Anda di halaman 1dari 63

KEWARGANEGARAAN

Kontrak Perkuliahan
Filsafat Pancasila
2
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL
(UU NO.20 TAHUN 2003)
Penjelasan Pasal 37 Ayat 1 UU No.20 tahun 2003

“Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan


untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air“

3
VISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut DIRJEN DIKTI No.43/DIKTI/Kep/2006)

Sumber Nilai dan


Pedoman dalam pengembangan dan
penyelenggaraan program studi
Mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.

4
MISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI
(Menurut Dirjen DIKTI No.43/DIKTI/Kep/2006)

Membantu mahasiswa agar mampu:


 Mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila
 Menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air
 Menerapkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara bertanggung
jawab dan bermoral.

5
TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
TUJUAN UMUM :
Memberi pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa
mengenai hubungan warga negara dengan negara serta pendidikan bela
negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan
negara

TUJUAN KHUSUS :
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban
secara santun, jujur, demokratis serta ikhlas sebagai WNI yang terdidik dan
bertanggung jawab.
2. Agar mahasiswa memahami masalah dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya
dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan
Pancasila, Wawasan Nusantara dan Ketahana Nasional.
3. Agar Mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai
perjuangan, cinta tanah air dan rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
6
HISTORY PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(Tahun1960 – KINI)
 CIVICS/KEWARGAAN NEGARA : SMA/SMP 62, SD 68, SMP 1969,
SMA 1969
 PENDIDIKAN KEWARGAAN NEGARA (PKN) : SD 68, PPSP 73
 PENDIDIKAN MORAL PANCASILA (PMP) : SD, SMP,SMU 1975, 1984.
 PENDIDIKAN PANCASILA : PT 1970-an - 2000-an
 PENDIDIKAN KEWIRAAN : PT 1960-an - 2001
 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN : PT 2002 - Sekarang
 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) : SD,
SMP, SMU 1994-Sekarang
 PENDIDIKAN KEWARGAAN : IAIN/STAIN 2002 - sekarang
(rintisan)
 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) : SD, SMP, SMU, PT
(UU No.20 Thn 2003 ttg SISDIKNAS)

7
Metode Pengajaran
Dengan pendekatan Student Active Learning
baik secara daring dan luring meliputi antara
lain:
• Telaah materi Collaborative learning
• Studi Kasus
• Keaktifan kelas/Diskusi
• Seminar
• Debat
• Tugas lapangan
• Tugas kelompok
8
Sistem Penilaian

Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan


berdasarkan capaian pembelajarannya.
 Kriteria Penilaian:
Kehadiran 10 %
Keaktifan kelas/diskusi 15 %
Tugas 15 %
UTS 30 %
UAS 30 %

9
Materi Pertemuan
1. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
2. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
3. Pancasila sebagai Dasar Negara
4. Identitas Nasional
5. Negara dan Konstitusi
6. Hak dan Kewajiban Waega Negara
7. Demokrasi Indonesia
8. Negara Hukum dan HAM
9. Geostrategis Indonesia ~ Ketahanan Nasional
10. Geopolitik Indonesia dan Otonomi Daerah
10
Tugas
1. Tugas (individu dan kelompok 2 orang atau...)
Penulisan sesuai kaidah ilmiah, kumpul sebelum UTS ke email
Kelas Kewarganegaraan 1A RMIK = suranto.dsa@yahoo.com
Kelas Kewarganegaraan 1B RMIK = suranto.d54@yahoo.com
2. Tujuan Tugas :
Mampu menganalisis suatu kasus di Indonesia serta
memberi alternatif solusi pemecahannya.
4. Uraian Tugas
a. Obyek garapan: Sebuah kasus yang tengah terjadi di
Indonesia
b. Yang harus dikerjakan dan batasannya: Menganalisis
kasus tersebut dengan memberi jawab atas 5W 1H dari
kasus tersebut lalu memberikan alternatif solusi.

11
Cara Pengerjaannya
1. Mencari, mengumpulkan dan mengidentifikasi dari
berbagai sumber media.
2. Memilih satu kasus yang dianggap penting oleh
kelompok secara musyawarah.
3. Mendeskripsikan kembali dengan kalimat sendiri
mencakup pertanyaan 5W 1H (what, where, why,
when, which) dan how.
4. Memberi alternatif solusi atas kasus tersebut melalui
diskusi kelompok.
5. Melaporkan secara tertulis hasil kelompok.
6. Gunakan metode penulisan ilmiah standar lembaga.

12
1. Pancasila sebagai Suatu
Filsafat Pancasila

13
Konteks Filsafat
1. Filsafat selaku ajaran kebijaksanaan sudah dilahirkan
pada abad ke-4 dan ke-5 SM di Yunani kuno, berasal
dr kt philosophy yg secara etimologis dr kata philos
atau philein artinya cinta dan sophia artinya hikmat
atau kebijaksanaan, shg bermakna cinta kpd hikmat
atau kebijaksanaan (wisdom). Butir2 ajaran
kebijaksanaan tsb di kalangan masyarakat Timur
disebut dg “falsafah” yg tersebar dlm pepatah-petitih,
peribahasa, seloka, tambo dsb.
2. Dlm artian meta science atau science of science,
dimaksudkan sbg suatu kajian meta-ilmiah yg
diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan
berbagai disiplin ilmu atau sains.
3. Filsafat selaku filsafat ilmu “philosophy of science”, yakni
sebuah refleksi kritis secara mendasar atas
perkembangan ilmu, khususnya thd tendensi
positivisme ilmu.
4. Konteks aliran filsafat yg pd umumnya terbangun dlm
sebuah teori spesifik atau sistem filosofis.
5. Konteks akademik keilmuan (sering disebut sbg “ilmu
filsafat”~philosophy), dlm hal ini filsafat sbg bid studi
universiter-di Perancis. Bhw filsafat mrp slh satu
diantara banyaknya ilmu pengetahuan. Namun dlm hal
ini ilmu pengetahuan bukan lah science melainkan
wissenschaft, artinya ilmu pengetahuan dlm artian
pengetahuan yg refleksif, kritis dan sistematis.
Sedangkan ilmu pengetahuan (science) hrs ditambah 1
ciri lagi yakni empiris.
6. Filsafat sebagai pandangan hidup atau weltanschauung
(Jerman). Hal ini terkait dg upaya sekelompok manusia
guna meresponsisi dan menjawab permasalahan pokok
kehidupan manusia. Mencakup hal berikut: 1) hakikat
hidup manusia; 2) hakikat kerja atau karya; 3) hakikat
ruang dan waktu; 4) hakikat hub manusia dg alam; 5)
hakikat hub mns dg mns lainnya.
7. Filsafat ialah konteks pandangan dunia worldview, yg
sering dipakai juga weltanschauung sbg padanannya.
Perbedaan pd substansinya yakni pandangan hidup diisi
oleh sistem normatif sbg acuan bg sikap dan perilaku.
Sementara pandangan dunia worldview substansinya
ialah sistem intelektual kognitif yg mjd acuan bagi
persepsi dan pembentukan pengetahuan atau ilmu
pengetahuan.
Definisi Filsafat
Filsafat mrp Induk Ilmu pengetahuan. Menurut J. Gredt dalam bukunya
“Elementa Philosophiae” bhw filsafat sebagai “Ilmu pengetahuan yang timbul
dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalam”.
Berasal dr kata Arab “falsafah”.
Secara etimologis dr bhs Yunani “philein “ yang berarti cinta dan “shophos”
atau “sophia“ yang berarti hikmah atau kebijaksanaan atau “wisdom”.
Jadi filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan, atau
mencintai kebenaran/pengetahuan.
Cinta dikemukakan sebagai keinginan yang menggebu dan sungguh-sungguh
terhadap sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat diartikan sebagai
kebenaran yang sejati.
Jadi filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai hasrat atau keinginan
yang sungguh2 untuk mencari kebenaran yang sejati. Orang yg berfilsafat
berarti memiliki hasrat yang besar dan sungguh2 terhadap kebijaksanaan.
Philosophy juga mrp kata Inggris berarti filsafat
yg berasal dari kata Yunani philosophia, lazim
diterjemahkan sbg cinta kearifan. Akar katanya
philos (philia,cinta) dan sophia (kearifan).
Dalam perkembangannya shopia berarti juga
meliputi kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai
kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dlm
memutuskan soal2 praktis.
Secara Umum, filsafat mrp hasil pemikiran manusia yg
kritis dan radikal, mendalam sampai pd intinya yg
membahas secara menyeluruh sampai pd “hakikatnya”
utk mencapai kebenaran yg sesuai dg kenyataan.
Hakikat adl sesuatu hal yg adanya terlepas dr hal lain,
adanya menurut dirinya sendiri, tidak terikat oleh ruang,
waktu, keadaan serta sifatnya tetap tidak berubah.
Secara praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam
berpikir. Berfilsafat berarti berpikir secara mendalam
dengan sungguh2 atau berpikir secara ilmiah sampai pada
hakikatnya. Filsafat mempunyai sejumlah konteks
pemakaian baik sbg pandangan hidup, pandangan
dunia, aliran filsafat maupun kebijaksanaan hidup.
Definisi Filsafat menurut ahli
Definisi filsafat dihimpun oleh The Liang Gie, 1977 al sbb:
1. Alston, filsafat adl analisis thd konsep2 dasar yg dgnnya
org berfikir ttg dunia dan kehidupan manusia.
2. Passmore, filsafat mrp suatu bentuk perbincangan kritis
dan demikian pula halnya dg ilmu, yakni sbg bentuk yg
paling maju dr perbincangan kritis. Keistimewaannya
terletak pd kedudukannya sbg suatu perbincangan kritis
mengenai perbincangan kritis.
3. Nagel, filsafat adl suatu komentar kritis mengenai
eksistensi dan tuntutan2 bhw kita memiliki pengetahuan
mengenai hal ini. Filsafat dianggap membantu apa yg kabur
dlm pengalaman dan objeknya.
4. Leighton, filsafat ialah suatu tulang pikiran buat mencari
suatu totalitas dan keserasian dari pengertian yg beralasan
mengenai sifat dasar dan makna dari semua segi pokok
kenyataan.
5. Bacon, filsafat adl induk agung dari ilmu2.
6. Sidgwick, filsafat adl ilmu dr ilmu2. Ia memeriksa
pengertian2 khusus, asas2 fundamental, metode yg tegas,
dan kesimpulan2 utama dr suatu ilmu dg maksud
mengkoordinasikannya dg hal2 itu dr ilmu2 yg lain.
7. Brameld, filsafat merupapkan usaha yg kukuh dr org
biasa maupun cerdik pandai utk membuat hidup sedpt
mungkin bisa dipahami dan mengandung makna.
8. Wild, filsafat adl usaha untuk mengerti fakta2 yg paling
mendasar mengenai dunia yg kita diami dan sejauh
mungkin menerangkan fakta2 itu.
9. Plato, filsafat ialah suatu penyelidikan thd sifat dasar yg
penghabisan dari kenyataan.
Definisi Filsafat menurut ahli
Definisi lain menurut ahli pikir al sbb:
1. Mulder, filsafat adl pemikiran teoritis mengenai
susunan kenyataan sebagai keseluruhan.
2. Notonagoro, filsafat ialah ilmu yg memandang
objeknya dr sudut hakikat.
3. Poedjowijatno, filsafat adl ilmu ttg segala sesuatu yg
menyelidiki keterangan yg sedalam2nya.
4. Hasbullah Bakry, filsafat ialah ilmu yg menyelidiki
segala sesuatu dg mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta, dan manusia shg dpt menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh
dpt dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
• Dapat disimpulkan terdapat dikotomi pengertian filsafat,
yaitu:
– Filsafat dalam arti proses dan filsafat dlam arti produk.
– Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai
pandangan hidup.
– Filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti
praktis.
• Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti
produk, sebagai pandangan hidup, dan dalam arti
praktis.
• Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan
peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap,
tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
bangsa Indonesia.
23
Pemikiran Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila merupakan suatu sistem atau aliran
kefilsafatan kebangsaan Indonesia yg bersumber pd sejarah,
budaya, tradisi dan lingkungan.
Arti Penting dan Pertanggungjawaban Filsafat Pancasila
Guna menjelaskan isu2 global seperti:
a. Kebebasan, HAM, demokrasi dan kemajuan;
b. Pengambilan sikap yang memadai thd sains dan teknologi
modern;
c. Membangkitkan kembali metafisika terutama filsafat
ketuhanan utk menjelaskan dan menunjukkan landasan
kehidupan manusia secara bermakna; dan
d. Membantu mengatasi problem mendasar sains dlm filsafat
ilmu, science of science atau new philosophy (Bernal, 1979).
Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena
Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the faounding father
kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan
Abdul Gani).
Pancasila sebagai filsafat mengandung
pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat
menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi
Pancasila.
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan
pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla
(Notonagoro).
Ciri sistem Filsafat Pancasila :

1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem


yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak
bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya
terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat
dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
• Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
• Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan
menjiwai sila 3, 4 dan 5;
• Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan
menjiwai sila 4, 5;
• Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari
dan menjiwai sila 5;
• Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Inti~landasan sila-sila Pancasila :
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk
sosial
Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian
sendiri
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus
bekerja sama dan gotong royong
Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri
sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
 Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti
mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila
yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia,
melainkan juga bagi manusia pada umumnya.
 Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek
penyelidikan ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
 Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup
kesemestaan.
 Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan
Ontologis Pancasila, Epistemologis Pancasila dan
Aksiologis Pancasila.
2. Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Filsafat Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi

29
a. Landasan Ontologis Pancasila

• Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang


meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada,
keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya
dengan metafisika.
• Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat
sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini
suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda?
Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu,
sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup?
dan seterusnya.
• Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang
ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda,
alam semesta (kosmologi), metafisika. 30
• Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai
filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila.
• Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila
bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-
sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar
ontologis.
• Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah
manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu
monopluralis, atau monodualis, karena itu juga
disebut sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah
manusia.
31
• Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang
Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia.
• Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-
sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan
jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta
sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama
mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.
32
• Hubungan kesesuaian antara negara dan
landasan sila-sila Pancasila adalah berupa
hubungan sebab akibat~kausalitas:
Negara sebagai pendukung hubungan,
sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat,
dan adil sebagai pokok pangkal
hubungan.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu
Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil
adalah sebagai sebab, dan negara
adalah sebagai akibat.
33
b. Landasan Epistemologis Pancasila

• Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki


asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan.
• Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses
dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan
validitas ilmu pengetahuan.
• Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori
terjadinya ilmu atau science of science.
• Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan
yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1. Tentang sumber pengetahuan manusia;
2. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. Tentang watak pengetahuan manusia. 34
• Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai
filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari
hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan.
• Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya
juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti
Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem
cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu
Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama
dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
• Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak
dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Maka,
dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat
dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia 35
• Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan
dan susunan pengetahuan Pancasila.
• Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sbgmana
telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada
pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut
merupakan kausa materialis Pancasila.
• Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan
yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan
sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila
Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
36
 Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam
susunan Pancasila, di mana
 sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat
sila lainnya,
 sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta
menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima,
 sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta
mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima,
 sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan
ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelma,
 sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga
dan keempat.
 Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem
logis baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya.
37
 Susunan isi arti Pancasila meliputi :
1. Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat
sila-sila Pancasila yang merupakan inti sari Pancasila
sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan
dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang
kehidupan konkrit.
2. Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti
Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa
Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3. Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit,
yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam
berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat
khhusus konkrit serta dinamis.
38
 Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis,
yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan
kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga
manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan
animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak
yang merupakan potensi sebagai sumber daya cipta
manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar,
berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif.
Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan
pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam
demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi,
inspirasi dan ilham.
 Dasar-dasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas
maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila
tersebut.
39
• Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber
pada intuisi.
• Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya
adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka
sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi
Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang
bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang
tinggi.
• Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan
manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis
antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal,
rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan
kebenaran yang tinggi.
40
• Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan
kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui
kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya
dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
• Sebagai suatu paham epistemologi, maka
Pancasila mendasarkan pada pandangannya
bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak
bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas
religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu
tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup
manusia.
41
c. Landasan Aksiologis Pancasila
• Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai,
manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
• Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai
atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria
nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai.
• Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin valere yang
artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada
sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai
“keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu
yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang
diinginkan.
• Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology an
related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu obyek.
42
• Ada berbagai macam teori tentang nilai.
• Max Scheler, mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya,
dan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai
yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan,
yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai
yang penting dalam kehidupan, seperti kesejahteraan,
keadilan, kesegaran.
3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai
kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak
tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan.
Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran,
dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai kerokhanian: dalam tingkat ini terdapat
moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini
terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. 43
• Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam
delapan kelompok:
1) Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi
semua benda yang dapat dibeli.
2) Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi
dan keindahan dari kehidupan badan.
3) Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang
yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4) Nilai-nilai sosial: berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan
manusia.
5) Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan
sosial yang diinginkan.
6) Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya
seni.
7) Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran
kebenaran.
8) Nilai-nilai keagamaan

44
• Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2) Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:
a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi,
cipta) manusia.
b) Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada
unsur perasaan (aesthetis, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada
unsur kehendak (will, karsa) manusia.
d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi
dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
45
 Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan
pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value
Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
 Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-
nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku,
dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga
mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia.
 Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki
satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila
mengandung arti bahwa kita membahas tentang
filsafat nilai Pancasila.
46
• Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai,
yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis/praksis.
1. Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil
yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak
perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila
adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial
dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita
laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian
apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar
hidup dalam masyarakat.
• Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral
merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan
selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
47
Pokok-Pokok Filsafat Pancasila

Selaku pandangan hidup, Pancasila mrp Weltanschauung atau pendirian


hidup, (Drijarkara)
Menunjukkan bahwa Pancasila mrp gagasan vital bangsa, sistem nilai
dasar yg derivasinya terbangun ke dlm sistem moral dan sistem hukum
negara bangsa (NKRI) yang modern, mengandung sistem normatif
preskriptif bagi kehidupan nasional.
Selaku filsafat, Pancasila mrp World view atau pandangan dunia
Bahwa Pancasila adl filsafat bangsa yg sesungguhya berimpit dg jiwa
bangsa (Kartohadiprodjo, 1968). Yang muncul adl kapasitas pengetahuan
bangsa, misal yg berkenaan dg hakikat kenyataan dan kebenaran, persepsi
jagat raya dan tempat manusia di dlmnya termasuk dlm lingkup ini
misalnya pada kebudayaan Jawa dikenal dualitas universum jagat gedhe
dan jagat cilik.
Selaku filsafat, Pancasila mrp acuan intelektual koqnitif bagi cara berfikir
bangsa. Bahan materialnya adl berbagai butir dan ajaran kebijaksanaan
dlm budaya etnik maupun agama, tersebar di bumi Nusantara, yg sdh brg
tentu material tsb terolah bersama rempah2 filsafat asing yg secara
budaya disebut akulturasi.
Pemikiran Filsafat Pancasila
1. Soedirman Kartohadiprodjo
Merupakan pelopor penelitian filsafat Pancasila dg metode genetivus subjektivus ,
(Prof. Notonagoro dan Prof.Drijarkara cenderung ke genetivus objektivus).
Pangkal dari filsafat pancasila adl pemikiran kekeluargaan yg lain sama sekali dg
individualisme. Pancasila pada dasarnya bukan individu bebas melainkan individu
terikat dlm arti kekeluargaan. Teorema ini sekaligus membangun basis filsafat
Pancasila, yakni:
a. Pancasila adl filsafat bangsa Indonesia dlm arti pandangan dunia, artinya
bersistem dan sila2nya saling kait mengait secara ‘bulat’, menunjukkan hakikat
maknanya sdmknrp shg memenuhkan bangun filsafat pancasila itu jk
substansinya memang sesuai dg isi jiwa bangsa Indonesia secara turun temurun.
b. Pancaran jiwa suatu bangsa adl dlm kebudayaannya dan didlmnya salah satu
subsistem normatifnya adl sistem hukum adat sbg tipe hkm tersendiri dlm sistem
hkm indonesia.
c. Pangkal pemikiran filsafat pancasila adl kekeluargaan, dr kata keluarga
(merupakan kesatuan, namun pada saat yg sama terbangun oleh perbedaan
ayah, ibu dan anak). Shg prinsip dasar kekeluargaan adl kesatuan dlm perbedaan
dan perbedaan dlm kesatuan.
d. Adapun cara berfilsafat yg dilakukan Kartohadiprodjo guna menunjukkan saling kait
mengkaitnya lima sila dlm pancasila adl sbb:
Bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan (1) yg menciptakan manusia dlm satu umat
(2). Umat manusia ini dalam kenyataannya tersebar ke seluruh muka bumi dlm
kelompok2 atau bangsa (3). Manusia diciptakan Tuhan untuk menemukan
kebahagiaan dlm hidupnya (5) yang harus dicapainya dg cara musyawarah dan
mufakat (4).
Filsafat manusia ini tersusun dalam hubungannya dg kehidupan atau pergaulan hidup
manusia yg asasnya kekeluargaan., dalil filosofisnya kesatuan dlm perbedaan dan
perbedaan dlm kesatuan.
e. Pancasila sbg dasar filsafat negara mengandung derivatif dan pengkhususan dr
pancasila sbg sistem filsafat atau pandangan dunia. Filsafat negara, hukum, politik dsb
adl spesies dr filsafat pancasila sbg genus. Filsafat Pancasila adl filsafatnya bangsa
Indonesia yg merupakan pemikiran bangsa Indonesia tentang alam semesta dan
seluruh isinya. Jadi dg dmkn mrp suatu pemikiran dasar yg hendak dinamakan jenis
genus-filsafat pancasila.
f. Setelah menjelma secara khusus ke dlm dasar filsafat negara c.q. NKRI, terbentuklah
suasana kebatinan yg menjiwai konstitusi negara yakni UUD 1945 shg semangat yg
dimaksudkan oleh bunyi penjelasan UUD 1945 ialah filsafat Pancasila c.q. jiwa
kekeluargaan.
2. Notonagoro
Prof. Notonagoro dr UGM melakukan penelitian ilmiah filosofis tentang Pancasila sejak
tahun 1951, yg dr aspek temuannya terhitung monumental. Temuan tsb misalnya
pembukaan UUD 1945 sbg pokok kaidah fundamental negara RI, sifat hub antara
Pancasila dg Negara RI, teori causa guna mnjelaskan asal mula Pnacasila dsb.
Paparan pemikiran filsafat Pancasila menut Prof. Notonagoro:
a. Pancasila mrp asas pandangan dunia, suatu asas pandangan hidup, buah hsl
perenungan jiwa yg mendalam, buah hsl penelaahan cipta yg teratur dan seksama di
atas basis pengetahuan dan pengalaman hidup yg luas.
b. Asal mula materiil Pancasila adl adat, tradisi dan kebudayaan Indonesia. “Lima unsur
yg tercermin di dalam Pancasila bukanlah hal2 yg timbul baru pd pembentukan
negara Indonesia melainkan sebelumnya dan selama2nya telah dimiliki oleh rakyat,
bangsa Indonesia yg nyata ada dan hisup dlm jiwamasyarakat, rakyat dan bangsa
Indonesia.
Dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila mutlak secara formal, artinya Pancasila
berkedudukan sbg norma hukum dasar positif, obyektif dan subyektif. Disamping
mutlak secara materiil, artinya kehidupan kemasyarakatan, kebudayaan, termasuk
kefilsafatan, kesusilaan, keagamaan merupakan sumber hukum positif.
c. Sebagai sistem filsafat atau pandangan dunia, Pancasila mrp kesatuan, masing2 sila
saling terkait dlm hakikat persatuan-kesatuan. Dasar dari sifat dasar itu adl filsafat
manusia Pancasila, yakni manusia sebagai makhluk monodualis/monopluralis.
Dualitas hakikat manusia tdd dimensi rohani-jasmani, individu-sosial, pribadi
mandiri-makhluk Tuhan, keseluruhannya membangun hakikat manusia sbg makhluk
monopluralis.
Hubungan manusia Indonesia dg negara RI mrp negara hukum-kebudayaan atau
negara monodualis.
d. Pemikiran ilmiah filosofis Notonagoro luas implikasinya misalnya dalam filsafat
kenegaraan yg menekankan bhw negara Indonesia sbg negara monodualis adl suatu
negara kekeluargaan, negara gotong royong, negara dari rakyat untuk rakyat oleh
rakyat atau satu buat semua semua buat satu.
e. Filsafat Pancasila Notonagoro menjelaskan bhw sila2 Pancasila wujud dr suatu bangun
hirarkhis piramidal, artinya:
1. Sila2 Pancasila saling terkait dg sila terdahulu, menjadi sumber nilai yg menjiwai
sila berikutnya;
2. Sila yg di belakang mrp penjelmaan dan pengkhususan sila yg di depan.
3. Tiap2 sila itu sendiri mrp asas peradaban dan asas keadaban yg memungkinkan
negara Indonesia adl Negara Hukum-Kebudayaan.
f. Pengusahaan iptek di Indonesia hrs berpedoman pada filsafat Pancasila, sekaligus
Pancasila berfungsi sbg sudut pandang.
g. Pancasila memberi sumber nilai dan orientasi bagi pengembangan demokrasi di
Indonesia dalam terminologi Demokrasi Pancasila, yg mengacu pada ideal
keseimbangan, yakni:
a. Harus ada saling kaitan antarsila shg demokrasi yg mengacu pada sila keempat
akan terpengaruh dan dipengaruhi oleh keempat sila lainnya.
b. Dalam artian substansial, demokrasi Pancasila berpijak pada hakikat manusia sbg
makhluk monodialis dan monopluralis. Ide2 dasar yg mengikutinya ide
Kerakyatan, ide musyawarah, ide kedaulatan rakyat. Selain demokrasi politik,
demokrasi pancasila sekaligus sbg demokrasi sosial-ekonomi dan demokrasi
kebudayaan.
h. Aspek pelaksanaan Pancasila secara singkat terbagi menjadi dua jenis, pelaksanaan
subyektif, yakni sifat2 hakiki Pancasila yg harus terjelmakan ke dlm moril manusia
Indonesia, dan pelaksanaan obyektif, yakni sifat2 hakiki Pancasila yg terjelmakan ke
dlm sifat2 hakiki Negara mengalir ke dlm hukum dan peraturan perundang2an.
i. Pandangan Notonagoro ttg HAM ialah hak2 individu akan dibatasi oleh sifat dasar
manusia sbg makhluk sosial yang pelaksanaanya berpedoman pd UUD 1945.
3. N. Drijarkara
Prof. N. Drijarkara menulis tetang Pancasila ialah prasarannya pada Simposium
Kebangkitan Angkatan 66 th 1966 di UI Jakarta, yg menurutnya Pancasila dipersepsi sbg
kategori tematis dan sbg kategori operatif, dg penjelasan sbb::
a. Pancasila adl inherent pada eksistensi manusia sbg manusia terlepas dr keadaan
tertentu pada konkretnya. Untuk menunjukkan akses manusia ke arah Pancasila,
Drijarkara memulai dg eksistensi manusia yg cara mengadanya ialah ada-bersama,
bukan antara Aku dan Engkau, melainkan ada-bersama dalam Aku-Engkau. Dilakukan
analogi dengan faktisitas permainan bulu tangkis yg strukturnya pasti permainan
bersama, eksistensi manusia membuat, bhw manusia tidak hanya meng-Aku
melainkan dalam peng-Aku-an itu selalu membuat Engkau; manusia meng-Aku
sekaligus meng-Kita.
b. Ada bersama yakni “berada bersama dengan sesama” mempunyai fundamental cinta
kasih. Jika manusia taat pada prinsip ini, maka hidup bersama mrp persaudaraan. Jadi
yg termuat di dalamnya adalah “perikemanusiaan” (sila 2) yg “menjunjung tinggi
sesama manusia, menghormati setiap manusia, segala manusia”.
c. Perikemanusiaan adl konsep umum universal, yg belum merujuk ke suatu bidang
khusus kehidupan. Lapangan khusus kehidupan sbg pelaksanaan perikemanusiaan
yakni keadilan sosial (sila 5).
d. Demokrasi (sila 4) muncul bersama perkembangan masyarakat manusia yg menegara
yg tdk dpt lain kecuali penegaraan itu berdasarkan cinta-kasih. Semakin besar dan
ketat lingkup masyarakat manusia, misal negara, akan semakin besar risiko kegagalan
pelaksanaan cinta kasih. Oleh karena itu diperlukan demokrasi utk menghindari risiko
tsb.
e. Drijarkara menyitir Thomas Aquinas dlm menjelaskan kebangsaan (sila 3) yakni
“Tanah air itu prinsip dari satu Adaku.” Menegara berarti penegaraan suatu bangsa
sedemikian rupa sehingga kebangsaan mrp prinsip dr penegaraan. “Bangsa berarti
kesatuan kulturil, kesatuan ekonomis, kesatuan geografis, kesatuan sejarah”
menegara bearti memperkembangkan kesemua itu.
f. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar segala sila. Eksistensi manusia dan
eksistensi yg lain senantiasa relatif dan tergantung dan untuk mengerti Tuhan,
manusia berpangkal pd pengertian alam dan dirinya sendiri. Jika adanya manusia itu
berupa cinta kasih maka Tuhan pastilah merupakan Maha Cinta Kasih sedemikian
rupa sehingga Ada-bersama, manusia selain memanusia dg cinta-kasih sesama juga
memanusia dengan cinta-kasih dari dan kepada Tuhan. Mengutip Willian James “The
varieties of religious experience” bahwa pada dasarnya manusia terdorong ke religi,
sebagai bakat dan dinamik ke arah religi.
g. Bahwa Pancasila keseluruhan sila2nya dipersatukan oleh cinta-kasih; yg dpt dikondensasi
menjadi dwisila yakni cinta kasih-kepada sesama dan cinta kasih-kepada Tuhan. Namun
pada giliran finalnya Pancasila itu adalah ekasila yakni cinta kasih-kepada Tuhan.
h. Penjelasan ttg tata hubungan negara dg religi, negara Pancasila sbb:
1. Tujuan langsung negara adl kemakmuran bersama yg mjd sarana dan syarat pelaksanaan
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yg diserahkan kpd religi. Pengaturan dan pencapaian
kemakmuran umum termasuk ke dlm pengkaryaan kenegaraan, sedangkan utk
pelaksanaan Ketuhanan Yang Maha Esa di atas aturan negara, sehingga menjadi
wewenang religi. Negara atau Pancasila pun tdk dpt memerintahkan cara2 beribadat yg
menjadi kewenangan religi atau agama.
2. Namun demikian tdk berarti tdk ada hubungan sama sekali antar negara Pancasila dg religi
spt tata hub di negara sekuler. Justru Ketuhanan YME mjd prinsip lebih dlm penegaraan
demikian shg termaktub dlm konstitusi 1945. mjd prinsi lebih dalam berarti Ketuhanan
YME meupakan tujuan lanjut, tujuan yg terakhir Pancasila. Presisi ini disebut hakikat
Pancasila ialah cinta kasih kepada Tuhan.
3. Namun demikian tdk berarti pula negara harus dikebawahkan atau diperalat oleh religi.
Atau tidak boleh juga terlalu erat jalinannya yg memungkinkan bahaya religi sbg alat
politik. Yang terbaik bahwa “Negara Pancasila mengakui bhw seluruh hidup manusia itu
mrp gerak ke Tuhan, bahwa apa yg diselenggarakan dg menegara itu pd akhirnya utk
melaksanakan ada-kita sbg cinta kasih-kepada Tuhan. Jadi Negara Pancasila mengakui
ketinggian dan kesucian hidup.
4. Soekarno
Garis2 besar fikiran filosofis Soekarno mengenai Pancasila diantaranya sbb::
a. Wawasan kebangsaan, teristimewa dlm pengkhususan sbg filsafat persatuan. Tampak
pada pidato Soekarno 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI dlm mejawab pertanyaan
ketuanya Dr.Radjiman, “Kita akan mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’.”
Soekarno menafsirkan bhw yg dimaksudkan adl philosophie gronslaag atau
fundamental filsafat, fikiran yg sedalam2nya, jiwa, hasrat, yag dalam untuk di atasnya
didirikan gedung Indonesia merdeka yg kekal abadi; suatu welstanshcauung.
b. Erat kaitannya dg wawasan kebangsaan itu, Soekarno mrp penganut pejuang
nasionalisme. Terhadap Nasakom, tuduhan Barat ia komunis, dibantak bahwa ia
seorang nasionalis revolusioner. Seorang ultra-nasionalis, seorang supra-nasionalis.
c. Pancasila berpangkal pd dasar pikiran kekeluargaan atau gotong royong dan
membuang pikiran individualisme.
d. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi mrp dua terminologi ciptaan Soekarno
mengandung makna Trisila , sbg perasan dri Pancasila. Selanjutnya dipadatkan
kembali mj Ekasila yakni Gotong royong.
e. Sosio-nasionalisme adl nasionalisme yg berperikemanusiaan, suatu nasionalisme
politik dan ekonomi, suatu nasionalisme yg bermaksud mencari keberesan politik dan
ekonomi. Sosio-demokrasi adl demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
Implikasi Filsafat Pancasila
Sebagai pandangan dunia Pancasila memerlukan
sistematisasi tersendiri dari sudut filsafat sistematis.
Sejalan dg causa materialis Pancasila yg tertanam
pada kekayaan, adat, tradisi dan sejarah kebudayaan,
sungguh dibutuhkan kegiatan eksplorasi kekayaan
kultural guna memberi bahan upaya sistematisasi
substantif.
Implikasi pokoknya ialah membangun strategi
kebudayaan yg mengalir ke strategi pendidikan
bangsa, disamping strategi kultur yg mengena pd
pribadi2, yang dirumuskan dengan substansi inti butir2
filsafat Pancasila tsb.
Manfaat Filsafat “Pancasila”
Sunoto, 1985, menyatakan kegunaan filsafat baik secara teoritis maupun
praktis adalah:
1) Melatih diri utk berfikir kritis, runtut dan menyusun hasil pikiran tsb scr
sistematis;
2) Menambah pandangan dan cakrawala yg lebih luas agar tdk berpikiran
sempit dan tertutup;
3) Melatih diri, melakukan penelitian, pengkajian dan memutuskan atau
mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam dan
komprehensif;
4) Menjadikan diri bersifat dinamik dan terbuka dlm menghadapi berbagai
problem;
5) Membuat diri mjd manusia yg penuh toleransi dan tenggang rasa;
6) Menjadi alat yg berguna bagi manusia, baik utk kepentingan pribadinya
maupun dlm hubungannya dg org lain;
7) Menyadari akan kedudukan manusia, bak sbg pribadi maupun dlm hub
dg org lain, alam sekitar dan Tuhan YME;
8) Menjadikan manusia lebih taat kepada Tuhan YME.
Fungsi Filsafat “Pancasila”
Terkait dengan ilmu pengetahuan, filsafat
berfungsi sebagai interdisipliner sistem, artinya filsafat
dpt berfungsi menghubungkan ilmu pengetahuan yang
sangat kompleks. Filsafat berfungsi sbg tempat
bertemunya berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Nastiti, menyebutkan fungsi filsafat menjadi 2
hal, sbb:
a. Fungsi teoritis, meliputi:
1) Sbg dasar atau sumber dr ilmu yang lain;
2) Pemberi asas2 yg murni yg lain (axiomata);
3) Pemberi kode atau cara pembuatan definisi (definisi
nominalis, realis, operasional) dan cara pembuktian;
4) Sebagai petunjuk utk berfikir ilmiah;
5) .....
5) Sebagai pemersatu terhadap ilmu yg lain dg
mendapatkan prinsip2 dasar yg umum (hakikat) akan
mempermudah manusia dlm menghadapi masalah yg
berhubungan dengan inti itu, mempermudah manusia
utk menjelaskan dlm perbuatan berdasarkan prinsip2 yg
telah ditemukan;
6) Sebagai perangkai terhadap ilmu pengetahuan yg lain;
7) Sebagai penafsiran (memberi interpretasi) dg
menunjukkan makna yang terdalam dlm kehidupan
kebudayaan;
8) Sebagai akumulasi, maksudnya merupakan akumulasi
dari pola2 pemikiran yg fundamental dan hakiki
sepanjang sejarah kehidupan manusia akan kebudayaan.
Fungsi Filsafat “Pancasila”

b. Fungsi praktis, meliputi:


1) Sbg pendorong manusia utk mjd pemikir yg
kritis dan berfikir secara jelas dan tepat utk
menemukan tujuan hidupnya yg menjadi
pengarah atau tingkah lakunya;
2) Sebagai pembangunan hidup kemanusiaan yang
mempunyai hubungan yang berarti dengan alam
semesta tempat manusia bersikap bijaksana
dalam berbuat/bertingkah laku.
…to be continued...

63

Anda mungkin juga menyukai