Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah saya dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kirimkan shalawat serta salam kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan
seluruh ummatNya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan yang berjudul “Pancasila
Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional”.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, khususnya kepada bapak Dr. Zubairi M.Pd selaku Dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya memperoleh banyak manfaat
setelah menyusun makalah ini.
Akhirul kalam, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Karena itu
saya mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang.
Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.
Demikian makalah ini saya susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk
secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada
ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup
panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila yang diterapkan di Indonesia bila
dibandingkan dengan ideologi besar lain di dunia mempunyai suatu perbedaan. Di satu sisi
terkadang perbedaan tersebut terasa dekat dan tipis, tetapi di sisi lainnya perbedaan tersebut
sangat jauh dan sangat berbeda. Suatu masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai
suatu pandangan hidup yaitu merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek
hidup dan kehidupan bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan. Filsafat yang
dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan
pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-
nilai filsafat tersebut. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan
mewariskan sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat
yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk
menjamin supaya pendidikan dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan-landasan
filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai
pendidikan. Hubungan filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting, sebab filsafat menjadi
dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun proses
pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai.
Filsafat menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan merupakan usaha dalam
merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku dan membina
kepribadian manusia. Bruner dan Burns dalam bukunya Problem in Education and
Philosophy mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupakan tujuan filsafat, yaitu
untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendidikan
merupakan realisasi dari ide-ide filsafat, filsafat memberi asas kepastian bagi peranan
pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan,
lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan. Dari uraian tersebut di atas diperoleh hubungan
fungsional antara filsafat dengan teori pendidikan. Filsafat dalam arti filosofis merupakan
satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori pendidikan dan memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut
aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata serta memberi
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Dengan mendasarkan pada hal di atas maka terdapat sejumlah pertanyaan mendasar, apakah
implementasi sistem pendidikan nasional bangsa ini sudah mencerminkan pandangan-
pandangan filosofis yang berakar pada Pancasila?
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Khusus :
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat dapat diartikan sebagai cara hidup manusia sepanjang kehidupan nya di dunia.
Cita-cita manusia selalu berkaitan dengan falsafa kehidupannya. Kata filsafat berasal dari
bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy sedangkan dalam
bahasa Yunani philein atau philos dan sofein atau sophi.
Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah, yang
artinya al -hikmah. Philos, arinya cinta sedangkan sophia, artinya kebijaksanaan. Dengan
demikian, filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanna atau al -hikmah.” Orang yang
mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaraan disebut dengan filsuf. Filsuf selalu
mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas. Mencari kebenaran dan
pendekatan filsofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran hingga ke akar-
akarnya yang dilakukan secara mendalam. Beberapa definisi filsafat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan
sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang
digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama
dalam berpikir. Dengan demikian, kebenaran berpikir yang rasional, logis,
sistematis,kritis, radikal, dan universal.
2. Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa
sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segalah hal yang
menyangkut keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian
kebenaran filosofi tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tidak mengenal
pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun,
kebenarannya masih di ragukan. Dikatakan mengenal kata puas karena kebenaran
akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan
pengetahuan.
Sistem pendidikan yang dialami sekarang ini merupakan hasil perkembangan pendidikan
yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri,
tetapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi, dan budaya
(Jalaludin, 2007:168). Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam menunjang
kemajuan sebuah bangsa. Pasal 2 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal 3 UU
No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan bahwa Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Apa yang tertuang dalam
kedua pasal tersebut di atas secara jelas menyatakan bahwa pendidikan sangat bernilai
strategis untuk diwujudkan dalam rangka kemajuan peradaban bangsa Indonesia ini. Aspek-
aspek yang hendak diwujudkan melalui sistem pendidikan nasional secara komprehensif
adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia yang diidealkan, yakni memenuhi semua
tuntutan kodrat kemanusiaan manusia. Pendidikan, selain sebagai sarana transfer ilmu
pengetahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa
kepada generasi selanjutnya yang sekali lagi hanya dapat dilakukan melalui pendidikan.
Suatu bangsa akan menajdi kuat dengan sistem pendidikannya yang kuat dan baik
kualitasnya. Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsanya.
Oleh karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari, dan mencerminkan
identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa Indonesia, tujuan nasional dan hasarat
luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 sebagi perwujudan jiwa dan
nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang
bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Hal inilah yang
menjadi alasan mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional,
sedangkan filsafat pendidikan pancasila adalah subsistem dar sistem negara Pancasila.
Dengan kata lain, sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam
berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat (Jalaludin, 2007:170).
Dengan melihat dan memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan
bangsa, khususnya dalam menumbuh kembangkan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang
pada akhirya menentukan eksistensi dan martabat banga, maka sistem pendidikan nasional
dan filsafat pendidikan Pancasla seharusnya terbina dengan konsisten . Filsafat pendidikan
Pancasila merupakan aspek ruhaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional (Jalaludin,
2007:170). Oleh karenanya menjadi sangat logis bahwa sistem pendidikan nasional yang
dibangun dan hendak ditumbuhkembangkan dengan baik harus dijiwai oleh sistem filsafat
pendidikan Pancasila. Filsafat pendidikan Pancasila sebagai fondasi yang akan membantu
mewujudkan manusia yang diidealkan oleh Pancasila yang dapat berkembang sempurna
semua aspek kediriannya.
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia adalah negara yang
berdasarkan pada Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa
pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran
nasional. Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya
suatu negara (Rapar; 1988). Demikian juga dengan Indonesia, pendidikan selain sebagai
sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan
ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya. Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai
bangsa-bangsa lainnya dengan sistem pendidikannya yang kuat demikian juga sebaliknya
sistem pendidikan yang lemah akan menjadikan suatu bangsa tidak berdaya (Tadjab; 1994).
Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa yang
dianutnya. Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan
berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan
ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai
dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajar apabila
dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia
diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan. nasional yang bertumpu dan dijiwai
oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa
filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional dan sistem filsafat pendidikan
Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila.
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanyadan dari segi
materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988. 17).
Pancasila merupakan dasar Negara yang membedakan dengan bansa lain. Filsafat adalah cara
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu.
Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan
berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau
dari filsafat pendidikan maka dapat kita jabarkan bahwa pancasila adalah pandangan hidup
bengsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-
sila pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai
pancasila itu dapat dilaksanankan. Dalam hal ini tentunya pendidikanlah yang berperan
utama. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjiwai dalam sstem
pendidikan nasional, dengan perkataan lain bila dihubungkan Pancasila dengan kanyataan
yang ada dalam system pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan, karena pendidikan
nasional itu dasarnya adalah pancasiladan UUD 1945. Jadi ini merupakan kesatuan yang
utuh.
Ontologi adalah cabang filsafat yang masalah pokoknya adalah mempertanyakan mengenai
kenyataan atau realitas. Persoalan-persoalan ini identik dengan pembicaraan mengenai
hakikat “ada”. Hakikat “ada” dapat berarti tidak apa-apa, karena merujuk dan menunjuk pada
hal umum (abstrak umum universal). Hampir sama dengan aristoteles yang mengungkap
bahwa ontologism adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan
atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Pengertian ini baru menjadi
kongkret sejauh diberikan sesuatu dibelakangnya (Sutrisno, 1984:82). Demikian halnya
dengan Pancasila sebagai filsafat, ia memiliki isi yang abstrak umum dan universal.
Pengertian abstrak umum dan universal dalam hal ini adalah pengertian pokok yang terdapat
dalam setiap unsur-unsur sila dari Pancasila. Pancasila terdiri dari sila-sila yang mempunyai
awalan dan juga kahiran, yang dalam tata bahasa membuat abstrak; dari kata dasarnya yang
artinya meliputi hal yang jumlahnya tidak terbatas dan tidak berubah, terlepas darii keadaan,
tempat dan waktu. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjiwai
sistem pendidikan nasional tidak bisa dipisahkan denga kenyataan yang ada, karena
pendidikan nasional itu dasarnya adalah Pancasila dan UUD 1945, sehingga hal ini menjadi
bentuk kesatuan yang utuh. Hal inilah yang kemudian secara konsisten harus masuk didalam
tujuan dari sistem pendidikan nasional yang disebutkan untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Epistemologi ialah studi filsafat yang berfokus pada sumber, syarat, dan proses terjadinya
ilmu pengetahuan, batas validitas, serta hakikat ilmu pengetahuan. Melalui filsafat kita dapt
menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan da kesejahteraan
hidup, pergaulan dan berwarga negara. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan cakupan pengetahuan,
pengandaian- pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W. Hamlyan mendefinisikan
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat
diandalkan sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Menurut Titus (1984 :
20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas Maha sumber ialah
Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang
tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai
subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi
nurani.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan,
nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini
merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam
masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang
mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan
masyarakat, berbansa, dan bernegara. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan
pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan
sosial. Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan
tindakannya. Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang
mahaesa, tetapi juga adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta kasih
sebagai perwujudan akal budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan usaha
manusia guna semakin mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta sesama. Nilai cinta
inilah yang menjadi sumber energi bagi darma bakti dan pengabdiannya untuk selalu
berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas normatif ini bersifat ontologis pula, karena
sifat dan potensi pribadi manusia berkembang dari potensialitas menuju aktualitas, dari
real-self menuju ideal-self , bahkan dari kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis
menuju perkembangan teleologis ini pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika kepribadian
yang disadari (tidak didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta diri). Nilai instrinsik
ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan luhur dan ideal,
meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan teleologis; normatif
dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam dan hukum
moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial, spiritual, supranatural
dan suprarasional. Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi
(real-self dan ideal-self ), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi
kehidupan abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil dari penulisan makalah ini ialah
1. Filsafat pendidikan Pancasila sebagai ruh dari sistem pendidikan nasional di Indonesia
harus benar-benar dihayati sebagai sumber nilai dan rujukan dalam perencanaan
strategis dibidang pendidikan di Indonesia. Segenap perubahan yang dimungkinkan
dalam sebuah sistem pendidikan nasional, sebagai sebuah keniscayaan dalam
menghadapi semua perubahan jaman, harus mempertimbangkan Pancasila sebagai
kerangka acuan, yang berarti perubahan yang dimungkinkan adalah perubahan yang
tidak berkaiatan dengan nilai dasarnya tetapi perubahan dalam aspek instrumentalnya,
sebagaimana misalnya dalam kebijakan Kurikulum 2013 saat ini.
B. SARAN
Dewasa ini pengamalan pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di era
globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini harus
segera ditangani dengan cara meningkatkan penanaman pengamalan Pancasila melalui
pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi juga diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara akan
pentingya pengamalan Pancasila dan mempertahankannya
DAFTAR PUSTAKA
.“
”.
Kaelan. 1996.
Filsafat Pancasila