PENDAHULUAN
Filsafat pendidikan 1
B. RencanaPembelajaran
Identitas Mata Kulisah
1) Mata Kuliah : Filsasfat Pendidikan
2) Kode Mata Kuliah :
3) Bobot SKS : 2 (dusa) SKS
4) Prodi/Jurusan : PPKn/Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
PGSD dan BK/Ilmu Pendidikan
Filsafat pendidikan 2
9 Kesembilan Sistem-Sistem Filsafat Pendidikan: Diskusi kelas
Filsafat Pendidikan Progresivisme, ,
10 Kesepuluh Filsafat Pendidikan Esensialisme Diskusi kelas
11 kesebelas dan Filsafat Pendidikian Perenialisme Diskusi kelas
12 keduabelas Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme, Diskusi kelas
13 Ketigabelas dan Filsafat Pendidikan Eksistensialisme Diskusi kelas
14 Keempatbelas Hakekat Manusia dan Kebudayaan dalam Ceramah bervariasi, Tanya
Pendidikan; Sumber Daya Manusia dalam jawab, sumbang saran Dis-
Pendidikan kusi kelompok
15 Kelimabelas Sikap Manusia Menghadapi Ceramah bervariasi, Tanya
Globalisasi;pengaruh glonalisasi terhadap jawab, sumbang saran Dis-
pendidikan; tantangan di era globalisasi; kusi kelompok
solusi menghadapi tantangan di era
globalisasi
16 Keenambelas Ujian akhir semester Ujian tertulis
C. Petunjuk Penggunaan
Penyelenggaraasn perkuliahan “Filsafat Pendidikan” Mahasiswa dipan-
dang sebagai objek dan subjek pembelajatan. Kergiatan belajar mengajar perlu
memberikan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia kerja
yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu yang
dipelajari.
Mahasiswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat
mengkomunikasikan gagasan dengan mahasiswa yang lain atau dengan dosen.
Dengan kata lain, mahasiswa membangun pemahaman melalui interaksi dengan
lingkungan sosialnya (teman sejawat dan dosen). Interaksi mungkin terjadi
perbaikan terhadap pemahaman mahasiswa melalui diskusi, saling bertanya, dan
saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok.
Penyampaian gagasan oleh mahasiswa dapat mempertajam, mermperda-
lam, memantapkan atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh
tanggapan dari mahasiswayang lain atau dari dosen. Proses belajar mengajar erlu
mendorong mahasiswa untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuan
Filsafat pendidikan 3
kepada mahasiswa lain, dosen atau pihak-pihak lain. Dengan demikian proses
belajar mengajar memungkinkan mahasiswa bersosialisasi dengan menghargai
perbedaan individu (pendapat, sikap, kemampuan, dan prestasi), dan berlatih untuk
selalu bekerja sama. Artinya proses belajar mengajar perlu mendorong mahasiswa
untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat mengembangkan saling
pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan tindakan.
D. Standar Kompetensi
1). Tujuan Umum Pembelajaran (TUP)
Serelah menyelesaikan Mata Kuliah ini Mahasiswa aklan dapat
menjelaskan prengertian Filsafat Pendidikan, sistem-sistem filsafat
pendidikan, dan prengembangan sumber daya manusia dan pendidikan di era
globalisasi sekarang ini.
2). Kompetensi Dasar
a. Mahasiswa mengetahui dan menjelaskan tentang pengertia filsafat,
pendidikan, dan filsafat pendidikan.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan objek material dan objek formal filsafat.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menjelaskan cabang-cabang
filsafat dan filsafat sebagai ilmu pengetahuan.
d. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang latar belakang
pendidikan bagi manusia.
e. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menjelaskan dimensi pendidikan
teoritis dan praktis.
f. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menjelaskan pendekatan-pen-
dekatan dalan teori pendidikan.
g. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan sejarah pemikiran filsafat
pendidikan, serta landasan-landasan filsafat pendidikan.
h. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan aliran filsafat dan pendi-
dikan.
Filsafat pendidikan 4
i. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang Filsafat Pendi-
dikian Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, Rekonstruksionisme,
dan Eksistensialisme/.
j. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang hakekat manusia
dan kebudayaan dalam pendidikan.
k. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang sumber daya
manusia dalam pendidikan.
l. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang sikap manusia
menghadapi globalisasi, dan pengaruh globalisasi terhadap pendidikan.
m. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang tantangan
pendidikan di erta globalisasi dan solusi menghadapi tantangan pendidikan
di era globalisasi.
E. Bentuk Evaluasi
Sersuai dengan penjelasan yang diberikan pada awal perkuyliahan terutama pada
setiap pokok bahasan, bahwa sistem pernilaian atau evaluasi untuk penentuan
nilai akhir mata kuliah ini, didasarkan pada tiga macam sistem evaluasi terhadap
prestasi yang telah ditempuh mahasiswa, melalui: (1) Ujian Tengah Semester
(UTS); (2) Tugas-tugas perkuliahan berupa paper/makalah, diskusi kelas, tugas
mandiri dan kelompok; serta (3) Ujian Akhir Semester (UAS).
Sistem Evaluasi (Premberian Skor Penilaian)
1). Responsi/Tugas/Executive Summary : 20%
2). Mid Semester (UTS) : 30%
3). Kehadiran di Kelas : 10%
4). Ujian Akhir Semester (UAS) : 30%
5). Keaktifan di kelas (diskusi) : 10%
Penilaian akhir akan menggunakan huruf dengan ketentuan sebagai
berikut:
Filsafat pendidikan 5
56 – 74 C 2
40 – 55 D 1
0 - 39 E 0
Filsafat pendidikan 6
Bab II
KONSEP FILSAFAT
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa Dalam perkuliahan ini Anda akan
diharapkan dapat: mempelajari Pengertian Lingkup
Filsafat dan Tujuan Filsafat, Objek
1. Mejelaskan Pengertian Lingkup
Material dan Objek Formal Filsafat,
Filsafat dan Tujuan Filsafat.
Cabang-cabang Filsafat dan bagian
2. Memahami Manfaat mempelajari
akhir menjelaskan tentang hubungan
Filsafat.
filsafat dan ilmu pengetahuan.
3. Menjelaskan Objek Material dan
Objek Formal Filsafat
4. Menjelaskan Cabang-cabang
Filsafat
5. Menjelaskan hubungan Filsafat dan
Ilmu Pengetahuan
Filsafat pendidikan 7
A. PENGERTIAN LINGKUP FILSAFAT & TUJUAN FILSAFAT
1. Pengertian filsafat
a) Dari Segi Etimologis
Sebelum dibahas pengertian Filsafat secara material maka dipandang
perlu untuk membahas terlebih dahulu makna dan arti istilah “filsafat”. Pada
umumnya para filsuf maupun para ahli filsafat mempunyai tinjauan yang sama
dalam mengartikan istilah filsafat, walaupun secara harafiah mempunyai
perbedaan. Istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan
“falsafah” dalam kata Arab. Sedangkan menurut kata Inggris “Philosophy”,
kata Latin “Philosophia”, kata Belanda “Philosopie”, yang semuanya itu
diterjemahkan dalam kata Indonesia “Filsafat”. “Philosophia” ini adalah kata
benda yang merupakan hasil dari kegiatan “Philosophein” sebagai kata
kerjanya. Sedangkan kegiatan ini dilakukan oleh Philosopos atau filsuf
sebagai subyek yang berfilsafat. Menurut Harun Nasution, istilah “Falsafah”
berasal dari bahasa Yunani “Philein” dan kata mengandung arti “Cinta” dan
Sophos dalam arti “Hikmat” (Wisdom). (Harun Nasution, 1973). Istilah
“Falsafat” berasal dari bahasa Yunani. Bangsa Yunanilah yang mula-mula
berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang. Kata ini
majemuk, berasal dari kata “Philos” yang berarti “Sahabat” and kata
“Sophia” yang berarti “Pengetahuan yang Bijaksana”. (Wished dalam bahasa
Belanda Wisdom kata Inggris, dan Hikmat menurut kata Arab).
Maka Philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada pengetahuan
yang bijaksana, oleh karena itu mengusahakannya (Sidi Gazalba, 1977). Jadi
terdapat sedikit perbedaan arti, disatu pihak mengatakan bahwa falsafah
merupakan bentuk majemuk dari “Philein” dan “Sophos”, (Harun Nasution,
1973). Dilain pihak filsafat dinyatakan dalam bentuk majemuk dari
“Philos”dan “Sophia”. (Sidi Gazalba, 1977) namun secara simantis
mengandung makna yang sama.
Dengan demikian istilah “Falsafah” yang dimaksudkan sebagai kata
majemuk “Philein” dan “Sophos” mengandung arti, mencintai hal-hal yang
Filsafat pendidikan 8
sifatnya bijaksana, sedangkan “Falsafah” yang merupakan bentuk dari
“Philos” dan “Sophia” berkonotasi teman dan bijaksana.
Sementara ahli ada yang mengatakan bahwa “Sophia” arti yang lebih
dari kebijaksanaan, arti “Sophia” meliputi pula kerajinan (Crefismanship)
sampai kebenaran pertama (First Truth). “Sophia” kadang-kadang juga
mengandung makna pengetahuan yang luas (wideknoledge), kebijaksanaan
(intelektual virlues). Pertimbangan yang sehat (soundjugment), kecerdikan
dalam memutuskan hal-hal yang praktis (shewdnwss in practical decision).
Jadi istilah “filsafat” pada mulanya suatu istilah yang secara umum
dipergunakan untuk menyebutkan usaha ke arah keutamaan mental (The
Pursuit of Mental Exellence). (Ali Mudhofir, 1980)
Pengertian secara Termilogis :
Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran asli.
Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung dalam ilmu-ilmu metafisik logika, etika.
Rene Descartes
Kumpulan segala pengetahuan di mana filsafat, harus menjadi pokok
penyelidikan.
Hasbullah Bakry
Ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mudah mengenai kebutuhan
akan sementara dan manusia sekarang dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia khususnya mencapai pengetahuan.
b) Dari Segi Historis
Secara historis, istilah ‘’filsafat’’ mula-mula digunakan oleh Pythagoras
seorang ahli matematika filosof dari yunani yang hidup pada tahun 582- 496
SM pada masa itu istilah filsafat masih sangat luas dan dipakai untuk
menyebutkan semua bidang ilmu pengetahuan yang ada pada masa itu. Lama-
Filsafat pendidikan 9
kelamaan ilmu-ilmu pengetahuan satu persatu memisahkan diri dari induknya
yaitu filsafat, dan berkembang menjadi cabang-cabang dan ranting-ranting
yang sangat kompleks. Sejak itu istilah filasafat mengandung arti yang lebih
spesifik. Kini filsafat menjadi dasar perangkat dan pemersatu bagi segenap
ilmu pengetahuan sehingga filsafat menjadi inter-disipliner – sistim.
c) Dari Segi Terminologis
Secara terminologis, istilah filsafat diartikan sebagai suatu ‘’asas atau
pendirian hidup’’ dan disamping itu juga diartikan sebagai ‘’ ilmu pengetahuan
yang terdalam’’. Pengertian yang pertama (asas atau pendirian hidup) sering
dipergunakan istilah ‘’falsafah’’ sedangkan pengertian yang kedua (ilmu
pengetahuan yang terdalam), sering dipergunakan istilah ‘’filsafat’’.
2. Lingkup Pengertian Filsafat
Filsafat pendidikan 10
demikian akan menumbuhkan keseimbangan pribadi, ketenangan dengan
pengendalian diri (lihat Hornold H. Titus, dkk).
Filsafat pendidikan 11
e. Filsafat sebagai suatu proses kritis dan sistematis dari segala
pengetahuan manusia
Filsafat pendidikan 12
Sebenarnya untuk mendeskripsikan pengertian filsafat akan lebih
mudah dipahami lewat pendekatan secara optimal. Berfilsafat dapat
mengandung arti melakukan aktifitas filsafat dengan demikian akan
menggunakan seperangkat metode-metode filsafat, dan sekaligus
mempunyai filsafat.
Filsafat pendidikan 13
3. Tujuan Filsafat
Filasafat adalah pemikiran secara radikal, sistematis, dan universal
untuk mencapai hakikat kebenaran segala sesuatu yang ada. Berpikir secara
radikal tersebut adalah berpikir secara sungguh-sungguh dan bertujuan untuk
dan bertujaun untuk mengetahui secara mendalam tentang segala sesuatu yan
dipikirkan ini berarti ingin mencari hakikat kebenaran sesuatu. Oleh karena itu
tujuan filsafat sesungguhnya adalah mencapai kebenaran yang hakiki. Tujuan
mencari kebenaran ini merupakan keharusahan bagi para filsuf. Kebenaran ini
akan mempengahuri tindakan , keyakinan sehingga akan membentuk sikap
seseorang. Seperti Socrates sanggup mati dengan cara minum racun sebagai
hukuman baginya karena mempertahankan kebenaran filsafatnya.
Filsafat pendidikan 14
mudah baginya dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, ia
tahu bagaimana harus menempatkan dirinya dan bagaiman menilai sesuatu
dengan tepat.
Filsafat pendidikan 15
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan mempelajari filsafat
adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir),
etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat filsafat yang terpenting adalah kemampuannya untuk memperluas
bidang-bidang keinsafan kita, untuk menjadi lebih hidup, lebih bergaya, lebih kritis,
dan lebih cerdas. Dalam beberapa lapangan pengetahuan spesialisasi terdapat
sekelompok fakta yang jelas dan khusus, mahasiswa diberi problema sehingga
mereka dapat memperoleh kemampuan untuk mendapatkan jawaban yang cepat
dan mudah. Akan tetapi dalam filsafat terdapat pandangan yang berbeda-beda dan
harus dipikirkan, dan ada pula problema-problema yang belum terpecahkan tetapi
penting bagi kehidupan kita. Dengan begitu maka rasa keheranan si mahasiswa,
rasa ingin tahu dan kesukaannya dalam bidang pemikiran akan tetap hidup.
Sebagaimana yang dikatakan oleh para filosof zaman purba, filsafat
adalah mencari kebijaksanaan. Kita mengerti bahwa seseorang mungkin memiliki
pengetahuan yang banyak tetapi tetap dianggap orang bodoh yang berilmu. Dalam
zaman kita yang penuh dengan kekalutan dan ketidakpastian, kita memerlukan ilmu
pengarahan (sense of direction). Kebijaksanaan akan memberi kita ilmu tersebut, ia
adalah soal nilai-nilai. Kebijaksanaan adalah penanganan yang cerdik terhadap
urusan-urusan manusia. Kita merasakan tidak enak dari segi pemikiran jika kita
dihadapkan pada pandangan dunia yang terpecah-pecah dan terbaur. Tanpa
kesatuan pandangan dan response, jiwa kita akan terbagi, filsafat akan sangat
berguna bagi kiata karena ia memberikan kita integrasi dalam membantu kita
mengetahui arti dari eksistensi manusia.
Sekurang-kurangnya ada empat manfaat mempelajari filsafat;
Filsafat pendidikan 16
B. OBJEK METERIAL DAN OBJEK FORMAL FILSAFAT
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran
(Gegenstand), sesuatu hal yang diselediki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek
material mecakup apa saja baik hal-hal yang kongkret misalnya manusia, alam,
benda, binatang dan sebagainya, bersifat abstrak misalnya ide-ide, nilai-nilai moral
pandangan hidup dan sebagainya.
Adapun objek material dari filsafat adalah segala sesuatu yang ada yang
meliputi :
Filsafat pendidikan 17
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa para ilmuan
yang disiplin ilmu tertentu mengarahkan pada salah satu aspek dari objek
materialnya. Disiplin ilmu khusus terbatas ruang lingkupnya, artinya bidang
sasarannya tidakmencakup bidang lain yang bukan wewenangnya. Inilah yang
disebut otoritas dan otonomi keilmuan, yaitu wewenang yang dimiliki seorang
ilmuan untuk mengembangan disiplin ilmunya tanpa campur tangan pihak luar.
Padahal seringkali ilmu-ilmu khusus menghadapi persoalan yang tidak dapat
diselesaikan hanya dengan mengandalkan kemampuan ilmu yang dikuasainya.
Ada sejumlah persoalan fundamental yang mencakup dan melampaui wewenang
setiap ilmu khusus. Persoalan-persoalan umum yang ditemukan dalam bidang imu
khusus antara lain:
1. Sejauh mana batas-batas ( ruang lingkup) yang menjadi wewenag masing-
masing ilmu khusus itu?. Dari mana ilmu khusus itu dimulai dan sampai mana
harus berhenti?.
2. Di manakah sesungguhnya tempat ilmu-ilmu khusus dalam realitas yang
melingkupinya?
3. Metode yang dipakai ilmu-ilmu khusus tersebut berlaku samai di mana?
Misalnya metode ilmu yang dipakai berbeda dengan yang dipakai ilmu
kealaman maupun maupun ilmu humaniora.
4. Apakah persoalan kualitas (hubungan sebab akibat) yang berlaku dalam ilmu
kealaman juga berlaku bagi ilmu-ilmu social maupun ilmu humaniora?.
Contoh- contoh tersebut menunjukan bahwa setiap ilmu khusus
menjumpai problem-problem yang bersifat umum. Problem-problem tersebut
tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri hal ini filsafat mengatasi setiap ilmu,
baik dalam metode maupun ruangvlingkupnya. Objek formal filsafat terarah
pada unsur-unsur yang umum secara pasti ada pada ilmu-ilmu khusus. Dengan
tinjauan yang terarah pada unsur-unsur yang umumitu maka filsafat berusaha
mencari hubungan diantara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Aktivitas
filsafat yang demikian itu disebut multidispliner.
Filsafat pendidikan 18
Filsafat yang memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala
sesuatu baik yang bersifat kongkrit maupun abstrak. Pembahasan filsafat yang
melipiti segala sesuatu yang bersifat kongkrit seperti manusia, alam, benda
binatang dan sebagainya, dan yang bersufat abstak misalnya ide-ide , niali-nilai
moral pandangan hidup, dan sebagainya. Adapun persoalan utama yang
menjadi objek kajian atau objek material filsafat adalah:
a. Persoalan realita dikaji dalam metafisika
b. Persoalan pengetahuan atau (knowledge) dan kebenaran atau (truth) dikaji
dalam Epistimologi, Metodologi, dan Logika
c. Persoalan niali (aksiologi) dikaji dalam Etika, Estetika dan Kebudayaan.
Objek formalfilsafat adalah sudut pandang secara menyelruh mengenai
hakikat objek materialnya
C. CABANG-CABANG FILSAFAT
Sebagaimana ilmu lainnya filsafat memiliki cabang-cabang yang berkembang
sesuai dengan persoalan filsafat yang dikemukakannya. Filsafat timbul karena
adanya persoalan-persoalan yang yang dihadapi manusia. Persoalan-persoalan
tersebut kemudian diupayakan pemecahannya oleh para filsuf secara sistematis
dan rasional. Maka muncullah cabang-cabang filsafat. Cabang-cabang filsafat
tersebut berkembang terus menerus sesuai dengan permikiran dan problema yang
dihadapi oleh manusia.
1. Metafisika
Metafisika semula digunakan untuk menunjukan karya-karya tertentu
aristoteles. Istilah “Metafisika” berasal dari bahasa Yunani meta physika, yang
berarti hal-hal yang berada sesudah (dibalik) fisika. Istilah tersebut dapat
Filsafat pendidikan 19
didefinisikan sebagai ilmu tentang telaah tentang segala sesuatu secara
mendalam atau sifat yang terdalam dalam kenyataan (ultimate nature).
Bilamana dibandingkan dengan ilmu fisika yaitu yang mempelajari gejala-
gejala benda fisik, ilmu biologi yang mempelajari gejala fisis makhluk hidup.
Maka metafisik mempelajari dan membahas tentang keberadaan segala sesuatu
benda fisis dari segi hakikatnya yang terdalam.
a. Ontologi : misalnya apakah artinya hal yang ada (being) ? apakah sifat
dasar dari hal ada ? bagaimana penggolongan dari hal ada ?
b. Kosmologi : misalnya, apakah ruang itu ? apakah waktu itu ? apakah jenis
tata tertib yang ada dalam alam semesta itu ? dan lain sebagainya.
c. Antropologi : misalnya apa hakikat hubungan badan dan jiwa tersebut ?
manusia itu bersifat bebas ataukah tidak bebas ? bagaimanakah hakikat
perbedaan mahluk manusia dengan mahluk hidup lainnya.
Cabang metafisika menimbulkan aliran-aliran filsafat sebagai berikut :
Segi Kuantitas
Dipandang dari kwantitas yaitu berupa banyak susunan kenyataan yang
sedalam-dalamnya tersebut, maka timbul aliran-aliran filsafat antara lain:
1. Monoisme
Monoisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa hanya
ada satu kenyataan yang terdalam (yang fundamental). Kenyataan
Filsafat pendidikan 20
tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang
tidak dapat diketahui :
2. Dualisme
Dualisme atau (serba dua) yaitu aliran yang menyatakan adanya
dua substansi pokok yang masing-masing pokok berdiri sendiri-sendiri.
Plato (428-328 SM), membedakan dua dunia yaitu indra dan dua intelek.
Filsafat pendidikan 21
3. Pluralisme
Pluralisme adatau (serba ganda), yaitu aliran filsafat yang tidak
mengakui adanya satu substansi atau hanya dua substansi melainkan
mengakui adanya banyak substansi.
a. Rasionalisme
Aliran yang berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada
pikiran atau rasio. Tokohnya antara lain Rene Descartes (1959-1650).
Filsafat pendidikan 22
b. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan
manusia diperoleh melalui pengalaman indera. Indera memperoleh
pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-
kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi
pengalaman.
c. Realisme
Realisme yaitu aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-obyek
yang kita serap lewat indera adalah nyata dalam diri obyek tersebut.
Obyek-obyek tersebut tidak tergantung pada subyek yang mengetahui
atau tidak tergantung pada pikiran subyek. Pikiran dan dunia luar
saling berinteraksi, interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar
Filsafat pendidikan 23
manusia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta
akan tetap ada setelah pikiran berhenti menyadari.
d. Kritisisme
Kritisisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan
pengetahuan dari empiri (yang meliputi indera dan pengalaman).
Kemudian akal menempatkan, mengatur dan menerbitkan dalam
bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan
permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan
pembentukannya.
e. Positivisme
Posistivisme dengan tokohnya August Comteyang memiliki
pandangan sebagai berikut : Sejarah perkembanggannya pemikiran
umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap :
Filsafat pendidikan 24
Tahap pertama : Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya
dengan pengetahuan dan pengenalan yang mutlak, manusia pada
tahap ini masih dikuasai oleh takhyu-takhyul, sehingga subyek dan
obyek tak bisa dibedakan.
f. Skeptisisme
Skeptisisme, yang menyatakan bahwa pencerapan indera adalah
bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman modern
berkembang menjadi skptisisme metodis (sistematis) yang
mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengetahuan diakui benar.
Tokoh-tokohnya adalah Rene Descrates (1959-1650).
g. Pragmatisme
Pragmatisme, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat
pengetahuan, namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan
manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan lain perkataan
kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan mafaat dan
sebagai sarana baik suatu perbuatan. Tokoh-tokoh aliran
pragmatisme antara lain : C.S. Pierce (1839-1914), yang menyatakan
bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat
dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita
mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan gambaran yang kita
Filsafat pendidikan 25
peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan (Ali Mudhofir,
1985 : 53). Tokoh yang lainnya adalah William James (1824-1910),
yang menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah
ditentukan oleh akibat praktiknya.
2. Metodologi
Cabang filsafat tentang metodologi adalah membahas tentang
metode terutama dalam kaitannya dengan metode ilmiah. Hal ini sangat
penting dalam ilmu pengetahuan terutama dalam proses
perkembangannya. Mislnya metode ilmiah, dan ilmu sejarah dalam ilmu
sosiologi, dalam ilmu ekonomi dan lain sebagainya. Metodologi
membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah
misalnya sifat observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen dan
lain sebagainya (Kattsoff, 1986 :73).Metode, menurut Senn (dalam
Suriasumantri, 1984 : 119) merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Sedangkan Metodologi merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut (Senn, 1971 : 4, dalam Suriasumantri, 1984 : 119).
Jadi Metodologi Ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut, atau pengetahuan tenang berbagai metode yang
dipergunakan dalam penelitian, dengan kata lain, Metodologi merupakan
sebuah kerangka konseptual dari metode tersebut. Metodologi meletakkan
prosedur yang harus dipakai pada pembentukan atau pengetesan
proposisi-proposisi oleh para ilmuwan yang ingin mendapatkan
pengetahuan yang valid (dalam Triatmojo). Dengan demikian,
Metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi
pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan
metode tersebut terdapat dalam wilayah Epistemologi. Metodologi secara
filsafati termasuk dalam Epistemologi.
Filsafat pendidikan 26
Dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara
Epistemologi, Metodologi dan metode seperti yang diungkapkan oleh
Kusumaningrum, dkk (2009 : 6) sebagai berikut: Dari Epistemologi,
dilanjutkan dengan merinci pada Metodologi, yang biasanya terfokus
pada metode atau teknik. Epistemologi itu sendiri adalah sub-sistem dari
Filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari Filsafat.
Filsafat mencakup bahasan Epistemologi, Epistemologi mencakup
bahasan Metodologis, dan dari Metodologi itulah akhirnya diperoleh
metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari Metodologi, sedangkan
Metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam
Epistemologi. Adapun Epistemologi merupakan bagian dari Filsafat.
Adapun jenis-jenis Metodologi penelitian diantaranya adalah Riset Non-
Eksperimental, Riset Eksperimental, Studi Kasus, Grounded Research,
Riset Fenomenologi, Riset Etnografik, Riset Naturalistik, Strukturalisme-
Linguistik, Strukturalisme-Semiotik, Marxisme-Kontekstual, dan lain
sebagainya.
3. Logika
Logika adalah ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis
tentang aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab mengenai
kesimpulan (Titus, 1984:18), logika pada hakikatnya mempelajari teknik-
teknik untuk memperoleh kesimpulan dari bahan-bahan tertentu, atau dari
suatu premis-premis tertentu. Logika disebut juga sebagai ilmu tentang
penarikan kesimpulan yang benar (Kattsoff, 1985 : 72). Logika dibagi
menjadi dua macam yaitu logika deduktif dan logika induktif. Logika
deduktif berusaha untuk menemukan suatu aturan-aturan yang dapat
dipergunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat keharusan
dari presmi-premis tertentu.
Filsafat pendidikan 27
kesimpulan ‘a termasuk ‘c terjadi karena keharusan tanpa memperhatikan
apakah yang diwakili oleh a, b maupun c.
a. Dari suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju kepada
suatu pernyataan yang bersifat umum, mengenai semua fakta bercorak
demikian.
b. Dari suatu seperangkat akibat tertentu menuju kepada sebab dari
akibat-akibat tersebut. Hal ini dapat dilihat dan diamati pada proses
bekerjanya ilmu pengetahuan adalah dalam menemukan dalil-dalil,
aksioma-aksioma, mapun prinsip-prinsip tertentu dalam suatu ilmu
terutama ilmu-ilmu alam.
Dalam cabang filsafat tentang logika nampaknya kurang
membicarakan tentang aliran-aliran filsafat. Oleh karena itu kiranya
cukup tentang pengertian tentang logika sebagai suatu cabang filsafat.
4. Etika
Etika juga disebut filsafat moral yang membahas tentang moralitas.
Etika membicarakan tentang pertimbangan-pertimbangan tentang
tindakan-tindakan baik dan buruk, susila atau tidak susila, etis dan tidak
etis dalam hubungan antara manusia. Etika dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam.
Filsafat pendidikan 28
b. Etika Normatif : yaitu membahas tentang pertimbangan yang dapat
diterima tentang apa yang harus ada dalampilihan dan penilaian.
Keharusan moral merupakan masalah pokok (moral ought).
Pertimbangan tentang kewajiban dan keharusan melakukan tindakan
tertentu.
c. Metaetika : yang menekankan pada analisis, istilah, bahasa yang
dipakai untuk membenarkan tindakan-tindakan dan pertanyaan-
pertanyaan etika. Misalnya ‘apakah arti baik itu ?’. apakah penilaia
moral dapat dibenarkan ? dan lain sebagainya. (Titus, 1984 : 21,22).
Aliran-aliran dalam bidang etika adalah sebagai berikut :
Idealisme, suatu sistem moral dapat disebut Idealisme Etis, antara lain
mengakui hal-hal sebagai berikut :
Filsafat pendidikan 29
c) Utilitarisme : aliran ini menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah
tindakan yang menibulkan jumlah yang sebanyak-banyaknya kenikmatan
atau kebahagiaan dalam dunia (ini disebut asas kegunaan. Principle of
utility). Aliran ini dikembangkan oleh Bentham dan Mill bersaudara.
Namun akhir-akhir ini khususnya di Inggris aliran ini berkembang, dan
memberikan pandangan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
benar-benar (mungkin) menghasilkan sebanyak-banyaknya kebiakan
intrinsik baik secara langsung maupun tidak langsung.
d. Deontologis : aliran ini menyatakan kebaikan dan keburukan dan
seterusnya diuraikan tidak dari manfaat atau hasilnya yang dapat dinilai
tentang semata-mata dari taat atau berlakunya pada peraturan .
5. Estetika
Estetika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas tentang
keindahan. Estetika membicarakan tentang definisi, susunan, dan peranan
keindahan terutama dalam seni (kattsoff, 1986 :81). Kata “estetika”
berasal dari bahasa Yunani “aesthetikaos”, yang artinya bertalian dengan
pencerapan (penginderaan). Masalah-masalah istetika antara lain, apakah
fungsi keindahan dalam hidup kita apakah hidup itu ? apakah hubungan
antara yang indah dengan yang baik dan lain sebagainya.
1) Filsafat Hukum
Yaitu membahas tentang hakikat hukum
2) Falsafat Bahasa
Yaitu membahas tentang hakikat bahasa
3) Filsafat Sosial
Filsafat pendidikan 30
Yaitu membahas tentang hakikat hubungan (interaksi manusia dalam
masyarakat).
4) Filsafat Ilmu
Yaitu membahas tentang hakikat ilmu pengetahuan
5) Filsafat Politik
Yaitu membahas tentang hakikat tentang masyarakat dan negara
dengan segala aspeknya
6) Filsafat Kebudayaan
Yaitu membahas tentang hakikat kebudayaan
7) Filsafat Pendidikan
Yaitu membahas tentang hakikat hubungan manusia dengan
pendidikan, dan masih banyak lagi cabang filsafat khusus yang
lainnya.
Terdapat berbagai macam istilah yang diutarakan oleh para ilmuan namun
lazimnya dalam memberikan pengertian tentang ilmu pengetahuan adalah sesuai
dengan bidangnya sendiri-sendiri. Dengan demikian semua ilmu pengetahuan
memiliki ciri – ciri yang umum yaitu memiliki : pertama obyek, kedua metode,
ketiga sistematis dan keempat kriteria kebenaran. Dengan demikian perlu
Filsafat pendidikan 31
dibedakan penertian filsafat dan ilmu filsafat. Hal ini analog dengan pegertian
sastra dan ilmu sastra. T
Selain itu masih terdapat berbagai macam perbedaan dan persamaan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal ini antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
Persamaan :
Filsafat pendidikan 32
b. Filsafat bersifat refleksi yaitu mempertanyakan dan membahas tentang
obyek termasuk filsafat itu sendiri, adapun ilmu pengetahuan tidak
bersifat refleksi.
c. Filsafat membahas segala sesuatu cara menyeluruhdan universal
sedangkan ilmu hanya membahas pada gejala-gejala yang sangat khusus
dan dari sudut pembahasan yang khusus pula.
d. Filsafat bersifat spekulatif, artinyab mengajukan dugaan-dugaan yang
rasional yang melampaui batas-batas fakta. Spekulasi dilakukan dengan
cara penyatupaduan dari semua pengetahuan, pemikiran dan pengalaman
manusia menjadi satu pandangan yang komprehensif. Adapun ilmu
pengetahuan hanya mejelaskan fakta, mendeskripsikan fakta dengan
segala hubungannya.
e. Ilmu hanya mejelaskan fakta terutama fakta empiris, sedangkan filsafat
memahami, menginterpretasikan dan menafsirkan fakta secara rasional.
f. Filsafat membahas obyek secara menyeluruh baik meliputi gejala empiris
maupun non empiris, adapun ilmu hanya menerangkan gejala-gejala
empiris saja dan bersifat khusus.
Selain persamaan dan perbedaan tersebut ilmu pengetahuan filsafat terdapat
saling hubungan yang tidak mungkin dapat dipisahkan yaitu filsafat merupakan
induk ilmu pengetahuan. Hal ini berarti segala prinsip-prinsip yang dimiliki oleh
ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh filsafat. Konsekuensinya setiap
perkembangan ilmu pengetahuan yang menyangkut masalah metode-metode,
aksioma, dalil, obyek ilmu dan semua landasan epistomologisnya sangat diten-
tukan oleh filsafat. Jadi ilmu pengetahuan tidak mungkin dapat berkembang tanpa
melewati proses filosofis yaitu filsafat ilmu pengetahuan.
Filsafat pendidikan 33
EVALUASI
Filsafat pendidikan 34
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Nuruhbiyati. 1991. Ilmu pendidikan. Jakarta Rineka Cipta
Filsafat pendidikan 35
Soemargono Soejono, 1983, Beberapa Pemikiran Kefilsafatan, Fakultas Filsafat
UGM, Yogyakarta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2001, Filsafat Ilmu., Liberty,
Yogyakarta.
Bab
III
KONSEP PENDIDIKAN
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa Dalam perkuliahan ini Anda akan
diharapkan dapat: mempelajari Pengertian dan Tujuan
Pendidikan, Latar Belakang Pendidikan
1. Menjelaskan Pengertian dan
TujuanPendidikan Bagi Manusia, Dimensi Pendidikan Teoritis
2. Menjelaskan Latar Belakang Pendi- dan Praktis, dan Mengetahui dan menjelaskan
dikan Bagi Manusia Pendekatan-pendekatan dalam Teori
3. Menjelaskan Dimensi Pendidikan
Pendidikan
Teoritis dan Praktis
4. Mengetahui dan menjelaskan Pende-
katan-pendekatan dalam Teori
Pendidikan
Filsafat pendidikan 36
A.PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan
Banyaknya definisi tentang pendidikan dari para ahli yang satu dengan
ahli yang lain terkadang memberi definisi yang berbeda tentang pendidikan. Hal
ini dipengaruhi oleh disiplin ilmu dan pengalaman masing-masing para ahli
walaupun demikian semua definisi pendidikan terdapat titik temu satu dengan
yang lain. Berikut ini diuraikan beberapa definisi tentang pendidikan antara lain:
Filsafat pendidikan 37
Istilah pendidikan ditinjau dari segi makna, terbagi atas dua makna
pendidikan yaitu makna dasar dan teknis. Makna dasar pendidikan merujuk pada
suatu tindakan atau pengalaman yang memiliki pengaruh normatif pada pikiran,
sifat, atau kemampuan fisik seorang individu. Oleh karena itu, pendidikan
dikatakan bersifat mendasar karena mampu mempengaruhi dan membentuk
pemikiran serta sikap seseorang, sesuai dengan materi dan tujuan pendidikan
yang telah diperolehnya. Pendidikan dalam hal ini tidak pernah berakhir karena
manusia belajar dari pengalaman yang diperoleh melalui kehidupannya.
Filsafat pendidikan 38
yang kehadirannya tidak disengaja berlangsung dalam sendirinya dengan
dialaminya secara misterius sampai dengan bentuk-bentuk disengaja direkayasa
secara terprogram (Mudyardjo, 2002: 46). Jadi dapat dikatakan pendidikan
dalam arti luas pada dasarnya mencakup seluruh peristiwa pendidikan mulai
dari peristiwa yang dirancang secara terprogram hingga pendidikan
berlangsung secara alami.
Dalam arti yang lebih sempit bahwa pendidikan dibatasi dengan fungsi
tertentu. Di dalam masyarakat yang terdiri dari adat istiadat (tradisi) dengan
latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat pada generasi
berikutnya. Pendidikan ini identic dengan sekolah. Sekolah adalah lembaga
pendidikan yang terekayasa secara terprogram dan sistematis dengan segala
aturan yang kaku. Dalam arti sempit pendidikan tidaklah berlangsung seumur
hidup tetapi berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas. Masa pendidikan
adalah masa sekolah dan keseluruhannya mencakup masa belajar mualai dari
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dalam arti sempit pendidikan
tidak berlangsung dimanapun dalam lingkungan hidup tetapi ditempat tertentu
yang telah ditentukan dan direkayasa untuk berlangsungnya pendidikan
(Mudyardjo, 2002: 50). Seluruh tata cara belajar diatur secara ketat sehingga
tidak memberikan peluang dan akses pada seluruh penduduk yang memerlukan
layanan pendidikan.
Filsafat pendidikan 39
Dari beberapa definisi diatas kami memfokuskan definisi pendidikan
sebagai berikut . pendidikan merupakan suatu proses interaksi manusia dengan
lingkungan yang berlangsung secara sadar dan terencana dalam rangka
mengembangkan potensinya, baik jasmani maupun rohani yang menimbulkan
perubahan positif dan kemajuan, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Yang beralangsung secara terus menerus guna mencapai tujuan hidupnya.
Berdasarkan rumusan tersebut pendidikan bisa dipahami sebagai proses dan
hasil. Sebagai proses pendidikan merupakan serangkaian kegiatan interkasi
manusia dengan ingkungannya yang dilakukan secara sengaja dan terus
menerus. Sedang sebagai hasil pendidikan menunjuk pada hasil interaksi
manusia dengan lingkungan berupa perubahan dan meningkatkan kognitif,
afektif dan psikomotorik.
2. Tujuan Pendidikan
Filsafat pendidikan 40
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
memiliki tanggung jawab pada masyarakat dan bangsa.
c. Tujuan pendidikan nasional menurut Tap MPR No. II/MPR/1993 yaitu
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja
professional, serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus
menumbuhkan jiwa patriotic dan mempertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiaan social serta kesadaran
pada sejararah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta
berorientasi masa depan.
d. Tap MPR No. 4/MPR/1975 tujuan pendidikan adalah membangun dibidang
pendidikan didasarkan atas falsafah Negara pancasila dan diarahkan untuk
membentuk manusia pembangunan dan membentuk manusia yang sehat
jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat
mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap
kritis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang
tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur mencintai bangsannya dan
mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan UUD Tahun 1945.
Tujuan pendidikan menurut Danim (2001: 40) mengemukakan bahwa
pendidikan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan potensi kognitif, afektif dan psikomotor yang dimilki
oleh siswa.
2. Mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi kegenerasi untuk
menghindari sedapat mungkin anak-anak tercabut dari akar budaya dan
kehidupan berbangsa dan bernegara
3. Mengembangkan daya adaptasi siswa untuk menghadapi situasi masa
dpan yang terus berubah, baik intensitas maupun persayaratan yang
diperlukan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Filsafat pendidikan 41
4. Meningkatkan dan mengembangkan tanggung jawab moral siswa berupa
kemmpuan untuk membedakan mana yang benar mana yang salah
dengan keyakinan untuk menegakkannya
5. Mendorong dan membantu siswa mengembangkan sikap bertanggung
jawab terghadap kehidupan pribadi dan sosialnya, serta memberikan
kontribusi dalam aneka bentuk secara leluasa kepada masyarakat.
6. Mendorong dan membantu siswa memahami hubungan yang seimbang
antara hokum dan kebebasan pribadi
Filsafat pendidikan 42
1. Pengertian Pendidikan
a. Pendidikan dalam Arti Khusus
Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan
“agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogic secara harfiah berari
pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya
mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik
adalah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu. Menurut
Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah
membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara
mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogik adalah ilmu pendidikan
anak.
Langeveld (1980), membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah
“pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan
kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana
kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti
pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik,
kegiatan membimbing anak.
Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif,
mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak,
hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun demikian,
masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita” (daerah tak dikenal)
dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup dan hakekat manusia
masih banyak diliputi oleh kabut misteri.
Dalam bahasa inggris istilah pendidikan dipergunakan perkataan “education”,
biasanya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan di sekolah, dengan
alasan, bahwa di sekolah tempatnya anak didik oleh para ahli yang khusus
mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi.
Selanjutnya makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus
dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh seorang dewasa kepada anak
Filsafat pendidikan 43
yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Ahmadi dan Uhbiyati (1991)
mengemukakan beberapa definisi pendidikan sebagai berikut:
1) Menurut Langeveld, J.H mendidik adalah membantu anak supaya anak itu
kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
2) Menurut . S. Brojonegoro, mendidik berarti member tuntutan kepada manusia
yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai
tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
3) Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang
dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka
pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan
upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung
jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh drijarkara (Ahmadi,
Uhbiyati: 1991), bahwa:
1) Pendidikan adalah hidup bersama dalam keatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di
mana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri
sebagai manusia purnawa.
2) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di
mana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa
membudaya sendiri sebagai manusia purnawa.
3) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di
mana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk
akhirnya bias membudaya sendiri sebagai manusia purnawa.
Jadi yang menjadi objek kajian pedagogik adalah pergaulan pendidikan antara
orang dewasa dengan anak yang belum dewasa, menurut Langeveld disebut “situasi
pendidikan”. Jadi proses pendidikan menurut pedagogik berlangsung sejak anak
Filsafat pendidikan 44
lahir sampai anak mencapai dewasa. Pendidik dalam hal ini bisa orang tua dan/atau
guru yang fungsinya sebagai pengganti orang tua, membimbing anak yang belum
dewasa mengantarkannya untuk dapat hidup mandiri, agar anak dapat menjadi
dirinya sendiri.
b. Pendidikan dalam Arti Luas
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.
Menurut Handerson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial
merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk
mengembangkan manusia yang baik dan intelegen, untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa,
“Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan
didalam maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dalam Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.
Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas (dalam arti luas) ada beberapa
prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilakukan:
Pertama, pendidikan berlangsung seumur hidup
Filsafat pendidikan 45
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama semua manusia.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan
pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang,
yang disebut manusia seluruhnya. Henderson (1959) mengemukakan bahwa
pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manausia, suatu
perbuatan yang ‘tidak boleh’ tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing
generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang terbaik.
Knowles (1980) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam
membantu warga (orang dewasa) untuk belajar. Berbeda dengan pedagogi yang
dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak. Andragogi adalah
suatu model proses pembelajaran peserta didik (wajib belajar) dewasa. Andragogi
disebut juga sebagai teknologi perlibatan orang dewasa apabila metode dan teknik
pembelajaran melibatkan warga belajar. Keterlibatan itu adalah kunci keberhasilan
pendidikan dewasa. Untuk itu sumber belajar hendaknya mampu membantu warga
belajar untuk:
.(1) Mengidentifikasikan kebutuhan,
(2). Merumuskan tujuan belajar,
(3). Ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan
penyusunan dan pengalaman belajar dan,
(4). Ikut serta dalam mengevalusi kegiatan belajar.
c. Pengertian Pendidikan dalam Arti Luas Terbatas
Pengertian pendidikan dalam arti luas terbatas adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluargn , masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang
hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang (Redja
Mudyahardjo, 2001: 11).
Pengertian pendidikan ini merupakan jalan tengah antara pengertian
pendidikan maha luas dan pengertian pendidikan secara sempit. Pendidikan
Filsafat pendidikan 46
berlangsung pada situasi-situasi tertentu dan dilaksanakan secara terprogram pada
setiap jenis, jenjang dan bentuk pendidikan. Waktu pelaksanaannya dengan
memilah-milah waktu pelaksanaannya untuk keperluan setiap kegiatan pendidikan.
Lingkungan pendidikan tempat berlangsungnya kegiatan yang bersifat
dimana saja tetapi ditentukan berdasarkan keperluan, artinya sesuai dengan
lingkungan pendidikan yang dibutuhkan pada suatu bentuk pendidikan tertentu,
yakni pendidikan formal, nonformal maupun informal. Tujuan pendidikan tidak
bersifat terpisah-pisah dari setiap kemampuan yang diperoleh pada setiap bentuk
pendidikan, akan tetapi sebagai suatu kesatuan pengembangan kemampuan yang
diperolehnya serta adanya keterpaduan dengan tujuan-tujuan sosial. Dengan
demikian tujuan pendidikan adalah sebagai penunjang dalam mencapai tujuan
hidup manusia.
d. Mendidik, Mengajar dan Melatih
Pendidikan pada hakekatnya mengandung tiga unsure, yaitu mendidik,
mengajar, dan melatih. Ketiga hal tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Mendidik menurut Darji Darmodiharjo menunjukan usaha yang lebih
ditunjukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan,
rasa kesusilaan, ketaqwaan dan lain-lainnya. Mengajar berarti memberi pelajaran
tentang berbagi ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berfikirnya.
Disebut juga pendidikan intelek. Latihan ialah usaha untuk memperoleh
keterampilan dengan melatih sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi
mekanismesasi atau pembiasaan.
Tujuan mendidik ingin mencapai kepribadian yang terpadu, yang
terintegrasi, yang sering di rumuskan untuk mencapai kepribadian yang sewasa.
Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelektual anak ialah supaya anak
kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan
dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir seperti abstrak
logis, objektif, kritis, sistematis analisis, sintesis, integrative, dan inovatif. Tujuan
latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu
2. Pentingnya Pendidikan
Filsafat pendidikan 47
a. Manusia Memerlukan Bantuan
Manusia tidak saja hidup sebagai individu yang mempunyai kebebasan dan
hak-haknya sebagai individu, namun manusia hidup pula dalam ikatan kerja sama
dengan sesama manusia yang disebut kehidupan bermasyarakat. Masyarakat
sebagai kolektifitas mengalami pendidikan. Manusia tidak dapat seluruhnya
bergantung pada insting semata, banyak segi kehidupan yang perlu diperjuangkan
dan dikuasai dengan belajar dan berusaha.
Pendidikan tidak saja berusaha melimpahkan segala milik kebudayaan dari
generasi sepanjang masa kepada generasi muda, melainkan juga berusaha agar
generasi yang akan datang dapat mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan
ke taraf yang lebih tinggi. Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan mutu
kehidupan manusia, baik secara individu, maupun sebagai kelompok dalam
bermasyarakat.
b. Pendidikan dalam Praktek
Pendidikan dalam pelaksanannya berbentuk pergaulan dan anak didik,
namun tentu suatu pergaulan yang tertuju kepada tujuanpendidikan, yaitu manusia
mandiri, memahai nilai, norma-norma susila dan sekaligus mampu berprilaku
sesuai dengan norma-norma tersebut. Pendidikan fungsinya membimbing anak
didik, dan bimbingan anak itu akan didik kearah yang sesuai dengan tujuan yang
ditentukan, yaitu untuk mencapai kedewasaan..
Menurut Jan Lighthart pendidikan itu didasari oleh kasih sayang yang
merupakan sumber bagi dua syarat yang lain, yaitu kesabaran dan kebijaksanaan.
Kebijaksanaan artinya lebih luas dari keilmuan. Pendidikan dapat pula diartikan
pengembangan individu-individu atau kelompok-kelompok kehidupan atau
masyarakat besar atau kecil. Upaya pendidikan bukan saja terdiri atas sikap
perbuatan dan seluruh kepribadian pendidik, melainkan juga alat-alat pendidikan
yang dengan sengaja dimanfaatkan oleh pendidik, seperti buku-buku pelajaran,
alat-alat permainan, lingkungan fisik yang diadakan oleh pendidik, seperti
perumahan yang memadai, ruang bermain, tempat rekreasi, hewan peliharaan , dan
film.
Filsafat pendidikan 48
3. Ilmu Pendidikan Sebagai Teori
a. Pentingnya Teori Pendidikan
Perbuatan mendidik bukan perbuatan sembarangan, melainkan perbuatan
yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak kepada suatu
tujuan yang akan dituju. Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia dapat kita
amati sebagai suatu praktik dalam kehidupannya, misalnya kegiatan dalam
ekonomi, kegiatan dalam hukum, agama, dan sebagainya. Disamping itu
pendidikan secara akademik secara pengalaman yang bersumber dari pengalaman-
pengalaman maupun renungan pendidikannya yang mencoba melihat makna
pendidikan dalam suatu lingkup yang lebih luas, yang pertama disebut praktik
pendidikan, sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan.
Antara teori dan praktek pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, memilikin hubungan yang komplementer atau saling melengkapi.
Seperti misalnya pelaksanaan-pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan
di sekolah, pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam
menyusun teori pendidikan. Dalam praktik memang ada orang yang tidak
mengetahui atau mempelajari suatu teori pendidikan, namun ia berhasil
membimbing anak-anaknya.
J.H Gunning dari Belanda pernah mengemukakan bahwa “Teori tanpa
praktik merupkan perbuatan yang amat istimewa (genius), sebaliknya praktik tanpa
teori bagi orang gila dan penjahat” Akan tetapi menurut Gunning bagi kebanyakan
pendidik perlu panduan yang cocok dari keduanya antara teori dan praktek, sebab
kalau tidak di bekali teori pendidikan, jangan sampai terjerumus, dimana perbuatan
pendidik tersebut seperti perbuatan yang tidak terencana dan tidak tentu arah
tujuannya.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu kita pelajari karena praktik mendidik
tanpa di dasari oleh teori tentang pendidikan, akan membawa kita kepada
kemungkinan berbuat kesalahan. Ilmu pendidikan pendidikan termasuk salah satu
cabang ilmu pengetahuan yang sifatnya praktis. Karena pada dasarnya ilmu
kependidikan mempelajari dasar-dasar, prinsip-prinsip serta tujuan tentang
Filsafat pendidikan 49
kegiatan mendidik. Setiap ilmu pada hakikatnya adadah teori,tapi ada teori tentang
perbuatan manusia (jadi ilmu yang sifatnya praktis), dan teori yang tidak ditunjukan
kepada perbuatan manusia seper biologi, kimia, fisika, matematieka, dan
sebagainya.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu dipelajari, karena akan memberi beberapa
manfaat:
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan yang
akan dicapai
2. Untuk menghindaari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-
kesalahan dalam praktek, karena dengan memahami teori pendidikan,
seseorang akan mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
3. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur, sampai dimana seseorang telah berhasil
melaksanakan tugas dalam pendidikan.
b. Pendidikan dalam Ruang Lingkup Mikro dan Makro
Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan
mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara
progresif. Pendidikan dalam ruang lingkup mikro artinya mengkaji pendidikan
yang dilaksanakan dalam skala kecil. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan
merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama
(subyek) yang masing-masing bernilai setara. Pengolahan proses dalam ruang
lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang
berlangsung dalam lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar-sanggar belajar dan
satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat.
Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar
pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari
seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu
(yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap
bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).
Filsafat pendidikan 50
Pendidikan dalam ruang lingkup makro, kita mengkaji pendidikan yang
dilaksanakan dalam skala besar. Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam
ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar
kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam
skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu
pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada
generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Pengolahan proses dalam ruang
lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan
dalam bentuk UU pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri, SK Dirjen serta
dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain.
Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka
perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-
sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam
bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro,
pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir
dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala
makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas
pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri
interaksi yang afektif.
Pengelompokan kajian pendidikan secara makro dan mikro tersebut dapat
dilihat dari dua segi, yaitu :
a. Manusia sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat
Sebagaimana kita ketahui manusia sebagai makhluk individu ia hidup
bersama-sama di dalam masyarakat, hidup bersama dengan orang banyak di luar
dirinya, antara individu dan masyarakat bagi seorang manusia tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, Havigurts mengatakan bahwa manusia tidak akan
menjadi manusia kalu ia tidak hidup bersama dengan dan dalam masyarakat. Dalam
kegiatan pendidikan individu dan masyarakat keduanya saling membutuhkan.
1) Pendidikan individu
Filsafat pendidikan 51
Pendidikan yang harus ada pada individu meliputi pembinaan jasmani rohani,
yakni: (pertumbuhan fisik) keterampilan motorik, perkembangan bahasa, latihan
berfikir/ mental, pembinaan kehidupan sosial.
2) Pendidikan kelompok
Pendidikan yang dilaksanakan dalam kelompok, misalnya pendidikan di
sekolah atau pendidikan formal, pendidikan pramuka, pendidikan taman kanak-
kanak dan sebagainya dalam bentuk makro.
b. Tanggung jawab Pendidikan
1) Tanggung jawab keluarga
Pendidikan mikro sebagai upaya pendidikan untuk mendewasakan anak,
sepenuhnya merupakan tanggung jawab keluarga. Sejak anak mulai di masukan ke
dalam pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan ia lulus sekolah. Kesemuanya
adalah tanggung jawab ibu dan ayahnya, yang bertanggung jawab baik
secara moral, spiritual, dan fisik materialuntuk mendewasakan anak.
2) Tanggung jawab bersama
Tanggung jawab pendidikan dalam arti luas merupakan tanggung jawab
bersama semua pihak, yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal
7 sampai dengan pasal 11)
Filsafat pendidikan 52
sekaligus praktis, sehingga memunculkan aspek dualitas dalam pendidikan. Kedua
aspek tersebut menekankan pada segi praktis dengan sebuah pertanyaan dasar yaitu
bagaiman harus bertindak, memperlakukan peserta didik dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan. Perbuatan praktis dan normative berlandasan pola piker dan
penghayatan praktis perbuatan (praxis) pendidikan termasuk system nilai
pendidikan. Pengembangan segi teoritik ilmu pendidikan umumnya dimaksudkan
untuk menyusun eksplanasi (penjelasan) dengan cara mendeskripsikan ataupun
memahami gejala empirik dan latar belakangnya sebagai objek formal-materi ilmu-
ilmu (kealaman dan social). Oleh karena itu, mulai tahun 1945-1950, para pendiri
Negara ini membina pengganti system persekolahan colonial yang aristokratis,
selektif, dikotomis, tak berkeadilan dengan sitem pendidikan yang mandiri atas
dasar dua prinsip/atas (yang masih baru) yaiti (1) filsafat Negara pancasila, dan (2)
kebudayaan kebangsaan.
Terdapat dua hubungan timbal balik yang kuat dalam fenomena pendidikan,
pertama, hubungan antara perbuatan pendidik dan ilmu pendidikan praktis secara
klasik. Kedua, hubungan antara filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan (teoritis-
praktis) yang seakan diabaikan oleh dunia pendidikan di Indonesia. Secara
akademik terdapat hubungan penting antara kenyataan dilapangan dengan
Filsafat pendidikan 53
pengembangan ilmu pendidikan teoretik, bahkan factor keyakinan efektif harus
menyertai tindakan pendidikan dan pihak pengelolah pendidikan, khususnya
sekolah. Harusnya pihak pengelolah memberi kebebasan kepada pendidik dan guru
dari tuntutan eksternal untuk menjadi perpanjangan tangan dari birokrasi. Konsep
ini juga menolak pendirian yang berpandangan bahwa tujuan umum pendidikan
ditentukan oleh tujuan akhir dan tujuan hidup manusia sebelum meninggal,
sehingga tujuan sejati (nasional) terletak nasional harus memberikan corak
pendidikan sebagai proses transmisi atau pelimpahan budaya nasional. Pendidikan
tidak boleh lepas kendali dari sifat dualitas proses edukatif bagi terwujudnya misi
religious kewarganegaraan pendidikan dasar bagi pembentukan warga Negara yang
sebaik-baiknya, yaitu aspek trasmisi social-budaya yang benilai dan aspek
perkembangan potensi manusia sebagai makhluk social yang tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, tujuan dan evaluasi pendidikan yang sebatas
pencapaian tujuan instutisional, tujuan kurikuler, atau tujuan loka/instruksional
jangka pendek dan menengah bukanlah evalusi yang mendidik.
Filsafat adalah induk semua bidang studi dan disiplin ilmu pengetahuan,
dengan sudut pandang yang bersifat komprehensif berupa ‘hakikat’. Artinya filsafat
memandang setiap objek dari segi hakikatnya. Sedangkan pendidikan adalah suatu
Filsafat pendidikan 54
bidang studi sekaligus disiplin ilmu pengetahuan yang persoalan khasnya adalah
‘’menumbuhkembangkan manusia menjadi semakin dewasa dan matang (maturity
human potens)’’. Jadi filsafat pendidikan mempunyai persoalan sentral berupa
hakikat pematangan potensi manusia.
Tradisi filsafat dalah selau berpikir selektif dari tingkat metafisis, teoritis,
sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut ontology, tingkat teoritis
disebut epistemology, dan tingkat praktis disebut aspek etika.
1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains terhadap pendidikan, yaitu suatu pengkajian dengan
menggunakan sains untuk mempelajari, menelaah, dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan. Teori pendidikan dengan pendekatan sains disebut sains
pendidikan (science of educatin). Cara kehja yang dipergunakan sebagaimana
prinsip-prinsip dan metode kerja sains. Henderson (1959) mengemukakan bahwa
sains pendidikan pada dasarnya ingin menyumbang pengetahuan yang diperoleh
melalui eksperimen, analisis, pengukuran, perhitungan, klasifikasi, dan
perbandingan.
Filsafat pendidikan 55
Sains pendidikan menghasilkan ilmu pendidikan sebagai terapan dari sains
dasarnya. Misalnya Sosiologi Pendidikan, merupakan terapan dari sosiologi untuk
menelaah masalah-masalah pendidikan ; psikologi pendidikan, merupakanterapan
dari psikologi untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Pendekatan sains ingin menelaah masalah-masalah pendidikan secara ilmiah
(scientific) dan mempelajari proses-proses psikologis, sosiologis, soaiokultural,
dan ekologis, karena akan mempengaruhi dan menentukan pendidikan
Karakteristik pendekatan sains dapat dilihat dari tiga segi, yaitu objek
pengkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian. Objek pekerja dalam
sains pendidikan sangat terbatas, karena objeknya merupakan salah satu aspek dari
pendidikan. Dengan objek terbatas itulah, sains pendidikan mencoba menganalisis
objeknya menjadi unsur-unsur yang lenih kecil. Misalnya sosiologi pendidikan,
sebagai salah satu bagian dari sains pendidikan, objek penyelidikannya terbatas
pada factor-faktor social dalam pendidikan (proses social dalam pendidikan dan
pengawasan social dalam pendidikan).
Filsafat pendidikan 56
Metode sains merupakan prosedur kerja yang terencana dan cermat,
melalui pengalaman, dengan menggunakan kerangka pemikiran tertentu. Dengan
demikian sains pendidikkan menggunakan kajian empiris logis, yaitu suatu
pengkajian yang bersumber data yang empiris yang diperoleh dengan melakukan
penelitian yang cermat dan menggunakan berbagai metode/cara yang logis
menurut aturan-aturan tertentu.
2. Pendekatan filosofis
Pendekatan filososfis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk
menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan
metode filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan
pendekatan filosofis disebut filsafat pendidikan. Menurut Henderson (1959),
filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan /diaplikasikan untuk menelaah
dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup
dan pandangan hidup individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan. Pendidikan tidak dapat dipenuhi sebelumnya tanpa memahami tujuan
akhirnya, sehingga hanya tujuanlah yang dapat ditentukan terlebih dahulu dalam
pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut perlu dipahami dalam kerangka
hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik yang berkaitan dengan tujuan
hidup individu maupun kelompok. Si terdidik maupun pendidik secara pribadi
memiliki tujuan dan pandangan hidup sendiri, dan sebagai masyarakat atau warga
Negara memiliki tujuan hidup bersama.
Filsafat pendidikan 57
pendidik, anak didik, keluarga, masyakarakt merupakan kajian yang
komprehensif dari pengkajian filosofi. Pengkajian seperti ini disebut pengkajian
synopsis, yaitu pengkajian yang bersifat merangkum atau mencakup semua aspek
pendidikan.
3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi terhadap pendidikan, berarti bahwa suatu ajaran religi
dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep. Konsep pendidikan
yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi
yang berisikan kepercayaandan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan
sumber dalam menetukan tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode, bahkan
sampai pada jenis-jenis pendidikan.
Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan
adalah tesis dedukatif. Dikatakan tesis, karena bertolak dari dalil-dalil atau
aksioma-aksioma agama yang tidak dapat kita tolak kebenarannya. Dikatakan
deduktif, karena teori pendidikan disusun dan prinsip-prinsip yang berlaku
umum, diterapkan untuk memikirkan masalah-masalah khusus. Ajaran agama
Filsafat pendidikan 58
yang berlaku umum dijadikan sebagai pangkal untuk memikirkan prinsip-prinsip
pendidikan yang khusus.
4. Pendekatan Multidisiplin
Untuk menghasilkan suatu konsep yang komprehensif dan menyeluruh
dalam mempelajari pendidikan tidak bisa hanya dengan menggunakan salah
satu pendekatan atau disiplin saja. Misalnya kita hanya menggunakan
psikologi,sosiologi, filsafat, atau hanya dengan pendekatan religi. Pendidikan
yang memiliki lapangan yang sangat luas, menyangkut semua pengalaman dan
pemikiran manusia tentang pendidikan tidak mungkin kalau hanya dilihat dari
salah satu aspek, atau dari salah satu kajian saja.
Jadi, pendekatan yang perlu kita lakukan adalah pendekatan yang
menyeluruh (pendekatan holistic), pendekatan multidisiplin yang terpadu.
Pendekatan filosofi, pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin
pendekatan seni, kita pergunakan secara terpadu tidak berdiri masing-
masing secara terpisah. Antara pendekatan yang satu dengan pendekatan
yang lainnya harus memiliki hubungan komplementer, saling melengkapi
satu dengan yang lainnya.
Filsafat pendidikan 59
EVALUASI
1. Jelaskan pengertian pendidikan menurut saudara!
2. Jelaskan apa tujuan pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional!
3. Jelaskan mengapa manusia perlu pendidikan!
4. Sebut dan jelaskan pendekatan dalam pendidikan!
5. Dari beberapa pendekatan tersebut mana yang saudara pilih yang sesuai dengan
pendekatan pendidikan!
Filsafat pendidikan 60
DAFTAR PUSTAKA
Filsafat pendidikan 61
Bab IV
FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan 62
A. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang berdiri pada
makna dan hakikat masing-masing namun ketika keduannya digabungkan kedalam satu
tema khusus maka memiliki makna tersendiri yang merupakan satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan. Filsafat pendidikan dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri, namun bukan berarti bahwa kajian hanya sekedar menelaas sendi-sendi
pendidikan atau filsafat semat. Olehnya itu filsafat pendidikan adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari filsafat secara keseluruhan baik kedalam system maupun metode.
Filsafat pendidikan 63
bagaimanakah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan pendidikan (Imam Barnadib,
2013: 14).
Filsafat pendidikan 64
Oleh karena itu, seorang filsuf pendidikan harus membantu merumuskan
persoalan dengan pertimbangan-pertimbangan agar persoalan itu dapat dikupas sampai
mendasar. Studi tentang beragam filsafat pendidikan memberikan penjerniahanpikiran
dan keyakinan mengenai pendidikan. Melalui studi filsafat pendidikan seorang
individu dapat membangun sudut pandang atau system filsafat tentang seluruh program
pendidikan, agar dapat mengambil keputusan sehingga menghasilkan modifikasi dalam
struktur pendidikan yang ada (Rosen, 1998: 12-13).
Filsafat pendidikan 65
kehidupan yang sesuai dan bersumber pada dasar-dasar filsafat Negara atau filsafat
hidup yang digunakan.
Secara real seperti terlihat diatas, maka filsafat pendidikan dapat dijadikan
sebagai sebuah lapangan studi. Studi filsafat pendidikan bertugas merumuskan secara
normative dasar –dasar dan tujaun pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia,
hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, system pendidikan yang
meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan metodologi
pengajarannya; pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
masyarakat. Tugas tersebut dapat dijembatani dengan melihat filsafat pendidikan
sebagai ilmu. Oleh karena itu, filsafat pendidikan sebagai ilmu yang memberi jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan fundamental dalam pendidikan, tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari pembahasan mengenai cabang-cabang dan aliran- aliran filsafat yang
berpengaruh sepanjang sejarah pendidikan.
Pendidikan dalam arti luas juga merupan upaya pengembangan sumber daya
manusia. Namun pendidikan lebih dari sekedar upaya pengembangan sumber daya
anak atau peserta didik. Pendidikan mengandung tujuan yang lebih menyeluruh. Yaitu
pengembangan yang terarah pada pendewasaan manusia sebagai pribadi seutuhnya
yang mandiri dan siap menyesuakan diri dalam kehidupan masyarakat. Ini berarti
bahwa kesiapan untuk adaptasi dan sosialisasi tidak kalah pentingnya. Keduanya
berkaitan erat dengan pembentukan watak dan nurani yang selanjutnya mendasari
perilaku berakhlak dan berbudi (tokoh Indonesia.com, 2007).
Filsafat pendidikan 66
B. SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut sejarahnya filsafat yang paling awal adalah filsafat alam. Namun tidak
di tahu kapan persisnya. Setelah munculnya filsafat alam periode kedua, awal abad ke
lima sebelum masehi, maka pada pertengahan abad tersebut muncul sebuah aliran baru
dalam filsafat yang radikal. Aliran ini kemudian merubah jalannya filsafat kepada
suasana yang lainnya dari sebelumnya. Aliran baru ini dinamakan shopisme, sebuah
aliran transisi dari filsafat alam ke filsafat klasik. Kaum sophis ini muncul untuk
pertama kalinya di Athena. Sophisme itu berasal dari kata Sophos,yang artinya
cendekiawan. Sebutan ini semula diperuntukan bagi orang-orang pandai, seperti ahli
filsafat, ahli politik, ahli bahasa dan sebagainya. Sebutan itu akhirnya berubah makna,
dan diperuntukan bagi orang-orang yang ahli mempermainkan kata-kata, membalikan
kebenaran menjadi kesalahan dan sebaliknya. Orang-orang yang menguasai rethorika,
pandai berpidato dan berdebat, serta memutar lidah untuk memutarbalikan kenyataan
disebut orang-orang sophis. Mereka (kaum sophis) mengajarkan ilmunya dimana saja.
Jadi ilmu sudah diobral dan sudah dapat dipelajari oleh semua orang, tidak lagi
diajarkan ditempat-tempat khusus seperti sebelumnya. Meski demikian sophisme
memiliki andil dalam sejarah filsafat, karena aliran ini telah menurunkan pandangan
filsafat dari langit ke bumi, yaitu filsafat alam dan aliran-aliran filsafat sesudahnya
selalu membicarakan alam besar (macrocosmos). Akan tetapi, kaum sophis memulai
membicarakan alam kecil , yaitu manusia sebagai makhluk hidup berkemauan dan
berpengetahuan. Dengan demikian, lahirnya sophisme berarti terbukanya jalan untuk
menuju pada kelahiran filsafat klasik.
Kemudian filsafat klasik dapat dirasakan dapak konkritnya terhadap
perkembangan filsafat pendidikan. Filsafat klasik dimulai oleh seorang filsafat
pemikir besar dizaman Yunani purbakala, yaitu Socrates seorang filsuf, terkenal yang
tidak pernah menuliskan ajaran-ajaran filsafatnya. Ajaran-ajaran filosofi Socrates
dituliskan oleh murid-muridnya, dan yang paling terkenal adalah plato. Socrates
belum menyusun suatu filsafat yang bulat agar dapat memberikan nama klasik kepada
filsafatnya. Dia dipandang sebagai pembuka jalan kepada filsafat klasik itu. Aliran
filsafat klasik dibangun oleh Plato dan muridnya, Aristoteles berdasarkan ajaran-
Filsafat pendidikan 67
ajaran Socrates. Pemikiran dan ajaran filsafat klasik ini menjadi pegangan orang-orang
barat dan mengusai alam pikiran mereka dalam masa yang tidak kurang dan dua ribu
tahun lamanya.
Walaupun Socrates tidak menuliskan ajarannya, tetapi dia melakukan ajarannya
dengan perbuatan dan cara hidup. Socrates berjalan kesana kemari setiap untuk
mempelajari tingkah laku dan cara-cara hidup, serta kehidupan orang-orang Athena
mereka. Ai berbicara dengan semua orang. Dengan tujuan untuk mengajar orang
mencari kebenaran. Dia selalu memulai percakapannya dengan bertanya, mula-mula
tentang hal yang sepele, kemudian tambah mendalam dan akhirnya orang yang diajak
berbicara itu mengaku tidak tahu apa-apa lagi. Pada titik itu, Socrates selalu menutup
pembicaraannya ‘’ya demikianlah adanya kita sama-sama tidak tahu’’. Tindakan
Socrates tersebut merupakan reaksi terhadap ajaran guru-guru golongan Sophis yang
mengobrol dan menjual ilmu kepada siapa saja yang mau membayar. Ajaran filsafat
Socrates yang demikian itu, menyebabkan dinyatakan bersalah oleh penguasa dengan
alasan telah memperdayakan para pemuda dan menentang dewa-dewa yang diakui
Negara. Dia dihukum mati dengan cara minum racun.
Setelah Socrates menghembuskan napasnya yang terakhir karena meminum
racun sebagai pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan kepadanya, buah pikiran dan
pendapat- pendapatnnya tetap berkembang terus, mekar sebagi bunga sepanjang
sejarah pemikiran manusia. Buah pemikiran filsafatnya disebarluaskan oleh para
muridnya yang tetap mengagumi dan mengagungkannya sebagai bapak aliran filsafat
klasik. Buah pikirannya yang utama adalah alam yang nampak ini bukan dunia yang
sempurna, karena dibalik itu ada alam yang lain lagi, di mana segala hakikat alam
terdapat didalamnya, yang tidak dapat kita capai dengan panca indra kecuali baying-
bayangnya saja di alam ini. Alam yang ada dibalik alam yang kita saksikan ini adalah
alam ideal, pikiran yang murni dan hakikat-hakikat yang azali. Manusia berusaha
mencapai kebahagian. Oleh karena itu dia harus mengetahuinya dengan jelas apakah
hakikat kegiatan yang sebenarnya, dan untuk mendapatkan kebahagian itu manusia
harus mengetahui apa dan bagaimana nilai-nilai keadilan, kebenaran dan kesucian
batin, kebijaksanaan dan keutamaan-keutamaan lainnya.
Filsafat pendidikan 68
Setelah Socrates meninggal, muncuk kembali seorang filsuf besar yakni Plato
yang lahir di Athena pada tahun 427 dan meninggal tahun 347 sebelum masehi dalam
usia 80 tahun. Plato berasal dari keluarga ningrat atau aristokrasi. Pada usia yang masih
muda, 20 tahun, Plato telah menjadi pengikut dan murid Socrates dia mendampingi
Socrates kurang lebih selama 18 tahun. Kemudian Plato merantau ke Megara untuk
berguru kepada Euglides. Setelah itu, ia menuju ke Kyrena untuk memperdalam
pengetahuan matematikanya pada Theodoros. Selama perjalannya itu, Plato pun
menulis buku dan mengajarkan filsafatnya. Dari Kyrena, dia menuju ke Italia selatan
dan Syracuse di pulau sicilia. Dalam tahun 387 sebelum masehi, Plato mendirikan
sebuah sekolah yang diberi nama academia. Sejak berusia 40 tahun sampai wafat,
bertempat di academia. Plato mengajarkan filsafat dan membuat karangan-
karangannya yang terkenal dikemudian hari. Pada dasarnya academia tidak seperti
sekolah yang dikenal sekarang, melainkan sebuah institute sebagai tempat berkumpul
kawan-kawan dan para murid-murud Plato untuk mengadakan pembahasan maupun
percakapan ilmiah serta pelajaran filsafat. Iklim dan suasana keilmuan sangat terasa di
academia. Hal ini sesuai dengan tujaun pendiriannya untuk mempersiapkan orang-
orang yang diharapkan dapat menjadi pengatur administrasi kota dan pemimpin
Negara.
Kesulitan dalam membatasi unsur-unsur yang membentuk dan mendefinisikan
filsafat Plato disebabkan oleh filsafat aliran platonisme yang banyak membahas tentang
hakikat sesuatu daripada menampilkan dan mencari dalilnya., serta ketengan tentang
hakikat itu sendiri. Buah pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlajut tanpa
akhir. Betapapun adanya (filsafat dan buah pikiran Plato)., para ahli sejarah filsafat
tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagaian pendapat-pendapat dan buah
pikirannya yang pokok dan utama. Betrand Russel mengatakan bahwa buah pikiran
penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah kota utama ; merupakan ide yang
belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Kedua, pendapatnya
tentang ide yang merupakan buah pikiran pertama yang mencoba untuk memecahkan
persoalan menyeluruh tentang masalah itu. Ketiga, pembahasan dan dalil yang
dikemukakan tentang keabadian. Keempat, buah pikirannya tentang alam cosmos.
Filsafat pendidikan 69
Kelima, pandangannyapandanagnnya tentang ilmu pengetahuan. Betrand russel dalam
bukunya “politeia’ (republic), tergambar dengan jelas bahwa Plato mengingikan
adanya suatu susunan politik negarayang diliputi dan diayomi oleh keadilan, serta
didalamnya berlaku prinsip-prisip filsafat. Dalam buku ini, Plato mendefinisiskan
‘keadilan’ sebagai landasan sebuah Negara atau pemerintahan yang diatur dan
diperintah dengan aturan yang ide. Hal ini pernah dibicarakan Plato dalam buku-buku
yang dikarangnya sebelum itu, yaitu dalam buku yang mengandung dialog bernama
Elkipiades dan Georgias dan dibicarakan lagi dalam kitab nomoi.
Filsafat pendidikan 70
mengizinkan intelektual manusia menampak sekilas lintas dalam ‘’realitas utama’’ atau
tertinggi.
Pendidikan itu dapat dikatakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan untung
kepentingan Negara dan perorangan. Untuk perorangan, pendidikan itu memberikan
kesempatan untuk penampilan yang terbaik dan semua kemampuan atau kesanggupan
diri pribadinya. Bagi Negara, dia bertanggung jawab untuk memberikan perkembangan
kepada warganya, dapat terlatih dan terdidik serta merasakan bahagia dalam
menjalankan peranannya buat melaksanakan kehidupan kemasyarakatan. Menuru Plato
dalam buku ‘’republik’’, ada tiga macam sekolah pertama, sekolah rendah atau sekolah
dasar yang memberikan suatu dasar bagi pendidikan umum setiap orang. Kedua,
sekolah tingkat menengah yang memberikan pelajaran dan latihan lebih keras, baik
fisik maupun intelektual kepada siswa untuk mencapai tujuan dan kepentingan menjadi
tentara, pejabat-pejabat pemerintah, peneliti dan tugas-tugas legislative. Ketiga, sebuah
pusat pendidikan tinggi yang melanjutkan pendidikan dan latihan kepada rombongan
siswa pilihan untuk menjadi ahli-ahli peneliti para pendidik dan anggota-anggota
dewan perwakilan rakta.
Pendidikan rendah berisi musike, yaitu suatu studi tentang kesusteraan, music
dan ilmu kewarganegaraan (civic) ; dan gymnastike, yaitu pelajaran atletik dan tarian-
tarian. Isi pendidikan rendah yang seperti ini dimaksudkan untuk memperoleh rasa
cinta kepada keindahan dan kecantikan guna membangkitkan rasa kesederhanaan serta
pengontrolan diri. Kali ini menjadi salah satu akses dari mengejar kesenangan duniawi
dan kekayaan semata-mata yang tidak saja menimbulkan cita rasa jelek dan jahat, tetapi
juga kekalahan diri sendiri. Apabila para produser dan consumer tidak dapat diyakinkan
bahwa hidup enak (kehidupan mewah dan kehidupan menyolok) menimbulkan
keinginan baru dan kemauan yang terus menerus untuk memiliki lebih banyak lagi.
Akhirnya setiap orang dalam masyarakat, tidak merasa puas dengan kesenagan hidup
dan harta benda yang dimilikinya. Akibatnya akan menimbulkan kegoncangan
terhadap kesehatn ekonomi Negara. Sederhananya, tujuan pendidikan tingkat dasar
untuk mengajarkan nilai estetika dan etika. Pelajaran ini harus diajarkan dengan
mempraktekan tindakan yang lemah lembut dan mempelajari karya sastra sastrawan-
Filsafat pendidikan 71
sastrawan besar yang memiliki keistimewaan dalam gaya bahasa sebagai upaya
membangkitkan kegaguman dan penghormatan siswa terhadap tujuan pendidikan
tersebut. Siswa belajar dengan cara meniru dan dengan inspirasi. Sambil menempatan
diri mereka sendiri pada tempat pahlawan yang tragis , bapak atu ibu mereka, atau pada
tempat para atlet ulung. Terdapat kecenderunagn bertindak untuk membina tingkah
laku, artinya siswa tumbuh dewasa menyerupai orang-orang yang mereka tiru. Plato
begitu percaya pada pandangannya tadi, maka dia mengharuskan adanya kebutuhan
kepada pemilihan dan penilitian.
Tingkatan sekolah menengah diperlukan untuk menguji dan melatih
intelligentsia siswa dalam masa sepuluh tahun dengan pengetahuan matematika sebagai
disiplin mental. Mereka juga diharuskan mempelajari metode mencari pola-pola dan
bentuk-bentuk melalui studi tentang berhitung, ilmu ukur bidang (planegeomerty) ilmu
ukur ruang (solid geometry) astronomi teoritis dan ratio therapye dengan giat.
Tingkatan sekolah menengah mengadakan latihan dengan maksud nyata untuk
mengembangkan dan meningkatkan penghargaan terhadap kebenaran sebagai nilai,
ketelitian, ketegasan dan kemantapan bertidak dalam cara-cara berfikir.
Adapun pendidikan tinggi, buat penyediaan tenaga ahli perundang-undangan,
harus terdiri dari ‘’dialektika”. Kata ‘’dialektika” merupakan suatu ungkapan yang
mengandung bermacam-macam pengertian. Plato sendiri mempergunakannya
(kadang-kadang) dalam pengertian yang informal dan percakapan yang diarahkan
untuk pembimbingan, serta dipergunakannya dalam menyampaikan metode penelitian
praktis. Pada saat tertentu, ‘’dialetika’’ dipergunakan untuk membuat pengertian dan
ketelitian logis dalam memberikan definisi atau klasifikasi. Akan tetapi dalam banyak
hal, Plato menggunakan kata “dialektika’’ sebagai suatu penggunakan metode
matematika yang jelas dan logis dalam menganalisa fenomena yang kacau, sifat
maupun tingkah laku manusia.
Plato memiliki seorang penerus terkemuka yang pada akhirnya
mengembangkan pemikiran yang berbeda dengannya, yakni Aristoteles, sorang ahli
filsafat klasik juga. Aristoteles lahir di kota Stagira yang terletak sekitar 200 mil sebelah
utara kota Athena, pada tahun 384 S.M. Aristoteles menutup usia dikalkis pada tahun
Filsafat pendidikan 72
322 SM. Bapaknya bernama machaon seorang sahabat dan dokter raja Amyntas II, raja
kerajaan Macedonia. Dia dididik dan diasuh oleh bapaknya sendiri, terutama sekali
dalam bidang kedokteran yang disebut Asciepiads.
Cerita masa remaja dan mudanya menyebutkan bahwa Aristoteles pernah hidup
liar dan menghambur-hamburkan kekayaan orang tuannya. Akhirnya, dia masuk
tentara untuk dapat hidup. Kemudian kembali ke Stagira dan bekerja dlam bidang
pengobatan (sebagai dokter). Pada usia 30 tahun dia pergi ke Athena dan masuk ke
‘’akademia’’ Plato, tetapi ada pula cerita yang menyebutkan bahwa sejak umur 18
tahun dia telah masuk academia dan menjadi murid Plato. Kurang lebih 20 tahun
lamanya dia tinggal di academia, sampai gurunya meninggal. Selama di academia
Aristoteles memiliki kesenangan mengumpulkan buku, rajin membaca dan sangat royal
mengeluarkan uang untuk membeli buku. Banyak sekali koleksi buku yang
dimilikinya, maka bertempat dirumahnya dibuat sebuah perpustakaan pertama di Kota
Athena. Usaha ini sangat dihargai oleh gurunya. Aristoteles juga menuntut ilmu diluar
academia, seperti ilmu matematika yang diperoleh diakademia, dilanjutkan dengan
mempelajarinya pada beberapa orang guru astronomi terkenal, seperti Eudoxos dan
Kalippos. Ilmu retorika juga dipelajari melalui Isokrates dan Demonsthenes. Memang
kecerdasan Aristoteles luar biasa dan genius, karena hamper menguasai semua ilmu
yang dipelajari orang dimasa itu.
Pendidikan yang diperoleh Aristoteles dari ayahnya dalam bidang kedokteran,
terutama mengenai teknik bedah-membedah sangat mempengaruhi pandangan hidup,
pandangan ilmiah dan pandangan filsafatnya. Pengalaman bukan pengetahuan yang
merupakan bayangan belaka dan bukan tiruan atau bayangan semata dari idea, seperti
pendapat Plato. Idea itu sama sekali tidak lepas dari realitas dan keadaan yang nyata.
Hakikat sesuatu itu tidak terletak pada keadaan benda, melainkan pada pengertian
“ada” –nya benda tersebut.
Plato mengajarkan bahwa “ada”nya dari yang ada ini sebagai suatu
keseluruhan, dan bukan membicarakan dunia nyata, tetapi dunia yang tidak nampak,
yaitu dunia idea. Aristoteles berbeda pendapat dengan Plato tentang “ada”nya sesuatu
maka membagi “ada”nya sesuatu itu kepada bermacam-macam lingkungan, seperti
Filsafat pendidikan 73
fisika,biologi, etika, politik, dan psikologi. Yang dipelajari dan diketahui itu adalah
kenyataan-kenyataan yang tampak di dunia nyata. Oleh karena itu, terlihat jelas bahwa
paham filsafat Aristoteles didasarkan pada kenyataan-kenyataan atau realitas, sehingga
filsafat Aristoteles dikenal dengan nama filsafat Realisme. Akhirnya, dia disebut bapak
filsafat Realisme.
Bagi seorang realis, pelajaran humaniora dipandang tidak jelas dan tidak
menentu. Mereka mengatakan bahwa masalah humaniora harus diselesaikan oleh ahli-
ahli teologi dan filsafat yang memiliki kecenderungan kea rah itu. Permasalahan
kosmos umpamanya diwakili oleh undang-undang alam. Undang-undang alam itu tidak
dapat dipelajari langsung dari alam kesusasteraan dan sejarah, tetapi dipelajari
langsung dari alam itu sendiri dengan mencari pokok permasalahan ilmu-ilmu
pengetahuan seperti: matematika, biologi, ilmu binatang, botani, geologi, kimia,
fisiska, astronomi dan sub-sub bagiannya yang banyak itu. Matematika juga merupakan
lambang dari keteraturan dan ketepatan, dua sendi utama dari pandangn ontologis
“dunia sebagai mesin”. Matematika boleh saja abstrak, tetapi tidaklah samar-samar.
Abstrak samar-samar itu berbeda dan tidak sama. Matematika ialah memberikan
lambang bagi ketepatan mutlak dan keteraturan jagat raya yang ditempati ini.
Secara umum dapat dikatakan bahwa matematika dan ilmu pengetahuan alam
adalah masalah pokok bagi program pendidikan golongan realis. Matematika bertindak
sebagai alat simbolik program pendidikan itu yang hamper sama kedudukannya dengan
bahasa, alat simbolik untuk belajar dalam kurikulum golongan realis. Ahli-ahli
pendidikan idealis menekankan bahwa membaca, menulis, dan mengeja sebagai alat
dasar pelajaran. Hal ini berbeda dengan para ahli pendidikan realis yang menekankan
bahwa berhitung, aljabar, geometrid an trogonometri yang dapat digolongkan sebagai
alat seni ukur) sebagai alat dasar pelajaran. Kemudian dapat juga dikatakan bahwa
perhatian ahli pendidikan idealis sangat tertarik pada kualitas di dalam alam semesta
ini, dan pada mata pelajaran kualitatif dan normative. Sedangkan, para ahli pendidikan
realis tertarik pada kualitas dalam jagat raya ini serta mata pelajaran kualitatif yang
berdasarkan ukuran dan hitungan. Demikianlah antara lain pandangan aliran filsafat
realisme dalam dunia pendidikan.
Filsafat pendidikan 74
Sewaktu Amyntas II, raja Macedonia digantikan oleh anaknya yang bernama
Philippos, Aristoteles pun diundang ke Macedonia. Aristoteles tnggal di Macedonia
selama kurang lebih 7 tahun untuk mendidik putra mahkota Alexandros (Iskandar).
Setelah selesai mendidik Alexandros, Aristoteles kembali ke kota kelahirannya, Stagira
dan ditempat ini Aristoteles menyelesaikan buku-bukunya yang sudah ditulis semasa
muda, terutama saat menjadi murid Plato di academia. Setelah Alexandros menjadi raja
menduduki singgasana Macedonia, dan berangkat kea rah timur pergi berperang untuk
menaklukan Persia dan negeri-negeri lainnya. Aristoteles yang sudah berusia 50 tahun
pun berangkat ke Athena. Saat itu Athena bukan lagi kota Negara yang merdeka,
melainkan telah menjadi bagian dari kerajaan Macedonia. Dia tinggal di Athena selama
12 tahun, dan mendirikan sebuah sekolah dengan lingkungan yang luas. Sekolah ini
diberi nama Lykeion, pada tahu 322 SM. Aristoteles meninggal dunia dikota kalkis
pulau Eubua dalam usia 63 tahun.
Filsafat klasik telah meletakan dasr bagi perkembangan filsafat, khususnya
filsafat pendidikan. Hal ini sangat terasa dan nyata di zaman modern. Pada zaman
modern, filsafat pendidikan awalnya merupakan cara pendekatan terhadap masalah
pendidikan yang dilakukan di Negara-negara Anglo saxon. Filsafat penididikan di
Amerika dimulai dengan pengkajian terhadap beberapa aliran filsafat tertentu seperti
pragmatism, idealism, realism, eksistensialisme, dan sebagainya yang diakhiri dengan
implikasi kedalam aspek-aspek pendidikan. Filsafat di inggris memusatkan diri pada
prinsip-prisip yang mendasar sekali dalam pendidikan, misalnya tentang tujuan
pendidikan, tujuan kurikulum, metode mengajar, dan organisasi pendidikan. Berbeda
dengan yang ada di Belanda, filsafat pendidikan tidak dikenal. Ahli-ahli pendidikan
hanya mengenal paedagogiek dan teoritische serta opvoedkunde. Poedagogiek ialah
suatu ilmu yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik.
Tidak hanya menelaah objeknya untuk mengetahui hakikat objek tersebut, tetapi juga
mempelajari tentang bagaimana seharusnnya mendidik. Oleh karena itu maka ilmu
pendidikan dibedakan atas ilmu pendidikan teoritis tertuju pada penyusunan pesoalan
dan pengetahuan mengenai pendidikan secara ilmiah yang mempunyai ruang gerak dari
praktek pendidikan ke arah penyususnan system pendidikan, termasuk pesoalan yang
Filsafat pendidikan 75
muncul mengenai latar belakang filsafatnya. Sedangkan ilmu pendidikan praktis
menempatkan dirinya dalam situasi pendidikan dan ditujukan kepada pelaksana cita-
cita yang tersusun dalam ilmu pendidikan.
2. Filsafat Pendidikan Modern
Sejak permulaan abad ke 20, ilmu mendidik dijerman telah berdiri sendiri
sebagai suatu disiplin ilmu, pengertian ilmu mendidik dalam hal ini dapat disamakan
dengan filsafat pendidikan. Pengertian ilmu mendidik tersebut telah tercakup
didalamnya tujuan pendidikan, sebagaimana yang ada dalam filsafat pendidikan.
Kenyataan di atas tersebut menyebabkan munculnya aliran filsafat pendidikan
modern. Umumnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan meninjau problema
pendidikan dengan melihat dari tiga sisi, yaitu yang pertama, ontology berarti ilmu
hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang sebenarnnya.
Ontology menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas
bagi pancaindera manusia. Kedua, epitimologi adalah pengetahuan yang berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia
memperoleh dan menangkap pengetahuan, serta jenis pengetahuan itu sendiri. Setiap
pengetahuan manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda
hingga akhirnya diketahui manusia, artinya epistimologi membahas sumber, proses,
syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan pengetahuan dan
jaminan untuk menyampaikan kebenaran. Ketiga, aksiologi merupakan pendidikan
yang menuji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia agar
dapat ditanamkan kedalam pengetahuam anak (lihat dalam Jalaluddin dan Abdullah
Idi, 2007: 83-84).
Filsafat pendidikan 76
berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur ( duanisme ) atau terdiri dari unsur yang
banyak.
Secara epistemologi filsafat pendidikan pendidikan modern adalah pengetahuan
yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara
manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan.
Menurut Epistemologi, setiap pengetahuan mannusia merupakan hasil dari
penyelidikan hingga akhirna diketahui manusia. Epistemologi membahas sumber,
proses, syarat, batas fasilitas, dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan
dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
Sedangkan secara aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan
mengintregasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Kemudian nilai-
nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak-anak.
Filsafat pendidikan 77
Ontology membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologismempertahankan tentang objek
yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologid ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia
dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontology membahas tentang
ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontology berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens bagus;
ontology adalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang
dimaksud sebagai kenyataan dan kebenaran. Ontology menurut Anton Bakker (1992)
merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Ontology
adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat kebenaran segala sesuatu
yang ada. Menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hokum sebab-akibat. Yaitu,
ada manusia, ada alam, da nada causa prima dalam suatu hubungan menyeluruh, teratur
dan tertib dalam keharmonisan. Jadi, dari aspek ontology, segala sesuatu yang ada ini
berada dalam tatanan hubungan estetis yang diliputi dengan warna nilai keindahan.
Ontology merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkrit. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperi
Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebnyakan orang belum membedakan
antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah
sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal
mula segala sesuatu.
Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak
boleh bertentangan dengan filsafat. Secara ontologis, filsafat pendidikan berusaha
mengkaji secara mendalam hakikat pendidikan dan semua unsur yang berhungan
dengan pendidikan.
Menurut Made Pidarta dalam buku .H. Jalaluddin, ontology filsafat pendidikan
mempertanyakan hal-hal berikut.
1. Apakah pendidikan itu?
2. Apa yang hendak dicapai?
Filsafat pendidikan 78
3. Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan- tujuan pendidikan?
4. Bagaimana sifat pendidikan itu?
5. Bagaimana perbedaan pendidikan teori dengan praktik?
6. Bagaimana hakikat kurikulum yang disajikan?
7. Siapa dan bagaimana para peserta didiknya?
8. Bagaimana system pengembangan bakat dan minat anak didik?
Filsafat pendidikan 79
menyajikan suatu pengertian yang utuh mengenai manusia dan mengenai hakikat
pendidikan.
1. Pendekatan reduksionisme
2. Pendekatan holistic integrative
Literatur yang sangat banyak mengenai konsep dan teori pendidikan dewasa ini
tentunya tidak mungkin untuk menelusuri berbagai teori pendidikan yang ada. Begitu
pula, kedua pengelompokan tersebut bukanlah bersifat hitam putih, tetapi sekadar
menekankan garis besar dari teori-teori tersebut.
2. Epistimologi
Filsafat pendidikan 80
(teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang
asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan.
Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier,
untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem
filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang
tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli,
tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya,
sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya,
melainkan juga pada substansi persoalannya.
Filsafat pendidikan 81
Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu
secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran
umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
Filsafat pendidikan 82
sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu
obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn
mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum
hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Inti pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Sedangkan hal
yang cukup membedakan adalah bahwa pengertian yang pertama menyinggung
persoalan kodrat pengetahuan, sedangkan pengertian kedua tentang hakikat
pengetahuan. Kodrat pengetahuan berbeda dengan hakikat pengetahuan. Kodrat
berkaitan dengan sifat yang asli dari pengetahuan, sedang hakikat pengetahuan
berkaitan dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang
sebenarnya. Pembahasan hakikat pengetahuan ini akhirnya melahirkan dua aliran yang
saling berlawanan, yaitu realisme dan idealisme.
Filsafat pendidikan 83
secara sistematis dan logis. Dalam spistimologi secara terperinci diperbincangkan
mengenai dasar, batas, dan objek pengetahuan. Menurut Sutarjo. A. Wiramihardja,
epistimologi dengan filsafat ilmu itu berbeda. Epistimologi mempersoalkan kebenaran
pengetahuan, sedangkan filsafat ilmu secara khusus memperbincangkan ilmu atau
keilmuan pengetahuan.
Filsafat pendidikan 84
Kebenaran pengetahuan dapat pula dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran
mutlak atau absolut dan kebenaran relative atau nisbi. Kebenaran mutlak adalah
kebenaran yang tidak berubah-ubah dan tidak dapat dipengaruhi oleh yang lain. Artnya,
kebenaran yang sudah ada pada hakikat dirinya sendiri, misalnya kebenaran adanya
Tuhan. Adapun kebenaran relative atau nisbi adalah kebenaran yang berubah-ubah,
tidak tetap, dan dapat dipengaruhi oleh hal lain diluar hakikat dirinya. Misalnya, fungsi
mata, dalam melihat sesuatu.
a. Jenis-jenis pengetahuan
Filsafat pendidikan 85
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu
yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tuhan telah memberi pengetahuan dan
kebenaran kepada manusia pilihannya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi
manusia dalam kehidupannya. Wahyu merupakan firman Tuhan. Kebenaran
adalah mtlak dan abadi. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya
pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia.
Filsafat pendidikan 86
pemikiran yang abstrak prinsip pengetahuan rasional dapat diterapkan pada
pengalaman indera, tetapi tidak disimpulkan dari pengalaman abstrak.
Filsafat pendidikan 87
membicarakan pengetahuan. Empirisme beranggapan bahwa pengetahuan
dapat diperoleh melalui pengalaman, dengan jalan observasi, atau
penginderaan. Pengalaman merupakan factor fundamental dalam pengetahuan
, sehingga merupakan sumber dari pengetahun manusia. Apa yang kita ketahui
berasal dari segala apayang kita dapatkan melalui alat indera. Pengalaman
merupakan proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Pengalaman
tidak hanya sekedar dunia fakta, melainkan termasuk pula dunia penelitian,
dimana dalam pengertian ini termasuk dunia sains.
b. Teori pengetahuan
Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan
apakah pengetahuan itu benar atau salah, yaitu: 1) teori korespondensi; 2) teori
koherensi; 3) teori pragmatism.
Filsafat pendidikan 88
1. Teori korespondensi (correspondence theory)
Filsafat pendidikan 89
kebenaran dalam system adalah adanya konsistensi dengan hokum-hukum
berpikir formal tertentu.
Filsafat pendidikan 90
tentang wujud, esensi, intelektualitas, rasionalitas. Oleh karena itu, pragmatism
merupkan penganut epirisme yang fanatic untuk memberikan interprestasi
terhadap pengalaman. Menurut pragmatisme, tidak ada kebenaran yang mutlak
dan abadi. Kebenaran ini dibuat dalam proses penyesuaian manusia.
Filsafat pendidikan 91
c. Bahwa sesuatu itu benar apabila membantu dalam perjuangan hidup bagi
manusia. Instrumentalisme Dewey menekankan fungsi bagi kehidupan dari
ajaran serta ide-ide
3.Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axiosyang
berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilali merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan nilai itu
sendiri adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap insan.
a. Nilai sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian sempit, berupa sesuatu yang
baik, menarik, dan bagus. Adapun dalam pengertian luas, berupa: kewajiban,
kebenaran, dan kesucian. Dalam kaitan ini terkait dengan teori nilai atau
aksiologi. Aksiologi merupakan bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Sebagai instrument untuk menjadi baik atau sesuatu
menjadi menarik, sebagai nilai inheren, atau kebaikan seperti estetika dari
sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsic atau menjadi baik dalam dirinya
Filsafat pendidikan 92
sendiri, sebagai nilai contributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang
memberikan kontribusi;
b. Nilai sebagai kata benda konkret, contohnya ketika kita berkata sebuah nilai
atau nilai-nilai, ia sering kali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainnya, nilai dia, dan system nilai. Kemudian dipakai untuk
apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai,
dan di nilai. Menilai sama dengan evaluasi yang digunakan untuk menilai
perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti
menghargai dan mengevaluasi (Paul Edwards, (ed.) dalam Amsal Bakhtiar,
2004).
Filsafat pendidikan 93
Aksiologi yang dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya
melahirkan sebuah polemic tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang
bisa disebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal dengan
value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan
pengetahuan yang didasarkan pada keterrikatan nilai. Bagi ilmuan penganut paham
terikat nilai, perkembangan akan terjadi sebaliknya karena dibatasinya objek
penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Terkait dengan pendekatan aksiologi
dalam filsafat ilmu maupun dalam ilmu, maka muncullah dua penilaian yang sering
digunakan yaitu etika dan estetika. Etika dalam cabang filsafat yang membahas
secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Etika merupakan salah satu
cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Socrates. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan dan keadilan
(http:mswibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-nilai-dan-etika.htm).
Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai intrinsic dan nilai instrumental. Nilai
intrinsic merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
adalah sebagai alat untuk mencapai nilai intrinsic. Nilai instrintik adalah sesuatu
yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri.
Sebagai contoh, nilai keindahan yang dipancarakan oleh suatu lukisan adalah nilai
intrinsic. Dimana pun dan kapan pun lukisan berada akan selalu indah. Salat lima
waktu yang dilakukan oleh setiap muslim memiliki nilai intrinsic dan sekaligus
memiliki nilai instrumental. Nilai intrinstiknya bahwa salat merupakan suatu
pengabdian kepada Allah yang menjadi Rabb seluruh alam jagat raya. Nilai
intrumentalnya adalah bahwa dengan melakukan salat yang ikhlas sebagai
Filsafat pendidikan 94
pengabdian kepada Allah, orang yang melaksanakan salat tersebut bisa mencegah
perbuatan jahat dan perbuatan yang dilarang oleh Allah, yang paling gilirannya
manusia akan mendapatkan kebahagian hidup didunia dan akhirat, yang merupakan
nilai akhir dari kehidupan manusia.
a. Karakteristik Nilai
Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu:
1. Nilai objektif atau subjektif
nilai itu objektif jika ia tidak tergantung pada subjektif atau kesadaran
yang menilai; sebaliknya nilai itu “subjektif” jika eksistensinya, maknannya,
dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian,
tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik.
Suatu nilai dikatakan subjektif apabila nilai ersebut memiliki
kebenarannya tanpa memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia.Nilai-
nilai baik,benar, cantik, merupakan realitas alam, yang merupakan begian dari
sifat-sifat yang dimiliki oleh benda atau tindakan tersebut. Benda-benda
tersebut secara objektif bagus, tindakan tertentu secara inheren adalah baik.
Suatu benda adalah indah, karena memang keindahan barang tersebut
dimilikinya. Ilmu pengetahuan memiliki nilai objektif, karena tanpa dinilai
oleh manusiapun, Ilmu pengetahuan secara inheren adalah baik, siapapun
akan mengakui bahwa Ilmu pengetahuan adalah berharga.
Nilai itu subjektif apabila nilai tersebut memiliki preferensi pribadi,
dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang, apapun baik atau berharga
bukan karena dalam dirinya, melainkan karena manusia telah menilainya.
Filsafat pendidikan 95
Ilmu pengetahuan berharga sebagai hasil penilaian manusia, atau karena
manusia menilainya berharga.
Sumarna cecep, Filsafat ilmu dari hakikat menuju nilai
2. Niliai absolute atau Peubah
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku
sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku . Misalnya nilai
kasih sayang dan kemurahan hati adalah untuk semua manusia dimanapun
dan kapanpun manusia hidup. Allah maha pengampun, maha pemberi rezeki,
merupakan nilai absolute yang dimiliki-Nya. Karena siapapun, apakah ia
muslim atau bukan muslim, dimanapun berada manusia akan menerimanya,.
sama halnya dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan sudah ada sejak
masa lampau dan apabila suatu ilmu sudah terbentuk maka ilmu tersebut
sampai kapanpun tidak akan pernah hilang misalnya ilmu matematika mulai
dari awal terbentuk sampai sekarang ilmu tersebut tetap digunakan oleh
siapapun.
Jadi dapat ditarik kesimpulan didalam aksiologi ilmu pengetahuan yaitu
teori nilai yang membahas atau menilai suatu ilmu pengetahuan menurut
penilaian-penilaian yang sudah dijelaskan diatas.
b. Tingkatan (hierarki) Nilai
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai, yaitu:
Pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan
nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (nilai
material). Mereka menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi, karena nilai
religi membantu dalam menemukan tujuan akhir hidupnya, dan merupakan
kesatuan dengan nilai spiritual.
Kedua, kaum realis juga berpandangan behwa terdapat tingkatan nilai,
dimana mereka menepatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan luas, sebab
membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam, dan
aturan-aturan berpikir logis.
Filsafat pendidikan 96
Ketiga, kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut
mereka, suatu aktivitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan
kebutuhan yang penting, dan memiliki nilaiintrumental. Mereka sangat sensitive
terhadap nilai-nilai yang menghargai masyarakat, tetapi mereka berjkeyakinan
akan pentingnya pengujian nilai secara empiris dari pada merenungkannya secara
rasional. Nilai-nilai partikuler (khusus) hanyalah merupakan alat (instrument)
untuk mencapai nilai yang lebih baik.
c. Jenis-jenis Nilai
1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan.
Istilah etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti adat kebiasaan.
Dalam istilah lain etika disebut dengan moral (Yunani) yang berarti kebiasaan.
Walaupun antara etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tidak
membedakannya dengan tegas, bahkan secara praktis cenderung untuk
memberi arti yang sama. Menurut Salam (2000:6) mengemukakan bahwa etika
itu mempelajari tentang pola tingkah laku manusia yang dinilai baik dan buruk.
Filsafat pendidikan 97
Menurut Sudarsono (2001:188) etika adalah ilmu yang membahas perbuatan
baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami manusia. Nilai-
nilai luhur dalam etika yang bersifat universal antar lain kejujuran, kebaikan,
kebenaran, rasa malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat dan sederhana.
2. Estetika
Filsafat pendidikan 98
terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus
juga mempunyai kepribadian.
“Estetika adalah mempelajari pola cita rasa yang dinilai indah (estetis)
dan jelek” (Salam, 2000). Sedangkan menurut Sadulloh (2003: 41) berpendapat
bahwa estetika adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan
pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Salah satu
pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Bell dalam Pratiwi (2009:1)
“Keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang dalam dirinya sendiri telah
memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud bermakna dalam satu
benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan”.
Filsafat pendidikan 99
3) Dapat disimpulkan bahwa estetis atau keindahan adalah sesuatu yang dapat
menyenangkan mata si pengamat dengan pertimbangan karya sebagai objek
estetik dan subjek yang mengamati serta dengan tolak ukur fungsi efisiensi
yang memberi kepuasan dan berharga untuk dirinya sendiri. Dengan
demikian kesenangan tersebut mengarah kepada kebaikan.
(http://gerydoc.blogspot.nl/2016/10/aksiologi-hakikat-nilai-tipe-nilai.html)
a. Aliran Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada pikiran atau
rasio. Tokonya antara lain Rene Descartes (1959-1650). Ahli filsafat yang mengatakan
pengetahuan yang benar bersumber dari rasio, karena rasio adalah realitas
sesungguhnya. Hal ini yang termuat dalam bukunya yang terkenal adalah Discourse on
method yang memberi petunjuk mencari kebenaran antara lain memuat:
Rene Descartes berpendapat bahwa hanya ada satu cabang ilmu yang
memberikan kepastian, matematika. Selama ini filsafat membicarakan masalah-
masalah besar dalam hidup manusia, tetapi kesimpulan yang diraih masih
meragukan. Maka, untuk mencapai kepastian filsafat dapat menggunakan
metode matematika, sbb:
a. Mulai dari ide bawaan yang universal dan bersifat intuitif yang
disebut aksioma (self evident truths), bukan yang berasal dari
pengalaman, melainkan ide yang sudah ada dalam pikiran walaupun
belum disadari oleh subjek
b. Implikasi dari kebenaran aksioma adalah ilmu matematika yang
menggunakan metode penalaran dedukatif.
b. Aliran Naturalisme
Aliran Naturalisme adalah mazhab filsafat paling tua dalam sejah pemikiran di
Eropa. Tampaknya aliran ini dirintis oleh Thales dan kawan-kawan. Thales termasuk
tokoh yang berani berpikir rasional, melepaskan diri dari takhyul. Dari pengamatan
dunia di awal abad keenam sekitar perairan dan pentingnya air bagi kehidupan beliau
berkesimpulan bahwa hakekat segala sesuatu tidak tersembunyi melainkan melekat
pada dunia kenyataan, yaitu pastilah air. Aliran ini dipelopori oleh Leukipos dan
Demokritos (awal abad ke-5/ sezaman dengan Socrates) yang berkesimpulan bahwa
kenyataan alam semesta terbuat dari dua unsur, yaitu ruang kosong dan atom-atom
yang bergerak. Keduanya bersama Epikurus (hidup 11/2 abad kemudian) dan Lukretius
(pada abad ke-1 SM) dipandang sebagai perintis dan ahli-ahli filsafat alam (natural
philosophy) di zaman Yunani kuno. Aliran ini menjadi pudar pengaruhnya selama masa
c. Aliran Idealisme
Dalam banyak hal aliran filsafat Idealisme diturunkan dari filsafat rasionalisme
yang berawal di zaman Yunani klasik dan berlanjut ke Eropa di abad Pertengahan. Para
filosof Yunani sebelum dan sesudah Aristoteles cenderung sepakat dan berkeyakinan
bahwa ”Kebenaran dan pengetahuan tidak semata-mata tergantung pada pengindraan
umum melalui pancaindra, namun diperoleh dalam pengalaman melalui berpikir”,
khususnya berpikir deduktif seperti diungkapkan Aristoteles dalam naskah Organon.
Aliran idealisme berkeyakinan secara rasional bahwa alam semesta dihasilkan dari
karya suatu instansi kecerdasan (intelligence) dan bersifat selaras dengan hakekat
manusia. Instansi tersebut sering dipersonifikasi sebagai ide-ide, roh, inteligensi dan
alam semesta”. Karena itu tujuan pendidikan haruslah perkembangan wujud
kepribadian yang mencapai kehidupan sebaik-baiknya melalui penguasaan disiplin diri
yang patut diteladani dalam upaya mewujudkan potensi-potensi dirinya yang luhur
(paradigmatic self) dan tidak sekedar realisasi semua potensinya.
d. Aliran Realisme
Filsafat realisme sebagai aliran modern di Eropa (khususnya di Inggris sesudah
tahun 1600 M) merupakan reaksi terhadap filsafat idealisme dan rasionalisme yang
meluas sejak zaman Yunani klasik. Menurut realisme, alam semesta tidak bersifat
abstrak dan psikhis. Sebaliknya realisme berasumsi bahwa alam semesta itu terdiri dari
substansi materiil dan bahwa objek-objek serta peristiwa-peristiwa merupakan hal-hal
yang bersifat sejati, tidak kebetulan. Ini adalah ajaran tentang prinsip kemerdekaan
tentang manusia dan kenyataan yaitu bahwa pengetahuan manusia adalah pengetahuan
e. Aliran Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran yang menjadi besar pengaruhnya khususnya di USA
dengan ahli-ahlinya berasal dari sana dan pada abad ke-20 sampai menyaingi idealisme
dan realisme. Sesungguhnya landasan berpikir pragmatik dirintis sejak zaman pra-
Socrates di Yunani oleh Herakleitos, dan Protagoras (sejaman dengan Socrates).
Kebiasaan rata-rata warga USA yang kurang bersimpati pada teori yang murni
membawa tokoh realisme abad ke-19 seperti Charles Peirce dan William James
cenderung menyelidiki terjadinya proses pengetahuan dan bagaimana hubungan antara
teori dan praktek (tindakan/action).
2. Aliran-aliran Pendidikan
Beberapa aliran pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang
perkembangan manusia dan hasil-hasil pendidikan yaitu sebagai berikut:
1. Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progresivisme dalam semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi
semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan
bahwa kemampuan inteligensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan
dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme,
karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimentalisme, karena aliran
ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu
teori. Dan dinamakan environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan
hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian (Muhammad Noor Syam, 1988:228-
229).
Dalam pandangan pragmatisme, suatu keterangan itu benar kalau sesuai dengan
realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar atau sesuai dengan kenyataan
(Rosydin, 2004:18). Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan meliputi: ilmu hayat, bahwa manusia mengetahui semua masalah
2. Aliran Esensialisme
Aliran ini merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan sejak peradapan umat manusia. Aliran ini muncul pada zaman Renaisance
yang ciri-cirinya berbeda dengan progrestivisme. Aliran ini lebih fleksibel dan terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, dan
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama yang memberikan kestabilan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas ( Zuhairini, 1991: 21). Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal
dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad kebelakang sejak zaman
renaisance sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialisme awal.
Tokoh dalam aliran ini adalah William C.Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan
Isac L.Kandell.
Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles, kemudian didukung dan
dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas yang menjadi pembaru utama di abad ke-13 (Ali,
1993:154). Aristoteles dan Thomas Aquinas meletakkan dasar bagi filsafat ini, hingga
pada pokoknya ajaran filsafat ini tidak berubah semenjak abad pertengahan. Kendati
banyak bermunculan dan berjatuhan rival-rival aliran filsafat ini, namun dia tetap
berlanjut dari generasi ke generasi, dari tahun ke tahun, bahkan ratusan tahun, dan tetap
tumbuh dan berkembang.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Dalam filsafat pendidikan rekonstruksinome adalah sebuah aliran yang
berupaya merubah tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal
5. Aliran eksistensialisme
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin
Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar
metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel
(1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan
Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab
pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada
saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard
menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu
yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam
kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri
secara jujur dan berani
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan
eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara
manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan
idealisme. Pendapat materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu
adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan
manusia menurut idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai
EVALUASI
2. Jelaskan pengertian filsafat pendidikan menurut salah satu tokoh yang saudara
ketahui!
3. Uraikan secara singkat sejarah filsafat pendidikan!
4. Sebut dan jelaskan landasan filsafat pendidikan!
5. Jelaskan apa saja aliran pendidikan dan aliran filsafat pendidikan yang saudara
ketahui minimal dua aliran!
https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-eksistensialisme/
Syam, M. Noor. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila. Surabaya:
Bab V
SISTEM-SISTEM FILSAFAT PENDIDIKAN
Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa
anak-anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia
belum cukup matang unuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang
banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu
akhir. Siswa membutukan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanaka
aktivitas.
2. Tujuan Pendidikan
Dewey menyatakan bahwa "thr good school is cocerned with every kind
of learning that helps student, young and old, to grow" (2: 124). "sekolah yang
baik ialah yang memperhatikan dengan sunguh-sungguh semua jenis belajar
(dan bahannya) yang membantu murisd, pemuda dan orang dewasa, untuk
berkembang."
Oleh karena sifat kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi
pada pengalaman".
A. Prinsip-prinsip Pendidikan
Dalam asas modern - sejak abad ke-16 - Francis Bacon, John Locke,
Rousseau, Kant dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang
pikiran dalam proses terjadinya aliran pragmatisme-progressivisme. Francis
Bacon memberikan sumbang an dengan usahanya untuk memperbaiki dan
memperhalus motode experimentil (metode ilmiah dalam pengetahuan alam).
Locke dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya
B. FILSAFAT PENDIDIKANESENSIALISME
Adapun para pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar
asas-asas filsafat aliran ini, terutama yang hidup pada zaman klasik; Plato,
Aristoteles, Demakritos,. Plato sebagai bapak obyektive idealism dan juga
sebagai peletak dasar teori modern dalam essensialim. Sedangkan Aristoteles
dan Demokritus, keduanya bapak obyektive realism. Kedua ide itulah yang
menjadi latar belakang thesis-thesis essensialime.
1. Pandangan Perennialisme
Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu,
kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi
tersebut dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap
lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh
Aristoteles dengan lebih mendekatkan pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles
tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai pendidikan itu , maka
aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
Sifat rasional manusia yang diyakini ini telah pula menjadikannya mesti
meyakini kebebasan individu, sehingga kebebasan dan kemerdekaan
merupakan asas yang mesti di hargai dalam penyelenggaraan pendidikan
supaya subjek didik terbiasa berbuat atas kehendak dan kemampuan sendiri
yang akan berujung pada penanaman rasa tanggung jawab.
Makna hakiki dari belajar, menurut aliran ini, adalah belajar untuk
berpikir. Aliran ini meyakini bahwa dengan cara latihan berpikir, subjek didik
akan memiliki senjata ampuh dalam menghadapi berbagai rintangan yang akan
menurunkan martabat kemanusiaannya, seperti kebodohan, kebingungan,
keragu-raguan dan ignoransi. Tugas seorang subjek didik menurut aliran ini
adalah mempelajari berbagai berbagai karya dalam berbagai literatur filsafat,
sejarah dan sains, sehingga dengan demikian ia berkenalan dengan berbagai
prestasi di masa lalu menuju pembentukan pemikiran yang akan mengisi
kehidupannya dalam membangun prestasi-prestasinya pula. Para subjek didik
dalam hal ini mesti meraih subjek-subjek dasar tertentu yang akan mengajarkan
kepadanya hal-hal yang permanen tentang dunia. Subjek-subjek dasar bahasa,
sejarah, matematik, pengetahuan alam, filsafat dan seni merupakan hal penting
yang sangat berguna bagi mereka dalam mengembangkan pemikirannya,
sehingga dengan demikian mereka pun memiliki kemanapun rasional yang
kukuh dalam menghadapi tantangan realitas kehidupannya.
2. Hakikat Pendidikan
1. Pandangan Rekonstruksionisme
Aliran ini yakin bahwa pendidikantidak lain adalah tanggung jawab sosial.
Hal ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realistasnya diarahkan
untuk pengembangand dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak
saja berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenaan dengan hakikat manusia, tetapi
juga terhadap teori belajar yang dikaitkkan dengn pembentukan kepribadian
subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula, maka
idealisnya terletak pada filsafat pendidikannya. Bahkan penetapann tujun dalam
hal ini merupakan seuatu yang penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang
diidamkan untuk masa depan suatu masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh
pendidikan.
John Dewey sebagai seorang tokoh awal pergerakan aliran ini mengatakan,
bahwa pengembangan watak manusia ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi
yang mengelilinginya dalam menghasilkan budaya. Oleh karena itu manusia selalu
beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnnya. Manusia adalah bagian terpenting
dalam sebuah masyarakat, sehingga apapun yang ia lakukan selalu berkenaan dengan
pembentukan kebudayaannya. Masalah perbedaan biologis dan perbedaan individu
berfungsi dalam suatu bentuk sosial namun itu bukanlah sifat asli yang dapat
memisahkan suatu bangsa, kelompok, dan kelas tertentu dari yang lainnya. Lebih
lanjut, ia mengatakan bahwa kebebasan adalah hak esensial manusia, namun dalam
pengembangannya memerlukan hubungan sesuatu yang berada diluar dirinya dan
disinilah manusia mesti menjadi bagian dalam suatu masyarakat. Mengingat manusia
adalah bagian dalam suatu masyarakat, maka penndidikan secara efisien mesti
mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, bukan berarti semua subjek didik dianggap mempunyai
kapasitas yang sama dan intelaktual dan kreativitas, sehingga sekolah tidak mesti harus
diorganisasikan secara secara politis seperti pada masyarakat demokrasi, sebab
kenddatipun kodrat manusia bebas belajar dan mengembangkan diri, bukan berarti ia
boleh berbuat apa saja tanpa dapat dibatasi dan diarahkan.
Guru menurut aliran ini bertugas meyakini subjekk didiknya tentang urgensi
rekonstruksi dalam memajukan kehidupan sosial kemasyarakatan dan membiasakan
mereka untuk sensitif terhadap berbagi problema yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat serta mencairkan solusi yang diperlukan menuju perbaikan dan
perubahan-perubahan. Untuk itu, seorang guru dituntut untuk memiliki keterampilan
dalam membantu dan menyediakan kondisi kepada subjek didik agar subjek didiknya
Kinsley price dalam hal ini menggaris bawahi, bahwa hal-hal mendasar dalam aliran
ini tercermin dalam pemilihan corak aktivitas pembelajaran sebagai berikut:
a) segala sesuatu yang bercorak otokrasi mesti dihindari, sehingga yang belajar
terhindar dari unsur pemaksaan
b) guru mesti dapat meyakinkan subjek didiknya akan kemampuannya dalam
memecahkan masalah, sehingga masalah yang ada dalam subject matters
dapat di atasi
c) untuk menumbuhkembangkan keinginan belajar subjek didik, seorang guru
mesti mampu mengenali setiap diri subjek didik secara individu.
d) seorang guru mesti dapat menciptakan kondisi kelas sedemikian rupa
sehingga interaksi guru dengan subjek didik dan semua yang hadir dalam
suatu ruangan kelas dapat berkomunikasi dengan baik, tanpa ada yang
menunjukan sikap otoriter (Muhmidayeli, 2011:177-189).
2. Pendidik
Untuk menimbulkan jiwa sosial pada peserta didik, kita harus menanamkan
pendidikan karakter dan moral sejak dini. Seperti sistem pendidikan di
4. Desain kurikulum
Kemudian aliran ini memiliki potensi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur. Diperintah oleh rakyat secara demokratis
dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang
sungguh bukan hanya sekedar teori tetapi harus menjadi kenyataan, sehingga
dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu
meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta
keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme
dan agama (kepercayaan).
2.Metode
3.Evaluasi
Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi bearti
berdiri. Jadi ektensi bearti berdiri sebagai diri sendiri
Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai
fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan membiarkan
berbagai bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak
terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara
membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan
dengan tujuan itu, kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan
untuk dipilih siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa
melakukan ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua
itu merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari
pengalaman hidup, cinta dan kematian.
Eksistensialisme menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad XX yang sangat
mendambakan adanya ekonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar untuk
mengaktualisasikan dirinya. Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya
adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang mengungkungnya
sehingga terwjudlah eksistensi manusia kea rah yang lebih humanis dan beradab.
Beberapa pemikiran Eksistensialisme dapat menjadi landasan semacam bahan
renungan bagi para pendidik agar proses pendidikan yang dilakukan semakin mengarah
pada keautentikan dan pembebasan manusia yang sesungguhnya. Di Indonesia
pengaruh Eksistensialisme tampak sekali dalam pemikiran Driyarkarya tentang
manusia dan pendidikan. Tetapi, beberapa pemikiran Eksistensialisme yang lain
Eksistensialisme tidak harus dipandang sebagai sebuah aliran filsafat dalam arti
yang sama sebagaimana tradisi filsafat sebelumnya. Eksistensialisme mempunyai ciri:
a. Saya sebagai wakil dari kehendak, tidak sanggup menghindar dari kehendak
hidup yang telah ada;
Tata cara para guru eksistensialisme tidak pernah terpusat pada pengalihan
pengetahuan kognitif dan dengan berbagai pertanyaan. Ia akan lebih cenderung
membantu siswa –siswa untuk mengembangkan kemungkinan-kemungkinan
pertanyaan.
Guru akan focus pada keunikan individu di antara sesama siswa. Ia akan
menunjukan tidak ada dua individu yang benar-benar sama di antara mereka yang sama
satu sama lain, karena itu tidak ada kebutuhan yang sama dalam pendidikan. Penganut
eksistensialisme akan mencari hubungan setiap murid sebagaimana yang disebutkan
sebagai acuan hubungan Buber dalam I-Thou dan I-It. Hal itu berarti, ia akan
memperlakukan siswa secara individual di masa ia dapat menidentifikasi dirinya secara
personal.
1. Realitas
Bagi eksistensialisme, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada diluar
manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari
manusia. Jadi, dunia ini bermakna kaarena manusia. Eksistensialisme mengakui bahwa
apa yang dihasilkan sains cukup asli, namun tidak memiliki makna kemanusiaan secara
langsung.
2. Pengetahuan
3. Nilai
1. Tujuan Pendidikan
2. Proses Belajar-Mengajar
3. Peranan Guru
Bab:………………………Topik………………………………………………………
………
Nama :…………………………………………………………………
NIM :…………………………………………....................................
Paraf Dosen
Catatan:
1. Kumpulkan formulir ini kepada dosen selesai perkuliahan
2. Formulir ini wajib diisi. Apabila tidak diisi, dianggap tidak hadir pada perkuliahan
Bab:………………………Topik…………………………………………………
……………
Kelas :…………………………………………………………………
Kelompok :…………………………………………………………………
Ketua :…………………………………………………………………
Topik…………………………………………………………………………………
Isilah kotak yang ada dalam table dibawah ini dengan tanda (√) sesuai dengan
penilaian terhadap partisipasi anggota lain dan Anda sendiri dalam proses kegiatan
kelompok serta dalam penilaian tugas
0 Tidak dating dan tidak menyelesaikan tugas
40 Tidak dating tetapi berusaha menyelesaikan tugasnya
50 Hadir, tetapi tidak berpartisipasi dan tidak menyelesaikan tugas
60 Hadir, berpartisipasi dan menyelesaikan tugas sekadarnya
70 Hadir, berpartisipasi aktif dan kooperatif, tetapi menyelesaikan tugas
sekadarnya
80 Hadir, berpartisipasi aktif dan kooperatif, serta menyelesaikan tugas dengan
baik
90 Hadir, kooperatif, berpartisipasi aktif, mengerjakan tugas sangat baik dengan
jawaban
mantap
100 Hadir, kooperatif, berpartisipasi aktif, mengerjakan tugas sangat baik dengan
jawaban mantap, serta mampu mengintegrasikan pengetahuan dalam kelompok
Nama anggota 0 40 50 60 70 80 90 100 keterangan
kelompok
*(Ketua)
Catatan:
http://anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-pendidikan-progresivisme.html
http://nurwatiazzah.blogspot.co.id/2011/12/filsafat-pendidikan-eksistensialisme.html
Manusia, siapa dan apakah dia? Sejak manusia ada sampai saat ini,
persoalan tersebut belum menjawab secara tuntas. Banyak hal secara persial
yang bersangkutan dengan manusia sudah diketahui secara jelas dan pasti.
Tetapi secara utuh menyeluruh, jauh lebih banyak persoalan yang belum dapat
diketahui secara konkret, jelas dan pasti. Hal-hal yang fisis kuantitatif pada
umumnya sudah jelas, tetapi hal-hal yang spiritual kualitatif masih tetap
tertinggal sebagai “misteri”. Sejak beberapa abad terakhir, seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan manusia cenderung
memposisikan dan memerankan sebagai subjek. Dengan ilmu dan teknologi,
manusia membangun perekonomian materi al kapitalistik secara eksploratif dan
eksploitatif terhadap sumber daya alam sampai batas marginal, sehingga
lingkungan alam semakin tidak berimbang lagi. Sementara itu, kehidupan sosial
manusia terjebak ke dalam kekejaman system hokum rimba. Hal ini akhirnya
mengakibatkan struktur sosial terbelah dalam dikatonomi antara “si kaya dan si
miskin”. Hal ini berarti pengetahuan manusia belum terhubungkan secara
kausalistik-fungsional dengan realitas konkret perilaku sehari-hari.
Anak adalah anak, dengan kodratnya serta dunianya yang khas. Anak
tidak perlu dipaksa untuk mempercepat proses pendewasaannya. Tiap
tahap perkembangan yang dilalui. Secara wajar jauh lebih baik
bagipemebentukan watak dan kepribadian anak dibandingkan dengan
pemaksaan, kemungkinan terjadinya pengalaman traumatis demi
mempercepat tempo perkembangannya. Anak tidak perlu diperlakukan
sebagai buah karbitan karena setiap tahap perkembangan anak
menampilkan kepekaan tertentu yang patut diberi perhatian demi
kepentingan aktualisasi dirinya sebagai anak.
Beberapa sikap yang dapat kita lakukan untuk menyikapi pengaruh dari
globalisasi yaitu :
a. Deteritorialisasi yang berarti batas – batas geografi ditiadakan atau tidak lagi
berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangan antarnegara.
b.Transnasionalisme ialah mentiadakan batas- batas geografis seperti blok- blok.
c. Mutilokal dan translokal, dimana globalisasi memberikan kesempatan bagi
manusia di berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya seluas dunia,
tanpa kehilangan kelokalannya.
Kita tahu bahwa pendidikan adalah wadah untuk anak dalam menumbuh
kembangkan potensi diri, soft skill, dan kognitif, pendidikan juga yang menjadi
ujung tombak dalam perkembangan suatu bangsa, karena mampu mencetak
generasi yang terdidik dan terlatih, serta memberantas buta aksara yang masih ada
di antara sekian banyak penduduk Indonesia ini, dan saya yakin bahwa pendidikan
akan selalu seiring dengan perkembangan zaman, dan bersifat kontemporer.
Dalam UUD 1945 sudah dijelaskan bahwa pendidikan menginginkan karakter
manusia yang berakhlak mulia, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan
cerdas dalam kehidupannya.
Dewasa ini sering banyak kita jumpai penyimpangan yang dilakukan oleh
pejabat Negara, pelajar atau mahasiswa, lalu siapa yang kita salahkan ? apakah
pelaku penyimpangan itu ? itu semua sudah terjadi, akan tetapi memikirkan
bagaimana menemukan solusi alternative, untuk memberantas itu. Inikah yang kita
banggakan dari bangsa kita ? tertawa kalau anda melihat bangsa yang kaya
melimpah sumber daya alam, sedangkan manusianya tak bermoral, dan bukan
globalisasi yang kita salahkan, karena hal yang sangat wajar jika manusia
menciptakan hal yang baru, itu sudah menjadi kewajiban dari manusia untuk
berinisiatif, dan sudah saatnya kita mengkaji bagaimana meminimalisir bahkan
memberantas penyimpangan yang telah terjadi, solusi cerdas adalah pemerintah
bagaimana merumuskan dengan baik sistem pendidikan yang tepat dalam
menghadapi perkembangan zaman, karena kita tahu bahwa pendidikan lah yang
menjadi poros penting dalam mencetak generasi intelektual yang bermoral dan
berperan dala kemajuan bangsa Indonesia.
Beberapa contoh sikap untuk menghadapi pengaruh negatif dari globalisasi misalnya
:
Bergaul dengan orang – oprang yang berakhlak baik dan tidak terpengaruh
terhadap lingkungan dan pergaulan buruk .
Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai
oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau
Selain itu peranan lingkungan masyarakat juga penting bagi anak didik .
Hal ini berarti memberikan gambaran tentang bagaimana kita hidup
bermasyarakat.Dengan demikian bila kita berinteraksi dengan masyarakat maka
mereka akan menilai kita,bahwa tahu mana orang yang terdidik,dan tidak terdidik.
Di zaman Era Globalisasi diharapkan generasi muda bisa mengembangkan ilmu
yang didapat sehingga tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Itulah
pentingnya menjadi seorang yang terdidik baik di lingkungan
Keluarga,Sekolah,dan Masyarakat.
Karena pendidikan itu sangat penting oleh karena itu berikut ini saya
uraikan 5 alasannya:
1. Memberikan pengetahuan
Efek langsung dari sebuah pendidikan adalah memberi pengetahuan.
Pendidikan memberi kita banyak pengetahuan tentang berbagai hal dan segala
sesuatu yang berhu ungan dengan dunia ini, pendidikan juga dapat memberikan
pandangan bagi kehidupan. Membantu kita membentuk sudut pandang
kehidupan dan lain sebagainya.
2. Untuk karir / pekerjaan
Jika diatas tadi saya mengatakan bahwa salah satu alasan orang
menganggap bahwa pendidikan itu kurang penting karena sekolah ataupun
tidak sekolah tetap susah cari kerja. Nah dari itu kita ubah pola fikir kita bahwa
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat
mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang
bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia,
para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan
menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie
dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil
penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan
bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-
Ketergantungan
Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan
amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri
dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi
dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan
mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut.
EVALUASI
http://saphiraerfie.blogspot.co.id/2016/12/tantangan-pendidikan-di-era-global.html
http://www.edubagi.gq/2016/03/manfaat-penddikan-di-era-globalisasi.html