Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MISI MANUSIA MENCARI KEBENARAN DAN

KEBAHAGIAAN YANG OTENTIK

MATA KULIAH FILSAFAT PSIKOLOGI

Kelompok 4 :

1. Azalia Aisya Zafira (15000120140233)


2. Eka Putri Ardianingrum (15000120140186)
3. Fiorenza J. Norman (15000120140173)
4. Khairunnisa Nabila Hidayat (15000120140205)
5. Ning Gendis Hanum G. (15000120140154)
6. Sakinah Azzahra Saiputri (15000120140230)
7. Yane Cendana Ramadhania S (15000120140201)

Universitas Diponegoro
Jalan Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang Kotak Pos 1269
No. Telp (024) 7460024, Fax (024) 7460027
Tahun ajaran 2020/2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Kesimpulan....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4

2.1 Kebenaran.....................................................................................................4

2.1.1 Teori-Teori Kebenaran.......................................................................4

2.1.2 Pengaplikasian pada Masyarakat......................................................8

2.1.3 Jenis-Jenis Kebenaran.........................................................................8

2.2 Kesenangan dan Kebahagiaan....................................................................9

BAB III KESIMPULAN........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................ii

REFLEKSI..............................................................................................................iii

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebahagiaan atau kegembiraan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan yang
ditandai dengan kecukupan hingga kesenangan, cinta, kepuasan, kenikmatan, atau
kegembiraan yang intens. Berbagai pendekatan filsafat, agama, psikologi, dan biologi telah
dilakukan untuk mendefinisikan kebahagiaan dan menentukan sumbernya.

Kebahagiaan merupakan hal yang relatif, tergantung pada tujuan seseorang dalam
kehidupannya. Apalila tujuan dalam kehidupannya adalah mengumpulkan harta, meraih
kekuasaan, dan kenikmatan lainnya dalam kehidupan dunia, maka itulah yang menjadi
petunjuk keberhasilannya. Tetapi apabila tujuan dalam kehidupan ini untuk berpegang teguh
pada keimanan, ketaqwaan, dan amal saleh agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam
kehidupan akhirat, maka hal itulah sumber kebahagiaannya. Kenyataannya, tidak setiap
manusia bisa menemukan jalan yang mudah dan benar untuk meraih tujuan-tujuan
kebahagiaannya. Ada sebagian orang harus menempuh jalan yang berliku. Jalan yang
ditempuh tergantung pada masing-masing individu. Jika seseorang berupaya dengan sunguh-
sungguh untuk menelusuri jalan-jalan yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan agama, maka
sesulit apapun, tidak akan membuat seseorang menjadi bingung dan resah. Hal ini karena
semakin banyak jalan yang diraih, semakin besar pula potensi kebahagiaan yang dapat
dirasakan.

Kebahagiaan bisa didapatkan dari mana saja. Tergantung bagaimana pribadi kita
menyikapinya. Kebahagiaan haruslah di dapat dari hal positif, seperti berkumpul dengan
kerabat, berbagi dengan sesama, saling membantu. Kebahagian memiliki tolak ukur yang
berbeda pada setiap orang. Jika seseorang sedang mendapat kebahagiaan, itu juga bisa
menjadi salah satu kebahagiaan untuk orang lain. Kebahagiaan dan kesenangan adalah dua
kata yang bersifat substitutif (dapat saling menggantikan) karena dianggap sebagai sinonim.
Keduanya sering menjadi tujuan hidup yang selalu ingin dicapai oleh setiap orang. Meski
demikian, ternyata kebahagiaan dan kesenangan memiliki perbedaan mendasar yang tidak
banyak dipahami. Tidak jarang, seseorang mengganggap kebah perbedaan mendasar antara
dua kata ini adalah bahwa kebahagiaan mengacu pada keadaan yang memiliki kaitan motivasi
secara internal sedangkan kesenangan lebih termotivasi secara eksternal. Kebahagiaan muncul

1
karena adanya dorongan dari dalam diri atau pikiran yang merasakan stimuli senang atau
gembira. Kesenangan merupakan perasaan senang atau gembira yang didapatkan dari stimuli
luar. Durasi kebahagiaan biasanya berlangsung lama karena bergantung pada kondisi diri
tetapi kesenangan biasanya bertahan sesaat sesuai dengan kejadian apa yang tengah
memengaruhi. Kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri sendiri. Banyak penelitian yang
mengaitkan tingkat kebahagiaan seseorang dengan kelangsungan hidup dan terbukti bentuk
emosi ternyata dapat berperan sebagai imun alami tubuh. Seseorang yang hidup dengan
tindakan dan keyakinan dalam kesesuaian lebih cenderung merasa bahagia. Tetapi bukan
berarti hanya dengan pengalaman baik saja, bahkan situasi yang buruk pun tidak menghalangi
seseorang merasakan kebahagiaan. Contohnya, ketika seseorang merasakan kebahagiaan
berkumpul bersama keluarga, perasaan tersebut berubah sebagai kenangan yang membuat
perasaan senang meski pun tidak lagi berkumpul bersama keluarga. Bentuk perasaan bahagia
seperti ini tentu saja akan bertahan dalam waktu yang lama. Kesenangan didefinisikan bahwa
perasaan senang namun bukan sebagai kebahagiaan. Kesenangan sangat bergantung pada
faktor eksternal sebagai stimulinya dan berlangsung sesaat. Contohnya, saat seseorang
menyantap kelezatan makanan yang merangsang panca inderanya akan hilang setelah
menghabiskan menu tersebut. Kesenangan juga dapat seseorang peroleh ketika mengenakan
riasan yang membuat tampilan wajahnya sempurna tetapi akan hilang ketika seluruh riasan
tersebut luntur. Apabila seseorang ingin merasakan kesenangan setiap saat maka dirinya harus
mempertahankan kondisi yang baik dan menghindari situasi-situasi buruk. Kesenangan justru
lebih sulit didapatkan dibandingkan kebahagiaan karena peran faktor eksternal yang tidak
terkontrol.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari pemaparann latar belakang di atas, dengan ini kami merumuskan
rumusan masalah yang kami akan kaji , sebagai berikut :

1. Apa saja teori kebenaran yang berkembang dalam teori filsafat?


2. Apakah yang dimaksud dengan kebahagiaan oleh manusia?
3. Apakah yang dimaksud dengan kesenangan oleh manusia?
4. Bagaimana caranya untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan ?
1.3 Tujuan Pembahasan

2
Tujuan pembuatan makalah yang berjudul “ Kebenaran, Kebahagiaan dan
Kesenangan” ini yaitu sebagai pemenuhan tugas mata kuliah filsafat psikologi, selain itu
tujuan di buatnya makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui penjelasan tentang manusia sebagai pencari kebenaran.


2. Untuk mengetahui macam teori kebenaran dan pembagi kebenaran.
3. Untuk mengetahui kesenangan dan kebahagiaan dalam hidup manusia

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebenaran

Kebenaran menurut KBBI dapat diartikan sebagai keadaan atau hal yang cocok
dengan keadaan atau hal yang sesungguhnya. Sedangkan Lorenz Bagus (1996)
mengatakan bahwa kebenaran merupakan lawan dari kesalahan, kesesatan, kepalsuan, dan
terkadang opini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebenaran merupakan keadaan yang
sebenarnya, serta hasil dari penyesuaian antara pengalaman dan pengetahuan.

2.1.1 Teori-Teori Kebenaran

Berbagai perspektif yang berada di dalam filsafat menciptakan berbagai


jenis teori kebenaran. Berikut teori-teori kebenaran yan berkembang dalam teori
filsafat.

2.1.1.1 Teori Korespondensi

Teori korespondensi adalah teori kebenaran yang kebenarannya


berdasar pada fakta obyektif. Teori ini berpandangan bahwa perrnyataan
dianggap benar hanya jika realita yang ada berhubungan dengan
pernyataannya. Realita tersebut adalah fakta obyektif yang bisa ditangkap
melalui panca indera. Pada intinya, jika terdapat fakta tentang pernyataan
tersebut, pernyataan itu dianggap benar. Dan bukan kebenaran, jika tidak
ada fakta dari penyataan tersebut. Teori ini digunakan para empirisis
dikarenakan teori ini mengandalkan pengalaman melalui panca indera.

Contohnya, akan dianggap benar penyataan “di luar terjadi hujan”


jika kenyataannya di luar sana terjadi hujan, air yang turun dapat terlihat,
terasa, ataupun terdengar oleh panca indera. Namun peristiwa tersebut
hanya akan dianggap sebagai imajinasi dari pemberi penyataan, jika tidak
ada fakta obyektifnya.

Semakin banyak yang merasa, melihat, mendengar, atau


membenarkan kenyataan yang ada dengan pernyataan, maka dalam prinsip
verifikasi berarti semakin dekat pernyataan tersebut dengan kebenaran.

4
Dengan adanya prinsip ini, kesalahan-kesalahan yang mungkin ada yang
ditangkap oleh panca indera dapat teratasi, seperti rasa pahit saat memakan
gula yang dirasakan oleh seseorang yang sakit. Karena itulah fakta harus
diuji sebaik mungkin dengan terukur, berulang, dan memiliki responden
sebanyak-banyaknya.

2.1.1.2 Teori Koherensi

Pada teori korespondensi, dilakukan pembuktian berulang yang


akan menimbulkan aksioma atau pernyataan yang merupakan kebenaran
secara umum. Seperti pernyataan “matahari terbit dari arah timur” yang
diyakini kebenarannya sehingga menjadi kebenaran umum. Tidak perlu
kita mendapat bukti factual melalui mengamati sendiri terbitnya matahari
dari timur. Aksioma merupakan pernyataan yang dianggap tidak perlu
dibuktikan lagi karena telah dianggap benar secara umum. Ilmu
matematika menjadikannya sebagai dasar dikarenakan sifat tersebut. Selain
itu, digunakan juga untuk menentukan kebenaran dari penyataan lain.

Jika suatu pernyataan tidak bertentangan terhadap penyataan yang


sudah lebih dulu terbukti kebenarannya, penyataan tersebut dapat dianggap
benar menurut teori koherensi. Hubungan antara sebuah penyataan dengan
aksioma diharuskan memiliki konsistensi untuk dianggap benar dalam teori
koherensi. Sehingga teori ini sering disebut sebagai teori konsistensi.
Contohnya, semua jenis segitiga memiliki sudut yang berjumlah 180°. Saat
timbul suatu pernyataan yang menyebutkan bahwa suatu segitiga sudutnya
berjumlah 210° tanpa harus adanya membuktian secara faktual kita sudah
bisa menyatakan ketidakbenaran penyataan tersebut dikarenakan postulat
yang ada tidak sesuai dengan penyataan tersebut.

Dasar pembuktian suatu kebenaran dalam teori koherensi berbeda


dengan teori korespondensi. Teori korespondensi menggunakan hubungan
penyataan dengan fakta yang ada sebagai dasar kebenarannya, sedangkan
pada teori ini konsistensi hubungan antara penyataan dengan postulat yang
menjadi dasarnya.

Misalnya, dikatakan seekor hiu yang hidup berada pada suatu


kolam di alun-alun. Dengan teori korespondensi, benar atau tidaknya

5
pernyataan tersebut dibuktikan dengan melihat fakta yang ada, terdapat hiu
yang masih hidup di dalam kolam alun-alun atau tidak. Sedangkan dalam
teori koherensi, tidak memerlukan fakta untuk mengetahui hal status
kebenaran dari hal tersebut karena pernyataan tersebut sudah dapat
disimpulkan tidak benar dikarenakan bertentangan dengan aksioma yang
ada yaitu ikan hiu adalah ikan yang hidup di air asin (laut).

2.1.1.3 Teori Pragmatis

Dasar kebenaran dalam teori pragmatis berada pada manfaatnya


untuk dapat mengatasi masalah dalam kehidupan. Selain teori pragmatis
berlaku dalam dunia empiris, teori ini juga dapat digunakan pada obyek
pengetahuan metafisik. Dikarenakan kaum positivis yang menganggap
pernyataan metafisik tidaklah bermakna karena tidak adanya dasar faktual
dalam dunia empiris, timbullah teori ini sebagai kritik terhadap mereka.

Pernyataan metafisik dapat menjadi benar selama ada manfaatnya


dalam kehidupan menurut kaum pragmatis. Bagi manusia yang berpelaku
jahat, tempatnya adalah neraka. Disamping neraka tidak memiliki bukti
empiris, selama pernyataan tersebut bermanfaat karena dapat mengurangi
kejahatan, maka pernyataan tersebut dapat dianggap benar karena
bermanfaat untuk mengurangi kejahatan.

Dijelaskan oleh salah satu tokoh pragtisme, Charles Pierce, bahwa


dasar kebenaran dalam pragtisme yaitu kriteria berlaku dan memuaskan
dijabarkan dengan beragam dalam berbagai sudut pandang. Beragamnya
standar kebenaran dikarenakan beragamnya sudut pandang dalam
menentukan hasil yang memuaskan. Menurutnya, belum tentu kebenaran
baginya juga merupakan kebenaran bagi orang lain dikarenakan belum
tentu yang memuaskan baginya juga memuaskan orang lain. Karena itu,
teori pragmatisme akan dapat terjebak dalam relativisme dengan mudah.
Ini merupakan salah satu kritik untuk teori pragtisme.

2.1.1.4 Teori Performatif

“Penerapannya (secara faktual) hanya bisa diterapkan melalui


ujaran konstatif.” pendapat ini disampaikan oleh J.L.Austin, tokoh filsafat

6
analitika bahasa asal Inggris. Menurutnya, pengujian kebenaran atau truth-
evaluable hanya melalui ujaran konstatif, bukan performatif. Konstatif
sendiri menurut KBBI diartikan sebagai ujaran yang mengandung
gambaran tentang peristiwa. Ujaran konstatif yang dimaksud di sini adalah
ucapan yang mengandung konstatif tersendiri sehingga memiliki
konsekuensi untuk membuktikan kebenarannya.

Di sisi lain, keterbatasan masyarakat dalam mengakses sebuah fakta


merupakan hal penghambat dalam mengungkapkan kebenaran sebuah
ujaran. Selain itu, ujaran biasanya berkaitan dengan aktivitas mental
seseorang sehingga tidak ada yang tau mengenai kepastiaannya. Misalkan,
orang yang meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi
kesalahannya. Terkait dengan apa yang dilakukan orang tersebut, kita tidak
bisa membuktikan karena itu merupakan bagian dari aktivitas mental.

Guna menghindari hal-hal tersebut, J.L. Austin menyebutkan ujaran


lain, yaitu ujaran performatif. Ujaran ini lebih tegas secara pelaku,
perilaku, serta ucapannya karena waktu selesainya bersamaan pun
menggunakan otoritas dan wewenang pelaku sebagai kebenarannya.

2.1.1.5 Teori Konsensus

Digagasi oleh penulis The Structure of Scientific, Thomas Kuhn,


ahli sejarah ilmu pengetahuan, ia menyebutkan bahwa adanya tahapan
perkembangan pada ilmu pengetahuan. Diawali dengan normal science dan
ditandai dengan masyarakat menerima nya sesuai konsep kebenaran ilmiah
yang akhirnya berkembang dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan
mengenai keabsahannya lalu bergeser menimbulkan adanya shifting
paradigm atau pergeseran paradigma. Pergeseran ini diakhiri dengan
penerimaan masyarakat (society acceptance) menanggapi paradigma dan
kebenaran ilmiah yang ada.

Konsensus sendiri diartikan sebagai kesepakatan atau kemufakatan


bersama yang dicapai melalui kebulatan bersama, bisa berupa suara,
pendapat, dan lainnya. Menurut Kuhn, teori ilmiah yang ada mempunyai
kebenaran jika mendapatkan dukungan atau consensus (kesepakatan) oleh
masyarakat ilmiah.

7
Konsepsi Kuhn ini dilanjutkan oleh Jurgen Habermas melalui teori
komunikasi rasional. Menurutnya, kebenaran ditentukan pada ada tidaknya
sebuah kesepakatan para partisipan dalam sebuah forum/diskursus.

2.1.2 Pengaplikasian Pada Masyarakat

Teori-teori di atas menunjukkan bahwa filsafat menunjukkan pluralitasnya.


Dengan tantangan pada masa kini, mencapai sebuah kebenaran akan lebih sulit
karena kebenaran bisa bersifat gradatif, dimana semakin ia relevan terhadap teori-
teori yang ada, semakin tinggi pula validasinya, begitupun sebaliknya.

Penggunaan teori-teori ini untuk mencapai sebuah kebenaran juga masih


dipertanyakan dengan “sejauh mana?”, karena penerapannya akan selalu
bergantung pada obyek, secara faktual, serta dapat diakses oleh panca indera.
Misal, teori koherensi digunakan ketika masyarakat dihadapkan dengan dua
pernyataan yang bersebrangan, teori performatif untuk menyaring berita pada
dunia maya, dan atau teori konsensus untuk mencari kebenaran yang belum
mencapai standar komunikasi rasional.

2.1.3 Jenis-jenis kebenaran

Kita mengenal adanya kebenaran yang telah dianggap sebagai kebenaran


umum (common sense) dan kebenaran ilmiah yang ditemukan dalam ilmu
pengetahuan serta dapat dibuktikan kebenarannya. berikut adalah jenis-jenis
kebenaran

2.1.3.1 Kebenaran Biasa (common sense)


Manusia berani untuk bertindak untuk menjalankan kehidupan sehari-
hari dengan pengtahuan yang dimilikinya. Sering kali, mereka tidak
mengetahui seluk beluknya atau asal muasal pengetahuan tersebut, tetapi
manusia akan mempercayainya sebab pengetahuan itu bersifat pasti dan
mutlak. Hal inilah yang disebut dengan kebenaran biasa.
Kebenaran biasa juga sering dipandang sebagai pengetahuan
prailmiah karena tidak diarahkan untuk memperdalam suatu ilmu tetapi lebih
untuk mendapatkan manfaat praksis sehingga manusia dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.

8
2.1.3.2 Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah dapat dimanifestasikan atau diaktualisasikan


dengan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ini muncul akibat kebenaran biasa
yang belum dapat dibuktikan dan masih diragukan kebenarannya secara
saintifik. Diperlukan rangkaian proses ilmiah untuk menghasilkan kebenaran
ilmiah dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai syarat seperti objektivitas,
metodologis, universal, serta sistematis.

2.2 Kesenangan dan Kebahagiaan

Manusia pada umumnya memiliki harapan atau tujuan dalam hidupnya. Kedua hal
tersebut dicapai untuk mendapatkan satu hal, yaitu kebahagiaan. Sebenarnya, tidak ada
ukuran pasti seseorang dikatakan bahagia atau tidak karena setiap orang memiliki konsep
yang sangat subjektif. Perbedaan latar belakang sosial, pengalaman, pengetahuan, budaya,
agama, dan lingkungan dapat mempengaruhi kebahagiaan yang ingin dicapai manusia.
Namun, ada salah satu alat yang memiliki validitas dan reabilitas dalam pengukuran
kebahagiaan seseorang, yaitu 5 aitem satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh
Diener er al (1985). Kelima aitem tersebut adalah sebagai berikut :

a. In most ways my life is close to my ideal


b. The conditions of my life are excellent
c. I am satisfied with my life
d. So far I have got the important things I want in life
e. If I could live over I would change almost nothing

Bahagia menurut KBBI diartikan sebagai keadaan atau perasaan senang tenteram
(bebas dari yang segala yang menyusahkan). Menurut Veenhoven (2003) kebahagiaan
didefinisikan sebagai derajat sebutan terhadap kualitas hidup yang menyenangkan dari
seseorang. Veenhoven menambahkan bahwa kebahagiaan bisa disebut kepuasan hidup
(life satisfaction). Kebahagiaan juga didefinisikan sebagai kondisi psikologis positif yang
ditandai dengan tingginya derajat kepuasan hidup, afek positif dan rendahya derajat afek
negtif (Carr 2004). Jadi, kebahagiaan dapat diartikan sebagai keadaan saat seseorang
sudah dapat memenuhi harapan atau mencapai tujuan hidupnya.

9
Kebahagiaan diyakini oleh para filsuf Yunani sebagai tingkat pencapaian tertinggi
seseorang dalam hidup. Menurut Socrates, kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaann
jiwa atau eudaimonia yang berarti memiliki daimon (jiwa) yang baik, bahkan lebih baik
dari kebahagiaan secara raga. Plato, murid Socrates juga setuju dengan konsep ini. Bagi
Plato, kebahagiaan tidak hanya kepuasan hawa nafsu selama hidup di dunia saja (indrawi),
tetapi juga dalam hubungandua dunia (indrawi dengan Idea).

Tidak jauh berbeda dari kedua pendahulunya, Arsitoteles merasa manusia harus
memiliki tujuan hidup yang jelas agar hidupnya bermakna hingga pada akhirnya
mendapatkan kebahagiaan. Beliau membagi kebahadiaan ke dalam lima bagian, yaitu
sehat badan dan kelembutan indrawi, mempunyai sahabat, mempunyai nama baik dan
termasyhur, sukses dalam berbagai hal, terakhir mempunyai pola pikir yang benar serta
keyakinan yang kuat.

Dalam upaya untuk mencari kebahagiaan, kita sering kali menganggapnya sama
dengan kesenangan. Padahal, tidak semua kesenangan dapat membawa kebahagiaan.
Secara ilmiah, kesenangan adalah aktivitas ketika saraf pleasure center terangsang
sehingga menghasilkan mekanisme hormonal, yaitu keluarnya zat kimia dari neuron di
otak yang menimbulkan rasa enak, senang dan nikmat. Hormon ini sebenarnya dapat
dikeluarkan dengan obat-obatan sehingga kita merasa senang. Namun, kebahagiaan lebih
kompleks untuk didapatkan karena berkaitan dengan penilaian kita terhadap kehidupan
yang dapat menentukan. Singkatnya, tidak semua kesenangan membawa kebahagiaan,
tetapi jika kita bahagia, pasti disertai dengan rasa senang.

Terdapat dua faktor utama yang berkontribusi dalam kebahagiaan, yaitu eksternal
dan interal. Kedua faktor ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut Seligman
(2002) yang didukung oleh Carr (2004):

1. Eksternal
a. Uang
b. Pernikahan
c. Kehidupan sosial
d. Kesehatan
e. Agama
f. Emosi positif

10
 Gembira
 Rasa ingin tahu
 Cinta
 Bangga
g. Usia
h. Pendidikan, iklim, ras, dan Gender
i. Produktivitas pekerjaan
2. Internal
a. Kepuasan terhadap masa lalu
b. Optimism terhadap masa depan
c. Kebahagiaan masa sekarang

Pertanyaanya, bagaimana cara kita untuk mendapatkan kebahagiaan dan bukan


sekadar kesenagan semata? Menurut Hamka, tiap individu dapat menemukan kebenaran
menggunakan metode rasional yang mengandalkan kesempurnaaan akal dan
melaksanakan sesuatu dengan intuisi atau hati nurani. Kita dapat menemukan kebahagiaan
dalam makna dan tujuan hidup yang dipilih oleh hati nurani.

11
BAB III

KESIMPULAN

Subjektivitas yang ada mengenai pandangan bahagia masing-masing individu


merupakan hal yang sudah jelas adanya. Manusia pada umumnya mempunyai tolak ukur serta
latar belakang yang berbeda sehingga mempengaruhi bahagia nya tersendiri.

Dengan begitu, Aristoteles pun memperkuat dengan membagi kebahagiaan menjadi


beberapa bagian. Ia pun berpendapat bahwa seseorang harus memiliki tujuan hidup yang jelas
sehingga dapat mencapai kebahagiaan yang diinginkan. Seringkali kita mendefinisikan
kesenangan dan kebahagiaan sebagai dua hal yang sama, tetapi ternyata kebahagiaan
merupakan hal yang jauh lebih kompleks dibandingkan kesenangan.

Adapun kebalikan dari sifat kebahagiaan dan kesenangan, kebenaran merupakan hal
yang objektif. Kebenaran dapat diketahui oleh masyarakat secara terang-terangan namun
justru di masa kini sangat sulit untuk diketahui.

Teori-teori kebenaran merupakan “alat bantu” untuk mencapai sebuah kebenaran dari
ujaran-ujaran yang beredar. Dengan adanya ini, masyarakat diharapkan dapat menerapkannya
ketika diperlukan. Terlebih lagi saat ini banyaknya orang-orang yang berwewenang dan
mempunyai otoritas kerap kali menghalangi kebenaran-kebenaran tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hamin, Khairun. (2016). Kebahagiaan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Filsafat Retrieved
from https://core.ac.uk/download/pdf/266978934.pdf

PA, Rahman. Bahagia. Retrieved from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33501/?sequence=4

R. S., Andri Shaeful. (2016). Rahaasia Kebahagiaan. Retrieved from

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jaqfi/article/view/1717

Fuadi. (2018). Refleksi Pemikiran Hamka tentang Metode Mendapatkan Kebahagiaan.


Retrieved from https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/substantia/article/view/3403

A. F., Abdul. (2019). Teori-Teori Kebenaran dalam Filsafat Retrieved from


http://ejournal.iain-tulungagung.ac.id/index.php/kon/article/view/1966

ii
Refleksi Individual Terhadap Misi Manusia Mencari Kebenaran , Kebahagiaan dan
Kesenangan

Nama : Eka Putri A

NIM : 15000120140186

Mata Kuliah : Filsafat Psikologi

Hal pertama yang bisa saya pelajari dari materi kelompok saya adalah teori-teori kebenaran
yang berkembang dalam teori filsafat.Teori-teori tersebut bisa di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari untuk menyaring kebenaran berbagai berita yang ada. Penggunaan salah satu jenis
teori kebenaran tersebut juga bergantung tentang berita terkait. Jadi implementasi nya bersifat
objektif untuk teori-teori kebenaran tersebut.

Hal kedua yang dapat saya pelajari adalah kesenangan dan kebahagiaan yang dicari oleh
manusia. Kebahagiaan yang dicari manusia sendiri tidak memiliki ukuran yang pasti.
Sehingga, seseorang bisa dikatakan bahagia atau tidak bisa terjadi karena adanya faktor-faktor
seperti perbedaan latar belakang sosial, pengalaman, pengetahuan, budaya, agama, dan
lingkungan. Namun, tidak semua kesenangan membawa kebahagiaan. Karena untuk
mendapatkan kebahagiaan sendiri lebih kompleks yang berkaitan factor-faktor di sekitar.
Secara ilmiah, kesenangan adalah aktivitas ketika saraf pleasure center terangsang sehingga
menghasilkan mekanisme hormonal, yaitu keluarnya zat kimia dari neuron di otak yang
menimbulkan rasa enak, senang dan nikmat. Hormon ini sebenarnya dapat dikeluarkan
dengan obat-obatan sehingga kita merasa senang.

Sehingga saya bisa menyimpulkan jika semua yang menyenangkan itu belum tentu bisa
membahagiakan. Perasaan positif dari kebahagiaan yang memuaskan tergantung dari cara
pandang seseorang itu sendiri. Menurut saya dalam sehari-hari pun banyak hal-hal
menyenangkan yang membawa rasa bahagia yang sifatnya semu. Misalnya pergi ke tempat
hiburan malam yang suasananya ramai dan tersedia berbagai hiburan yang akan menggoda
iman manusia.

iii
Maka dari itu, kita sebagai manusia yang diciptakan memiliki akal dan pikiran harus pandai
untuk memilih jalan apa yang akan kita gunakan untuk meraih kebahagiaan. Bukan semata-
mata hanya kesenangan yang menjerumuskan kita kepada kebahagiaan yang bersifat semu.
Iman manusia juga akan diuji untuk menentukan jalan yang akan digunakan. Tergantung dari
apa yang kita harapkan bisa untuk kita raih. Sebagai manusia yang beriman kita harus bisa
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan di dunia dan akhirat tentu bukan
hal yang mudah untuk kita raih. Banyak cobaan pada jalan yang akan kita lewati untuk
mencapai kebahagiaan itu.

iv
Fiorenza J Norman

NIM : 15000120140173

Refleksi Diri Terhadap Tema Makalah Misi Manusia Mencari Kebenaran


dan Kebahagiaan Yang Otentik

Ini refleksi diri pertama saya untuk hal mengenai filsafat. Filsafat sendiri merupakan induk
dari semua ilmu pengetahuan dan stigma nya sebagai ilmu yang “tidak ada habisnya”
sehingga membuat saya merasa untuk belum siap mendalaminya.

Ternyata saya berhasil masuk ke jurusan psikologi dan perlu mempelajari filsafat sebagai
salah satu mata kuliahnya. Pada penugasan kali ini saya mendapatkan topik yang menarik
yaitu manusia dalam mencari kebenaran dan kebahagiaan.

Dengan dua hal yang sifatnya bertolak belakang, saya meyakini benar bahwa kebahagiaan
merupakan salah satu tolak ukur manusia semasa hidupnya dan berkaitan penuh dengan
tujuan hidupnya. Misalnya, semasa SMA, saya belajar dengan giat agar bisa masuk ke jurusan
yang saya inginkan di perguruan tinggi negeri, alhasil ketika saya mencapai itu maka timbul
rasa kebahagiaan dalam diri saya, bukan sekedar kesenangan.

Saya juga hidup di masa dimana kebenaran merupakan hal yang “krisis”. Di tengah pandemi
yang tidak kunjung selesai, kebenaran informasi yang beredar di masyarakat cukup sulit untuk
didapatkan mengingat mudahnya mengakses informasi. Perlu diketahui bersama bahwa
menyaring informasi sangat diperlukan demi meminimalisir peredaran hoaks ataupun hal-hal
yang tidak diinginkan.

v
Nama : Ning Gendis Hanum Gumintang

NIM : 15000120140154

Kelompok/Kelas : 4/3

Tema Refleksi Diri : “Misi Manusia Mencari Kebenaran dan Kebahagiaan yang Otentik”

Pak Hans pernah bilang, filsuf itu selalu haus akan kebenaran, karena dari kebenaran itu,
mereka akan mendapatkan kebahagiaan. Kebenaran dan kebahagiaan merupakan dua hal yang
saling berkaitan. Meskipun terkadang kebenaran itu menyakitkan, tetapi kebahagiaan pasti
terjadi atas dasar kebenaran. Menurut saya, kebenaran merupakan segala sesuatu yang dapat
divalidasi keberadaannya dan kebahagiaan merupakan keadaan di mana kita berhasil
menjalani hidup seperti apa yang kita inginkan dengan cara yang benar sesuai dengan kaidah-
kaidah yang berlaku.

Pelajaran yang saya dapat dari materi ini adalah betapa pentingnya kebenaran dalam hidup
dan dengan adanya kebenaran, agar manusia dapat memahami mana hal yang baik dan yang
kurang baik. Selain itu, kebenaran juga menjadi salah satu kunci kebahagiaan manusia.
Sayangnya, sering kali saya menemukan manusia melakukan kebohongan hanya demi
kesenangan sesaat. Padahal tidak ada yang menjamin kebohongan dapat mengubah segala hal
menjadi lebih baik, justru ketidakbenaran itulah yang akan menjerumuskan kita kepada hal
yang lebih buruk. Ditambah lagi, rasa senang tersebut belum tentu dapat membawa
kebahagiaan. Sebagai manusia yang berakal dan beradab, sepatutnya kita selalu menerapkan
kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu pengalaman saya tentang kebenaran yang membawa kebahagiaan ini terjadi
berulang kali saat SMA. Hanya dengan berhenti menyontek saat ujian, saya bisa mendapat
hasil yang maksimal dan menjadi juara di kelas. Tidak hanya itu, rasa puas saat melihat
hasilnya pun jauh berbeda dengan melihat nilai hasil ujian dengan menyontek.

vi
Nama : Sakinah Azzahra Saiputri

NIM : 15000120140230

TEORI KEBENARAN

1. Teori Korespondensi

Teori korespondensi adalah teori kebenaran yang kebenarannya berdasar pada fakta obyektif.
Teori ini berpandangan bahwa perrnyataan dianggap benar hanya jika realita yang ada
berhubungan dengan pernyataannya. Realita tersebut adalah fakta obyektif yang bisa
ditangkap melalui panca indera. Pada intinya, jika terdapat fakta tentang pernyataan tersebut,
pernyataan itu dianggap benar. Dan bukan kebenaran, jika tidak ada fakta dari penyataan
tersebut. Teori ini digunakan para empirisis dikarenakan teori ini mengandalkan pengalaman
melalui panca indera.

CONTOH REFLEKSI DIRI :

Sebuah fakta seperti langit warna biru yang sudah tidak bisa dipungkiri lagi,dan berasal dari
fakta yang ada. Dari teori ini saya belajar bahwa melihat suatu kebenaran harus berdasarkan
fakta yang ada,bukan berdasarkan presfektif orang ataupun kabar yang tidak diketahui
sumbernya. Supaya kita tidak terjerumus pada sesuatu yang tidak benar yang dapat membuat
kita berjalan dijalan yang salah.

2. Teori koherensi

Jika suatu pernyataan tidak bertentangan terhadap penyataan yang sudah lebih dulu terbukti
kebenarannya, penyataan tersebut dapat dianggap benar menurut teori koherensi.Hubungan
antara sebuah penyataan dengan aksioma diharuskan memiliki konsistensi untuk dianggap
benar dalam teori koherensi. Sehingga teori ini sering disebut sebagai teori konsistensi.

CONTOH REFLEKSI DIRI :

Semua jenissegitiga memiliki sudut yang berjumlah 180°. Saat timbul suatu pernyataan yang
menyebutkan bahwa suatu segitiga sudutnya berjumlah 210° tanpa harus adanyamembuktian
secara faktual kita sudah bisa menyatakan ketidakbenaran penyataan tersebut dikarenakan
postulat yang ada tidak sesuai dengan penyataan tersebut. Dari teori ini bisa dilihat bahwa

vii
hanya ada satu kebenaran yang valid,agar kita tidak binggung dan salah dalam menanggapi
sesuatu .

3. Teori pragmatis

Dasar kebenaran dalam teori pragmatis berada pada manfaatnya untuk dapat mengatasi
masalah dalam kehidupan. Selain teori pragmatis berlaku dalam dunia empiris, teori ini juga
dapat digunakan pada obyek pengetahuan metafisik. Dikarenakan kaum positivis yang
menganggap pernyataan metafisik tidaklah bermakna karena tidak adanya dasar faktual dalam
dunia empiris, timbullah teori ini sebagai kritik terhadap mereka. Pernyataan metafisik dapat
menjadi benar selama ada manfaatnya dalam kehidupan menurut kaum pragmatis.

CONTOH REFLEKSI DIRI :

Bagi manusia yang berpelaku jahat, tempatnya adalah neraka. Disamping neraka tidak
memiliki bukti empiris, selama pernyataan tersebut bermanfaat karena dapat mengurangi
kejahatan, maka pernyataan tersebut dapat dianggap benar karena bermanfaat untuk
mengurangi kejahatan. Jika seseorang berbohong atau melakukan tindakan kejahatan maka
dia akan mendapat dosa yang lama kelamaan akan banyak atau menumpuk dan mendapat
hukuman dineraka seperti yang dijelaskan diatas. Karena adanya teori ini membuat saya
menjadi lebih pemilih untuk melakukan sesuatu supaya tidak berdampak buruk bagi diri
sendiri.

KESENANGAN DAN KEBAHAGIAAN

Manusia pada umumnya memiliki harapan atau tujuan dalam hidupnya. Kedua hal tersebut
dicapai untuk mendapatkan satu hal, yaitu kebahagiaan. Sebenarnya, tidak ada ukuran pasti
seseorang dikatakan bahagia atau tidak karena setiap orang memiliki konsep yang sangat
subjektif. Perbedaan latar belakang sosial, pengalaman, pengetahuan, budaya, agama, dan
lingkungan dapat mempengaruhi kebahagiaan yang inin dicapai manusia. Namun, ada salah
satu alat yang memiliki validitas dan reabilitas dalam pengukuran kebahagiaan seseorang,
yaitu 5 item satisfaction with life scale yang dikemukakan oleh Diener er al (1985). Kelima
aitem tersebut adalah sebagai berikut :

a. In most ways my life is close to my ideal

b. The conditions of my life are excellent

c. I am satisfied with my life

viii
d. So far I have got the important things I want in life

e. If I could live over I would change almost nothing

Kebahagiaan diyakini oleh para filsuf Yunani sebagai tingkat pencapaian tertinggi seseorang
dalam hidup. Menurut Socrates, kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaann jiwa atau
eudaimonia yang berarti memiliki daimon (jiwa) yang baik, bahkan lebih baik dari
kebahagiaan secara raga. Plato, murid Socrates juga setuju dengan konsep ini. Bagi Plato,
kebahagiaan tidak hanya kepuasan hawa nafsu selama hidup di dunia saja (indrawi), tetapi
juga dalam hubungandua dunia (indrawi dengan Idea).

CONTOH REFLEKSI DIRI : Saat saya menginginkan sesuatu saya akan mengejarnya dan
jika itu tercapai maka otomatis saya akan mendapat kesenangan sekaligus kebahagiaan, akan
tetapi sebuah kebahagian menurut saya tidak dapat diukur dari benda ataupun uang . Contoh
sebuah kebahagian kecil yang pernah saya alami adalah melihat orang terdekat tersenyum.

ix
Nama : Yane Cendana Ramadhania Sutjiopranto

NIM : 15000120140201

Kelompok : 4

REFLEKSI INDIVIDUAL TERHADAP TEMA MAKALAH MISI MANUSIA MENCARI


KEBENARAN DAN KEBAHAGIAAN YANG OTENTIK

Menurut saya, semua orang di dunia ini pasti punya tujuan dalam hidupnya. Setelah tujuan itu
dilalui, mereka akan mendapat kebahagiaan dalam dirinya. Bahkan, tokoh filsafat, Aristoteles,
merasa bahwa manusia harus punya tujuan hidup yang jelas agar hidupnya bermakna hingga
akhirnya mendapatkan kebahagiaan.

Awalnya setelah saya mempelajari tentang kebahagiaan di filsafat, saya menyadari bahwa
dalam upaya untuk mencari kebahagiaan, kita sering sekali menganggap itu sebagai
kesenangan. Padahal, tidak semua kesenangan membawa kebahagiaan, tetapi jika kita
bahagia, pasti akan disertai dengan rasa senang. Dari sini, bisa kita ketahui bahwa banyak
faktor yang membawa kebahagiaan, seperti uang, pernikahan, kesehatan, emosi positif,
kepuasan, dan sebagainya.

Saya mengetahui bahwa terdapat beberapa teori-teori kebenaran yang berkembang dalam
teori filsafat, teori tersebut terbagi menjadi lima, yaitu :

1. Teori Korespondensi

Salah satu contoh dari teori ini adalah jika terdapat pernyataan “di luar terjadi angin kencang”
lalu saat kita melihat bahwa diluar benar-benar terjadi angin kencang dan terasa juga oleh
panca indera, maka pernyataan tersebut benar. Namun, jika tidak ada fakta objektifnya,
peristiwa tersebut hanya akan dianggap sebagai imajinasi dari pemberi pernyataan.

Setelah saya mempelajari teori korespondensi ini, saya mengetahui bahwa semakin banyak
yang merasa, melihat, mendengar, atau membenarkan kenyataan yang ada dengan pernyataan,
maka semakin dekat pernyataan tersebut dengan sebuah kebenaran. Karena itulah fakta harus
diuji sebaik mungkin dengan berulang kali dan harus mempunyai responden sebanyak-
banyaknya.

x
2. Teori koherensi

Dari yang saya baca, teori ini melakukan pembuktian berulang yang akan menimbulkan
sebuah pernyataan yang merupakan kebenaran secara umum. Seperti pernyataan “ matahari
terbit dari arah timur” yang diyakini kebenarannya sehingga menjadi kebenaran umum. Kita
tidak perlu mengamati matahari tersebut untuk mengetahui kebenarannya karena pernyataan
tersebut tidak perlu dibuktikan lagi.

Setelah saya mempelajari teori koherensi ini, saya menyadari bahwa jika suatu pernyataan
tidak bertentangan terhadap pernyataan yang sudah lebih dulu terbukti kebenarannya,
pernyataan tersebut dapat dianggap benar.

3. Teori pragmatis

Saya membaca penjelasan salah satu tokoh pragtisme, Charles Pierce, bahwa dasar kebenaran
dalam pragtisme yaitu kriteria memuaskan dijabarkan dalam berbagai sudut pandang.
Menurutnya, belum tentu yang memuaskan baginya juga memuaskan bagi orang lain. Oleh
karena itu, salah satu kritik yang ditujukan untuk teori ini adalah terjebak dalam relativisme
dengan mudah.

4. Teori performatif

Dari yang saya baca, teori ini hanya bisa diterapkan jika mengandung gambaran tentang
peristiwa. Seperti halnya ujaran yang tidak bisa diungkapkan kebenarannya. Misalkan, ada
orang yang meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya. Tetapi, kita tidak
akan bisa membuktikan hal tersebut karena itu merupakan bagian dari aktivitas mental.

5. Teori konsensus

Saya mencari arti dari konsesus yang diartikan sebagai kesepakatan bersama yang dicapai
melalui perundingan. Teori ini ditandai dengan masyarakat yang menerimanya sesuai konsep
kebenaran ilmiah yang akhirnya berkembang dan memunculkan pertanyaan-pertanyaan atas
kebenarannya.

xi

Anda mungkin juga menyukai