Anda di halaman 1dari 52

Bedah buku PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN karangan Ani Sri

Rahayu, S.IP.,M.AP.

BAB 1
PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan diseluruh dunia.
Meskipun dengan berbagai istilah dan nama. Mata kuliah tersebut sering disebut civil
education, citizenship education, dan bahkan ada yang menyebut democracy education.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dewasa ini sebagai sintetis yang
berlandaskan filsafat Pancasila, mengandung muatan identitas nasional dan mengandung
makna Pendidikan bela negara.
Kesadaraan demokrasi dan impelementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan
basis filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa
tersebut, serta dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban. Dengan Pendidikan Pancasila kan
Kewarganegaraan diharapkan intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai
warga negara yang demokratis, religious, berkemanusiaan, dan berkeadaban.

B. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


Berdasarkan keputusan DIRJEN Dikti No. 43/Dikti/Kep/2006, tujuan Pendidikan
Pancasila dan kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi, misi, dan kompetensi
sebagai berikut.
Visi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi,
guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia
seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa
adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki fungsi intelektual, religious,
berkemanusiaan, dan cinta tanah air dan bangsanya.
Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dsar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengambangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni rasa
bertanggung jawab dan bermoral
Oleh karena itu, kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi
ilmuan yang professional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokrasi,
keberadaban.
C. LANDASAN ILMIAH DAN LANDASAN HUKUM
1. Dasar Ilmiah
Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermaksna bagi negara
dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perubahan dan perkembangan masa
depannya. Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga negara
dan negara, serta Pendidikan pendahuluan bela negara yang semua ini dipijak pada
nilai nilai budaya seta dasar filosofi bangsa. Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yaitu untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara,
serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan
filsafat bangsa Indonesia. Sebagai suatu perbandingan di berbagai negara juga
dikembangkan materi Pendidikan Umum sebagai pembekalan nila nilai yang
mendasari sikap dan berilaku warga negaranya.
 Amerika Serikat : history, humanity and philodoply
 Jepang : Japanese history ethnic and philosophy
 Filiphina : philiphino, family planning, taxation and land reform
2. Landasan Hukum
1) UUD 1945
2) TAP MPR No II/MPR/1999 GBHN
3) UU No 30 th 2002 tentang pertahanan negara
4) UU NO 20 th 2003
5) Surat kep Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional No. 43/DIKTI/Kep/2006.

BAB II
FILSAFAT PANCASILA

A. PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia.
Pengertian Filsafat juga bisa diketahui dari beberapa bahasa. Secara etimologi “filsafat” berasal
dari bahasa Yunani “philien” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atu
“kebijaksanaan” atua “wisdom” (Nasution 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah
mengandung makna cinta kebijaksanaan. Jadi manusia dalam kehidupan pasti memilih apa
pandangan dalam hidup yang dianggap paling benar, paling baik, dan membawa kesejahteraaan
dalam kehidupannya, dan pilihan manusia sebagi suatu pandangan dalam hidupnya itulah yang
disebut filsafat.
Ditinjau dari lingkup pembahasannya, maka filsafat meliputi banyak bidang bahasan antara
lain tentang manusia, masyarakat alam, pengetahuan, etika, logika, agama, estetika, dan bidang
lainnya. Seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan maka muncul dan berkembang juga
ilmu filsafat yang berkaitan dengan bidang ilmu tertentu, misalnya filsafat sosial, filsafat hukum,
filsafat politik, filsafat bahasa, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat lingkungan, filsafat agama, dan
filsafat yang berkaitan dengan ilmu bidang lainnya.

Keseluruhan arti filsafat yang meliputi masalah tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2
macam sebagai berikut:
Pertama, Filsafat sebagi produk mencakup pengertian
1. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep
dari para filsuf pada zaman dahulu, teori atau sistem pada pandangan tertentu, yang
merupakan hasil dari proses berfilsafat dan mempunyai ciri-ciri tertentu.
2. Filsafat sebagai suatu jenis problem yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil aktifitas
berfilsafat.
Kedua, Filsafat sebagai suatu proses mencakup pengertian
Filsafat yang diartikan sebagi bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses pemecahan
suatu permasalahan atau permasalahan dengan menggunakan suatu cara atau metode
tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Filsafat dalam pengertian ini tidak
lagi merupakan sekumpulan dogma yang hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagi
suatu sistem nilai tertentu, tetapi lebih merupakan suatu aktifitas berfilsafat, suatu proses
dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode sendiri.

B. PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM


Sistem adalah suatu kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, salling
bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang utuh,
Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi-fungsi sendiri
3. Saling berhubungan saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5. Terjadi dala suatu lingkaran yang kompleks (Shore and Voich,1974:22)
Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatua. Dasar filsafat negara
Indonesia terdiri dari lima sila masing-masing merupakan suatu asasperadapan, setiap
sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan pancasila. Maka dasar
filsafat negara Pancasila merupakan satu keastuan yang bersifat majemuk tunggal
(majemuk artinya banyak) dan (tunggal artinya satu). Konsekuensinya setiap sila tidak
dapat berdiri sendiri terpisah dari sila lainnya.

Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian dalam bagian-bagian, sila-
silanya saling berhubungan dengan erat , sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila sebagai suatu sistem yang juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung
dalam pancasila yaitu, pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-
nilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan suati sistem
filsafat lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan
sebaginya.

Kenyataan pancasila yang seperti itu disebut kenyataan objektif yaitu bahwa kenyataan itu
ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau dari pengetahuan seseorang,
pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem filsafat-filsafat
lainnya misalnyaliberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat lainnya. Oleh karena
itu, Pancasila sebagai suatu sistem filsafat akan memberikan ciri-ciri yang khas, yang kusus yang
tidak terdapat pada sistem filsafat lainnya.

C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA


1. Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramida

Susunan Pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramida. Pengertian matematika
piramida digunakan untuk menggambarkan hubungan hirarki sila-sila dari pancasila dalam
urut-urutan luas (kuantitas)dan juga dalam hal yang sifat-sifatnya (kualitas). Pancasila
merupakan satu kesatuan yang bulat, oleh karena itu, pancasila tidak dapat dipergunakan
sebagai azas kerohanian bagi Negara. Disamping itu, jika tiap-tiap sila dapat artikan dalam
berbagai keingan, maka artinya keberadaan pancasila sudah dianggap tidak ada.
Dalam susunan Heararkis dan piramida ini, maka Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia, Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang
membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan
keadilan sosial demikan selanjutnya sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila
lainnya.

Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem bersifat heararkis dan
berbentuk piramida adalah sebagi berikut: bahwa adanya hakikat adanya Tuhan adalah ada

Karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai Causa prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada
termasuk manusia ada kerena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan
(sila 1). Adapun manusia adalah sebagai objek pendukung pokok Negara, karena Negara
adalah lembaga kemanusiaan, negara adlah sebagai persekutuan hidup bersama yang
anggotanya adalah manusia (Sila 2). Maka negara adalah akibat adanaya manusia yang bersatu
(Sila 3), sehungga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Pada rakyat
pada hakikatnya merupakan unsur nrgara disamping wilayah dan pemerintah. Rakyat sebagai
totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (Sila 4). Keadilan pada hakikatnya
merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan perkataan lain keadilan
sosial (Sila 5) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut
Negara.

2. Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi

Untuk kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila dipersatukan
dengan rumus hierarkhis tersebut diatas.

a. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang
adil dan beradap, yang berpesatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
b. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradap adalah kemanusiaan yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
c. Sila ketiga: perastuan Indonesia adalah persatuan yang berkeTuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradap, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
d. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebujaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang berkeTuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradap, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
e. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
berkeTuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradap, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

D. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT


Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan
mempunyai bentuk piramidal , digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila
dalam pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan
sila-sila pancasila dalam arti formal logis. Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan sistem
filsafat memiliki, dasar ontologis, dasar epistomologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda
dengan sistem filsafat lainnya misalnya materialisme, leberalisme, pragmatisme, komunisme, dan
lain paham filsafat dunia.
1. Dasar Ontologis sila-sila Pancasila
Dasar ontologis pancasila pada umumnya adalah manusia, yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis. Subjek pendukung poko sila-sila pancasila adalah pancasila, hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha esa, yang Berkemanusiaan
Yang Adil dan Beradap, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkepribadian sosial pada
hakikatnya adalah manusia (Notonogoro, 1975:23). Adapun pendukung pokok negara adalah
rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jika didalam filsafat
pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila Manusia.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, jiwa jasmani, dan rohani, sifat kodrat manusia
adalah sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sabagai
mahluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Landasan sila-sila
Pancasila yaitu Tuhan Manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab adapun Negara sebagai
akibat.

2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila


Sebagai suatu idiologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik
loyalitas dari pendukungnya yaitu: 1.) Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya, 2) Pathos yaitu
penghayatan, 3) Ethos yaitu kesusilaaannya. Dasar epitemologis pancasila pada hakikatnya tidak
dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu idiologi bersumber pada
nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Soeryanto, 1991:50). Oleh karena itu dasar
epitomologis pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Kalau manusia merupakan dasar ontopologi dari pancasila dengan demikian mempunyai inplikasi
pada bangunan epistomologi, yaitu bangunan epistomologis yang ditempatkan dalam bangunan
filsafat manusia.
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistomologis yang pertama tentang sumber
pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak
pengetahuan manusia. Susunan arti pencasila meliputi 3 hal yaitu pertama isi pancasila yang
umum universal yaitu hakikat sila-sila pancasila. Kedua, isi pancasila yang umum dan kolektif
yaitu pancasila sebagai pedoman kolektif negara berbangsa indonesia terutama dalam tertib
hukum Indonesia. Ketiga, isi pancasila yang bersifat khusus dan konkrit

3. Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila


Sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar
aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pacasila pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan. Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai apa saja yang ada serata
bagaimana nilai hubungan nilai tersebut dengan manusia. Max Scheler mengemukakan nilai pada
hakikatnya berjenjang jadi tidakj sama tingginya dan tidak sam leluhurnya. Nilai-nilai itu pada
kenyataannya ada yang rendah dan ada yang rendah bilaman dibandingkan dengan satu sama
lainnya. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur yaitu dengan menggunakan indara maupun
dengan alat pengukur lainnya yaitu berat, panjang, lebar, luas dan sabainya. Dalam menilai hal-
hal yang bersifat rohaniah yang menjadi alat ukur adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh
indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa, serta keakinan manusia. Dengan demikian nilai-nilai
pancasila yang tergolong nilai rohani itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan
harmonis yaitu: nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai
moral maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematis.
a. Teori Nilai
Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan
sebagai berikut:
1. Nilai-nilai kenikmatan dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang mengenakan
dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak
enak.
2. Nilai-nilai kehidupan dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan misalnya kesehatan.
3. Nilai-nilai kejiwaan dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama
sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai
semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai
dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan
tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.
b. Nilai-nilai pancasila sebagai sistem
Substensi pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilansebagai pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum atau kolektis yang bersifat aktualisasi.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila I sampai dengan sila V pancasila merupakan
cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa indonesia yang akan diwujudkan dalam
kehidupannya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu mempunyai tingkatan
dan bobot yang berbeda, namun nilai-nilai tidak saling bertentangan. Akan tetapi nilai-
nilai itu saling melengkapi. Dengan demikian berarti nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila merupakan satu keastuan yang bulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling
berhubungan secara erat dan nilai-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari nilai
lainnya.
Pengertian Pancasila itu merupakan suatu sistem nilai dapat dilacak dari sila-sila
pancasila yang merupakan suatu sistem. Sila-sila itu merupakan kesatuan Organik.
Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan dengan erat, bahkan
saling mengkualifikasi. Sauatu hal yang diberikan penekanan yang terlebih dahulu
yakni meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu mempunyai tingkatan
dan bobot nilai yang bebeda berarti ada “keharusan” untuk menghormati nilai yang
lebih tinggi, nilai-nilai yang berbeda tingkatan dan bobot nilainya itu tidak saling
berlawanan atau bertentangan, melainkan saling melengkapi.

E. PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR FUNDAMENTAL BAGI BANGSA


INDONESIA
1. DASAR FILOSOFI
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis. Oleh
karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila Pancasila merupakan suatu
kesatuan bulat, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila
Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Karena merupakan suatu sistem filsafat
maka kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri melainkan
memiliki esensi makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofis dari sila-sila Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
adalah bahwa Pacasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia,
mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangasaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Adapun Negara yang didirikan oleh manusia berdasarkan pada kodrat bahwa
manusia sebagai warga dari Negara menjadi persekutuan hidup adalah berkedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama).
Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila
kedua).
Untuk terwujudnya suatu Negara sebagai organisasi hidup manusia maka harus
membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagai suatu bangsa (hakikat sial
ketiga).
Suatu keharusan bahwa Negara harus bersifat demokratis hak serta kekuasaan
rakyat harus dijamin bak sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila
keempat).
Untuk mewujudkan tujukan Negara sebagai tujuan bersama dari selulruh warga
Negaranya maka dalam hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan
bagi seluruh warganya, sehingga untuk mewujudkan tujuan yang timbul dalam
kehidupan bersama atau kehidupan sosial (hakikat sila kelima).
Secara kausalitas nilai-nilai Pancasila bersifat objrktif dan subjektif. Artinya esensi
nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan, sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada
Negara lain walaupun barangkali namanya bukan Pancasila. Artinya jika suatu
Negara menggunakan prinsip filosofi bahwa Negara Berketuhanan, Berkemanusiaan,
Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya
menggunakan dasar filsafat dari sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Rumusan dari sila-sila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena
merupakan suatu nilai.
b. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keaagamaan.
c. Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945, menurut ilmu hokum memenuhi
syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan
suatu sumber hokum positif Indonesia. Oleh karena itu, dalam hierarki suatu
tertib hukum yang tinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara
hokum, sehingga terlekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai
konsekuensinya jika nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 itu diubah, maka sama halnya dengan pembubaran Negara
Proklamasi 1945, hal ini sebagaimana terkandung dalam ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966, diperkuat Tap. No. V/MPR/1973 dan Tap. No. IX/MPR/1978.

Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-


nilai Pancasila bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian
itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai kausalitas. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis,
serta refleksi filosofis bangsa Indonesia.
b. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) banyak bangsa
Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber
nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA


Nilai-niai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia pada hakikatnya
merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam Negara Indonesia. Sebagai suatu
sumber dari hukum dasar, secara objektif merupakan suatu pandangan hidup,
kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana
kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945
didapatkan dan diabstrakkan oleh para pendiri Negara menjadi lima sila dan
ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Hal ini sebagaiman ditetapkan dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1966.
Adapun pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung 4 pokok pikiran yaitu :
1. Pokok poikiran pertama menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara
persatuan, yaitu Negara yang meindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini
merupakan penjabaran sila ketiga.
2. Pokok pikiran kedua yaitu menyatakan bahwa Negara hendak mewujudakn suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga Negara. Mencerdasan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila
kelima.
3. Pokok pikiran ketiga yaitu menyatakan bahwa Negara berkedaulatan rakyat.
Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini
menunjukkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yaitu kedaulatan
di tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
4. Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa, Negara berdasarkan atas Ketuhanan
yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini
mengandung arti bahwa Negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua
agama dalam pergaulan hidup Negara. Hal ini merupakan pwnjabaran sila
pertama dan kedua.
F. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-
cita, dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-
pengertian dasar. Dengan demikian, ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide,
pengertian dasar, gagasan, dan cita-cita.
Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya
bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok
orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai
adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup
masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan lain perkataan unsur-unsur yang
merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat
Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materealis (asal bahan) Pancasila.
G. MAKNA NILAI-NILAI SETIAP SILA PANCASILA
1. Ketuhanan yang Maha Esa
Terkandung nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan
tujuan manusia sebagi makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, segala hal
yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan pelaksanaan Negara bahkan moral
Negara, moral peraturan perundang-undangan, kebebasan dan hak asasi warga
Negara harus dijiwai nilai-nlai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk beradab. Oleh karena itu, dalam
kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan Negara harus
mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama
hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan
perundang-undasngan Negara.
3. Persatuan Indonesia
Dalam sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sabagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara
elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa ras, suku, kelompok, golongan-
golongan maupun kelompok agama. Oleh karena itu, perbedaan adalah bawaan
kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
Negara.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Dan
Perwakilan Sosial
Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat
manusia dalam suatu wilayah Negara.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang tekandung dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
didasari oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaatan perwakilan. Dalam kelima sila tersebut terkandung nilai-nilai
yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan hidup bersama.

H. PANCASILA SEBAGAI DASAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA


Setiap bangsa di dunia senantiasa memiliki suatu cita-cita sera pandangan hidup yang
merupan suatu basis nilai dalam setiap pemecahan masalah yang dihadapi oleh bangsa
tersebut. Bangsa yang hidup dalam suatu kawasan Negara bukan terjadi secara kebetulan
melainkan melalui suatu perkembangan kausalitas, dan hal ini menurut Ernest Renan dan
Hans Khons sebagai suatu proses sejarah terbentuknya suatu bangsa, sehingga unsur kesatuan
atau nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa tersebut.
Meskipun bangsa Indonesia terbentuk melalui proses penjajahan bangsa asing, namun tatkala
akan mendirikan suatu Negara telah memiilki suatu landasan filosofis yang merupakan suatu
esensi kultural rligius dari bangsa Indonesia sendiri yaitu berketuhanan, berkemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan. Hal ini yang oleh Notonagoro bangsa
Indonesia disebut sebagai kausa materialis Pancasila (Notonagoro, 1975).

BAB III
IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional


Istilah Identitas Nasional secara termologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
filosofis yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Setiap bangsa di dunia akan
memiliki identitas sendiri sendiri sesuai dengan keunikan, ciri ciri serta karakter dari bangsa
tersebut.
Berdasarkan hakikat pengertian Identitas Nasional adalah suatu bangsa tidak dapat dipisahkan
dengan jati diri bangsa atau lebih populer disebut kepribadian suatu bangsa.
Pengertian kepribadian sebagai suatu Identitas maksudnya bahwa manusia sebagai individu
sulit dipahami manakala ia terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia melakukan
interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki sifat kebiasaan, tingkah laku atau
karakteristik yang membedakan manusia itu dengan manusia yang lainnya.
Pengertian umum kepribadian sebagi suatu identitas adalah keseluruhan atau loyalitas dari
faktor faktor biologis, psikologis, sosiologis yang mendasar tingkah laku individu. Oleh karena itu
kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan
manusia lain.
Pengertian Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai
persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter
yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu
“kesatuan nasional”.
Pengertian Kepribadiaaan sebagai Identitas Nasional Suatu Bangsa adalah keseluruhan atau
totalitas dari kepribadian kepribadian individu individu sebagai unsur yang membentuk bangsa
tersebut. Dalam hubungannya dengan identitas nasional indonesia, kepribadian bangsa indonesia
kiranya sangat sulit jika hanya dideskripsikan berdasarkan ciri khas fisik. Hal itu melihat bangsa
indonesia terdiri dari berbagai macam unsur etnis, ras, suku, kebudayaan dan agama. Oleh sebab
itu identitas nasional juga harus dipahami dalam arti dinamis yaitu bagaimana bangsa itu
melakukan akselerasi dalam pembangunan termasuk proses interaksinya secara global dengan
bangsa bangsa lain di dunia internasional.
Bagi bangsa indonesia dimensi dinamis identitas nasional indonesia belum menunjukan
perkembangan ke arah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa indonesia mengalami
kemerdekaan 17 agustus 1945, berbagai perkembangan ke arah kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan mengalami kemerosotan dari segi identitas nasional.
Setelah dekrit presiden 5 juli 1959 bangsa indonesia kembali ke UUD. Pada saat itu dikenal
orde lama dengan penekanan kepada kepemimpinan yang sifatnya sentralistik. Pada periode
tersebut paham momunis berkembang ditandai dengan timbulnya G30SPKI.
Kejatuhan orde lama ditandai dengan adanya orde baru dan munculnya pemimpin yang kuat
yaitu Jenderal Soeharto yang banyak mengembangkan program pengembangan nasional yang
populer dengan program repelita. Pada masa ini maraknya terjadi KKN sehingga konsekuensi
identitas nasional indonesia saat itu dikenal sebagai bangsa yang korup
Pada kekuasaaan orde baru bangsa indonesia melakukan gerakan nasional yang populer
dewasa ini disebut gerakan reformasi yang ditokohi oleh kalangan elit politik dengan tujuan
peningkatan kesejahteraan atas kehidupan rakyat.
Dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, bangsa indonesia harus
memilki visi yang jelas dalam melakukan reformasi melalui dasar filososfi bangsa dan negara yaitu
Bhinneka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi bangsa Indonesia.

B. Faktor Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional


Faktor faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional adalah:
1. Faktor objektif yang meliputi faktor geografis, ekologis dan demografis
2. Faktor subjektif yaitu faktor historis, sosial, politik dan kebudayaan yang dimiliki bangsa
indonesia.
Robert de Ventos, mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa
sebagai hasil interaksi historis yaitu diantara empat faktor penting : faktor primer, faktor
pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif.
1. Faktor pertama, mencakup etsinitas, teritorial, bahasa, agama, dsb
2. Faktor kedua, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan negara.
3. Faktor ketiga, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi dan pemantapan sistem pendidikan nasional
4. Faktor keempat, meliputi penindasan, dominasi dan pancarian identitas alternatif melalui
memori kolektif rakyat.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan idnetitas
nasional bangsa indonesia yang telah berkembaang dari masa sebelum bangsa indonesia
mencapai kemerdekaan.

C. Pancasila Seagai Kepribadian dan Identitas Nasional


Tatkala bangsa indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah
prinsip prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Para pendiri
bangsa menyadari akan pentingnya filsafat ini, kemudian melakukan suatu penyelidikan oleh
BPUPKI. Prinsip prinsip dasar itu ditemukan yang diangkat dari filsafat hidup bangsa indonesia
yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara indonesia pada hakikatnya bersumber
kepada nilai nilai budaya dan keagamaan yang dimilki oleh bangsa indonesia sebagai kepribadian
bangsa. Jadi filsafat pancasila itu bukan muncul secara tiba tiba dan dipaksakan melainkan melalui
suatu fase historis yang cukup panjang.

BAB IV
DEMOKRASI INDONESIA

A. DEMOKRASI DAN IMPLEMENTASINYA


Pembahasan tentang peranan Negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah
tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hampir semua Negara di dunia ini
telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh
hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan
Timur, sementara di Negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada Negara dan
masyarakat hidup dalam porsi berbeda-beda (kendati sama-sama Negara demokrasi). Kedua,
demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata
demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1955:1).

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam system pemerintahan, demokrasi


juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti :

1. Sistem presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan member dua
kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala Negara dan kepala pemerintahan.
2. Sistem parlementer yang meletakkan pemerintah di pimpin oleh perdana menteri yang
hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala Negara, sebab kepala
negaranya bisa diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi symbol kedaulatan
dan persatuan.
3. Sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari
parlemen.

Di beberapa Negara ada yang menggunakan system campuran antara presidensial


dengan parlementer, yang antara lain dapat dilihat dari system ketatanegaraan di Prancis atau
Indonesia berdasar UUD 1945.

Dengan alas an tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya
disepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan Negara ternyata memberikan
implikasi yang berbeda di antaraa pemakai-pemakainya bagi peranan Negara.

B. ARTI PERKEMBANGAN DEMOKRASI


Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari Yunani, “demos” berarti rakyat dan
“kratos / kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa”
(government of rule by the people). Adapula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang
diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Konsep demokrasi semua lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan hokum
di Yunani Kuno dan di praktikkan dalam hidup bernegara di abad ke-4 sebelum masehi sampai
abad 6 masehi. Pada waktu itu dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang di praktikkan
bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan
politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan
prosedur mayoritas.
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat ketika
bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad
Pertengahan (600-1400). Masyarakat abad Pertengahan ini dicirikan oleh struktur social yang
feudal; kehidupan social dan spiritualnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama,
sedangkan kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan di antara para bangsawan.
Dengan demikian, masyarakat abad Pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan feudal dan
kekuasaan pemimpin-pemimpin agama, sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai
masa kegelapan. Kendati begitu, ada sesuatu yang penting berkenaan dengan demokrasi pada
abad pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen Magna Charta (Piagam Besar), sesuatu piagam
yang berisi semacam perjanjian antara beberapa bangsawan dan Raja John di Inggris bahwa
Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan previlegs bahwasanya sebagai imbalan untuk
penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini, dapat dikatakan
sebagai lahirnya suatu tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, sebab dari piagam tersebut
terlihat adanya dua prinsip dasar : pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; kedua, hak asasi
manusia lebih penting dari pada kedaulatan Raja (Ramdlonnaning. 1983:9).
Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya
Yunani kuno, yang berupa gelombang kebudayaaan dan pemikiran yang dimulai di Italia pada
abad ke 14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan 16. Masa renaissance adalah masa
ketika semua oranag mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan dengan kebebasan
bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai dengan yang dipirkan, karena dasar ide ini
adalah kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang
menguasai atau membatasi dengan ikatan-ikatan.
Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi”
yang dahulu tenggelam dalam abad Pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni revolusi
agama yang terjadi di Eropa Barat pada abad ke-16 yang pada mulanya menunjukkan sebagai
pergerakan perbaikan keadaan dalam Gereja Katolik, tetapi kemudian berkembang menjadi
asas-asas Protestanisme.
Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropa masuk ke
dalam Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk
memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan pada
pemikiran atau akal (rasio) semata-mata yang pada gilirannya kebebasan berfikir ini
menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik. Dari sini timbullah gagasan tentang
hak-hak politik rakyat yang tidak boleh diselewengkan oleh raja, serta timbul kecaman-
kecaman terhadap raja yang pada waktu rezim memerintah dengan kekuasaan tak terbatas
dalam bentuk monarki-monarki absolut.
Dalam kemunculannya sampai saat ini demokrasi telah melahirkan dua konsep
demokrasi yang berkaitan dengan peranan Negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi
konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya senantiasa
dikaitkan dengan konsep Negara hokum (Mahfud, 1999:20)

C. BENTUK-BENTUK DEMOKRASI

Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu pertama, formal
democracy dan kedua, substantive democracy, yaitu menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan (Winantaputra, 2006).

Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Dalam
suatu Negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial,
atau sistem parlementer.

1. Sistem Presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara


langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat.
Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif sepenuhnya berada di tangan presiden. Oleh karena
itu presiden adalah kepala eksekutif dan sekaligus menjadi kepala Negara. Presiden adalah
penguasa dan sekaligus symbol kepemimpinan Negara. (Tim LP3, UMY). Sistem
demokrasi ini sebagaimana diterapkan di Negara Amerika dan Negara Indonesia.
2. Sistem Parlementer : system ini menerapkan model hubungan yang menyatu antara
kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif adalah berada di tangan seorang
perdana menteri. Adapun kepala Negara adalah berada pada seorang ratu, misalnya di
Negara Inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami diatas terdapat beberapa system
demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.
1. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini di dasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia
adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi
ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
2. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di Negara-negara komunis seperti
Rusia, China, Vietnam dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal
akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat,
akhirnya kapitalislah yang menguasai Negara.

D. DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode :
a. Periode 1945-1959, masa demokrasi parlementer yang menonjolkan peranan parlemen
serta partai-partai. Pada masa ini kelemahan demokrasi parlementer member peluang
untuk dominasi partai-partai politik dan DPR. Akibatnya persatuan yang digalang
selama perjuangan melawan musuh bersama akan menjadi kendor.
b. Periode 1959-1965, masa demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah
menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek
dari demokrasi rakyat.
c. Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan
demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal
periode ini adalah Pancasila, UUD 1945, dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka
untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa
Demokrasi Terpimpin.
d. Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada
kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar
lembaga Negara, antara eksekutif, legislative dan yudikatif. Pada masa ini peran partai
politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas baru.

2. Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945


a. Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966)
1. Bidang Politik dan Konstitusional
2. Bidang Ekonomi
a) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan Negara
b) Koperasi
c) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hokum dalam
penggunaannya
d) Peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung
b. Munas III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966)
Asas Negara hukum Pancasila mengandung prinsip :
1) Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hokum, social, ekonomi, cultural dan pendidikan
2) Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh suatu
kekuasaan atau kekuatan lain apa pun
3) Jaminan kepastian hokum dalam setiap persoalan.
c. Simposium Hak-Hak Asasi Manusia (Juni 1967)
Persoalan hak-hak asasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun
mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan
yang wajar di antara tiga hal :
1) Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan
2) Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya
3) Perlunya untuk membina suatu “rapidly expanding economy” (pembangunan
ekonomi secara cepat)
3. Demokrasi Pasca Reformasi
Pembukaan UUD 1945 dalam ilmu hokum memiliki kedudukan sebagai
“staatsfundamentalnorm”, oleh karena itu merupakan sumber hukum positif dalam Negara
Republik Indonesia. Maka prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia selain tercantum
dalam Pembukaan juga berdasarkan pada dasar filsafat Negara Pancasila sila ke-4 yaitu
kerakyatan, yang juga tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia juga di wujudkan
dalam penentuan kekuasaan Negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang
kekuasaan eksekutif Pasal 4 sampai Pasal 16, Legislatif Pasal 19 sampai dengan Pasal 22,
dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.

BAB V
NEGARA DAN KONSTITUSI

A.PENGERTIAN NEGARA
Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada
saat iru. Pada zaman Yunani kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian negara secara
beragam. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M, merumuskan negara dalam bukunya
politica, yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat itu masih dipahami negara disebut
sebagai negara hukum, yang di dalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam
permusyawaratan (ecclesia).
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang merupakan tokoh
Katolik. Ia membagi negara dalam 2 pengertian yaitu Civitas Dei yaitu negara Tuhan dan Civitas
Terrena atau Civitas Diaboli yang artinya negara duniawi. Civitas Terrena ini ditolak oleh
Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau Civitas Dei. Negara Tuhan
bukanlah negara dari dunia ini, melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa
orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang
mewakili negara Tuhan. Meskipun demikian bukan berarti apa yang di luar Gereja itu
terasingkan sama sekali dari civitas Dei (Kusnardi).
Berbeda dengan konsep pengertian negara menurut kedua tokoh pemikir negara tersebut. Nicollo
Machiavelli (1469-1527), yang merumuskan negara sebagai negara kekuasaan, dalam bukunya
‘ll Priciple’ yang dahulu merupakan buku referensi pada raja. Machiavelli memandang negara
dari sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada suatu kekuasaan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan hanya pada suatu
miralitas atau kesusilaan. Teori negara menurut Manchivelli tersebut mendapat tanggapan dan
reaksi yang kuat dari filsuf lain seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704)
dan Rousseau (1712-1778). Mereka mengartikan negara sebagai suatu badan atau organisasi
hasil dari perjanjian masyarakat secara bersama. Menurut mereka, manusia sejak lahir telah
membawa hak-hak asasinya seperti hak untuk hidup, hak milik serta hak kemerdekaan.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan berbagai filsuf, dapat sisimpulkan bahwa
suatu negara memiliki unsur-unsur yang mutlak yang harus ada. Unsur-unsur negara meliputi :
wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pendukung pokok
negara dan tidak terbatas hanya pada satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan
berdaulat.

Negara Indonesia
Meskipun ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk negara, hampir semua negara
memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan terbentuknya negara suatu susunan
negara. Setiap negara di dunia ini memiliki spesifikasi serta ciri-ciri khas masing-masing. Negara
Inggris tumbuh dan berkembang berdasarkan ciri khas bangsa serta wilayah bangsa Inggris.
Mereka tumbuh dan berkembang dilatarbelakangi oleh megahnya kekuasaan kerajaan, sehingga
negara Inggris tumbuh dan berkembang senantiasa terkait dengan eksistensi kerajaan. Negara
Amerika tumbuh dan berkembang dari penduduk imigran yang berpetualang menjelajahibenua,
meskipun bangsa yang dimaksud adalah bangsa Inggris, yang kemudian disusul oleh etnis
didunia seperti Cina dan bangsa Asia lainnya, Prancis, Spanyol, Amerika latin, dan sebagainya.
Oleh karena itu, Negara Amerikan terbentuk melalui integrasi antaretnis dunia. Begitu pula
dengan negara-negara lain yang tumbuh dan berkembang dengan ciri khas bangsa mereka
masing-masing. Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatarbelakangi oleh kekuasaan dan
penindasan bangsa asing seperti penjajahan Belanda dan Jepang. Bangsa Indonesia tumbuh dan
berkembang dilatarbelakangi oleh kesatuan nasib yaitu bersama-sama dalam penderitaan
dibawah penjajahan bangsa asing serta berjuang merebut kemerdekaan. Bangsa Indonesia
bertekad untuk membentuk persekutuan hidup yang disebut bangsa, sebagai unsur pokok negara
melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Isi sumpah merupakan suatu tekad mewujudkan
unsur-unsur negara yaitu satu nusa (wilayah) negar, satu bangsa (rakyat), dan satu bahasa,
sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara, dan dengan sendirinya setelah
kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu pemerintahan bangsa.
Prinsip-prinsip negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung didalam
Pembukaan UUD 1945 alinea I, menjelaskan tentang latarbelakang terbentuknya negara dan
bangsa Indonesia yaitu tentang kemerdekaan adalah kodrat segala bangsa di dunia, dan
penjajahan tidak sesuai dengan kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus dihapuskan.
Alinea ke 2 menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan kemerdekaan. Alinea 3 menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia
Indonesia sebagai bangsa religius yang kemudia pernyataan kemerdekaan. Adapun alinea 4,
menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia, yaitu adanya rakyat Indonesia,
pemerintahan negara Indonesia yang disusun berdasarkan Undang-undang Dasar Negara,
Wilayah Negara, serta dasar filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagaro,1975).

B. KONSTITUSIONALISME
Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara
mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkaitan dengan negara. Organisasi
negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat
dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut
negara (Andrews, 1968:9). Oleh karena itu, kata kuncinya adalah konsensus general agreement.
Jika kesepakatan itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan,
dan pada gilirannya dapat terjadi civil war atau perang sipil, atau dapat pula suatu revolusi.
Dalam sejarah perkembangan negara di dunia peristiwa tersebut terjadi di Prancis tahun 1789, di
Amerika tahun 1776, di Rusia tahun 1917 bahkan di Indonesia terjadi pada tahun 1945, 1965,
dan 1998.
Konesnsus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern dewasa ini
pada umumnya dipahami berdasarkan pada 3 elemen kesepakatan dan konsensu, sebagai berikut
:
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general
acceptance of the same philosophy of goverment).
2. Kesepakatan tentang the Rule of Law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan
negara (the basis of goverment).
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the
form of institusions and procedure). (Andrews 1968: 12).
Kesepakatan pertama yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama yang sangat menentukan
tegaknya konstitusionalisme dan konstitusi dalam suatu negara. Karena ciata-cita bersama itulah
yang pada puncak abstraknya paling mungkin mencerminkan bahkan melahirkan kesamaan-
kesamaan kepentingan diantara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup
di tengah-tengah pliralisme atau kemajemukan.
Bagi bangsa Indonesia dasar filosofi adalah dasar filsafat negara Pancasila. Lima prinsip
dasar yang merupakan dasar filosofi bangsa Indonesia tersebut adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kelima prinsip dasar filosofi merupakan dasar filosofis-filosofis untuk mewujudkan cita-
cita ideal dalam bernegara yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Meningkatkan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan
keadilan sosial.
Kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan
hukum dan konstitusi. Kesepakatan kedua ini juga sangat prinsipa, karena dalam setiap negara
harus ada keyakinan bersama bahwa dalam segala hal dalam penyelenggaraan negara harus
didasarkan atas the Rule of Law. Istilah The Rule of Law harus dipisahkan dengan istilah The
Rule by Law. Dalam istilah terakhir ini, kedudukan hukum (Law) digambarkan hanya bersifat
instrumentalis atau hanya sebagai alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada ditangan orang
atau manusia, yaitu The Rule of Man by Law.
Kesepakatan ketiga, adalah berkenaan dengan :
a. Bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaan
b. Hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain
c. Hubungan antar organ-organ negara itu dengan warga negara
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka isi konstitusi dapat dengan mudah
dirumuskan karena benar-benar mencerminkan keiniginan bersama, berkenaan dengan institusi
kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraanyang hendak dikembangkan dalam kerangka
kehidupan negara berkonstitusi (constitusional state). Kesepakatan itulah yang dirumuskan
dalam dokumen konstitusi yang diharapkan dijadikan pegangan bersama untuk kurun waktu
yang cukup lama.

C. KONSTITUSI INDONESIA
1. Pengantar
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak
yang melontarkanide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Memang amandemen
tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali UUD 1945, tetapi merupakan prosedur
penyempurnaan terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubahnya.
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada suatu kenyataan
sejarah selama masa Orde Lama dan Orde Baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD
memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga
mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden. Karen alatar belakang
politik inilah makna masa Orde Baru berupaya untuk melestarikan UUD 1945 bahkan UUD
1945 seakan-akan bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999,
dimana mandemen pertama dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap
Pasal 9 UUD 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada tahun 2001, dan amandemen
terkahir dilakukan pada tahun dan disahkan pada tanggal 10 Agustus
Demikianlah bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan
ketatanegaraan yang diharapkan membawa kearah perbaikan tingkat kehidupan rakyat. UUD
1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi
rakyat dalam mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur kelembagaan negara
yang lebih demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)


Penegrtian hukum pada dasarnya meliputi 2 macam yaitu; hukum dasar tertulis (UUD)
dan hukum tidak tertulis (convensi). Dengan sifatnya yang tertulis maka Undang-Undang Dasar
itu dirumuskan tertulis dan tidak mudah berubah. Menurut E.C.S. Wade dalam bukunya
Constitutional Law, Undang-undang Dasar menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah
yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara
dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut.
Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintah diatur dalam
Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau
sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara badan legislatif,
eksekutif, dan badan yudikatif.
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar
1945 bersifat singkat dan supel. UUD 1945 yang hanya memiliki 37 pasal, adapun pasal-pasal
lainnya memuat dalam aturan peralihan dan aturan tambahan yang mengandung beberapa makna
:
a. Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya membuat garis-garis
besr instruksi pada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk
menyelenggarakan negara, untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan
sosial.
b. Sifatnya yang supel (elastis) dimaksud bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat itu harus terus berkembang dinamis. Negara Indonesia akan terus berkembang
seiring dengan perubahan zaman.
Berdasarkan pengertian di atas, maka sifat-sifat Undang-Undang Dasar 1945 adalah
sebagai berikut :
a. Karena sifatnya yang tertulis maka rumusannya jelas, merupakan suatu hukum positif yang
mengikat pemerintahan sebagai penyelenggara negara.
b. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan UU 1945 bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan
supel, yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai
dengan perkembangan zaman.
c. Memuat norma-norma aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan
secara konstitusional.
d. Undang-Undang Dasar 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan peraturan hukum
posistif yang tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-norma hukum
positif dan hierarki tertib hukum Indonesia.

3. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis (Convensi)


Convensi adalah hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Convensi ini
mempunyai sifat-sifat berikut :
a. Kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara.
b. Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.
c. Diterima oleh seluruh rakyat
d. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang
tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
Contoh Convensi antara lain :
a. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat. Menurut Pasal 37 ayat (1) dan
(4) Undang-Undang Dasar 1945, segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara
terbanyak, akan tetapi sistem ini dirasakan kurang jiwa kekeluargaannya sebagai
kepribadian bangsa, karena itu dalam praktik-praktik penyelenggaraan negara selalu
diusahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan
ternyata hampir selalu berhasil.
b. Praktik-praktik penyelenggaraan negara yang sudah menjadi hukum dasar tidak tertulis
antara lain :
1) Pidato kenegaraan Presiden RI setiap tanggal 16 Agustus di dalam sidang DPR.
2) Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada minggu pertama pada minggu bulan
Januari setiap tahunnya.
Ketiga hal tersebut dalam batinnya secara tidak langsung merupakan realisasi Undang-
Undang Dasar (merupakan pelengkap). Namun perlu digarisbawahi bilamana Convensi ingin
dijadikan menjadi rumusan yang bersifat tertulis, maka yang berwenang adlah MPR, dan
rumusannya bukanlah merupakan suatu hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan MPR.
Jadi Convensi bilamana dikehendaki untuk menjadi suatu aturan dasar yang tertulis, tidak
secara tertulis, tidak secara otomatis setingkat dengan UUD, melainkan sebagai suatu ketetapan
MPR.

4. Konstitusi
Disamping pengertian UUD, dipergunakan juga istilah lain yaitu “Konstitusi”, yang berasal
dari bahasa Inggris “Constitution” atau bahasa Belanda “onsitututie”. Terjemahan dari istilah
tersebut adalah UUD, dan hal ini memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman,
yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata “Grondwet” (Grond=dasar, wet= Undang-
undang) yang keduanya menunjukkan naskah tertulis.
Namun pengertian konstitusi dalam praktik ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti
:
a. Lebih luas daripada UUD
b. Sama dengan pengertian UUD
Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian UUD, karena pengertian
UUD hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis
yang tidak tercangkup dalam UUD.

5. Sistem Pemerintahan Negara Menurut Uud 1945 Hasil Amandemen 2002


Sistem pemerintahan Negara Indonesia sebelum dilakukan amandemen dijelaskan secara
terinci dan sistematis dalam penjelasan UUD 1945. Sistem pemerintahan Negara dibagi atas
tujuh yang secara sistematis merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat oleh karena itu
sistem pemerintahan negara ini dikenal dengan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara
yang dirinci sebagai berikut. Walaupun tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara menurut
penjelasan tidak lagi merupakan dasar yuridis, namun tujuh kunci pokok tersebut mengalami
perubahan.

Oleh karena itu, sebagai studi komparatif, sistem pemerintahan negara menurut UUD
1945 setelah amandemen, di jelaskan sebagai berikut :
a. Indonesia ialah Negara yang Bedasar Atas Hukum (Rechtstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machtstaat). Hal ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di
dalamnya Pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya dalam melaksanakan tindakan-
tindakan apapun, harus dilandasi oleh peratuan hukum atau harus dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.
Sesuai dengan semangat dan ketegasan Pembukaan UUD 1945, jelas bahwa
negara hukum yang dimaksud nerarti negara bukan hanya sebagai polisi lalu lintas atau
penjaga malam saja, yang menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran dan menindak pada
pelanggar hukum. Pengertian negara hukum baik dalam arti formal yang melindungi
seluruh warga dan seluruh tumpah darah, juga dalam pengetian negara hukum material
yaitu negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kecerdasan seluruh
warganya.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
absolut (kekuatan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan
sendirinya juga ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional,
Ketetapam MPR, undang-undang, dan sebagainya. Dengan demikian, sistem ini
memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum seperti dikemukakan di atas.
c. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat
Sistem kekuasaan tertinggi sebelum dilakukan amandemen dinyatakan dalam
Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut : “ Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan,
bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungorgatan des
willens des Statsvolkes). Majelis ini menetapkan UUD dan menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala
Negara (Wakil Presiden). Presiden yang diangkat oleh Majelis tunduk dan bertanggung
jawab kepada Majelis (Mandataris) dari Majelis.
d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Samping MPR dan
DPR
Kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen,
dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945, sebagai berikut :
“Di bawah MPR, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di
tangan Presiden (Concentration of Power Responsibility Upon the President)”
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden merupakan
penyelenggara pemerintah tertinggi disamping MPR dan DPR, karen presiden dipilij
langsung oleh rakyat UUD 1945 Pasal 6A ayat (1). Jadi, menurut UUD 1045 ini tidak
lagi merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat.
e. Presiden Tidak Bertanggung Jawab kepada DPR
Sistem ini menurut UUD 1945 sebelum amandemen dijelaskan dalam Penjelasan
UUD 1945, namun dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 juga memiliki isi yang sama
yaitu :
“Di samping Presiden adalah DPR, Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk
membentuk UU (Gezetzgebung) Pasal 5 ayat (1) dan untuk menetapkan anggaran
pendapatan dan belanja negara (Staatsbergrooting) sesuai dengan Pasal 23. Oleh
karen aitu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR, tatapi Presiden tidak
bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
Dewan”.
f. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak Bertanggung jawab
kepada DPR
Sistem ini dijelaskan dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 yaitu :
“Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri
negara (Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen). Presiden mengangkat dan
memberhentikan Menteri-Menteri Negara (Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 Hasil
Amandemen). Menteri-Menteri Negara itu tidak bertanggung jawab kepada DPR”.
g. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Terbatas
Sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisit dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002
dan masih sesuai dengan penjelasan UUD 1945, dijelaskan sebagai berikut “
“Menurut UUD 1945 Hasil amandemen 2002, Presiden dan Wakil Presiden dipilih
oleh rakyat secara langsung (UUD 1945 Pasal 6A ayat (1) Hasil amandemen).
Dengan demikian dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara Presiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR dan MPR. Hanya jika
Presiden melanggar Undang-Undang maupun UUD, maka MPR dapat melakukan
Impeachment.
Meskipun Kepala Nagara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “Diktator”,
artinya kekuasaan tidak terbatas. Namun, ia tidak dapat membubarkan DPR da MPR
kecuali ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR.
6. Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Menurut UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum, Negara hukum yang
berdasarkan Pancasilan dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat negara hukum hanya
dapat ditunjukkan jikalau alat-alat perlengkapan bertindak menurut dan terikat kapada
aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai untuk
mengadakan aturan-aturan ini. Ciri-ciri negara hukum :
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami,
dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus
menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya, ketentuan ini menunjukkan bahwa
negara Indonesia dijamin adanya perlindungan hukum, bukan kemauan seseorang yang
menjadi dasar kekuasaan. Manjadi suatu kewajiban bagi setiap penyelenggara negara untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila yang selanjutnya melakukan
pedoman peraturan-peratuan pelaksanaan.
Namun demikian untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenara perlu
adanya badan-badan kehakiman yang kokoh kuat tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-
lembaga lainnya. Pemimpin eksekutif (Presiden) wajib bekerja sama dengan badan-badan
kehakiman untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan sehat.
Dalam era reformasi dewasa ini bangsa Indonesia benar-benar akan mengembalikan
peranan hukum, aparat penegak hukum beserta seluruh sistam peraturan perundang-
undangan akan dikembalikan pada dasar-dasar negara hukum yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 hasil amandemen 2002 yang mengemban amanat demokrasi dan
perlindungan hak-hak asasi manusia.
Adapun pembangunan hukum di Indonesia sesuai dengan tujuan negara hukum,
diarahkan pada terwujudnya sistem hukum yang mengabdi pada kepentingan nasional
terutama rakyat, malalui penyusunan materi hukum yang bersumberkan pada Pancasila
sebagai sumber filosofinya dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusionalnya, serta aspirasi
rakyat sebagai sumber materialnya.

BAB VI
RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 6
RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian Rule Of Law dan Negara Hukum


Pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau
rechsstaat.
Menurut Philipus M. Hadjon, menjelaskan negara hukum menurut istilah bahasa Belanda
Rexhtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolut-isme, yaitu dari kekuasaan raja
yang sewenang-wenang untuk mewujudakna negara didasarkan pda suatu peraturan
perundang-undangan.
Dalam UUD Negara indonesia bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum atau
rechsstaat dan bbukan negara kekuasaan atau machtsstaat. Negara Indonesia pada
hakikatnya menganut prisnsip “Rule of Law. And not of Man”, yang sejalan dengan
pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos.
Prinsip-Prinsip Rule of Law
Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu:
1. Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang
dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jika memang melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama di muka hukum berlaku bagi masayarakat biasa maupun pejabat
negara.
3. Terjaminnya hak-hak asasi mansia oleh UU serta keputusan pengadilan.

Syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah Rule of Law yang dinamis, yaitu:
1. Perlindungan kosntitusional, artinya selain menjamin hak-hak individual, konstitusi
harus pula menentukan teknis-prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak
yang dijamin.
2. Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan menyatakan pendapat.
5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi
6. Pendidikan kewarganegaraan.

B. Hak Asasi Manusia


Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai ditandatangani Magna Charta (1215),
oleh raja John Lackland. Kemudian juga penandatangan Petition of Right pada tahun
1628 oleh Rja Charles I.
Puncak perkembangan hak-hak asasi manusia yaitu ketika “Human Right” itu untuk
pertama kali dirumuskan secara resmi dalam ‘Declaration of Independence’ Amerika
Serikat pada tahun 1776.

C. Penjabaran Hak-Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945


Berdasarkan pada tujuan negara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
maka negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia para warganya,
terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmani maupun rohaniah,
antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan,
pendidikan, dan agama. Adapun rincian hak-hak asasi manusia dalam pasal-pasal UUD
1945 adalah Pasal 28A-Pasal 28J.
Ketentuan pasal-pasal tentang hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal tentang
hak-hak asasi manusia PBB adalah dalam Pasal 1 sampai Pasal 30.

D. Hak Dan Kewajiban Warga Negara


1. Pengeritan Warga Negara dan Penduduk
Syarat-syarat utama berdirinya suatu negara merdeka adalah harus ada wilayah
tertentu, ada rakyat yang tetap dan pemerintahan yang berdaulat.
Warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam
hubungannya dengan negara. Setiap warga negara adalah penduduk suatu negara,
sedangkan setiap penduduk belum tentu warga negara, karena mungkin seorang asing.
Penduduk suatu negara mencangkup warga negara dan orang asing, yang memiliki
hubungan berbeda dengan negara.

2. Asas-Asas Kewarganegaraan
a. Asas ius-sanguinis dan asa ius-soli
Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status kewarganegaraan
seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya di negara tersebut.
Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan sarah, artinya bahwa
kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orang tuanya.
b. Bipratide dan Apatride
Bipratide (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut atuaran dari 2 negara
terkait seseorang dianggap sebagai warga negara kedua negara ini.
Apatride (tanpa Kewarganegaraan) timbul apabila menutur peraturan
kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebgai warga negara dari negara
manapun.

3. Hak dan Kewajiban Warga Negara menurut UUD 1945


a. Pasal 27 (1) menetapkan bahwa hak warga negara yang sama dalam hukum dan
pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan.
b. Pasal 27 (2) menetapkan bahwa hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
c. Pasal 27 (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menetapkan bahwa hak dan
kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
d. Pasal 28 menetapkan bahwa hak kemeedekaan warga negara untuk berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
e. Pasal 29 (2) bahwa adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadah menurut agamanya.
f. Pasal 30 (1) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa hak dan
kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan kedamaian
negara.
g. Pasal 31 (1) menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran.

4. Hak dan Kewajiban Bela Negara


a. Pengertian
Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara
yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan
pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara
untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaualatan negara,
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan
yuridikasi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

b. Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara


Pasal 27 (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945, bahwa bela negara merupakan
hak dan kewajiban setiap warga negara. Yang mencakup dua arti, pertama, bahwa
setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan
negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan
perundang-undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut
serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan
profesinya masing-masing.

c. Motivasi dalam pembelaan negara.


1. Pengalaman sejarah perjuangan RI.
2. Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis.
3. Keadaan penduduk (demografis) yang besar.
4. Kekayaan sumber daya alam.
5. Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan.
6. Kemungkinan timbulnya bencana perang.

BAB VII
GEOPOLITIK NASIONAL

A. PENGERTIAN GEOPOLITIK

Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud


kebijaksanaan dan strategi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada
pertimbangan geografi, wilayah atau teritorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila
dilaksankan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada sistem politik suatu
negara. Geopolitik bertumpu kepada geografis sosial (hukum geografi), mengenai situasi, kondisi
atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi.

Manusia dalam melaksanakan tugas dan kegiatan hidupnya bergerak dalam dua
bidang,universal filosofis dan sosial politis. Bidang universal filosofis bersifat idealistik, misal
dalam bentuk aspirasi bangsa, pedoman hidup dan pandangan hidup bangsa. Aspirasi bangsa
menjadi dasar wawasan nasional bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan wilayah Nusantara.
Sedangkan bidang sosial politis bersifat imanen dan realistis yang bersifat lebih nyata dan dapat
dirasakan, misalnlya aturan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sebagai produk politik. Di Indonesia yang termasuk dalam bidang sosial
politik adalah produk politik yang berupa UUD 1945 dan aturan perundangan lainnyan yang
mengatur proses pembangunan nasional.

Penyelenggaraan negara kesatuan Republik Indonesia sebagai sistem kehidupan nasional


bersumber dan bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi UUD 1945. Dalam
pelaksanaan bangsa Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi dan interelasi dengan
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Oleh karena itu wawasan
nusantara adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa dalam
wawasan nusantara terjandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini
berkemabng tidak saja secara fisik geografis melainkan dalam pengertian secara keseluruhannya
(Suradinata;Sumiarni: 2005).

B. PENGERTIAN WAWASAN NUSANTARA

Setiap bangsa memiliki wawasan nasional yang merupakan visi bangsa yang bersangkutan menuju
ke masa depan. Kehidupan bangsa dalam suatu negara memerlukan suatu konsep cara pandang
atau wawasan nasional yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan keutuhan
bangsa dan wilayah serta jati diri bangsa. Bangsa yang dimaksud adalah bangsa yang bernegara
(nation state). Adapun wawasan bangsa Indonesia dikenal dengan wawasan nusantara.

Istilah wawasan bersal dari kata “wawas” yang berati pandangan, tinjauan atau penglihatan
inderawi. Akar kata ini membentuk kata “mawas” yang bera ti memandang, meninjau sedangkan
“wawasan” berati cara pandang atau cara melihat. Sedangkan istilah nusantara berasal dari kata
‘nusa’ yang berati kepulauan dan ‘antara’ yang berati diapit diantara dua hal. Istilah nusantara
dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia
yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Samuder Indonesia serta antara benua Asia dan benua
Australia.

Wawasan nusantara berati cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang
menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasional. Dengan demikian
wawasan nusantara berperan membimbing bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan
kehidupannya serta sebagai rambu-rambu dalam perjuangan mengisi kemerdekaannya.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara


1. Wilayah (geografi)
a.) Asas Kepulauan (Archipelogic Principle)

Istilah archipelago adalah wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian
menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsur lautnya sebagai akibat penyerapan bahasa Barat,
sehingga archipelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan pulau.

Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam
kesatuan utuh, sementara tempat unsur perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai
unsur penghubung dan bukan unsur pemisah

b.) Kepulauan Indonesia

Bagian wilayah Indische Achipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlanch Oost Indische
Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah negara Indonesia.
Sebagai sebutan untuk kepulauan ini sudah banyak nama dipakai, yaitu “Hindi Timur”, “Insulide”
oleh Maltatuli,”Nusantara”,”Indonesia” dan “Hindia Belanda” pada masa penjajahan Belanda.
Bangsa Indonesia sangat mencintai nama ‘Indonesia’ meskipun bukan dari bahasanya sendiri tapi
ciptaan orang Barat. Dalam bahasa Yunani,”Indo” berati India dan “neos” berati pulau. Indoensia
mengandung makna spiritual yang di dalamnya terasa ada jiwa perjuangan menuju cita-cita luhur,
negara kesatuan, kemerdekaan dan kebesaran.
c.) Konsepsi tentang Wilayah Lautan

Dalam perkembangan hukum lautan internasional dikenal beberapa macam konsepsi mengenai
pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut.

 Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.
 Red Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia karena itu tidak
dapat dimiliki oleh masing-masing negara.
 Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut bebas untuk semua negara.
 More Clausum, menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai saja yang dapat dimiliki
sebuah negara sejauh yang dapat dikuasai dari darat (kira-kira sejauh 3 mil).
 Archipelagic state Pinciples yang menjadikan dasar dalam konvensi PBB tentang hukum
laut.

Sesuai dengan hukum laut internasional, secara garis besar Indonesia sebagai negara kepualauan
memiliki laut teritorial, perairan pedalaman, zona ekonomi ekslusif dan landasan kontinen.
Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut.

 Negara kepulauan adalah suatu negara yang terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat
mencakup pulau-pulau lain. Pengertian “kepulauan” adalah suatu gugusan pulau termasuk
bagian pulau, perairan di dalamnya dan lain wujud alamiah yang hubungan satu sama lain
begitu erat, sehingga pulau dan wujud alamiah merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi
dan politik yang hakiki atau yang secara hostoris dianggap demikian.
 Laut teritorial adalah suatu wilayah laut yang lebarnya tidak lebih 12 mil laut diukur dari
garis pangkal, sedangkan garis pangkal adalah garis surut terendah sepanjang pantai seperti
yang terlihat pada peta laut skala besar yang berupa garis yang menghubungkan titik-titik
terluar dari dua pulau dengan batas tertentu sesuai konvensi ini. Kedaulatan suatu negara
pantai mencakup daratan, perairan pendalaman, dan laut teritorial tersebut.
 Perairan pedalaman adalah wilayah sebelah dalam daratan atau dari garis pangkal.
 Zona Ekonomo Ekslusif (ZEE) tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Di dalam
ZEE negara yang bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk kepentingan eksplorasi,
eksploitasi , konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati dari perairan.
 Landas kontinen suatu negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang
teletak diluar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah
daratannya. Jaraknya 200 mil laut dari garis pantai atau lebih dari itu dengan tidak melebihi
350 mil, tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut 2500 m.

d.) Karakteristik Wilayah Nusantara

Nusantara berati kepulauan Indonesia yang terletak antara benua Asia dan Samudra
Indonesia, yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang sudah memiliki
nama adalah 6.044 buah.

Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2, yang terdiri dari daratan seluas
2.027.087 km2 dan perairan 3.166.163 km2. Luas wilayah daratan Indonesia jika dibandingkan
negara-negara Asia Tenggara merupakan yang terluas.

2. Geopolitik dan Geostrategi


a.) Geopolitik
 Asal istilah geopolitik

Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam menentukan alternatif kebijakan nasional


untuk mewujudkan kebijakan tertentu. Prinsip-prinsip dalam geopolitik menjadi perkembangan
suatu wawasan nasional. Pengrtian geopolitik telah dipraktikan sejak abad XIX, namun
pengertiannya baru tumbuh pada awal abad XX sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap
kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal
suatu bangsa.

 Pandangan ratzel dan kjellen

Frederich Ratzel pada akhir abad 19 mengembangkan negara adalah ruang yang ditempati
oleh kelompok masyarakat politik (bangsa). Bangsa dan negara terikat hukum alam. Jika bangsa
dan negara ingin tetap eksis dan berkembang maka harus diberlakukan hukum ekspansi
(pemekaran wilayah)
Disamping itu Rudolf Kjellen berpendapat bahwa negara adalah organisme yang harus
memiliki intelektual. Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme dalam rangka untuk
mempertahankan negara dan mengembangkannya.

 Pandangan Houshofer

Pemikiran Haushofer disamping berisi paham ekspansionisme juga mengandung ajaran rasialisme
yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras paling unggul yang harus dapat menguasai dunia.
Pandangan ini juga di dunia berkembang di Jepang berupa ajaran Hoko Ichiu yang dilandasi oleh
semangat militerisme dan fasisme.

 Geopolitik Bangsa Indonesia

Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh
karena itu bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang
berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme karena semua bangsa
mempunyai martabat yang sama dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama
berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.

Dalam hubungan internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan dengan
menolak pandangan Chauvisme. Bangsa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerja sama antar
bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini dalam rangka mewujudkan
perdamaian dan ketertiban dunia yang abadi.

b. Geostrategi
Strategi: Politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang
ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk
Negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek,
seperti aspek-aspek demografi, ideology, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam. Posisi
silang Indonesia sbb:
1.) Geografi
2.) Demografi
3.) Ideologi
4.) Politik
5.) Ekonomi
6.) Sosial
7.) Budaya
8.) Hankam

Jadi, geostrategi adalah perumusan strategi nasional dengan memperhitungkan kondisi dan
konstelasi geografi sebagai faktor utamanya, juga memperhatinkan kondisi nasional, budaya
penduduk, sumber daya alam, lingkungan regional maupun internasional.

3. Perkembangan Wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya


a. Sejak 17-8-1945 sampai dengan 13-12-1957
Wilayah NKRI ketika merdeka meliputi wilayah bekas Hindia Belanda berdasarkan ketentuan
dalam “Territoriate Zee en Maritieme Kriengen Ordonantie” tahun 1939 tentang batas wilayah
laut territorial Indonesia. Pada masa tersebut wilayah R.I bertumpu pada wilayah daratan pulau-
pulau yang saling terpisah oleh perairan atau selat di antara pulau-pulau itu.
b. Dari Deklarasi Juanda 13-12-1957 sampai dengan 17-2-1969
Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai
pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sbb:
 Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat.
 Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas Negara
Kepulauan (Archipelagic State Principles).
 Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mengatur lalulintas perairan dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1962
tentang Lalu Lintas Damai di Perairan Pedalaman Indonesia (Internal Waters). Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing
dalam melaksanakan Lintas Damai melalui Perairan Indonesia meliputi:
 Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia
 Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas
 Semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.

Pengaturan ini sesuai dengan salah satu tujuan Deklarasi Juanda di atas dalam rangka menjaga
keselamatan dan keamanan RI.
c. Dari 17-2-1969 (Deklarasi Landas Kontinen) sampai sekarang
Merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah, mengesahkan wawasan nusantara,
sebagai upaya untuk mewujudkan pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Konsekuensinya bahwa sumber
kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia adalah milik ekslusif Negara RI.
Asas-asas pokok yang termuat dalam deklarasi tentang landasan kontinen sbb:
 Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia
adalah milik ekslusif Negara RI.
 Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen
dengan Negara-negara tetangga melalui perundingan.
 Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik di
tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar Negara
tetangga.
 Klaim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan di atas landasan
kontinen Indonesia maupun udara di atasnya.

d. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)


Pengumuman pemerintah negara tentang ZEE terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE sebesar
200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong
pemerintah mengumumkan ZEE adalah:
 Persediaan ikan yang semakin terbatas
 Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
 ZEE mempunyai kekuatan hokum Internasional

D. UNSUR-UNSUR DASAR WAWASAN NUSANTARA


1. Wadah
a. wujud wilayah: ditentukan oleh lautan yang di dalamnya terdapat gugusan ribuan pulau
yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan. Letak geografis negara berada diposisi dunia
antara dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, dan di antara dua benua, yaitu
Asia dan Australia.
b. Tata Inti Organisasi: didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan
kedaulatan negara, kekuasaan pemerintahan, sistem pemerinatahan dan sistem perwakilan.
c. Tata Kelengkapan Organisasi: adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang
harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi
masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur negara.

2. Isi Wawasan Nusantara


Tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam ekstensinya yang meliputi cita-
cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu.
a. Cita-cita Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945
b. Asas Keterpaduan semua Aspek Kehidupan Nasional berciri Manunggal Utuh
Menyeluruh.

3. Tata laku wawasan Nusantara mencakup dua segi, yaitu Bathiniah dan Lahiriah
a. Tata laku Bathiniah berlandaskan falsafah bangsa yang membentuk sikap mental
bangsa yang memiliki kekuatan lain (membentuk sikap mental bangsa meliputi cipta, rasa, dan
karsa secara terpadu.
b. Tata laku Lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggulangan kata
dan karya, keterpaduan pembicaraan dan perbuatan (meliputi Perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian.
E. IMPLEMENTASI WAWASAN NUSANTARA
1. Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila

Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah pancasila menjadi landasan dan pedoman bagi
pengelolaan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Wawasan nusantara menjadi pedoman bagi
upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin persatuan, kesatuan dan
keutuhan bangsa, upaya mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia, serta konsep dasar bagi
kebijakan dan strategi Pembangunan Nasional.

2. Wawasan Nusantara dalam pembangunan Nasional


a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan
3. Penerapan Wawasan Nusantara
a. Di bidang wilayah, adalah diterimanya Konsepsi Nusantara di Forum Internasional
b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup
c. Pertambahan luas tersebut dapat diterima oleh dunia Internasional
d. Dalam pembangunan negara di berbagai bidang pada proyek pembangunan sarana
dan prasarana komunikasi dan transportasi
e. Penerapan di bidang sosial budaya pada kebijakan menjadikan bangsa Indonesia
yang Bhinneka Tunggal Ika
f. Di bidang Pertahanan Keamanan pada kewaspadaan rakyat menghadapi ancaman
bangsa dan negara
4. Hubungan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Wawasan Nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara yang merupakan
pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. Sedangkan
Ketahanan Nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian
tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses.
Jadi, wawasan nusantara dan ketahanan nasional merupakan dua konsepsi dasar yang
saling mendukung sebagai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara agar tetap jaya dan berkembang seterusnya.

BAB VIII

GEOSTARTEGI INDONESIA

A. Pengertian Geostrategi
Geostrategic diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-
cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana
membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna
mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat. Berkembangnya
geostrategis Indonesia sangat terkait erat dengan hakekat terbentuknya bangsa Indonesia
yang terbentuk dari berbagai macam etnis, suku, ras, golongan agama, bahkan terletak
dalam territorial yang terpisahkan oleh pulau-pulau dan lautan.
Geostrategi Indonesia sebagai suatu cara atau metode dalam memanfaatkan
konstelasi geografi Negara Indonesia dalam menentukan kebijakan, arahan serta sarana-
sarana dalam mencapai tujuan selluruh bangsa dengan berdasarkan asas kemanusiaan dan
keadilan sosial. Geostrategic Indonesia diperlukan dan dikembangkan untuk mewujudkan
dan mempertahankan integritas bangsa dan wilayah tumpah darah Negara Indonesia.
Mengingat kemajemukan bangsa Indonesia serta sifat khas wilayah Indonesia, maka
geostrategi Indonesia dirumuskan dalam bentuk ketahanan nasional.
B. Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional sabagai istilah sebenarnnya belum lama dikenal. Istilah
ketahanan nasional mulai dikenal dan dipergunakan pada permulaan tahun 1960-an. Istilah
ketahanan nasional untuk pertama kali dikemukakan oleh Presiden Pertama Republik
Indonesia Soekarno. Kemudian pada tahun 1962 mulai diupayakan secara khusus untuk
mengembangkan gagasan ketahanan nasional di Sekolah Staff dan Komando Angkatan
Darat Bandung (Armawi, 2005:2).
Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi
keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan, baik yang datang dari luar maupun dalam negeri, yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta
perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia (Suradinata, 2005:47).
1. Konsepsi Ketahanan Nasional
Secara konseptual, ketahanan nasional sutau bangsa dilatarbelakangi oleh :
a. Kekuatan apa yang ada dalam suatu bangsa dan Negara sehingga ia mampu
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
b. Kekuatan apa yang harus dimiliki oleh suatu bangsa dan Negara sehingga ia selalu
mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, meskipun mengalami berbagai
kegangguan, hambatan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar.
c. Ketahanan atau kemampuan bangsa untuk tetap jaya,mengandung makana
keteraturan (regular) dan stabilitas, yang di dalamnya terkandung potensi untuk
terjadinya perubahan (the stability idea of changer) (Usman, 2003:5).

Berdasarkan konsep pengertiannya maka yang dimaksud dengan ketahanan adalah


suatu kekuatan yang membuat suatu bangsa dan Negara dapat bertahan, kuat
menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Tantangan adalah
merupakan suatu usaha yang bersifat menggugah kemampuan, adapun ancaman adalah
suatu usaha untuk mengubah atau merombak kebijaksanaan atau keadaan secara
konsepsional dari sudut kriminal maupun politis. Adapun hambatan adalah suatu
kendala yang bersifat atau bertujuan melemahkan yang bersifat konseptual yang
berasal dari dalam sendiri. Apabila hal tersebut berasal dari luar maka dapat disebut
sebagai kategori gangguan.

Berdasarkan pengertian sifat-sifat dasarnya maka ketahanan nasional adalah


sebagai berikut :
a. Integratif
b. Mawas ke dalam
c. Menciptakan kewibawaan
d. Merubah menurut waktu
2. Ketahanan nasional sebagai kondisi
Ditinjau dari segala sifatnya sebenarnya konsepsi ketahanan nasional tersebut
bersifat subjektif dan umum, karena segala teoritis dapat ditetapkan di Negara manapun
juga. Dalam hubungan dengan penerapan konsepsi tersebut situasi dan kondisi Negara
sangat menentukan. Oleh karena itu meskipun secara konsepsional sama, namun
karena situasi dan kondisi negaa berbeda-beda, maka wujud ketahanan nasionalpun
akan berbeda pula.
Dengan demikian berkaitan dengan kondisi ketahanan nasional, adalah kondisi
dinamis bangsa dan Negara Indonesia. Sesuai dengan konsepsi ketahanan nasional,
maka kondisi tersebut mengandung suatu kemampuan untuk menyusun kekuatan yang
dimiliki bangsa Indonesia. Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi dan
menanggulangi berbagai bentuk ancaman yang ditujukan terhadap bangsa Indonesia
dan Negara Indonesia.
C. Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional (TANNAS) Terhadap Kehidupan Berbangsa
Dan Bernegara
Konsepsi Tannas merupakan suatu gambaran dari kondisi suatu kehidupan nasional
dalam berbagai aspek tersebut memiliki sifat dinamis terutama dalam era global dewasa
ini. Konsekuensinya tiap-tiap aspek senantiasa berubah sesuai dengan kondisi waktu,
ruang, dan lingkungan, sehingga interaksi dari kondisi tersebut sangat kompleks dan sulit
dipantau.
Dalam era reformasi dewasa ini, tidak mengherankan jika dalam berbagai aspek
akan mempengaruhi ketahanan nasional baik dalam aspek ideologi, politik, sosial, budaya
serta aspek pertahanan dan keamanan.
1. Pengaruh Aspek Ideologi
Secara harfiah, ideologi berarti ilmu tentang pengertian-pengertian dasar.
Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan, ide,
keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh sistematis menyangkut :
a. Bidang politik
b. Bidang sosial
c. Bidang kebudayaan
d. Bidang keagamaan (Soemargonno)

Agar bangsa Indonesia memiliki visi yang jelas bagi masa depan bangsa maka
harus membangun ketahanan ideologi yang berbasis pada falsafah bangsa sendiri yaitu
ideologi pancasila yang bersifat demokratis, nasionalistis, religiusitas, humanistis dan
berkeadilan sosial. Pada era reformasi dewasa ini yang sekaligus era global tarik menarik
kepentingan ideologi akan sangat mempengaruhi postur ketahanan nasional dalam bidang
ideologi bangsa Indonesia, terutama banyak kalangan aktivis politik yang justru menjadi
budak ideologi asing, sehingga berbagai aktivitasnnya akan berpengaruh bahkan sering
melakukan tekanan terhadap ketahanan ideologi bangsa Indonesia.

a. Ideologi Dunia
1) Liberalisme
2) Komunisme
3) Ideologi Keagamaan
b. Ideologi Pancasila
c. Ketahanan Nasional Bidang Ideologi
1) Konsep Pengertian Ketahanan Ideologi
Ketahanan nasional bidang ideologi merupakan suatu kondisi dinamis suatu
bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan
ideology
2) Strategi pembinaan ketahanan ideology
Agar terwujudnya suatu ketahanan nasional bidang ideology secara
strategis harus diwujudkan baik secara kenegaraan maupun secara
kewarganegaraan .
2. Pengaruh Aspek Politik
Ketahanan nasional di bidang politik adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan potensi
nasional menjadi kekuatan nasional, sehingga dapat menangkal dan mengatasi segala
kesulitan dan gangguan yang dihadapi oleh Negara baik yang berasal dari dalam maupun
dari luar negeri.
a. Politik dalam negeri
Politik dalam negeri adalah kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 yang mempu menyerap aspirasi dan dapat mendorong partisipasi masyarakat
dalam suatu sistem.
b. Politik luar negeri
Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian kepentingan nasional dalam
pergaulan antar bangsa.
3. Pengaruh Aspek Ekonomi
a. Pengertian Ekonomi
Bidang ekonomi merupakan suatu bidang kegiatan mannusia dalam rangka mencukupi
kebutuhannya di sampan sebagai alat pemuas kebutuhan yang terbatas. Hal tersebut
dalam ekonomi menyangkut berbagai bidang antara lain penawaran, permintaan,
produksi, distribusi barang dan jasa.
b. Perekonomian Indonesia
Bangsa Indonesia telah memiliki sistem perekonomian sendiri oleh para pendiri negeri
telah dicanangkan, yaitu penekanan pada asas kebersamaan dan kekeluargaan, dalam
arti penekanan pada aspek kemakmuran bersama di samping kemakmuran individu dan
kelompok.
c. Ketahanan pada Aspek Ekonomi
Ketahanan ekonomi merupakan suatu kondisi dinamis kehidupan perekonomian
bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, kekuatan nasional dalam menghadapi
serta mengatasi segala tantangan dan dinamika perekonomian yang baik yang akan
datang.
4. Pengaruh Aspek Sosial Budaya
a. Pengertian Budaya
Manusia dikaruniai kemampuan jiwa yaitu akal, rasa, kehendak serta keyakinan.
Dengan kemampuan jiwanya, kehidupan manusia mampu menghasilkan serentetan
produk yang disebut kebudayaan.
b. Kondisi Budaya Indonesia
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan sub etnis yang memiliki
kebudayaannya sendiri-sendiri karena suku-suku bangsa tersebut mendiami daerah dan
kebudayaannnya tertentu, kemudian sering disebut dengan kebudayaan daerah.
1) Kebudayaan nasional
2) Integrasi nasional
3) Kebudayaan dan alam lingkungan
c. Struktur Sosial di Indonesia
Pengertian sosial pada hakikatnya merupakan interaksi dalam pergaulan hidup manusia
dalam bermasyarakat. Untuk menjamin keberadaan dan keberlangsungan hidup
masyarakat, terdapat empat unsur penting, yaitu sebagai berikut :
1) Struktur sosial
2) Pengawasan sosial
3) Media sosial
4) Standar sosial
d. Ketahanan pada Aspek Sosial Budaya
Wujud ketahanan bidang sosial budaya tercermin dalam kehidupan sosial budaya
bangsa, yang mampu membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya
manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju, dan sejahteraa dalam
kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta mampu menangkal penetrasi
budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
5. Pengaruh Aspek Pertahanan dan Keamanan
a. Filosofi Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan mengandung makna suatu kemampuan bangsa untuk membina dan
menggunakan kekuatan nasional guna menghadapi ataupun menangkal rongrongan,
gangguan, ancaman, maupun tekanan dari luar.
b. Postur Kekuatan Pertahanan dan Keamanan
1) Postur kekuatan hankam
Postur kekuatan hankam mencakup struktur kekuatan, tingkat kemampuan, dan
gelar kekuatan.
2) Pembangunan kekuatan hankam
Kekuatan hankam perlu mengantisipasi prediksi ancaman darai luar sejalan dengan
pesatnya perkembangan Iptek militer, yang telah menghasilkan daya gempur yang
tinggi dan jarak jangkauannya jauh.
3) Hakikat ancaman
Hakikat ancaman perlu mempertimbangkan konstelasi geografi Indonesia dan
kemajuan Iptek.
4) Gejolak dalam negeri
Di dalam era globalisasi dewasa ini dan di masa mendatang, tidak tertutup
kemungkinan munculnya campur tangan asing dengan alas an menegakkan nilai-
nilai HAM, demokrasi, penegakan hukum, dan lingkungan hidup di balik
kepentingan nasional mereka.
5) Geopolitik ke arah geoekonomi
Kondisi ini mengimplikasikan semakin canggihnya upaya diplomasi guna
mencapai tujuan politik dan ekonomi.
6) Perkembangan lingkungan strategis
Perkembangan ini mengisyaratkan bahwa pergeseran geopolitik ke arah
geoekonomi membawa perubahan besar dalam penerapan kebijaksanaan dan
strategi negara-negara di dunia dalam mewujudkan kepentingan nasionalnya
masing-masing.
7) Mewujudkan postur kekuatan hankam
Perwujudan postur kekuatan Hankam yang memiliki daya bending dan daya
tangkal yang tinggi dalam menghadapi kemungkinan ancaman dari luar
membutuhkan anggaran yang sangat besar.
c. Ketahanan pada Aspek Pertahanan dan Keamanan
1) Pertahanan dan keamanan harus dapat mewujudkan kesiapsiagaan serta upaya bela
Negara.
2) Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan dan kedaulatan
3) Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan dimanfaatkan
untuk menjamin perdamaian
4) Potensi nasional dan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai harus dilindungi
harus dilindungi dari segala ancaman dan gangguan
5) Perlengkapan dan peralatan untuk mendukung pembangunan kekuatan dan
kemampuan pertahanan dan keamanan sedapat mungkin dihasilkan oleh industry
dalam negeri
6) Pembangunan Hankam harus diselenggarakan oleh manusia-manusia yang berbudi
luhur, arif, bijaksana dan menghormati HAM
7) Sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara nasional, TNI berpedoman pada
Sapta Marga yang merupakan penjabaran dari asas kerohanian Negara Pancasila
8) Kesadaran dan ketaatan masyarakat kepada hokum perlu terus menerus
ditingkatkan
d. Keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia
Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan nasional setiap warga Negara Indonesia
perlu :
1) Memiliki semangat perjuangan
2) Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideology ,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, sehingga stiap warga
Negara Indonesia dapat mengeliminir pengaruh tersebut.

BAB IX

GOOD AND CLEAN GOVERNANCE

A. PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran
salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi
tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian
keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu
konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.

Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak
meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem
pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good
Governancemerupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan
baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun
ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai
dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran
dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.

B. KARAKTERISTIK GOOD GOVERNANCE

1. Participation, yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara


langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan
aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara
serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of Law, yakni kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
3. Transparency, karakteristik ini dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi.
Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh
mereka yang membutuhkan.
4. Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani
stakeholders.
5. Concensus Orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
6. Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan dan keadilan.
7. Efficiency and effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya
guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
8. Accountability, pertanggunjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
9. Strategic Vision, penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke
depan.

C. Clean governance
Clean governance berarti pemerintahan yang bersih yaitu model pemerintahan yang efektif,
efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab. Jadi pemerintahan yang bersih yaitu
pemerintahan yang terbuka terhadap public dan bebas dari permasalahan Korupsi Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Pemerintahan yang bersih akan membuat rakyat percaya terhadap pemerintah
sehingga tidak ada saling curiga antara rakyat kepada pemerintah.

Dalam negara modern untuk mewujudkan clean governance dapat dilakukan melalui birokrasi
penegakan hukum. Penegakan hukum itu dijalankan oleh kmponen eksekutif yang ada dalam
sebuah negara. Negara dapat mencampuri kegiatan dan pelayanan masyarakat sehingga campur
tangan hukum semakin intensif. Komponen eksekutif dan birokrasinya merupakan bagian dari
mata rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan hukum yang menangani
bidang-bidang tersebut.

Negara memiliki fungsi mutlak dalam mewujudkan pemerintahan yang sesuai dengan kehendak
rakyat yaitu :

1. Melaksanakan penertiban (law and order) untuk mencapai tujuan bersama


2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan diperlukan untuk menjaga serangan dari luar
4. Menegakkan keadilan

Prinsip-prinsip Clean Governance

Untuk melaksanakan tujuan negara itu maka negara harus menerapkan prinsip-prinsip clean
governance dalam pemerintahannya. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatiakn dalam clean
governance yaitu:
1. Partisipasi (participation) adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang
mewakili kepentingan mereka.
2. Penegakan hukum (rule of law) adalah pengelolaan pemerintahan yang professional harus
didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Hukum yang menjadi rambu
pengendali dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti UU, Peraturan Pemerintah,
Kepeutusan Presiden dan lainnya.
3. Transparan (transparency) adalah adanya keterbukaan kepada public dalam menentukan
kebijakan.
4. Responsive (responsiveness) adalah pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-
persoalan masyarakat.
5. Orientasi kesepakatan (consensus orientation) adalah memutuskan apa pun harus
dilakukan melalui proses musyawarah melalui consensus.
6. Kesetaraan (equity) adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan public.
7. Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency) adalah berdaya guna dan berhasil
guna artinya bisa menjangkau kepentingan masyarakat sebesar-besarnya dengan biaya
pembangunan sekecil mungkin.
8. Akuntabilitas (accountability) adalah pertanggungjawaban pejabat public terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.
9. Visi strategis (strategic vision) adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi
masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai