Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang

terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada

pasien Tn. R dengan halusinasi audio visual, waham, RPK dan Resiko Bunuh Diri

di ruang Kresna Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang meliputi

pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan

pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan

tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Pengumpulan

data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor

predisposisi, fisik, psikososisal dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek

medik.

Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan

karena penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis

yaitu untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dan pasien

mengerti serta kooperatif dengan perawat.

Pada dasar pengkajian antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus tidak

banyak kesenjangan yaitu pada tinjauan kasus didapatkan data dengan

halusinasi audio visual, waham, RPK dan resiko bunuh diri dan data-data

tersebut sejalan dengan teori yang ada sehingga tidak ada kesenjangan dari

kasus yang didapat dengan teori yang ada .

78
Analisa data pada tinjauan kasus hanya menguraikan teori saja,

sedangkan pada kasus nyata disesuaikan dengan keluhan yang dialami pasien

karena penulis menghadapi klien secara langsung.

Saat pengkajian, klien mengatakan melihat harimau di belakang

kamarnya saat siang hari, dan melihat ular besar di ruang makan Kresna di

atas jendela sambil menunjukkan objek halusinasinya, mendengar bisikan

seorang laki-laki untuk membalas dendam kepada teman yang menjadi

selingkuhan istrinya.

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia

luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada

objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan

mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati &

Hartono, 2010).

Pada saat pengkajian, klien juga mengatakan pernah dipukul oleh

ayahnya saat usia 9 tahun karena Tn. R tidak sholat tetapi main kelereng, klien

juga mengatakan pernah berkelahi dengan seseorang yang memukul

pamannya saat usia 17 tahun.

Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang

melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat

ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006).

Dari pengkajian klien dengan inisial Tn.R Umur 38 tahun, Masuk

Rumah sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor dengan alasan, Klien marah-marah,

79
menganggu orang lain, mengambil barang di kios, merasa dirinya prabu

siliwangi dan imam mahdi.

Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang

tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah

secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang

sudah kehilangan kontrol (Direja, 2011).

Dari hasil wawancara klien juga pernah mencoba untuk bunuh diri

menggunakan golok kurang lebih 2 tahun yang lalu.

Bunuh Diri adalah tndakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

meakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu

untuk emecahkan masalah yang dihadapi ( Captain, 2008)

4.2 Perencanaan

Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2005) rencana tindakan keperawatan

merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.

Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian

asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah

kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi.

Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum berfokus pada

penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan

rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau dimiliki. Kemampuan ini

dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan

pada tujuan khusus terdiri atas tiga aspek yaitu: kemampuan kognitif,

80
psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan

masalahnya.

Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori

halusinasi pendengaran yauitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang

dialaminya. Ada 4 tujuan khusus gangguan halusinsasi, antara lain: klien dapat

membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal halusinasinya dari

situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan

respon klien terhadap halusinasinya. Tujuan selanjutnya klien dapat melatih

mengontrol halusiniasinya, dengan berlatih menghardik halusinasi, bercakap-

cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktifitas

secara terjadwal serta klien patuh meminum obat.

Menurut (Prayeka S, 2017) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan

pada perilaku kekerasan terdiri dari empat yaitu, pada strategi pelaksanaan 1

pasien, perawat membina hubungan saling percaya dan perawat menjelaskan

dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik 1

dan 2, membantu pasien melatih cara mengontrol perilaku kekerasan. Strategi

pelaksanaan 2 pasien, perawat melatih cara mengontrol perilaku kekerasan

dengan cara 6 benar minum obat.

Menurut (Nugroho A, 2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

ada 5 tujuan kasus waham yaitu Klien dapat membina hubungan saling

percaya dengan perawat, Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang

dimiliki, Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi,

Klien dapat berhubungan dengan realitas dan Klien dapat menggunakan obat

dengan benar.

81
Menurut (Agung, 2011) menyebutkan ada 5 tujuan khusus pada kasus

resiko bunuh diri yaitu Klien dapat membina hubungan saling percaya, Klien

dapat terlindung dari perilaku bunuh diri, klien dapat mengespresikan

prasaannya, klien dapat meningkatkan harga diri dan klien dapat

menggunakan koping yang adaptif.

Dari beberapa teori yang sudah diuraikan diatas mengenai perencanaan

tindakan keperawatan dengan halusinasi, waham, RPK dan RBD. Hal ini

sesuai dengan intervensi yang dilakukan penulis.

4.3 Pelaksanaan

Menurut Effendy (dalam Nurjanah,2005) implementasi adalah

pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari

tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi

(interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).

Pada diagnosa 1 halusinasi, Penulis melakukan implementasi yang

dilaksanakan antara lain: pada tanggal 16 April 2018 pukul 09.00 WIB,

Penulis melakukan strategi pelaksanaan yaitu membina hubungan saling

percaya dan membantu mengenal halusinasi pada Tn. R, tanggal 16 April

2018 pukul 11.00 WIB menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan mengajar

cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dengan menutup telinga.

Tn. R dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinsai yang muncul atau

tidak mengikuti halusinasi yang muncul dengan menutup telinganya dan

membaca doa-doa. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan

82
ini, Tn. R tidak akan larut dalam halusinasinya. Kemudian memberikan

reinforcement positif apabila Tn. R berhasil mempraktekan cara menghardik

halusinasi yang diajarkan. Respon Tn. R mampu mengenal halusinsainya dan

mau menggunakan cara menghardik saat halusinasi muncul.

Pada Tn. R Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa 2 sudah

mampu membina hubungan saling percaya dan perawat menjelaskan pada Tn.

R cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1 dan 2, didapatkan

bahwa Tn. R mampu melakukan ke 2 latihan fisik yang diberikan. Kemudian

perawat menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat

yang benar. Dari observasi yang dilakukan pada Tn. R, bisa secara teratur

meminum obat dan perlu ditingkatkan lagi pengetahuan mengenai obat yang

diminum.

Pada diagnosa 3 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan

perawat, Tn. R dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, Klien dapat

mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi, tetapi klien belum dapat

membedakan realitas atau khayalan dan Tn. R dapat menggunakan obat

dengan benar.

Implementasi dengan diagnosa yang ke 4 yaitu RBD, Tn. R dapat

membina hubungan saling percaya dengan perawat/teman sekitar, perawat

memberikan lingkungan yang aman dan nyaman sehingga Tn. R terlindung

dari perilaku bunuh diri, Tn. R juga dapat mengespresikan prasaannya, Tn R.

Pada saat interaksi sudah mulai percaya diri dan yang harus ditingkatkan

kembali yaitu Tn. R menggunakan koping yang adaptif.

83
4.4 Evaluasi

Menurut Kurniawati (dalam Nurjanah,2005) evaluasi adalah proses

berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.

Evaluasi dibagi dua,yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap

seslesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan

dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum

yang telah ditentukan.

Pada kasus ini penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada

tanggal 17 April 2018 pukul 13.00 WIB, Tn. R masih mengingat perawat,

mengerti bahwa suara yang sering didengarnya/yang sering dilihat itu hanya

suara palsu dan tidak nyata hanya halusinasinya saja, serta mampu melakukan

cara mengontrol halusinasi dengan semua SP yang diberikan.

Pada evaluasi akhir tujuan yang ditetapkan dapat tercapai karena

adanya kerjasama antara perawat dan pasien serta tim kesehatan lainnya.

serta untuk waham, RPK dan RBD masih perlu ditingkatkan lagi dalam

pemberian strategi pelaksanaan sehingga masalah keperwatan jiwa pada klien

dapat teratasi secara komprehensif.

84

Anda mungkin juga menyukai