Anda di halaman 1dari 192

Bab I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singksat Mata Kuliah


Secara umum, mata kuliah ini membahas mengenai berbagai pemikiran dan
pengertian tentang filsafat, pendidikan, filsafsat pendidikan, sistem-sistem filsafat
pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia dan pendidikan di . era
globalisaasi,
Pembahasan mengenaifilsafat diuraikan tentang: pengertian lingkupdan
tujuan silsafat, objek material dan formal filsafast, cabang-cabang filsafat, dan
filsafat sebagai ilmu pengetahuan.
Pembahasan mengenai pendidikian diuraikan tentang: pengertian dan
tujuan pendidikan, latar belakang pendidikan bagi manusia, dimensi pendidikan
teori dan praktis, dan pendekatan-pendekatan dalam teori pendidikan.
Pembahasan mengenai filsafat pendidikan diuraikan tentang: pengertian
filsafat pendidikan, sejarah pemikirab filsafat pendidikan, landasan-landasan
filsafat pendidikan, dan aliran filsafat dan pendidikan.
Pembahasan mengenai sistem-sistem filsafat pendidikan diuraikan tentang:
filsafat pendidfikan progresivisme, filsafat pendidikan esensialisme, filsafat
pendfidikan perenialisme, filsafat pendidikan rekonstruksionisme, dan filsafat
pendidikan eksistensialisme.
Pembahasan mengenai Pengembangan sumber daya manusia dan pendi-
dikan di . era globalisaasi, diuraikan tentang: hakekat manusia dan kebudayaan
dalam pendidikan, sumber daya manusia dalam pendidikan, sikap manusia meng-
hadapi globalisasi, pengaruh globalisasi terhadap pendidikan, tantangan pendidikan
di era globalisasi, dan solusi menghadapi tantangan pendidikan di era globalisasi.

Filsafat pendidikan 1
B. RencanaPembelajaran
Identitas Mata Kulisah
1) Mata Kuliah : Filsasfat Pendidikan
2) Kode Mata Kuliah :
3) Bobot SKS : 2 (dusa) SKS
4) Prodi/Jurusan : PPKn/Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
PGSD dan BK/Ilmu Pendidikan

5) Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univ. Tadulako


6) Semester : Ganjil
7) Dosen Pengampu : Dra. Hj. Widayati Pujiastuti, M.Hum.
8) Alokasi Waktu : 16 Pertemuan X 90 Menit

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

No Pertemua.. Materi Sajian/Pokok Bahasan Metode Pembelajaran


Ke ….
.
1 Pertama Deskripsi Materi Perkuliahan/Kontrak Ceramah bervariasi,dsan
Perkuliuahan Tanyajawab,
2 Kedua Konsep Filsafat: Pengertian Filsafat; Ceramah bervariasi, Tanya
Tujuan filsafat; Objek Material dan jawab, sumbang saran Dis-
Formal Filsafat kusi kelompok
3 Ketiga Cabang-cabang Filsafat; serta Filsafat dan Ceramah bervariasi, Tanya
Ilmu Pengetsahuan jawab, sumbang saran Dis-
kusi kelompok
4 Keempat Konsep Pendidikan: Pengertian dan Tu- Ceramah bervariasi, Tanya
juan Pendidikan; Latar Belakang jawab, sumbang saran Dis-
Pendidikan bagi Manusisa kusi kelompok
5 Kelima Dimensi Pendidikan Teoritis dan Praktis; Ceramah bervariasi, Tanya
Pendekatan-pendekatan dalam Teori jawab, sumbang saran Dis-
Perndidikan kusi kelompok
6 Keenam Filsafat Pendidikan: Pengertian Filsafat Ceramah bervariasi, Tanya
Pendidikan; Sejarah Pemikian Filsasfat jawab, sumbang saran Dis-
Pendidikan kusi kelompok
7 Ketujuh Landasan-lasndasan Filsafat Pendidikan; Ceramah bervariasi, Tanya
Aliran Filsafat dan Pendidikian jawab, sumbang saran Dis-
kusi kelompok
8 Kedelapan Ujian Tengah Semester Ujian tertulis

Filsafat pendidikan 2
9 Kesembilan Sistem-Sistem Filsafat Pendidikan: Diskusi kelas
Filsafat Pendidikan Progresivisme, ,
10 Kesepuluh Filsafat Pendidikan Esensialisme Diskusi kelas
11 kesebelas dan Filsafat Pendidikian Perenialisme Diskusi kelas
12 keduabelas Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme, Diskusi kelas
13 Ketigabelas dan Filsafat Pendidikan Eksistensialisme Diskusi kelas
14 Keempatbelas Hakekat Manusia dan Kebudayaan dalam Ceramah bervariasi, Tanya
Pendidikan; Sumber Daya Manusia dalam jawab, sumbang saran Dis-
Pendidikan kusi kelompok
15 Kelimabelas Sikap Manusia Menghadapi Ceramah bervariasi, Tanya
Globalisasi;pengaruh glonalisasi terhadap jawab, sumbang saran Dis-
pendidikan; tantangan di era globalisasi; kusi kelompok
solusi menghadapi tantangan di era
globalisasi
16 Keenambelas Ujian akhir semester Ujian tertulis

C. Petunjuk Penggunaan
Penyelenggaraasn perkuliahan “Filsafat Pendidikan” Mahasiswa dipan-
dang sebagai objek dan subjek pembelajatan. Kergiatan belajar mengajar perlu
memberikan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan di dunia kerja
yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu yang
dipelajari.
Mahasiswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat
mengkomunikasikan gagasan dengan mahasiswa yang lain atau dengan dosen.
Dengan kata lain, mahasiswa membangun pemahaman melalui interaksi dengan
lingkungan sosialnya (teman sejawat dan dosen). Interaksi mungkin terjadi
perbaikan terhadap pemahaman mahasiswa melalui diskusi, saling bertanya, dan
saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok.
Penyampaian gagasan oleh mahasiswa dapat mempertajam, mermperda-
lam, memantapkan atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh
tanggapan dari mahasiswayang lain atau dari dosen. Proses belajar mengajar erlu
mendorong mahasiswa untuk mengkomunikasikan gagasan hasil kreasi dan temuan

Filsafat pendidikan 3
kepada mahasiswa lain, dosen atau pihak-pihak lain. Dengan demikian proses
belajar mengajar memungkinkan mahasiswa bersosialisasi dengan menghargai
perbedaan individu (pendapat, sikap, kemampuan, dan prestasi), dan berlatih untuk
selalu bekerja sama. Artinya proses belajar mengajar perlu mendorong mahasiswa
untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat mengembangkan saling
pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan tindakan.
D. Standar Kompetensi
1). Tujuan Umum Pembelajaran (TUP)
Serelah menyelesaikan Mata Kuliah ini Mahasiswa aklan dapat
menjelaskan prengertian Filsafat Pendidikan, sistem-sistem filsafat
pendidikan, dan prengembangan sumber daya manusia dan pendidikan di era
globalisasi sekarang ini.
2). Kompetensi Dasar
a. Mahasiswa mengetahui dan menjelaskan tentang pengertia filsafat,
pendidikan, dan filsafat pendidikan.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan objek material dan objek formal filsafat.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menjelaskan cabang-cabang
filsafat dan filsafat sebagai ilmu pengetahuan.
d. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tentang latar belakang
pendidikan bagi manusia.
e. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menjelaskan dimensi pendidikan
teoritis dan praktis.
f. Mahasiswa dapat mengetahui dan mampu menjelaskan pendekatan-pen-
dekatan dalan teori pendidikan.
g. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan sejarah pemikiran filsafat
pendidikan, serta landasan-landasan filsafat pendidikan.
h. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan aliran filsafat dan pendi-
dikan.

Filsafat pendidikan 4
i. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang Filsafat Pendi-
dikian Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, Rekonstruksionisme,
dan Eksistensialisme/.
j. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang hakekat manusia
dan kebudayaan dalam pendidikan.
k. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang sumber daya
manusia dalam pendidikan.
l. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang sikap manusia
menghadapi globalisasi, dan pengaruh globalisasi terhadap pendidikan.
m. Mahasiswa mengetahui dan mampu menjelaskan tentang tantangan
pendidikan di erta globalisasi dan solusi menghadapi tantangan pendidikan
di era globalisasi.
E. Bentuk Evaluasi
Sersuai dengan penjelasan yang diberikan pada awal perkuyliahan terutama pada
setiap pokok bahasan, bahwa sistem pernilaian atau evaluasi untuk penentuan
nilai akhir mata kuliah ini, didasarkan pada tiga macam sistem evaluasi terhadap
prestasi yang telah ditempuh mahasiswa, melalui: (1) Ujian Tengah Semester
(UTS); (2) Tugas-tugas perkuliahan berupa paper/makalah, diskusi kelas, tugas
mandiri dan kelompok; serta (3) Ujian Akhir Semester (UAS).
Sistem Evaluasi (Premberian Skor Penilaian)
1). Responsi/Tugas/Executive Summary : 20%
2). Mid Semester (UTS) : 30%
3). Kehadiran di Kelas : 10%
4). Ujian Akhir Semester (UAS) : 30%
5). Keaktifan di kelas (diskusi) : 10%
Penilaian akhir akan menggunakan huruf dengan ketentuan sebagai
berikut:

Nilai Angka (NA) Nilai Mutu (NM) Angka Mutu (AM)


86 – 100 A 4
71 – 85 B 3

Filsafat pendidikan 5
56 – 74 C 2
40 – 55 D 1
0 - 39 E 0

Filsafat pendidikan 6
Bab II
KONSEP FILSAFAT

Capaian Tujuan Deskripsi singkat

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa Dalam perkuliahan ini Anda akan
diharapkan dapat: mempelajari Pengertian Lingkup
Filsafat dan Tujuan Filsafat, Objek
1. Mejelaskan Pengertian Lingkup
Material dan Objek Formal Filsafat,
Filsafat dan Tujuan Filsafat.
Cabang-cabang Filsafat dan bagian
2. Memahami Manfaat mempelajari
akhir menjelaskan tentang hubungan
Filsafat.
filsafat dan ilmu pengetahuan.
3. Menjelaskan Objek Material dan
Objek Formal Filsafat
4. Menjelaskan Cabang-cabang
Filsafat
5. Menjelaskan hubungan Filsafat dan
Ilmu Pengetahuan

Filsafat pendidikan 7
A. PENGERTIAN LINGKUP FILSAFAT & TUJUAN FILSAFAT
1. Pengertian filsafat
a) Dari Segi Etimologis
Sebelum dibahas pengertian Filsafat secara material maka dipandang
perlu untuk membahas terlebih dahulu makna dan arti istilah “filsafat”. Pada
umumnya para filsuf maupun para ahli filsafat mempunyai tinjauan yang sama
dalam mengartikan istilah filsafat, walaupun secara harafiah mempunyai
perbedaan. Istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan
“falsafah” dalam kata Arab. Sedangkan menurut kata Inggris “Philosophy”,
kata Latin “Philosophia”, kata Belanda “Philosopie”, yang semuanya itu
diterjemahkan dalam kata Indonesia “Filsafat”. “Philosophia” ini adalah kata
benda yang merupakan hasil dari kegiatan “Philosophein” sebagai kata
kerjanya. Sedangkan kegiatan ini dilakukan oleh Philosopos atau filsuf
sebagai subyek yang berfilsafat. Menurut Harun Nasution, istilah “Falsafah”
berasal dari bahasa Yunani “Philein” dan kata mengandung arti “Cinta” dan
Sophos dalam arti “Hikmat” (Wisdom). (Harun Nasution, 1973). Istilah
“Falsafat” berasal dari bahasa Yunani. Bangsa Yunanilah yang mula-mula
berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang. Kata ini
majemuk, berasal dari kata “Philos” yang berarti “Sahabat” and kata
“Sophia” yang berarti “Pengetahuan yang Bijaksana”. (Wished dalam bahasa
Belanda Wisdom kata Inggris, dan Hikmat menurut kata Arab).
Maka Philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada pengetahuan
yang bijaksana, oleh karena itu mengusahakannya (Sidi Gazalba, 1977). Jadi
terdapat sedikit perbedaan arti, disatu pihak mengatakan bahwa falsafah
merupakan bentuk majemuk dari “Philein” dan “Sophos”, (Harun Nasution,
1973). Dilain pihak filsafat dinyatakan dalam bentuk majemuk dari
“Philos”dan “Sophia”. (Sidi Gazalba, 1977) namun secara simantis
mengandung makna yang sama.
Dengan demikian istilah “Falsafah” yang dimaksudkan sebagai kata
majemuk “Philein” dan “Sophos” mengandung arti, mencintai hal-hal yang

Filsafat pendidikan 8
sifatnya bijaksana, sedangkan “Falsafah” yang merupakan bentuk dari
“Philos” dan “Sophia” berkonotasi teman dan bijaksana.
Sementara ahli ada yang mengatakan bahwa “Sophia” arti yang lebih
dari kebijaksanaan, arti “Sophia” meliputi pula kerajinan (Crefismanship)
sampai kebenaran pertama (First Truth). “Sophia” kadang-kadang juga
mengandung makna pengetahuan yang luas (wideknoledge), kebijaksanaan
(intelektual virlues). Pertimbangan yang sehat (soundjugment), kecerdikan
dalam memutuskan hal-hal yang praktis (shewdnwss in practical decision).
Jadi istilah “filsafat” pada mulanya suatu istilah yang secara umum
dipergunakan untuk menyebutkan usaha ke arah keutamaan mental (The
Pursuit of Mental Exellence). (Ali Mudhofir, 1980)
Pengertian secara Termilogis :
 Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran asli.
 Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung dalam ilmu-ilmu metafisik logika, etika.
 Rene Descartes
Kumpulan segala pengetahuan di mana filsafat, harus menjadi pokok
penyelidikan.
 Hasbullah Bakry
Ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mudah mengenai kebutuhan
akan sementara dan manusia sekarang dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia khususnya mencapai pengetahuan.
b) Dari Segi Historis
Secara historis, istilah ‘’filsafat’’ mula-mula digunakan oleh Pythagoras
seorang ahli matematika filosof dari yunani yang hidup pada tahun 582- 496
SM pada masa itu istilah filsafat masih sangat luas dan dipakai untuk
menyebutkan semua bidang ilmu pengetahuan yang ada pada masa itu. Lama-

Filsafat pendidikan 9
kelamaan ilmu-ilmu pengetahuan satu persatu memisahkan diri dari induknya
yaitu filsafat, dan berkembang menjadi cabang-cabang dan ranting-ranting
yang sangat kompleks. Sejak itu istilah filasafat mengandung arti yang lebih
spesifik. Kini filsafat menjadi dasar perangkat dan pemersatu bagi segenap
ilmu pengetahuan sehingga filsafat menjadi inter-disipliner – sistim.
c) Dari Segi Terminologis
Secara terminologis, istilah filsafat diartikan sebagai suatu ‘’asas atau
pendirian hidup’’ dan disamping itu juga diartikan sebagai ‘’ ilmu pengetahuan
yang terdalam’’. Pengertian yang pertama (asas atau pendirian hidup) sering
dipergunakan istilah ‘’falsafah’’ sedangkan pengertian yang kedua (ilmu
pengetahuan yang terdalam), sering dipergunakan istilah ‘’filsafat’’.
2. Lingkup Pengertian Filsafat

Berikut ini dijelaskan berbagai bidang lingkup pengertian filsafat :


a. Filsafat sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional dari
segala sesuatu

Sebagaimana dikemukakan oleh James K. Ferbleman, bahwa sifat


sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional tentang segala sesuatu terutama
dalam kaitannya dengan hidup manusia. Manusia dalam hidupnya
senantiasa menghadapi berbagai macam problem hidup. Antara lain
masalah Ekonomi, Sosial, Politik, Idiologi dan sebagainya, dalam masalah
ini manusia menemukan suatu kebijaksanaan yang hakiki dan rasional.

b. Filsafat sebagai suatu sikap pandangan hidup.


Manusia dalam menghadapi segala macam problema dalam hidupnya
yang harus diselesaikan berdasarkan sikap dan pandangan hidupnya.
Dalam masalah ini manusia harus memiliki prinsip-prinsip sebagai suatu
sikap dan pandangan hidup agar di dalam hidupnya tidak terombang
ambing. Bagaimanapun sulit dan rumitnya problema hidup dalam hidup
manusia harus dihadapi secara mendalam, kritis dan terbuka. Dengan

Filsafat pendidikan 10
demikian akan menumbuhkan keseimbangan pribadi, ketenangan dengan
pengendalian diri (lihat Hornold H. Titus, dkk).

c. Filsafat sebagai suatu kelompok persoalan.


Manusia dalam kehidupan sehari-hari senantiasa menghadapi persoalan
yang merupakan suatu jawaban. Namun tidak semua persoalan manusia
dapat dikatakan filsafat, misalnya persoalan biasa dalam kehidupan sehari-
hari antara lain berupa jumlah kebutuhan hidup manusia sehari, bagaimana
seorang mendapat penghasilan, berupa jumlah kendaraan yang dimiliki
seseorang dan lain sebagainya ini tidak termasuk dalam lingkup pengertian
filsafat. Persoalan manusia yang termasuk persoalan filsafat adalah
bersifat fundamental, mendalam, hakiki serta memerlukan jawaban yang
mendalam hakiki sampai pada tingkat hakekatnya. Misalnya apakah hidup
manusia ? apakah manusia itu memiliki kebebasan atau tidak memiliki
kebebasan dan apa dasar-dasarnya ? apakah hakikat pengertian kebenaran
? apakah hakikat keberadaan manusia di dunia, apakah terikat oleh sebab
akibat ataukah manusia ada di dunia secara kebetulan dan lain sebagainya.
Pertanyaan-pertanyaan yang merupakan persoalan yang fundamental
tersebut memerlukan jawaban dan penyelesaian rasional, kritis, mendalam
dan akan terjadi secara terus menerus.

d. Filsafat sebagai suatu kelompok teori dan sistem pikiran


Perkembangan filsafat sampai periode abad pertengahan bahkan aliran
modern ditandai dengan munculnya sistem-sistem pemikiran dan teori –
teori. Misalnya sederetan filsuf seperti August Comte dengan pemikiran
Positivismenya, Henry Bergeson dengan paham Intuisionosmenya, Plato
dengan Idealismenya, Jhon Locke dengan Empirisnya, Karl Marx dengan
Komunismenya, John Dewey dengan Pragmatismenya, Demokritus
dengan Materialismenya, dan lain sebagainya. Semua filsuf tersebut
mengemukakan sistem pemikiran serta teori masing-masing dengan
dengan ciri khas serta metodenya masing-masing (Hornold H. Titus, dkk).

Filsafat pendidikan 11
e. Filsafat sebagai suatu proses kritis dan sistematis dari segala
pengetahuan manusia

Filsafat senantiasa berupaya untuk meninjau secara kritis segala


pengetahuan manusia terutama ilmu pengetahuan manusia dewasa ini.
Apakah metode yang telah digunakan dalam suatu ilmu dapat benar-benar
mencapai kebenaran obyektif, hakikat obyektif ilmu pengetahuan manusia
itu dapat diamati dengan indra manusia ataukah hanya dapat dipahami
berdasarkan akal budi manusia. Maka filsafat senantiasa memberikan
tinjauan kritis terhadap paradigma ilmu pengetahuan. Secara praktis dalam
proses penelitian ilmiah antar metode, objek penelitian serta segala
instrumen penelitian haruslah memilki kesesuaian. Misalnya apakah
gejala yang ada pada manusia. Kebudayaan, jiwa serta masyarakat
memiliki kesamaan dengan gejala-gejala yang ada pada alam. Maka
semua sistem pengetahuan dan ilmu pengetahuan manusia tersebut
senantiasa ditinjau secara kritis oleh filsafat.

f. Filsafat sebagai usaha untuk memperoleh pandangan


komprehensif
Para ahli filsafat spekulatif (yang dibedakan dengan paham filsafat
kritis), yang antara lain tokohnya S.D. Board, tujuan filsafat adalah
berupaya menyatu-padukan hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang
keagamaan, etika, serta ilmu pengetahuan yang dilakukan secara
menyeluruh. Upaya ini diharapkan untuk mendapatkan kesimpulan
pemahaman secara umum tentang manusia, masyarakat alam dan
hubungannya dengan manusia dan makhluk hidup lainnya serta
pandangan-pandangan yang menjangkau kearah masa depan. Para filsaf
yang berupaya untuk mendapatkan pandangan yang bersifat komprehensif
antara lain, John Dewey, Hegel, A.N.Whitehead, Aristoteles, Plato,
Bergeson dan lain sebagainya.

Filsafat pendidikan 12
Sebenarnya untuk mendeskripsikan pengertian filsafat akan lebih
mudah dipahami lewat pendekatan secara optimal. Berfilsafat dapat
mengandung arti melakukan aktifitas filsafat dengan demikian akan
menggunakan seperangkat metode-metode filsafat, dan sekaligus
mempunyai filsafat.

Jadi manusia mempunyai problem khas yang diucahakan untuk


dipecahkan dengan cara berfikir yang khas sehingga menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan pemecahan persoalan tersebut dalam suatu
himpunan pengetahuan yang khas pula. Tetapi ternyata himpunan
pengetahuan yang khas ini berfungsi ganda bagi subyek (manusia) yang
berfilsafat.

Dari hasl penelitian konsep-konsep pegertian filsafat dari para filsuf


maupun para ahli filsafat tersebut di atas, pengertian filsafat dapat
disederhanakan menjadi dua pengertian pokok, yaitu mencakup pengertian
filsafat sebagai produk (hasil pemikiran manusia) dalam hal ini bersifat
statis, dan filsafat sebagai proses sehingga dalam hal ini filsafat bersifat
dinamis.

Filsafat sebagai produk mencakup pengertian :

a) Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis


pengertian, ilmu, konsep dari filsuf pada zaman dahulu, teori sistem
atau aliran tertentu, yang merupakan hasil dari proses berfilsafat dan
yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
b) Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia
sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian ini
mempunyai ciri-ciri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan
berfilsafat pada umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini
diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat
sebagai proses yang dinamis).

Filsafat pendidikan 13
3. Tujuan Filsafat
Filasafat adalah pemikiran secara radikal, sistematis, dan universal
untuk mencapai hakikat kebenaran segala sesuatu yang ada. Berpikir secara
radikal tersebut adalah berpikir secara sungguh-sungguh dan bertujuan untuk
dan bertujaun untuk mengetahui secara mendalam tentang segala sesuatu yan
dipikirkan ini berarti ingin mencari hakikat kebenaran sesuatu. Oleh karena itu
tujuan filsafat sesungguhnya adalah mencapai kebenaran yang hakiki. Tujuan
mencari kebenaran ini merupakan keharusahan bagi para filsuf. Kebenaran ini
akan mempengahuri tindakan , keyakinan sehingga akan membentuk sikap
seseorang. Seperti Socrates sanggup mati dengan cara minum racun sebagai
hukuman baginya karena mempertahankan kebenaran filsafatnya.

Oleh karena sifatnya yang universal maka filsuf selalu berhadapan


segala macam masalah karena objek pemikiran filsafat adalah universal, dan
berkaitan dengan realitas. Filsuf akan gelisah kalau masalah yang ia hadapi
belum terpecahkan, dalam memecahkan masalah memberi dorongan
keberanian bagi para filsuf karena kebenaran menjadi tujuan.ia berani
mengajukan pertanyaan-pertanyan walaupun pertanyaan itumungkin tidak
disenangi oleh orang lain yang bertanya dan ia berani memberikan jawaban atas
orang yang bertanya, walaupun jawaban itu mungkin tidak sesuai dengan
keinginan sebagian orang.

Pekerjaan berpikir secara filsafat seperti diuraikan diatas tentu bukan


suatu pekerjaan yang mudah, sehingga disinilah letaknya bahwa tidak semua
kegiatan berfikir berarti berfilsafat. Sama halnya tidak semua manuasia adalah
filsuf, akan tetapi manusia mempunyai kemungkinan untuk menjadi filsuf
apabila ia memiliki syarat-syaratnya. Bagi orang yang berpikir menurut syarat-
syarat filsafat sesungguhnya baik waktu tenaga atau energy yang dikeluarkan
itu tidaklah sia-sia tetu ada manfaat yang diperoleh. Seseorang yang berfilsafat
baginya akan mempunyai atau memiliki sesuatuilmu yang mendalam tentang
sesuatu yaitu pengetahuan hakikat. Dengan pengetahuan yang mendalam akan

Filsafat pendidikan 14
mudah baginya dalam menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya, ia
tahu bagaimana harus menempatkan dirinya dan bagaiman menilai sesuatu
dengan tepat.

Orang yang telah mempelajari filsafat apabila telah mampu berpikir


serius, akan mudah menjadi warga Negara yang baik. Mengapa? Karena rahasia
Negara terletak pada filsafat Negara itu, filsafat Negara ditaksonomi kedalam
undang-undang Negara, karena undang-undang yang mengatur warga Negara.
Untuk memahami isi filsafat Negara dapat dengan mudah apabila seseorang
telah biasa belajar filsafat. Berikut menurut para ahli tujuan filsafat.

1. Menurut Hornold H. Titus, tujuan filsafat adalah pengertian dan kebiksanaan


(understanding and wisdom). Jadi dapat ditarik makna bahwa mempelajari
filsafat yaitu untuk bisa berpikir secara radik dan bijaksana.
2. Oemar A. Hoesin mengatakan: ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan
filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun tertib akan kebenaran.
3. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya : filsafat itu dapat memberikan
ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam
tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran).
4. Radakrishman, dalam bukunya , History of philosophy menyebutkan: Tugas
filsafat bukan hanya sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup,
melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan
nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru yaitu
kebenaran.
5. Soemadi Soejabrata menyatakan bahwa mempelajari filsafat adalah untuk
mempertajam pikiran.
6. H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui , namun
harus dipraktikkan dalm kehidupan sehari-hari.

Filsafat pendidikan 15
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan mempelajari filsafat
adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir),
etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat filsafat yang terpenting adalah kemampuannya untuk memperluas
bidang-bidang keinsafan kita, untuk menjadi lebih hidup, lebih bergaya, lebih kritis,
dan lebih cerdas. Dalam beberapa lapangan pengetahuan spesialisasi terdapat
sekelompok fakta yang jelas dan khusus, mahasiswa diberi problema sehingga
mereka dapat memperoleh kemampuan untuk mendapatkan jawaban yang cepat
dan mudah. Akan tetapi dalam filsafat terdapat pandangan yang berbeda-beda dan
harus dipikirkan, dan ada pula problema-problema yang belum terpecahkan tetapi
penting bagi kehidupan kita. Dengan begitu maka rasa keheranan si mahasiswa,
rasa ingin tahu dan kesukaannya dalam bidang pemikiran akan tetap hidup.
Sebagaimana yang dikatakan oleh para filosof zaman purba, filsafat
adalah mencari kebijaksanaan. Kita mengerti bahwa seseorang mungkin memiliki
pengetahuan yang banyak tetapi tetap dianggap orang bodoh yang berilmu. Dalam
zaman kita yang penuh dengan kekalutan dan ketidakpastian, kita memerlukan ilmu
pengarahan (sense of direction). Kebijaksanaan akan memberi kita ilmu tersebut, ia
adalah soal nilai-nilai. Kebijaksanaan adalah penanganan yang cerdik terhadap
urusan-urusan manusia. Kita merasakan tidak enak dari segi pemikiran jika kita
dihadapkan pada pandangan dunia yang terpecah-pecah dan terbaur. Tanpa
kesatuan pandangan dan response, jiwa kita akan terbagi, filsafat akan sangat
berguna bagi kiata karena ia memberikan kita integrasi dalam membantu kita
mengetahui arti dari eksistensi manusia.
Sekurang-kurangnya ada empat manfaat mempelajari filsafat;

1. Agar terlatih berpikir serius


2. Mampu memahami filsafat
3. Mungkin menjadi filsuf
4. Menjadi warga Negara yang baik

Filsafat pendidikan 16
B. OBJEK METERIAL DAN OBJEK FORMAL FILSAFAT
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran
(Gegenstand), sesuatu hal yang diselediki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek
material mecakup apa saja baik hal-hal yang kongkret misalnya manusia, alam,
benda, binatang dan sebagainya, bersifat abstrak misalnya ide-ide, nilai-nilai moral
pandangan hidup dan sebagainya.

Adapun objek material dari filsafat adalah segala sesuatu yang ada yang
meliputi :

 Ada dalam kenyataan


 Ada dalam pikiran
 Ada dalam kemungkinan
Objek formal adalah cara memandang, meninjau yang dilakukan oleh seorang
peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya,
misalnya objek materialnya adalah ‘’manusia’’ maka manusia ini dapat ditinjau
dari berbagai sudut pandangan sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari
manusia diantaranya: psikologis, antropologi, sosiologi.
Bertalian dengan objek formal dan objek material, ada perbedaan antar
filsafat dengan ilmu yang bukan filsafat. Bahkan berbeda antar ilmu yang satu
dengan ilmu yang lain, misalnya onjek materialnya berupa pohon kelapa. Seorang
ahli ekonomi akan mengarahkan perhatiannya atau meninjau (objek formal) pada
aspek ekonomi dari pohon kelapa tersebut (berapa harga buahnya, harga kayunya,
harga lidinya kalau dijual). Demikian pula seorang ahli pertanian mempunyai
sudut pandang khusus sesuai dengan keahliannya (bagaimana caranya agar pohon
kelapa tersebut tumbuh subur, apakah cocok ditanam pada lahan tertentu dsb).
Seorang ahli biologi akan mengarahkan perhatianya pada unsur-insur yang
terkandung pada seluruh pohon kelapa tersebut (baik unsur batang, daun,maupun
buahnya). Seorang ahli hokum akan mempertanyakan status kepemilikan pohon
tersebut (siapa pemiliknya sah pohon kelapa tersebut, apakah ditanam dilahanya
sendiri atau dilahan sewaan).

Filsafat pendidikan 17
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa para ilmuan
yang disiplin ilmu tertentu mengarahkan pada salah satu aspek dari objek
materialnya. Disiplin ilmu khusus terbatas ruang lingkupnya, artinya bidang
sasarannya tidakmencakup bidang lain yang bukan wewenangnya. Inilah yang
disebut otoritas dan otonomi keilmuan, yaitu wewenang yang dimiliki seorang
ilmuan untuk mengembangan disiplin ilmunya tanpa campur tangan pihak luar.
Padahal seringkali ilmu-ilmu khusus menghadapi persoalan yang tidak dapat
diselesaikan hanya dengan mengandalkan kemampuan ilmu yang dikuasainya.
Ada sejumlah persoalan fundamental yang mencakup dan melampaui wewenang
setiap ilmu khusus. Persoalan-persoalan umum yang ditemukan dalam bidang imu
khusus antara lain:
1. Sejauh mana batas-batas ( ruang lingkup) yang menjadi wewenag masing-
masing ilmu khusus itu?. Dari mana ilmu khusus itu dimulai dan sampai mana
harus berhenti?.
2. Di manakah sesungguhnya tempat ilmu-ilmu khusus dalam realitas yang
melingkupinya?
3. Metode yang dipakai ilmu-ilmu khusus tersebut berlaku samai di mana?
Misalnya metode ilmu yang dipakai berbeda dengan yang dipakai ilmu
kealaman maupun maupun ilmu humaniora.
4. Apakah persoalan kualitas (hubungan sebab akibat) yang berlaku dalam ilmu
kealaman juga berlaku bagi ilmu-ilmu social maupun ilmu humaniora?.
Contoh- contoh tersebut menunjukan bahwa setiap ilmu khusus
menjumpai problem-problem yang bersifat umum. Problem-problem tersebut
tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri hal ini filsafat mengatasi setiap ilmu,
baik dalam metode maupun ruangvlingkupnya. Objek formal filsafat terarah
pada unsur-unsur yang umum secara pasti ada pada ilmu-ilmu khusus. Dengan
tinjauan yang terarah pada unsur-unsur yang umumitu maka filsafat berusaha
mencari hubungan diantara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Aktivitas
filsafat yang demikian itu disebut multidispliner.

Filsafat pendidikan 18
Filsafat yang memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala
sesuatu baik yang bersifat kongkrit maupun abstrak. Pembahasan filsafat yang
melipiti segala sesuatu yang bersifat kongkrit seperti manusia, alam, benda
binatang dan sebagainya, dan yang bersufat abstak misalnya ide-ide , niali-nilai
moral pandangan hidup, dan sebagainya. Adapun persoalan utama yang
menjadi objek kajian atau objek material filsafat adalah:
a. Persoalan realita dikaji dalam metafisika
b. Persoalan pengetahuan atau (knowledge) dan kebenaran atau (truth) dikaji
dalam Epistimologi, Metodologi, dan Logika
c. Persoalan niali (aksiologi) dikaji dalam Etika, Estetika dan Kebudayaan.
Objek formalfilsafat adalah sudut pandang secara menyelruh mengenai
hakikat objek materialnya
C. CABANG-CABANG FILSAFAT
Sebagaimana ilmu lainnya filsafat memiliki cabang-cabang yang berkembang
sesuai dengan persoalan filsafat yang dikemukakannya. Filsafat timbul karena
adanya persoalan-persoalan yang yang dihadapi manusia. Persoalan-persoalan
tersebut kemudian diupayakan pemecahannya oleh para filsuf secara sistematis
dan rasional. Maka muncullah cabang-cabang filsafat. Cabang-cabang filsafat
tersebut berkembang terus menerus sesuai dengan permikiran dan problema yang
dihadapi oleh manusia.

Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri atas empat yaitu : logika,


metafisika, epistemologi dan etika. (Titus, 1984:17). Namun demikian
berangsur-angsur berkembang sejalan dengan persoalan yang dihadapi oleh
manusia. Maka untuk mempermudah pemahaman kita perlu utarakan cabang-
cabang filsafat yang pokok, yaitu :

1. Metafisika
Metafisika semula digunakan untuk menunjukan karya-karya tertentu
aristoteles. Istilah “Metafisika” berasal dari bahasa Yunani meta physika, yang
berarti hal-hal yang berada sesudah (dibalik) fisika. Istilah tersebut dapat

Filsafat pendidikan 19
didefinisikan sebagai ilmu tentang telaah tentang segala sesuatu secara
mendalam atau sifat yang terdalam dalam kenyataan (ultimate nature).
Bilamana dibandingkan dengan ilmu fisika yaitu yang mempelajari gejala-
gejala benda fisik, ilmu biologi yang mempelajari gejala fisis makhluk hidup.
Maka metafisik mempelajari dan membahas tentang keberadaan segala sesuatu
benda fisis dari segi hakikatnya yang terdalam.

Metafisika dibagi menjadi dua cabang yaitu : ontologi dan kosmologi.


Ontologi membahas tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam. Dengan
lain perkataan ontologi membahas asas-asas rasional dari kenyataan (Kattsoff,
2004 : 76). (Ali Mudhofir, 1985:29). Adapun kosmologi membahas tentang
hakikat alam semesta sebagai suatu sistem yang teratur.

Peroalan-persoalan metafisika dapat dirinci menjadi tiga macam


persoalan yaitu :

a. Ontologi : misalnya apakah artinya hal yang ada (being) ? apakah sifat
dasar dari hal ada ? bagaimana penggolongan dari hal ada ?
b. Kosmologi : misalnya, apakah ruang itu ? apakah waktu itu ? apakah jenis
tata tertib yang ada dalam alam semesta itu ? dan lain sebagainya.
c. Antropologi : misalnya apa hakikat hubungan badan dan jiwa tersebut ?
manusia itu bersifat bebas ataukah tidak bebas ? bagaimanakah hakikat
perbedaan mahluk manusia dengan mahluk hidup lainnya.
Cabang metafisika menimbulkan aliran-aliran filsafat sebagai berikut :

 Segi Kuantitas
Dipandang dari kwantitas yaitu berupa banyak susunan kenyataan yang
sedalam-dalamnya tersebut, maka timbul aliran-aliran filsafat antara lain:

1. Monoisme
Monoisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa hanya
ada satu kenyataan yang terdalam (yang fundamental). Kenyataan

Filsafat pendidikan 20
tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang
tidak dapat diketahui :

Tokoh-tokoh aliran Monoisme antara lain :

Thales (625-545), yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam


adalah substansi yaitu : air.

Aniximander (610-647), yang menyatakan bahwa yang merupakan


kenyataan yang terdalam adalah apeiron. Apeiron yaitu sesuatu hal yang
tanpa terbatas, tak dapat ditentukan, dan tidak mempunyai persamaan
dengan salah satu benda di dunia.

Anaximenes (585-528 SM), yang menyatakan bahwa yang merupakan


unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adalah udara.

2. Dualisme
Dualisme atau (serba dua) yaitu aliran yang menyatakan adanya
dua substansi pokok yang masing-masing pokok berdiri sendiri-sendiri.

Tokoh-tokoh aliran dualisme antara lain adalah :

Plato (428-328 SM), membedakan dua dunia yaitu indra dan dua intelek.

Rene Descrates (1596-1650), yang membedakan adanya substansi


pemikiran dan substansi perluasan.

Leibniz (1646-1717), yang membedakan adanya dua dunia, yaitu dunis


sesungguhnya dan dunia yang mungkin.

Immanuel Kant (1724-1804), yang membedakan adanya dunia hakiki


(noumena) dan dunia gejala (phenomena).

Filsafat pendidikan 21
3. Pluralisme
Pluralisme adatau (serba ganda), yaitu aliran filsafat yang tidak
mengakui adanya satu substansi atau hanya dua substansi melainkan
mengakui adanya banyak substansi.

Tokoh-tokoh aliran Pluralisme antara lain adalah :

Empekdokles (490-430 SM), yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan


terdiri atas empat unsur yaitu : uadara, api, air dan tanah.

Anaxagaros (500-428 SM), yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan


terdiri atas unsur-unsur yang tidak terhingga (tidak terhitung banyaknya),
sejumlah sifat benda dan semuanya itu dikuasai oleh satu mous (yaitu zat
yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur).

 Dari Segi Kualitas


Dipandang dari segi kualitasnya yaitu dipandang dari segi sifatnya, maka
terdapat beberapa aliran filsafat sebagai berikut :

a) Spiritualismeadalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa


kenyataan yang terdalam dalam alam semesta adalah roh.
b) Apakah watak dari pengetahuan ? adakah dunia yang real di luar akal
dan kalau ada dapatkah kita mengetahui ? ini problema penampilan
(appearrance) terhadap realita.
c) Apakah pengetahuan kita itu benar (valid) ? bagaimana kita
membedakan kebenaran dan kekeliruan ? ini adalah problema
menguji kebenaran (verification) (Titus, 1984 :20-21).
Aliran-aliran dalam bidang pengetahuan yaitu sebagai berikut :

a. Rasionalisme
Aliran yang berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada
pikiran atau rasio. Tokohnya antara lain Rene Descartes (1959-1650).

Filsafat pendidikan 22
b. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan
manusia diperoleh melalui pengalaman indera. Indera memperoleh
pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, selanjutnya kesan-
kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi
pengalaman.

Tokoh-tokoh Empirisme antara lain adalah :

John Locke (1632-1704), menurut pengalaman dapat dibedakan


menjadi dua macam yaitu : (a) pengalaman luar (sensation), yaitu
pengalaman yang diperoleh dari luar dan (b) pengalaman dalam
(batin) (reflextion). Kedua pengalaman tersebut merupakan ide-ide
yang sederhana, hanya kemudian dengan proses asosiasi membantu
ide yang lebih kompleks (Harun Hadiwijono, Ali Mudhofir : 48).

David Hume (1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme.


Hume berpendapat bahwa, ide-ide yang sederhana adalah salinan
(copy) dari sensasi-sensasi sederhana atau ide-ide yang kompleks
dibentuk dari kombinasi ide-ide sederhana atau eksan-eksan yang
kompleks.

Aliran kemudian berkembang dan memiliki pengaruh sangat besar


terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada abad 19 dan
20.

c. Realisme
Realisme yaitu aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-obyek
yang kita serap lewat indera adalah nyata dalam diri obyek tersebut.
Obyek-obyek tersebut tidak tergantung pada subyek yang mengetahui
atau tidak tergantung pada pikiran subyek. Pikiran dan dunia luar
saling berinteraksi, interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar

Filsafat pendidikan 23
manusia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta
akan tetap ada setelah pikiran berhenti menyadari.

Tokoh-tokoh aliran realisme antara lain adalah :

Aristoteles (382-322 SM), menurut Aristoteles realitas berada dalam


benda-benda kongkrit atau dalam proses-proses perkembangannya.
Dunia yang nyata adalah dunia yang kita cerap. Bentuk (form) atau
ide atau prinsip keteraturan dan material tidak dapat dipisahkan.
Kemudian aliran realisme berkembang terus dan kemudian
berkembanglah aliran realisme baru, yang tokoh-tokohnya adalah :

Goerge Edward Moore, Bertrand Russel, sebagai reaksi terhadap


aliran idealisme, subjectivisme dan absulutisme. Menurut realisme
baru bahwa eksistensi obyek tidak tergantung pada diketahuinya
obyek tersebut (kattsoff, 1968 : 110, Ali Mudhofir, 1985:49).

d. Kritisisme
Kritisisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan
pengetahuan dari empiri (yang meliputi indera dan pengalaman).
Kemudian akal menempatkan, mengatur dan menerbitkan dalam
bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan
permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan
pembentukannya.

Tokoh-tokoh adalah Immanule Kant (1724-1804). Aliran Kritisisme


Kant ini nampaknya mensintesakan antara rasionalisme dan
empirisme (Ali Modhofir, 1985 :52).

e. Positivisme
Posistivisme dengan tokohnya August Comteyang memiliki
pandangan sebagai berikut : Sejarah perkembanggannya pemikiran
umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap :

Filsafat pendidikan 24
Tahap pertama : Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya
dengan pengetahuan dan pengenalan yang mutlak, manusia pada
tahap ini masih dikuasai oleh takhyu-takhyul, sehingga subyek dan
obyek tak bisa dibedakan.

Tahap dua : Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha


memahami dan memikirkan kenyataan, akan tetapi belum mampu
membuktikan dengan fakta.

Tahap ketiga : Tahap Positiv yang ditandai dengan pemikiran


manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling berhubungan
lewat fakta. Maka pada tahap inilah pengetahuan manusia adapat
berkembang dan dibuktikan lewat fakta. (Harun Hadiwijono,
1983:100, dibandingkan dengan Ali Mudhofir, 1985:52).

f. Skeptisisme
Skeptisisme, yang menyatakan bahwa pencerapan indera adalah
bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman modern
berkembang menjadi skptisisme metodis (sistematis) yang
mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengetahuan diakui benar.
Tokoh-tokohnya adalah Rene Descrates (1959-1650).

g. Pragmatisme
Pragmatisme, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat
pengetahuan, namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan
manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan lain perkataan
kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan mafaat dan
sebagai sarana baik suatu perbuatan. Tokoh-tokoh aliran
pragmatisme antara lain : C.S. Pierce (1839-1914), yang menyatakan
bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat
dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita
mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan gambaran yang kita

Filsafat pendidikan 25
peroleh mengenai akibat yang dapat kita saksikan (Ali Mudhofir,
1985 : 53). Tokoh yang lainnya adalah William James (1824-1910),
yang menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah
ditentukan oleh akibat praktiknya.

2. Metodologi
Cabang filsafat tentang metodologi adalah membahas tentang
metode terutama dalam kaitannya dengan metode ilmiah. Hal ini sangat
penting dalam ilmu pengetahuan terutama dalam proses
perkembangannya. Mislnya metode ilmiah, dan ilmu sejarah dalam ilmu
sosiologi, dalam ilmu ekonomi dan lain sebagainya. Metodologi
membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah
misalnya sifat observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen dan
lain sebagainya (Kattsoff, 1986 :73).Metode, menurut Senn (dalam
Suriasumantri, 1984 : 119) merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Sedangkan Metodologi merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut (Senn, 1971 : 4, dalam Suriasumantri, 1984 : 119).
Jadi Metodologi Ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut, atau pengetahuan tenang berbagai metode yang
dipergunakan dalam penelitian, dengan kata lain, Metodologi merupakan
sebuah kerangka konseptual dari metode tersebut. Metodologi meletakkan
prosedur yang harus dipakai pada pembentukan atau pengetesan
proposisi-proposisi oleh para ilmuwan yang ingin mendapatkan
pengetahuan yang valid (dalam Triatmojo). Dengan demikian,
Metodologi juga menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi
pijakan penerapan suatu metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan
metode tersebut terdapat dalam wilayah Epistemologi. Metodologi secara
filsafati termasuk dalam Epistemologi.

Filsafat pendidikan 26
Dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural-teoritis antara
Epistemologi, Metodologi dan metode seperti yang diungkapkan oleh
Kusumaningrum, dkk (2009 : 6) sebagai berikut: Dari Epistemologi,
dilanjutkan dengan merinci pada Metodologi, yang biasanya terfokus
pada metode atau teknik. Epistemologi itu sendiri adalah sub-sistem dari
Filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari Filsafat.
Filsafat mencakup bahasan Epistemologi, Epistemologi mencakup
bahasan Metodologis, dan dari Metodologi itulah akhirnya diperoleh
metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari Metodologi, sedangkan
Metodologi merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam
Epistemologi. Adapun Epistemologi merupakan bagian dari Filsafat.
Adapun jenis-jenis Metodologi penelitian diantaranya adalah Riset Non-
Eksperimental, Riset Eksperimental, Studi Kasus, Grounded Research,
Riset Fenomenologi, Riset Etnografik, Riset Naturalistik, Strukturalisme-
Linguistik, Strukturalisme-Semiotik, Marxisme-Kontekstual, dan lain
sebagainya.

3. Logika
Logika adalah ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis
tentang aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab mengenai
kesimpulan (Titus, 1984:18), logika pada hakikatnya mempelajari teknik-
teknik untuk memperoleh kesimpulan dari bahan-bahan tertentu, atau dari
suatu premis-premis tertentu. Logika disebut juga sebagai ilmu tentang
penarikan kesimpulan yang benar (Kattsoff, 1985 : 72). Logika dibagi
menjadi dua macam yaitu logika deduktif dan logika induktif. Logika
deduktif berusaha untuk menemukan suatu aturan-aturan yang dapat
dipergunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat keharusan
dari presmi-premis tertentu.

Jika kita mengatakan bahwa a’ termasuk b, dan b termasuk c’ maka


bila mana kita mengetahui susunan tanda tersebut ‘a termasuk ‘c. maka

Filsafat pendidikan 27
kesimpulan ‘a termasuk ‘c terjadi karena keharusan tanpa memperhatikan
apakah yang diwakili oleh a, b maupun c.

Logika induktif, mencoba untuk menarik suatu kesimpulan dan


fisat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Hal itu dapat diperhatikan
dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Dari suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju kepada
suatu pernyataan yang bersifat umum, mengenai semua fakta bercorak
demikian.
b. Dari suatu seperangkat akibat tertentu menuju kepada sebab dari
akibat-akibat tersebut. Hal ini dapat dilihat dan diamati pada proses
bekerjanya ilmu pengetahuan adalah dalam menemukan dalil-dalil,
aksioma-aksioma, mapun prinsip-prinsip tertentu dalam suatu ilmu
terutama ilmu-ilmu alam.
Dalam cabang filsafat tentang logika nampaknya kurang
membicarakan tentang aliran-aliran filsafat. Oleh karena itu kiranya
cukup tentang pengertian tentang logika sebagai suatu cabang filsafat.

4. Etika
Etika juga disebut filsafat moral yang membahas tentang moralitas.
Etika membicarakan tentang pertimbangan-pertimbangan tentang
tindakan-tindakan baik dan buruk, susila atau tidak susila, etis dan tidak
etis dalam hubungan antara manusia. Etika dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam.

a. Etika Deskriptif : yaitu berusaha menjelaskan pengalaman moral


dengan cara deskriptif. Misalnya pertimbangan tentang nilai,
pertimbangan tentang kebaikan dan keburukan, susila dan tidak susila
dalam kaitannya dengan tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan manusia lain.

Filsafat pendidikan 28
b. Etika Normatif : yaitu membahas tentang pertimbangan yang dapat
diterima tentang apa yang harus ada dalampilihan dan penilaian.
Keharusan moral merupakan masalah pokok (moral ought).
Pertimbangan tentang kewajiban dan keharusan melakukan tindakan
tertentu.
c. Metaetika : yang menekankan pada analisis, istilah, bahasa yang
dipakai untuk membenarkan tindakan-tindakan dan pertanyaan-
pertanyaan etika. Misalnya ‘apakah arti baik itu ?’. apakah penilaia
moral dapat dibenarkan ? dan lain sebagainya. (Titus, 1984 : 21,22).
Aliran-aliran dalam bidang etika adalah sebagai berikut :

Idealisme, suatu sistem moral dapat disebut Idealisme Etis, antara lain
mengakui hal-hal sebagai berikut :

- Adanya suatu nilai-nilai, asas-asas moral, aturan-aturan bertindak


- Lebih mengutamakan kebebasan moral dari pada ketentuan-ketentuan
kejiwaan
- Lebih mengutamakan hal yang umum dari pada hal yang khusus.
Tokoh-tokoh idealisme Imanuel Kant (1724-1804). Aliran-aliran etika
adalah :

a) Etika Teleologi, yang menyatakan baik dan buruknya tindakan ditentukan


oleh tujuan atau yang bermaksud baik secara langsung maupun tidak
langsung. Yang termasuk etika teleologi adalah Utilitarisme.
b) Hedonisme, aliran ini menyatakan bahwa kebahagiaan yang didasarkan
pada suatu kenikmatan (pleasure), adalah merupakan suatu tujuan dari
tindakan manusia. Oleh karena itu tindakan manusia ukuran baik dan
buruk, etis dan tidak etis, senantiasa didasarkan pada suatu tujuan
kenikmatan manusia. Kama suatu tindakan yang bertujuan pada
kenikmatan manusia adalah baik. Aliran ini dalam akhir abad 18
dihidupkan oleh Jeremy Bentham.

Filsafat pendidikan 29
c) Utilitarisme : aliran ini menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah
tindakan yang menibulkan jumlah yang sebanyak-banyaknya kenikmatan
atau kebahagiaan dalam dunia (ini disebut asas kegunaan. Principle of
utility). Aliran ini dikembangkan oleh Bentham dan Mill bersaudara.
Namun akhir-akhir ini khususnya di Inggris aliran ini berkembang, dan
memberikan pandangan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
benar-benar (mungkin) menghasilkan sebanyak-banyaknya kebiakan
intrinsik baik secara langsung maupun tidak langsung.
d. Deontologis : aliran ini menyatakan kebaikan dan keburukan dan
seterusnya diuraikan tidak dari manfaat atau hasilnya yang dapat dinilai
tentang semata-mata dari taat atau berlakunya pada peraturan .
5. Estetika
Estetika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas tentang
keindahan. Estetika membicarakan tentang definisi, susunan, dan peranan
keindahan terutama dalam seni (kattsoff, 1986 :81). Kata “estetika”
berasal dari bahasa Yunani “aesthetikaos”, yang artinya bertalian dengan
pencerapan (penginderaan). Masalah-masalah istetika antara lain, apakah
fungsi keindahan dalam hidup kita apakah hidup itu ? apakah hubungan
antara yang indah dengan yang baik dan lain sebagainya.

Selain itu pada perkembangan berikutnya filsafat berkembang


sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, ilmu pengetahuan dan
teknologinya. Maka muncullah cabang-cabang filsafat yang beru
seringkali diistilahkan dengan filsafat khusus yang antara lain sebagai
berikut :

1) Filsafat Hukum
Yaitu membahas tentang hakikat hukum

2) Falsafat Bahasa
Yaitu membahas tentang hakikat bahasa

3) Filsafat Sosial

Filsafat pendidikan 30
Yaitu membahas tentang hakikat hubungan (interaksi manusia dalam
masyarakat).

4) Filsafat Ilmu
Yaitu membahas tentang hakikat ilmu pengetahuan

5) Filsafat Politik
Yaitu membahas tentang hakikat tentang masyarakat dan negara
dengan segala aspeknya

6) Filsafat Kebudayaan
Yaitu membahas tentang hakikat kebudayaan

7) Filsafat Pendidikan
Yaitu membahas tentang hakikat hubungan manusia dengan
pendidikan, dan masih banyak lagi cabang filsafat khusus yang
lainnya.

D. FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN


Dalam memahami pengertian filsafat dan perbedaannya dengan ilmu
pengetahuan yang lainnya, kattsoff melukiskannya dengan kalimat yang
sederhana, bahwa Filsafat “bukanlah membuat roti”. Analog ini sebenarnya
memberikan gambara pengertian kepada kita bahwa sebenarnya ilmu filsafat
adalah bukan suatu ilmu praktis, bukan ilmu terapan seperti ilmu membuat mesin
pesawat terbang, sepeda motor, dan lain sebagainya. Selain itu dalam kehidupan
ilmiah banyak terjadi kesalah pengertian tentang ilmu pengetahuan yaitu yang
disamakan dengan pengertian sains. Hal ini kiranya kurang tepat sebab kalau
demikian halnya maka berarti ilmu-ilmu yang lainnya seperti ilmu sosial, ilmu
bahasa, ilmu ekonomi, ilmu sasta dan lainnya apakah bukan merupakan ilmu.

Terdapat berbagai macam istilah yang diutarakan oleh para ilmuan namun
lazimnya dalam memberikan pengertian tentang ilmu pengetahuan adalah sesuai
dengan bidangnya sendiri-sendiri. Dengan demikian semua ilmu pengetahuan
memiliki ciri – ciri yang umum yaitu memiliki : pertama obyek, kedua metode,
ketiga sistematis dan keempat kriteria kebenaran. Dengan demikian perlu

Filsafat pendidikan 31
dibedakan penertian filsafat dan ilmu filsafat. Hal ini analog dengan pegertian
sastra dan ilmu sastra. T

Namun demikian terdapat suatu perbedaan yang prinsipal diantara ilmu


filsafat dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu filsafat bersifat refleksi yaitu
membahas dan mempertanyakan obyek termasuk filsafat (ilmu filsafat itu sendiri),
adapun ilmu-ilmu yang lainnya membahas obyek ilmu tersebut namun tidak
pernah mempertanyakan dirinya sendiri, bahkan dalam perkembangan semua
prinsip ilmu termasuk prinsip metodis adalah lewat filsafat. Maka terdapat
perbedaan yang khas yaitu ilmu filsafat bersifat refleksi adapun ilmu pengetahuan
lainnya tidak bersifat refleksi.

Selain itu masih terdapat berbagai macam perbedaan dan persamaan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal ini antara lain dapat dirinci sebagai berikut :

Persamaan :

a. Baik ilmu meupun filsafat keduanya merupakan pengetahuan manusia


b. Baik ilmu maupun filsafat keduanya berpangkal pada akal manusia untuk
mencari kebenaran.
c. Filsafat sebagai satu ilmu dengan ilmu pengetahuan keduanya memiliki
syarat-syarat ilmiah.
d. Baik ilmu maupun filsafat keduanya merupakan suatu sistem pengetahuan
manusia yang bersifat rasional.
Perbedaan :

a. Filsafat merupakan induk pengetahuan. Maka pertumbuhan dan


perkembangan ilmu sangat ditentukan oleh filsafat, prinsip metodenya,
aksioma maupun dalil-dalil yang diturunkan pada ilmu dikembangkan
oleh filsafat ; adapun ilmu tidak membahas tentang prinsip metode serta
dalalnya sendiri.

Filsafat pendidikan 32
b. Filsafat bersifat refleksi yaitu mempertanyakan dan membahas tentang
obyek termasuk filsafat itu sendiri, adapun ilmu pengetahuan tidak
bersifat refleksi.
c. Filsafat membahas segala sesuatu cara menyeluruhdan universal
sedangkan ilmu hanya membahas pada gejala-gejala yang sangat khusus
dan dari sudut pembahasan yang khusus pula.
d. Filsafat bersifat spekulatif, artinyab mengajukan dugaan-dugaan yang
rasional yang melampaui batas-batas fakta. Spekulasi dilakukan dengan
cara penyatupaduan dari semua pengetahuan, pemikiran dan pengalaman
manusia menjadi satu pandangan yang komprehensif. Adapun ilmu
pengetahuan hanya mejelaskan fakta, mendeskripsikan fakta dengan
segala hubungannya.
e. Ilmu hanya mejelaskan fakta terutama fakta empiris, sedangkan filsafat
memahami, menginterpretasikan dan menafsirkan fakta secara rasional.
f. Filsafat membahas obyek secara menyeluruh baik meliputi gejala empiris
maupun non empiris, adapun ilmu hanya menerangkan gejala-gejala
empiris saja dan bersifat khusus.
Selain persamaan dan perbedaan tersebut ilmu pengetahuan filsafat terdapat
saling hubungan yang tidak mungkin dapat dipisahkan yaitu filsafat merupakan
induk ilmu pengetahuan. Hal ini berarti segala prinsip-prinsip yang dimiliki oleh
ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh filsafat. Konsekuensinya setiap
perkembangan ilmu pengetahuan yang menyangkut masalah metode-metode,
aksioma, dalil, obyek ilmu dan semua landasan epistomologisnya sangat diten-
tukan oleh filsafat. Jadi ilmu pengetahuan tidak mungkin dapat berkembang tanpa
melewati proses filosofis yaitu filsafat ilmu pengetahuan.

Filsafat pendidikan 33
EVALUASI

1. Jelaskan pengertian filsafat menurut saudara?


2. Apa manfaat saudara dalam mempelajari filsafat?
3. Sebut dan jelaskan objek filsafat!
4. Jelaskan minimal 3 (tiga) cabang filsafat saudara ketahui!
5. Jelaskan apa hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan!
6. Berikan penjelasan secukupnya apa persamaan dan perbedaan filsafat dengan
ilmu pengetahuan!

Filsafat pendidikan 34
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Nuruhbiyati. 1991. Ilmu pendidikan. Jakarta Rineka Cipta

Gazalba, Sidi.1977. Sistematika Filsafat.Jakarta: Bulan Bintang

Hadiwijono Harun.1983.Sejarah Filsafat Barat.Yogyakarta: Kanisius

Harold H. Titus, Dkk. 1984. Persoalan-Persoalan Filsafat, Terj.H.M.Rasyidi.


Jakarta: Bulan Bintang

Jujun S. Suriasumantri.1984.Ilmu dalam Perspektif. Jakarta:Gramedia

Kattsoff, Louis O., 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta

Knowles, Malcolm. (1977).The Modern Practice Of Adulf Education:


Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press

Mudhofir Ali, 1998, Filsafat Ilmu. Liberty: Jogyakarta

Nasution, Harun.1973. Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta: Bulan


Bintang.

Poedjawijatna, 1980, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Cetakan V, PT.


Pembangunan, Jakarta

Filsafat pendidikan 35
Soemargono Soejono, 1983, Beberapa Pemikiran Kefilsafatan, Fakultas Filsafat
UGM, Yogyakarta.

_________________, 1999, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Nur Cahaya, Yogyakarta


Sudarmono, 1993, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. PT.Rineka Cipta,Jakarta

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2001, Filsafat Ilmu., Liberty,
Yogyakarta.

Tjatjo Thaha., 2002, Problematika Filsafat, Untad Press, Palu

Tilaar, H.A.R.2005.Manifesto Pendidikan Nasional.Kompas, Jakarta.

Bab
III
KONSEP PENDIDIKAN

Capaian Pembelajaran Deskripsi singkat

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa Dalam perkuliahan ini Anda akan
diharapkan dapat: mempelajari Pengertian dan Tujuan
Pendidikan, Latar Belakang Pendidikan
1. Menjelaskan Pengertian dan
TujuanPendidikan Bagi Manusia, Dimensi Pendidikan Teoritis
2. Menjelaskan Latar Belakang Pendi- dan Praktis, dan Mengetahui dan menjelaskan
dikan Bagi Manusia Pendekatan-pendekatan dalam Teori
3. Menjelaskan Dimensi Pendidikan
Pendidikan
Teoritis dan Praktis
4. Mengetahui dan menjelaskan Pende-
katan-pendekatan dalam Teori
Pendidikan
Filsafat pendidikan 36
A.PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN

1. Pengertian Pendidikan

Banyaknya definisi tentang pendidikan dari para ahli yang satu dengan
ahli yang lain terkadang memberi definisi yang berbeda tentang pendidikan. Hal
ini dipengaruhi oleh disiplin ilmu dan pengalaman masing-masing para ahli
walaupun demikian semua definisi pendidikan terdapat titik temu satu dengan
yang lain. Berikut ini diuraikan beberapa definisi tentang pendidikan antara lain:

Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari bahasa


Latin “educare” yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan (to lead
forth). Keberadaan pendidikan dengan demikian berlangsung dari generasi ke
generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suparlan, 2007:
77).Pendidikan dalam arti luas, baik yang formal maupun yang informal,
meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya
sendiri dan dunia tempat mereka hidup. Pendidikan merupakan proses
membimbing manusia dari kegelapan dan kebodohan menuju kecerahan
pengetahuan (Dagun, 2006: 812).

Filsafat pendidikan 37
Istilah pendidikan ditinjau dari segi makna, terbagi atas dua makna
pendidikan yaitu makna dasar dan teknis. Makna dasar pendidikan merujuk pada
suatu tindakan atau pengalaman yang memiliki pengaruh normatif pada pikiran,
sifat, atau kemampuan fisik seorang individu. Oleh karena itu, pendidikan
dikatakan bersifat mendasar karena mampu mempengaruhi dan membentuk
pemikiran serta sikap seseorang, sesuai dengan materi dan tujuan pendidikan
yang telah diperolehnya. Pendidikan dalam hal ini tidak pernah berakhir karena
manusia belajar dari pengalaman yang diperoleh melalui kehidupannya.

W.J.S. Poerwadarminta , menjelaskan bahwa pendidikan berasal dari


kata dasar didik dan diberi awalan men, menjadi mendidik yang berarti
memelihara dan memberi latihan (ajaran). Pendidikan sebagai kata benda ynag
berarti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang
dalam usahanya mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Pendidikan yaitu pendewasaan diri melalui pengajaran dan latihan.

Menurut Lodge (1990) dalam bukunya yang berjudul ‘’Philosophy of


education’’ perkataan pendidikan dalam arti luas dan sempit. Pengertian yang
luas adalah semua pengalaman itu adalah pendidikan. Seorang anak mendidik
orang tuanya seperti pula halnya seorang mendidik gurunya. Segala sesuatu
yang kita katakan, pikirkan atau kerjakan tidak berebeda dengan apa yang
dikatakan atau dilakukan sesuatu kepada kita, baik dari benda-benda hidup
maupun mati. Dalam pengertian yang lebih luas ini pendidikan adalah
kehidupan.

Pendidikan dalam arti luas mengandung bahwa pendidikan tidak hanya


berlangsung dalam suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah. Akan tetapi
berlangsung dalam setiap ruang kehidupan manusia dan dalam sector
pembangaunan. Pendidikan sebagai pengalaman belajar mempunyai bentuk,
suasana, dan pola beragam. Pendidikan dapat berupa pengalaman belajar yang
terentang dalam bentuk-bentuk yang terjadi dengan sendirinya dalam hidup

Filsafat pendidikan 38
yang kehadirannya tidak disengaja berlangsung dalam sendirinya dengan
dialaminya secara misterius sampai dengan bentuk-bentuk disengaja direkayasa
secara terprogram (Mudyardjo, 2002: 46). Jadi dapat dikatakan pendidikan
dalam arti luas pada dasarnya mencakup seluruh peristiwa pendidikan mulai
dari peristiwa yang dirancang secara terprogram hingga pendidikan
berlangsung secara alami.

Dalam arti yang lebih sempit bahwa pendidikan dibatasi dengan fungsi
tertentu. Di dalam masyarakat yang terdiri dari adat istiadat (tradisi) dengan
latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat pada generasi
berikutnya. Pendidikan ini identic dengan sekolah. Sekolah adalah lembaga
pendidikan yang terekayasa secara terprogram dan sistematis dengan segala
aturan yang kaku. Dalam arti sempit pendidikan tidaklah berlangsung seumur
hidup tetapi berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas. Masa pendidikan
adalah masa sekolah dan keseluruhannya mencakup masa belajar mualai dari
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dalam arti sempit pendidikan
tidak berlangsung dimanapun dalam lingkungan hidup tetapi ditempat tertentu
yang telah ditentukan dan direkayasa untuk berlangsungnya pendidikan
(Mudyardjo, 2002: 50). Seluruh tata cara belajar diatur secara ketat sehingga
tidak memberikan peluang dan akses pada seluruh penduduk yang memerlukan
layanan pendidikan.

Definisi pendidikan menurut undang- undang RI No.20 Tahun 2003


tentang sistim Pendidikan Nasional, mendefinisikan pendidikan sebagai berikut
‘’ pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan pembeljaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara’’ .

Filsafat pendidikan 39
Dari beberapa definisi diatas kami memfokuskan definisi pendidikan
sebagai berikut . pendidikan merupakan suatu proses interaksi manusia dengan
lingkungan yang berlangsung secara sadar dan terencana dalam rangka
mengembangkan potensinya, baik jasmani maupun rohani yang menimbulkan
perubahan positif dan kemajuan, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Yang beralangsung secara terus menerus guna mencapai tujuan hidupnya.
Berdasarkan rumusan tersebut pendidikan bisa dipahami sebagai proses dan
hasil. Sebagai proses pendidikan merupakan serangkaian kegiatan interkasi
manusia dengan ingkungannya yang dilakukan secara sengaja dan terus
menerus. Sedang sebagai hasil pendidikan menunjuk pada hasil interaksi
manusia dengan lingkungan berupa perubahan dan meningkatkan kognitif,
afektif dan psikomotorik.

2. Tujuan Pendidikan

Proses pendidikan terjadi dengan proses yang beragam., masing-masing


negara memiliki tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan tujuan pendidikan
diberbagai negar atau bangsa anata lain latar belakang social budaya, system
politik yang berkembang dan potensi alam masing-masing Negara atau wilayah
ini berarati tujuan pendidikan tidak seragam, tetapi sesuai dengan persoalan
kebutuhan atau tuntutan dan cita-cita setiap Negara atau masyarakat yang
bersangkutan. Tujuan pendidikan antar kelompok atau antar daerah, antar para
ahli yang satu dengan yang lain dapat memiliki konsep pendidikan yang
berbeda namun demikian ada unsur-unsur kesamaan.
a. Tujuan pendidikan akan menetukan kearah mana anak didik akan dibawa.
Disamping itu pendidikan itu berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia
(Moh.Ghufron, 2016: 28-29) bahwa tujuan pendidikan secara umum dapat
dilihat sebagai berikut:
b. Tujuan pendidikan dalam UU No. 2 Tahun 1985 yaitu, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu yang

Filsafat pendidikan 40
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
memiliki tanggung jawab pada masyarakat dan bangsa.
c. Tujuan pendidikan nasional menurut Tap MPR No. II/MPR/1993 yaitu
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja
professional, serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus
menumbuhkan jiwa patriotic dan mempertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiaan social serta kesadaran
pada sejararah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta
berorientasi masa depan.
d. Tap MPR No. 4/MPR/1975 tujuan pendidikan adalah membangun dibidang
pendidikan didasarkan atas falsafah Negara pancasila dan diarahkan untuk
membentuk manusia pembangunan dan membentuk manusia yang sehat
jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat
mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap
kritis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang
tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur mencintai bangsannya dan
mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan UUD Tahun 1945.
Tujuan pendidikan menurut Danim (2001: 40) mengemukakan bahwa
pendidikan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan potensi kognitif, afektif dan psikomotor yang dimilki
oleh siswa.
2. Mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi kegenerasi untuk
menghindari sedapat mungkin anak-anak tercabut dari akar budaya dan
kehidupan berbangsa dan bernegara
3. Mengembangkan daya adaptasi siswa untuk menghadapi situasi masa
dpan yang terus berubah, baik intensitas maupun persayaratan yang
diperlukan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

Filsafat pendidikan 41
4. Meningkatkan dan mengembangkan tanggung jawab moral siswa berupa
kemmpuan untuk membedakan mana yang benar mana yang salah
dengan keyakinan untuk menegakkannya
5. Mendorong dan membantu siswa mengembangkan sikap bertanggung
jawab terghadap kehidupan pribadi dan sosialnya, serta memberikan
kontribusi dalam aneka bentuk secara leluasa kepada masyarakat.
6. Mendorong dan membantu siswa memahami hubungan yang seimbang
antara hokum dan kebebasan pribadi

Berdasarkan uraian diatas kami memiliki pandangan bahwa tujuan


pendidikan secara umum adalah mengembangkan segala potensi bawaan
manusia secara integral, simultan, dan berkelanjutan agar manusia mampu
melaksanakan tugas dan kewajiban dalam kehidupan guna mencapai
kebahagian dimasa sekarang dan masa yang akan datang.

B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BAGI MANUSIA

Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak lepas dan tidak


akan lepas dari pendidikan, karena pendidikan berfungsi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Sehingga di zaman era globalisasi ini setiap manusia
membutuhkan pendidikan.

Pendidikan adalah pilar kehidupan suatu bangsa. Semakin maju pendidikan


suatu bangsa maka semakin cerah dan terarah juga kesejahteraan masyarakat dari
suatu bangsa itu sendiri. Dengan begitu dapat juga sebagai pengontrol sejauh apa
masyarakat dalam merencanakan pelaksanaan pendidikan nasional.
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik di sekolah, perlu
memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana ia harus mendidik anak.Guru
sebagai tenaga pendidik dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang terjadi
pada saat ini. Hilangnya sebagian pemahaman, tugas guru sebagai pendidik yang
tidak hanya menyampaikan pengetahuan semata kepada anak, akan tetapi dapat
mengembangkan kepribadian anak didiknya secara terstruktur.

Filsafat pendidikan 42
1. Pengertian Pendidikan
a. Pendidikan dalam Arti Khusus
Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan
“agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogic secara harfiah berari
pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya
mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik
adalah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu. Menurut
Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah
membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara
mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogik adalah ilmu pendidikan
anak.
Langeveld (1980), membedakan istilah “pedagogik” dengan istilah
“pedagogi”. Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan
kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana
kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti
pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik,
kegiatan membimbing anak.
Pedagogik merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif,
mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak,
hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun demikian,
masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita” (daerah tak dikenal)
dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup dan hakekat manusia
masih banyak diliputi oleh kabut misteri.
Dalam bahasa inggris istilah pendidikan dipergunakan perkataan “education”,
biasanya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan di sekolah, dengan
alasan, bahwa di sekolah tempatnya anak didik oleh para ahli yang khusus
mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi.
Selanjutnya makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus
dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh seorang dewasa kepada anak

Filsafat pendidikan 43
yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Ahmadi dan Uhbiyati (1991)
mengemukakan beberapa definisi pendidikan sebagai berikut:
1) Menurut Langeveld, J.H mendidik adalah membantu anak supaya anak itu
kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
2) Menurut . S. Brojonegoro, mendidik berarti member tuntutan kepada manusia
yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai
tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
3) Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang
dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka
pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan
upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam arti tanggung
jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh drijarkara (Ahmadi,
Uhbiyati: 1991), bahwa:
1) Pendidikan adalah hidup bersama dalam keatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di
mana terjadi pemanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri
sebagai manusia purnawa.
2) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di
mana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa
membudaya sendiri sebagai manusia purnawa.
3) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di
mana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk
akhirnya bias membudaya sendiri sebagai manusia purnawa.
Jadi yang menjadi objek kajian pedagogik adalah pergaulan pendidikan antara
orang dewasa dengan anak yang belum dewasa, menurut Langeveld disebut “situasi
pendidikan”. Jadi proses pendidikan menurut pedagogik berlangsung sejak anak

Filsafat pendidikan 44
lahir sampai anak mencapai dewasa. Pendidik dalam hal ini bisa orang tua dan/atau
guru yang fungsinya sebagai pengganti orang tua, membimbing anak yang belum
dewasa mengantarkannya untuk dapat hidup mandiri, agar anak dapat menjadi
dirinya sendiri.
b. Pendidikan dalam Arti Luas
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.
Menurut Handerson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial
merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk
mengembangkan manusia yang baik dan intelegen, untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa,
“Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan
didalam maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Dalam Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.
Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas (dalam arti luas) ada beberapa
prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilakukan:
Pertama, pendidikan berlangsung seumur hidup

Filsafat pendidikan 45
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama semua manusia.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan
pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang,
yang disebut manusia seluruhnya. Henderson (1959) mengemukakan bahwa
pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manausia, suatu
perbuatan yang ‘tidak boleh’ tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing
generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang terbaik.
Knowles (1980) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam
membantu warga (orang dewasa) untuk belajar. Berbeda dengan pedagogi yang
dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak. Andragogi adalah
suatu model proses pembelajaran peserta didik (wajib belajar) dewasa. Andragogi
disebut juga sebagai teknologi perlibatan orang dewasa apabila metode dan teknik
pembelajaran melibatkan warga belajar. Keterlibatan itu adalah kunci keberhasilan
pendidikan dewasa. Untuk itu sumber belajar hendaknya mampu membantu warga
belajar untuk:
.(1) Mengidentifikasikan kebutuhan,
(2). Merumuskan tujuan belajar,
(3). Ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan
penyusunan dan pengalaman belajar dan,
(4). Ikut serta dalam mengevalusi kegiatan belajar.
c. Pengertian Pendidikan dalam Arti Luas Terbatas
Pengertian pendidikan dalam arti luas terbatas adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluargn , masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang
hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang (Redja
Mudyahardjo, 2001: 11).
Pengertian pendidikan ini merupakan jalan tengah antara pengertian
pendidikan maha luas dan pengertian pendidikan secara sempit. Pendidikan

Filsafat pendidikan 46
berlangsung pada situasi-situasi tertentu dan dilaksanakan secara terprogram pada
setiap jenis, jenjang dan bentuk pendidikan. Waktu pelaksanaannya dengan
memilah-milah waktu pelaksanaannya untuk keperluan setiap kegiatan pendidikan.
Lingkungan pendidikan tempat berlangsungnya kegiatan yang bersifat
dimana saja tetapi ditentukan berdasarkan keperluan, artinya sesuai dengan
lingkungan pendidikan yang dibutuhkan pada suatu bentuk pendidikan tertentu,
yakni pendidikan formal, nonformal maupun informal. Tujuan pendidikan tidak
bersifat terpisah-pisah dari setiap kemampuan yang diperoleh pada setiap bentuk
pendidikan, akan tetapi sebagai suatu kesatuan pengembangan kemampuan yang
diperolehnya serta adanya keterpaduan dengan tujuan-tujuan sosial. Dengan
demikian tujuan pendidikan adalah sebagai penunjang dalam mencapai tujuan
hidup manusia.
d. Mendidik, Mengajar dan Melatih
Pendidikan pada hakekatnya mengandung tiga unsure, yaitu mendidik,
mengajar, dan melatih. Ketiga hal tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Mendidik menurut Darji Darmodiharjo menunjukan usaha yang lebih
ditunjukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan,
rasa kesusilaan, ketaqwaan dan lain-lainnya. Mengajar berarti memberi pelajaran
tentang berbagi ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berfikirnya.
Disebut juga pendidikan intelek. Latihan ialah usaha untuk memperoleh
keterampilan dengan melatih sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi
mekanismesasi atau pembiasaan.
Tujuan mendidik ingin mencapai kepribadian yang terpadu, yang
terintegrasi, yang sering di rumuskan untuk mencapai kepribadian yang sewasa.
Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelektual anak ialah supaya anak
kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan
dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir seperti abstrak
logis, objektif, kritis, sistematis analisis, sintesis, integrative, dan inovatif. Tujuan
latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu
2. Pentingnya Pendidikan

Filsafat pendidikan 47
a. Manusia Memerlukan Bantuan
Manusia tidak saja hidup sebagai individu yang mempunyai kebebasan dan
hak-haknya sebagai individu, namun manusia hidup pula dalam ikatan kerja sama
dengan sesama manusia yang disebut kehidupan bermasyarakat. Masyarakat
sebagai kolektifitas mengalami pendidikan. Manusia tidak dapat seluruhnya
bergantung pada insting semata, banyak segi kehidupan yang perlu diperjuangkan
dan dikuasai dengan belajar dan berusaha.
Pendidikan tidak saja berusaha melimpahkan segala milik kebudayaan dari
generasi sepanjang masa kepada generasi muda, melainkan juga berusaha agar
generasi yang akan datang dapat mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan
ke taraf yang lebih tinggi. Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan mutu
kehidupan manusia, baik secara individu, maupun sebagai kelompok dalam
bermasyarakat.
b. Pendidikan dalam Praktek
Pendidikan dalam pelaksanannya berbentuk pergaulan dan anak didik,
namun tentu suatu pergaulan yang tertuju kepada tujuanpendidikan, yaitu manusia
mandiri, memahai nilai, norma-norma susila dan sekaligus mampu berprilaku
sesuai dengan norma-norma tersebut. Pendidikan fungsinya membimbing anak
didik, dan bimbingan anak itu akan didik kearah yang sesuai dengan tujuan yang
ditentukan, yaitu untuk mencapai kedewasaan..
Menurut Jan Lighthart pendidikan itu didasari oleh kasih sayang yang
merupakan sumber bagi dua syarat yang lain, yaitu kesabaran dan kebijaksanaan.
Kebijaksanaan artinya lebih luas dari keilmuan. Pendidikan dapat pula diartikan
pengembangan individu-individu atau kelompok-kelompok kehidupan atau
masyarakat besar atau kecil. Upaya pendidikan bukan saja terdiri atas sikap
perbuatan dan seluruh kepribadian pendidik, melainkan juga alat-alat pendidikan
yang dengan sengaja dimanfaatkan oleh pendidik, seperti buku-buku pelajaran,
alat-alat permainan, lingkungan fisik yang diadakan oleh pendidik, seperti
perumahan yang memadai, ruang bermain, tempat rekreasi, hewan peliharaan , dan
film.

Filsafat pendidikan 48
3. Ilmu Pendidikan Sebagai Teori
a. Pentingnya Teori Pendidikan
Perbuatan mendidik bukan perbuatan sembarangan, melainkan perbuatan
yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak kepada suatu
tujuan yang akan dituju. Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia dapat kita
amati sebagai suatu praktik dalam kehidupannya, misalnya kegiatan dalam
ekonomi, kegiatan dalam hukum, agama, dan sebagainya. Disamping itu
pendidikan secara akademik secara pengalaman yang bersumber dari pengalaman-
pengalaman maupun renungan pendidikannya yang mencoba melihat makna
pendidikan dalam suatu lingkup yang lebih luas, yang pertama disebut praktik
pendidikan, sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan.
Antara teori dan praktek pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, memilikin hubungan yang komplementer atau saling melengkapi.
Seperti misalnya pelaksanaan-pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan
di sekolah, pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam
menyusun teori pendidikan. Dalam praktik memang ada orang yang tidak
mengetahui atau mempelajari suatu teori pendidikan, namun ia berhasil
membimbing anak-anaknya.
J.H Gunning dari Belanda pernah mengemukakan bahwa “Teori tanpa
praktik merupkan perbuatan yang amat istimewa (genius), sebaliknya praktik tanpa
teori bagi orang gila dan penjahat” Akan tetapi menurut Gunning bagi kebanyakan
pendidik perlu panduan yang cocok dari keduanya antara teori dan praktek, sebab
kalau tidak di bekali teori pendidikan, jangan sampai terjerumus, dimana perbuatan
pendidik tersebut seperti perbuatan yang tidak terencana dan tidak tentu arah
tujuannya.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu kita pelajari karena praktik mendidik
tanpa di dasari oleh teori tentang pendidikan, akan membawa kita kepada
kemungkinan berbuat kesalahan. Ilmu pendidikan pendidikan termasuk salah satu
cabang ilmu pengetahuan yang sifatnya praktis. Karena pada dasarnya ilmu
kependidikan mempelajari dasar-dasar, prinsip-prinsip serta tujuan tentang

Filsafat pendidikan 49
kegiatan mendidik. Setiap ilmu pada hakikatnya adadah teori,tapi ada teori tentang
perbuatan manusia (jadi ilmu yang sifatnya praktis), dan teori yang tidak ditunjukan
kepada perbuatan manusia seper biologi, kimia, fisika, matematieka, dan
sebagainya.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu dipelajari, karena akan memberi beberapa
manfaat:
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan yang
akan dicapai
2. Untuk menghindaari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-
kesalahan dalam praktek, karena dengan memahami teori pendidikan,
seseorang akan mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan,
walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
3. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur, sampai dimana seseorang telah berhasil
melaksanakan tugas dalam pendidikan.
b. Pendidikan dalam Ruang Lingkup Mikro dan Makro
Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan
mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara
progresif. Pendidikan dalam ruang lingkup mikro artinya mengkaji pendidikan
yang dilaksanakan dalam skala kecil. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan
merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama
(subyek) yang masing-masing bernilai setara. Pengolahan proses dalam ruang
lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan yang
berlangsung dalam lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar-sanggar belajar dan
satuan-satuan pendidikan lainnya dalam masyarakat.
Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar
pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari
seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu
(yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap
bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me).

Filsafat pendidikan 50
Pendidikan dalam ruang lingkup makro, kita mengkaji pendidikan yang
dilaksanakan dalam skala besar. Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam
ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar
kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam
skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu
pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada
generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Pengolahan proses dalam ruang
lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan
dalam bentuk UU pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri, SK Dirjen serta
dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional yang lain.
Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka
perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-
sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam
bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro,
pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir
dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala
makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas
pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri
interaksi yang afektif.
Pengelompokan kajian pendidikan secara makro dan mikro tersebut dapat
dilihat dari dua segi, yaitu :
a. Manusia sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat
Sebagaimana kita ketahui manusia sebagai makhluk individu ia hidup
bersama-sama di dalam masyarakat, hidup bersama dengan orang banyak di luar
dirinya, antara individu dan masyarakat bagi seorang manusia tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, Havigurts mengatakan bahwa manusia tidak akan
menjadi manusia kalu ia tidak hidup bersama dengan dan dalam masyarakat. Dalam
kegiatan pendidikan individu dan masyarakat keduanya saling membutuhkan.
1) Pendidikan individu

Filsafat pendidikan 51
Pendidikan yang harus ada pada individu meliputi pembinaan jasmani rohani,
yakni: (pertumbuhan fisik) keterampilan motorik, perkembangan bahasa, latihan
berfikir/ mental, pembinaan kehidupan sosial.
2) Pendidikan kelompok
Pendidikan yang dilaksanakan dalam kelompok, misalnya pendidikan di
sekolah atau pendidikan formal, pendidikan pramuka, pendidikan taman kanak-
kanak dan sebagainya dalam bentuk makro.
b. Tanggung jawab Pendidikan
1) Tanggung jawab keluarga
Pendidikan mikro sebagai upaya pendidikan untuk mendewasakan anak,
sepenuhnya merupakan tanggung jawab keluarga. Sejak anak mulai di masukan ke
dalam pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan ia lulus sekolah. Kesemuanya
adalah tanggung jawab ibu dan ayahnya, yang bertanggung jawab baik
secara moral, spiritual, dan fisik materialuntuk mendewasakan anak.
2) Tanggung jawab bersama
Tanggung jawab pendidikan dalam arti luas merupakan tanggung jawab
bersama semua pihak, yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal
7 sampai dengan pasal 11)

C. DIMENSI PENDIDIKAN TEORITIS DAN PRAKTIS


Pendidikan dalam arti luas berlangsung dimana-mana, dari generasi
kegenerasi. Generasi tua dan komunitas orang dewasa mengalihkan pengetahuan,
pengalaman, kecakapan, dan keterampilannya, atau melimpahkan kebudayaan
kepada generasi muda sebagai upaya terbaik melalui para pendidik, orang tua dan
kelompok masyarakat secara sadar maupun tak sadar melakukan pendidikan bagi
peningkatan kesejahteraan tanpa mesti belajar teori secara khusus. Terdapat
dualism focus pendidikan meliputi, (i) aspek perkembangan progresif dari peserta
didik sebagai individu, dan (ii) aspek transmisi social-budaya secara selektif yang
semula sering amat menonjol. Oleh karena itu pendidikan meliputusegi teoritis dan

Filsafat pendidikan 52
sekaligus praktis, sehingga memunculkan aspek dualitas dalam pendidikan. Kedua
aspek tersebut menekankan pada segi praktis dengan sebuah pertanyaan dasar yaitu
bagaiman harus bertindak, memperlakukan peserta didik dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan. Perbuatan praktis dan normative berlandasan pola piker dan
penghayatan praktis perbuatan (praxis) pendidikan termasuk system nilai
pendidikan. Pengembangan segi teoritik ilmu pendidikan umumnya dimaksudkan
untuk menyusun eksplanasi (penjelasan) dengan cara mendeskripsikan ataupun
memahami gejala empirik dan latar belakangnya sebagai objek formal-materi ilmu-
ilmu (kealaman dan social). Oleh karena itu, mulai tahun 1945-1950, para pendiri
Negara ini membina pengganti system persekolahan colonial yang aristokratis,
selektif, dikotomis, tak berkeadilan dengan sitem pendidikan yang mandiri atas
dasar dua prinsip/atas (yang masih baru) yaiti (1) filsafat Negara pancasila, dan (2)
kebudayaan kebangsaan.

Perbuatan pendidik merupakan perangkat kegiatan yang dilakukan pendidik


sebagai pihak pertama dalam relasi sarat makna dan nilai dengan peserta didik demi
pemanusiaan (humanisasi) atas manusia muda (homonisasi). Pendidik bukan
sembarang orang (dewasa) karena mereka harus memiliki kelebihan (lebih dewasa)
ketimbang peserta didik yang di didik. Oleh karena itu, pendidik dan peserta didik
berada dalam kebersamaan sebagai sesame subjek yang saling mengaspresiasi,
bukan sebagai subjek dan objek dimana pihak pertama dengan memperalat pihak
lain. Pada dasarnya perbuatan mendidik berarti seperangkat tindakan melindungi
terdidik, karena dia tidak (kurang) berdaya, dengan mengaspresiasi ‘pribadi’ dan
potensi peserta didik yang masih muda untuk belajar mandiri melalui fasilitasi
interaksinya dengan sumber-sumber belajar.

Terdapat dua hubungan timbal balik yang kuat dalam fenomena pendidikan,
pertama, hubungan antara perbuatan pendidik dan ilmu pendidikan praktis secara
klasik. Kedua, hubungan antara filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan (teoritis-
praktis) yang seakan diabaikan oleh dunia pendidikan di Indonesia. Secara
akademik terdapat hubungan penting antara kenyataan dilapangan dengan

Filsafat pendidikan 53
pengembangan ilmu pendidikan teoretik, bahkan factor keyakinan efektif harus
menyertai tindakan pendidikan dan pihak pengelolah pendidikan, khususnya
sekolah. Harusnya pihak pengelolah memberi kebebasan kepada pendidik dan guru
dari tuntutan eksternal untuk menjadi perpanjangan tangan dari birokrasi. Konsep
ini juga menolak pendirian yang berpandangan bahwa tujuan umum pendidikan
ditentukan oleh tujuan akhir dan tujuan hidup manusia sebelum meninggal,
sehingga tujuan sejati (nasional) terletak nasional harus memberikan corak
pendidikan sebagai proses transmisi atau pelimpahan budaya nasional. Pendidikan
tidak boleh lepas kendali dari sifat dualitas proses edukatif bagi terwujudnya misi
religious kewarganegaraan pendidikan dasar bagi pembentukan warga Negara yang
sebaik-baiknya, yaitu aspek trasmisi social-budaya yang benilai dan aspek
perkembangan potensi manusia sebagai makhluk social yang tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, tujuan dan evaluasi pendidikan yang sebatas
pencapaian tujuan instutisional, tujuan kurikuler, atau tujuan loka/instruksional
jangka pendek dan menengah bukanlah evalusi yang mendidik.

Penjelasan diatas, memberi gambaran bahwa pendidikan merupakan


fenomena fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia. Pendidikan juga
sebagai gejala universal. Keuniversalan pendidikan ini mengharuskan adanya
sebuah pemikiran teoritis tentang pendidikan, yang biasa disebut theorities of
education (teori-teori pendidikan).teori pendidikan memiliki aspek ilmiah dan
aspek perspektif (nomatif). Keberadaan teori pendidikan pada hakikatnya
melahirkan ilmu pendidikan yang kemudian tumbuh menjadi ilmu yang berdiri
sendiri. Ilmu pendidikan mengkaji hakikat persoalan, bentuk-bentuk, dan syarat
dari pendidikan (Dwi Siswoyo,dkk,2007:31-33).

Sejalan dengan pandangan diatas, Suparlan (2007:92) menyatakan bahwa:

Filsafat adalah induk semua bidang studi dan disiplin ilmu pengetahuan,
dengan sudut pandang yang bersifat komprehensif berupa ‘hakikat’. Artinya filsafat
memandang setiap objek dari segi hakikatnya. Sedangkan pendidikan adalah suatu

Filsafat pendidikan 54
bidang studi sekaligus disiplin ilmu pengetahuan yang persoalan khasnya adalah
‘’menumbuhkembangkan manusia menjadi semakin dewasa dan matang (maturity
human potens)’’. Jadi filsafat pendidikan mempunyai persoalan sentral berupa
hakikat pematangan potensi manusia.

Tradisi filsafat dalah selau berpikir selektif dari tingkat metafisis, teoritis,
sampai pada tingkat praktis. Tingkat metafisis disebut ontology, tingkat teoritis
disebut epistemology, dan tingkat praktis disebut aspek etika.

Berdasarkan pandangan ini, maka terlihat hubungan erat antara filsafat


dengan pendidikan sebagai disiplin ilmu pengetahuan. Selain itu, terdapat pula
struktur berpikir tentang pendidikan yang gambling, yakni terdiri atas tiga tingkat;
mulai tingkat matafisis, tingkat teoritis, dan tingkat praktis.

D. PENDEKATAN PENDEKATAN DALAM TEORI PENDIDIK-


AN
Berdasarkan uraian tersebut diatas dalam mempelajari mempelajari
pendidikan sebagai suatu teori yang berisikan konsep-konsep ada beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan (Uyoh sadulloh 2015: 5-12). Terdiri dari
beberapa pendekatan sains, pendekatan filosofis, pendekatan religi, dan pendekatan
multidisiplin.

1. Pendekatan Sains
Pendekatan sains terhadap pendidikan, yaitu suatu pengkajian dengan
menggunakan sains untuk mempelajari, menelaah, dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan. Teori pendidikan dengan pendekatan sains disebut sains
pendidikan (science of educatin). Cara kehja yang dipergunakan sebagaimana
prinsip-prinsip dan metode kerja sains. Henderson (1959) mengemukakan bahwa
sains pendidikan pada dasarnya ingin menyumbang pengetahuan yang diperoleh
melalui eksperimen, analisis, pengukuran, perhitungan, klasifikasi, dan
perbandingan.

Filsafat pendidikan 55
Sains pendidikan menghasilkan ilmu pendidikan sebagai terapan dari sains
dasarnya. Misalnya Sosiologi Pendidikan, merupakan terapan dari sosiologi untuk
menelaah masalah-masalah pendidikan ; psikologi pendidikan, merupakanterapan
dari psikologi untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Pendekatan sains ingin menelaah masalah-masalah pendidikan secara ilmiah
(scientific) dan mempelajari proses-proses psikologis, sosiologis, soaiokultural,
dan ekologis, karena akan mempengaruhi dan menentukan pendidikan

Karakteristik pendekatan sains

Karakteristik pendekatan sains dapat dilihat dari tiga segi, yaitu objek
pengkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian. Objek pekerja dalam
sains pendidikan sangat terbatas, karena objeknya merupakan salah satu aspek dari
pendidikan. Dengan objek terbatas itulah, sains pendidikan mencoba menganalisis
objeknya menjadi unsur-unsur yang lenih kecil. Misalnya sosiologi pendidikan,
sebagai salah satu bagian dari sains pendidikan, objek penyelidikannya terbatas
pada factor-faktor social dalam pendidikan (proses social dalam pendidikan dan
pengawasan social dalam pendidikan).

Tujuan pengkajian sains adalah untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa


yang terjadi dalam pendidikan. Mendeskripsikan dan menggambarkan apa yang
terjadi dalam peristiwa pendidikan. Karakteristik seperti ini disebut deskriptif atau
deskriftif analitis,yaitu mengambarkan secara rinci tentang unsur-unsur dari aspek
pendidikan, yang menjadi objek penyelidikannya.

Metode kerja pengkajian sains dalam pendidikan ialah dengan


menggunakan metode sains (yang lebih dikenal dengan metode ilmiah) yaitu
dengan cara induktif. Teori penidikan dengan metode induktif berasal dari fakta-
fakta khusus, fakta empiris pendidikan, dianalisis dan diverifikasi, kemudian
ditarik suatu kesimpulan/ generalisasi sebagai suatu teori pendidikan. Mereka yang
menggunakan cara kerja induktif, melihat teori pendidikan sebagai sains, dimana
hasilnya disebut sains pendidikan.

Filsafat pendidikan 56
Metode sains merupakan prosedur kerja yang terencana dan cermat,
melalui pengalaman, dengan menggunakan kerangka pemikiran tertentu. Dengan
demikian sains pendidikkan menggunakan kajian empiris logis, yaitu suatu
pengkajian yang bersumber data yang empiris yang diperoleh dengan melakukan
penelitian yang cermat dan menggunakan berbagai metode/cara yang logis
menurut aturan-aturan tertentu.

2. Pendekatan filosofis
Pendekatan filososfis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk
menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan
metode filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan
pendekatan filosofis disebut filsafat pendidikan. Menurut Henderson (1959),
filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan /diaplikasikan untuk menelaah
dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup
dan pandangan hidup individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan. Pendidikan tidak dapat dipenuhi sebelumnya tanpa memahami tujuan
akhirnya, sehingga hanya tujuanlah yang dapat ditentukan terlebih dahulu dalam
pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut perlu dipahami dalam kerangka
hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik yang berkaitan dengan tujuan
hidup individu maupun kelompok. Si terdidik maupun pendidik secara pribadi
memiliki tujuan dan pandangan hidup sendiri, dan sebagai masyarakat atau warga
Negara memiliki tujuan hidup bersama.

Karateristik pendekatan filosofis

Karakteristik pendekatan filosofis, seperti halnya pendekatan sains, dapat


dilihat dari objek penkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian.
Objek pengkajian pendidikan dengan menggunakan pendekatan filososfi, adalah
semua aspek pendidikan tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Seluruh aspek
pendidikan seperti tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan,

Filsafat pendidikan 57
pendidik, anak didik, keluarga, masyakarakt merupakan kajian yang
komprehensif dari pengkajian filosofi. Pengkajian seperti ini disebut pengkajian
synopsis, yaitu pengkajian yang bersifat merangkum atau mencakup semua aspek
pendidikan.

Tujuan akhir suatu pengkajian filosofi dalam pendidikan adalah


merumuskan apa dan bagaiman seharusnya tentang pendidkan. Kajian filosofi
berusaha merumuskan apa yang dimaksud dengan pendidikan, bagaiman
seharusnya tujuan pendidikan, bagaimana seharusnya kurikulum
dirumuskan/disusun. Pengkajian seperti itu disebut pengkajian normative, karena
berkaitan dengan norma-norma, nilai-nilai yang berlaku dalam ehidupan
manusia, sehingga pengkajian tersebut harus sampai pada suatu rumusan, apa
yang seharusnya terjadi dalam pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan.

Metode pengkajian filosofi sadalah melalui kajian rasional yang


mendalam tentang pendidikan dengan menggunakan semua pengalaman manusia
dan kemanusiaan seseorang dapat diterapkan dalam menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan.

3. Pendekatan Religi
Pendekatan religi terhadap pendidikan, berarti bahwa suatu ajaran religi
dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep. Konsep pendidikan
yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi
yang berisikan kepercayaandan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan
sumber dalam menetukan tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode, bahkan
sampai pada jenis-jenis pendidikan.
Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan
adalah tesis dedukatif. Dikatakan tesis, karena bertolak dari dalil-dalil atau
aksioma-aksioma agama yang tidak dapat kita tolak kebenarannya. Dikatakan
deduktif, karena teori pendidikan disusun dan prinsip-prinsip yang berlaku
umum, diterapkan untuk memikirkan masalah-masalah khusus. Ajaran agama

Filsafat pendidikan 58
yang berlaku umum dijadikan sebagai pangkal untuk memikirkan prinsip-prinsip
pendidikan yang khusus.
4. Pendekatan Multidisiplin
Untuk menghasilkan suatu konsep yang komprehensif dan menyeluruh
dalam mempelajari pendidikan tidak bisa hanya dengan menggunakan salah
satu pendekatan atau disiplin saja. Misalnya kita hanya menggunakan
psikologi,sosiologi, filsafat, atau hanya dengan pendekatan religi. Pendidikan
yang memiliki lapangan yang sangat luas, menyangkut semua pengalaman dan
pemikiran manusia tentang pendidikan tidak mungkin kalau hanya dilihat dari
salah satu aspek, atau dari salah satu kajian saja.
Jadi, pendekatan yang perlu kita lakukan adalah pendekatan yang
menyeluruh (pendekatan holistic), pendekatan multidisiplin yang terpadu.
Pendekatan filosofi, pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin
pendekatan seni, kita pergunakan secara terpadu tidak berdiri masing-
masing secara terpisah. Antara pendekatan yang satu dengan pendekatan
yang lainnya harus memiliki hubungan komplementer, saling melengkapi
satu dengan yang lainnya.

Filsafat pendidikan 59
EVALUASI
1. Jelaskan pengertian pendidikan menurut saudara!
2. Jelaskan apa tujuan pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional!
3. Jelaskan mengapa manusia perlu pendidikan!
4. Sebut dan jelaskan pendekatan dalam pendidikan!
5. Dari beberapa pendekatan tersebut mana yang saudara pilih yang sesuai dengan
pendekatan pendidikan!

Filsafat pendidikan 60
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hamdani. 1986. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang.

Ahmadi dan Uhbiyati.1991.Ilmu Pendidikan.Jakarta:Rineka Cipta

Djumranyah, H.M. 2004. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayu Media Publishing

Ghufron, Moh. 2016. Filsafat Pendidikan. Depok Sleman Yogyakarta: Kalimedia

Handerson, Stella van Petten, Introduction to Philosophy of Education, The


Universary of Chicago Press, Chicago, 1959

Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan. Penerjemah Mahmud Arif.


GamaMedia,Yogyakarta.

Langeveld, J.H., BeknopteTheoritische Paedagogiek, J.B. Wolters, Jakarta, 1953


(Terjemahan Simanjuntak MA)

Redja Mudyahardjo.2006.Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal Tentang


Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Di Indonesia,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

______________ 2012. Filsafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Sadulloh, Uyoh. 2015. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta.

Sikun Pribadi. 1971. Peranan Filsafat Pendidikan. Bandung: FIP IKIP.

Sudarwan Danin, 2006.Visi Baru Manajemen Sekolah, Jakarta:Penerbit Bumi


Aksara.

Filsafat pendidikan 61
Bab IV

FILSAFAT PENDIDIKAN

Capaian Pembelajaran Deskripsi Singkat

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa Deskripsi singkat


diharapkan dapat:
Dalam perkuliahan ini Anda akan
1. Menjelaskan Pengertian Filsafat mempelajari Pengertian Filsafat Pendidikan,
Pendidikan Sejarah Pemikiran Filsafat Pendidikan,
2. Menjelaskan Sejarah Pemikiran Landasan-Landasan Filsafat Pendidikan dan
Filsafat Pendidikan Memahami Aliran Filsafat dan Pendidikan
3. Menjelaskan Landasan-Landasan
Filsafat Pendidikan
4. Memahami Aliran Filsafat dan
Pendidikan

Filsafat pendidikan 62
A. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Filsafat dan pendidikan memang merupakan dua istilah yang berdiri pada
makna dan hakikat masing-masing namun ketika keduannya digabungkan kedalam satu
tema khusus maka memiliki makna tersendiri yang merupakan satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan. Filsafat pendidikan dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri, namun bukan berarti bahwa kajian hanya sekedar menelaas sendi-sendi
pendidikan atau filsafat semat. Olehnya itu filsafat pendidikan adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari filsafat secara keseluruhan baik kedalam system maupun metode.

Menurut John Dewey, filasafat pendidikan merupakan suatu pembentukan


kemampuan dasar yang fundamental baik yang menyangkut daya piker (intelektual)
maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia. Menurut Thompson,
filsafat artinya melihat suatu masalah secara total dengan tanpa ada batasan atau
implikasinya, ia tidak hanya melihat tujuan, metode, atau alat-alat, tetapi juga meneliti
dengan hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan pikiran yang dimaksud oleh filsuf tersebut
merupakan suatu upaya untuk menentukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat
dapat dilakukan melalui proses kompromi.

Filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai: (1) aliran-aliran piker yang


ditelaah implikasinya kedalam pendidikan, (2) tokoh-tokoh pemikir,(3) prinsip-prinsip
pendidikan, baik aliran piker maupun gagasan para filsuf yang mengandung kebijakan,
atau yang sejenis, yang digunakan sebagai prinsip-prinsip penuntun atau dasar
pendidikan (Barnadib, 2002: 76). Dengan demikian, filsafat pendidikan juga
menyediakan kerangka khusus untuk menelisisk atau meninjau lebih dalam mengenai
proses pendidikan yang dapat dipandang melalui system filsafat umum anutan
seseorang. Akan tetapi, jika seseorang secara khusus terlibat dalam pendidikan, maka
pertanyaan-pertanyaan dan aspek-aspek tertentu dalam filsafat yang lebih luas tersebut
perlu dikhususkan ke dalam pemikiran pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan yang
menjadi tugas filsafat pendidikan antara lain: apakah pendidikan itu, apakah tujuan
pendidikan, alat-alat apakah yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan itu,

Filsafat pendidikan 63
bagaimanakah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan pendidikan (Imam Barnadib,
2013: 14).

Sebagaiman pandangan A.H. Bakker dalam karangannya berjudul filsafat


pendidikan sistematis menyatakan bahwa filsafat dan pendidikan memiliki hubungan
yang sangat erat. Setiap praksis pendidikan, entah liar atau sistematis, mencerminkan
suatu pandangan tentang manusia, dunia, dan Tuhan. Meskipun kerap pandangan
mengenai pendidikan itu tidak bersifat reflex (tidak di rumuskan), hanya bersifat
konkrit dan dihayati secara praksis. Oleh karena itu, konsepsi tentang pendidikan akan
lebih nampak jikalau pendidikan diberi dasar lebih ilmiah dalam ilmu mendidik. Dasar-
dasar hidup manusia diselediki dalam hubungan sesama , dunia, Tuhan; Khususnya
hubungan dengan pendidikan. Selanjutnya disusun ilmu filsafat, yang menguraikan
latar belakang tersebut, dan menjelaskan segala praksis mendidik atau ilmu mendidik.
Sebaliknya, setiap filsafat sistematis menyusun konsepsi mengenai pendidikan. Filsafat
dapat memberikan pengarahan kepada ilmu mendidik dan praksis mendidik, maka
selalu ada hubungan timbal balik antara filsafat (pendidikan), ilmu mendidik, dan
praksis mendidik (A.H. Bakker, 1978:2-3).

Filsafat sebagai ilmu mempelajari objeknya dan mengadakan tinjauan dari


sudut hakikat, juga dari segi sistematis. Filsafat berhadapan dengan tiga problem utama,
yaitu realita, pengetahuan, dan nilai. Objek material filsafat melingkupi seluruh
kompleks pengalaman hidup sehari-hari dalam hubuangan dengan manusia, dunia dan
Tuhan/. Segala ilmu pengetahuan sistematis, serta segala hasil refleksi filosofis.
Dengan demikian objek material filsafat pendidikan menyangkut tiga persoalan utama,
yaitu: (a) segala fenomena pendidikan sebagai fakta dan peristiwa; (b) segala sistematis
ilmiah; (c) segala refleksi filsafat pendidikan dalam sejarah. Kemudian objek formal
filsafat meliputi dasar dan hakikat dalam segala hal, sekaligus mencari pemahaman
yang paling mendalam dan mutlak. Objek formal filsafat pendidikan terletak pada
upaya menghubungkan segala gejala dan teori dengan hakikat manusia. Keberadaan
kedua objek filsafat pendidikan tersebut, secara tidak langsung telah menyampaikan
salah satu fungsi filsafat pendidikan yakni melakukan klarifikasi persoalan.

Filsafat pendidikan 64
Oleh karena itu, seorang filsuf pendidikan harus membantu merumuskan
persoalan dengan pertimbangan-pertimbangan agar persoalan itu dapat dikupas sampai
mendasar. Studi tentang beragam filsafat pendidikan memberikan penjerniahanpikiran
dan keyakinan mengenai pendidikan. Melalui studi filsafat pendidikan seorang
individu dapat membangun sudut pandang atau system filsafat tentang seluruh program
pendidikan, agar dapat mengambil keputusan sehingga menghasilkan modifikasi dalam
struktur pendidikan yang ada (Rosen, 1998: 12-13).

Pendidkan sebagai aktivitas manuasia mengasumsikan adanya filsafat yang


melatarbelakanginya, sehingga bentuk dan paradigm pndidikan pun beraneka ragam
sesuai dengan banyaknya filsafat dan aliran filsafat. Filsafat pendidikan dikatakan juga
sebagai filsafat formal yang diterapkan dalam bidang pendidikan. Hubungan antara
keduannya filsafat dan pendidikan terjalin melalui suatu hubungan yang bersifat
keharusan, yang ditinjau dari segi filsafat maupun segi ilmu pendidikan. Berdasarkan
sudut pandang filsafat, maka filsafat pendidikan merupakan filsafat praktis, yaitu suatu
upaya menerapkan ide-ide atau aliran filasafat ke dalam pendidikan. Sementara itu,
menutut pandangan ilmu pendidikan bahwa filsafat pendidikan merupakan ilmu teoritis
yang membahas konsep-konsep dasar pendidikan.

Dengan, demikian, filsafat pendidikan mencakup nilai-nilai yang dijunjung


tinggi yang dijadikan pedoman perbuatan atau tinadakan, baik pedoman dalam tingkah
laku dan sikap sehari-hari maupun perbuatan dalam pendidikan merupakan realisasi
nilai-nilai filosofi yang dianut. Jadi, pada diri si pendidiktelah ada niali-nilai yang
dianut dan diyakini kebenarannya sebagai landasan dalam medidik. Nilai-nilai yang
direalisasikan para pendidik itulah yang dimaksud dengan filsafat pendidikan.
Hubungan filsafat dengan pendidikan juga terlihat dalam pengembangan pendidikan,
terutama digunakan filsafat untuk menjawab permasalahan yang bersifat filosofis
dalam pendidikan. Selain itu, filsafat digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan mendidik sebagai
kegiatan normatif dengan suatu proses kegiatan untuk menanamkan norma-norma

Filsafat pendidikan 65
kehidupan yang sesuai dan bersumber pada dasar-dasar filsafat Negara atau filsafat
hidup yang digunakan.

Secara real seperti terlihat diatas, maka filsafat pendidikan dapat dijadikan
sebagai sebuah lapangan studi. Studi filsafat pendidikan bertugas merumuskan secara
normative dasar –dasar dan tujaun pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia,
hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, system pendidikan yang
meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan metodologi
pengajarannya; pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
masyarakat. Tugas tersebut dapat dijembatani dengan melihat filsafat pendidikan
sebagai ilmu. Oleh karena itu, filsafat pendidikan sebagai ilmu yang memberi jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan fundamental dalam pendidikan, tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari pembahasan mengenai cabang-cabang dan aliran- aliran filsafat yang
berpengaruh sepanjang sejarah pendidikan.

Cabang-cabang filsafat menjadi landasan dalam pendidikan adalah metafisika,


epistimologi, dan aksiologi. Sementara aliran-aliran filsafat yang berpengaruh dalam
pendidikan, antara lain nativisme, naturalism, empirisme, dan teori konvergensi.

Apabila pendidikan di Indonesia ditempatkan dalam konteks aliara-aliran


secara global, maka pendidikan Indonesia memiliki aliran filsafat tersendiri sesuai
dengan falsafah negaranya. Maksudnya adalah pendidikan Indonesia berdasarkan
pancasila dan UUD 1945, sabagai landasan filsafat pendidikan yang khas.

Pendidikan dalam arti luas juga merupan upaya pengembangan sumber daya
manusia. Namun pendidikan lebih dari sekedar upaya pengembangan sumber daya
anak atau peserta didik. Pendidikan mengandung tujuan yang lebih menyeluruh. Yaitu
pengembangan yang terarah pada pendewasaan manusia sebagai pribadi seutuhnya
yang mandiri dan siap menyesuakan diri dalam kehidupan masyarakat. Ini berarti
bahwa kesiapan untuk adaptasi dan sosialisasi tidak kalah pentingnya. Keduanya
berkaitan erat dengan pembentukan watak dan nurani yang selanjutnya mendasari
perilaku berakhlak dan berbudi (tokoh Indonesia.com, 2007).

Filsafat pendidikan 66
B. SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Menurut sejarahnya filsafat yang paling awal adalah filsafat alam. Namun tidak
di tahu kapan persisnya. Setelah munculnya filsafat alam periode kedua, awal abad ke
lima sebelum masehi, maka pada pertengahan abad tersebut muncul sebuah aliran baru
dalam filsafat yang radikal. Aliran ini kemudian merubah jalannya filsafat kepada
suasana yang lainnya dari sebelumnya. Aliran baru ini dinamakan shopisme, sebuah
aliran transisi dari filsafat alam ke filsafat klasik. Kaum sophis ini muncul untuk
pertama kalinya di Athena. Sophisme itu berasal dari kata Sophos,yang artinya
cendekiawan. Sebutan ini semula diperuntukan bagi orang-orang pandai, seperti ahli
filsafat, ahli politik, ahli bahasa dan sebagainya. Sebutan itu akhirnya berubah makna,
dan diperuntukan bagi orang-orang yang ahli mempermainkan kata-kata, membalikan
kebenaran menjadi kesalahan dan sebaliknya. Orang-orang yang menguasai rethorika,
pandai berpidato dan berdebat, serta memutar lidah untuk memutarbalikan kenyataan
disebut orang-orang sophis. Mereka (kaum sophis) mengajarkan ilmunya dimana saja.
Jadi ilmu sudah diobral dan sudah dapat dipelajari oleh semua orang, tidak lagi
diajarkan ditempat-tempat khusus seperti sebelumnya. Meski demikian sophisme
memiliki andil dalam sejarah filsafat, karena aliran ini telah menurunkan pandangan
filsafat dari langit ke bumi, yaitu filsafat alam dan aliran-aliran filsafat sesudahnya
selalu membicarakan alam besar (macrocosmos). Akan tetapi, kaum sophis memulai
membicarakan alam kecil , yaitu manusia sebagai makhluk hidup berkemauan dan
berpengetahuan. Dengan demikian, lahirnya sophisme berarti terbukanya jalan untuk
menuju pada kelahiran filsafat klasik.
Kemudian filsafat klasik dapat dirasakan dapak konkritnya terhadap
perkembangan filsafat pendidikan. Filsafat klasik dimulai oleh seorang filsafat
pemikir besar dizaman Yunani purbakala, yaitu Socrates seorang filsuf, terkenal yang
tidak pernah menuliskan ajaran-ajaran filsafatnya. Ajaran-ajaran filosofi Socrates
dituliskan oleh murid-muridnya, dan yang paling terkenal adalah plato. Socrates
belum menyusun suatu filsafat yang bulat agar dapat memberikan nama klasik kepada
filsafatnya. Dia dipandang sebagai pembuka jalan kepada filsafat klasik itu. Aliran
filsafat klasik dibangun oleh Plato dan muridnya, Aristoteles berdasarkan ajaran-

Filsafat pendidikan 67
ajaran Socrates. Pemikiran dan ajaran filsafat klasik ini menjadi pegangan orang-orang
barat dan mengusai alam pikiran mereka dalam masa yang tidak kurang dan dua ribu
tahun lamanya.
Walaupun Socrates tidak menuliskan ajarannya, tetapi dia melakukan ajarannya
dengan perbuatan dan cara hidup. Socrates berjalan kesana kemari setiap untuk
mempelajari tingkah laku dan cara-cara hidup, serta kehidupan orang-orang Athena
mereka. Ai berbicara dengan semua orang. Dengan tujuan untuk mengajar orang
mencari kebenaran. Dia selalu memulai percakapannya dengan bertanya, mula-mula
tentang hal yang sepele, kemudian tambah mendalam dan akhirnya orang yang diajak
berbicara itu mengaku tidak tahu apa-apa lagi. Pada titik itu, Socrates selalu menutup
pembicaraannya ‘’ya demikianlah adanya kita sama-sama tidak tahu’’. Tindakan
Socrates tersebut merupakan reaksi terhadap ajaran guru-guru golongan Sophis yang
mengobrol dan menjual ilmu kepada siapa saja yang mau membayar. Ajaran filsafat
Socrates yang demikian itu, menyebabkan dinyatakan bersalah oleh penguasa dengan
alasan telah memperdayakan para pemuda dan menentang dewa-dewa yang diakui
Negara. Dia dihukum mati dengan cara minum racun.
Setelah Socrates menghembuskan napasnya yang terakhir karena meminum
racun sebagai pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan kepadanya, buah pikiran dan
pendapat- pendapatnnya tetap berkembang terus, mekar sebagi bunga sepanjang
sejarah pemikiran manusia. Buah pemikiran filsafatnya disebarluaskan oleh para
muridnya yang tetap mengagumi dan mengagungkannya sebagai bapak aliran filsafat
klasik. Buah pikirannya yang utama adalah alam yang nampak ini bukan dunia yang
sempurna, karena dibalik itu ada alam yang lain lagi, di mana segala hakikat alam
terdapat didalamnya, yang tidak dapat kita capai dengan panca indra kecuali baying-
bayangnya saja di alam ini. Alam yang ada dibalik alam yang kita saksikan ini adalah
alam ideal, pikiran yang murni dan hakikat-hakikat yang azali. Manusia berusaha
mencapai kebahagian. Oleh karena itu dia harus mengetahuinya dengan jelas apakah
hakikat kegiatan yang sebenarnya, dan untuk mendapatkan kebahagian itu manusia
harus mengetahui apa dan bagaimana nilai-nilai keadilan, kebenaran dan kesucian
batin, kebijaksanaan dan keutamaan-keutamaan lainnya.

Filsafat pendidikan 68
Setelah Socrates meninggal, muncuk kembali seorang filsuf besar yakni Plato
yang lahir di Athena pada tahun 427 dan meninggal tahun 347 sebelum masehi dalam
usia 80 tahun. Plato berasal dari keluarga ningrat atau aristokrasi. Pada usia yang masih
muda, 20 tahun, Plato telah menjadi pengikut dan murid Socrates dia mendampingi
Socrates kurang lebih selama 18 tahun. Kemudian Plato merantau ke Megara untuk
berguru kepada Euglides. Setelah itu, ia menuju ke Kyrena untuk memperdalam
pengetahuan matematikanya pada Theodoros. Selama perjalannya itu, Plato pun
menulis buku dan mengajarkan filsafatnya. Dari Kyrena, dia menuju ke Italia selatan
dan Syracuse di pulau sicilia. Dalam tahun 387 sebelum masehi, Plato mendirikan
sebuah sekolah yang diberi nama academia. Sejak berusia 40 tahun sampai wafat,
bertempat di academia. Plato mengajarkan filsafat dan membuat karangan-
karangannya yang terkenal dikemudian hari. Pada dasarnya academia tidak seperti
sekolah yang dikenal sekarang, melainkan sebuah institute sebagai tempat berkumpul
kawan-kawan dan para murid-murud Plato untuk mengadakan pembahasan maupun
percakapan ilmiah serta pelajaran filsafat. Iklim dan suasana keilmuan sangat terasa di
academia. Hal ini sesuai dengan tujaun pendiriannya untuk mempersiapkan orang-
orang yang diharapkan dapat menjadi pengatur administrasi kota dan pemimpin
Negara.
Kesulitan dalam membatasi unsur-unsur yang membentuk dan mendefinisikan
filsafat Plato disebabkan oleh filsafat aliran platonisme yang banyak membahas tentang
hakikat sesuatu daripada menampilkan dan mencari dalilnya., serta ketengan tentang
hakikat itu sendiri. Buah pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlajut tanpa
akhir. Betapapun adanya (filsafat dan buah pikiran Plato)., para ahli sejarah filsafat
tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagaian pendapat-pendapat dan buah
pikirannya yang pokok dan utama. Betrand Russel mengatakan bahwa buah pikiran
penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah kota utama ; merupakan ide yang
belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Kedua, pendapatnya
tentang ide yang merupakan buah pikiran pertama yang mencoba untuk memecahkan
persoalan menyeluruh tentang masalah itu. Ketiga, pembahasan dan dalil yang
dikemukakan tentang keabadian. Keempat, buah pikirannya tentang alam cosmos.

Filsafat pendidikan 69
Kelima, pandangannyapandanagnnya tentang ilmu pengetahuan. Betrand russel dalam
bukunya “politeia’ (republic), tergambar dengan jelas bahwa Plato mengingikan
adanya suatu susunan politik negarayang diliputi dan diayomi oleh keadilan, serta
didalamnya berlaku prinsip-prisip filsafat. Dalam buku ini, Plato mendefinisiskan
‘keadilan’ sebagai landasan sebuah Negara atau pemerintahan yang diatur dan
diperintah dengan aturan yang ide. Hal ini pernah dibicarakan Plato dalam buku-buku
yang dikarangnya sebelum itu, yaitu dalam buku yang mengandung dialog bernama
Elkipiades dan Georgias dan dibicarakan lagi dalam kitab nomoi.

1. Filsafat Pendidikan Klasik


Sebagaimana telah diterangkan bahwa filsafat klasik, salah satu aliran filsafat
diatara aliran-aliran filsafat Yunani yang mempunayi pengaruh nyata terhadap filsafat
pendidikan. Filsafat Plato bertolak pangkal pada idealisme. Kata ini berasal dari
konsepsi Plato tentang idea agung atau idea tertinggi. Isi paham ini termasuk pada
penyataan bahwa apa yang ada didalam alam ini bukan suatu realitas, bukan suatu yang
sebenarnya dan bukan sesuatu yang asli. Apa yang ada dihadapan manusia (apa saja,
dan semuanya itu) hanya duplikat, gambaran atau bayangan serta tiruan dari yang asli.
Sesuatu yang asli dan sebenarnya dari benda, berada dibelakang yang dapat dirasakan,
didengar, dan dilihat ini. Asli dan sebenarnya itu sangat absolut dan sangat mutak
dalam kesempurnaannya, hingga tidak sanggup dicapai dan diketahui oleh panca indra
manusia. Asli dan sempurna itu disebut Idea Utama. Dalam Idea Utama terdapat
‘’pikiran mutlak’’ (absolute mind) yang sangat sempurna. Keadaannya seperti matahari
yang menyilaukan, bahkan membutakan mata. Begitu pula dengan pikiran mutlak yang
menyilaukan dan melimpah-ruahi intelek serta kesanggupan berpikir manusia yang
lemah dan terpaksa memalingkan pandangan dari padanya. Sebagaiman seseorang
mengalihkan pandangnnya dari matahari, karena kesilauan yang dapat membutakan
mata.ibaratnya, manusia terpaksa menyenangi keadaan yang dapat diatur dan
menyamankannya, meskipun tidak asli dan sempurna. Dengan demikian, seolah-olah
manusia kembali kedalam gua yaitu dunia pengamatan panca indra yang hanya

Filsafat pendidikan 70
mengizinkan intelektual manusia menampak sekilas lintas dalam ‘’realitas utama’’ atau
tertinggi.
Pendidikan itu dapat dikatakan sebagai tugas yang harus dilaksanakan untung
kepentingan Negara dan perorangan. Untuk perorangan, pendidikan itu memberikan
kesempatan untuk penampilan yang terbaik dan semua kemampuan atau kesanggupan
diri pribadinya. Bagi Negara, dia bertanggung jawab untuk memberikan perkembangan
kepada warganya, dapat terlatih dan terdidik serta merasakan bahagia dalam
menjalankan peranannya buat melaksanakan kehidupan kemasyarakatan. Menuru Plato
dalam buku ‘’republik’’, ada tiga macam sekolah pertama, sekolah rendah atau sekolah
dasar yang memberikan suatu dasar bagi pendidikan umum setiap orang. Kedua,
sekolah tingkat menengah yang memberikan pelajaran dan latihan lebih keras, baik
fisik maupun intelektual kepada siswa untuk mencapai tujuan dan kepentingan menjadi
tentara, pejabat-pejabat pemerintah, peneliti dan tugas-tugas legislative. Ketiga, sebuah
pusat pendidikan tinggi yang melanjutkan pendidikan dan latihan kepada rombongan
siswa pilihan untuk menjadi ahli-ahli peneliti para pendidik dan anggota-anggota
dewan perwakilan rakta.
Pendidikan rendah berisi musike, yaitu suatu studi tentang kesusteraan, music
dan ilmu kewarganegaraan (civic) ; dan gymnastike, yaitu pelajaran atletik dan tarian-
tarian. Isi pendidikan rendah yang seperti ini dimaksudkan untuk memperoleh rasa
cinta kepada keindahan dan kecantikan guna membangkitkan rasa kesederhanaan serta
pengontrolan diri. Kali ini menjadi salah satu akses dari mengejar kesenangan duniawi
dan kekayaan semata-mata yang tidak saja menimbulkan cita rasa jelek dan jahat, tetapi
juga kekalahan diri sendiri. Apabila para produser dan consumer tidak dapat diyakinkan
bahwa hidup enak (kehidupan mewah dan kehidupan menyolok) menimbulkan
keinginan baru dan kemauan yang terus menerus untuk memiliki lebih banyak lagi.
Akhirnya setiap orang dalam masyarakat, tidak merasa puas dengan kesenagan hidup
dan harta benda yang dimilikinya. Akibatnya akan menimbulkan kegoncangan
terhadap kesehatn ekonomi Negara. Sederhananya, tujuan pendidikan tingkat dasar
untuk mengajarkan nilai estetika dan etika. Pelajaran ini harus diajarkan dengan
mempraktekan tindakan yang lemah lembut dan mempelajari karya sastra sastrawan-

Filsafat pendidikan 71
sastrawan besar yang memiliki keistimewaan dalam gaya bahasa sebagai upaya
membangkitkan kegaguman dan penghormatan siswa terhadap tujuan pendidikan
tersebut. Siswa belajar dengan cara meniru dan dengan inspirasi. Sambil menempatan
diri mereka sendiri pada tempat pahlawan yang tragis , bapak atu ibu mereka, atau pada
tempat para atlet ulung. Terdapat kecenderunagn bertindak untuk membina tingkah
laku, artinya siswa tumbuh dewasa menyerupai orang-orang yang mereka tiru. Plato
begitu percaya pada pandangannya tadi, maka dia mengharuskan adanya kebutuhan
kepada pemilihan dan penilitian.
Tingkatan sekolah menengah diperlukan untuk menguji dan melatih
intelligentsia siswa dalam masa sepuluh tahun dengan pengetahuan matematika sebagai
disiplin mental. Mereka juga diharuskan mempelajari metode mencari pola-pola dan
bentuk-bentuk melalui studi tentang berhitung, ilmu ukur bidang (planegeomerty) ilmu
ukur ruang (solid geometry) astronomi teoritis dan ratio therapye dengan giat.
Tingkatan sekolah menengah mengadakan latihan dengan maksud nyata untuk
mengembangkan dan meningkatkan penghargaan terhadap kebenaran sebagai nilai,
ketelitian, ketegasan dan kemantapan bertidak dalam cara-cara berfikir.
Adapun pendidikan tinggi, buat penyediaan tenaga ahli perundang-undangan,
harus terdiri dari ‘’dialektika”. Kata ‘’dialektika” merupakan suatu ungkapan yang
mengandung bermacam-macam pengertian. Plato sendiri mempergunakannya
(kadang-kadang) dalam pengertian yang informal dan percakapan yang diarahkan
untuk pembimbingan, serta dipergunakannya dalam menyampaikan metode penelitian
praktis. Pada saat tertentu, ‘’dialetika’’ dipergunakan untuk membuat pengertian dan
ketelitian logis dalam memberikan definisi atau klasifikasi. Akan tetapi dalam banyak
hal, Plato menggunakan kata “dialektika’’ sebagai suatu penggunakan metode
matematika yang jelas dan logis dalam menganalisa fenomena yang kacau, sifat
maupun tingkah laku manusia.
Plato memiliki seorang penerus terkemuka yang pada akhirnya
mengembangkan pemikiran yang berbeda dengannya, yakni Aristoteles, sorang ahli
filsafat klasik juga. Aristoteles lahir di kota Stagira yang terletak sekitar 200 mil sebelah
utara kota Athena, pada tahun 384 S.M. Aristoteles menutup usia dikalkis pada tahun

Filsafat pendidikan 72
322 SM. Bapaknya bernama machaon seorang sahabat dan dokter raja Amyntas II, raja
kerajaan Macedonia. Dia dididik dan diasuh oleh bapaknya sendiri, terutama sekali
dalam bidang kedokteran yang disebut Asciepiads.
Cerita masa remaja dan mudanya menyebutkan bahwa Aristoteles pernah hidup
liar dan menghambur-hamburkan kekayaan orang tuannya. Akhirnya, dia masuk
tentara untuk dapat hidup. Kemudian kembali ke Stagira dan bekerja dlam bidang
pengobatan (sebagai dokter). Pada usia 30 tahun dia pergi ke Athena dan masuk ke
‘’akademia’’ Plato, tetapi ada pula cerita yang menyebutkan bahwa sejak umur 18
tahun dia telah masuk academia dan menjadi murid Plato. Kurang lebih 20 tahun
lamanya dia tinggal di academia, sampai gurunya meninggal. Selama di academia
Aristoteles memiliki kesenangan mengumpulkan buku, rajin membaca dan sangat royal
mengeluarkan uang untuk membeli buku. Banyak sekali koleksi buku yang
dimilikinya, maka bertempat dirumahnya dibuat sebuah perpustakaan pertama di Kota
Athena. Usaha ini sangat dihargai oleh gurunya. Aristoteles juga menuntut ilmu diluar
academia, seperti ilmu matematika yang diperoleh diakademia, dilanjutkan dengan
mempelajarinya pada beberapa orang guru astronomi terkenal, seperti Eudoxos dan
Kalippos. Ilmu retorika juga dipelajari melalui Isokrates dan Demonsthenes. Memang
kecerdasan Aristoteles luar biasa dan genius, karena hamper menguasai semua ilmu
yang dipelajari orang dimasa itu.
Pendidikan yang diperoleh Aristoteles dari ayahnya dalam bidang kedokteran,
terutama mengenai teknik bedah-membedah sangat mempengaruhi pandangan hidup,
pandangan ilmiah dan pandangan filsafatnya. Pengalaman bukan pengetahuan yang
merupakan bayangan belaka dan bukan tiruan atau bayangan semata dari idea, seperti
pendapat Plato. Idea itu sama sekali tidak lepas dari realitas dan keadaan yang nyata.
Hakikat sesuatu itu tidak terletak pada keadaan benda, melainkan pada pengertian
“ada” –nya benda tersebut.
Plato mengajarkan bahwa “ada”nya dari yang ada ini sebagai suatu
keseluruhan, dan bukan membicarakan dunia nyata, tetapi dunia yang tidak nampak,
yaitu dunia idea. Aristoteles berbeda pendapat dengan Plato tentang “ada”nya sesuatu
maka membagi “ada”nya sesuatu itu kepada bermacam-macam lingkungan, seperti

Filsafat pendidikan 73
fisika,biologi, etika, politik, dan psikologi. Yang dipelajari dan diketahui itu adalah
kenyataan-kenyataan yang tampak di dunia nyata. Oleh karena itu, terlihat jelas bahwa
paham filsafat Aristoteles didasarkan pada kenyataan-kenyataan atau realitas, sehingga
filsafat Aristoteles dikenal dengan nama filsafat Realisme. Akhirnya, dia disebut bapak
filsafat Realisme.
Bagi seorang realis, pelajaran humaniora dipandang tidak jelas dan tidak
menentu. Mereka mengatakan bahwa masalah humaniora harus diselesaikan oleh ahli-
ahli teologi dan filsafat yang memiliki kecenderungan kea rah itu. Permasalahan
kosmos umpamanya diwakili oleh undang-undang alam. Undang-undang alam itu tidak
dapat dipelajari langsung dari alam kesusasteraan dan sejarah, tetapi dipelajari
langsung dari alam itu sendiri dengan mencari pokok permasalahan ilmu-ilmu
pengetahuan seperti: matematika, biologi, ilmu binatang, botani, geologi, kimia,
fisiska, astronomi dan sub-sub bagiannya yang banyak itu. Matematika juga merupakan
lambang dari keteraturan dan ketepatan, dua sendi utama dari pandangn ontologis
“dunia sebagai mesin”. Matematika boleh saja abstrak, tetapi tidaklah samar-samar.
Abstrak samar-samar itu berbeda dan tidak sama. Matematika ialah memberikan
lambang bagi ketepatan mutlak dan keteraturan jagat raya yang ditempati ini.
Secara umum dapat dikatakan bahwa matematika dan ilmu pengetahuan alam
adalah masalah pokok bagi program pendidikan golongan realis. Matematika bertindak
sebagai alat simbolik program pendidikan itu yang hamper sama kedudukannya dengan
bahasa, alat simbolik untuk belajar dalam kurikulum golongan realis. Ahli-ahli
pendidikan idealis menekankan bahwa membaca, menulis, dan mengeja sebagai alat
dasar pelajaran. Hal ini berbeda dengan para ahli pendidikan realis yang menekankan
bahwa berhitung, aljabar, geometrid an trogonometri yang dapat digolongkan sebagai
alat seni ukur) sebagai alat dasar pelajaran. Kemudian dapat juga dikatakan bahwa
perhatian ahli pendidikan idealis sangat tertarik pada kualitas di dalam alam semesta
ini, dan pada mata pelajaran kualitatif dan normative. Sedangkan, para ahli pendidikan
realis tertarik pada kualitas dalam jagat raya ini serta mata pelajaran kualitatif yang
berdasarkan ukuran dan hitungan. Demikianlah antara lain pandangan aliran filsafat
realisme dalam dunia pendidikan.

Filsafat pendidikan 74
Sewaktu Amyntas II, raja Macedonia digantikan oleh anaknya yang bernama
Philippos, Aristoteles pun diundang ke Macedonia. Aristoteles tnggal di Macedonia
selama kurang lebih 7 tahun untuk mendidik putra mahkota Alexandros (Iskandar).
Setelah selesai mendidik Alexandros, Aristoteles kembali ke kota kelahirannya, Stagira
dan ditempat ini Aristoteles menyelesaikan buku-bukunya yang sudah ditulis semasa
muda, terutama saat menjadi murid Plato di academia. Setelah Alexandros menjadi raja
menduduki singgasana Macedonia, dan berangkat kea rah timur pergi berperang untuk
menaklukan Persia dan negeri-negeri lainnya. Aristoteles yang sudah berusia 50 tahun
pun berangkat ke Athena. Saat itu Athena bukan lagi kota Negara yang merdeka,
melainkan telah menjadi bagian dari kerajaan Macedonia. Dia tinggal di Athena selama
12 tahun, dan mendirikan sebuah sekolah dengan lingkungan yang luas. Sekolah ini
diberi nama Lykeion, pada tahu 322 SM. Aristoteles meninggal dunia dikota kalkis
pulau Eubua dalam usia 63 tahun.
Filsafat klasik telah meletakan dasr bagi perkembangan filsafat, khususnya
filsafat pendidikan. Hal ini sangat terasa dan nyata di zaman modern. Pada zaman
modern, filsafat pendidikan awalnya merupakan cara pendekatan terhadap masalah
pendidikan yang dilakukan di Negara-negara Anglo saxon. Filsafat penididikan di
Amerika dimulai dengan pengkajian terhadap beberapa aliran filsafat tertentu seperti
pragmatism, idealism, realism, eksistensialisme, dan sebagainya yang diakhiri dengan
implikasi kedalam aspek-aspek pendidikan. Filsafat di inggris memusatkan diri pada
prinsip-prisip yang mendasar sekali dalam pendidikan, misalnya tentang tujuan
pendidikan, tujuan kurikulum, metode mengajar, dan organisasi pendidikan. Berbeda
dengan yang ada di Belanda, filsafat pendidikan tidak dikenal. Ahli-ahli pendidikan
hanya mengenal paedagogiek dan teoritische serta opvoedkunde. Poedagogiek ialah
suatu ilmu yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik.
Tidak hanya menelaah objeknya untuk mengetahui hakikat objek tersebut, tetapi juga
mempelajari tentang bagaimana seharusnnya mendidik. Oleh karena itu maka ilmu
pendidikan dibedakan atas ilmu pendidikan teoritis tertuju pada penyusunan pesoalan
dan pengetahuan mengenai pendidikan secara ilmiah yang mempunyai ruang gerak dari
praktek pendidikan ke arah penyususnan system pendidikan, termasuk pesoalan yang

Filsafat pendidikan 75
muncul mengenai latar belakang filsafatnya. Sedangkan ilmu pendidikan praktis
menempatkan dirinya dalam situasi pendidikan dan ditujukan kepada pelaksana cita-
cita yang tersusun dalam ilmu pendidikan.
2. Filsafat Pendidikan Modern
Sejak permulaan abad ke 20, ilmu mendidik dijerman telah berdiri sendiri
sebagai suatu disiplin ilmu, pengertian ilmu mendidik dalam hal ini dapat disamakan
dengan filsafat pendidikan. Pengertian ilmu mendidik tersebut telah tercakup
didalamnya tujuan pendidikan, sebagaimana yang ada dalam filsafat pendidikan.
Kenyataan di atas tersebut menyebabkan munculnya aliran filsafat pendidikan
modern. Umumnya aliran-aliran dalam filsafat pendidikan meninjau problema
pendidikan dengan melihat dari tiga sisi, yaitu yang pertama, ontology berarti ilmu
hakikat yang menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang sebenarnnya.
Ontology menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang sangat terbatas
bagi pancaindera manusia. Kedua, epitimologi adalah pengetahuan yang berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia
memperoleh dan menangkap pengetahuan, serta jenis pengetahuan itu sendiri. Setiap
pengetahuan manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda
hingga akhirnya diketahui manusia, artinya epistimologi membahas sumber, proses,
syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan pengetahuan dan
jaminan untuk menyampaikan kebenaran. Ketiga, aksiologi merupakan pendidikan
yang menuji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia agar
dapat ditanamkan kedalam pengetahuam anak (lihat dalam Jalaluddin dan Abdullah
Idi, 2007: 83-84).

Secara ontologi filsafat pendidikan modern berarti ilmu hakikat yang


menyelidiki alam nyata dan bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah hakikat
dibalik alam nyata ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata
yang sangat terbatas pagi panca indra. Bagaimana realita yan ada ini, apakah materi
saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap kekal tanpa perubahan, apakah realita itu

Filsafat pendidikan 76
berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur ( duanisme ) atau terdiri dari unsur yang
banyak.
Secara epistemologi filsafat pendidikan pendidikan modern adalah pengetahuan
yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara
manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan.
Menurut Epistemologi, setiap pengetahuan mannusia merupakan hasil dari
penyelidikan hingga akhirna diketahui manusia. Epistemologi membahas sumber,
proses, syarat, batas fasilitas, dan hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan
dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
Sedangkan secara aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan
mengintregasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Kemudian nilai-
nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak-anak.

C. LANDASAN-LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN


1. Ontologis
Kata ontologi berdasarkatan perkataan Yunani, yaitu Ontos: being dan logos.
Logic jadi ontology adalah the theory of being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Atau bisa juga ilmu yang ada. Secara istilah ontology adalah ilmu yang
membahas hakikat yang ada yang merupakan realita baik berbentuk jasmani atau
konkrit maupun rohani atau abstrak. Berasal dari bahasa Yunani: on/ontos= ada dan
logos= ilmu. Jadi ontology adalah ilmu tentang yang ada. Secara ringkas membahas
realitas atau suatu entitas dengan apa adanya.
Istilah ontology pertaman kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun
1936 M, untuk menamai hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya
Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum
dan khusus. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontology. Dengan demikian,
metafisika atau ontology adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika
khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.

Filsafat pendidikan 77
Ontology membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologismempertahankan tentang objek
yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologid ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia
dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia. Ontology membahas tentang
ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontology berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Dalam rumusan Lorens bagus;
ontology adalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang
dimaksud sebagai kenyataan dan kebenaran. Ontology menurut Anton Bakker (1992)
merupakan ilmu pengetahuan yang paling universal dan paling menyeluruh. Ontology
adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat kebenaran segala sesuatu
yang ada. Menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hokum sebab-akibat. Yaitu,
ada manusia, ada alam, da nada causa prima dalam suatu hubungan menyeluruh, teratur
dan tertib dalam keharmonisan. Jadi, dari aspek ontology, segala sesuatu yang ada ini
berada dalam tatanan hubungan estetis yang diliputi dengan warna nilai keindahan.
Ontology merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkrit. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperi
Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebnyakan orang belum membedakan
antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah
sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal
mula segala sesuatu.
Filsafat pendidikan dijabarkan dari filsafat, artinya filsafat pendidikan tidak
boleh bertentangan dengan filsafat. Secara ontologis, filsafat pendidikan berusaha
mengkaji secara mendalam hakikat pendidikan dan semua unsur yang berhungan
dengan pendidikan.
Menurut Made Pidarta dalam buku .H. Jalaluddin, ontology filsafat pendidikan
mempertanyakan hal-hal berikut.
1. Apakah pendidikan itu?
2. Apa yang hendak dicapai?

Filsafat pendidikan 78
3. Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan- tujuan pendidikan?
4. Bagaimana sifat pendidikan itu?
5. Bagaimana perbedaan pendidikan teori dengan praktik?
6. Bagaimana hakikat kurikulum yang disajikan?
7. Siapa dan bagaimana para peserta didiknya?
8. Bagaimana system pengembangan bakat dan minat anak didik?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut memnerikan inspirasi terhadap upaya


pengembangan pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang berbudi luhur,
rasional, terampil dan mandiri. Manusia yang bertanggung jawab terhadap masa depan
kehidupan diri, keluarga, masyarakat, dan Negara. Akan tetapi, jawaban terhadap
semua pertanyaan ontologis biasanya memerlukan penelitian, analisis, dan deskripsi,
dan penjabaran. Oleh karena itu, dari ontology filsafat pendidikan dilanjutkan oleh
epistimologi filsafat pendidikan.

Pendekatan ontology atau metafisik menekankan pada hakikat keberadaan,


dalam hal ini keberadaan pendidikan itu sendiri. Keberadaan pendidikan tidak terlepas
dari keberadaan manusia. Oleh sebab itu, hakikat pendidikan berkenaan dengan hakikat
manusia. Dalam pendekatan ini, keberadaan peserta didik dan pendidik tidak terlepas
dari makna keberadaan manusia itu sendiri. Apakah manusia itu, dan apakah makna
keberadaan manusia itu? Pertanyaan-pertanyaan metafisik tersebut juga merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang esensial dalam proses pendidikan.

Kedua jenis pendekatan mengenai hakikat pendidikan, baik pendekatan


ontologis maupun pendekataan metafisik, mempunyai kebenaran masing-masing. Ilmu
pendidikan sebagai ilmu, tentunya mempunyai objek, metodologi, serta analisis
mengenai proses pendidikan. Sekalipun demikian, objek ilmu pendidikan atau subjek
ilmu pendidikan adalah anak manusia sehingga tidak terlepas dari pertanyaan mengenai
hakikat manusia. Memang, ada ahli filsafat yang meredusir hakikat manusia senagai
manusia yang berpikir. Sekalipun demikian, pendekatan-pendekatan tersebut tidak

Filsafat pendidikan 79
menyajikan suatu pengertian yang utuh mengenai manusia dan mengenai hakikat
pendidikan.

Pendekatan-pendekatan mengenai hakikat pendekatan-pendekatan pendidikan


telah melahirkan berbagai jenis teori mengenai apakah sebenarnya pendidikan itu.
Pendidikan bukan hanya suatu kata benda (noun), tetapi merupakan suatu proses atau
kata kerja (verb). Pengertian pendidikan merupakan suatu hasil (noun), dan suatu
proses (verb) adalah sangat penting untuk mengerti hakikat pendidikan tersebut.

Tilaar (2008) menjelaskan berbagai pendekatan mengenai hakikat pendidikan


dapat digolongkan atas dua kelompok besar, yaitu:

1. Pendekatan reduksionisme
2. Pendekatan holistic integrative

Literatur yang sangat banyak mengenai konsep dan teori pendidikan dewasa ini
tentunya tidak mungkin untuk menelusuri berbagai teori pendidikan yang ada. Begitu
pula, kedua pengelompokan tersebut bukanlah bersifat hitam putih, tetapi sekadar
menekankan garis besar dari teori-teori tersebut.

Dengan pemahaman tersebut sudah tentu hakikat pendidikanatau ontology


pendidikan berakar dari kebutuhan manusia terhadap proses pelatihan kemandirian
berpikir, mandiri mengambil keputusan, mandiri dalam bekerja untuk mempertahankan
kehidupannya, mandiri dalam mengamankan kehormatan dan harga dirinya, dan
manusia yang mengerti tujuan hidup hari ini, dan yang akan datang.

2. Epistimologi

Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari


dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan
demikian epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenahi
pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar

Filsafat pendidikan 80
(teori of knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang
asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan.

Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier,
untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub sistem
filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang
tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli,
tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya,
sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, buka saja pada redaksinya,
melainkan juga pada substansi persoalannya.

Istilah epistimologi dipakai pertama kali oleh J. F. Feriere untuk


membedakannya dengan cabang filsafat lain yaitu ontologi (metafisika umum).
Filsafat pengetahuan (Epistimologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang
mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Epistomogi merupakan bagian dari
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan asal
mula pengetahuan, batas – batas, sifat sifat dan kesahihan pengetahuan. Objeck
material epistimologi adalah pengetahuan . Objek formal epistemologi adalah hakekat
pengetahuan.

Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan


filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti
apa pengetahuan tersebut. Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika,
yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.

Dalam epistimologi dikenal dengan 2 aliran, yaitu:

1. Rasionalisme : Pentingnya akal yang menentukan hasil/keputusan.


2. Empirisme : Realita kebenaran terletak pada benda kongrit yang dapat diindra
karena ilmu atau pengalam impiris.

Filsafat pendidikan 81
Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu
secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran
umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.

Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian


suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa diabaikan.
Lazimnya, pembahasan konsep apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan
pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi persoalan yang
terkandung dalam konsep tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas
pembahasan konsep selanjutnya. Misalnya, seseorang tidak akan mampu menjelaskan
persoalan-persoalan belajar secara mendetail jika dia belum bisa memahami substansi
belajar itu sendiri. Setelah memahami substansi belajar tersebut, dia baru bisa
menjelaskan proses belajar, gaya belajar, teori belajar, prinsip-prinsip belajar,
hambatan-hambatan belajar, cara mengetasi hambatan belajar dan sebagainya. Jadi,
pemahaman terhadap substansi suatu konsep merupakan “jalan pembuka” bagi
pembahasan-pembahsan selanjutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu
biasanya terkandung dalam definisi (pengertian).

Demikian pula, pengertian epistemologi diharapkan memberikan kepastian


pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk
yang terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang
diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya
epistemologi itu.

Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan


mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber
pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai
tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William
S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang


membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang

Filsafat pendidikan 82
sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu
obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn
mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat
dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum
hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

Inti pemahaman dari kedua pengertian tersebut hampir sama. Sedangkan hal
yang cukup membedakan adalah bahwa pengertian yang pertama menyinggung
persoalan kodrat pengetahuan, sedangkan pengertian kedua tentang hakikat
pengetahuan. Kodrat pengetahuan berbeda dengan hakikat pengetahuan. Kodrat
berkaitan dengan sifat yang asli dari pengetahuan, sedang hakikat pengetahuan
berkaitan dengan ciri-ciri pengetahuan, sehingga menghasilkan pengertian yang
sebenarnya. Pembahasan hakikat pengetahuan ini akhirnya melahirkan dua aliran yang
saling berlawanan, yaitu realisme dan idealisme.

Selanjutnya, pengertian epistemologi yang lebih jelas daripada kedua


pengertian tersebut, diungkapkan oleh Dagobert D.Runes. Dia menyatakan, bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode
dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa
epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keasliam, pengertian, struktur,
metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Kendati ada sedikit perbedaan dari kedua
pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini sedikit perbedaan dari kedua
pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang
relatif lebih mudah dipahami (https://teguhprawira .wordpress.com /2011/ 11/22/
pengertian- epistemologi- pendidikan/).

Epistimologi mempersoalkan kebenaran pengetahuan. Pengetahuan yang benar


adalah pengetahuan yang telah memenuhi unsur-unsur epistimologi yang dinyatakan

Filsafat pendidikan 83
secara sistematis dan logis. Dalam spistimologi secara terperinci diperbincangkan
mengenai dasar, batas, dan objek pengetahuan. Menurut Sutarjo. A. Wiramihardja,
epistimologi dengan filsafat ilmu itu berbeda. Epistimologi mempersoalkan kebenaran
pengetahuan, sedangkan filsafat ilmu secara khusus memperbincangkan ilmu atau
keilmuan pengetahuan.

Dalam epistimologi, dibicarakan tentang sumber pengetahuan dan


sistematikannya. Selain itu, dibicarakan yang secara akurat pula digunakan untuk
masalah-masalah yang bersangkutan dengan maksud menemukan kebenaran isi
sebuah pernyataan. Isi pernyataan adalah sesuatu yang ingin diketahui. Oleh karena
itu, epistimologi relevan dengan ilmu pengetahuan yang disebut juga dengan filsafat
ilmu.

Berkaitan dengan pemikiran di atas menurut Sutarjo. A. Wiramihardja


(2006:33) terdapat empat jenis kebenaran yang secara umum telah dikenal oleh orang
banyak, yaitu sebagai berikut.

1. Kebenaran religius, yaitu kebenaran yang memenuhi kriteria atau dibangun


berdasarkan kaidah-kaidah agama atau keyakinan tertentu, yang disebut juga
dengan absolut atau kebenaran mutlak yang tidak terbantahkan.
2. Kebenaran filosofis, yaitu kebenaran hasil perenungan dan pemikiran kontemplatif
terhadap hakikat sesuatu, meskipun pemikiran intelektual tersebut bersifat subjektif
dan relative, tetapi kontemplatif
3. Kebenaran estetis, yaitu kebenaran yang berdasarkan penilaian indah atau buruk,
serta cita-cita rasa esetetis. Artinya, keindahan yang berdasarkan harmoni dalam
pengertian luas yang menimbulkan rasa senang, tenang, dan nyaman
4. Kebenaran ilmiah, yaitu kebenaran yang ditandai oleh terpenuhnya syarat-syarat
ilmiah, terutama menyangkut adanyateori yang menunjang dan sesuai dengan
bukti. Kebenenaran ilmiah ditunjang ditunjang oleh rasio dan kebenaran rasional
berdasarkan teori yang menunjangnya kebenaran ilmiah divilidasi oleh bukti
empiris, yaitu hasil pengukuran objektif lapangan.

Filsafat pendidikan 84
Kebenaran pengetahuan dapat pula dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran
mutlak atau absolut dan kebenaran relative atau nisbi. Kebenaran mutlak adalah
kebenaran yang tidak berubah-ubah dan tidak dapat dipengaruhi oleh yang lain. Artnya,
kebenaran yang sudah ada pada hakikat dirinya sendiri, misalnya kebenaran adanya
Tuhan. Adapun kebenaran relative atau nisbi adalah kebenaran yang berubah-ubah,
tidak tetap, dan dapat dipengaruhi oleh hal lain diluar hakikat dirinya. Misalnya, fungsi
mata, dalam melihat sesuatu.

Dengan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa objek penyelidikan ilmu


pengetahuan hanya berbatas pada sesuatu yang dapat diselidiki secara ilmiah. Jika tidak
dapat diselidiki lagi, ilmu pengetahuan akan berhenti sampai disitu. Berbeda dengan
penyelidikan filsafat, filsafat akan terus bekerja sampai masalah yang dikajiannya
ditemukan hingga ke akar-akarnya. Bahkan, filsafat baru menampakan hasil kerjanya
manakala ilmu pengetahuan telah berhenti penyelidikannya, yaitu ketika ilmu tidak
mampu memberi jawaban atas masalah. Oleh karena itu, ciri khas filsafat tidak
memiliki ilmu pengetahuan sebagaimana sebaliknnya bahwa ilmu pengetahuan
memiliki khas yang tidak dimiliki oleh filsafat(. Sutarjo. A. Wiramihardja)

Dalam epistimologi yang paling cocok perlu didiskusikan adalah pengetahuan,


hal ini akan berkaitan dengan jenis pengetahuan dan bagaimana memperoleh
pengetahuan tersebut. Uyoh Sadulloh (2015:32-36)

a. Jenis-jenis pengetahuan

Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran yang dapat


diperolehnya dengan melalui beberapa sumber.

1. Pengetahuan wahyu (revealed knowledge)

Filsafat pendidikan 85
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu
yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tuhan telah memberi pengetahuan dan
kebenaran kepada manusia pilihannya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi
manusia dalam kehidupannya. Wahyu merupakan firman Tuhan. Kebenaran
adalah mtlak dan abadi. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya
pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia.

2. Pengetahuan intuitif (intuitive knowledge)

Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada


saat ia menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam
kesadaran manusia. Mengenai proses kerjannya. Manusia itu sendiri tidak
menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil penghayatan pribadi, sehingga
hasil ekspresi dari keunikan dan individualis seseorang, sehingga validitas
pengetahuan ini bersifat pribadi.

Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan kekuatan visi iaginatif


dalam pengetahuan pribadi seseorang. Kebenaran yang muncul tampak dalam
karya seni merupakan bentuk pengetahuan intuitif, seperti karya penuls besar
Shakespeare, Mohammad Igbal, Al Gazali, dan yang lainnya, yang berbicara
tentang kebenaran nurani manusia, merupakan hasil kerja intuisi.

Menurut kaum intisionis, dengan intuisi kita akan mengetahui dan


menyadari diri kita sendiri, mengetahui karakter perasaan dan motif orang lain,
kita mnegetahui dan memahami hakikat yang sebenarnnya tentang waktu dan
gerak, dan aspek-aspek fundamental di alam jagat raya ini.

3. Pengetahua rasional (rasional Knowledge)

Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan


latihan rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-
peristiwa factual. Prinsip logika formal dan matematika mrni merupakan
paradigma pengetahuan rasional, dimana kebenarannya dapat ditunjukan dengan

Filsafat pendidikan 86
pemikiran yang abstrak prinsip pengetahuan rasional dapat diterapkan pada
pengalaman indera, tetapi tidak disimpulkan dari pengalaman abstrak.

Rasionalisme adalah aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio


untuk memperoleh pengetahuan dan kebenenaran. Rasionalisme berpandangan
bahwa akal merupaka factor fundamental dalam pengetahuan. Akal manusia
memiliki kemampuan untuk mengetahui kebenaran alam semesta,yang tidak
mungkin dapat diketahui melalui observasi. Menurut rasionalisme, pengalaman
tidak mungkin dapat menguji kebenaran hokum ‘’sebab-akibat’’, karena
peristiwa yang tidak terhingga dalam kejadian alam ini tidak mungkin dapat di
observasi.

Rasionalisme memberikan kritik terhadap empirisme, bahwa:

a. Metode empiris tidak memberikan kepastian, tetapi hanya semapai pada


probabilitas yang tinggi
b. Metode empiris, baik sains maupun dalam kehidupan sehari-hari biasanya
bersifat sepotong-sepotong (peac meal)

Menurut pengakuan kaum rasionalis, mereka mencari kepastian dan


kesempurnaan yang sistematis. Penelitian mereka dalam matematika,
khususnya geometri, mencoba tidak mempercayainnya pengalaman, melainkan
hanya berdasarkan pada suatu penalaran.

4. Pengetahuan empiris (empirical knowledge)

Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti penginderaan, dengan


penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indera-indera lainnya, sehingga lita
memiliki konsep dunia disekitar kita. Paradigm pengetahuan empiris adalah
sains, dimana hipotesis-hipotesis sains di uji dengan observasi atau eksperimen.

Aliran yang menjadikan empiri (pengalaman) sebagai sumber


pengetahuan disebut empirisme. Epirisme merupakan aliran dalam filsafat yang

Filsafat pendidikan 87
membicarakan pengetahuan. Empirisme beranggapan bahwa pengetahuan
dapat diperoleh melalui pengalaman, dengan jalan observasi, atau
penginderaan. Pengalaman merupakan factor fundamental dalam pengetahuan
, sehingga merupakan sumber dari pengetahun manusia. Apa yang kita ketahui
berasal dari segala apayang kita dapatkan melalui alat indera. Pengalaman
merupakan proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Pengalaman
tidak hanya sekedar dunia fakta, melainkan termasuk pula dunia penelitian,
dimana dalam pengertian ini termasuk dunia sains.

Pengalaman bukanlah sesuatu yang bertentangan denan akal, melainkan


melibatkan akal sebagai bagian integral dari pengalaman. Dalam sains modern,
para ahli sains menaruh perhatian pada control observasi dan esperimen, tidak
semata-mata pada persepsi indera secara umum dari pengalaman-pengalaman.

5. Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge)

Kita menerima suatu pengetahuan itu benar bukan karena telah


mengeceknya diluar dari kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas (suatu
sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, berhak) di lapangan. Kita
menerima pendapat orang lain, karena ia adalah seorang pakar dalam bidangnya.
Misalnya kita menerima petuah agama dari seorang kiai, karena beliau
merupakan orang yang sangat ahli dan menguasai sumber ajaran agama islam,
tanpa harus kita mengecek dari sumber aslinya (Quran dan Sunnah). Kta sering
menutamakan pandangan kita dengan menutip dari ensiklopedia atau hasil karya
tulis para pakar yang terkenal. Pada zaman kerajaan, sabda raja merupakan
petuah yang dianggap benar, tidak salah, karena raja merupakan manusia yang
paling berkuasa.

b. Teori pengetahuan
Ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan
apakah pengetahuan itu benar atau salah, yaitu: 1) teori korespondensi; 2) teori
koherensi; 3) teori pragmatism.

Filsafat pendidikan 88
1. Teori korespondensi (correspondence theory)

Menurut teori korespondensi, keberadaan merupakan persesuaian antara


pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya. Teori ini paling luas
diakui oleh realis.

Saya berpendapat bahwa pulau jawa merupakan pulau terpadat


pendudukannya di Indonesia. Pendapat saya itu benar bukan karena bersesuaian
dengan pendapat orang lain sebelumnya, atau karena diterima oleh banyak orang
, melainkan karena bersesuaian dengan kenyataan yang sebenarnya. Ini
merupakan ciri dari ilmuan yang selalu mengecek atau menontrol pikiran-
pikirannya dengan data-data atau penemuan-penemuan.

2. Teori koherensi (coherence theory)

Menurut teori koherensi, kebenaran bukan persesuaian antara pikiran


dengan kenyataan, melaikan kesesuaian secara harmonis antara pendapat/
pikiran kita dengan pengetahuan kita yang telah dimiliki. Teori ini pada
umumnya diakui oleh golongan idealis.

Pengertian persesuaian dalam teori ini berarti terdapat konsistensi


(ketetapan, sehingga teori ini disebut juga teori konsistensi) yang merupakan
ciri logis hubungan antara pikiran-pikiran (ide-ide) yang telah kita miliki satu
dengan yang lain. Kalau kita menerima pengetahuan baru, karena pengetahuan
tersebut sesuai dengan perbuatan yang kita miliki,atau apabila kita melepaskan
pendapat lama, kerena pendapat baru tersebut lebih bertautan secara harmonis
dengan keseluruhan pengalaman dan pengetahuan kita.

Bentuk yang paling sederhana dari teori koherensi adalah menurut


adanya konsistensi formal dalam system. Misalnya dari rumus- rumus dalam
matematika orang dapat membangun suatu system dalam geometri. System ini
dapat diakui sebagai suatu system yang benar, jika yang menjadi dasar

Filsafat pendidikan 89
kebenaran dalam system adalah adanya konsistensi dengan hokum-hukum
berpikir formal tertentu.

Golongan idealis untuk memperluas system konsistensi ini dengan


memasukan semua pengalaman yang bersifat konsisten dalam dirinya. Plato,
Hegel, Brandley, dan Royce, memperluas prinsip-prinsip konsistensi ini dengan
memasukan system jagat raya, sehingga setiap pikiran yang benar dan setiap
bagian – bagian system kebenaran berkaitan dengan kenyataan secara
keseluruhan dalam jagat raya dan memperoleh makna/arti dalam keseluruhan
tersebut. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, kebenaran merupakan system dalil-
dalil yang kosisten secara timbal balik dan setiap dalil memperoleh
kebenarannya dalam keseluruhan system.

Beberapa kritik diberikan pada teori nin, diantaranya: pertama, kita


tidak dapat membangun system keterpaduanyang salah. Teori ini tidak dapat
membedakan antara kebenaran yang konsisten dengan kekeliruan yang
konsisten. Para pengkritik menunjukan bahwa banyak system pada masa
lampau secara logis konsisten, tetapi secara fakta ternyata kemudian salah.
Contohnnya, pertentangan antara system geometris dengan system heliosentris
telah menimbulkan korban ilmuan besar yaitu Galileo. Kedua , teori ini bersifat
rasionalis dan intelegtualis, dan hanya mementingkan hubungan-hubungan
logis antara dalil-dalil. Sebagai akibatnya, teori ini gagal melengkapi tes /
pengujian yang memadai terhadap pikiran dan pengalaman sehari-hari. Teori
hayna cocok untuk matematika murni. Teori ini tidak cocok untuk menguji
kebenaran berdasarkan fakta.

3. Teori pragmatisme (pragmatism Theory)

menurut teori pragmatisme, kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan


kenyataan, sebab kita hanya bisa mengetahui dari pengalaman kta saja. Di lain
phak menurut pragmatisme, teori koherensi adalah formal dan rasioanal.
Pragmatism berpendirian bahwa mereka tidak mengetahui apapun (agnostic)

Filsafat pendidikan 90
tentang wujud, esensi, intelektualitas, rasionalitas. Oleh karena itu, pragmatism
merupkan penganut epirisme yang fanatic untuk memberikan interprestasi
terhadap pengalaman. Menurut pragmatisme, tidak ada kebenaran yang mutlak
dan abadi. Kebenaran ini dibuat dalam proses penyesuaian manusia.

Menurut pragmatisme, kebenaran suatu pernyataan di ukur dengan


kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
atau tidak. Artinya, pernyataan itu dikatakan benar kalau memiliki kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia. Suatu teori, pendapat atau hipotesis
dikatakan benar apabila menghasilkan jalan keluar dalam praktik, atau
membuahkan hasil-hasil yang memuaskan.

Menurut para pendukung pragmatisme, kebenaran suatu peryataan


tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak. Artinya
pernyataan itu dikatakan benar kalau memiliki kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia. Suatu teori, pendapat, atau hipotesis dikatakan benar
apabila menghasilkan jalan keluar dalam praktik, atau membuahkan hasil-hasil
yang memuaskan.

Para pendukung pragmatism cenderung memberikan tekanan pada tiga


pendekatan, yaitu:

a. Bahwa sesuatu itu dikatakan benar apabila memuaskan atau memenuhi


keinginan-keinginan atau tujuan-tujaun manusia. Kepercayaan akan
kebenaran bukan hanya memberikan kepuasan bagi seluruh sifat dasar
manusia, melainkan juga memberikan kepuasan selama jangka waktu
tertentu.
b. Bahwa sesuatu itu dikatakan apabila dapat dikaji kebenarannya secara
eksperimen. Pengujian kebenaran ini selaras dengan semangat dan praktik
sains modern, baik dalam laboraturium maupun dalam kehidupan sehari-
hari. Begitu suatu kebenaran atau ketikdakbenaran muncul, maka kita
hendaknya mencoba dan mengadakan pembuktiannya.

Filsafat pendidikan 91
c. Bahwa sesuatu itu benar apabila membantu dalam perjuangan hidup bagi
manusia. Instrumentalisme Dewey menekankan fungsi bagi kehidupan dari
ajaran serta ide-ide

Untuk mencari kebenaran kaum pragmatis berpaling pada metode sains


(ilmiah). Sebab metode ini dianggapnya, berfungsi dan berguna dalam
menafsirkan gejala-gejala alam. Kriteria pragmatism banyak digunakan oleh
ilmuan untuk menentukan kebenaran ilmiah dalam jangka waktu tertentu,
karena seperti yang telah dikemukakan di atas, bagi pragmatism tidak ada
kebenaran mutlak dan abadi. Iyoh Sadulloh (2015:30-36)

3.Aksiologi

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axiosyang
berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilali merujuk pada
pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan nilai itu
sendiri adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap insan.

Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan


dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation yaitu:

a. Nilai sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian sempit, berupa sesuatu yang
baik, menarik, dan bagus. Adapun dalam pengertian luas, berupa: kewajiban,
kebenaran, dan kesucian. Dalam kaitan ini terkait dengan teori nilai atau
aksiologi. Aksiologi merupakan bagian dari etika. Lewis menyebutkan sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Sebagai instrument untuk menjadi baik atau sesuatu
menjadi menarik, sebagai nilai inheren, atau kebaikan seperti estetika dari
sebuah karya seni, sebagai nilai intrinsic atau menjadi baik dalam dirinya

Filsafat pendidikan 92
sendiri, sebagai nilai contributor atau nilai yang merupakan pengalaman yang
memberikan kontribusi;
b. Nilai sebagai kata benda konkret, contohnya ketika kita berkata sebuah nilai
atau nilai-nilai, ia sering kali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainnya, nilai dia, dan system nilai. Kemudian dipakai untuk
apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai,
dan di nilai. Menilai sama dengan evaluasi yang digunakan untuk menilai
perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti
menghargai dan mengevaluasi (Paul Edwards, (ed.) dalam Amsal Bakhtiar,
2004).

Menurut Notonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai


material, nilai vital, dan nilai kerohanian.

a) Nilai material adalah segala sesuatu yangberguna bagi kehidupan jasmani


manusia ataukebutuhan ragawi manusia.
b) Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatanatau aktivitas.
c) Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yangberguna bagi rohani
manusia.Nilai kerohanian meliputi
1) nilai kebenaran yang bersumber pada akal(rasio, budi, cipta) manusia;
2) nilai keindahan atau nilai estetis yangbersumber pada unsur perasaan
manusia;
3) nilai kebaikan atau nilai moral yangbersumber pada unsur kehendak
(karsa)manusia;
4) nilai religius (agama) yang merupakan nilaikerohanian tertinggi dan
mutlak yangbersumber pada kepercayaan atau keyakinanmanusia.
(https://shelviadevi19.blogspot.co.id/2014/10/macam-macam-nilai-menurut-
prof.html)

Filsafat pendidikan 93
Aksiologi yang dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya
melahirkan sebuah polemic tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang
bisa disebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada jenis
pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal dengan
value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan
pengetahuan yang didasarkan pada keterrikatan nilai. Bagi ilmuan penganut paham
terikat nilai, perkembangan akan terjadi sebaliknya karena dibatasinya objek
penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai. Terkait dengan pendekatan aksiologi
dalam filsafat ilmu maupun dalam ilmu, maka muncullah dua penilaian yang sering
digunakan yaitu etika dan estetika. Etika dalam cabang filsafat yang membahas
secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Etika merupakan salah satu
cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Socrates. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan dan keadilan
(http:mswibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-nilai-dan-etika.htm).

Mengenai hakikat niali, banyak teori yang dikemukakannya, diantaranya


teori voluntarisme. Teori voluntarisme mengatakan nilai adalah adalah suatu
pemuasan terhadap keinginan kemauan. Kaum hedonism menyatakan, bahwa
hakikat nilai adalah ‘pleasure’ atau ke senangan. Menurut formalism nilai adalah
kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akar rasional.

Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai intrinsic dan nilai instrumental. Nilai
intrinsic merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
adalah sebagai alat untuk mencapai nilai intrinsic. Nilai instrintik adalah sesuatu
yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri.
Sebagai contoh, nilai keindahan yang dipancarakan oleh suatu lukisan adalah nilai
intrinsic. Dimana pun dan kapan pun lukisan berada akan selalu indah. Salat lima
waktu yang dilakukan oleh setiap muslim memiliki nilai intrinsic dan sekaligus
memiliki nilai instrumental. Nilai intrinstiknya bahwa salat merupakan suatu
pengabdian kepada Allah yang menjadi Rabb seluruh alam jagat raya. Nilai
intrumentalnya adalah bahwa dengan melakukan salat yang ikhlas sebagai

Filsafat pendidikan 94
pengabdian kepada Allah, orang yang melaksanakan salat tersebut bisa mencegah
perbuatan jahat dan perbuatan yang dilarang oleh Allah, yang paling gilirannya
manusia akan mendapatkan kebahagian hidup didunia dan akhirat, yang merupakan
nilai akhir dari kehidupan manusia.

Menurut objektivisme, nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung dan


berhubungan dengan pengalaman manusia yang satu dengan yang lainnya. Menurut
objektivisme logis, nilai itu suatu wuju, suatu kehidupan yang logis tidak terkait
pada kehidupan yang dikenalnya, namun tidak memiliki status dan gerak didalam
kenyataan. Menurut objektivisme metafisik nilai adalah suatu yang lengkap,
objektif, dan merupakan bagian aktif dari realitas metafisik.

a. Karakteristik Nilai
Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu:
1. Nilai objektif atau subjektif
nilai itu objektif jika ia tidak tergantung pada subjektif atau kesadaran
yang menilai; sebaliknya nilai itu “subjektif” jika eksistensinya, maknannya,
dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian,
tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisik.
Suatu nilai dikatakan subjektif apabila nilai ersebut memiliki
kebenarannya tanpa memperhatikan pemilihan dan penilaian manusia.Nilai-
nilai baik,benar, cantik, merupakan realitas alam, yang merupakan begian dari
sifat-sifat yang dimiliki oleh benda atau tindakan tersebut. Benda-benda
tersebut secara objektif bagus, tindakan tertentu secara inheren adalah baik.
Suatu benda adalah indah, karena memang keindahan barang tersebut
dimilikinya. Ilmu pengetahuan memiliki nilai objektif, karena tanpa dinilai
oleh manusiapun, Ilmu pengetahuan secara inheren adalah baik, siapapun
akan mengakui bahwa Ilmu pengetahuan adalah berharga.
Nilai itu subjektif apabila nilai tersebut memiliki preferensi pribadi,
dikatakan baik karena dinilai oleh seseorang, apapun baik atau berharga
bukan karena dalam dirinya, melainkan karena manusia telah menilainya.

Filsafat pendidikan 95
Ilmu pengetahuan berharga sebagai hasil penilaian manusia, atau karena
manusia menilainya berharga.
Sumarna cecep, Filsafat ilmu dari hakikat menuju nilai
2. Niliai absolute atau Peubah
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku
sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku . Misalnya nilai
kasih sayang dan kemurahan hati adalah untuk semua manusia dimanapun
dan kapanpun manusia hidup. Allah maha pengampun, maha pemberi rezeki,
merupakan nilai absolute yang dimiliki-Nya. Karena siapapun, apakah ia
muslim atau bukan muslim, dimanapun berada manusia akan menerimanya,.
sama halnya dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan sudah ada sejak
masa lampau dan apabila suatu ilmu sudah terbentuk maka ilmu tersebut
sampai kapanpun tidak akan pernah hilang misalnya ilmu matematika mulai
dari awal terbentuk sampai sekarang ilmu tersebut tetap digunakan oleh
siapapun.
Jadi dapat ditarik kesimpulan didalam aksiologi ilmu pengetahuan yaitu
teori nilai yang membahas atau menilai suatu ilmu pengetahuan menurut
penilaian-penilaian yang sudah dijelaskan diatas.
b. Tingkatan (hierarki) Nilai
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan hierarki nilai, yaitu:
Pertama, kaum idealis berpandangan secara pasti terhadap tingkatan
nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (nilai
material). Mereka menempatkan nilai religi pada tingkat yang tinggi, karena nilai
religi membantu dalam menemukan tujuan akhir hidupnya, dan merupakan
kesatuan dengan nilai spiritual.
Kedua, kaum realis juga berpandangan behwa terdapat tingkatan nilai,
dimana mereka menepatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan luas, sebab
membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam, dan
aturan-aturan berpikir logis.

Filsafat pendidikan 96
Ketiga, kaum pragmatis menolak tingkatan nilai secara pasti. Menurut
mereka, suatu aktivitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan
kebutuhan yang penting, dan memiliki nilaiintrumental. Mereka sangat sensitive
terhadap nilai-nilai yang menghargai masyarakat, tetapi mereka berjkeyakinan
akan pentingnya pengujian nilai secara empiris dari pada merenungkannya secara
rasional. Nilai-nilai partikuler (khusus) hanyalah merupakan alat (instrument)
untuk mencapai nilai yang lebih baik.
c. Jenis-jenis Nilai

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu


tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai
kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malah menimbulkan
bencana. Dalam aksiologi ada dua penilaian yang umum digunakan yaitu:

1. Etika

Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan.

Istilah etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti adat kebiasaan.
Dalam istilah lain etika disebut dengan moral (Yunani) yang berarti kebiasaan.
Walaupun antara etika dan moral terdapat perbedaan, tetapi para ahli tidak
membedakannya dengan tegas, bahkan secara praktis cenderung untuk
memberi arti yang sama. Menurut Salam (2000:6) mengemukakan bahwa etika
itu mempelajari tentang pola tingkah laku manusia yang dinilai baik dan buruk.

Filsafat pendidikan 97
Menurut Sudarsono (2001:188) etika adalah ilmu yang membahas perbuatan
baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami manusia. Nilai-
nilai luhur dalam etika yang bersifat universal antar lain kejujuran, kebaikan,
kebenaran, rasa malu, kesucian diri, kasih sayang, hemat dan sederhana.

Walaupun etika mempelajari serta mempersoalkan prilaku manusia,


namun berbeda dengan psikologi, antropologi dan sosiologi yang semuanya
berhubungan dengan prilaku manusia. Menurut Salam (1997:) letak
perbedaannya adalah pada masalah dan fungsinya. Pada psikologi, antropologi
and sosiologi fungsinya menjelaskan kepada kita bagaimana manusia
bertingkah laku dan mengapa mereka bertingkah laku demikian.

Sedangkan pada masalahnya, memberikan kepada kita fakta-fakta dan


hukum-hukum tentang masyarakat, tentang tingkah laku manusia sementara
etika menilai . Sedangkan etika tidak berhubungan dengan deskripsi dan
penjelasan tingkah laku manusia beserta latar belakangnya, melainkan untuk
menilai perilaku tersebut. Etika juga tidak bermaksud mengganti ilmu tersebut,
dalam usahanya untuk dapat melakukan tugasnya dengan lebih teliti, lebih
tepat, dan lebih bijaksana.

Dapat disimpulkan, karena etika menilai perbuatan manusia, maka lebih


tepat jika dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan
atau nilai-nilai kesusilaan manusia, sementara objek materialnya adalah tingkah
laku dan perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar, sehingga dapat
dikatakan bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik
dan tidak baik di dalam suatu kondisi normatif, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma.

2. Estetika

Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang


nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu

Filsafat pendidikan 98
terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus
juga mempunyai kepribadian.

“Estetika adalah mempelajari pola cita rasa yang dinilai indah (estetis)
dan jelek” (Salam, 2000). Sedangkan menurut Sadulloh (2003: 41) berpendapat
bahwa estetika adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan
pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Salah satu
pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Bell dalam Pratiwi (2009:1)
“Keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang dalam dirinya sendiri telah
memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud bermakna dalam satu
benda atau karya seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan”.

Persoalan mengenai dasar pengalaman estetis sendiri muncul sejak abad


18 setelah berkembangnya matematika semua pemikir cenderung mencari
dasar-dasar yang kuat yang bersifat matematis untuk moral, politik hingga
estetika. Pada abad pertengahan pengalamn keindahan dikaitkan dengan
pengalaman religi yaitu kebesaran alam ciptaan Tuhan. Pada zaman modern
pengalaman keindahan dikaitkan dengan tolak ukur lain seperti fungsi efisiensi
yangmemberi kepuasan, berharga bagi dirinya snediri pada cirinya sendiri dan
pada tahap kesadaran tertentu. Menurut Thomas Aquino “keindahan berkaitan
dengan pengetahuan”.

Sesuatu bersifat indah jika menyenangkan mata si pengamat namun


disamping itu terdapat penekanan pada pengetahuan bahwa pengalaman
keindahan akan bergantung pada pengalaman empirik dari pengamat.
Pertimbangan estetika dari pengolahan rupa setidaknya dapat didekati melalui:

1) Pemahaman karya sebagai objek estetik


2) Pemahaman terhadap manusia sebagai subjek yang mengamati atau
menciptakan karya estetik.

Filsafat pendidikan 99
3) Dapat disimpulkan bahwa estetis atau keindahan adalah sesuatu yang dapat
menyenangkan mata si pengamat dengan pertimbangan karya sebagai objek
estetik dan subjek yang mengamati serta dengan tolak ukur fungsi efisiensi
yang memberi kepuasan dan berharga untuk dirinya sendiri. Dengan
demikian kesenangan tersebut mengarah kepada kebaikan.
(http://gerydoc.blogspot.nl/2016/10/aksiologi-hakikat-nilai-tipe-nilai.html)

Bahwa pendidikan di luar pengembang potensi individu, pendidikan dapat


dilihat dari sudut pandang social, pendidikan yang diartikan sebagai pewaris nilai-nilai
kepada generasi muda agar tetap terpelihara dan terlestarikan. Sebab budaya dan
peradapan bisa mati bila nilai-nilai, norma-norma dan berfungsi unsur lain yang
dimilikinya berenti berfungsi. Tidak diwariskan lagi dari generasi kegenerasi dan tidak
lagi di amalkan oleh penganut-penganutnya (Hasan Langgulun, 1988:60).

Adapuntujuan pendidikan adalah untuk mencapai pertumbuhan kepribadian


manusia yang menyeluruh secara seimbang melalio latihan jiwa, inteleg, diri manusia
yang rasional, persaan dan indera. Oleh karena itu pendidikan harus mencapai
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif, fisik,
ilmiah, bahasa, baik secara individu maupun kolektif dan mendorong semua aspek kea
rah kebaikan dan mencapai kesemprnaan (Ali Ashraf: 107).

D. ALIRAN FILSAFAT DAN PENDIDIKAN


1. Aliran-aliran Filsafat
Dalam filsafat dikenal beberapa aliran, antara lain aliran:
rasionalisme,naturalisme, idealisme, realisme, dan pragmatisme

a. Aliran Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada pikiran atau
rasio. Tokonya antara lain Rene Descartes (1959-1650). Ahli filsafat yang mengatakan
pengetahuan yang benar bersumber dari rasio, karena rasio adalah realitas
sesungguhnya. Hal ini yang termuat dalam bukunya yang terkenal adalah Discourse on
method yang memberi petunjuk mencari kebenaran antara lain memuat:

Filsafat pendidikan 100


1. Arahan atau petunjuk untuk berpikir sebagai berikut:

a) Jangan mengakui sesuatu sebagai benar sebelum jelas buktinya. Kita


harus meragu-ragukan sesuatu, kecuali kalau sesuatu tersebut tidak
mungkin diragukan. Cara berpikir seperti ini disebutkan dengan metode
keragu-raguan universal.
b) Bagilah setiap permasalahan menjadi beberapa bagian yang mungkin
c) Susunlah satu pemikiran mulai dari yang sederhana sampai yang
kompleks
d) Buatlah perincian (anumerasi) yang lengkap dan tinjaulah
sekompherensif mungkin sehingga tidak ada hal penting yang
terlewatkan

2. Intuisi dan Dedukasi

Rene Descartes berpendapat bahwa hanya ada satu cabang ilmu yang
memberikan kepastian, matematika. Selama ini filsafat membicarakan masalah-
masalah besar dalam hidup manusia, tetapi kesimpulan yang diraih masih
meragukan. Maka, untuk mencapai kepastian filsafat dapat menggunakan
metode matematika, sbb:

a. Mulai dari ide bawaan yang universal dan bersifat intuitif yang
disebut aksioma (self evident truths), bukan yang berasal dari
pengalaman, melainkan ide yang sudah ada dalam pikiran walaupun
belum disadari oleh subjek
b. Implikasi dari kebenaran aksioma adalah ilmu matematika yang
menggunakan metode penalaran dedukatif.

Filsafat pendidikan 101


c. Kriteria bagi kebenaran adalah pertama-tama ide yang dikemukan
terlihat jelas sekali bedanya (clear and distrinct) sehingga tidak
mungkin untuk diragukan lagi.
d. Cogito ergo sum adalah titik tolak dalam pemikiran descartes untuk
membuktikan adanya kepastian kebenaran mengenai eksistensi diri
subjek yang berpikir.
e. Berpikir yang bertitik tolak dari keberadaan diri ini akan sampai
pada pembuktian adanya Tuhan.

3.Argumen Descartes untuk membuktikan keberadaan Tuhan

Argumen descartes untuk membuktikan adanya Tuhan disebutnya


sebagai argumen ontologis. Argumen ini dimulai dengan titik tolak pemikiran
bahwa saya mempunyai ide tentang sesuatu yang sempurna. Ide tersebut jelas
sekali sehingga tidak dapat diragukan lagi. Ide tentang yang sempurna itu ialah
ide tentang Tuhan. Didalam ide kesempunrnaan itu termasuk kekuasaan yang
sempurna, kebaikan sempurna, pengetahuan yang sempurna, dan lain-lain yang
sempurna sifatnya. (Mohamad Lamsuri: 2014: 104-106).

b. Aliran Naturalisme
Aliran Naturalisme adalah mazhab filsafat paling tua dalam sejah pemikiran di
Eropa. Tampaknya aliran ini dirintis oleh Thales dan kawan-kawan. Thales termasuk
tokoh yang berani berpikir rasional, melepaskan diri dari takhyul. Dari pengamatan
dunia di awal abad keenam sekitar perairan dan pentingnya air bagi kehidupan beliau
berkesimpulan bahwa hakekat segala sesuatu tidak tersembunyi melainkan melekat
pada dunia kenyataan, yaitu pastilah air. Aliran ini dipelopori oleh Leukipos dan
Demokritos (awal abad ke-5/ sezaman dengan Socrates) yang berkesimpulan bahwa
kenyataan alam semesta terbuat dari dua unsur, yaitu ruang kosong dan atom-atom
yang bergerak. Keduanya bersama Epikurus (hidup 11/2 abad kemudian) dan Lukretius
(pada abad ke-1 SM) dipandang sebagai perintis dan ahli-ahli filsafat alam (natural
philosophy) di zaman Yunani kuno. Aliran ini menjadi pudar pengaruhnya selama masa

Filsafat pendidikan 102


kejayaan Plato dan Aristoteles disusul semaraknya pengaruh agama Nasrani dan dunia
Islam yang lebih kondusif terhadap pemikiran Aristoteles. (Sampai sekarang juga tak
cukup akurat kita dalam berpikir untuk menerangkan terbitnya kesadaran idealis,
moralitas dan nilai-nilai spritual atas dasar zat (materi) yang bergerak Jadi pandangan
filsafat materialisme kurang memadai untuk melandasi pendidikan sekalipun dalam
bentuk ”behaviorisme” cukup relevan untuk menerangkan gejala proses
belajar/perubahan perilaku).

c. Aliran Idealisme
Dalam banyak hal aliran filsafat Idealisme diturunkan dari filsafat rasionalisme
yang berawal di zaman Yunani klasik dan berlanjut ke Eropa di abad Pertengahan. Para
filosof Yunani sebelum dan sesudah Aristoteles cenderung sepakat dan berkeyakinan
bahwa ”Kebenaran dan pengetahuan tidak semata-mata tergantung pada pengindraan
umum melalui pancaindra, namun diperoleh dalam pengalaman melalui berpikir”,
khususnya berpikir deduktif seperti diungkapkan Aristoteles dalam naskah Organon.
Aliran idealisme berkeyakinan secara rasional bahwa alam semesta dihasilkan dari
karya suatu instansi kecerdasan (intelligence) dan bersifat selaras dengan hakekat
manusia. Instansi tersebut sering dipersonifikasi sebagai ide-ide, roh, inteligensi dan
alam semesta”. Karena itu tujuan pendidikan haruslah perkembangan wujud
kepribadian yang mencapai kehidupan sebaik-baiknya melalui penguasaan disiplin diri
yang patut diteladani dalam upaya mewujudkan potensi-potensi dirinya yang luhur
(paradigmatic self) dan tidak sekedar realisasi semua potensinya.

d. Aliran Realisme
Filsafat realisme sebagai aliran modern di Eropa (khususnya di Inggris sesudah
tahun 1600 M) merupakan reaksi terhadap filsafat idealisme dan rasionalisme yang
meluas sejak zaman Yunani klasik. Menurut realisme, alam semesta tidak bersifat
abstrak dan psikhis. Sebaliknya realisme berasumsi bahwa alam semesta itu terdiri dari
substansi materiil dan bahwa objek-objek serta peristiwa-peristiwa merupakan hal-hal
yang bersifat sejati, tidak kebetulan. Ini adalah ajaran tentang prinsip kemerdekaan
tentang manusia dan kenyataan yaitu bahwa pengetahuan manusia adalah pengetahuan

Filsafat pendidikan 103


tentang dunia nyata yang ada di luar sana yaitu alam semesta yang ada sebelum
eksistensi manusia dan dunia nyata itu berlangsung terus sekalipun manusia sudah mati.
Ketika manusia dapat menggunakan fantasi dan berpikir tentang segala segala sesuatu,
namun pikirannya harus berkorespondensi terhadap realitas agar pengetahuan itu tidak
bersifat khayal (antara lain dijelaskan Francis Bacon, 1561-1626, dalam Novum
Organum).

Dalam bidang pendidikan aliran realisme terfokus pada tujuan pendidikan


untuk membina kemampuan manusia melakukan interrelasi yang konstruktif dalam
hubungan manusia sebagai warga masyarakat dan melakukan penyesuaian diri dengan
mengelola tanpa terlalu mengekpoitasi alam. Pendidikan harus dilakukan dengan cara-
cara membantu siswa dan anak untuk memahami dan menerima hukum-hukum alam
dan kehidupan apa adanya karena hukum-hukum itu menekan manusia sebagai hukum
alam

e. Aliran Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran yang menjadi besar pengaruhnya khususnya di USA
dengan ahli-ahlinya berasal dari sana dan pada abad ke-20 sampai menyaingi idealisme
dan realisme. Sesungguhnya landasan berpikir pragmatik dirintis sejak zaman pra-
Socrates di Yunani oleh Herakleitos, dan Protagoras (sejaman dengan Socrates).
Kebiasaan rata-rata warga USA yang kurang bersimpati pada teori yang murni
membawa tokoh realisme abad ke-19 seperti Charles Peirce dan William James
cenderung menyelidiki terjadinya proses pengetahuan dan bagaimana hubungan antara
teori dan praktek (tindakan/action).

Menurut pragmatisme manusia mampu mencapai bentuk ide (pikiran) yang


jelas dan efektif khususnya apabila akibat-akibat dari penggunaan statu ide itu langsung
dialami ketika terdapat desempatan untuk mencobakan baik tidaknya ide itu di dalam
praktek keseharian. Justru uji kebenaran dari suatu ide terletak pada kegunaan langsung
dalam pratek (The truth is in the making) dan tidak pada teori secara spekulatif. John

Filsafat pendidikan 104


Dewey di awal abad 20 berhasil merumuskan proses berpikir secara praktis (berciri
reflektif) dengan mengidentifikasi lima tahapannya, sampai menghasilkan karya
klasiknya Democracy and Education (1916) dan mempromosikan aliran pragmatismo
sebagai filsafat hidup yang tidak intelektualistik sifatnya. Dengan menjadikan
pragmatisme sebagai filsafat hidup, tujuan pendidikan ialah agar terwujud
pertumbuhan dan perkembangan pada semua orang, khususnya dengan jalan belajar
melalui pengalaman keseharian memecahkan masalah.

Dalam bidang pendidikan, aliran pragmatisme terfokus pada penerapan metode


berpikir reflektif secara mendasar ke dalam kurikulum dan metode mengajar. Seorang
guru dari mazhab pragmatik akan menyajikan bahan ajar pelajaran sejarah khususnya
sebagai rekaman ragam pengalaman manusia dalam mengukur dan
mempertimbangkan pengetahuan dan nilai berdasarkan pemahaman tentang kenyataan
yang aktual (bukan kenyataan sejati yang tak terjangkau akal.

2. Aliran-aliran Pendidikan
Beberapa aliran pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang
perkembangan manusia dan hasil-hasil pendidikan yaitu sebagai berikut:

a. Aliran Empirisme, memandangbahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu


tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama
hidupnya. Pengalaman itu diperolehnya diluar dirinya berdasarkan perangsang
yang terserdia baginya.
Tokoh dalam aliran ini adalah John Locke (1632-1704), seorang filosof
berkembangsaan Inggris yang berpendapat bahwa anak yang lahir di dunia ini
dianggap sebagai sehelai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin
(tabularasa) yang belum ada tulisan di atasnya.

Filsafat pendidikan 105


b. Aliran Nativisme, yang memandang bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik
dan pembawaan buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan dan
perkembangan manusia, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan
perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak
lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan
tujuan yang diharapkan berhubungan dengan perkembangan anak didik.
Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer (1788-1869) filosof yang
berkembangsaan Jerman. Aliaran Nativisme ini merupakan aliran Pesimisme
dalam pendidikan. Karena, berhasil tidaknya perkembangan anak pada tingkat
rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki oleh anak didik yang
bersangkutan.

c. Aliran Naturalisme; dikemukakan oleh filosof PerancisJ.J. Rousseau (1712-


1778). Ia berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai
pembawaan yang baik, tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk.
Aliran ini bersifat negatvisme, di mana pendidik wajib membiarkan
pertumbuhan anak didik secara alamiah.
d. Aliran Konvergensi; dikemukakan oleh seorang pakar pendidikan Jerman
bernama William Stern (1871-1939). Ia berpendapat bahwa anak dilahirkan
dengan pembawaan baik maupun buruk. Menurutnya, hasil pendidikan itu
tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan seperti dua garis yang
menuju satu titik pertemuan.
Teori konvergansi ini berpandangan bahwa : (1) pendidikan mungkin diberikan;
(2) yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu
sendiri; dan (3) pendidikan diartikan sebagia pertolongan yang diberikan pada
lingkungan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan
mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.

Dari keempat aliran/teori perkembangan manusia dan teori pendidikan


tersebutf, bagaimana pandangan kita mengenai hal ini, khususnya bila dihubungakan
dengan peranan pendidikan dan pembawaan yang telah dimiliki oleh anak sejak lahir.

Filsafat pendidikan 106


Interaksi antara pembawaan dan lingkungan tersebut akan mencapai hasil yang
diharapkan apabila anak sendirilah yang berperan dan berpartisipasi secara aktif dalam
mencurahkan segala pengalaman yang diperolehnya. Dengan demikian, maka
pendidikan sebagai suatu sistem yaitu antara pendidik, peserta didik, lingkungan
pendidikan, tujuan pendidikan, isi atau kurikulum pendidikan, alat pendidikan haruslah
saling melengkapi dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Salah
satu komponen yang tidak berfungsi maka akan mempengaruhi komponen yang
lainnya. Oleh sebab itu, pendidikan harus dipandangan sebagai satu sistem yang
mempunyai hubungan erat antara satu dengan yang lain dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang dikehendaki.

3. Aliran Filsafat Pendidikan


Dalam filsafat pendidikan dikenal beberapa aliran antara lain: progresivisme,
esensialisme, perenealisme, dan rekonstruksionisme

1. Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas
progresivisme dalam semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi
semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan
bahwa kemampuan inteligensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan
dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme,
karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimentalisme, karena aliran
ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu
teori. Dan dinamakan environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan
hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian (Muhammad Noor Syam, 1988:228-
229).

Dalam pandangan pragmatisme, suatu keterangan itu benar kalau sesuai dengan
realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar atau sesuai dengan kenyataan
(Rosydin, 2004:18). Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan meliputi: ilmu hayat, bahwa manusia mengetahui semua masalah

Filsafat pendidikan 107


kehidupan; antropologi, bahwa manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya,
dengan demikian dapat mencari hal baru; psikologi, bahwa manusia akan berpikir
tentang dirinya sendiri, lingkungan, pengalaman, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan
mengatur alam. Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah
William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges
Santayana.

2. Aliran Esensialisme
Aliran ini merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan sejak peradapan umat manusia. Aliran ini muncul pada zaman Renaisance
yang ciri-cirinya berbeda dengan progrestivisme. Aliran ini lebih fleksibel dan terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, dan
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama yang memberikan kestabilan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas ( Zuhairini, 1991: 21). Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal
dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad kebelakang sejak zaman
renaisance sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialisme awal.
Tokoh dalam aliran ini adalah William C.Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan
Isac L.Kandell.

Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan


yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman
renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresifisme. Perbedaannya
yang utama adalah memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan
denga doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan
dan nilai-nilai terpilih yang mempunya tata yang jelas. Idealisme dan realisme sebagai
pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.

Filsafat pendidikan 108


3. Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang (Muhammad Noor Syam, 1988:296). Dari pendapat ini, diketahui bahwa
perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi
seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat
bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama
dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.

Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles, kemudian didukung dan
dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas yang menjadi pembaru utama di abad ke-13 (Ali,
1993:154). Aristoteles dan Thomas Aquinas meletakkan dasar bagi filsafat ini, hingga
pada pokoknya ajaran filsafat ini tidak berubah semenjak abad pertengahan. Kendati
banyak bermunculan dan berjatuhan rival-rival aliran filsafat ini, namun dia tetap
berlanjut dari generasi ke generasi, dari tahun ke tahun, bahkan ratusan tahun, dan tetap
tumbuh dan berkembang.

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman


kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunana konsep filsfat dan
pendidikan zaman sekarang. Ini bukanlah berarti nostalgia, melainkan karena
kepercayaan-kepercayaan masa lalu itu berguna bagi abad sekarang. Oleh karena itu,
asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada dua filsafat kebudayaan, yaitu
perenialisme-teologis yang ada dibawah supremasi gereja katholik, khususnya menurut
ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme-sekular yang berpegang
pada ide dan cita filosofis Plato dan Artoteles.

4. Aliran Rekonstruksionisme
Dalam filsafat pendidikan rekonstruksinome adalah sebuah aliran yang
berupaya merubah tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal

Filsafat pendidikan 109


sejarahnya tahun 1920 sebuah karya John dewey yang berjudul reconstruction in
philosophy yang degerakan secara nyata oleh George Counts dan Harold Rugg di tahun
1930, ingin membangun masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran
ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran


perenialisme, yaitu berawal dari kritis kebudayaan modern. Menurut mohammad Noor
Syam (1985:340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran ,
kebinguangan, dan kesimpangsiuran.

5. Aliran eksistensialisme
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin
Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar
metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel
(1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan
Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab
pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada
saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard
menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu
yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam
kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri
secara jujur dan berani
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan
eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara
manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan
idealisme. Pendapat materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu
adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan
manusia menurut idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai

Filsafat pendidikan 110


suatu kesadaran. Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus
berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-
lukisan yang kongkrit (https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-
eksistensialisme/)

EVALUASI

2. Jelaskan pengertian filsafat pendidikan menurut salah satu tokoh yang saudara
ketahui!
3. Uraikan secara singkat sejarah filsafat pendidikan!
4. Sebut dan jelaskan landasan filsafat pendidikan!
5. Jelaskan apa saja aliran pendidikan dan aliran filsafat pendidikan yang saudara
ketahui minimal dua aliran!

Filsafat pendidikan 111


DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam.2013,Filsafat Pendidikan. Ombak, Yogyakarta.

https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-eksistensialisme/

Indar, Djumberansyah. 1994. Filsafat Pendidikan. Karya Abditama, Surabaya.

Jalaluddin., 2016, Filsafat Pendidikan Islam Dari ke Zaman. Jakarta. PT.Raja


Grafindo Persada.
.
Rosen, F. Bruce.1998. Sistem-Sistem Filsafat dan Pendidikan. Penerjemaah A.
Sudiarja.SJ, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Salahudin Anas, 2011. Filsafat Pendidikan. CV Pustaka Setia: Bandung

Syam, M. Noor. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila. Surabaya:

Filsafat pendidikan 112


Usaha Nasional.

Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.,Reneka Cipta: Jakarta

Suparlan Suhartono. 2007. Filsafat Pendidikan. Ar-ruzz Media, Yogyakarta.

Uyoh sadulloh, 2015. Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta: Bandung

Zuhairini.1991. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara

Bab V
SISTEM-SISTEM FILSAFAT PENDIDIKAN

Capaian Pembelajaran Deskripsi Singkat


Dalam perkuliahan ini Anda akan
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa berdiskusi mempelajari sistem-sistem
diharapkan dapat: filsafat pendi-dikan yaitu: progresivisme,
esensialisme, perenialisme,
1. Memahami dan mengembangkan rekonstruksionisme, dan eksis-
progresivisme tensialisme. Bagian
Filsafat pendidikan 113 akhir
2. Mengetahui aliran esensialisme membandingkan pandangan sistem-
3. Mengetahui dan memahami sistem filsafat pendidikan
perenialisme
A. FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME

Aliran Progresivisme, progress (maju) adalah sebuah fahan filsafat yang


lahir dan sangat berpengaruh dalam abad ke-20. Aliran filsafat ini kelahiran
Amerika dan pengaruhnya terasa di seluruh dunia yang mendorong usaha
pembaharuan di dalam lapangan pendidikan. Aliran ini bukan merupakan
bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak
benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

Filsafat pendidikan 114


Pada dasarnya aliran ini memandang bahwa pendidikan adalah sebagai
wadah untuk menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju
(progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban
baru. Melalui pandangannya “the liberal road culture”, maksudnya ialah
pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat fleksibel, curious, toleran dan
open-minded, serta menolak segala otoritarisme dan absolutism seperti yang
terdapat dalam agama, politik, etika dan epistimologi. Dan pandangannya
tentang menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia yang
diwarisi sejak lahir, sehingga manusia merupakan makhluk biologis yang utuh
dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pelaku/ subjek di dalam
hidupnya. Dengan pandangan=pandangannya tersebut, aliran progresivisme
memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, yang memliputi: ilmu
hayat (manusia untuk mengetahui semua masalah kehidupan), antropoli
(manusia mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian, dapat
mencari hal baru), psikologi (manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri,
lingkungan dan pengalaman-pengalamannya, dan dapat mengusai serta
mengatur sifat-sifat alam).
Aliran ini menyadari dan mempraktekan asas progresivisme dalam
semua realita kehidupan. Agar manusia dapat bisa selamat menghadapi semua
tantangan hidup. Dinamakan ‘intrumentalisme’ , karena aliran ini beranggapan
bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk
kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
‘’eksperimentalisme’’, untuk menguji kebenaran suatu teori. Dinamakan
“enviromentalisme’’, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan meliputi ilmu hayat, antropologi, dan juga psikologi. Adapun
tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain adalah William James, John
Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan George Santayana.

Filsafat pendidikan 115


Wiliam James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organic. Harus mempunyai fungsi biologis dan nilai berkelajutan
hidup. Dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai
bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Disini, James
berusaha membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis yang
meneparkannya di atas dari ilmu perilaku.
John Dewey, ide filsafatnya yang utama berkisar dalam problema
pendidikan yang konkret, baik teori maupun praktek. Reputasi internasionalnya
terletak dalam sumbangan pemikirannya terhadap filsafat pendidikan
progresivisme Amerika. Menurut John filsafat progresivisme bermuara pada
aliran filsafat pragmatism yang diperkenalkan oleh William James dan John
dewey, yang menitik beratkan pada segi manfaat bagi hidup praktis. Filsafat
progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatism yang telah
memberikan konsep dasar atas yang utama, bahwa agar manusia bisa selamat
menghadapi semua tantangan hisup, manusia harus pragmatis memandang
kehidupan.
Pandangan progresivisme tantang realitas, seperti halnya pandangan
John Dewey dalam buku Uyoh Sadulloh (2015: 145) bahwa perubahan dan
ketidaktetapan merupakan esensi dari realitas. Menurut progresivisme,
pendidikan selalu dalam proses pengembangan, penekanannya adalah
perkembangan individu, masyarakat, dan kebudayaan. Pendidikan harus siap
memperbaharui metode, kebijaksanaannya, berhubungan dengan
perkembangan sains danteknologi, serta perubahan lingkungan.
Uuntuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat
dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar
sambil bekerja, dan mengembangkan intelegensi, sehingga anak dapat
menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan
menentukan atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secaa mulak dan
abadi. Norma atau nilai kebenaran yang abad tidak dapat dijadikan ukuran

Filsafat pendidikan 116


untuk menentukan berhasil tidaknnya usaha pendidikan. Pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu rekonstruksi pengalaman yang berlaku secara terus
menerus.
1. Perhatian Terhadap Anak

Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa
anak-anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia
belum cukup matang unuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang
banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu
akhir. Siswa membutukan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanaka
aktivitas.

Pangalaman anak adalah rekonstruksi yang terus menerus dari


keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan
isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak
dengan menjejalkan informasi ke dalam kepadaanak melainkan dengan
pengawasan dengan lingkungan dimana pendidikan berlangsung. Pertumbuhan
diartikan sebagai peningkatan intelegensi dalam pengelolaan hidup dan
adaptasi yang intelegan (cerdas) terhadap lingkungan.

2. Tujuan Pendidikan

Sekolah merupakan masyarakat demkrastis dalam ukuran kecil, dimana


siswa akan belajar dan prektek keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup
dalam demokrasi dengan pengalamannya, siswa akan mampu mengahadapi
perubahan dunia karena realitas berubah terus menerus kaum progresif tidak
memusatkan perhatiannya terhadap body of knowledge yang pasti, sama seperti
halnya dengan pandangan perenialisme dan esensialisme kaum progresif
menekankan “bagaimana berfikir” bukan “apa yang dipikirkan”.

Filsafat pendidikan 117


Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang
bermanfaat untuk berinteraksi denga lingkunganyang berada dalam proses
perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah
keterampilan pemecahan masalah (problem solfing) dalam memecahkan
masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku dan sangat berevolusi
kooperatif dan disiplin diri dimana kebudayaan sangat dan sangat dibutukan
dan sangat berfungsi dalam masyarakat.

Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih


menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik,
sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli,
2012:156). Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan banyak
pengalaman kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang
dihadapi di lingkungan sehari-hari. Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari
harus bersifat riil atau sesuai dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang
pendidik harus dapat melatih anak didiknya untuk mampu memecahkan
problem-problem yang ada dalam kehidupan.

Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu


memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi
dengan lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan secara terus
menerus.Yang dimakssud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan
masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk
menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.Pendidikan bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan berbagai masalah baru
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses perubahan.

Menurut Barnadib, sebagaimana dikutip Jalaluddin dan Abdullah Idi


(2011:89) progresivisme menghendaki pendidikan yang progres. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang

Filsafat pendidikan 118


terus-menerus. Pendidikan bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada
anak didik, melainkan yang terpenting melatih kemampuan berpikir secara
ilmiah.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, maka tujuan pendidikan


menurut progresivisme ini sangat senada dengan tujuan pendidikan nasional
yang ada di Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Jadi berdasarkan pengertian ini, maka aliran progresivisme
sangat sejalan dengan tujuan pendidikan yang ada di Indonesia.

Pandangan mengenai belajar, filsafat progressivisme mempunyai


konsep bahwa anak didik mempuyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang
merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
Kelebihan anak didik memiliki potensi akal dan kecerdasan dengan sifat kreatif
dan dinamis, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan
problema-problemanya.

John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan


sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Artinya disini sebagai proses pertumbuhan
dan proses dimana anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari
pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu dinding pemisah antara
sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup
di sekolah saja.

Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannyan


berintegrasi dengan lingkungan sekitar.

Filsafat pendidikan 119


Filsafat progressivisme menghendaki isi pendidikan dengan bentuk
belajar "sekolah sambil berbuat" atau laerning by doing (Zuhairini, 1991: 24).

Tegasnya, akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan


baik. Perlu diketahui bahwa sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of
knowledge (pemindahan pengetahuan) akan tetapi sekolah juga berfungsi
sebagai transfer of value atau pemindahan nilai-nilai, sehingga anak menjadi
trampil dan berintelektual baik secara fisik maupun psikis.

John Locke (1632-1704) mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya


ditujukan untuk kepentingan pendidikan anak. Sekolah dan pengajaran
hendaknya disesuaikan dengan kepentingan anak (Suparlan, 1984: 48).
Kemudian Jean Jacques Rosseau (1712-1778), menyatakan anak harus dididik
sesuai dengan alamnya; jangan dipandang dari sudut orang dewasa. Anak bukan
miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dunianya sendiri, yaitu
berlainan sekali dengan alam orang dewasa (Ahmadi, 1992: 34-35).

Beranjak dari ketiga pendapat di atas, berarti sekolah sebagai wiyata


mandala (lingkungan pendidikan) sebagai wadah pembinaan dan pendidikan
anak-anak didik dalam rangka menumbuh kembangkan segenap potensi-
potensi baik itu bakat, minat dan kemampuan-kemampuan lain agar
berkembang kearah maksimal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan
tugas pendidikannya.

3. Pandangan tentang Belajar

Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensisal


merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu substansi abstrak yang
diisikan ke dalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif
merupakan alat untuk mengatur pengalaman,untuk menangani situasi baru
secara terus menerus, dimana perubahan itu merupakan tantangan dihadapan
manusia.

Filsafat pendidikan 120


Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu
pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus
mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan
abstrak harus di artikan ke dalam pengalaman pendidikan yang aktif. Apabila
siswa menghasilkan suatu apresiasi yang nyata yang berkaitan dengan ide-ide
politik dan social, kelas (sekolah) itu sendiri harus menjadi eksperimen
kehidupan dalam demokrasi social. Pengalaman dan eksperimen merupakan
kata-kata kunci dalam kegiatan belajar.

Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisonal sebaliknya kurikulum


tersebut perlu dipelihara dan dikuasai selanjutnya Dewey mengatakan bahwa
yang perlu di ingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah
terus menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam lingkungannya
oleh karena itu, pendidikan tidak hanya dibatasi pada sekedar pengumpulan
informasi dari guru atau dari teks boks saja. Belajar bukan penerimaan dan
penerapan terhadap pengetahuan terdahulu yang telah ada, melainkan suatu
rekontruksi yang terus menerus sesuai dengan penemuan-penemuan baru. Oleh
karena itu, pemecahan masalah (dengan metode ilmiah) harus dilihat bukan
hanya dengan sekedar penyelidikan pengetahuan fungsional, melinkan sebagai
suatu kaitan yang secara terus menerus dengan subject matter.

4. Kurikulum dan Peranan Guru

Dewey menyatakan bahwa "thr good school is cocerned with every kind
of learning that helps student, young and old, to grow" (2: 124). "sekolah yang
baik ialah yang memperhatikan dengan sunguh-sungguh semua jenis belajar
(dan bahannya) yang membantu murisd, pemuda dan orang dewasa, untuk
berkembang."

Sikap progresivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan


fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin dalam
pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif, bersifat

Filsafat pendidikan 121


eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur. Landasan pikiran
ini akan diuraikan serba singkat. Yang dimaksud dengan pengalaman yang
edukatif adalah peng alaman apa saja yang serasi tujuan menurut prinsip-prinsip
yang digariskan dalam pendidikan, yang setiap proses belajar yang ada
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Oleh karena tiada
standar yang universal, maka terhadap kurikulum haruslah terbuka
kemungkinan akan adanya peninjauan dan penyempurnaan. Fleksibilitas ini
dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk memperhatikan tiap anak
didik dengan sifat-sifat dan kebutuhannya masing-masing. Selain ini semuanya
diharapkan dapat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat.

Oleh karena sifat kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi

ini, maka jenis yang memadai adalah kurikulum yang "berpusat

pada pengalaman".

Selain jenis ini, menurut progresivisme, yang dapat dipandang maju


adalah tipe yang disebut "Core Curriculum", ialah sejumlah pengalaman belajar
di sekitar kebutuhan umum.

Core curriculum maupun kurikulum yang bersendikan peng alaman


perlu disusun dengan teratur dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan
agar pendidikan dapat mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak mudah
terkait pada hal-hal yang insidental dan tidak penting. Maka, jelaslah bahwa
lingkungan dan penga laman yang diperlukan dan yang dapat menunjang
pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan ke arah yang telah
ditentukan. Kurikulum yang memenuhi tuntutan ini di antaranya adalah yang di
susun atas dasar teori dan metode proyek, yang telah diciptakan oleh William
Heard Kilpatrick (http://anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-
pendidikan-progresivisme.html)

Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa baik pengalaman pribadi


maupun pengalaman social. Sains social sering dijadikan pusat pembelajaran

Filsafat pendidikan 122


yang digunakan dengan pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan
masalah serta dalam kegiatan proyek. Pemecahan masalah akan mengakibatkan
kemampuan berkomunikasi, proses matematis dan penelitan ilmiah oleh kerena
itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner. Buku
merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Metode yang
dipergunakan addalah metode ilmiah dalam inkuiri dan metode problem solfing

Peran guru adalah membimbing siswa-siswi dalam kegiatan pemecahan


masalah, dalam kegiatan proyek mungkin akan banyak guru yang kurang
senang terhadap peran ini karena didasarkan atas sesuatu anggapan bahwa siswa
mampu berpikir dan mengadakan penjelajahan terhadap kebutuhan dan minat
sendiri.

Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-


masalah yang bermakna menemukan sumber-sumber data yang relevan
menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru
harus mampu menganalisis, terutama pada saat apakah memerlukan bantuan
khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapatmeneruskan penelitiannya. Guru
dituntut untuk sabar, fleksibel berfikit interdisipliner kreatif dan cerdas.

A. Prinsip-prinsip Pendidikan

Secara umum terdapat beberapa prinsip pendidikan: menurut pandangan


progresivisme, yang penulis syarikan dari tulisan Kneller (1971).

1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup,


kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang
mencakup interprestasi dan rekonstruksi pengalaman. Anak akan memasuki
situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya yang beroientasi pada
pengalaman. Tidak ada tujuan umum dan akhir pendidikan. Pendidikan
adalah pertumbuhan berikutnya.

Filsafat pendidikan 123


2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat
individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi
“(Child centered)’’dimana proses belajar ditentukan pertama oleh anak.
Secara kodrati anak suka belajar apa saja yang berhubungan dengan
minatnya atau untuk memecahkan masalah begitu pula pada dasarnya anak
akan menolak apa yang dipaksakan padanya. Anak akan belajar dan mau
belajar karena merasa perlu tidak karena terpaksa oleh orang lain. Anak
akan mampu melihat relevansi dari apa yang dipelajari terhadap
kehidupannya bahkan juga terhadap konsepsi kehidupan oleh orang dewasa.
3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjai presenden terhadap
pemberian subjek matter jadi belajar harus dapat memecahkan masalah
yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak. Dalam memecahkan
suatu masalah, anak dibawa berpikir melewati beberapa tahapan yang
disebut metode berpikir ilmiah sebagai berikut:
a. Anak menghadapi keraguan, merasakan adanya masalah;
b. Menganalisis masalah tersebut dan menduga atau menyusun hipotesis-
hipotesi yang mungkin;
c. Mengumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas masalah;
d. Memilih dan menganalisis hipotesis ;
e. Mencoba menguji dan membuktikan.
4. Peranan guru tidak langsung melainkan memberikan petunjuk kepada
siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menenetukan apa yang mereka
pelajari. Anak harus di izinkan untuk merencakan pengembangan diri
mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar;
5. Sekolah harus memberikan semangat bekerja sama bukan mengembangkan
pesaingan. Manusia pada dasarnya social dan keputusan yang paling besar
pada manusia karena ia berkomunikasi dengan yang lain. Progresivisme
berpandangan bahwa kasih sayang dari persodaraan lebih berharga bagi
pendidikan dari pada persaingan usaha pribadi. Karena itu, pendidikan
adalah rekontriksi manusia dalam kehidupan social. Persaingan tidak

Filsafat pendidikan 124


ditolak namun persaingan tersebut harus mampu mendorong pertumbuhan
pribadi
6. Kehidupan yangdemokratis merupakan kondisi yangdi perlukan bagi
pertumbuhan.demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan yang saling
berhubungan. Untuk mengajar demokras, sekolah sendiri harus demokratis.
Sekolah harus meningkatatkan “student government “, diskusi bebas
tentang suatu masalah, partisipasi penuh dalam semua pengalaman
pendidikan. namun, sekolah tidak mengidoptrinasi siswa-siswa dengan tata
social yang baru.

Meskipun pragmatisme-progressivisme sebagai aliran pikiran baru


muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke 19, akan tetapi garis
perkembangannya dapat ditarik jauh ke belakang sampai pada zaman Yunani
purba. Misalnya Heraclitus (± 544 - ± 484), Socrates (469 - 399), Protagoras
(480 - 410), dan Aristoteles mengemukakan pendapat yang dapat dianggap
sebagai unsur-unsur yang ikut menyebabkan terjadinya sikap jiwa yang disebut
prag matisme-progressivisme. Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang
terutama dari realita ialah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini,
semuanya berubah-ubah, kecuali asas per ubahan itu sendiri. Socrates berusaha
mempersatukan epistemologi dengan axiologi. la mengajarkan bahwa
pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari dengan
kekuatan intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia
untuk melakukan kebajikan (perbuatan yang baik). la percaya bahwa manusia
sanggup melakukan yang baik.

Dalam asas modern - sejak abad ke-16 - Francis Bacon, John Locke,
Rousseau, Kant dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang
pikiran dalam proses terjadinya aliran pragmatisme-progressivisme. Francis
Bacon memberikan sumbang an dengan usahanya untuk memperbaiki dan
memperhalus motode experimentil (metode ilmiah dalam pengetahuan alam).
Locke dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya

Filsafat pendidikan 125


bahwa kebaikan berada di dalam manusia melulu karena kodrat yang baik dari
para manusia. Menurut Rousseau manusia lahir sebagai makhluk yang baik.
Kant memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia,
memberi martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan,
bahwa alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan
gerak, dalam proses perubahan dm penyesuaian yang tak ada hentinya.

Dalam abad ke 19 dan ke 20 ini tokoh-tokoh pragmatisme terutama


terdapat di Amerika Serikat. Tkinas Paine dan Thomas Jefferson memberikan
sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan mereka akan demokrasi dan
penolakan terhadap sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S.
Peirce mengemuka kan teori tentang pikiran dan hal berpikir: pikiran itu hanya
berguna atau berarti bagi manusia apabila pikiran itu "bekerja", yaitu
memberikan pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berpikir tidak lain dari pada
membiasakan manusia untuk berbuat. Perasa an dan gerak jasmaniah
(perbuatan) adalah manifestasi-manifestasi yang khas dari aktivitas manusia
dan kedua hal itu tak dapat di pisahkan dari kegiatan intelek (berpikir)

B. FILSAFAT PENDIDIKANESENSIALISME

Essensialisme berasal dari kata essensial yang berarti sifat-sifat dasar


atau dari kata asesnsi (pokok). Essensialisme mempunyai pandangan bahwa
pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan. Aliran ini ingin kembali kepada
kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikan
bagi kehidupan manusia. Aliran ini berpedoman pada peradaban sejak zaman
Renaissance. Pada zaman Renaissance telah berkembang dengan megahnya
usaha-usaha untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian
serta kebudayan purbakala, terutama dizaman Yunani dan Romawi. Dalam
zaman Renaissance muncul tahap-tahap pertama dari pemikiran essensialis
yang berkembang selanjutnya sepanjang perkembangan zaman Renaissance itu
sendiri, yang mempunyai ciri-ciri utama yang berbeda dengan aliran

Filsafat pendidikan 126


progresifisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak
kepada pendidikan yang penuh fleksibel, dimana serba terbuka untuk
perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak kepada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai tertinggi yang tata dan jelas. Paham filsafat idialisme
Plato dan faham idialisme Aristoteles adalah dua aliran pikiran yang membetuk
konsep-konsep berpikir golongan isensialisme. Jadi pandangan filsafat
essensialisme meramu dan menampung dua aliran filsafat itu (tetapi tidak lebur
jadi satu dan tidak melepaskan sifat yang utama pada masing-masing), yang
kemudian mereka terapkan pula dalam bidang pendidikan .
Essesnsialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan
reaksi terhadap hidup yang mengarah keduniawian, serba ilmiah dan
materialistik. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham
penganut idialisme yang bersifat spiritual dan realisme yang titik berat tujuannya
adalah mengenai alam dan dunia fisik. Adapun beberapa tokoh utama yang
berperan dalam penyebaran essensialisme, yaitu:
 Desiderius Erasmus (akhir abad 15)
 Johan Amos Comenius (1592 – 1670)
 John Locke (1632 – 1704)
 Johan Heinrich Pestalozzi (1746 – 1827)
 Johan Friedrich Frobel (1782 – 1852)
 Johan Friedrich Herbert (1776 – 1841)
 William T. Harris (1835-1909)
Berbicara tentang perubahan, esensialisme berependapat bahwa
perubahan merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan
social. Mereka mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu
harus terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus- menerus. Perubahan
terjadi sebagai kemampuan intelegensi manusia yang mampu mengenal
kebutuhan untuk mengadakan cara-cara bertindak, organisasi, dan fungsi sosial.

Filsafat pendidikan 127


a. Konsep Pendidikan
1. Gerakan Back to Basic
Gerakan to basic yang dimulai dipertengahan tahun 1970-an adalah
dorongan skala besar yang mutakhir untuk menerapkan program-program
sesnsialis di sekolah-sekolah. Yang terpenting lainnya, yang dikemukakan kaum
esensialis, bahwa sekolah-sekolah harus melatih/ mendidik siswa untuk
berkomunikasi dengan jelas dan logis. Keterampilan-keterampilan inti dalam
kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta
sekolah memiliki tanggungjawab untuk memperhatikan apakah semua siswa
menguasai keterampilan- keterampilan tersebut.
Ahli pendidikan esensialis tidak memandang anak sebagai orang yang
jahat, dan tidak pula memandang anak sebagai orang yang secara alamiah baik.
Anaka-anak tersebut taka akan menjadi anggota masyarakat yang berguna.,
kecuali kalau anak-anak secara aktif dan penuh semangat diajarkan secara
disiplin, kerja keras, dan rasa hormat pada pihak berwenang/punya otoritas.
Kemudian, para guru adalah membentuk para siswa, menangani isntiling-
instiling alamiah dan nonproduktif mereka (seperti agresi, kepuasan indera tanpa
nalar, dll.) di bawah pengawasan sampai pendidikan mereka selesai.
Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis
dam memberi anak-anak pengajaran yang logis yang mempersiapkan mereka
untuk hidup, sekolah tidak boleh mencoba mempengaruhi atau menetapkan
kebijakan kebijakan sosial. Walaupun mereka kritik-kritik terhadap esensialisme
mendakwa bahwa orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah akan
mengindoktrinasi siswa dan mengesampingkan kemungkinan perunbahan.
Kaum esensialis menjawab bahwa dengan tanpa suatu pendekatan esensialis,
para siswa akan terindoktrinasi pada kurikulum humanistik dan/atau behavioral
yang menjalankan perlawanan pada standar-standar kebutuhan yang diperlukan
masyarakat untuk ditata.
Para pemikir esesnsialisme pada umumnya tidak memiliki kesatuan garis
karena mereka berpandangan pada filsafata yang berbeda. Namun, diantara

Filsafat pendidikan 128


mereka ada kesepakatan tentang prinsip dasar filsafat esensilaisme yang
berkaitan dengan pendidikan. Berikut ini penulis uraikan beberapa konsep dasar
yang berkaitan dengan pendidikan.
2. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan
budaya melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahandalam
kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh
waktu dana dikenal oleh semua orang. Pengetahuan tersebut bersama dengan
skill,sikap, dan nilai-nilai yang memadai, akan mewujudkan elemen-elemen
pendidikan yang esensial. Tugas siswa adalah menginternalisasikan atau
menjadikan milik pribadi elemen-elemen tersebut.
Selain merupakan warisan budaya, tujuan pendidikan esensialisme
adalah mempersiapkan manusia untuk hidup. Namun, hidup tersbut sangat
kompleks dan luas, sehingga kebutuhan-kebutuhan untuk hidup tersebut berada
di luar wewenang sekolah. Hal ini tidak berarti bahwa sekolah tidak dapat
memberikan konstribusi untuk mempersiapkan hidup tersebut. Konstribusi
sekolah terutama bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa,
terutama tujuan pelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan, yang pada
akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia hidup.
3.Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi
individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke
makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang
dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak
didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka
itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu
sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi,

Filsafat pendidikan 129


apriori yang terarah bukanlah budi kepada benda, lelapi benda-benda itu yang
terarah kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu.
Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan
sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa
membina dan menciptakan diri sendiri.
Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney
menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental
adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada umumnya
menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa
pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara
sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah
dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian
pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi
mutlak dan determinasi terbatas:
1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-
hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-
sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian
supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.
2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif
mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang
kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan
terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan
http://fadliyanur.blogspot.co.id/2008/05/aliran-esensialisme.html.
4. Desain kurikulum

Pada tahun 1930 telah didirikan suatu organisasi “Essentialists


Committee for Advancement Of Education”, dalam rangka mempertahankan
paham essensialime, khususnya dari persaingan dengan aliran progresivisme.
Dan pada tahun 1950-an, di Amerika didirikan sebuah organisasi yang disebut
dengan dewan untuk pendidikan dasar (council for basic education) yang

Filsafat pendidikan 130


merupakan jawaban terhadap apa yang dirasakan oleh sebagaian para ahli
pendidikan, dengan adanya kecurangan-kecurangan yang terjadi berangsur-
angsur dalam tubuh pendidikan Amerika, disebabkan timbulnya yang disebut
“pendidikan progresiv”. Tujuan umum aliran progressivisme adalah
membentuk pribadi bahagia dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencangkup
ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan
kehendak manusia.

Kurikulum yang digunakan di sekolah bagi essensialime merupakan


semacam miniature dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan,
kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum
essensialisme merupakan bagian pola kurikulum, seperti pola idealism. Butler
mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk setiap angkatan baru haruslah
dididik untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci, sedangkan, Demih
Kevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi. Ataupun
pola kurikulum realism, yang mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok
yang disusun dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana
sampai kepada yang komplek. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai
susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen atau dasar dari
susunannya yang paling komplek. Jadi bila kurikulum atas dasar pikiran yang
demikian akan bersifat harmonis. Dengan demikian, peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan
kenyataan sosial yang ada di masyarakat.

Menurut Essensialime pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai


kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia, kebudayaan yang
mereka wariskan kepada kita hingga sekarang telah teruji oleh segala zaman,
kondisi dan sejarah. Kebudayaan yang demikian adalah esensi yang mampu
pula mengemban hari kini dan masa depan umat manusia. Kebudayaan
bersumber itu tersimpul dalam ajaran para filsof, ahli-ahli pengetahuan yang
besar, yang jaran dan nilai-nilai ilm mereka bersifat menetap.

Filsafat pendidikan 131


Menurut essensialime kebudayaan modern sekarang terdapat kesalahan,
yaitu kecendrungannya, bahkan gejala-gejala penyimpangan dari jalan lurus
yang yang telah ditanamkan kenudayaan warisan. Fenomena-fenomena sosial-
kultur yang tidak kita inginkan sekarang, hanya dapat dibatasi dengan kembali
secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali kejalan yang telah ditetapkan
iti, dalam hal pendidikan oleh essensialime menyebutkan “Education as cultural
conservation”.

Adapun para pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar
asas-asas filsafat aliran ini, terutama yang hidup pada zaman klasik; Plato,
Aristoteles, Demakritos,. Plato sebagai bapak obyektive idealism dan juga
sebagai peletak dasar teori modern dalam essensialim. Sedangkan Aristoteles
dan Demokritus, keduanya bapak obyektive realism. Kedua ide itulah yang
menjadi latar belakang thesis-thesis essensialime.

C. FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

1. Pandangan Perennialisme

Parennialisme diambil dari kata perennial, yang artinya kekal atau


abadi. Dari makna yang terkandung dalam kata itu, aliran perennialisme
mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai- nilai dan norma-
norma yang bersifat kekal abadi. Aliran filsafat ini termasuk pendukung yang
kuat dari filsafat essensialime. Pendiri utama dari filsafat ini adalah Aristoteles
yang kemudian di dukung dan dilanjutkan oleh Thomas Aquinas, sebagai
reforme utama pada abad ke-13.

Dengan melihat kehidupan zaman modern telah menimbulkan banyak


krisis, dibidang kehidupan umat manusia. Untuk mengatasi krisis ini,
perennialisme memberikan jalan keluar berupa “ regressive road to culture”.
Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam
proses mengembalikan ke adaan manusia zaman modern ini kepada

Filsafat pendidikan 132


kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal, untuk supaya sikap yang
membanggakan kesuksesan dan memulihkan kepercayaan pada nilai-nilai asasi
masa silam

Asas-asas filsafat perennialisme bersumber pada dua filsafat kebudayaan,


yaitu perennialisme theologis, yang ada dalam pengayoman supremasi gereja
katolik, khususnya menurut ajaran dan intrepretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekuler, yakni yang berpegang teguh pada ide dan cita filososfis
Plato dan Aristoteles.

Pandangan-pandangan Thomas Aquinas sangat berpengaruh dalam


lingkungan gereja katolik. Demikian pula dalam pandangan-pandangan
aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Selain itu
juga semunya mendasari konsep filsafat pendidikan perennialisme.

Di bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-


tokonnya seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini, pokok
pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah menifestasi
daripada hokum yang universal, yang abadi dan sempurna, yakni ideal.
Sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran,
asas normative alam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan ialah
membina pemimpin yang sadar dan mempraktekan asas-asas yang normative
itu dalam semua aspek kehidupan.

Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu,
kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi
tersebut dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap
lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh
Aristoteles dengan lebih mendekatkan pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles
tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai pendidikan itu , maka
aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.

Filsafat pendidikan 133


Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles., tujuan pendidikan
yang dikehendaki Thomas Aquinas adalah sebagai usaha untuk mewujudkan
kapasitas yang adadalam individu agar menjadi aktivitas, aktif dan nyata.
Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar (memberi bantuan pada anak didik
untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri anak didik)

Perennialisme dalam konteks pendidikan di bangun atas dasar suatu


keyakinan ontologisnya, bahwa batang tubuh pengetahuan yang berlangsung
dalam ruang dan waktu ini mestilah terbentuk melalui dasar-dasar pendidikan
yang diterima manusia dalam kesejarahannya. Robert M. Hutchins, dalam buku
Muhmidayeli (2011: 163) salah seorang tokoh perennial menyimpulkan, bahwa
tugas pokok pendidikan adalah pengajaran. Pengajaran menunjukan
pengetahuan sedangkan pengetahuan itu sendiri adalah kebenaran. Kebenaran
pada prinsip manusia adalah sama, oleh karena itu dimana pun dan kapanpun ia
akan selalu sama.

Prinsip mendasar pendidikan bagi aliran perennial ini adalah membantu


subjek-subjek didik menemukan dan menginternalisasikan kebenaran abadi,
karena memang kebenarannya mengandung sifat universal dan tetap,
kebenaran-kebenara seperti ini hanya dapa diperoleh subjek-subjek didik
melalui latihan intelektual yang dapat menjadikan pikirannya teratur dan
teristematisasi sedemikian rupa. Hal ini semakin penting terutama jika
dikaitkan dengan persoalan pengembangan spiritual manusia.

Aliran ini meyakini bahwa pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan


tantang kebenaran abadi. Pengetahuan adalah suatu kebenaran sedangkan
kebenaran selamanya memiliki kesamaan. Oleh karena itu pula maka
penyelenggaraan pendidikan pun dimana-mana mestilah sama. Pendidikan
mestilah mencari pola agar subjek-subjek didik dapat menyesuaikan diri bukan
pada dunia saja, tetapi hendaklah pada hakikat-hakikat kebenaran. Penyesuaian
diri pada kebenaran merupakan tujuan belajar itu sendiri. Oleh karena itu, para

Filsafat pendidikan 134


perennialis memandang, bahwa tuntutan tertinggi dalam pemikiran subjek-
subjek didik akan menjadi nyata melalui pelatihan-pelatihan intelektual. Cara
mudah untuk mengajar subjek-subjek didik adalah dengan cara menumbuhkan
keinginan untuk belajar. Realisasi diri sangat tergantung pada disiplin diri,
sedangkan disiplin diri itu sendiri dapat diraih melalui disiplin eksternal.
Berdasarkan pemikiran ini, maka perenialis sampai pada suatu kesimpulan,
bahwa belajar adalah upaya keras untuk memperoleh sesuatu ilmu pengetahuan
melalui disiplin tinggi dalam latihan pengembangan prinsip-prinsip rasional.

Sifat rasional manusia yang diyakini ini telah pula menjadikannya mesti
meyakini kebebasan individu, sehingga kebebasan dan kemerdekaan
merupakan asas yang mesti di hargai dalam penyelenggaraan pendidikan
supaya subjek didik terbiasa berbuat atas kehendak dan kemampuan sendiri
yang akan berujung pada penanaman rasa tanggung jawab.

Makna hakiki dari belajar, menurut aliran ini, adalah belajar untuk
berpikir. Aliran ini meyakini bahwa dengan cara latihan berpikir, subjek didik
akan memiliki senjata ampuh dalam menghadapi berbagai rintangan yang akan
menurunkan martabat kemanusiaannya, seperti kebodohan, kebingungan,
keragu-raguan dan ignoransi. Tugas seorang subjek didik menurut aliran ini
adalah mempelajari berbagai berbagai karya dalam berbagai literatur filsafat,
sejarah dan sains, sehingga dengan demikian ia berkenalan dengan berbagai
prestasi di masa lalu menuju pembentukan pemikiran yang akan mengisi
kehidupannya dalam membangun prestasi-prestasinya pula. Para subjek didik
dalam hal ini mesti meraih subjek-subjek dasar tertentu yang akan mengajarkan
kepadanya hal-hal yang permanen tentang dunia. Subjek-subjek dasar bahasa,
sejarah, matematik, pengetahuan alam, filsafat dan seni merupakan hal penting
yang sangat berguna bagi mereka dalam mengembangkan pemikirannya,
sehingga dengan demikian mereka pun memiliki kemanapun rasional yang
kukuh dalam menghadapi tantangan realitas kehidupannya.

Filsafat pendidikan 135


Perennialisme membedakan belajar kepada kedua wilayah besar, yaitu
wilayah pengajaran dan wilayah penemuan. Yang pertama belajar memerlukan
bantuan guru. Guru dalam hal ini memberikan pengetahuan dan pencerahan
kepada sbjek-subjek didik, baik dengan cara menunjukan maupun menafsirkan
implikasi dari pengetahuan yang diberikan. Sedangkan yang kedua, tidak lagi
membutuhkan guru karena subjek didik dalam pola ini diharapkan telah dapat
belajar atas kemampuannya sendiri.

Mengingat tugas utama pendidikan dalam aliran perennialisme ini


adalah mempersiapkan subjek didik ke arah kematangan rasionalisme dalam
menghadapi berbagai problema dan kesulitan kehidupan, maka aliran ini pun
tidak mengabaikan pengalaman tidak langsung ataupun langsung yang
diperlukan subjek didik dalam mempelajari kebutuhan riilnya.

Aliran perenialisme meyakini, bahwa tugas sekolah tingkat dasar adalah


pendidikan watak dengan mengaksentuasikan perhatian kepada kebajikan-
kebajikan moral. Untuk kepentingan ini, perlu adanya upaya penamaan dan
latihan yang memadai agar kebajikan moral itu bener-bener tertanam secara
kuat. Pendidikan dasarnya belum dapat dijadikan moral itu benar-benar
tertanam secara kuat. Pendidikan dasar belum dapat dijadikan sebagai dasar
pemcaharuan sosial dalam arti yang sesungguhnya, sehingga eksistensinya
tidak pula dapat disebut sebagai badan untuk mengadakan transformasi sosial.

2. Hakikat Pendidikan

Tentang pendidikan kaum perenialisme memandang education as cultur


regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan
keadaaan manusia sekarang seperti dal;am masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
nilai-nilai kebenaran yang pasti ,absolut, dan abadi yang terdapat dalam
kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal

Filsafat pendidikan 136


tersebut.sejalan dengan hal diats, penganut perenialisme percaya bahwa
prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi.

Filsafat pendidikan perenialisme mempunyai empat prinsipdalam


pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:

a. Kebenaran yang bersifat universaldan tidak tergantung pada tempat, waktu


,dan oramg.
b. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran.
c. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya-karya agung.
d. Pendidikan adalah kegiatan liberal utuk mengembangkan nalarbeberapa
pandangan Tokoh perenialisme terhadap pendidikan.
a. Menurut plato pendidikan adalah yang ideal harus didasarkan didasarkan
paham, atas nafsu, kemauan, dan akal.
b. Menurut Aritoteles pendidikan perkembangan budi merupakan titik pusat
perhatian dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.
c. Menurut Thomas Aquina pendidikan adalah menuntut kemampuan-
kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif.
3. Tujuan Umum Pendidikan

Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran -kebenaran


hakiki. Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka
kebenaran-kebenaran itu hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang
murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya
melalui:

1) Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.

2) Latihan karakter sebagai cara mengembangkan manusia secara sepiritual.

Pendidikan menurut tokoh-tokoh aliran perenialisme berikut ini:

Filsafat pendidikan 137


a) Menurut plato pendidikan adalah membina atau memimpin yang sadar akan
asas normative dan melaksanakanya dalam aspek kehidupan.
b) Menurut Arithoteles pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat
pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
c) Menurut thomas Aquinas pendidikan adalah menuntun kemampauan-
kemampuan yang masih tidur menjadi aktif.
4. Hakikat Guru

Tugas utama pendidikan adalah guru, dimana tugas pendidikan yang


memberikan pendidikan dan pengajaran(pengetahuan) kepada anak didik .
Faktor keberhasilan anak dalam akalnya adalah guru, berikut pandangan aliran
perenialisme mengenai guru.

a) Guru mempunyai peran yang dominan dalam penyelengaraan kegiatan


belajar-mengajar di dalam kelas.
b) Guru hendaknya adalah orang yang menguasai cabang ilmu, yang bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa dalam menyimpulkan
kebenaran, yang tepat ,tanpa cela , dan dipandang sebagai orang yang
memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan kehlianya tidak
diragukan.
5. Hakikat Murid

Murid dalam aliran perenialisme merupakan mahkluk yang di bimbing


oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat
dunia biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan
nilai pada subyek didik. Mencangkup totalitas aspek kemanusiaan , kesadaran,
dan sikap dan tindakan kritis, terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Pendidikan bertujuan mencapai tujuan kepribadian manusia yang menyeluruh
secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasianaol,
perasaan dan indera, karena itu pendidikan harus mencanggkup pertumbuhan
manusia dalam segala aspeknya.

Filsafat pendidikan 138


6. Proses Belajar Mengajar

Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut perenialisme, adalah latihan


dan disiplin mental.

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme terutama:

a) Mental disiplin sebagai Teori Dasar

Menurut perenialisme latihan dan pembinaan berfikir adalah sa;ah satu


kewajiban tertinggi dalam belajar, karena program pada umumnya dipusatkan
kepada kemampuan berfikir.

b) Rasionalitasdan Asas Kemerdekaaan

Asas berfikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan,


otoritas berfikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna
pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang
membedakanya dari mahkluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdiakn bagi
tujuan itu, yaitu aktualisai diri manusia sebagai mahkluk rasional yang bersifat
merdeka.

c) Learning to Reason( belajar untuk berfikir)

Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan yakni belajar supaya


mampu berfikir, perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan
kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis,
dan menghitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu,
maka learning to reason menjadi tutjuan pokok pendidikan tinggi.

d) Belajar sebagai Persiapan Hidup

Belajar untuk mampu berfikir bukanlah semata-mata tujuan kebajikan


moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktua;itas sebagai filosofis,

Filsafat pendidikan 139


belajar untuk berfikir pula guna untuk memenuhi fungsi practical philoshopy
baik etika , sosial politik , ilmu dan seni.

7. Desain Kurikulum Perennialisme

Prinsip-prinsip pendidikan perennialisme tersebut, perkembangannya


telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, sperti pembagian kurikulum
untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi dan pendidika orang dewasa.
Perenialisme merupakan merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir
pada abad ke 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia
dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpasyian, dan ketidakteraturan, terutama
dalam kehidupan moral, inteletual, dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada
usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan
menggunakan kembali dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah
menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji.

Perenialisme memandnag bahwa pendidikan harus didasari nilai-nilai


kutural masa lampau (regresive road the cultural) oleh karena
kehidupanmodern saat sekarang banyak menimbulkan krisis dalam banyak
bidang kehidupan. Masa lampau, terutama zaman abad pertengahan Eropa telah
membuktikan keefektivan nilai-nilai yang diamalkan dalam kehidupan. Nilai
tersebut ternyata cukup ideal, tangguh dan teruji keberhasilannya dalam
kehidupan manusia.

Watak umum perenialisme tersimpul dalam makna istilah yang menjadi


nama aliran ini. Istilah “ perenial” berarti Everlasting” atau abadi. Keperccayaan
filsafat perenialisme ialah nila-nilai. Norma-norma yang bersifat kekal abadi,
bahkan keabadian, bahkan keabadian itu sendiri. Perenialisme mengambil
analogi realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga. Pohon
bunga ini akan berguna musim demi musim, matang dan pergi secara tetap

Filsafat pendidikan 140


sepanjang tahun dan masa. Demikianlah pola perkembangan kebudayaan
manusia, aba demi abad. Era demi era, bahkan untuk selama-lamanya akan tetap
mengulangi apa yang pernah dialaminya. Untuk perlu kembali kepada asas
kebudayaan silam yang abadi itu.

D. FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONISME

1. Pandangan Rekonstruksionisme

Kata rekosntruksionisme dalam bahasa Inggris “rekonstruct” , yang


berarti menyusun kembali. Dalam konteks pendidikan, aliran inyi adalah suatu
aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membanguna tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern. Merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count
dan Harold Rugg pada tahaun 1930, ingin membangun masyarakat yang pantas
dan adil.

Aliran rekonstruksionisme dalam suatu prinsip sependapat dengan


perenialisme. Tetapi aliran rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara yang
ditempuh filsafat perenialisme. Rekonstruksionisme berusa membina suatu
konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi
dalam kehidupan manusia. Rekonstruksionalisme berusaha mencari kesempatan
semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengautur tata kehidupan manusia
dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Dengan kata lain,
rekonstruksionalisme ingin merombak tata susunan yang lama, dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dalam
proses pendidikan.

Filsafat pendidikan 141


Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerja sama, kerja
sama semua bangsa-bangsa, penganut aliran ini yakni bahwa telah tumbuh
kesadaran dan konsensus seperti dimaksud diseluruh dunia. Mereka percaya
bahwa telah ada hasrat yang sama dari bangsa-bangsa tentang cita-cita yang
tersimpul dalam ide rekonstruksionisme.

Aliran ini yakin bahwa pendidikantidak lain adalah tanggung jawab sosial.
Hal ini mengingat eksistensi pendidikan dalam keseluruhan realistasnya diarahkan
untuk pengembangand dan atau perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak
saja berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenaan dengan hakikat manusia, tetapi
juga terhadap teori belajar yang dikaitkkan dengn pembentukan kepribadian
subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula, maka
idealisnya terletak pada filsafat pendidikannya. Bahkan penetapann tujun dalam
hal ini merupakan seuatu yang penting dalam aliran ini. Segala sesuatu yang
diidamkan untuk masa depan suatu masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh
pendidikan.

Para rekonstruksionisme menginginkan, bahwa pendidikan dpat


memunculkan kesadaran para subjek didik untuk senantiasa memperhatikan
persolan sosial, ekonomi dan politik dan menjelaskan kepada mereka bahwa
memecahkan masalahh kesemua program itu hanya melalui keterampilan
memecahkan problem. Tujuan alairan ini tidak lain adalah untuk membangun
masyarakat baru, yakni suatu masyarakat global yang memiliki hubungan
interdependensi.

Rekonstruksionisme percaya bahwa manusia memiliki potensi fleksibel dan


kukuh baik dalam sikap maupun dalam tindakan. Adalah suatu hal yang paling
berharga dalam kehidupan manusia itu, jika ia memiliki kesempatan yang cukup
untuk mengembangkan potenssi naturalnya secara sempurna. Pendidikan dalam
haal ini adalah jawaban atas keinginan potensial manusia itu.

Filsafat pendidikan 142


Muhammad Iqbal menyebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah mampu
membangun dunia bagi masyarakat dengan menggunakan kemampuan akal, indra
dan intuisi. Oleh karena itu ketiga aspek ini mesti tertuang dalam kurikulum
pendidikan itu. Pendidikan harus menjadikan subjek didiknya mampu
menggunakan ilmu pengetahuan yang diperolehnya sebagai wahana bagi
perelisasian nilai-nilai spiritual. Pendidikan mmenurutnya mesti mampu
memandang situasi aktual dengan tidak melihat manusia secara sebahagian-
bagian. Pendidikan baru harus mampu menjadikan ilmu-ilmu pengetahuan sebagai
wahana bagi realisasi nilai- nilai spiritual. Untuk itu perlu adanya upaya integrasi
intelektual dan cinta, sebab hidup bukanlah rutinitas, tetapi seni yang kreatif,
konstruktif, dan inovatif.

John Dewey sebagai seorang tokoh awal pergerakan aliran ini mengatakan,
bahwa pengembangan watak manusia ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi
yang mengelilinginya dalam menghasilkan budaya. Oleh karena itu manusia selalu
beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnnya. Manusia adalah bagian terpenting
dalam sebuah masyarakat, sehingga apapun yang ia lakukan selalu berkenaan dengan
pembentukan kebudayaannya. Masalah perbedaan biologis dan perbedaan individu
berfungsi dalam suatu bentuk sosial namun itu bukanlah sifat asli yang dapat
memisahkan suatu bangsa, kelompok, dan kelas tertentu dari yang lainnya. Lebih
lanjut, ia mengatakan bahwa kebebasan adalah hak esensial manusia, namun dalam
pengembangannya memerlukan hubungan sesuatu yang berada diluar dirinya dan
disinilah manusia mesti menjadi bagian dalam suatu masyarakat. Mengingat manusia
adalah bagian dalam suatu masyarakat, maka penndidikan secara efisien mesti
mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat.

Rekonstruksi perccaya bahwa pendidikan sebagai suatu lembaga msyarakat


tentulah diarahkan pada upaya rekayasa sosial, sehingga segala aktivitasnya pun
senantiasa merupakan solusi bagi berbagai problem kehidupan dalam masyarakat.
Sekolah dalam hal ini menjadi agen perubahan sosial, politik dan ekonomi yangg
primer. Oleh karena itu lembaga penddidikan mesti memiliki komitmen untuk

Filsafat pendidikan 143


menciptakan masyarakat baru yang sarat dengan nilai-nilai dasar budaya dan sosial
ekonomi yang akan membentuk harmonisasi suatu masyarakat. Pendidikan dalam hal
ini mesti diarahkan pada perubahan pola pikir masyarakat., sehingga tenknologi-
teknologi yang begitu besar lebih dijadikan sebagai sumber kreativitas dari pada
untuk menghancurkan.

John Dewey mengungkpkapkan, bahwa demokrasi akan memperoleh


legitimasi, sebab ia bersentuhan langsung dengan standar dasar rasionalits. Dengan
pola demokrasi, swmua orang mempunyai hak mengeluarkan endapat dan adu
argumentasi. Oleh kareta itu, demokrasi merupakan suatu pola yang menjunjung
tinggi hakikat humnitas.

Dalam bidang pendidikan, bukan berarti semua subjek didik dianggap mempunyai
kapasitas yang sama dan intelaktual dan kreativitas, sehingga sekolah tidak mesti harus
diorganisasikan secara secara politis seperti pada masyarakat demokrasi, sebab
kenddatipun kodrat manusia bebas belajar dan mengembangkan diri, bukan berarti ia
boleh berbuat apa saja tanpa dapat dibatasi dan diarahkan.

Muhammad Iqbal dalam hal ini tampaknya lebih menginginkan pendidikan


yang sesuai dengan watak manusia yakni suatu pendidikan yang mengaksentuasikan
aktivitasnya pada pemberikan pengetahuan kepada subjek didik melalui metode
problem solving, suatu cara yang efektif untuk melatih verpikir kreatif, kritis, dan
inovatif. Dengan cara ini merurutnya dapat membentuk cakrawala berpikir subjek
didik sedemikian rupa sehingga menjadi manusia-manusia yang tanggap akan
berbagai problematika kehidupannya dalam masyarakat.

Guru menurut aliran ini bertugas meyakini subjekk didiknya tentang urgensi
rekonstruksi dalam memajukan kehidupan sosial kemasyarakatan dan membiasakan
mereka untuk sensitif terhadap berbagi problema yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat serta mencairkan solusi yang diperlukan menuju perbaikan dan
perubahan-perubahan. Untuk itu, seorang guru dituntut untuk memiliki keterampilan
dalam membantu dan menyediakan kondisi kepada subjek didik agar subjek didiknya

Filsafat pendidikan 144


mampu dan keterampilan dalam memberikan solusi terhadap berbagai masalah
sosial, ekonomi, dan politik yang tumbuh dalam masyarakat. Seorang guru mesti
berani berbeda pandangan sebagai lambang dari suatu kreativitas dalam memberikan
solusi terhadap persoalan persoalan yang dipikirkan.

Kinsley price dalam hal ini menggaris bawahi, bahwa hal-hal mendasar dalam aliran
ini tercermin dalam pemilihan corak aktivitas pembelajaran sebagai berikut:

a) segala sesuatu yang bercorak otokrasi mesti dihindari, sehingga yang belajar
terhindar dari unsur pemaksaan
b) guru mesti dapat meyakinkan subjek didiknya akan kemampuannya dalam
memecahkan masalah, sehingga masalah yang ada dalam subject matters
dapat di atasi
c) untuk menumbuhkembangkan keinginan belajar subjek didik, seorang guru
mesti mampu mengenali setiap diri subjek didik secara individu.
d) seorang guru mesti dapat menciptakan kondisi kelas sedemikian rupa
sehingga interaksi guru dengan subjek didik dan semua yang hadir dalam
suatu ruangan kelas dapat berkomunikasi dengan baik, tanpa ada yang
menunjukan sikap otoriter (Muhmidayeli, 2011:177-189).
2. Pendidik

Disini pendidik harus mampu membantu siswa untuk meyadari


masalah-masalah yang ada disekitarnya dan mampu menstimulus mereke untuk
tertarik memecahkan masalah tersebut. Guru juga harus terampil dalam
membantu peserta didik untuk mampu menghadapi kontroversi dan perubahan-
perubahan yang terjadi. Guru berusaha membantu siswa dalam menentukan
minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa baik
individu maupun kelompok dalam pemecahan suatu masalah.
3. Peserta didik

Untuk menimbulkan jiwa sosial pada peserta didik, kita harus menanamkan
pendidikan karakter dan moral sejak dini. Seperti sistem pendidikan di

Filsafat pendidikan 145


Jepang,disana anak SD sejak dini sudah diajarkan hidup mandiri dan saling
melayani satu sama lain. Contohnya para murid disana setiap habis makan siang
selalu bergantian mencuci peralatan makan temannya. Hal ini ini dimaksudkan agar
mereka merasa tidak adanya kesenjangan sosial. Jadi meskipun dari anak seorang
keluarga terpandang pun harus tetap mau mencuci peralatan makan temannya
sehingga tidak adanya harus tinggi hati akibat status sosialnya
https://syariffilsafat.wordpress.com/2016/12/18/aliran-rekonstruksionisme-untuk-
pendidikan/.

4. Desain kurikulum

Aliran rekonstruksionalisme berkeyakinan bahwa tuga penyelamatan dunia


merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan
kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan menimba kembali manusia
melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi
sekarang dan yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia.

Kemudian aliran ini memiliki potensi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur. Diperintah oleh rakyat secara demokratis
dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang
sungguh bukan hanya sekedar teori tetapi harus menjadi kenyataan, sehingga
dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu
meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta
keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme
dan agama (kepercayaan).

Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Misalnya dalam pendidikan


ekonomi –politik, pada tahun pertama tujuannya membangun kembali dunia
ekonomi politik. Maka kegiatan yang dilakukan adalah;

1.Mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat

Filsafat pendidikan 146


2.Mengadakan study tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal,nasional
serta dunia
3.Mengadakan study tentang latar belakang historis dan kecenderungan –
kecenderungan perkembangan ekonomi,hubungannya dengan ekonomi lokal
4.Mengkaji praktek politik dalam hubungannya dengan faktor ekonomi
5.Memantapkan rencana perubahan praktek politik
6.Mengevaluasi semua rencana dengan kriteria apakah telah memenuhikepentingan
sebagian besar orang.

2.Metode

guru berusaha membantu siswa dalam menemukan minat dan kebutuhannya.


Sesuai dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegiatan pleno atau
kelompok berusaha memecahkan masaalah sosial yang dihadapi dengan kerja
sama

3.Evaluasi

Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatakan, keterlibatan mereka


terutama dalm memilih, menyusun dan menilai bahan yang akan diujikan.soal
yang akan diujikan dinilai terlebih dahulu baik ketepatan maupun keluasan isinya,
juga keampuhan menialai pencapaian tujuan –tujuan pembangunan masyarakat
yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak hanya menilai apa yang dikuasi siswa,
tetapi juga menilai pengaruh keggiatan sekolah terhadap masyarakat.pengaruh
tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf
kehidupan masyarakat.

E. FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME

Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin


Heidegger (1889-1976). Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar
metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel
(1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan

Filsafat pendidikan 147


Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk menjawab
pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”. Hal ini terjadi karena pada
saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard
menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu
yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam
kehidupan. Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”. Jawabannya
manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri
secara jujur dan berani

Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan


eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara
manusia berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan
idealisme. Pendapat materialisme bahwa manusia adalah benda dunia, manusia itu
adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Pandangan
manusia menurut idealisme adalah manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai
suatu kesadaran. Eksistensialisme berkayakinan bahwa paparan manusia harus
berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-
lukisan yang kongkrit.

Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut Eks bearti keluar, sintesi bearti
berdiri. Jadi ektensi bearti berdiri sebagai diri sendiri

Gerakan eksistensialis dalam pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang


menamakan dirinya eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard
(1813 – 1915), Nietzsche (1811–1900) dan Jean Paul Sartre. Inti ajaran ini adalah
respek terhadap individu yang unik pada setiap orang. Eksistensi mendahului esensi.
Kita lahir dan eksis lalu menentukan dengan bebas esensi kita masing-masing. Setiap
individu menentukan untuk dirinya sendiri apa itu yang benar, salah, indah dan jelek.
Tidak ada bentuk universal, setiap orang memiliki keinginan untuk bebas (free will)

Filsafat pendidikan 148


dan berkembang. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi yang mendalam
terhadap komitmen dan pilihan sendiri.

Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai
fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan membiarkan
berbagai bentuk pajanan (exposure) dan jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak
terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai cara
membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar. Sejalan
dengan tujuan itu, kurikulum menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan
untuk dipilih siswa. Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa
melakukan ekspresi diri, antara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua
itu merupakan alat untuk memungkinkan siswa ‘berfilsafat’ ihwal makna dari
pengalaman hidup, cinta dan kematian.

Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian


terbesar reaksi terhadap peradaban manusia yang hampir punah akibat perang dunia
kedua.[1] Dengan demikian Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran
filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan
keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.

Eksistensialisme menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad XX yang sangat
mendambakan adanya ekonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar untuk
mengaktualisasikan dirinya. Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya
adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang mengungkungnya
sehingga terwjudlah eksistensi manusia kea rah yang lebih humanis dan beradab.
Beberapa pemikiran Eksistensialisme dapat menjadi landasan semacam bahan
renungan bagi para pendidik agar proses pendidikan yang dilakukan semakin mengarah
pada keautentikan dan pembebasan manusia yang sesungguhnya. Di Indonesia
pengaruh Eksistensialisme tampak sekali dalam pemikiran Driyarkarya tentang
manusia dan pendidikan. Tetapi, beberapa pemikiran Eksistensialisme yang lain

Filsafat pendidikan 149


(Eksistensialisme ateistik) perlu dikritisi bila dilihat dalam konteks masyarakat
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai religious.

Eksistensialisme merupakan filsafat yang bersifat antropologis karena


memusatkan perhatian pada atonomi dan kebebasan manusia. Maka, ahli memandang
Eksistensialisme sebagai salah satu bentuk dari humanism. Hal ini juga di akui oleh
Jean Paul Sartre sang filsuf Eksistensialisme yang sangat terkenal.
Eksistensialismeadalah salah satu pendatang baru dalam dunia filsafat.
Eksistensialisme hampir sepenuhnya merupakan produk abad XX. Dalam banyak hal
Eksistensialisme lebih dekat dengan sastra dan seni daripada filsafat formal. Tidak
diragukan lagi bahwa Eksistensialisme memusatkan perhatiannya pada emosi manusia
dari pada pikiran.

Eksistensialisme tidak harus dipandang sebagai sebuah aliran filsafat dalam arti
yang sama sebagaimana tradisi filsafat sebelumnya. Eksistensialisme mempunyai ciri:

a. Penolakan untuk dimasukan dalam aliran filsafat tertentu


b. Tidak mengakui adekuasi system filsafat dan ajaran keyakinan (agama)
c. Sangat tidak puas dengan system filsafat tradisional yang bersifat dangkal,
akademis dan jauh dari kehidupan

Individualism adalah pilar sentral dari Eksistensialisme. Kaum


Eksistensialisme tidak mengakui sesuatu itu sebagai bagian dari tujuan alam raya ini.
Hanya manusia yang individual yang mempunyai tujuan.

Eksistensialisme berakar pada karya Soren Kierkegaard (1813-1855) dan


Friederich Nietzsche (1844-1900). Kedua orang ini bereaksi terhadap impersonalisme
dan formalism dari ajaran Kristen dan filsafat spekulatif Hegel. Kierkegard mencoba
merevitalisasi ajaran Kristen dari dalam dengan memberi tempat pada individu dan
pean pilihan dan komitmen pribadi. Pada sisi lan, Nietzsche menolak kekristenan,
menyatakan kematian tuhan dan memperkenalkan ajarannya tentang superman
(manusia super).

Filsafat pendidikan 150


Eksistensialisme telah berpengaruh khususnya sejak perang dunia II.
Pencaharian kembali akan makna menjadi penting dalam dunia yang telah menderita
depresi berkepanjangan dan diperparah dengan dunia perang dunia yang dampaknya
ternyata sangat besar. Hal ini kemudian menjadi pemicu bagi kaum eksistensialisme
memperbaharui pencaharian akan makna dan signifikan sebagai akibat dari adanya
dampak system industry modern yang mendehumanisasikan manusia. Eksistensialisme
merupakan penolakan yang luas terhadap masyarakat yang telah merampas
individualism manusia. Juru bicara eksistensialisme yang berpengaruh pada abad XX
termasuk adalah Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre dan
Albert Camus.

Sebagai pendatang baru di dunia filsafat, eksistensialisme memfokuskan


utamannya pada masalah filsafat dan belum begitu eksplisit terhadap praktik-praktik
pendidikan. Beberapa pengecualian ditemukan pada tokoh-tokoh seperti Martin Buber,
Maxine Greene, George Kneller, dan Van cleve Morris. Eksistensialisme bukanlah
filsafat yang sistematis, tetapi memberi semangat dan sikap yang dapat diterapkan
dalam usaha pendidikan.

Secara relative, eksistensialisme tidak begitu dikenal dalam dunia pendidikan,


tidak menampakan pengaruh yang besar pada sekolah. Sebaliknya penganut
eksistensialisme kebingungan dengan apa yang akan mereka temukan melalui
pembangunan pendidikan. Mereka menilai bahwa tidak ada yang disebut pendidikan,
tetapi bentuk propaganda untuk memikat orang lain. Mereka juga menunjukan bahwa
bagaimana pendidikan memunculkan bahaya yang nyata, sejak penyiapan murid
sebagai konsumen atau menjadikan mereka penggerak mesin pada teknologi industry
dan birokrasi modern. Malahan sebaliknya pendidikan tidak membantu membentuk
kepribadian dan kreativitas, sehingga para eksistensialisme mengatakan sebagian besar
sekolah melemahkan dan mengganggu atribut-atribut esensi kemanusiaan.

Mereka mengkritik kecendrungan masyarakat masa kini dan praktik pendidikan


bahwa ada pembatasan realisasi diri karena ada tekanan sosio-ekonomi yang membuat

Filsafat pendidikan 151


persekolahan hanya pembelajaran peran tertentu. Sekolah menentukan peran untuk
kesuksesan ekonomi seperti memperoleh pekerjaan dengan gaji yang tinggi dan
menaiki tangga menuju ke kalangan ekonomi kelas atas; sekolah juga menentukan
tujuan untuk menjadi warga Negara yang baik, juga yang menentukan apa yang
menjadi kesuksesan sosial di masyarakat. Siswa diharapkan untuk belajar peran-peran
ini dan berperan dengan baik pula. Dalam keadaan yang demikian kesempatan bagi
pilihan untuk merealisasikan diri secara asli dan autentik menjadi hilang atau sangat
berkurang. Keautentikan menjadi begitu beresiko Karen atidak dapat membawa pada
kesuksesan sebagaimana didefinisiskan oleh orang lain. Di antara kecendrungan masa
kini yang begitu menyebar cepat tetapi sangat sulit dipisahkan adalah mengikisnya
kemungkinan keautentikan manusia karena adanya tirani dari yang rata-rata. Tirani dari
aturan yang dictatorial dan otoriter, rejim dan institusi adalah bentuk nyata dari
penindasan dan paksaan. Tirani dari rata-rata tampak seolah demokratis tapi dalam
kenyataannya adalah gejala penyakit pikiran masa dan pilihan-pilihan nilainya. Dalam
masyarkat yang berorientasi konsumsi, produk barang dan jasa dibuat dan dipasarkan
untuk membentuk kelompok konsumen terbesar. Media masa seni dan hiburan juga
dirancang sebagai agen pendidikan informal merefleksikan dan menciptakan selera
popular. Dalam masyarakat seperti ini, penyimpangan dari yang rata-rata atau
kebanaykan orang tidak akan diterima baik. Keunikan menjadi begitu mahal sehingga
hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang istimewa, yaitu kaum elit, atau oleh
orang-orang yang tidak popular disebut masyarakat marjinal (Gutek, 1988: 123-124).

Secara filososfi hal tersebut merupakan pemberontakan terhadap cara hidup


individu dalam budaya popular. Harapan kaum eksistensialisme, individu menjadi
pusat dari upaya pendidikan. Maka, sebagaimana dikatakan oleh Van Cleve Morris
bahwa penganut eksistensialisme dalam pendidikan lebih focus untuk membantu secara
individual dalam merealisasikan diri secara penuh melalui beberapa penyataan berikut.

a. Saya sebagai wakil dari kehendak, tidak sanggup menghindar dari kehendak
hidup yang telah ada;

Filsafat pendidikan 152


b. Saya sebagai wakil yang bebas, bebas mutlak dalam menentukan tujuan
hidup;
c. Saya sebagai yang bertanggungjawab, pribadi yang terukur untuk memilih
secara bebas yang tampak pada cara saya menjalani hidup

Tata cara para guru eksistensialisme tidak pernah terpusat pada pengalihan
pengetahuan kognitif dan dengan berbagai pertanyaan. Ia akan lebih cenderung
membantu siswa –siswa untuk mengembangkan kemungkinan-kemungkinan
pertanyaan.

Guru akan focus pada keunikan individu di antara sesama siswa. Ia akan
menunjukan tidak ada dua individu yang benar-benar sama di antara mereka yang sama
satu sama lain, karena itu tidak ada kebutuhan yang sama dalam pendidikan. Penganut
eksistensialisme akan mencari hubungan setiap murid sebagaimana yang disebutkan
sebagai acuan hubungan Buber dalam I-Thou dan I-It. Hal itu berarti, ia akan
memperlakukan siswa secara individual di masa ia dapat menidentifikasi dirinya secara
personal.

Para guru eksistensialisme berusaha keras memperjelas pernyataan Rogers


tentang fasilitator. Dalam aturan ini guru memperhatikan emosi dan hal-hal yang tidak
masuk akal pada setiap individu, dan berupaya untuk memandu siswanya untuk lebih
memahami diri mereka sendiri. Ia dan anak-anak muda yang bersamanya akan
memunculkan pertanyaan-pertanyaan tentang hidup, kematian, dan makna yang
mereka tampilkan dalam berbagai pengalaman kemanusiaan dengan beberapa sudut
pandang. Melalui berbagai pengalaman ini, guru-guru dan siswa akan belajar dan
bertukar informasi tentang penemuan jati diri dan bagaimana realisasinya dalam
kehidupan dunia antar-sesama dan sebagai individu.

a. Pandangan Filsafat Eksistensialisme tentang Realitas, Pengetahuan, Nilai, dan


Pendidikan

1. Realitas

Filsafat pendidikan 153


Realitas adalah kenyataan hidup itu sendiri. Untuk menggambarkan realitas,
kita harus menggambarkan apa yang ada dalam diri kita, bukan yang ada diluar kondisi
manusia. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala
berpangkal pada eksistensi. Eksistensi adalah cara manusia berada di dunia. Cara
berada manusia berbeda dengan cara beradanya benda-benda materi. Keberadaan
benda-benda materi berdasarkan ketidaksadaran akan dirinya sendiri, dan juga tidak
terdapat komunikasi antara satu dengan lainnya. Tidak demikian halnya dengan
beradanya manusia. Manusia berada bersama dengan manusia lainnya sama, yaitu
sederajat.

Bagi eksistensialisme, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada diluar
manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dari
manusia. Jadi, dunia ini bermakna kaarena manusia. Eksistensialisme mengakui bahwa
apa yang dihasilkan sains cukup asli, namun tidak memiliki makna kemanusiaan secara
langsung.

2. Pengetahuan

Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat


fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakan benda-benda dan
peristiwa-peristiwa sebagaimana benda-benda tersebut menampakkan dirinya terhadap
kesadaran manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang
realitas dan tergantung pada interpretasi manusia terhadap realitas. Pelajaran di sekolah
akan dijaidikan alat untuk merealisasikan diri, bukan merupakan suatu disiplin yang
kaku dimana anak harus patuh dan tunduk pada isi pelajaran tersebut. Biarkanlah
pribadi anak berkembang untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam kebenaran

3. Nilai

Pemahaman eksistensialisme pada nilai, menekankan kebebasan dalam


tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan
merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk

Filsafat pendidikan 154


memilih, namun menentukan pilihan-pilihan diantara pilihan-pilihan yang terbaik
adalah yang paling sukar. Berbuat akan menghasilkan akibat, dimana seseorang harus
menerima akibat-akibat tersebut sebagai pilihannya. Kebebasan tidak pernah selesai,
karena setiap akibat akan menghasilkan kebutuhan untuk pilihan berikutnya
(http://nurwatiazzah.blogspot.co.id/2011/12/filsafat-pendidikan-
eksistensialisme.html)

b. Implikasi Filsafat Eksistensialisme dalam Pendidikan

Menurut A. Chaedar alwashilah, di dalam kelas, guru berperan sebagai


fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya dengan memberikan
berbagai bentuk jalan untuk dilalui. Karena perasaan tidak terlepas dari nalar, maka
kaum eksistensilis menganjurkan pendidikan sebagai cara membentuk manusia secara
utuh, bukan hanya sebagai pembengunan nalar. Sejalan dengan tujuan itu kuriklum
menjadi fleksibel dengan menyajikan sejumlah pilihan untuk dipilih siswa. Dapat
ditebak bahwa pelajaran-pelajaran humaniora akan mendapat penekanan relatif besar.
Kelas mesti kaya dengan materi ajar yang memungkinkan siswa melakukan ekspresi
diri, atara lain dalam bentuk karya sastra film, dan drama. Semua itu merupakan alat
untuk memungkinkan siswa “berfilsafat” tentang makna dari pengalaman hidup, cinta,
dan kematian. Pendidikan vokasional lebih sebagai cara mengajar siswa mengenal
dirinya bukan untuk mendapatkan penghidupan. Dalam bidang seni, aliran ini
mendorong kreatifitas dan imaginasi siswa bukan sekedar meniru dan membeo apa
yang sudah ada. Siswa dilihat sebagai individu, dan belajar seyogianya disesuaikan
dengan kecepatan siswa dan siswa mengarahkan belajar untuk kepentingan dirinya
sendiri.

Uyoh Sadulloh dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menjelaskan tentang


implikasi filsafat eksistensialisme dalam pendidikan sebagai berikut:

1. Tujuan Pendidikan

Filsafat pendidikan 155


Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki
kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dnegan pemenuhan dirinya, sehingga
dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku
secar umum.

2. Proses Belajar-Mengajar

Menurut Kneller (1971), konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diapli.


kasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog merupakan percakapan
antara pribadi dengan pribadi, dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang
lainnya. Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak
dipaksa menyerah kepada kehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak fpeksibel,
dimna guru menjadi penguasanya.

Selanjutnya buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak boleh


disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan dengan instruktur maka ia
hanya akan merupakan perantara yang sederhana antara materi pelajaran dan siswa.
Seandainya ia hanya dianggap sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa
akan menjadi hasil dari transfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia,
sehingga manusia akan menjadi alat dan produk dri pengetahuan tersebut.

Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan


ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu
dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian dari
pengalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa
sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru
tidak merupakan suatu yang diberikan kepada siswa yang tidak dikuasainya, melainkan
merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya sendiri/.

3. Peranan Guru

Filsafat pendidikan 156


Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak bermakna apa-apa, dan
alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya.
Kendatipun demikian dengan kebebasan yang kita miliki, masing-masing dari kita
harus commit sendiri pada penentuan makna bagi kehidupan kita. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Maxine Greene (Parkay, 1998), seorang filosof pendidikan terkenal
yang karyanya didasarkan pada eksistensialisme “kita harus mengetahui kehidupan
kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika kita memahami dunia dari sudut pendirian
bersama”. Urusan manusia yang paling berharga yang mungkin paling bermanfaat
dalam mengangkat pencarian pribadi akan makna merupakan proses edukatif.
Sekalipun begitu, para guru harus memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan
memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan
makna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan keyakinan banyak
orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang mereka suka.

Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya


dalam suatu dialog. Guru menyatakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan
mengajukan ide-ide lain, kemudian membimbing siswa untuk memilih alternative-
alternatif, sehingga siswa akan melihat bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia
melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi factor dalam suatu
drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras seperti gurunya.

Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama


sehingga siswa mampu berpikir relative dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Dalam
arti, guru tidak mengarahkan dan tidak member instruksi. Guru hadir dalam kelas
dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata
pelajaran. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistemsialisme. Siswa
memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang pelajaran. Sekolah merupakan
suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-temannya, dan guru
membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
http://karyailmu99.blogspot.co.id/2016/01/pendidikan-menurut-filsafat.html.

Filsafat pendidikan 157


4.Desain Kurikulum Eksistensialisme

Kurikulum pada sekolah eksistensialisme sengat terbuka terhadap perubahan


karena ada dinamika dalam konsep kebenaran, penerapan, dan perubahan-ubahannya.
Melalui perspektif tersebut, siswa harus memilih mata pelajaran yang terbaik. Tetapi
hal ini tidak berarti bahwa mata pelajaran dan pendekatan kurikuler pada filsafat
tradisional tidak diberi tempat.
Kaum eksistensialime membuat kesepakatan umum bahwa fundamen
pendidikan tradisonal adalah reading, wraiting, aritmathics (three R’s), ilmu alam, dan
pengetahuan sosial. Ini semua sebagai dasar atau fondasi usaha kreatif dan kemampuan
manusia memahami dirinya sendiri. Namun mata pelajaran dasar ini seharusnya
dijadikan dengan mengubungkannya secara lebih banyak lagi pada perkembangan
efektif siswa. Mereka tidak menganjurkan pemisahan mata pelajaran dengan makna
dan maksud individual sebagaimana yang terjadi dalam pendidika tradisional.
Ilmu humaniora juga tampak lebih luas dalam kurikulum eksistensialisme,
karena mereka memberi banyak pemahaman dalam dilemma-dilema utama eksistensi
manusia. Humaniora mengembangkan tema-tema di seputar penentuan pilihan manusia
dalam hal seks, cinta, benci, kematian, penyakit, dan berbagai aspek kehidupan yang
bermakna lainya. Mereka menyampaikan pandangan tentang manusia secara
menyeluruh, baik dari perspektif positif maupun negative, dan oleh karena itu ilmu
mampu menolong manusia memahami dirinya sendiri. Di luar ilmu dasar dan
humaniora, kurikulum eksistensialime terbuka untuk lainnya. Beberapa mata pelajaran
yang bermakna bagi individu disepakati untuk di ajarkan.
Bagi kaum eksistensialis, metodologi memiliki sejumlah kemungkinan yang
tidak terbatas. Mereka menolak penyeragaman mata pelajaran, kurikulum dan
pengajaran, dan menyampaikan bahwa itu semua sebagai pilihan-pilihan terbuka bagi
siswa yang memiliki hasrat untuk belajar. Pilihan-pilihan ini tidak harus dibatasi pada
sekolah tradisional, tetapi mungkin ditemukan pada berbagai tipe sekolah alternative,
atau dalam praktek bisnis, pemerintahan, dan usaha-usaha perseorangan. Ivan Illich

Filsafat pendidikan 158


meletakan empat saran untuk variasi pendidikan dalam masyarakat tanpa sekolah yang
dihargai oleh sebagaian besar kaum eksistensialis.
Kriteria metodologi kaum eksistensialis berpusat seputar konsep tanpa
kekerasan dan metode-metode itu yang akan membantu siswa menemukan dan menjadi
dirinya sendiri. Mungkin tipe ideal metodologi kaum eksistensialisme dapat dilihat
sebagaimana pendekatan yang dilakukan oleh Carl Roders “kebebasan belajar” (1969)
dab A.S Neills di Sumerhill; sebuah pendekatan radikal dalam pembelajaran anak
(1960).
Kaum eksistensialisme secara umum tidak menaruh perhatian khusus terhadap
kebijakan sosial pendidikan atau sekolah. Filsafat mereka bertumpu pada kebebasan
individual daripada aspek-aspek sosial eksistensi manusia (Knigt, 1982:76-77).

Filsafat pendidikan 159


EVALUASI
Petunjuk pelaksanaan diskusi BAB IV
1. Diskusi kelompok dilakukan di kelas dan hasilnya diserahkan pada dosen pada
saat selesai diskusi
2. Dosen memimpin diskusi, setiap kelompok yang ditunjuk melakukan presentasi
3. Waktu diskusi 40 menit
4. Dosen bertugas membimbing, mengarahkan dan meyampaikan kesimpulan
diskusi
5. Hasil diskusi ditulis dalam formulir 1 yang tersedia dan ditandatangani dosen
dan ketua kelompok. Hasil diskusi disampaikan kepada dosen
6. Ketua kelompok menilai aktivitas diskusi anggota kelompok pada formulir 2
dan menyerahkannya kepada dosen
7. Dosen memberikan kesimpulan dan pendapat akhir tentang yang didiskusikan

Filsafat pendidikan 160


Formulir I

Ringkasan Pemahaman Materi

Bab:………………………Topik………………………………………………………
………

Nama :…………………………………………………………………

NIM :…………………………………………....................................

Program Studi :…………………………………………………………………

Tuliskan pemahaman Anda mengenai materi tersebut

Paraf Dosen

Catatan:
1. Kumpulkan formulir ini kepada dosen selesai perkuliahan
2. Formulir ini wajib diisi. Apabila tidak diisi, dianggap tidak hadir pada perkuliahan

Filsafat pendidikan 161


Formulir 2

Hasil diskusi kelompok

Bab:………………………Topik…………………………………………………
……………

Kelas :…………………………………………………………………

Program Studi :…………………………………………………………………

Kelompok :…………………………………………………………………

Ketua :…………………………………………………………………

Anggota :1. ……………………………………………………………....


2………………………………………………………………...
3………………………………………………………………...
4………………………………………………………………...
5………………………………………………………………...

Tuliskan hasil diskusi kelompok Anda pada formulir ini

Paraf Ketua Kelompok Filsafat pendidikan 162


Formulir 3

Lembar penilaian kelompok

Topik…………………………………………………………………………………

Nama ketua kelompok :……………………………………………………………..

Isilah kotak yang ada dalam table dibawah ini dengan tanda (√) sesuai dengan
penilaian terhadap partisipasi anggota lain dan Anda sendiri dalam proses kegiatan
kelompok serta dalam penilaian tugas
0 Tidak dating dan tidak menyelesaikan tugas
40 Tidak dating tetapi berusaha menyelesaikan tugasnya
50 Hadir, tetapi tidak berpartisipasi dan tidak menyelesaikan tugas
60 Hadir, berpartisipasi dan menyelesaikan tugas sekadarnya
70 Hadir, berpartisipasi aktif dan kooperatif, tetapi menyelesaikan tugas
sekadarnya
80 Hadir, berpartisipasi aktif dan kooperatif, serta menyelesaikan tugas dengan
baik
90 Hadir, kooperatif, berpartisipasi aktif, mengerjakan tugas sangat baik dengan
jawaban
mantap
100 Hadir, kooperatif, berpartisipasi aktif, mengerjakan tugas sangat baik dengan
jawaban mantap, serta mampu mengintegrasikan pengetahuan dalam kelompok
Nama anggota 0 40 50 60 70 80 90 100 keterangan
kelompok
*(Ketua)

Catatan:

Filsafat pendidikan 163


1. Tidak ada nilai yang sama untuk lebih dari 3 (tiga) orang
2. Pengisian formulir ini bersifat rahasia dan segera diserahkan kepada dosen
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam.1990. Filsafat Pedidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi


Offset

http://anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/07/filsafat-pendidikan-progresivisme.html

http://nurwatiazzah.blogspot.co.id/2011/12/filsafat-pendidikan-eksistensialisme.html

Indar, Djumberansyah.1994,Filsafat Pedidikan. Surabaya: Karya Abditama,


.
Jalaluddin, dkk2016.Filsafat Pedidikan Manusia. : Media Pratama.

Kneller GeorgeF.1971.Intrucduction To The Philosophy Of Education.New


York:John. Willey Sons Inc

Muhmidayeli.2011.Filsafat Pendidikan.Bandung: PT Refika Aditama

Noor SyamMuhammad.1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasil. Surabaya: Usaha Nasional, 1988.

Sadullah, Uyoh.2015.Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA

Suparlan.1984.Aliran-Aliran Baru Dalam Pendidikan.Yogyakarta:Andi Offset

Zuhairini, dkk1995.. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa,

Filsafat pendidikan 164


Bab VI
PENGEMBANGANSUMBERDAYA MANUSIA
DAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL
Capaian Pembelajaran Deskripsi Singkat
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa Materi tentang pengembangan sumber
diharapkan dapat:
daya manusia dan pendidikan di era
1. Mengetahui hakikat manusia dan global ini akan membantu anda
kebudayaan dalam pendidikan
memahami tentang hakikat manusia
2. Memahami Sumber daya manusia
dalam pendidikan dan kebudayaan dalam pendidikan,
3. Memahami sikap manusia dalam Sumber daya manusia dalam
menghadapi globalisasi
pendidikan, pengaruh globalisasi
4. Mengetahui pengaruh globalisasi
dalam pendidikan terhadap pendidikan, tantangan dan
5. Mengetahui tantangan pendidikan solusipendidikan di era global
di era global
6. Menjelaskan solusi dalam
menghadapi era globalisasi

Filsafat pendidikan 165


A. HAKIKAT MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DALAM
PENDIDIKAN

Suparlan (2007:51) mengemukakan tentang hakikat manusia dan


kebudayaan bahwa:

Manusia, siapa dan apakah dia? Sejak manusia ada sampai saat ini,
persoalan tersebut belum menjawab secara tuntas. Banyak hal secara persial
yang bersangkutan dengan manusia sudah diketahui secara jelas dan pasti.
Tetapi secara utuh menyeluruh, jauh lebih banyak persoalan yang belum dapat
diketahui secara konkret, jelas dan pasti. Hal-hal yang fisis kuantitatif pada
umumnya sudah jelas, tetapi hal-hal yang spiritual kualitatif masih tetap
tertinggal sebagai “misteri”. Sejak beberapa abad terakhir, seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan manusia cenderung
memposisikan dan memerankan sebagai subjek. Dengan ilmu dan teknologi,
manusia membangun perekonomian materi al kapitalistik secara eksploratif dan
eksploitatif terhadap sumber daya alam sampai batas marginal, sehingga
lingkungan alam semakin tidak berimbang lagi. Sementara itu, kehidupan sosial
manusia terjebak ke dalam kekejaman system hokum rimba. Hal ini akhirnya
mengakibatkan struktur sosial terbelah dalam dikatonomi antara “si kaya dan si
miskin”. Hal ini berarti pengetahuan manusia belum terhubungkan secara
kausalistik-fungsional dengan realitas konkret perilaku sehari-hari.

Hakikat manusia adalah apa yang menguasai secara menyeluruh.


Manusia dipandang tidak hanya dari sudut serba-zat atau serba-zat atau serba-
ruh dualism, tetapi dari segi aksistensi manusia di dunia ini. Oleh karena itu,
filsafat secara umum berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara
ruh dan badan. Terkait dengan itu, maka hakikat manusia harus diambil secara
integral dari seluruh bagiannya; bagian esensial manusia, baik yang metafisis

Filsafat pendidikan 166


(animalistas dan rasionalitas) maupun fisik (badan dan jiwa). Manusia wajib
menguasai hakikatnya yang kompleks dan mengendalikan bagin-bagian
tersebut agar bekerja secara harmonis, karena manusia pada hakikatnya adalah
hewan, maka ia harus hidup sepertihewan; ia wajib menjaga badanya dan
memenuhi kebutuhannya. Namun sebagai hewan yang berakal budi, manusia
harus hidup seperti makhluk yang berakal budi. Kemudian juga hakikat
manusia harus diambil dari seluruh nisbahnya; tidak hanya keselarasan batin
antara bagian-bagian dan kemampuan-kemampuan yang membuat manusia
dekat dengan lingkungannya. (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2007:130-131).
B. SUMBER DAYA MANUSIA DALAM PENDIDIKAN

Keberadaan manusia di muka bumi merupakan sesuatu yang menarik,


karena posisinya yang unik. Selain menjadi pokok permasalahan, manusia juga
dapat melihat segala peristiwa dan masalah yang terjadi di dunia ini, yang pada
akhirnya berhubungan dengan manusia. Oleh karena itu, dalam usaha
mempelajari hakikat manusia diperlukan pemikiran filosofi, karena setiap
manusia berpikir tentang dirinya sendiri. Meskipun tingkat pemikiran itu
selalumempunyai perbedaan. Hal in didasarkan pada pemikiran bahwa selain
sebagai subjek pendidikan, manusia juga merupakan objek pendidikan itu
sendiri. Ringkasnya adalah kedudukan manusia paling menarik yaitu posisi
manusia yang dapat menyelididki kedudukannya sendiri dalam lingkungan
yang diselididkinya pula. Kadangkala hasil penyelidikan mengenai
lingkunganya itu ternyata lebih memuaskan daripada penyelididkan tentang
manusia itu sendiri. (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2007:131-132)

Penyelididkan terhadap hakikat manusia seperti bahasan diatas dapat


ditelusuri lebih mendalam dengan melihat konsep sumber daya manusia itu
sendiri. Manusia memang potensial sebagai sumber daya, tetapi aktualisasinya
tidak mungkin dilepaskan dari eksistensinya sebagai pribadi seutuhnya.
Kemampuan berbahasa, berhitung, bakatseni, dan berbagai potensi lainya tidak
menjelma sebagai pribadi seutuhnya. Dalam upaya pendidikan, pandangan

Filsafat pendidikan 167


maupun perlakuan terhadap manusia jangan di ringkas atau sekadar
meningkatkan kemampuan otak bahkan keterampilan otot saja. Pandangan
tentang upaya pendidikan harus dihindarkan dari persepsi yang berakibat
terjadinya reduksi dan detotalisasi terhadap manusia yang pada akhirnya
berakibat pada terjadinya dehumanisasi dan objektifikasi manusia (Hassan,
2001:80). Lebih lanjut Hassan menyatakan bahwa konsep tentang sumberdaya
manusia itu menunjuk pada manusia sebagai potensi yang siap untuk
aktualisasinya. Manusia lebih dari sekedar himpunan potensinya. Pendidikan
dalam arti luas juga merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia,
namun pendidikan lebih dari sekedar upaya pengembangan sumber daya anak
atau peserta didik. Pendidikan mengandung tujuan yang lebih menyeluruh yaitu
pengembangan yang terarah pada pendewasaan manusia sebagai pribadi
seutuhnya yang mandiri dan siap menyesuaikan diri dalam kehidupan
masyarakat, ini berarti bahwa kesiapan untuk adaptasi dan sosialisasi tidak
kalah pentingnya. Keduanya berkaitan erat dengan pembentukan watak dan
nurani yang selanjutnya medasari perilaku berakhlak dan berbudi. (Tokoh
Indonesia.com, 2007). Itu sebabnya bila rumusan pembangunan ditujukan demi
pengembangan Indonesia seutuhnya, dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Hal
ini ditegaskan dalam pasal 4 UU No.2 Tahun 1989 tentang system pendidikan
nasional bahwa “pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangasa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.”dua rumusan
tersebut menurut Fuad Hassan sangat tepat sasaran jangan sampai luntur dan
menyisakan pandangn terhadap manusia terutama sebagai sumber daya belaka.

Pada sisi lain pendidikan merupakan upaya pengembangan sumber daya


manusia, tapi pendidikan lebih dari sekedar upaya pengembangan sumber daya
anak atau peserta didik. Pendidikan juga mengandung tujuan yang lebih
menyeluruh, yaitu pengembangan terarah pada pendewasaan manusia sebagai
pribadi seutuhnya mandiri dan siap menyesuaikan diri dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini berarti bahwa kesiapan adaptasi dan sosialisasi itu kalah

Filsafat pendidikan 168


pentingnya. Keduanya berkaitan erat dengan pembentukan watak dan nurani
yang mendasari perilaku berakhlak dan berbudi. Maka jangan sampai tujuan
pendidikan dikerahkan guna mengembangakan manusia terutama sebagai
sumberdaya dan mengelahkan sebagai subjek dan keutuhan pribadi.

Kata sumber daya manusia makin gencar digunakan dalam berbagai


konteks sering kali mengesankan persepsi bahwa manusia menyimpan
sejumlah kemapuan. Jika manusia hanya dipandang sebagai sumber daya yang
dapat dikembangkan untuk (diutamakan) demi perbaikan kinerja produktif dan
industrial melulu. Pandangan demikian benar dari sudut pandang ekonomi
pasar yang menekankan persaingan dengan sasaran merebut keuntungan
sebesar-besarnya. Maka konsep sumber daya manusia sering diutarakan dalam
konteks tersebut. Akan tetapi pengembangan sumber daya manusia merupakan
bagian dari upaya pendidikan, walaupun secara keseluruhan pendidikan
merupakan ikhtiar untuk membangun manusia sebagai eksistensi mandiri
dalam perikehidupan berbudaya dan beradab. Humanism sebagai bagian dari
sisi kemanusiaan manusia dapat menjelma melalui perkembangan kebudayaan
dan peradaban. Hal ini sepenuhnya menjadi bagian dari aktualisasi manusia
secara utuh yang mengacu kepada nilai-nilai dan perilaku, serta bersandar pada
fungsi nurani. Memandang dan memperlakukan manusia sebagi sumber daya
saja dapat berakibat reduksi terhadap manusia. Oleh karena itu, konsep
pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan tidak dapat terlepas
dari pemahaman sumber daya manusia harus bertolak dari keutuhan manusia
sebagai pribadi yang mandiri dan bebas, sehingga tujuan pendidikan tidak
hanya mneghasilkan manusia yang siap menjadi suku cadang bagi perbaikan
kinerja produktif dan industrial belaka.

Dalam jangka panjang distorsi demikian dapat menghasilkan


kekecewaan akibat perlakuan sebagai suku cadang yang bisa dijual belikan atau
dipertukarkan. Kondisi itu akhirnya menimbulkan rasa ketidak pastian dan
kecemasan tentang hari depan, teristimewa bagi mereka yang bersusah payah

Filsafat pendidikan 169


menjalani masa pendidikan lama. Hal ini kemudian terbukti membangkitkan
reaksi eksensif dan eksentrik yang menggejala di berbagai masyarakat dunia
maju. Berbagai reaksi ekstrim memiliki daya tarik yang kuat bagi kaum muda
yang cukup terdidik, betapapun tidak rasional cirinya.

Manusia memiliki nurani, harga diri, dan moral yang merupakan


cerminan dari kehidupan berbudaya dan beradab. Terampil dan jago tetapi tidak
jujur, pintar, cerdas, lincah, berprestasi tinggi, tapi jadi penipu. Problematika ini
ada dan selalu menjadi unsur-unsur lain yang perlu diperhatikan dalam
pendidikan, maka akhlak dapat membentuk suara nurani yang baik. Akan tetapi,
lingkungan seringkali memaksa untuk mencantumkan persyaratan pekerjaan,
sehingga output pendidikan harus menyesuaikan dengan persyaratan itu. Oleh
karena itu, hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan penghayatan spiritual dan
penghayatan moral dalam setiap kegiatan pendidikan menjadi demikian
penting. Mahir menggunakan computer, tetapi tidak mahir menggunakan
otanya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesenjangan antara pengetahuan
dan perilaku. Menurut Suparlan (2007:52-53) bahwa:

Dari kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku tersebut muncullah


upaya untuk mempertemukannya, yaitu melalui “pendidikan”. Sepanjang
eksistensinya, manusia senantiasa berusaha mendidik dirinya dengan mencari
dan menemukan keselarasan antara pengetahuan dengan perilakunya, meski
sampai hari ini belum sepenuhnya berhasil. Di dalam konteks pendidikan
manusia adalah makhkuk yang selalu mencoba memerankan diri sebagai objek
untuk perbaikan perilakunya.

Demikianlah kehidupan cenderung terpusat pada kepentingan di mana


manusia menjadi titik sentral. Dalam keadaan demikian manusia memosisikan
dan memerankan diri di atas segala-galanya, dank arena itu memiliki keleluasan
untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya. Di
bawah kekuasaan manusia, kehidupan ini berlangsung menjadi antroposentrik.

Filsafat pendidikan 170


Pendidikan telah menjadi kepentingan manusia sejak lahir ke atas bumi
ini. Banyak hal yang perlu dipelajari, khususnya masalah berisi paya untuk
mempertahankan diri agar tetap survival. Dalam kaitan ini Fuad Hassan
berpendapat bahwa jika pendidikan itu hanya di khususkan untuk membuat
orang menjadi siap pakai itu berarti membuat orang tersebut di didik untuk
ketergantungan. Hal ini bertentangan dengan undang-undang pendidikan itu
bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang mandiri bukan
tergantung. Pendidikan tujuannya persis yang dirumuskan dalam undang-
undang. Apapunkecendrungan supremasi ekonomi dan teknologi telah
demikian kuat pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan. Lebih lanjut lagi
disebutkan bahwa dalam konteks dinamika lingkungan internasional Fuad
Hassan mempredisikan suasana kehidupan umat manusia nanti akan memasuki
gelanggang internasional dengan etos ‘Darwinin’ yang membenarkan. Kalau
demikian halnya, maka sungguh merupakan suatu ironi, betapa kemanusiaan
mendambakan perdamaian dunia harus masuk arena ‘struggle for survival’
yang sengit dan penuh ketidak seimbangan. Dalam suasana itu yang kuat
menjadi yang berkuasa dan yang kuasa menjadi yang benar, maka globalisasi
menjadi perpanjangan bagi kepentingan mereka yang kuat dan kuasa, artinya
yang kuat dan kuasa merasa berat untuk bersuara lantang ‘atas nama masyarakat
internasional’, sekalipun tanpa mandate apapun; yang kuat dan kuasa cenderung
menampilkan ‘inflated ego’; ke-aku-an yang mengembang, sehingga mereka
cenderung menentukan nilai-nilai yang harus di unggunlkan dan berlaku bagi
kemanusiaan saintero jagad, dan menindak siapa saja yang di anggap tidak
mematuhinya. Mereka yang kuat dan kuasa pun cenderung tampil sekaligus;
sebagai polisi dan pendeta bagi umat manusia. Apabila mereka berteriak
tentang perdagangan bebas atau demokrasi, atau hak asasi manusia, dan lain-
lain yang ukurannya menjadi orientasinya, maka diharapkannya seluruh dunia
menggema sesuai teriakannya. Dalam pandangannya kemanusiaan adalah satu,
tapi dilupakannya bahwa kemanusiaan terwujud dalam kehidupan bersuku-
suku dan berbangsa-bangsa dalam keanekaan budaya masing-masing itu.

Filsafat pendidikan 171


Globalisme mungkin merupakan kenyataan zaman baru yang
menjadikan saling terjadinya hubungan antar bangsa melalui suatu jaringan
system. Akan tetapi, terlalu naïf untuk beranggapan akan munculnya suatu
kebudayaan global yang meniadakan keanekaan budaya bangsa-bangsa.
Ancaman terhadap kelanjutan hidup suatu budaya selalu membangkitkan
berbagai bentuk daya penangkal. Sungguh naïf unuk beranggapan bahwa
globalisasi dapat saja berakhir dengan timbulnya satu kebudayaan yang baru,
bahkan ada yang mengatakan bahwa kehidupan dalam era moderisme dan
panca-moderisme ditandai kondisi ‘time-space compressio’, yang juga berlaku
dalam pertemuan antar budaya. Akan tetapi, hal ini bukan pertanda dan penanda
bangkitnya suatu budaya tunggal seremtak dengan bangkrutnya budaya umat
manusia .

Globalisasi yang berlanjut terus dapat dengan mudah memunculkan


globalisasi kebudayaan. Pendapat tersebut mendapat tanggapan dari Fuad
Hassan. Globalisasi tergantung pada apa pengertian kita tentang kata globalisasi
yang sekarang sedang dipakai manusia secara luas. Pemakaian kata itu
(globalisasi) terkandang memantulkan kesembarangan dalam mengartikannya.
Ketika musim penggunaan kata globalisasi tiba, maka banyak orang terkemuka
menggunakannya, tanpa peduli dengan arti atau sangkut pautnya. Fuad Hassan
tidak percaya dengan terjadinya “globalisasi budaya” dan munculnya satu
budaya umat manusia satu budaya, hal ini bertentangan dengan kodrat manusia
sebagai makhluk yang hidup dalam perumpunan bersuku dan berbangsa. Dia
juga tidak percaya dengan akan tumbuhnya suatu “global culture” yang
berakibatnya sirnahnya keanekaan budaya umat manusia. Globalisasi berbagai
system dalam interaksi antar bangsa memang terjadi, namun ini tidak berarti
punahnya budaya bangsa-bangsa. Ini tentu ancaman terhadap alienasi budaya
yang dapat merangsang bangkitnya bentuk-bentuk reaksi- bahkan yang
ekstrem- untuk “kembali pada jati diri sesuai dengan nilai budaya bangsa yang
bersangkutan”. Sebab, kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku masyarakat

Filsafat pendidikan 172


pendukungnya berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusian,
kebajikan, dsb), sedangkan peradaban adalah penjabaran nilai-nilai tersebut
(Fuad,2001: 143). Kebudayaan maupun peradaban dapat diwariskan secara
utuh dan sinambung melalui pendidikan, apalagi setiap individu yang memiliki
eksistensi pernah mengalami, sehingga pendidikan.

Setiap orang pernah memahami pendidikan sekurangnya dimasa kanak-


kanak dan menjalankannya, minimal dilingkungan terbatas, seperti keluarga
pendidikan berlangsung dimana mana dari generasi kegenerasi, yaitu generasi
tua dan komunitas orang dewasa mengalihkan pengetahuan, pengalaman,
kecakapan dan keterampilannya atau melimpahkan isi “harta” budaya kepada
generasi muda sebagai upaya terbaik melalui para pendidik orang tua dan
kelompok masyarakat secara sadar dan tidak sadar melakukan pendidikan bagi
peningkatan kesejahteraan tanpa mesti belajar teori secara khusus. Demikian
terdapat dualism focus pendididkan, meliputi (i) aspek perkembangan progresif
dari peserta didik sebagai individu, dan (ii) aspek transmisi sosio – budaya
secara selektif yang semula sering amat menonjol (Waini rasyiden).

Tugas terpenting dari usaha untuk mempertahankan budaya manusia,


khususnya Indonesia yakni , melalui pendidikan anak dengan sistematis.
Berbicara tentang anak, Fuad Hassan (1995:8). Menyatakan bahwa :

Anak adalah anak, dengan kodratnya serta dunianya yang khas. Anak
tidak perlu dipaksa untuk mempercepat proses pendewasaannya. Tiap
tahap perkembangan yang dilalui. Secara wajar jauh lebih baik
bagipemebentukan watak dan kepribadian anak dibandingkan dengan
pemaksaan, kemungkinan terjadinya pengalaman traumatis demi
mempercepat tempo perkembangannya. Anak tidak perlu diperlakukan
sebagai buah karbitan karena setiap tahap perkembangan anak
menampilkan kepekaan tertentu yang patut diberi perhatian demi
kepentingan aktualisasi dirinya sebagai anak.

Filsafat pendidikan 173


Aktualisasi diri sebagai anak terlihat jelas melalui kegiatan bermain,,
khususnya anak-anak yang berada di usia sangat muda. Kegiatan dikelompok
bermain pada umumnya tidak menarik dan berlebihan, kerena pada usia
sedemikian muda, anak- anak (balita) sudah dituntut untuk mengerjakan tugas
yang bersifat akademis. Terdapat upaya “pemaksaan” anak untuk dilibatkan
kedalam proses belajar. Kelompok bermain, seperti taman kanak-kanak
mestinya tidak beralih fungsi menjadi atau menyerupai sekolah semata-mata,
karena terbawa program itu tidak seharusnya berubah menjadi lembaga
pendidikan yang melancarka kegiatan skolastik dan bersifat prestatif dengan
akibat menyusutnya kesempatan anak melibatkan diri dalam kegiata bermain
yang tidak bisa dinikmatinya sebagai suasana rekreatif (
http://pintunet.com/lihat_opini.php?).

Untuk tidak memunculkan kesalahan pendidikan terhadap anak-anak,


maka langkah awal yang perlu dilakukan yaitu menyediakan tempat bermain,
artinya melalui sebuah sekolah bagi anak-anak kecil. Terkhusus kepada mereka
yang belum memasuki usia sekolah atau usia prasekolah. Bermain merupakan
kebutuhan anak usia prasekolah yang utama. Hal ini dipastikan dapat membantu
perkembangan mereka dimasa depan. Kegiatan bermain menurut jenisnya
terbagi atas bermain aktif dan bermain pasif. Secara umum, bermain aktif
banyak dilakukan pada masa kanak-kanak awal, sedangkan kegiatan bermain
pasif lebih mendominansi kegaiatan pada akhir masa kanak-kanak, yaitu sekitar
usia praremaja. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kegiatan aktif akan menghilang
dan digantikan oleh kegiatan bermain pasif. Kedua jenis kegiatan itu akan
memberi kesenangan kebahagiaan pada anak dan dapat memenuhi kebutuhan
anak untuk bermian adalah dunia kerja anak usia pra sekolah dan menjadi hak
setiap anak untuk bermain, tanpa dibatasi usia. Melalui bermain, anak dapat
memetik manfaat bagi perkembangan aspek fisik motoric, kecerdasan dan
sosial emosional. Ketiga aspek ini saling menunjang satu sama lain dan tidak
dapat dipisahkan. Bila salah satu aspek tidak diberikan kesempatan untuk

Filsafat pendidikan 174


berkembang, akan terjadi ketimpangan. Kegiatan bermain aktif terdiri atas; (a)
bermain bebas dan spontan, (b) bermain konstruktif, (c) bermain
khayal/bermain peran, (d) mengumpulkan benda-benda, (e) melakukan
penjelajahan, (f) permainan dan olahraga, (g) music dan (h) melamun.
Kemudian , kegiatan bermain pasif terdiri atas lima macam, yaitu (a) membaca,
(b) melihat komik, (c) menonton film (d) mendengarkan radio, (e)
mendengarkan music (http://pintunet.com/lihat_opini.php?). Dengan
demikian, kegiatan bermain bagi anak mampu membagi rangsangan posistif
untuk memunculkan kemungkinan perkembangan diri mereka. Apabila mereka
dapat berkembang dengan baik, niscaya kebudayaan naisonal dapat bertahan
denga baik dengan terpaan gelombang glonabalisasi di masa depan.

Perkembangan anak yang terus menerus dapat dengan mudah


menciptakan sebuah harapan tentang masa depan lebik baik, masa depan
merupakan suatu yang tidak semuanya predictable, tetapi kemungkinan muncul
dan menjolaknya peristiwa-peristiwa kecil. Proses perubahan tersebut pasti
menyentuh naisb nilai budaya tradisional yang terus bertahan dalam masa
modern dan pasca modern dengan nilai-nilai baru. Kebudayaan berkembang
sebagai serangkaian proses dan produk namun ada nilai yang tersisih, karena
tidak mampu bertahan atas desakan nilai-nilai budaya yang bar uterus
diperkenalkan oleh globalisasi. Kegagalan itu sangat tergantung dari sikap
pendukung budaya yang bersangkutan, dengan dikenalnya nilai-nilai baru yang
cenderung dipilih sebagai acuan perilaku; misalnya perilaku persaingan
dikembangkan atas semangat kegotomg royomham dan budaya paternalism
dipadukan dalam perwujudan demokrasi.

C. SIKAP MANUSIA MENGHADAPIGLOBALISASI

Beberapa sikap yang dapat kita lakukan untuk menyikapi pengaruh dari
globalisasi yaitu :

Filsafat pendidikan 175


Sikap terhadap pengaruh positif globalisasi. Agar pengaruh globalisasi tidak
merusak kehidupan masyarakat maka kita harus mengetahui misi positifnya,
sehingga kita dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari .

Beberapa contoh sikap yang dapat kita lakukan adalah

a. Memanfaatkan keunggulan alat komunikasi dengan sebaik – baiknya sesuai


dengan fungsi dan kebutuhan .
b. Memanfaatkan keunggulan alat teknologi komputer dan lain sebagainya demi
kemajuan masa depan dan tidak menyalah gunakannya .
c. Dalam melihat acara televisi harus dapat memilih mana yang baik dan
mendukung proses pembelajaran diri .

Secara etimologi, menurut kamus besar bahasa Indonesia “era”


diartikan sejumlah tahun dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting
dalam sejarah atau masa. Sedangkan menurut kamus ilmiah popular era berarti
zaman, masa atau kurun waktu. Sedangkan kata “globalisasi” berasal dari kata
dasar global, yang artinya menyeluruh, seluruhnya, garis besar, secara utuh, dan
kesejagatan. Jadi globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan seluruh
aspek kehidupan, perwujudan (perubahan) secara menyeluruh aspek kehidupan.
Dan perubahan merupakan suatu proses actual yang tidak pernah hilang selama
manusia hidup di muka bumi ini. Keharusan ini dimungkinkan karena manusia
pada dasarnya adalah makhluk kreatif sebagai sunnatullah atas rasa, cipta, dan
karsa yang diberikan maha pencipta kepadanya.

Era globalisasi dalam arti terminologi adalah sebuah perubahan sosial,


berupa bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat dan elemen-elemen yang
terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi dibidang transportasi
dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi
internasional. Globalisasi juga dimaknai dengan gerakan mendunia, yaitu suatu
perkembangan pembentukan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat
global. Era globalisasi memberikan perubahan besar pada tatanan dunia secara

Filsafat pendidikan 176


menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang
wajar. Sebab mau tidak mau, siap tidak siap perubahan itu akan terjadi. Era ini
di tandai dengan proses kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama dalam bidang tranformasi dan komunikasi serta terjadinya
lintas budaya.

Istilah globalisasi menurut Akbar S. Ahmad dan Hasting Donnan yang


memberikan batasan bahwa globalisasi pada prinsipnya mengacu pada
perkembangan-perkembangan yang cepat didalam teknologi komunikasi,
transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh (
menjadi hal-hal ) yang bisa dijangkau dengan mudah.

Menurut Anthony Giddens (2005 : 84) menyatakan bahwa globalisasi


dapat diartikan sebagai intensifikasi relasi sosial sedua yang menghubungkan
lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehungga jumlah peristiwa
sosial dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil- mil.Pandangan
berbeda tentang globalisasi yang dikemukakan oleh Ulrich Beck, pemikir filsafat
sosial Jerman bahwa dalam globalisasi ada tiga pengertian kunci yaitu:
(Sindhunata, 2003)

a. Deteritorialisasi yang berarti batas – batas geografi ditiadakan atau tidak lagi
berperan dan tidak lagi menentukan dalam perdagangan antarnegara.
b.Transnasionalisme ialah mentiadakan batas- batas geografis seperti blok- blok.
c. Mutilokal dan translokal, dimana globalisasi memberikan kesempatan bagi
manusia di berbagai belahan dunia membuka horison hidupnya seluas dunia,
tanpa kehilangan kelokalannya.

Globalisasi bersifat multimedia karena dapat dilihat dari berbagai aspek.


Menurut Baharudin Darus menyatakan bahwa ada lima aspek globalisasi yaitu :

a. Globalisasi informasi dan komunikasi;


b. Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas;

Filsafat pendidikan 177


c. Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya dan kesadaran;
d. Globalisasi media massa cetak dan elektronik;
e. Globalisasi polotik dan wawasan.

Menurut Thomas L. Friedman (2000), globalisasi adalah sebuah sistem


yang netral yang dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, bisa
memperkuat atau melemahkan sendi-sendi kehidupan, menyeragamkan atau
mempolarisasikan, juga mendemokratisasikan atau justru sebaliknya. Itu semua
tergantung bagaimana kita meresponnya.

Kita tahu bahwa pendidikan adalah wadah untuk anak dalam menumbuh
kembangkan potensi diri, soft skill, dan kognitif, pendidikan juga yang menjadi
ujung tombak dalam perkembangan suatu bangsa, karena mampu mencetak
generasi yang terdidik dan terlatih, serta memberantas buta aksara yang masih ada
di antara sekian banyak penduduk Indonesia ini, dan saya yakin bahwa pendidikan
akan selalu seiring dengan perkembangan zaman, dan bersifat kontemporer.
Dalam UUD 1945 sudah dijelaskan bahwa pendidikan menginginkan karakter
manusia yang berakhlak mulia, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan
cerdas dalam kehidupannya.

Amanat UUD 1945 terssebut dijabarkan dalam UU Sistem Pendidikan


Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (1) menjabarkan substansi pendidikan
sebagai usaha sadar dan trencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.

Pendidikan di era globalisasi saat ini dengan semakin berkembangnya alat-


alat tekhnologi yang semakin canggih, tekhnologi mutakhir telah lahir, gaya hidup
mulai sedikit terkontaminasi, fashion sudah menjadi trend, dan yang lainnya,
inilah yang kita hadapi, dan bukanlha soal yang besar atas hadirnya hal ini. Yang

Filsafat pendidikan 178


terpenting sikap kita dalam menjaga budaya luhur bangsa, tanpa menolak hal baru
pada perkembangan zaman sebut saja akulturasi budaya.

Berbicara tentang globalisasi maka kita juga menoleh pada dunia


pendidikan yang sudah semestinya mempersiapkan sistem yang bersinergi dengan
perkembangan zaman, karena pendidikan menjadi alternative solutif untuk
menyikapi dtangnya era kekinian, tinggal bagaimana nantinya sikap pemerintah
merumuskan sitem yang sesuai.

Dewasa ini sering banyak kita jumpai penyimpangan yang dilakukan oleh
pejabat Negara, pelajar atau mahasiswa, lalu siapa yang kita salahkan ? apakah
pelaku penyimpangan itu ? itu semua sudah terjadi, akan tetapi memikirkan
bagaimana menemukan solusi alternative, untuk memberantas itu. Inikah yang kita
banggakan dari bangsa kita ? tertawa kalau anda melihat bangsa yang kaya
melimpah sumber daya alam, sedangkan manusianya tak bermoral, dan bukan
globalisasi yang kita salahkan, karena hal yang sangat wajar jika manusia
menciptakan hal yang baru, itu sudah menjadi kewajiban dari manusia untuk
berinisiatif, dan sudah saatnya kita mengkaji bagaimana meminimalisir bahkan
memberantas penyimpangan yang telah terjadi, solusi cerdas adalah pemerintah
bagaimana merumuskan dengan baik sistem pendidikan yang tepat dalam
menghadapi perkembangan zaman, karena kita tahu bahwa pendidikan lah yang
menjadi poros penting dalam mencetak generasi intelektual yang bermoral dan
berperan dala kemajuan bangsa Indonesia.

Dengan ini pendidikan karakter sangat diperlukan dalam mengawal moral


anak bangsa, entah bagaimana mengaplikasikannya itu telah menjadi pekerjaan
rumah bagi lembaga pendidikan masing-masing, tinggal bagaimana sosialisasi
dari kemendikbud tentang sistem pendidikan yang terbaru, yakni tentang
penerapan pendidikan pancasila, pelatihan guru, pembenahan pada sistem
perkuliahan di fakultas pendidikan dan perumusan kurikulum yang telah didukung
oleh pemerataan fasilitas pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan ini maka

Filsafat pendidikan 179


diharapkan terwujudnya pendidikan pendidikan yang siap menghadapi tantangan
zaman, serta menghasilkan generasi muda yang cerdas dan
bermoral.https://www.kompasiana.com/mauluda/urgensi-pendidikan-di-era
globalisasi_573d74eb2523bd1f07ce6383

pengaruh negatif globalisasi globalisasi dapat mempengaruhi tingkah laku


kita dalam kehidupan sehari – hari .Untuk itu kita harus dapat menentukan sikap
dalam menghadapi globalisasi , khususnya dari pengaruh negatif .

Beberapa contoh sikap untuk menghadapi pengaruh negatif dari globalisasi misalnya
:

a. Memperkuat keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa .


b. Belajar tekun agar menjadi manusia yang berguna dan dapat membedakan
perilaku yang benar dan salah .
c. Memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa .
d. Menggunakan produk dalam negeri .
e. Mempertimbangkan setiap perbuatan agar tidak merugikan diri sendiri dan
oranglain .
f. Menggunakan waktu dengan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat .

Bergaul dengan orang – oprang yang berakhlak baik dan tidak terpengaruh
terhadap lingkungan dan pergaulan buruk .

D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini berarti


bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang
dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses
kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan
melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat
penting. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Filsafat pendidikan 180


Pendidikan pada dasarnya memberikan kita pengetahuan bagaimana
bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang pada akhirnya
bisa dimanfaatkan untuk khalayak banyak. Tapia apa yang terjadi sekarang
pendidikan menjadi ajang untuk mencari nafkah uang, uang dan uang. Berbagai
cara orang lakukan untuk mendapatkan label Sarjana agar dapat diterima pada
sebuah instansi. Dan tidak sedikit yang menempuh jalur yang tidak benar yang
biasa kita kenal dengan sogok menyogok dan Nepotisme.

Seorang anak yang disayangi akan menyayangi keluarganya ,sehingga anak


akan merasakan bahwa anak dibutuhkan dalam keluarga. Sebab merasa keluarga
sebagai sumber kekuatan yang membangunya.Dengan demikian akan timbul suatu
situasi yang saling membantu,saling menghargai,yang sangat mendukung
perkembangan anak.Di dalam keluarga yang memberi kesempatan maksimum
pertumbuhan,dan perkembangan adalah orang tua.Dalam lingkungan keluarga
harga diri berkembang karena dihargai,diterima,dicintai,dan dihormati sebagai
manusia. Itulah pentingnya mengapa kita menjadi orang yang terdidik di
lingkungankeluarga.Orang tua mengajarkan kepada kita mulai sejak kecil untuk
menghargai orang lain.

Sedangkan di lingkungan sekolah yang menjadi pendidikan yang kedua dan


apabila orang tua mempunyai cukup uang maka dapat melanjutkannya ke jenjang
yang lebih tinggi dan akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi kemudian menjadi
seorang yang terdidik . Alangkah pentingnya pendidikan itu. Guru sebagai media
pendidik memberikan ilmunya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Peranan
guru sebagai pendidik merupakan peran memberi bantuan dan dorongan ,serta
tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak dapat
mempunyai rasa tanggung jawab dengan apa yang dia lakukan. Guru juga harus
berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup untuk menarik minat anak .

Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai
oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau

Filsafat pendidikan 181


tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya
pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau
mundur, karna seperti yang kita ketahui bahwa suatu Pendidikan tentunya akan
mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual,
intelegensi dan skill dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus
bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan
bagaimana dapat mencapai kemajuan.

Selain itu peranan lingkungan masyarakat juga penting bagi anak didik .
Hal ini berarti memberikan gambaran tentang bagaimana kita hidup
bermasyarakat.Dengan demikian bila kita berinteraksi dengan masyarakat maka
mereka akan menilai kita,bahwa tahu mana orang yang terdidik,dan tidak terdidik.
Di zaman Era Globalisasi diharapkan generasi muda bisa mengembangkan ilmu
yang didapat sehingga tidak ketinggalan dalam perkembangan zaman. Itulah
pentingnya menjadi seorang yang terdidik baik di lingkungan
Keluarga,Sekolah,dan Masyarakat.

Karena pendidikan itu sangat penting oleh karena itu berikut ini saya
uraikan 5 alasannya:

1. Memberikan pengetahuan
Efek langsung dari sebuah pendidikan adalah memberi pengetahuan.
Pendidikan memberi kita banyak pengetahuan tentang berbagai hal dan segala
sesuatu yang berhu ungan dengan dunia ini, pendidikan juga dapat memberikan
pandangan bagi kehidupan. Membantu kita membentuk sudut pandang
kehidupan dan lain sebagainya.
2. Untuk karir / pekerjaan
Jika diatas tadi saya mengatakan bahwa salah satu alasan orang
menganggap bahwa pendidikan itu kurang penting karena sekolah ataupun
tidak sekolah tetap susah cari kerja. Nah dari itu kita ubah pola fikir kita bahwa

Filsafat pendidikan 182


dengan berpendidikan kita akan mudah mendapat pekerjaan, tetap berusaha dan
berfikir positif .
3. Membangun karakter
Kemabali lagi bahwa pendidikan itu sangat penting bagi kita, karena tidak
hanya memberi kita pengetahuan akan tetapi mengajarkan kita pada sopan
santun dan hal- hal yang benar . pendidikan memupuk kita menjadi individu
dewasa ; individu yang mampu merencanakan masa depan dan mengambil
keputusan yang tepat dalam hidup. Dan pendidikan yang baik akan membuat
kita lebih manusiawi.
4. Memberikan pencerahan
Pendidikan menhapuskan pemikiran yang salah dalam benak kita,
membantu memberikan gambaran yang jelas tentang hal-hal yang berada
disekitar kita agar tidak kebingungan. Pendidikan mampu mengobarkan api
semangat dalam diri, semangat untuk mencari hal-hal yang belum diketahui,
semangat bertanya, semangat dalam menjalani kehidupan. Maka pendidikan
mampu memberi pencerahan bagi siapapun.

5. Membantu kemajuan bangsa


Meskipun tidak terdaftar dalam 3 kebutuhan dasar manusia, pendidikan
adalah sama pentingnnya. Pendidikan dapat membantu kemajuan bangsa
karena masa depan bangsa aman ditangan masyarakat yang berpendidikan.
Pendidikan adalah penting bagi pembangunan sosial dan pertumbuhan ekonomi
bangsa.(http://www.edubagi.gq/2016/03/manfaat-penddikan-di-era-
globalisasi.html)

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari


pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia
pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga
pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global

Filsafat pendidikan 183


maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan,
baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan
agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan

Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan


bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi,
menimbulkanDampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam
pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:

a. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia

Pengajaran Interaktif Multimedia

Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola


pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah
menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar
sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk
mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer.
Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi
suatu proses komunikasi.

Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat
mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang
bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia,
para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan
menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie
dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil
penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan
bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-

Filsafat pendidikan 184


tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-
hubungkan fakta dengan konsep.

Perubahan Corak Pendidikan

Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan


untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau
atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi
untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU
Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak
sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak
mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik
sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan,
teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu
siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing
riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.

Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama


didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum
didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah
tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara
aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang
didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk
aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas
kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan
mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui
presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu
menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.

b. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia

Filsafat pendidikan 185


Komersialisasi Pendidikan

Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak


didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John
Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai
merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa
tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa
menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini
harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid,
tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166). .

Bahaya Dunia Maya

Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan


mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka
macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya:
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat
pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan sek-sual pun mudah diakses oleh siapa
pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak
ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah
seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui
seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat
berbahaya pada proses belajar mengajar.

Ketergantungan

Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat


menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun
siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-
alat tersebut http://www.matadunia.id/2016/01/dampak-globalisasi-terhadap-
pendidikan.html

Filsafat pendidikan 186


E. TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak dan batasan


antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok lain, serta
antara negara satu dengan negara lain. Komunikasi antar-negara berlangsung sangat
cepat dan mudah. Begitu juga perkembangan informasi lintas dunia dapat dengan
mudah diakses melalui teknologi informasi seperti melalui internet. Perpindahan
uang dan investasi modal oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.

Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung dengan
amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri
dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi
dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan
mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut.

Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu


mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau
justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi
tersebut. Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia
pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai
tantangan pendidikan menghadapi era global.

Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana


meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan
berkelanjutan (continuing development ).

Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap


terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat
tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, serta
bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan
SDM.

Filsafat pendidikan 187


Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu
meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang
berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.

Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di


bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan
ekonomi.Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan
berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang
berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan
(visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan
yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.

Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses


pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang
berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang
dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan


Islam? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok kerangka pendidikan
Islam dalam konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa menyiapkan strategi yang tepat
menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang tersebut.

Secara kuantitas, perkembangan jumlah peserta didik pendidikan formal


Indonesia mulai dari tingkat TK hingga jenjang perguruan tinggi (PT) mengalami
kemajuan yang cukup signifikan. Namun secara kualitas masih tertinggal jauh
ketimbang negara-negara lain, baik negara-negara maju, maupun negara-negara
anggota ASEAN sekalipun.

Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya


sesuai dengan standar kompetensi global paling tidak mampu mempersiapkan anak
didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing sehingga bisa mengantisipasi

Filsafat pendidikan 188


membludaknya pengangguran terdidik. Di sini harus diakui, lembaga-lembaga
pendidikan Islam ternyata belum siap menghadapi era pasar bebas. Masih banyak
yang harus dibenahi; apakah sistemnya ataukah orang yang terlibat di dalam sistem
tersebut.

F. SOLUSI MENGHADAPI TANTANGAN DI ERA GLOBAL


a. Orientasi pendidikan tidak hanya berupa teori-teori, namun harus dibarengi
dengan praktik. Praktek pembelajaran harus lebih diperbanyak. Sehingga
siswa akan mudah mengembangkan keterampilannya.
b. Dalam proses belajar mengajar, guru harus benar-benar mau mengembangkan
pendidikan yang berbasis siswa sehingga akan terbentuk karakter kemandirian
sebagai karakter yang dituntut dalam era global.
c. Guru harus benar-benar menguasai materi pelajaran dan ilmu mendidik. Hal
ini bisa dilakukan dengan studi lanjut sesuai dengan spesialisasi, pelatihan,
work shop, maupun studi banding ke institusi-institusi yang sudah maju.
d. Perlunya pembinaan dan pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar
terhadap siswa. Harus ditanamkan pola pembelajaran yang berorientasi
proses bukan hasil, sehingga siswa akan terbiasa untuk belajar maksimal
dengan mementingkan pada substansi bukan formalitas. Profesi guru harus
dihargai dengan maksimal.
e. Mengembangkan budaya baca bagi kalangan anak usia sekolah maupun
masyarakat umumnya. Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan yang
telah ditetapkan. Contoh yang paling nyata adalah alokasi APBN untuk
pendidikan seharusnya benar-benar 20 %.
f. Perlunya dukungan dan paartisipasi komprehensif dari semua pihak yang
memiliki kepentingan dengan pendidikan. Perlu adanya kerjasama antar
pengelola lembaga pendidikan, pemerintah, perusahaan dan masyarakat. Jika
ditinjau dari skup KSB, maka dibutuhkan kerjasama antara pengelola
lembaga pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, mapun perguruan tinggi),
pemerintah (Bupati KSB sebagai pemegang kebijakan tertinggi di KSB),

Filsafat pendidikan 189


perusahaan (PT. NNT sebagai salah satu perusahaan raksasa yang hidup dan
berperan sebagai penguras kekayaan alam KSB), dan
masyarakat.(http://saphiraerfie.blogspot.co.id/2016/12/tantangan-
pendidikan-di-era-global.html)

EVALUASI

1. Jelaskan tentang hakikat manusia dan kebudayaan dalam pendidikan!


2. Jelaskan apa saja yang diperlukan sumber daya manusia dalam pendidikan!
3. Apa sikap yang dilakukan dalam menghadapi globalisasi?
4. Apa yang menjadi penyebab munculnya globalisasi?
5. Jelaskan pengaruh globalisasi terhadap pendidikan di Indonesia!
6. Jelaskan cara mengahadapi tantangan pendidikan di era globalisasi!
7. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam menghadapi era globalisasi?

Filsafat pendidikan 190


DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa Dan Pendidikan. PT. Remaja


Rosdakarya, Bandung

Hassan, Fuad. 1973.Berkenalan Dengan Eksistensialisme, Pustaka Jaya, Jakarta.

________________ 1977. Heteronomia. Pustaka Jaya, Jakarta.

_________________ 1985. Manusia dan Citranya.Ekspress, Surabaya.

_________________ 2001. Stadium Generale. Pustaka Jaya, Jakarta.

http://saphiraerfie.blogspot.co.id/2016/12/tantangan-pendidikan-di-era-global.html

http://www.edubagi.gq/2016/03/manfaat-penddikan-di-era-globalisasi.html

Filsafat pendidikan 191


http://www.matadunia.id/2016/01/dampak-globalisasi-terhadap-pendidikan.html

Morris, Van Cleve.1966. Existensialisme In Education: What Is Means. New York:


Harper &Row Publiser

Filsafat pendidikan 192

Anda mungkin juga menyukai