.
2.2 Peranan Landasan Filsafat Pendidikan
Peranan landasan filsafat pendidikan adalah memberikan rambu-rambu
apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut
bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan
sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan
tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu,
dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis
pendidikan Pragmatisme, dsb. Contoh: Penganut Realisme antara lain berpendapat
bahwa “pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman dria”.
Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum, dsb.) atau
pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil
penelitian, dsb).

5
Selain tersajikan berdasarkan aliran-alirannya, landasan filosofis
pendidikan dapat pula disajikan berdasarkan tema-tema tertentu. Misalnya dalam
tema: “Manusia sebagai Animal Educandum” (M.J. Langeveld, 1980) Man and
Education” (Frost, Jr., 1957), dll. Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang
dipengaruhi oleh filsafat, telah menjadi filsafat pendidikan dan atau menjadi teori
pendidikan tertentu. Ada beberapa teori pendidikan yang sampai dewasa ini
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan, misalnya aliran
empirisme, naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam pendidikan.
Perlu difahami bahwa yang dijadikan asumsi yang melandasi teori maupun
praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih ada
landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin
ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Sebagaimana diketahui
terdapat berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi, sosiologi, ekonomi,
antropologi, hukum/yuridis, sejarah, biologi, dsb. Sebab itu, ada berbagai jenis
landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan
sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan, landasan antropologis
pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan ekonomi pendidikan, landasan
politik pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan.
2.3 Fungsi Landasan Pendidikan
Suatu gedung dapat berdiri tegak dan kuat apabila dinding-dindingnya,
atapnya, dsb. didirikan dengan bertumpu pada suatu landasan (fundasi) yang
kokoh. Apabila landasannya tidak kokoh, apalagi jika gedung itu didirikan dengan
tidak bertumpu pada fundasi atau landasan yang semestinya, maka gedung
tersebut tidak akan kuat untuk dapat berdiri tegak. Mungkin gedung itu miring
dan retak-retak, sehingga akhirnya runtuh dan berantakan. Demikian pula
pendidikan, pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh,
maka prakteknya akan mantap, benar dan baik, relatif tidak akan terjadi
kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan, sehingga praktek pendidikan menjadi
efisien, efektif, dan relevan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan
pembangunan.

6
Contoh: Dalam praktek pendidikan, para guru antara lain dituntut agar
melaksanakan peranan sesuai semboyan “tut wuri handayani”. Untuk itu, para
guru idealnya memahami dan meyakini asumsi-asumsi dari semboyan tersebut.
Sebab jika tidak, sekalipun tampaknya guru tertentu berbuat “seperti”
melaksanakan peranan sesuai semboyan tut wuri handayani, namun perbuatan itu
tidak akan disadarinya sebagai perbuatan untuk tut wuri handayani bagi para
siswanya. Bahkan kemungkinan perbuatan guru tersebut akan lebih sering
bertentangan dengan semboyan tersebut. Misalnya: guru kurang menghargai bakat
masing-masing siswa; semua siswa dipandang sama, tidak memiliki perbedaan
individual; guru lebih sering mengatur apa yang harus diperbuat siswa dalam
rangka belajar, guru tidak menghargai kebebasan siswa; dll. Guru berperan
sebagai penentu perkembangan pribadi siswa, guru berperan sebagai pembentuk
prestasi siswa, guru berperan sebagai pembentuk untuk menjadi siapa para
siswanya di kemudian hari. Dalam contoh ini, semboyan tinggal hanya sebagai
seboyan. Sekalipun guru hapal betul semboyan tersebut, tetapi jika asumsi-
asumsinya tidak dipahami dan tidak diyakini, maka perbuatan dalam praktek
pendidikannya tetap tidak bertitik tolak pada semboyan tadi, tidak mantap, terjadi
kesalahan, sehingga tidak efisien dan tidak efektif.
Sebaliknya, jika guru memahami dan meyakini asumsi-asumsi dari
semboyan tut wuri handayani (yaitu: kodrat alam dan kebebasan siswa), maka ia
akan dengan sadar dan mantap melaksanakan peranannya. Dalam hal ini ia akan
relatif tidak melakukan kesalahan. Misalnya: guru akan menghargai dan
mempertimbangkan bakat setiap siswa dalam rangka belajar, sekalipun para siswa
memiliki kesamaan, tetapi guru juga menghargai individualitas setiap siswa. Guru
akan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengatur diri mereka
sendiri dalam rangka belajar, guru menghargai kebebasan siswa. Guru
membimbing para siswa dalam rangka belajar sesuai dengan kecepatan dan
kapasitas belajarnya masing-masing, dll. Pendek kata, dengan bertitik tolak pada
asumsi kodrat alam dan kebebasan yang dimiliki setiap siswa, maka perbuatan
guru dalam praktek pendidikannya bukan untuk membentuk prestasi belajar tanpa
mempertimbangkan bakat atau kecepatan dan kapasitas belajar masing-masing

7
siswa; bukan untuk membentuk siswa agar menjadi siapa mereka nantinya sesuai
kehendak guru belaka; melainkan membimbing para siswa dalam belajar sehingga
mencapai prestasi optimal sesuai dengan bakat, minat, kecepatan dan kapasitas
belajarnya masing-masing; memberikan kesempatan/kebebasan kepada siswa
untuk mengembangkan diri sesuai dengan kodrat alamnya masing-masing melalui
interaksi dengan lingkungannya, dan berdasarkan sistem nilai tertentu demi
terwujudnya tertib hidupnya sendiri dan tertibnya hidup bersama. Guru hanya
akan “mengatur” atau mengarahkan siswa ketika siswa melakukan kesalahan atau
salah arah dalam rangka belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, jelas kiranya bahwa asumsi atau landasan
pendidikan akan berfungsi sebagai titik tolak atau tumpuan bagi para guru dalam
melaksanakan praktek pendidikan.
Ada berbagai jenis landasan pendidikan yang perlu kita kaji, antara jenis
landasan pendidikan yang satu dengan jenis landasan pendidikan yang lainnya
akan saling melengkapi. Dalam rangka mempelajari landasan pendidikan, akan
ditemukan berbagai asumsi yang mungkin dapat kita sepakati. Di samping itu,
mungkin pula ditemukan berbagai asumsi yang tidak dapat kita sepakati karena
bertentangan dengan keyakinan atau pendapat yang telah kita anut. Namun
demikian, hal yang terakhir ini hendaknya tidak menjadi alasan sehingga kita
tidak mau mempelajarinya. Sebab semua itu justru akan memperluas dan
memperjelas wawasan kependidikan kita. Hanya saja kita mesti pandai memilah
dan memilih mana yang harus ditolak dan mana yang seharusnya diterima serta
kita anut. Ini adalah salah satu peranan pelaku studi landasan pendidikan, yaitu
membangun landasan kependidikannya sendiri. Landasan pendidikan yang dianut
itulah yang akan berfungsi sebagai titik tolak dalam rangka praktek pendidikan
dan/atau studi pendidikan lebih lanjut.

8
2.4 Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Aliran-aliran yang berkembang saat ini sangat dipengaruhi oleh pandangan
dan teori-teori yang dikemukan oleh para filosofi-filosofi dunia. Aliran-
aliran dalam Filsafat yang berkembang saat ini antara lain:
1. Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat pendidikan idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh,
bukan materi,bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca
indera adalah tidak pasti dan tidaklengkap. Aliran ini memandang nilai
adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yangdikatakan baik, benar,
cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi
kegenerasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel,
Emanuael Kant, DavidHume, Al Ghazali
2. Filsafat Pendidikan Realisme
Filsafat pendidikan realisme merupakan filsafat yang memandang
realitas secaradualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri
atas dunia fisik dan duniaruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua
bagian, yaitu subjek yang menyadari danmengetahui di satu pihak dan di
pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yangdapat dijadikan objek
pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme:Aristoteles,
Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke,
Galileo,David Hume, John Stuart Mill.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme
Filsafat pendidikan materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme
adalah materi,bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh
yang beraliran materialisme:Demokritos, Ludwig Feurbach
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Filsafat pendidikan pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika
asli. Namunsebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang
berpendapat bahwa manusiadapat mengetahui apa yang manusia alami.
Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah:Charles sandre Peirce, wiliam
James, John Dewey, Heracleitos.

9
5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat pendidikan eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-
pengalamanindividu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif,
subjektifitas pengalamanmanusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan
manusia atas setiap skema rasional untukhakekat manusia atau realitas.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, SorenKierkegaard,
Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme
Filsafat pendidikan progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau
aliran filsafatyang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikanpada tahun 1918. Aliran ini berpendapat
bahwa pengetahuan yang benar pada masa kinimungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam
aliran ini : GeorgeAxtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence
B.Thomas, Frederick C. Neff
7. Pendidikan Esensialisme
Pendidikan esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang
padamulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif
di sekolah-sekolah.Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah
merusak standar-standar intelektualdan moral di antara kaum muda. Beberapa
tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, ThomasBriggs, Frederick Breed dan
Isac L. Kandell.
8. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Filsafat pendidikan perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan
yang lahirpada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yangbaru. Perenialisme memandang situasi
dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, danketidakteraturan, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karenaitu perlu ada
usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan

10
jalanmenggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah
menjadi pandanganhidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh
pendukung gagasan ini adalah: RobertMaynard Hutchins dan ortimer Adler.
9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme
Filsafat pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari
gerakanprogresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa
kaum progresif hanyamemikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-
masalah masyarakat yang ada sekarang.Rekonstruksionisme dipelopori oleh
George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, inginmembangun masyarakat
baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliranini:Caroline
Pratt, George Count, Harold Rugg.
2.5 Aliran Filsafat Pendidikan Modern
Apabila melihat pada proses perkembangannya, filsafat tumbuh dan
berkembang sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat sepanjang masa dengan
objek kajian segala permasalahan hidup di dunia, telah menghasikan berbagai
pandangan. Pandangan-pandangan ahli filsafat itu ada kalanya satu dengan yang
lain hanya bersifat saling menguatkan , tetapi tidak jarang pula yang berbeda atau
berlawanan. Hal ini disebabkan terutama oleh pendekatan yang dipakai oleh
mereka berbeda, walaupun untuk objek permasalahannya sama. Karena perbedaan
dalam sistem pendekatan itu, maka kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan
menjadi berbeda pula. Bahkan tidak sedikit yang berlawanan. Selain itu faktor
zaman dan tempat dimana mereka bermukim juga ikut mewarnai pemikiran
mereka.
Beberapa aliran dalam filsafat pendidikan modern, diantaranya:
1. Aliran Progresivisme
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada
tahun 1918. Aliran ini sangat berpngaruh diseluruh dunia, terutama di Amerika
serikat (Zuhairini dkk, 2012: 20). Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus
berpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan

11
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar
dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan
mengancam adanya manusia itu sendiri ( Barnadib, 1994:28 ). Oleh karena
kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progresivisme, maka menurut
Dewey (Zuhairini dkk, 2012: 24) tujuan umum pendidikan ialah warga
masyarakat yang demokratis, isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang-
bidang studi, seperti IPA, sejarah, keterampilan serta hal-hal yang berguna atau
langsung dirasakan oleh masyarakat. Progresivisme berpendapat tidak ada teori
realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan
temporal;menyala. Tidak pernah sampai pada yang paling eksterm, serta
pluralistis.
Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya
pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan
dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial
yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Progresivisme merupkan pendidikan yang berpusat pada siswa dan
memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”,
hasil belajar “dunia nyata”, dan juga pengalaman teman sebaya.
Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme1[2] , diantaranya:
a) William James ( 1842-1910 )
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup.
Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian
dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong
untuk membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan menempatkannya da atas
dasar ilmu prilaku.

12
b) John Dewey ( 1859-1952 )
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih
menekankan kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri.
Maka muncullah “Cild Centered Curiculum”, dan “Cild Centered School”.
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum
jelas.
c) Hans Vaihinger ( 1852-1933 )
Hans Vaihinger menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis.
Persesuaian dengan objeknya mungkin dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi
berpikir ialah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian didunia. Adapun
pandangan progresivisme dan penerapannya di bidang pendidikan, ialah Anak
didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya. Tanpa
terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu aliran
filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab,
pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai
pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan
daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes
(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan
zamannya. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya
yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan
atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang
komplek. Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan
terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan adanya mata pelajaran
yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik
mauopun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor.

13
2. Aliran Esensialisme
Esensialisme adalah filsafat pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Menurut Joe
Park, esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.2[3]
Prinsp-prinsip Esensialisme, diantaranya:
a) Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif
yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas
manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan
pengelolaannya.
b) Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan
budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan
stabil.
c) Nilai kebenaran bersifat korespondensi, berhubungan antara gagasan fakta
secara objektif.
d) Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merfleksikan humanisme
klasik yang berkembang pada zaman renaissance. Dalam mempertahankan
pahamnya itu, khususnya dari persaingan dengan paham progresivisme, tokoh-
tokoh esensialisme mendirikan suatu organisasi yang bernama Essentialist
Committee for the Advancement of Education pada tahun 1930, untuk
mengembangkan pandangannya didunia pendidikan yang diwarnai sedikit
banyaknya oleh konsep idealisme dan realisme.
3. Aliran Perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam oxford Learner’s
dictionary of Current English diartikan sebagai Lasting for a very long time –
abadi atau kekal-. Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis

14
diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk
mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar
yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal
dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh. Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu
kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa
lampau ini,kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui
perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan
zaman dahulu dengan sekarang.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun peraktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang.(Noor syam,1986: 296) Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan
bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu
sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang ( zaman modern ) ini
terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan ke masa lampau .
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai
kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan
kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah
perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas
merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan. Setelah
perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup
berat timbullah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar
manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat
sebagai suatu azas yang komprehensif perenialisme dalam makna filsafat sebagai
satu pandangan hidup yang berdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-
hasilnya.
Tokoh-Tokoh Aliran Pereanialisme, diantaranya ialah Aristoteles. Ia
merupakan Pendiri utama dari aliran filsafat ini, kemudian didukung dan
dilanjutkan St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad

15
ke-13. Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis
zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep
filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia ( rindu akan
hal-hal yang sudah lampau semata-mata ) tetapi telah berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Anak didik
yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin
mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar dimasa
lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol
dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu
memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang
terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan
mempunyai dua keuntungan yakni :
 Anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah
dipikirkan oleh orang-orang besar.
 Mereka telah memikirkan peristiwa-peristiwa dan karya-karya tokoh tersebut
untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan ( reverensi ) zaman
sekarang. Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan karya-
karya buah pikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik
dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli tersebut pada masa lampau,
maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa
lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi mereka sendiri, dan sebagai
bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah
yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik kearah
kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat
tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberiakn pendidikan
dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti
membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi

16
pengetahuan-pengetahuan yang lain. Sekolah sebagai tempat utama dalam
pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya
dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam
pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan
pendidikan dan pengajaran ( pengetahuan ) kepada anak didik. Faktor
keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan.
4. Aliran Rekonstruksionalisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan , aliran rekonstruksionisme
adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran
rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu
hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut,
memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah
sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya
memepunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh
untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.
Aliran perenialisme memilih cara tersendari, yakni dengan kembali ke
alam kebudayaan lama atau di kenal dangan regressive road culture yang mereka
anggap paling ideal. Sedangkan itu aliran rekonsruksinisme menempuhnya
dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai
tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia. Untuk mencapai
tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama
manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan
dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam
pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan
utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia

17
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada
tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Beberapa tokoh lain dalam aliran ini Caroline Pratt, Geaoge Count, Harold Rugg.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan
ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan
dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
5. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian
terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang
dunia II. Dengan demikian eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan
aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai
dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Pandangannya tentang pendidikan, disimpulkan oleh van cleve morris
dalam existensialism and education, bahwa eksitensialisme tidak menghendaki
adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk. Oleh sebab itu
eksistensisalisme dalam hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan sebagaimana
yang ada sekarang. Namun bagaimana konsep pendidikan eksistensialisme yang
diajukan oleh morris sebagai “existensialism’s concept of freedom in education”,
menurut Bruce F. Baker, tidak memberikan kejelasan. Barangkali Ivan Illich
dengan deschooling society, yang banyak mengundang banyak reaksi dikalangan
ahli pendidikan, merupakan salah satu model pendidikan yang dikehendaki aliran
eksistensialisme. Disini agaknya mengapa aliran eksistensialisme tidak banyak
dibicarakan dalam filsafat pendidikan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1. landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak
dalam rangka studi dan praktek pendidikan. landasan filosofis pendidikan
sebagai hasil studi pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka
studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih
komprehensif, spekulatif, dan normatif.
2. Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa
dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut
bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan
sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan.
3. landasan pendidikan akan berfungsi sebagai titik tolak atau tumpuan bagi para
guru dalam melaksanakan praktek pendidikan.
4. Aliran-aliran dalam filsafat yang berkembang saat ini yaitu filsafat
pendidikan idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialisme,
progresivisme, Esensialisme, parenialisme dan rekonstruksionisme.
5. Beberapa aliran dalam filsafat pendidikan modern, diantaranya aliran
progresifisme, aliran esensialisme, aliran parenialisme, aliran
rekonstruksionalisme, aliran eksistensialisme.

3.2 Saran
Pendidikan harus menanamkan filosofis bangsa untuk melandasi
pendidikan yang kuat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Fitrah manusia
itu terdiri dari jasmani, rohani dan akal, maka pendidikan harus menumbuh
kembangkan potensi tersebut. Disamping manusia itu sebagai makhluk individu
juga makhluk sosial maka pendidkan harus menyeimbangkan antara individu dan
lingkungan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.N. 2014. Pragmatisme Sebuah TinjauanSejarah Intelektual Amerika.


Medan : Universitas Sumatra Utara
Gandhi, W. Teguh.2011. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : AR-Ruzz Media
Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pendidikan. 2012. Landasan-Landasan
Pendidikan Dan Pembelajaran. Malang : Universitas Negeri Malang
Suyitno, Y. 2009. Landsan Filosofi Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia

20

Anda mungkin juga menyukai