Anda di halaman 1dari 425

CBT COMBO

PEMBAHASAN SOAL UKDI CLINIC II


OPTIMAPREP
BATCH I UKMPPD 2016

Office Address:
Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta Selatan
(Belakang Pasaraya Manggarai)
Phone Number : 021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
Medan : dr. Widya, dr. Eno, dr. Yolina
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan dr. Cemara, dr. Reza
Phone Number : 061 8229229 dr. Yusuf
Pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Captopril
• Target BP:
– <140/90
mmHg
– <130/80
mmHg if
DM or renal
disease (+)
• If BP ≥20/10
mmHg above
target BP

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure. 2003.
Drug Choices in HT with Compelling Indication

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. 2003.
2. GDP
Kriteria Diagnosis DM – Revisi ADA 2010

American Diabetes Association. Position statement: standards of medical care in diabetes—2010.


3. Insulin
4. OAT Kategori I
Definisi Kasus TB
Jenis Kasus Definisi
Kasus baru Pasien yang tidak pernah mendapat terapi TB atau
pernah mendapat terapi <1 bulan
Kasus kambuh Pasien yang pernah dinyatakan sembuh, timbul lagi TB
aktif
Kasus gagal (smear • Pasien yang sputum BTA tetap positif setelah mendapat
positive failure) OAT> 5 bulan, atau
• Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah
mendapat OAT 1-5 bulan dan sputum BTA masih positif

Kasus kronik Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah


mendapat pengobatan ulang (retreatment) lengkap yang
disupervisi baik
MDR-TB Resistensi terhadap rifampisin dan INH +/- OAT lain
5. Hepatitis Imbas Obat pada Terapi TB
6. Atorvastatin

Management of Dyslipidemia in Adults. Am Fam Physician. 1998


7. Hipotiroidisme
Susp. Tiroiditis Hashimoto
8. Krisis Tiroid
Grave’s Disease
• Autoimmune  thyroid-
stimulating Ig (TSI), Ophtalmology:
antithyroglobulin, ANA preorbital edema,
• Causes 60-80% of conjunctival
thyrotoxicosis injection,
• Female:male = 5-10:1, 40- proptosis
60 y
• Clin. Manifestasion:
– Diffuse, nontender goiter.
Thyroid bruit (+)
– Palpitation, sweating,
anxiousness, fatigue,
weakness, weight loss,
diarrhea, oligomenorrhea
– Ophtalmology Separated
– Pretibial myxedema fingernails from
– Plummer’s nail nailbed
9. Kolesistitis Akut

• Ec obstruksi duktus sistikus


(biasanya pada Hartmann’s
pouch)
• Manifestasi klinis:
– Nyeri perut kuadran kanan
atas, intensitas & durasi >
episode kolik bilier
sebelumnya
– Demam, mual, muntah
– Massa + nyeri tekan kuadran
kanan atas abdomen, bawah
iga kanan
– Defans muskuler USG: posterior acoustic shadow &
– Murphy’s sign (SE = 65%, SP Murphy USG
= 87%)
10. Hepatitis Akut
Hepatitis A

• Fecal-oral
• No
chronicity
– IgM:
acute
infection
– IgG: past
infection
• Blood, sexual,
Hepatitis B
perinatal
• Incubation 1-6 (2-3)
mo
• Acute infection:
– 70% subclinical
– 30% jaundice
– 1% fulminant
hepatitis
• Chronicity
– 5% (adult-acquired)
– 90% (perinatally
acquired)
– Cirrhosis: 20-30% of
chronic hep B
Serologi & Virologi HBV
Petanda Interpretasi
HBsAg Infeksi aktif/sedang berlangsung. Muncul sebelum gejala2 muncul
HBeAg Bukti replikasi virus dan infektivitas
IgM anti-HBc Infeksi akut
Window period (HBsAg (-), anti-HBs not yet (+)

Anti-HBs Resolusi penyakit aktif


Petanda imunitas (petanda tunggal pasca imunisasi)

IgG anti-HBc Infeksi HBV lampau (HBsAg (-)) atau kronis (HBsAg (+))
IgG anti-HBe Replikasi virus <<, infektivitas <<

HBV DNA Replikasi aktif virus di hepar


Hepatitis C
 90% transfusion,
50% IDU
 Little evidence of
sexual or perinatal
transmission
 Incubation 1-5 (2)
mo
 Acute infection:
 75% subclinical
 25% jaundice
 Chronicity
 50%
 Cirrhosis: 20% of
chronic
11. Obstruksi Bilier Susp Keganasan

Cholangiocarcinoma
12. Edema Paru Akut ec STEMI
Killip Class
Manifestation
I No HF
II S3 and/or basillar rales
III Pulmonary edema
IV Cardiogenic shock
Klasifikasi Gagal Jantung Akut
Klasifikasi
I Acute decompensated HF De novo atau dekompensasi (perburukan
CHF)
Rhonkhi basah halus basal paru
II Acute HF with HT/HT crisis Tanda & gejala gagal jantung, disertai HT,
fungsi LV baik, APE (roentgen)
III Acute HF with pulmonary edema APE (konfirmasi dg roentgen) disertai distres
(APE) respiratoris
Rhonkhi basah seluruh lapang paru,
orthopnea, Sat O2 <90%
IVa Cardiogenic shock/low output Hipotensi, hipoperfusi (CRT ↑), oliguria (AKI)
syndrome
IVb Severe cardiogenic shock
V High-ouput failure Aritmia, anemia, tirotoksikosis, Paget’s
disease  ditandai HR ↑
VI Right-sided acute HF Ec emboli paru, PPOK  JVP ↑, kongesti
hepar, hipotensi
Forrester clinical severity class
STEMI
13. Diseksi Aorta
 Faktor mendasari: HT (70%), Marfan sy
 Manifestasi klinis:
 Nyeri dada akut seperti dirobek, menjalar ke
punggung
 Penjalaran ke leher & ekstremitas sesuai
berlanjutnya diseksi
 Bedakan dgn nyeri infark!
 Nyeri maksimal saat onset
 Tidak ↓ dengan nitrat
 Perbedaan TD & pulsasi pada lengan
 Hipertensi > hipotensi
 Sesak, diaforesis
 Kompresi mediastinum  tamponade jantung, dll

 Ro thoraks: mediastinum melebar


 Dx: aortografi, CT, MRI
 Tatalaksana
 Beta-bloker iv  inotropik (-), vasodilatasi 
↓ shear stress
 ≠ antitrombotik/antikoagulan
 Tipe A: bedah cito
 Tipe B: medikamentosa, bedah elektif
14. KAD
15. Acute Limb Ischemia ec Emboli dari Jantung
• Penurunan perfusi
ekstremitas secara
mendadak yang dapat
mengancam viabilitas
jaringan
• Onset <2 minggu
• 6P  Pain, pallor,
pulselessness, paresthesia,
poikilothermia, paralisis
• Golden period: 6 jam
• Dx: arteriografi Doppler

Inter-Society Consensus for the Management of PAD . TASC II Guidelines. 2009.


Chronic Limb
Ischemia
• Insufisiensi arteri
perifer >2 minggu
• Klaudikasio
intermitten
– Dipicu aktivitas
& elevasi tungkai
– Metabolisme
anaerob  asam
laktat  muscle
cramping
– Nyeri atau
burning pada
plantar pedis
• Dx: ABI
16. Takayasu’s Arteritis
 Vaskulitis granulomatosa
sistemik  aorta dan
percabangannya
 Arteri besar & sedang  A.
Subklavia & a.
brachiocephalica
 Kriteria dx (3 dari 6, Se 90.5%,
Sp 97.8%
 Usia ≤40 tahun
 Klaudikasio ekstremitas
 ↓ pulsasi a. Brakhialis
 Perbedaan TD >10 mmHg
antara kedua lengan
 Bruit a. subklavia atau aorta
 Abnormalitas angiogram

American College of Rheumatology 1990 criteria for the diagnosis of Takayasu’s arteritis. Arth Rheum 1990;330:1129
Aneurisma aorta Dilatasi aorta  true & pseudo
Root, thoraksik, thorako-abdominal, abdominal
Asimptomatik – nyeri dada/punggung
Aorta thoraksik: ro thoraks
Aorta abdomen: pulsasi (+)
Tromboangitis obliterans Rx inflamasi non-ateromatosa (vasospasme) pada arteri & vena kecil
 ulkus atau gangren digiti
Laki-laki muda, perokok
Giant cell arteritis Vaskulitis pada percabangan kranial arkus aorta, terutama a.
Temporalis (“temporal arteritis”) + demam, fatigue, BB turun,
anoreksia
Arteri-arteri wajah  klaudikasio mandibula
Chronic limb ischemia Terutama arteri ekstremitas bawah setelah keluar dari percabangan
aortoiliaka (a. Iliaka, a. Femoralis, a. Tibialis, a. Dorsalis pedis)
Dx: ABI <0.9
17. Emboli Paru ec DVT

• Temuan klasik
– Takikardia
– Tanda2 disfungsi RV
• Distensi vena
juguler
• Left parasternal lift
• S2 komponen
pulmonal mengeras
• Murmur sistolik yg
meningkat pada
inspirasi
18. ASD
• Left-to-right shunt  overload RA
 dilatasi RA
• ↑ beban volume RV  ↑
pulmonary blood flow
• HT pulmoner
– Dekade 3-4
– Penyakit vaskuler paru
– Reverse shunting (Eisenmenger
syndrome)  sianosis, hipoksemia

 Palpasi: RV heaving
 Auskultasi
 Widened, fixed splitting of S2
 Inspirasi: venous return ke
LA ↓  shunting ↓
 Murmur ejeksi sistolik katup
pulmonal
 Murmur middiastolik trikuspid
• Manifestasi klinis
– >>> asimptomatik
– ↓ CO  DOE,
fatigue
– Kongesti pulmonal
 ISPB beruang
– RAD  AF 
palpitasi
• EKG
– AF, takikardia
– RA dilatation: P-
pulmonal
– RVH (RAD, R>S V1)
19-20. Asma
Klasifikasi & Manajemen Asma - GINA
• GINA 2007:
– Beratny asma mencakup beratnya
penyakit dasar dan respon thd
pengobatan
– Berat penyakit dapat berubah2
– Klasifikasi asma berdasar derajat
kontrol penyakit lebih relevan &
berguna
21. Terapi PPOK
Maintenance therapy
• Kombinasi LABA &
kortikosteroid
inhalasi
menurunkan
eksaserbasi COPD
• Kortikosteroid oral:
– Tidak
direkomendasikan
untuk
maintenance 
risiko
osteoporosis, ↑
BB, katarak, DM
– Hanya untuk
eksaserbasi akut
 mempercepat
resolusi serangan,
↓ relaps dan
eksaserbasi hingga
6 bulan

GOLD on Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of


Chronic Obstructive Pulmonary Disease 2007
21. DHF
22. SLE
23. OA
Diagnosis Banding Arthritis
OA RA Gout

Patologi degeneratif Pannus Deposisi kristal urat


(mikrotophi)

Onset gradual Gradual Akut

Inflamasi (-) (+) (+)

Lokasi Panggul, lutut, MCP, PIP, wrist, ankle, MTP, kaki, ankle,
vertebra kaki

Keterlibatan sendi Poli Poli, simetris Mono

Temuan khas Nodus Bouchard, Deviasi ulnar, swan Kristal urat


Heberden neck, boutonniere

Ekstraartikuler - Nodul subkutan, Tophi


pulmoner, kardiak, Batu ginjal
splenomegali Bursitis olekranon

Lab dbn RF (+), anti-CCP (+) ↑ as . Urat


24. Acute Nephritic Syndrome ec Post
Streptococcal GN

hypoalbuminemia, hyperholesterolemia,
hypercoagulability
Post-Streptococcal GN
• full-blown nephritic syndrome with oliguric acute renal
failure
– Gross hematuria
– Headache, anorexia, nausea, vomiting, and malaise
– Edema +/-
– Hypertension +/-
• Dx:
– Acute-phase reactants (ESR, CRP)
– CBC
– ↓ complement (C3)
– Antistreptolysin titer-O (ASTO)  first noted during 2nd or
3rd
• Elevated ASO titers may support but not definitely diagnose a
poststreptococcal complication. The more specific and expensive
antibody tests may be warranted, including antihyaluronidase,
antideoxyribonuclease B, and antistreptokinase antibodies.
25. Myoglobinuria
 Trias klasik rhabdomyolisis: • Etiologi:
myalgia, kelemahan otot, urin – Trauma & kompresi (crush injury)
berwarna gelap
– Exercise  atlet lebih rentan
 Faktor predisposisi: hipokalemia (myoglobin >>)
– Viral myositis  kausa
 Pemeriksaan lab: rhabdomyolisis tersering pada
 Myoglobin  ↓ dalam 24 jam
anak  influenza virus
 CKMB >1000 U/L  peak di hari-
– Gangguan elektrolit: hipokalemia
3A – Toksin, bisa ular
 Enzim otot lain: aldolase, LDH, – Obat  zidovudine, statins
SGOT – Alkohol, kokain, amfetamin.
– Infeksi, sepsis: gas gangrene,
 Myoglobinuria vs hematuria: tetanus, shigellosis, Coxsackie
 Myoglobinuria: coklat, RBC – Metabolik: KAD
dipstisk (-) – Hipertermia malignan, demam
 Hematuria: sedimen RBC (+), tinggi
red/brown coloration in serum – Herediter: McArdle syndrome,
muscular dystrophy
26. Acute Kidney Injury

• ↑ Cr ≥50% from
baseline, or ↑
absolute by 0.5-1.0
mg/dL
• Oliguria (UO <400
mL/24 h) or anuria
(UO <100 mL/24 h)
ILMU BEDAH DAN ANASTESIOLOGI
27. Tata cara pemberian TT dan IG
Tetanus
Status imunisasi Luka bersih Luka kotor
imunisasi HTIG 250-500iu
dasar/booster <10 th yl
imunisasi Booster 0,5 Booster 0,5 cc TT
dasar/booster >10 th yl cc TT + HTIG 250-500iu
Tidak jelas/ tdk pernah Imunisasi Imunisasi dasar
dasar TT TT + HTIG
28. TENSION PNEUMOTHORAX

ATLS
29.Flail Chest

Section 7 / Chapter 5 Injuries to the Chest


30. Cardiac Tamponade

ATLS
31. Hematothorax
Pathophysiology:
• Sistematic / pulmonary vessel
disruption
• Massive : ≥ 1500 mL BL
• Flat vs distended neck veins
• Shock with no breath sounds
and / or percussion dullness
Therapy:
• Rapid volume restoration
• Chest decompression and x-
ray
• Autotransfusion
• Operative intervention

ATLS
32. Stenosis pilori
hipertrofi
• Gejala klinis
– terjadi
– muntah proyekil non bilious
– Timbul 30-60 menit setelah makan
dan minum
– Setelah muntah kelihatan selalu
masih lapar dan rakus bila
diberikan minuman
– Kadang didapatkan bahan
muntahan bercampur darah yang
dapat terjadi karena gastritis atau
esophageal trauma
• Pada pemeriksaan fisik – USG
• Tampak peristaltik lambung tepat • Penebalan pylorus dg central
sebelum muntah (gastric wave) sonolucent area
• Pada palpasi dapat ditemukan massa di • Diameter pylorus > 14 mm
kanan atas umbilikus, padat, mobil dg • Penebalan mucosa > 4 mm
ukuran ± 2 cm (olive mass) • Panjang > 16 mm

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


33. Atresia ani management
• Newborns with imperforate anus
should not be fed and should
receive intravenous hydration
• If a urinary fistula is suspected,
broad-spectrum antibiotics can
be administered,
• Despite the obstruction, the
abdomen is initially not
distended, and there is rarely any
urgency to intervene

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


Schwartz's Principles of Surgery, 9e
35. Invaginasi/Intussusception
1 portion of the small bowel invaginating into the distal portion of small bowel, pulled
in by peristalasis

invagination of the bowel Classic Triad :


• Colicky abdominal pain : pulling
Obstruction resulting in knees up to abdomen
compression of the vessels and • “Currant Jelly” bloody stools
venous congestion and bowel wall • Abdominal Mass : sausage shaped
edema
Diarrhea is quite common and can be
Infarction, early sign of intussusception
perforation
Intussusceptum
=proximal
If left untreated, FATAL portion
Intussuscipen
=distal portion

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


36. Gastroschisis
Omphalocele Gastroschisis
Incidence 1:6,000-10,000 1:20,000-30,000
Covering Sac Present (may be ruptured) Absent
Fascial Defect Small to large Small (vascular compromise)
Cord Attach. Umbilical the sac Abd wall
Herniated Bowel Protected Edematous and matted
Other organs Liver often in sac Remain in abd.
IUGR Less common Common
NEC If sac is ruptured 18%

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


Delivery Room Management:
Gastroschisis
• ABC’s of resuscitation
• Warm, saline-soaked lap sponges, plastic wrap or
bowel bag to cover the intestines
• Decompression of the bowel ASAP
• Avoid volvulus of the mesenteric vessels
• Avoid tearing bowel mesentery or causing
unnecessary damage to bowel
• Remember importance of thermoregulation and
controlling fluid losses

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


37. Deep vein thrombosis
• The formation of a blood clot in one of the deep veins
of the body, usually in the leg
• DVT ususally originates in the lower extremity venous
level ,starting at the calf vein level and progressing
proximally to involve popliteal, femoral ,or iliac system.
• 80 -90 % pulmonary emboli originates here .
• Virchow described a triad of factors of
– venous stasis,
– endothelial damage, and
– hypercoagulable state

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


Deep vein
thrombosis
• Calf pain or tenderness, or both
• Swelling with pitting oedema
• Swelling below knee in distal deep vein
thrombosis and up to groin in proximal
deep vein thrombosis
• Increased skin temperature
• Superficial venous dilatation
• Cyanosis can occur with severe
obstruction
Palpate distal pulses and evaluate
capillary refill to assess limb perfusion.
• Move and palpate all joints to detect
acute arthritis or other joint pathology.
• Neurologic evaluation may detect nerve
root irritation; sensory, motor, and
reflex deficits should be noted
• Homans'’ sign: pain in the posterior calf
or knee with forced dorsiflexion of the
foot
Schwartz's Principles of Surgery, 9e
38. Acute Limb Ischemia
• Penurunan perfusi ekstremitas
secara mendadak yang dapat
mengancam viabilitas jaringan
• Onset <2 minggu
• 6P  Pain, pallor,
pulselessness, paresthesia,
poikilothermia, paralisis
• Golden period: 6 jam
• Dx: arteriografi Doppler

Inter-Society Consensus for the Management of PAD . TASC II Guidelines. 2009.


Chronic Limb
Ischemia
• Insufisiensi arteri
perifer >2 minggu
• Klaudikasio
intermitten
– Dipicu aktivitas
& elevasi tungkai
– Metabolisme
anaerob  asam
laktat  muscle
cramping
– Nyeri atau
burning pada
plantar pedis
• Dx: ABI
39. Ileus Obstruktif

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


40. Peritonitis sekunder ec perforasi
ulkus lambung
Peritonitis :
• Primary: Caused by the spread of an
infection from the blood & lymph
nodes to the peritoneum. Very rare <
1%. Usually occurs in people who have
an accumulation of fluid in their
abdomens (ascites).
• Secondary: Caused by the entry of
bacteria or enzymes into the
peritoneum from the gastrointestinal
or biliary tract. This can be caused due
to an ulcer stomach wall or intestine
when there is a rupture of the
appendix or a ruptured diverticulum.
Also, it can occur due to an intestine to
burst or injury to an internal organ
which bleeds into the internal cavity.
Schwartz's Principles of Surgery, 9e
41. Irritable Bowel Syndrome
• Diagnosis of exclusion
• Diagnosis criteria
– Recurrent abdominal pain or discomfort at least 3
days per month in the last 3 months associated
with two or more of the following:
• Improvement with defecation
• Onset associated with a change in frequency of stool
• Onset associated with a change in form (appearance) of
stool

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


42. Kunjungan Pra Anestesi
• ASA 1: No organic pathology or patients in whom the pathological process
is localized and does not cause any systemic disturbance or abnormality.
• ASA 2: A moderate but definite systemic disturbance.
– Mild diabetes.
– Psychotic patients unable to care for themselves.
– Mild acidosis.
– Anemia moderate.
– Septic or acute pharyngitis. OR Acute sinusitis.
• ASA 3: Severe systemic disturbance from any cause or causes. It is not
possible to state an absolute measure of severity, as this is a matter of
clinical judgment.
– Complicated or severe diabetes.
– Combinations of heart disease and respiratory disease
– Complete intestinal obstruction
– Pulmonary tuberculosis
– Severe trauma from accident resulting in shock
Kunjungan Pra Anestesi
• ASA 4: Extreme systemic disorders which have
already become an eminent threat to life
regardless of the type of treatment.
– Cardiac Decompensation
– Severe trauma with irreparable damage.
– Complete intestinal obstruction of long duration
– A combination of cardiovascular-renal disease
• ASA 5: Patient with little chance of surviving
• ASA 6: Brain-dead organ donor
• E Emergency operation
43. Achalasia
Esophagus
• Loss of peristalsis in the
distal esophagus and a
failure of LES relaxation

Bird beak appearance


44. Indirect Hernia Route

Note:
The hernia sac
passes outside the
boundaries of
Hesselbach's
triangle and follows
the course of the
spermatic cord.

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


Direct Hernia Route
Note:
The hernia sac
passes directly
through
Hesselbach's
triangle and may
disrupt the floor
of the inguinal
canal.
45. Hemoroid Interna

Acosta J, Adams C, Alarcon H, et all. Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical
Procedure.18ed. 2008.
Thomson WH. Haemorrhoids or Piles. In: Oxford Textbook of Surgery 2nd ed.
Nisar Pasha. Managing Haemorrhoids. British Medical Journal.2008:847-51
46. Breast Nodule
Tumors Feature
Breast cancer Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood
Fibroadenoma They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic umps in both breasts that increase in size and tenderness
mammae just prior to menstrual bleeding. They occasionally have
nipple discharge as well.
Mastitis Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings. May
have fever.
Philloides Tumors Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky) lump in your
breast tissue. Breast skin over the tumor may become
reddish and warm to the touch. Grow fast.

Schwartz's Principles of Surgery, 9e


Fibrokistik
Fibrokistik FAM
• Painful, often multiple, usually • a round or ovoid, rubbery,
bilateral masses in the breast. discrete, relatively movable,
• Rapid fluctuation in the size of nontender mass 1–5 cm in
the masses is common.
diameter.
• Frequently, pain occurs or
increases and size increases • usually discovered
during premenstrual phase of accidentally
cycle.
• most frequently in young
• Most common age is 30–50
women, usually within 20
years. Rare in postmenopausal
women not receiving years after puberty
hormonal replacement.
Sumber:Brunicardi,et al. Schwartz principle of surgery 9th ed..
47. Gangguan Airway
• Prinsip penatalaksanaan trauma (ATLS)
• Airway
– Gangguan airway diindikasikan pada
– GCS < 9
– Suara nafas tambahan: snorring, gurgling
– Ancaman obstruksi seperti pada trauma wajah,
trauma leher, trauma inhalasi
48. Colles fractur
• most commonly caused by people falling onto
a hard surface and breaking their fall with
outstretched arms - falling with wrists flexed
would lead to a Smith's fracture

Colles A 2006 On the fracture of the carpal extremity of the


radius. Edinb Med Surg J. 1814;10:181. Clin Orthop Relat Res
445:5-7.
49. Posterior hip disloc
• Nine out of ten hip dislocations are posterior.
The affected limb will be shortened and
internally rotated in this case.
• In an anterior dislocation the limb will not be
lengthened as noticeably and will be
externally rotated

Tham, E.T., & Brenner, B.E. (n.d.). Hip dislocation in emergency medicine.
Retrieved from http://emedicine.medscape.com/article/823471-overview
50. IIa
51. Baxter formula and ABA criteria
• 4 mL/kg per % TBSA burn
– 1/2 volume during first 8 h postinjury;
– 1/2 during next 16 h postinjury
• ABA criteria
2nd degree burns >10% body surface area
3rd degree burns
Burns to face, hands, feet, genitalia, perineum
Electrical burns (including lightning injury)
Chemical burns
Inhalation injury
Patients with pre-existing conditions
Circumferential third degree burns to extremity or chest
Hospitals without qualified personnel or equipment for care
52. Trauma inhalasi
• Direct injury to the upper airway causes
airway swelling that typically leads to maximal
edema in the first 24 to 48 hours after injury,
and will require a short course of
endotracheal intubation for airway protection.

Sumber:Brunicardi,et al. Schwartz principle of surgery 9th ed..


obstruksi jalan nafas
• Obstruksi jalan nafas tersering pada pasien
dengan penurunan kesadaran (GCS<8) adalah
oklusi lidah

Sumber:American College of SUrgery. ATLS Course for Doctro. 8th ed..


ILMU PENYAKIT MATA
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-treatment http://en.wikipedia.org/wiki/Congenital_cataract

53. Congenital Cataract


• Lens opacity present at birth
• May be unilateral or bilateral
– Unilateral usually isolated sporadic incidents
• associated with ocular abnormalities, trauma, or intrauterine
infection, particularly rubella
– Bilateral often inherited and associated with other
diseases
• trisomy (eg, Down, Edward, and Patau syndromes),
infectious diseases [TORCH], prematurity
• If a cataract goes undetected in an infant,
permanent visual loss may ensue
Katarak Leukocoria or white reflex, Infant doesn't seem to
congenital be able to see,nystagmus, an irregular red reflex
http://emedicine.medscape.com/article/1210837-treatment#a1128

Treatment
• Cataract surgery the treatment of choice
• Should be performedTo prevent minimal or no visual deprivation
• Early surgery within one month of life
– prevent irreversible amblyopia and sensory nystagmus in the case of
bilateral congenital cataracts
– Complication a marked increase in risk of aphakic glaucoma
– Etiology
• damage to the trabecular meshwork by inflammation
• the loss of mechanical support of the trabecular meshwork
• a toxic substance gaining access to the trabecular meshwork from the vitreous
humour
• Suggestion:
– unilateral cataracts, the first 6 weeks of life
– bilateral cataracts8 weeks of life

http://bjo.bmj.com/content/88/7/854.full http://www.eyeworld.org/article.php?sid=4263
54. DIAGNOSIS MATA
ANAMNESIS
MATA MERAH
VISUS NORMAL
MATA TENANG
• struktur yang MATA MERAH MATA TENANG
VISUS TURUN VISUS TURUN
bervaskuler  VISUS TURUN
MENDADAK PERLAHAN
sklera
konjungtiva mengenai media
refraksi (kornea, • uveitis posterior
• tidak • Katarak
uvea, atau • perdarahan vitreous
menghalangi • Glaukoma
seluruh mata) • Ablasio retina
media refraksi • retinopati
• oklusi arteri atau
penyakit
• konjungtivitis vena retinal
• Keratitis sistemik
murni • neuritis optik
• Keratokonjungti • retinitis
• Trakoma • neuropati optik akut
vitis pigmentosa
• mata kering, karena obat
• Ulkus Kornea • kelainan
xeroftalmia (misalnya
• Uveitis refraksi
• Pterigium etambutol),
• glaukoma akut
• Pinguekula migrain, tumor otak
• Endoftalmitis
• Episkleritis
• panoftalmitis
• skleritis
www.medscape.com www.wikipedia.org

Disease Clinical

Retinal detachment separation of the neural retina from the underlying retinal pigment
epithelium. Most common cause is a retinal tear. Decreased
peripheral or central vision, a curtain or dark cloud. painless vision
disturbances, flashing lights, excessive floaters. Traction and serous
retinal detachments cause either central or peripheral vision loss.
Central retinal artery blockage of the central retinal artery, usually due to an embolism.
occlusion sudden, painless, unilateral blindness. Physical examination:
relative afferent pupillary defect +. In acute cases, funduscopy
discloses a pale, opaque fundus with a red fovea (cherry-red spot)
Central retinal vein a blockage of the central retinal vein by a thrombus. Major risk
occlusion factors include Hypertension and Age. Painless vision loss, usually
suddenly, can also occur gradually over a period of days to weeks.
Funduscopy hemorrhages throughout the retina, engorgement
and tortuousness of the retinal veins, and, usually, significant
retinal edema
Diabetic floaters, distortion, Blurred vision, progressive visual los,
Retinopathy dot & blot hemorrhage, neovascularization,
Microaneurysms
http://www.merckmanuals.com/professional/eye_disorders/retinal_disorders/
DM Retinophathy
• Ophthalmic complications
– corneal abnormalities
– Glaucoma
– iris neovascularization
– Cataracts
– Neuropathies
– Diabetic retinopathy most common and
potentially most blinding
Pra Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi iregular
Proliferatif(Non dan mungkin terlihat membentuk lingkaran.
proliferatif)
Proliferatif Perubahan oklusif menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan
pertumbuhan pembuluh darah baru di lempeng optik
atau ditempat lain pada retina. Penglihatan normal,
mengancam penglihatan
Proliferatif Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan
lanjut pada vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari
epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru.
Penglihatan berkurang, mengancam penglihatan
CLASSIFICATION SYMPTOMS FEATURE
No DR None Normal retina
Mild non-proliferative (mild None Microaneurysms only, reflects structural
pre-proliferative) changes in the retina
Moderate non-proliferative, None Extensive Microaneurysm, intraretinal
moderate pre-proliferative haemorrhage, and hard exudates.
Severe non-proliferative None Venous abnormalities, large blot
severe pre-proliferative haemorrhages, cotton wool spots (small
infarcts), venous loop, venous
reduplication, >20 intraretinal
haemorrhages in each of 4 quadrants;
definite venous beading in 2 or more
quadrants; prominent intraretinal
microvascular abnormalities in 1 or
more quadrants
Proliferative retinopathy Floaters, New vessel formation either at the disc
sudden visual (NVD) or elsewhere (NVE), vitreous or
loss preretinal haemorrhage

http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/532/basics/classification.html http://medweb.bham.ac.uk/easdec/gradingretinopathy.htm
Pathogenesis Retinopati Diabetik
1. Retinopati diabetik nonproliferatif
• ditandai dengan kebocoran darah dan
serum pada pembuluh darah kapiler
• menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard
exudates)
• Tidak menyebabkan gangguan
penglihatanmengenai makula
• Edema makulapenebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
Klasifikasi Retinopati Diabetik
2. Retinopati diabetik proliferatif
• ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
• Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
• menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
• Perdarahan vitreus
• Tractional retinal detachment
• Glaukoma neovaskular
55. DIAGNOSIS MATA
ANAMNESIS
MATA MERAH
VISUS NORMAL
MATA TENANG
• struktur yang MATA MERAH MATA TENANG
VISUS TURUN VISUS TURUN
bervaskuler  VISUS TURUN
MENDADAK PERLAHAN
sklera
konjungtiva mengenai media
refraksi (kornea, • uveitis posterior
• tidak • Katarak
uvea, atau • perdarahan vitreous
menghalangi • Glaukoma
seluruh mata) • Ablasio retina
media refraksi • retinopati
• oklusi arteri atau
penyakit
• konjungtivitis vena retinal
• Keratitis sistemik
murni • neuritis optik
• Keratokonjungti • retinitis
• Trakoma • neuropati optik akut
vitis pigmentosa
• mata kering, karena obat
• Ulkus Kornea • kelainan
xeroftalmia (misalnya
• Uveitis refraksi
• Pterigium etambutol),
• glaukoma akut
• Pinguekula migrain, tumor otak
• Endoftalmitis
• Episkleritis
• panoftalmitis
• skleritis
Allergic Conjunctivitis
Seasonal allergic conjunctivitis
• have symptoms of acute allergic conjunctivitis for a defined period of
timeduring pollen season
• symptom-free outside the pollen seasonallergic inflammation did not
cause permanent tear film instability
• Can manifest itself through tear film instability and symptoms of eye
discomfort
• Sign&Symptoms:
– Injection of the conjunctival vessels
– chemosis (conjunctival edema)
– eyelid edema
• Therapy:
– Avoidance of the offending antigen
– Artificial tear substitutes barrier function
– Systemic and/or topical antihistamines
– Vasoconstrictors
– Mast cell stabilizersprophylactic
– Corticosteroids
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-treatment#aw2aab6b6b4
Vernal keratoconjunctivitis
• chronic bilateral inflammation of the conjunctiva,
commonly associated with a personal and/or family
history of atopy
• patients exhibit one or more atopic conditions, such
as asthma, eczema, or seasonal allergic rhinitis
• Symptoms:
– Itching most important and most common
– Photophobia
– foreign body sensation
– Tearing
– Blepharospasm
– ropy mucous discharge
• Involved cornea and conjunctivathe eyelid skin
usually is not involved.
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-treatment#aw2aab6b6b4
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-treatment#aw2aab6b6b4
• Variety:
– palpebral VKC
• giant papillae.occur on the superior tarsal conjunctiva"cobblestone papillae."
• usually, the inferior tarsal conjunctiva is unaffected
• large papillae may cause mechanical ptosis (drooping eyelid)
– limbal VKC
• dark-skinned individuals
• papillae tend to occur at the limbus and have a thick gelatinous appearance
• multiple white spots (Horner-Trantas dots) collections of degenerated epithelial cells
and eosinophils
• Complication:
– Punctate epithelial keratopathy (PEK) the toxic effect of inflammatory
mediators released from the conjunctiva
– shield ulcerchronic mechanical irritation from the giant tarsal papillae
– Keratoconus chronic eye rubbing
• Therapy:
– Mucolytic agents, minimize the discharge and provide temporary relief
– topical antihistamines
– Vasoconstrictors
– Mast cell stabilizers
– Topical Corticosteroids
– Surgical treatmentcomplication
Giant papillary conjunctivitis
• immune-mediated inflammatory disorder of the
superior tarsal conjunctiva
– Prolonged mechanical irritation to the contact
lenses
• "giant" papillaediameter greater than 0.3 mm
in
• Symptoms:
– ocular itching with a mucoid or ropy discharge
• Therapy:
– changing the contact lens care routine
– mast cell stabilizers, topical corticosteroids, and
antihistamines
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-treatment#aw2aab6b6b4
http://www.gp-training.net/protocol/ophthalmology/redeye/kercon2.htm

cobblestone papillae
conjunctival edema
Limbal Vernal Conjunctivitis

Keratoconus
Giant papillary conjunctivitis

http://www.eyeworld.org/article.php?sid=3665
http://infections.consultantlive.com/display/article/1145625/1404317

56-57. Conjunctivitis
Pathology Etiology Feature Treatment
Aopic AllergyType I the symptoms are perennial, avoiding allergens
hypersensitivity bilateral itching of the eyelids, topical mast cell stabilizers
association with watery discharge, redness, and topical corticosteroids
atopic dermatitis photophobia, and pain Systemic antihistamines
Vernal AllergyType I Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
hypersensitivity inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Acute Viral Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
bacterial burning sensation, photophobia, Artificial tears
eye discharge Depend on the etiology

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-treatment#aw2aab6b6b4
Flictenularis conjunctivitis

Follicular Conjunctivitis

Pathology Etiology Feature Treatment

Fliktenula hypersensitivity primarily staphylococcal, TB, topical corticosteroid-


ris reaction of the Chlamydia. more common in antibiotic combination
keratokon cornea and children, small yellow-gray Anti-TB regimen
jungtivitis conjunctiva to nodules (phlyctenules),at the
bacterial antigens limbus, cornea, the bulbar
conjunctiva , persist days to 2 wk.
acrimation, photophobia, blurred
vision, aching, and foreign body
sensation
Folicle Infection of viral May present as an acute or directed to the causative
HSV, Ebstein-Barr chronic disease. hyperemia, agents
virus) chemosis, watery discharge,
Chlamydia photophobia and periorbital pain.
Follicles can be seen in the inferior
and superior tarsal conjunctiva
58. Eye Inflammation
Sign and Symptoms
Disorder Decreased Red eye Others
visual acuity
Uveitis Anterior Yes Yes Photophobia, miopisation, eye pain,excessive
tearing, limbic injection, might be followed by
glaucoma, Dark, floating spots along the visual
field, Floaters Headaches Injected conjunctiva
ciliary vessels, presence of cells and flare in the
anterior chamber, and keratic precipitates
("KP")
Chorioretinitis Yes No Usually painless, Floaters,Loss of peripheral
(Posterior Uveitis) vision,Seeing flashing lights

Pars Planitis Yes No Floaters,only affects one eye


(Intermediate Presence of white exudates (snowbanking)
Uveitis/Vitritis) over the pars plana, corpus vitreum opacity
Panuveitis may present with any or all these symptoms
Endophtalmitis Yes Yes History of eye trauma or operation, deep
ocular pain, corneal edema, anterior chamber
& cells, keratic precipitates
http://emedicine.medscape.com/article/798323-treatment

59.Uveitis
• Inflammation of the uveal tract of
which the anatomy includes the iris,
ciliary body, and choroid
• Etiology:
– Idiopathic
– Genetic
– autoimmune
– TraumaticLens Induced uveitis
(Phacoanaphylactic Uveitis)
– Systemic infectious
• immune reaction directed against antigens  injure the uveal tract vessels
and cells
• inflammatory bowel disease, rheumatoid arthritis, systemic lupus
erythematosus (SLE), sarcoidosis, syphilis, and AIDS
• TUBERCULOSIS "mutton-fat" granular appearance (granulomatous keratitic
precipitateslarge)
• Therapy:
– Cycloplegics block nerve impulses to the pupillary sphincter and
ciliary muscles, easing pain and photophobia
– Topical steroids decrease inflammation
http://emedicine.medscape.com/article/798323-treatment Uveitis.htm
Uveitis.htm
60. Eye Trauma
• Cause
– blunt or penetrating ocular trauma
– Infrared energy (glass-blower's cataract)
– electric shock
– ionizing radiation
• Complication:
– Lens dislocation and subluxation
– Traumatic cataract
– Phacolytic, phacomorphic, pupillary block, and angle-recession glaucoma
– phacoanaphylactic uveitis
– retinal detachment
– choroidal rupture
– Hyphema
– retrobulbar hemorrhage
– traumatic optic neuropathy
– globe rupture

http://www.slideshare.net/Healt
hoscope/lens-induced-uveitis- http://eyescure.com/Default.aspx?ID=144&Name=Complicated_Cataract
Disease Clinical
Senile Onset > 50 years, decreased vision gradually
cataract
Traumatic Most common complication of non-perforating and perforating
Cataract injuries to the globe, industrial worker, stellate- or rosette-
shaped posterior axial opacities, ussually mature progressively,
but can also or mature suddenly.

Uveitis Secondary to corneal/lens injuryinflammation respons to lens


protein. Occur 1-14 days after trauma (acute), 2-3
weeks(chronic). Photophobia, miopisation, eye pain, red
eye,excessive tearing, lid swelling, perilimbal/diffuse injection,
corneal haze, granulomatous KP,cell and flare, synechiae
posterior, decreased vision abruptly
Skleritis Secondary to trauma/autoimun disease,chronic, severe
penetrating painful, tearing or photophobia, tenderness, and
decreased visual acuity, redness, sclera may appear diffuse, deep
bluish red, or violaceous
Dislokasi displacement or malposition of the crystalline lens of the eye,
lensa Red painful eye (secondary to trauma),Decreased distance visual
acuity,Poor near vision,Monocular diplopia
Skleritis Traumatic Cataract

Granulomatous uveitis with mutton fat keratic


precipitates, posterior synechiae, traumatic cataract Dislokasi lensa
and ruptured anterior capsule of the lens
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/scleritis.cfm http://www.meajo.org/
61-62. Glaucoma
• Glaukoma sudut tertutup primer
• Glaukoma sudut tertutup sekunder
• Glaukoma sudut terbuka primer
• Serangan glaukoma akut
• Glaukoma sudut terbuka sekunder
• Average IOP  14-16 mmHg
glaucoma that develops
after the 3rd year of life 116
http://emedicine.medscape.com/article/1206147 www.wikipedia.org

Types of Glaucoma
Causes Etiology Clinical
Acute Glaucoma Pupilllary block Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting,
blurred vision, haloes (+), palpable increased of IOP(>21
mm Hg), conjunctival injection, corneal epithelial edema,
mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer from
hyperopia, and have no history of glaucoma
Primary Open- Unknown History of eye pain or redness, Multicolored halos,
angle (chronic) Headache, IOP steadily increase, Gonioscopy Open anterior
glaucoma chamber angles, Progressive visual field loss
Secondary Drugs (corticosteroids) Sign and symtoms like the primry one. Loss of vision
glaucoma Eye diseases (uveitis)
Systemic diseases
Trauma
Primary angle contact between the iris Like Open angle, closure of the angle in gonioscopy,
closure glaucoma and trabecular meshwork progresive loss visual fields, can beome acute when the IOP
increased rapidly
http://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma#Primary_glaucoma_and_its_variants_

Secondary glaucoma
• Inflammatory glaucoma
– Uveitis of all types
– Fuchs heterochromic iridocyclitis
• Phacogenic glaucoma
– Angle-closure glaucoma with mature cataract
– Phacoanaphylactic glaucoma secondary to rupture of lens capsule
– Phacolytic glaucoma due to phacotoxic meshwork blockage
– Subluxation of lens
• Glaucoma secondary to intraocular hemorrhage
– Hyphema
– Hemolytic glaucoma, also known as erythroclastic glaucoma
• Traumatic glaucoma
– Angle recession glaucoma: Traumatic recession on anterior chamber angle
– Postsurgical glaucoma
• Aphakic pupillary block
• Ciliary block glaucoma
• Drug-induced glaucoma
– Corticosteroid induced glaucoma
http://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma#Primary_glaucoma_and_its_variants_

Primary glaucoma
• Primary angle closure glaucoma, also known as primary
closed-angle glaucoma, narrow-angle glaucoma, pupil-
block glaucoma, acute congestive glaucoma
– Acute angle closure glaucoma
– Chronic angle closure glaucoma
– Intermittent angle closure glaucoma
– Superimposed on chronic open-angle closure glaucoma
("combined mechanism" - uncommon)
• Primary open-angle glaucoma, also known as chronic
open-angle glaucoma, chronic simple glaucoma, glaucoma
simplex
– High-tension glaucoma
– Low-tension glaucoma

http://www.eyerepublic.com/glaucoma/glaucoma-frequently-asked-questions-faq/5-primary-angle-closure-glaucoma.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Glaucoma#Primary_glaucoma_and_its_variants_

Primary angle closure glaucoma


• Caused by contact between the iris and
trabecular meshwork
– obstructs outflow of the aqueous humor
from the eye
– gradually damage the function of the
meshwork
– permanent obstruction of aqueous outflow
– Asymtompmaticprogressive loss of optic
nerve fibers
• In some cases, pressure may rapidly build
up in the eye
– pain and redness "acute" angle closure
• Risk:
– smaller eyeballs, people who are hyperopic
(far-sighted), females, the elderly, and
some ethnic groups particularly those of
Sino-Mongolian (Chinese) or Eskimo
ancestry
http://emedicine.medscape.com/article/1206147

Primary Open-angle (chronic) Glaucoma


• Most common type
• caused by trabecular blockage
Increased pressure
• Chronic and progressive  acquired
loss of optic nerve fibers
• Open anterior chamber angles
• Visual field abnormalities
Peripheral vision
• An increase in eye pressure occurs
slowly over timepushes on the
optic nerve
• Not all Patient have eye pressure
that is elevated beyond normal
• Funduskopi: cupping and atrophy of
the optic disc
• Risk factors
– elevated intraocular pressure,
advanced age, black race, and
family history
Threshold static perimetry Octopus

Examination
Kinetic perimetry Goldmann
http://emedicine.medscape.com/article/1206147

Treatment
• OP >28 mm Hg
– Treated
– Follow-up care in 1 month to assess treatment
– The goal is reachedfollow-up care every 3-4 months
• IOP 26-27 mm Hg
– Follow-up care  2-3 weeks to recheck pressure
– If IOP is still within 3 mm Hg of the initial readingfollow-up every 3-4
months
– Visual field and dilated optic nerve evaluation once a year
– If IOP is lower longer time to follow up
• IOP 22-25 mm Hg
– Follow-up care 2-3 months later for recheck of IOP at different times of the
day (ie, 8 am, 11 am, 1 pm, 4 pm)
– If it is still within 3 mm Hg of the initial reading  follow-up at 6 months
– Humphrey visual field testing and dilated optic nerve evaluation, repeating it
at least yearly.
http://emedicine.medscape.com/article/1206147

Medication
• Alpha-agonists
– decreasing aqueous production
• Beta-blockers
– decrease aqueous humor production by the ciliary body
• Carbonic anhydrase inhibitors
– Reduce secretion of aqueous humor by inhibiting carbonic
anhydrase (CA) in the ciliary body
• Miotic agents
– contraction of the ciliary muscle, tightening the trabecular
meshwork and allowing increased outflow of aqueous through
traditional pathways
• Prostaglandin analogs
– Increase uveoscleral outflow of aqueous
http://infections.consultantlive.com/display/article/1145625/1404317

63. Conjunctivitis
Pathology Etiology Feature Treatment
Atopic AllergyType I the symptoms are perennial, avoiding allergens
hypersensitivity bilateral itching of the eyelids, topical mast cell
association with watery discharge, redness, stabilizers
atopic dermatitis photophobia, and pain, chemosis, topical corticosteroids
papilla more prominent in the Systemic antihistamines
inferior tarsal conjunctiva

Vernal AllergyType I Chronic conjungtival bilateral Removal allergen


hypersensitivity inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots

Acute Viral Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics


bacterial burning sensation, photophobia, Artificial tears
eye discharge Depend on the etiology
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-treatment#aw2aab6b6b4
Mast cell stabilizers
• Inhibit the degeneration of
sensitized mast cells when
exposed to specific antigens
by inhibiting the release of
mediators from the mast
cells block calcium ions
from entering the mast cell
• Example:
– Sodium cromolyn
• Dosage 1 or 2 drops in each
eye 4 to 6 times a day at regular
intervals

flipper.diff.org optometricmanagement.com
64. DM Retinophathy
Hypertensive Cooper wired shaped vessels, cotton wool spots, clear lens
retinopathy

Pra Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi iregular dan
Proliferatif(Non mungkin terlihat membentuk lingkaran.
proliferatif)
Proliferatif Perubahan oklusif menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik atau ditempat lain pada
retina. Penglihatan normal, mengancam penglihatan

Proliferatif Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan pada


Lanjut vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel pigmen di
bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang,
mengancam penglihatan
CLASSIFICATION SYMPTOMS FEATURE
No DR None Normal retina
Mild non-proliferative (mild None Microaneurysms only, reflects structural
pre-proliferative) changes in the retina
Moderate non-proliferative, None Extensive Microaneurysm, intraretinal
moderate pre-proliferative haemorrhage, and hard exudates.
Severe non-proliferative None Venous abnormalities, large blot
severe pre-proliferative haemorrhages, cotton wool spots (small
infarcts), venous loop, venous
reduplication, >20 intraretinal
haemorrhages in each of 4 quadrants;
definite venous beading in 2 or more
quadrants; prominent intraretinal
microvascular abnormalities in 1 or
more quadrants
Proliferative retinopathy Floaters, New vessel formation either at the disc
sudden visual (NVD) or elsewhere (NVE), vitreous or
loss preretinal haemorrhage

http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/532/basics/classification.html http://medweb.bham.ac.uk/easdec/gradingretinopathy.htm
Retinopati diabetik proliferatif
• Ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
• Proliferasi  respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
• Menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
– Perdarahan vitreus
– Tractional retinal detachment
– Glaukoma neovaskular
NEUROLOGI
No. 65

Pemeriksaan Status Mental


Istilah Keterangan
Tingkat kesadaran Compos mentis, apatis, somnolen, sopor, koma
Atensi dan Atensi: Kemampuan memfokuskan perhatian
konsentrasi Konsentrasi: kemampuan mempertahankan fokus
tersebut
Orientasi Kemampuan mengaitkan keadaan sekitar dengan
pengalaman lampau: waktu, tempat, orang
Memori Kemampuan menyimpan informasi yang dapat dipanggil
di kemudian hari: jangka pendek dan jangka panjang

SM Lumbangtobing. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI


No. 66

Glasgow Coma Scale


(GCS)
No. 67

Hematoma
Epidural Subdural
type
Between the dura and
Location Between the skull and the dura
the arachnoid
• Temperoparietal locus (most likely) -
Middle meningeal artery
• Frontal locus - anterior ethmoidal artery
Involved vessel Bridging veins
• Occipital locus – transverse or sigmoid
sinuses
• Vertex locus - superior sagittal sinus
Gradually increasing
Symptoms Lucid interval followed by unconsciousness
headache and confusion
CT appearance Biconvex lens Crescent-shaped
No. 68
Intracerebral Haemorrhage

• Common to all cases of


intracerebral haemorrhage
– Rapid rise in intracranial
pressure, therefore the possibility
of depressed conscious level,
headache, vomiting, papillodema
– Destruction of brain tissue by the
haematoma producing a focal
neurological deficit, appropriate
to the site of the lesion

Iain Wilkinson & Graham Lennox. Essential Neurology 4th ed. 2005. Blakwell Publishing
No. 69
Klasifikasi Stroke

Trombotik
Iskemik
(saat istirahat)
Emboli
Stroke
Intraserebral
Hemoragik
(saat aktivitas,
peningkatan TIK) Subarachnoid
(TRM +)
Manajemen Stroke Iskemik Akut
• Trombolisis rtPA
– Fibrinolitik dengan rtPA secara umum memberikan
keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan
serebral yang bermakna
– Rekomendasi kuat untuk diberikan sesegera mungkin
setelah diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan (awitan 3
jam pada pemberian intravena dan 6 jam pemberian intra-
arterial)
– Dosis iv rtPA: 0,9 mg/kgBB, 10% sebagai bolus inisial,
sisanya dalam infus 60 menit

Guideline STROKE tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI


Manajemen Stroke Iskemik Akut
• Antihipertensi
– Pada stroke iskemik, TD diturunkan 15% dalam 24 jam pertama
apabila TD sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg
• Antikoagulan
– Secara umum, pemberian heparin, LMWH, atau heparinoid tidak
bermanfaat pada stroke iskemik akut
• Antiplatelet
– Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24—48 jam setelah awitan
dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut
– Bukan sebagai pengganti tindakan intervensi akut seperti pemberian
rtPA iv
– Jika rencana trombolitik, jangan diberikan antiplatelet

Guideline STROKE tahun 2011. POKDI Stroke PERDOSSI


Migren dengan Aura (Classic Migraine)
• Serangan nyeri kepala berulang yang didahului gejala
neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5—20 menit
dan berlangsung <60 menit
• Aura dapat berupa:
– Gangguan visual reversibel: positif (cahaya berkedip, bintik-bintik, atau
garis) dan negatif (hilangnya penglihatan)
– Gangguan sensoris reversibel: positif (pins and needles) atau negatif
(hilang rasa/kebas)
– Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna

Konsensus Nasional III Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala 2010. POKDI Nyeri Kepala PERDOSSI
No. 70

Gambaran CSS pada Meningitis


No. 71
Cauda Equina Syndrome
• Cauda equina syndrome refers to a characteristic
pattern of neuromuscular and urogenital
symptoms resulting from the simultaneous
compression of multiple lumbosacral nerve roots
below the level of the conus medullaris
• Symptoms and signs: low back pain, unilateral or
bilateral sciatica, motor weakness of lower
extremities, sensory disturbance in saddle area,
and loss of visceral function
• Onset of erectile dysfunction is an uncommon but
prognostically poor symptom. It is present on
initial presentation in less than 5% of patients with
CES. Still, up to 30% of patients experience some
form of erectile dysfunction on long-term follow-
up, despite timely treatment
http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview
http://www.amjorthopedics.com/PDF/037110556.pdf
No. 72
Etiologi Epilepsi
• Idiopatik
– Penyebab tidak diketahui, umumnya mempunyai
predisposisi genetik
• Kriptogenik
– Dianggap simtomatik, tapi penyebabnya belum diketahui.
Termasuk di sini: Sindrom West, sindrom Lennox-Gastault,
dan epilepsi mioklonik
• Simtomatik
– Disebabkan lesi pada SSP, misal cedera kepala, infeksi SSP,
kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran
darah, toksik, metabolik, kelainan neurodegeneratif
Pedoman Tatalaksana Epilepsi tahun 2008. POKDI Epilepsi PERDOSSI
No. 73
Lesi Nervus Fasialis
• Pada lesi UMN (sentral),
kelumpuhan pada bagian
bawah, sementara bagian atas
normal  dapat mengangkat
alis, mengerutkan dahi,
menutup mata, tapi kurang
dapat mengangkat sudut
mulut pada sisi yang lumpuh
• Pada lesi LMN (perifer), semua
gerak otot wajah mengalami
parese

SM Lumbangtobing. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI


No. 74
Manajemen TD pada Stroke Hemoragik
• Guideline Stroke PERDOSSI 2011
– Turunkan dengan antihipertensi iv, jika:
• TD sistolik >200mmHg atau MAP > 150 mmHg 
pantau tiap 5’
• TD sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK  pantau TIK dan
berikan antiHT iv
• TD sistolik > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa
gejala dan tanda peningkatan TIK  turunkan TD sd
MAP 110 mmHg atau TD 160/90 mmHg
• PPM Neurologi RSCM 2007
– Turunkan perlahan (15-20%) bila TD sistolik > 180 mmHg, diastolik >
120 mmHg, MAP > 130 mmHg, volum hematom bertambah, dan
terdapat gagal jantung (dengan labetalol iv, enalapril iv)
No. 75
Nervus Kranialis
Parese N. IX dan X
• Nervus IX (glossofaringeus) dan
X (vagus) diperiksa bersamaan
karena kedua saraf ini
berhubungan erat satu sama
lain, sehingga fungsinya jarang
tersendiri

• Parese N. IX dan X
– Gejala: disartria dan disfagia
– PF: disuruh membuka mulut
• Bila terdapat parese, maka palatum molle, uvula, dan arkus
faring sisi yang lumpuh letaknya lebih rendah.
• Bila bergerak, uvula dan arkus seolah-olah tertarik ke bagian
yang sehat
SM Lumbangtobing. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. FKUI
No. 76
Vertigo Sentral & Perifer

http://www.emsworld.com/article/10355798/the-patient-with-vertigo
PSKIATRI
No. 77

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Gangguan Skizoafektif
• Apabila gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama
menonjol pada saat yang bersamaan, atau
dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam 1 episode penyakit yang sama, dan
bilaman episode penyakit tidak memenuhi
kriteria baik skizofrenia dan episode manik
atau depresif.
Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
• Kategori ini dipakai baik untuk episode
skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan
untuk gangguan berulang dimana sebagian
besar episode didominasi oleh skizoafektif
tipe depresif.
• Afek depresif harus menonjol, disertai oleh
min. 2 gejala khas depresif
• Sedikitnya harus jelas ada 1 atau 2 gejala khas
skizofrenia
No. 78

GANGGUAN KEPRIBADIAN
Gangguan Kepribadian
• Adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi
karakteriologis dan kecenderungan perilaku
dari seseorang, biasanya meliputi beberapa
bidang dari kepribadian, dan hampir selalu
berhubungan dengan kesulitan pribadi dan
sosial.
Gangguan Kepribadian Histrionik
Ciri-ciri (minimal 3) :
•Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self-
dramatization), theatricality, exaggerated
•Sugestif, mudah dipengaruhi org lain/keadaan
•Keadaan afektif yang dangkal dan labil
•Mencari kegairahan, penghargaan dr org lain, dan
menjadi pusat perhatian
•Penampilan/perilaku “merangsang” yang tidak
memadai
•Terlalu peduli dengan daya tarik fisik
• Anankastik : ragu-ragu dan hati-hati yang
berlebihan
• Skizoid : sedikit aktivitas yang memberikan
kesenangan, emosi dingin, tak peduli
• Cemas : perasaan tegang dan takut yang
menetap dan pervasif
• Dissosial : adanya perbedaan besar antara
perilaku dan norma sosial yang berlaku
No. 79

GANGGUAN ANXIETAS FOBIK


Gangguan Anxietas Fobik
• Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau
objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri),
yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan.
• Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut
dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam
Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk
diagnosis pasti :
• Gejala psikologis, perilaku, atau otonomik yang
timbul harus merupakan manifestasi primer dari
anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-
gejala lain, seperti waham
• Anxietas harus mendominasi atau terbatas pada
situasi sosial tertentu (outside the family circle)
• Menghindari situasi fobik harus atau sudah
merupakan gejala yang menonjol
No. 80

GANGGUAN SUASANA PERASAAN


DEPRESIF
• Mengalami suasana perasaaan yang depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, mudah lelah dan
berkurangnya aktivitas.
• Terdapat tiga variasi episode : ringan, sedang, dan
berat.
• Penegakan diagnosis dibutuhkan waktu paling sedikit
2 minggu.
• Kelompok diagnosis ini hanya untuk episode afektif
yang pertama saja.
No. 81

GANGGUAN ANXIETAS
Gangguan Cemas
• Kecemasan merupakan reaksi umum terhadap
stress.
• Menyimpang bila individu tidak dapat meredam
(merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi
dimana kebanyakan orang mampu menanganinya
tanpa adanya kesulitan yang berarti.
• Gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas
tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan
perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme
tubuh.
Gejala umum gangguan cemas :
• Berdebar diiringi detak jantung cepat
• Rasa sakit atau nyeri pada dada
• Rasa sesak napas
• Berkeringat secara berlebihan
• Kehilangan gairah seksual
• Gangguan tidur
• Tubuh gemetar
No. 82

WITHDRAWAL SYNDROME
• A substance-related disorder is a condition (such as
intoxication, harmful use/abuse, dependence, withdrawal,
and psychoses or amnesia associated with the use of the
substance) associated with substance abuse, often involving
maladaptive behaviors over a long perios of time.
• Must display at least 3 of the following for a 12 month period :
“development of tolerance to the substance, withdrawal
symptoms, persistent desire/unsuccessful attempts to stop
using the substance, ingestion of larger amounts of substance,
declined life functioning, and persistent use of sunstance.”
DSM-IV OPIOID WITHDRAWAL
• Either of the following :
1. Cessation of (or reduction) in opioid use that has
been heavy and prolonged.
2. Administration of an opioid antagonist after a
period of opioid use
• 3 (or more) develop within minutes to
several days :
1. Dysphoric mood
2. Nausea or vomiting
3. Muscle aches
4. Lacrimation or rhinorrhea
5. Pupillary dilatation, piloerection, sweating
6. Diarrhea
7. Yawning
8. Fever
9. Insomnia
• The symptoms cause clinically significant
distress or impairment in social or
occupational
No. 83

PSYCH-ORGANIC SYNDROMES
DELIRIUM-DSM IV Criteria
1. Disturbance of consciousness with reduced ability
to focus, sustain or shift attention.
2. A change in cognition or development of
perceptual disturbances that is not better
accounted for a preexisting, existed or evolving
dementia.
3. The disturbance develops over a short period of
time and tends to fluctuate during the course of
the day
4. There is evidence from history, PE or labs that the
disturbance is caused by the physiological
consequence of a medical condition.
Clinical characteristics
• Develops acutely (hours to days)
• Characterized by fluctuating level of
consciousness
• Reduced ability to maintain attention
• Agitation or hypersomnolence
• Extreme emotional lability
• Cognitive deficits can occur
Dementia vs Delirium
• Dementia has an insidious onset, chronic memory
and executive function disturbance, tends not to
fluctuate. In delirium cognitive changes develop
acutely and fluctuate.
• Dementia has intact alertness and attention but
impoverished speech and thinking. In delirium
speech can be confused or disorganized. Alertness
and attention wax and wane.
Schizophrenia vs Delirium
• Onset of schizophrenia is rarely after 50.
• Auditory hallucinations are much more
common than visual hallucinations
• Memory is grossly intact and disorientation is
rare
• Speech is not dysarthric
• No wide fluctuations over the course of a day
Mood disorders vs Delirium
• Mood disorders manifest persistent rather
than labile mood with more gradual onset
• In mania the patient can be very agitated
however cognitive performance is not usually
as impaired
• Flight of ideas usually have some thread of
coherence unlike simple distractibility
• Disorientation is unusual in mania
No. 84

DEVELOPMENTAL DISORDERS
Retardasi Mental (RM)

• Suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak


lengkap atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak
seusianya.
• Ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
intelegensia anak yaitu pada kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial anak
• Bukan suatu penyakit melainkan suatu kondisi yang timbul
pada usia yang dini (biasanya sejak lahir) dan menetap
sepanjang hidup individu tersebut.
Kriteria diagnosis

A. Gambaran utama
a) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, secara klinis dikenal;
i. RM ringan jika IQ antara 50-70
ii. RM sedang jika IQ antara 35-49
iii. RM berat jika IQ antara 20-34
iv. RM sangat berat jika IQ <20
b) Terdapat kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif (dalam
proses belajar atau adaptasi sosial) yang dipertimbangkan
berdasarkan budaya umum dan budaya setempat
c) Timbul sebelum usia 18 tahun
B. Gambaran penyerta
a) Penyandang RM sering disertai dengan adanya psikopatologi yang
lain, misalnya agresif, iritabel, gerakan stereotipik, dll.
b) Penyandang RM mempunyai risiko lebih besar untuk di eksploitasi,
dan diperlakukan salah secara fisik/emosional/seksual
Tatalaksana

• Berikan informasi mengenai RM dan dampaknya kepada


orang tua atau pengasuhnya
• Tidak ada pengobatan khusus. Obat-obatan hanya diberikan
jika RM disertai dengan gangguan fisik atau mental lainnya
• Program pelatihan khusus yang intensif berupa pelatihan
keterampilan hidup yang mendasar
• Program pendidikan luar biasa
• Konsultasi dengan profesional di bidang kesehatan jiwa
lainnya bila diperlukan
No. 85

ANXIETY DISORDERS
Gangguan Anxietas
• Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau
objek yang jelas (dari luar individu itu sendiri),
yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan.
• Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut
dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam
Anti-Anxietas
• Sinonim : Psycholeptics, Minortranqulizers,
Anxyolitics, Ansiolitika
• Obat Acuan : Diazepam/Chlordiazepoxide
Action Profiles of Benzodiazepines
Relief of anxiety

Anticonvulsant Sedation
action Induction of sleep

Muscle relaxation

Ansseau, M., Doumont, A., Diricq, S.: Methodology required to show clinical
differences between benzodiazepines. Curr Med Res Opin 8, Suppl. 4, 108-
114 (1984). (Except <Dormicum> and <Dalmadorm>)
Benzodiazepine Anxiolytics
Indication:
• States of Anxiety
• Sleeplessness
• Withdrawal Symptoms
• Depressive States
• Epilepsy
• Convulsions
• Tetanus Neonatorum
• Extrapyramidal Undesirable Side Effects of
Antipsychotics
• Premedication in Anaestesiology
• Panic States (Alprazolam, Bromazepam,
Clonazepam in High Doses)
• Algidic Syndromes (Stomatodynie, Neuralgie
Trigemini, Cephalgia)
Anxiolytics (Benzodiazepine Derivates)
Generic Name Trade Mark Form Mean Doses
(mg)
diazepam DIAZEPAM SLOVAKOFARMA tbl. 10 - 60
APO-DIAZEPAM 2.5; 10 mg
APAURIN, SEDUXEN inj. 10 mg
DIAZEPAM DESITIN
DIAZEPAM DESITIN SUPP. supp. 5 mg
chlordiazepoxide DEFOBIN, ELENIUM tbl. a drg. 20 - 60
RAPEDUR 10 mg
oxazepam OXAZEPAM LÉČIVA tbl. 10 mg 10 - 60
alprazolam NEUROL tbl. 0.25 mg ; 1 mg 1 - 10
XANAX tbl. 0.25; 0.5; 1; 2 mg
FRONTIN, HELEX
bromazepam LEXAURIN tbl. 1; 5; 3 mg 3 - 36
medazepam ANSILAN, RUDOTEL tbl. 10 mg 20 - 40
tofisopam GRANDAXIN tbl. 50 mg 100 - 400
K+ clorazepate TRANXENE tbl. 5; 10; 50 mg 15 – 30
inj. 20; 50; 100 mg 50 - 300
lorazepam TAVOR tbl. 1; 2,5 mg 2
clobazam FRISIUM tbl. 10 mg 20 - 60
prazepam DEMETRIN tbl. 10 mg 20 - 40
clonazepam RIVOTRIL tbl. 0.5 ; 2 mg 1-4
gttae 10-25 mg/ml
inj. 1 mg
ANTELEPSIN tbl. 0.25; 1 mg
No. 86

ANXIETY DISORDERS
• Anxiety (also called angst or worry) : a psychologial and
physiological state characterized by somatic, emotional,
cognitive, and behavioral components. A normal reaction to a
stressor. Help an individual to deal with a demanding situation
by prompting them to cpe with it.
• Insomnia, or sleeplessness, is an individual's reported
sleeping difficulties . Thus, insomnia is most often thought of
as both a sign and a symptom that can accompany several
sleep, medical, and psychiatric disorders characterized by a
persistent difficulty falling asleep and/or staying asleep or
sleep of poor quality. Followed by functional impairment
while awake.
• Depression is a state of lowmood and aversion to activity that
can have a negative effect on a person’s thoughts, behavior,
feelings, world view, and physical well-being.
No. 87

SCHIZOPHRENIA
Schizophrenia-The Criteria of Diagnosis

For the diagnosis of schizophrenia is necessary


• presence of one very clear symptom - from point a) to d)
• or the presence of the symptoms from at least two groups - from point e) to
h)
for one month or more:
a) the hearing of own thoughts, the feelings of thought withdrawal, thought
insertion, or thought broadcasting
b) the delusions of control, outside manipulation and influence, or the feelings
of passivity, which are connected with the movements of the body or
extremities, specific thoughts, acting or feelings, delusional perception
c) hallucinated voices, which are commenting permanently the behavior of the
patient or they talk about him between themselves, or the other types of
hallucinatory voices, coming from different parts of body
d) permanent delusions of different kind, which are inappropriate and
unacceptable in given culture
The Criteria of Diagnosis
e) the lasting hallucination of every form
f) blocks or intrusion of thoughts into the flow of thinking and resulting
incoherence and irrelevance of speach, or neologisms
g) catatonic behavior
h) „the negative symptoms”, for instance the expressed apathy, poor speech,
blunting and inappropriatness of emotional reactions
i) expressed and conspicuous qualitative changes in patient’s behavior, the
loss of interests, hobbies, aimlesness, inactivity, the loss of relations to
others and social withdrawal

• Diagnosis of acute schizophorm disorder (F23.2) – if the conditions for


diagnosis of schizophrenia are fulfilled, but lasting less than one month
• Diagnosis of schizoaffective disorder (F25) - if the schizophrenic and
affective symptoms are developing together at the same time
Treatment of Schizophrenia
• The acute psychotic schizophrenic patients will respond usually
to antipsychotic medication.
• According to current consensus we use in the first line therapy
the newer atypical antipsychotics, because their use is not
complicated by appearance of extrapyramidal side-effects, or
these are much lower than with classical antipsychotics.

chlorpromazine, chlorprotixene, clopenthixole,


conventional levopromazine, periciazine, thioridazine
antipsychotics droperidole, flupentixol, fluphenazine,
(classical fluspirilene, haloperidol, melperone,
neuroleptics) oxyprothepine, penfluridol, perphenazine,
pimozide, prochlorperazine, trifluoperazine
atypical amisulpiride, clozapine, olanzapine,
antipsychotics quetiapine, risperidone, sertindole, sulpiride
No. 88

SUBSTANCE-RELATED DISORDERS
Alcohol intoxication
DSM-IV criteria

1. recent ingestion of alcohol


2. after ingestion, maladaptive behavior or
impaired functioning
3. after ingestion, one or more neurological
signs [slurred speech, incoordination, unsteady,
nystagmus, cognitive deficits]
4. not better accounted for as part of another
disorder/illness
ILMU PENYAKIT KULIT DAN
KELAMIN
89. Dermatitis Kontak Alergi
• Riwayat kontak (+) ex: jam, kancing celana, dll
• Hipersensitifitas tipe lambat (IV), melalui fase
sensitisasi dan fase elisitasi
• Gejala : gatal, didahului bercak eritematosa
diikuti edema, papulovesikel atau bula
• Vesikel atau bula dapat pecah dan menimbulkan
eksudat (basah)
• Pemeriksaan dengan patch test (uji tempel)
• Th/ pencegahan berulangnya kontak dan
kortikosteroid
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 133-138
• Hipersensitivitas tipe I : tipe cepat
• Hipersentitivitas tipe II : kompleks Ag-Ab
• Hipersensitivitas tipe III : komplemen
• Hipersensitivitas tipe IV : tipe lambat

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
90. Erisipelas
• Penyakit infeksi akut oleh
Streptococcus B hemolitycus
menyerang epidermis dan dermis
• Gejala : eritema berwarna merah
cerah, berbatas tegas
• Gejala konstitusi : demam, malese
• Jika sering residif dapat menjadi
elefantiasis
• Th/ elevasi tungkai, antibiotik
sistemik, diuretika jika edema
Penyakit Keterangan
Folikulitis -Radang folikel rambut
-Etio: Staphylococcus aureus
-Papul atau pustul yang eritematosa, ditengahnya terdapat rambut,
multiple
Selulitis -Infeksi akut oleh Streptococcus
-Infiltrat difus (batas tidak tegas) di subkutan, tanda inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
Furunkel -radang folikel rambut dan sekitarnya
-Etio: Staphylococcus aureus
-Nyeri (+), nodus eritem berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat
pustul
-Predileksi: aksila, bokong
Ektima -Ulkus superficial dengan krusta di atasnya
-Etio: Streptococcus B Hemolyticus
-Krusta tebal berwarna kuning, dasarnya ulkus yang dangkal
-Predileksi: tungkai bawah

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 60-61
91. PITIRIASIS ROSEA
• Dermatitis eritroskuamosa yang disebabkan
oleh infeksi virus (self limiting disease)
• Dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema
berskuama halus dengan kolaret (herald
patch)
• Disusul oleh lesi yang lebih kecil di badan,
lengan dan paha atas, tersusun sesuai lipatan
kulit (inverted chrismas tree appearance)
• Th/ simptomatik
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 197
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
Herald patch with collarette of scale at the margin

Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
92. Morbus Hansen Tipe TT
• WHO : PB mengandung sedikit basil (I, TT, BT) dan MB
mengandung banyak basil (LL, BL, BB)
• Ridley-Jopling 1962 :
- I : indeterminate
- TT : tuberkuloid polar (stabil)
- Ti : tuberkuloid indefinite
- BT : borderline tuberkuloid
- BB : Mid borderline
- BL : bordeline lepromatosa
- Li : lepromatosa indefinite
- LL : lepromatosa polar (bentuk stabil)
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 75
Lesi Batas Permukaan BTA Lepromin
I Makula hipopigmentasi Jelas Halus agak berkilat, - +
anestesi
TT Makula eritematosa Jelas Kering bersisik, - + kuat
bulat/lonjong, bagian anestesi
tengah sembuh
BT Makula eritematosa tak Jelas Kering bersisik, +/- + lemah
teratur, mula-mula ada anestesi
tanda kontraktur
BB Plakat, dome-shaped, Agak jelas Agak kasar, agak + -
punched-out berkilat
BL Makula infiltrat merah , Agak jelas Halus berkilat + -
pembengkakan saraf (+) banyak
basil
LL Makula infiltrat difus Tidak jelas Halus berkilat + kuat -
berupa nodus simetri,
saraf terasa sakit

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 76
93. MH tipe BT dengan kecacatan
tingkat II
• PB: kerusakan saraf pada 1 cabang
• MB: kerusakan saraf pada banyak cabang
• Cacat pada tangan dan kaki :
- tingkat 0 : gang.sensibilitas (-), deformitas (-)
- tingkat 1 : gang.sensibilitas (+), deformitas (-)
- tingkat 2 : gang.sensibilitas (+), deformitas (+)
• Cacat pada mata :
- tingkat 0 : gang.pada mata (-), gang.penglihatan (-)
- tingkat 1 : gang.pada mata (+), gang.penglihatan (+) visus 6/60 atau lebih
baik (dpt menghitung jari pada jarak 6 meter)
- tingkat 2 : gang.penglihatan berat (visus <6/60)
• Deformitas termasuk ulserasi, kontraktur, absorbsi, mutilasi
• Gangguan pada mata termasuk anestesi kornea, iridosiklitis, lagoftalmus

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 88
94. BTA dengan Ziehl-Neelsen
• Morbus Hansen tipe MB BB
(Mid Borderline)
• Khas: dapat berupa plakat, lesi
punched-out, atau dome-
shaped, BTA (-), Lepromin (-)
• Lesi punched-out : makula
hipopigmentasi yang oval dan
cekung pada bagian tengan,
batas jelas dengan lesi-lesi
kecil pada bagian tepi
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 76
• Pemeriksaan bakterioskopik
Ziehl-Neelsen
dengan pewarnaan Ziehl-
neelsen
• Pemeriksaan histopatologik
ditemukan sel datia langhans,
massa epiteloid, sel
Virchow/busa
• Pemeriksaan serologik yaitu
ELISA, MLPA (Mycobacterium
Leprae Particle Aglutination),
ML dipstick
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 79-82
Pewarnaan Indikasi Mikroskop
Giemsa Chlamydia Badan inklusi
Trachomatis

KOH Dermatofitosis Hifa


Gram Bakteri Gram +/-, bentuk kuman
Ziehl-neelsen TB, Lepra Basil tahan asam

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
95. Eritema Nodosum Leprosum
REAKSI LESI
Eritema nodosum -Pada tipe MB (BL,LL)
leprosum -Nodus eritema dan nyeri
-Predileksi : lengan dan tungkai
-Tidak terjadi perubahan tipe
Reaksi -Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
reversal/borderline/ -Terjadi perubahan tipe
upgrading - Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
-Peradangan pada saraf dan kulit
-Pada pengobatan 6 bulan pertama
Fenomena lucio -Reaksi kusta yang sangat berat
-Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
-Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri
(+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
-Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
• L

E.N.L

Lucio’s phenomenone

Reversal reaction of leprosy


96. Veruka Vulgaris tipe filiformis
• Predileksi : ekstremitas bagian
ekstensor, dapat ke mukosa mulut
dan hidung
• Bulat, berwarna abu-abu,
lentikuler atau dapat konfluen
berbentuk plakat permukaan
verukosa
• Terdapat fenomena koebner
• Veruka vulgaris yang terdapat di
muka dan kulit kepala disebut
veruka filiformis

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 112-113
Penyakit Keterangan
Moluscum kontagiosum -Etio: virus poks
-Papul berbentuk kubah yang ditengahnya terdapat
lekukan (delle), jika dipijat keluar massa putih seperti nasi
-Predileksi: muka, badan, ekstremitas, pubis, genitalia
eksterna
Keratoakantoma -Tumor jinak kulit
-Predisposisi: sinar matahari
-Bisul kecil dengan bagian tengah yang keras, berwarna
seperti daging, bagian tengah seperti kawah
Actinic keratosis -Keratosis senilis
-Predisposisi: sinar matahari
-Merupakan suatu tumor prekanker
Keratosis seboroik -Berasal dari epidermis
-Predileksi: tubuh bagian atas, muka
-Papul berwarna coklat sampai hitam, dapat generalisata,
kenyal

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 114, 230, 231
http://medicastore.com/penyakit/323/Tumor_kulit_jinak_Keratoakantoma.html
97. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-
lapis dan transparan
• Khas : Fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Koebner sign
• Patofisiologi :
– Genetik (berkaitan dengan HLA)
– Imunologik : diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen
dermal dan keratinosit
• Keratinosit membutuhkan stimuli untuk aktivasi
• Psoriasis yang matang penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis
• Pergerakan antigen diperantarai oleh sel langerhans
• Turn over time lebih cepat hanya 3-4 hari (normal:27hari)
– Pencetus : stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gang. Metab,
obat, alkohol dan merokok
• Penghentian KS sistemik mendadak menimbulkan lesi generalisata dan
kekambuhan
98. Varicella/chicken pox
• Varicella-zoster virus (VZV)
• Acquired through inhalation of airborne
respiratory droplets from an infected host
• Viral transmision also occur through
direct contact with vesicles (lower risk)
• Prodromal symptop : low grade fever,
malaise, headache vesicle (tear drop
form)
• Rash characteristic : centrifugal (starts
from the trunk and spread to extremities)
• Tzanck test multinucleated giant cells
• Th/ Acyclovir

Emedicine.medscape.com/article/1131785-overview
Virus Lesi
Rubella Rash (+) dengan limfadenopati
Rubeola/Measles/Morbili/Campak Rash yang muncul saat demam tinggi,
mulai dari belakang telinga lalu menyebar
ke seluruh tubuh. Trias: coryza, cough,
conjunctivitis
Herpes zooster Vesikel berkelompok di atas kulit yang
eritematosa menyebar secara unilateral
sesuai dermatom persarafan
Herpes simpleks Vesikel berkelompk di atas kulit yang
eritematosa
HSV 1: infeksi daerah pinggang ke atas
HSV 2: infeksi daerah pinggang ke bawah
(genitalia)

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 110,115,381
99. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin
• Etiologi : Staphylococcus aureus
• Didahului oleh trauma, ex: keringat
berlebih, pemakaian deodorant,
dll.
• Gejala konstitusi : demam, malaise
• Ruam berupa nodus dan tanda
inflamasi (+) lalu melunak menjadi
abses, pecah membentuk fistel
dan sinus yang multiple
• Lokasi : ketiak, perineum
• Lab : leukositosis
• Th/ antibiotik sistemik
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
Penyakit Keterangan
Erisipelas -Infeksi akut oleh Streptococcus
-Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya meninggi, tanda
inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
-Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis
Selulitis -Infeksi akut oleh Streptococcus
-Infiltrat difus (batas tidak tegas) di subkutan, tanda inflamasi (+)
-Predileksi: tungkai bawah
-Lab: leukositosis
Impetigo -Impetigo kontagiosa=impetigo vulgaris=impetigo Tillbury Fox
krustosa -Etio : Streptococcus B hemolyticus
-Predileksi: muka, lubang hidung dan mulut
-Krusta tebal berwarna kuning seperti madu

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
100. Dermatitis atopik infantile
• Kriteria mayor :
– Pruritus
– Dermatitis di muka/ekstensor pada bayi dan anak
– Dermatitis di fleksura pada dewasa
– Dermatitis kronis atau residif
– Riwayat atopi pada penderita atau keluarga
• Kriteria minor : Xerosis, infeksi kulit, dermatitis non spesifik, iktiosis, pitiriasis alba, dermatitis di
papila mamae, white demographism, kelitis, lipatan infra orbital, konjungtivitis berulang, keratokonus,
katarak subskapular anterior, orbita gelap, muka pucat/eritem, gatal bila berkeringat, intolerans
terhadap wol, aksentuasi perifolikular, hipersensitif terhadap makanan, dipengaruhi lingkungan, tes
kulit alergi (+), igE serum meningkat, awitan usia dini
• 3 mayor + 2 minor, untuk bayi 3 mayor + 3 minor
• D.A dibagi menjadi 3 fase :
– Infantil (2bulan-2tahun)
– Anak (2tahun-10tahun)
– Remaja dan dewasa

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 138-146
• DA infantil (2bulan-2tahun)
- Lesi sering di muka (dahi dan pipi) berupa eritema, papulovesikel yang
kemudian menjadi eksudat dan krusta akibat digaruk
- Lesi juga meluas ke tempat lain seperti skalp, leher, pergelangan tangan,
lengan dan tungkai
• DA Anak (2-10tahun)
- Merupakan kelanjutan dari bentuk infantil atau de novo
- Lesi lebih kering, papul, likenifikasi dengan sedikit skuama
- Predileksi: lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan fleksor, kelopak mata,
leher
• DA Remaja dan Dewasa
- Lesi sama dengan lesi anak

• Th/ Hidrasi kulit, KS topikal, imunomodulator, preparat ter, antihistamin

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 138-146
Penyakit Keterangan
Dermatitis seboroik -Kelainan kulit yang bertempat di area seboroik dan
dicetuskan oleh faktor konstitusi
-Area: dahi, glabela, telinga, leher, lipatan
nasolabial, dll.
-Eritema, skuama berminyak kekuningan, batas
tidak tegas

Dermatitis kontak alergi -Riwayat kontak (+) : jam, anting, kancing celana
-Hipersensitifitas tipe IV

Dermatitis kontak iritan Kelainan kulit yang timbul akibat adanya kontak
dengan bahan yang bersifat iritan (bahan kimia).
Terjadi reaksi iritan.

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 130,133,200
101. Betamethasone valerate
MILD
Desonide
Hydrocortisone 0.5%
Hydrocortisone
MODERATE acetate 0.5%
Betamethasone valerate POTENT
Clobetasone butyrate Desoximetasone
Prednicarbate 0.1% Diflucortolone valerate
Triamnicolone acetonide Fluocinolone acetonide
0.1% Mometason fuorate
VERY POTENT
Betametasone
dipropionate
Clobetasol propionate
Halobetasolpropionate
Halcinonide 0.1%

http://www.skintherapyletter.com/treat/eczema/topical_corticosteroids.html
102. Asiklovir 5x800mg

• Varicella infection during pregnancy can cause congenital anomalies and severe
maternal illness
• Complication for the baby : Varicella pneumonia (most), encephalitis,
pericarditis, myocarditis, etc
• Congenital varicella syndrome such as cicatricial skin lesions, limb hypoplasia,
microcephalu and opthalmic lesion
• Acyclovir, valacyclovir and famciclovir are in pregnancy category B
• Valacyclovir : more expensive, limited experience in pregnancy
Gardella C, Brown AZ. Managing varicella zoster infection in pregnancy. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2007 Apr. Vol
74(4)
103. Impetigo Krustosa
• Impetigo kontagiosa = impetigo vulgaris
= impetigo tillbury fox
• Etio : Streptococcus B Hemolyticus
• Predileksi : muka, sekitar lubang hidung
dan mulut
• UKK : eritema dan vesikel yang cepat
memecah lalu menjadi krusta berwarna
kuning madu, jika dilepaskan tampak
erosi
• Komplikasi : glomerulonefritis
• Th/ antibiotik sistemik gol. Penisilin,
antibiotik topikal seperti basitrasin,
neomisin, mupirosin

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-59
Penyakit Keterangan
Dermatitis seboroik -Kelainan kulit yang bertempat di area seboroik dan
dicetuskan oleh faktor konstitusi
-Area: dahi, glabela, telinga, leher, lipatan nasolabial, dll.
-Eritema, skuama berminyak kekuningan, batas tidak
tegas
Folikulitis -Radang folikel rambut
-Etio: Staphylococcus aureus
-Papul atau pustul yang eritematosa, ditengahnya
terdapat rambut, multiple
Tinea facialis -Dermatofitosis
-Etio: jamur
-Predileksi : wajah
Impetigo -Etio: Staphylococcus aureus
vesikobulosa -Predileksi: ketiak, dada, punggung
-Sering bersama-sama miliaria
-Eritema, bula, bula hipopion, jika pecah tampak koleret
dengan dasar eritematosa
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-59
104. Pelvic Inflammatory Diseases
• Neisseria gonorrhoeae, diplokokus berbentuk biji kopi, gram (-)
• Masa inkubasi : 2-5 hari
• Gejala : duh tubuh mukopurulen, nyeri (+)
• Pada ♀, infeksi pertama menyebabkan uretritis atau servisitis
• Komplikasi pada wanita : parauretritis, bartholinitis, salpingitis
dan PID
• Pemeriksaan : pewarnaan gram, kultur dengan media Thayer-
Martin
• Th/ Cefixime 400mg dosis tunggal atau Ceftriaxone 250mg IM
atau golongan sephalosporine lainnya

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 369-379
105. Condyloma Akuminata
• Vegetasi oleh HPV tipe 6,11 bertangkai dan permukaannya
berjonjot
• Transmisi melalui kontak langsung
• Predileksi : daerah lipatan yang lembab (genitalia eksterna,
perineum)
• UKK: vegetasi bertangkai berwarna kemerahan/kehitaman,
papilomatosa
• Th/: Kemoterapi (podofilin, asam triklorasetat atau 5-
fluorourasil), Bedah listrik, Bedah beku (N2, N2O cair), Bedah
skalpel, Laser CO2, Interferon,Imunoterapi

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 113-114
Penyakit Keterangan
LGV -Etio: Chlamydia trachomatis
-Limfadenitis dan periadenitis beberapa KGB inguinal medial,
tanda inflamasi (+), gejala konstitusi (+)
Bartholinitis -Radang pada kelenjar bartholin
-Pada posisi sekitar jam 5 atau jam7
Condiloma -Sifilis stadium II
lata -Papul lentikuler, permukaan datar
Folikulitis -Radang folikel rambut
-Etio: Staphylococcus aureus
-Papul atau pustul yang eritematosa, ditengahnya terdapat
rambut, multiple

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 59,396,414
106. Gardnerella vaginalis
• Vaginosis bakterialis
• Duh tubuh berwarna abu-abu,
homogen, berbau
• Sediaan basah sekret vagina : leukosit
+/-, sel epitel, kokobasil berkelompok
Clue cells
• Pewarnaan gram: batang kecil gram (-)
• Bau amin setelah diteteskan KOH 10%
(amin test atau sniff test)
• Ph vagina 4,5-5,5
• Th/ Metronidazol 2x500mg selama 7
hari

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 386-390
Bakteri Penyakit
Hemofillus ducrei Ulkus molle
Treponema pallidum Sifilis
Neisseria gonorrhea Uretritis GO
Streptococcus B hemoliticus Impetigo krustosa

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
107. Flagel
• Trikomoniasis
• Etio : Trichomonas vaginalis
• Flagelata filiformis, mempunyai 4 flagel dan bergerak seperti
gelombang
• Sekret vagina seropurulen, malodorous, berbusa
• Strawberry appearance pada vagina dan serviks disertai
dispareunia
• Pemeriksaan langsung dengan cairan NaCl fisiologis (sediaan
basah)
• Th/ Metronidazol 3x500mg 7 hari atau 2gram dosis tunggal

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 384-385
108. Minoxidil
• Alopesia areata
• Kebotakan terjadi setempat-setempat, batas
tegas
• Bercak bulat/lonjong pada kulit kepala, alis,
janggut dan bulu mata
• Pada tepi daerah botak ada rambut yang
terputus, sisa rambut membentuk tanda seru
(exclamation mark)
• Th/ triamnisolon intralesi, KS topikal,
minoxidil

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 304-305
109. Tricophyton rubrum
• Tinea cruris
• Etio : microsporum,
tricophyton, epidermophyton
• Dermatofitosis pada lipat paha,
perineum, sekitar anus
• Peradangan pada tepi lebih
nyata, polimorfik
• Gatal ketika berkeringat
• Pemeriksaan : KOH
Microsporum canis
• Th/ Ketokonazole umumnya
menginfeksi anjing

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 94
110. Schistosoma
• Trematoda
• Spesies : S.haematobium, S.mansoni, S.japonicum
• Infected from freshwater snail (larva)
• Immunologic reaction to Schistosoma egss trapped in tissues
• Adult worms : 12-16mm long, 0.3-0.6 wide
• The eggs have prominent and spine
• Th/ Praziquantel

http://emedicine.medscape.com/article/228392
111. Ancylostoma duodenale
• Two species of hookworms
commonly infect humans :
Ancylostoma duodenale and
Necator americanus
• Patients may have a history of
wearing open footwear or walking
barefoot in endemic areas
• Early symptoms : ground itch, low-
grade fever
• Late symptoms : GI discomfort,
hookworm anemia is usually due to
iron deficiency

http://emedicine.medscape.com/article/788488
112. Ascaris lumbrioides
• Most common helmintic
infection
• Early symptom : cough, dyspnea,
wheezing, chest pain
• Abdominal pain, distention colic
• Adult worm : yellow/white 15-
35cm
• Th/ albendazole, mebendazole

http://emedicine.medscape.com/article/212510
ANCYLOSTOMA DUODENALE
NECATOR AMERICANUS
ASCARIS LUMBRICOIDES
TRICHURIS TRICHIURA

ENTEROBIUS VERMICULARIS
ILMU KESEHATAN ANAK
113. Ikterus fisiologis
• Kramer’s Rule
114 & 116.ARDS Neonatus

Respiratory distress Transient tachypneu of the


syndrome/hyaline membrane newborn/wet lung syndrome
disease • Pasca sectio caesaria, fetal hipoksia/asfiksia
• Prematur, ibu DM tidak terkontrol berat, sedasi maternal, polihidramnion,
• Saat lahir/segera setelah lahir, progresif 48- matur/prematur
72 jam, bayi letargi, edema perifer • timbul segera/1 jam pertama setelah lahir,
• Rontgen: small lungs dengan gambaran perbaikan dalan 24 jam- hilang dalam 72 jam,
granular pada lapang paru overinflasi dada
• Rontgen: hiperinflasi (large lungs),
peningkatan parahiler vascular marking
dengan lapangan paru perifer lebih bersih
Aspirasi mekonium Pneumonia
• Matur/prematur, pertumbuhan janin • Dihubungkan dengan sepsis neonatal
terhambat (PJT), mekonium staining (terdapat faktor risiko sepsis)
pada kulit dan cairan amnion • Gejala timbul 12 jam-1 hari pertama
• Saat dilakukan suction dari mulut dan • Gejala klinis sepsis lain
jalan napas atas terdapat mekonium,
hiperinflasi dada
• Rontgen: hiperinflasi dengan banyak
white areas dari paru yang kolaps
115. Diare Osmotik
• In osmotic diarrhea stool output is proportional to the
intake of the unabsorbable substrate and is usually not
massive; diarrheal stools promptly regress with
discontinuation of the offending nutrient, and the stool
ion gap is high, exceeding 100 mOsm/kg.
• The fecal osmolality in this circumstance is accounted
for not only by the electrolytes but also by the
unabsorbed nutrient(s) and their degradation products.
The ion gap is obtained by subtracting the
concentration of the electrolytes from total osmolality
(assumed to be 290 mOsm/kg), according to the
formula: ion gap = 290 – [(Na + K) × 2].
Diare sekretorik
• In secretory diarrhea, the epithelial cells’ ion transport processes are
turned into a state of active secretion.
• The most common cause of acute-onset secretory diarrhea is a bacterial
infection of the gut.
• Several mechanisms may be at work.
• After colonization, enteric pathogens may adhere to or invade the
epithelium; they may produce enterotoxins (exotoxins that elicit secretion
by increasing an intracellular second messenger) or cytotoxins.
• They may also trigger release of cytokines attracting inflammatory cells,
which, in turn, contribute to the activated secretion by inducing the
release of agents such as prostaglandins or platelet-activating factor.
• Features of secretory diarrhea include a high purging rate, a lack of
response to fasting, and a normal stool ion gap (ie, 100 mOsm/kg or less),
indicating that nutrient absorption is intact.
117. Sepsis neonatorum
• SN awitan dini (< 72 jam) dan SN awitan lambat
(> 72 jam)
• Tanda klinis tidak spesifik: hipertermi, hipotermi,
distress pernapasan, apneu, sianosis, kuning,
hepatomegali, letargi, anoreksia, kesulitan minu,
muntah, distensi abdomen, diare
• Faktor risiko sepsis neonatorum (mayor dan
minor)
• Septic marker (leukosit, trombosit, IT rasio)
118. Diare
119. Marasmus
120. TB
121. GERD
122. DD dan DBD

Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi


menjadi
• gejala klinis paling ringan tanpa gejala (silent dengue
infection)
• demam dengue (DD)
• demam berdarah dengue (DBD)
• demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok
dengue).
Demam Dengue

Demam tinggi mendadak

Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih:

• Nyeri kepala
• Nyeri retro orbita
• Nyeri otot dan tulang
• Ruam kulit
• Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan
• Leukopenia
• Uji HI >1280 atau IgM/IgG positif

Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura,


asites, hipoproteinemia).
Tatalaksana Demam Dengue
dapat dirawat di rumah

Berikan anak banyak minum dengan air hangat atau larutan oralit
untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam dan muntah
Berikan parasetamol untuk demam

Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini


dapat merangsang perdarahan.
Anak harus dibawa ke rumah sakit apabila demam tinggi, kejang,
tidak bisa minum, muntah terus-menerus.
Demam Berdarah Dengue
• Gejala klinis berikut harus ada, yaitu:
• Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari
• Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
– uji bendung positif
– petekie, ekimosis, purpura
– perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
– hematemesis dan atau melena
• Pembesaran hati
• Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,
penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak
terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time
memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.
Laboratorium
• Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
• Adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai
berikut:
– Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar
– Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi
cairan
– Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
• Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria
laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit)
cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.
123. Kejang Demam
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal) diatas 38 C yang disebabkan proses ekstrakranium

Umumnya usia 6 bulan - 5 tahun

Tidak termasuk anak dengan gangguan elektrolit, usia dibawah 1


bulan atau dengan riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

Diluar usia tersebut pikirkan infeksi SSP atau epilepsi


Klasifikasi

Kejang demam sederhana (simpleks)


• Berlangsung singkat, tonik-klonik, umum,
tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam kompleks
• Kejang lama >15 menit
• Kejang fokal atau parsial menjadi umum
• Berulang dalam 24 jam
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium: DPL, elektrolit, gula darah
• Pungsi lumbal:
– Usia <12 bulan sangat dianjurkan
– 12-18 bulan dianjurkan
– Usia >18 bulan selektif
Pemeriksaan penunjang
• Elektroensefalografi
– Tidak dianjurkan pada kejang demam, kecuali
curiga epilepsi
– Tidak dapat memprediksi berulangnya kejang dan
kemngkinan menjadi epilepsi
– Dapat dilakukan pada kejang demam tidak khas:
kejang demam fokal, kompleks sering berulang,
usia >5 tahun
123. Kejang Demam
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal) diatas 38 C yang disebabkan proses ekstrakranium

Umumnya usia 6 bulan - 5 tahun

Tidak termasuk anak dengan gangguan elektrolit, usia dibawah 1


bulan atau dengan riwayat kejang tanpa demam sebelumnya

Diluar usia tersebut pikirkan infeksi SSP atau epilepsi


Klasifikasi

Kejang demam sederhana (simpleks)


• Berlangsung singkat, tonik-klonik, umum,
tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam kompleks
• Kejang lama >15 menit
• Kejang fokal atau parsial menjadi umum
• Berulang dalam 24 jam
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium: DPL, elektrolit, gula darah
• Pungsi lumbal:
– Usia <12 bulan sangat dianjurkan
– 12-18 bulan dianjurkan
– Usia >18 bulan selektif
Pemeriksaan penunjang
• Elektroensefalografi
– Tidak dianjurkan pada kejang demam, kecuali
curiga epilepsi
– Tidak dapat memprediksi berulangnya kejang dan
kemngkinan menjadi epilepsi
– Dapat dilakukan pada kejang demam tidak khas:
kejang demam fokal, kompleks sering berulang,
usia >5 tahun
124. Anemia

Kriteria anemia menurut kriteria WHO


Usia Kadar Hb (g/dL)
6 bulan - <5 tahun < 11
> 5 tahun - 14 tahun < 12
Perempuan sehat < 12
Perempuan hamil < 11
Lelaki dewasa < 13
Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran
sel darah merah
• Mikrositik (< 7μm)
• Makrositik (> 8.5μm)
• Normositik (7-8.5μm)
Anemia mikrositik
• Defisiensi besi (nutritional,
perdarahan kronis)
• Keracunan kronik logam (lead)
• Sindrom thalassemia
• Anemia sideroblastik
• Inflamasi kronik
Anemia makrositik
• Sumsum tulang megaloblastik
• Defisiensi vitamin B12
• Defisiensi asam folat
• Asiduria orotik herediter
• Thiamine-responsive anemia
• Sumsum tulang tidak megaloblastik
• Anemia aplastik
• Sindrom diamond-blackfan
• Hipotiroidism
• Penyakit hati
• Infiltrasi sumsum tulang
• Anemia diseritropoietik
Anemia normositik
• Anemia hemolitik kongenital
• Mutasi hemoglobin
• Defek enzim sel darah merah
• Kelainan membran sel darah merah
• Anemia hemolitik didapat
• Antibody-mediated
• Anemia hemolitik mikroangiopatik
• Anemia hemolitik sekunder pada infeksi akut
• Kehilangan darah akut
• Splenic pooling
• Penyakit ginjal kronik
Anemia defisiensi besi
• Anemia mikrositik terbanyak dan dapat
dicegah dan diobati
• Proses terjadinya:
– Deplesi besi
– Defisiensi besi
– Anemia defisiensi besi
Defisiensi besi Defisiensi besi Defisiensi besi
tanpa anemia tanpa anemia dengan anemia

Tahap I II III
Hb Normal Normal Dibawah normal
Besi serum Normal < 60 ug/dL < 40 ug/dL
Total iron binding 360-390 ug/dL > 390 ug/dL > 410 ug/dL
capacity
Saturasi transferrin 20-30% < 15% < 10%
Ferritin < 20 ug/dL < 12ug/dL < 12 ug/dL
Mean corpuscular Normal Normal Kurang dari normal
volume
125.
126. Imunisasi
127. Leukemia Akut
Jenis Keterangan
Leukemia Anemia, sering demam, perdarahan, ebrat badan turun, anoreksia.
Pembesaran KGB, splenomegali, hepatomegali.
Anemia, trombositopeni, blast (+).
Pendesakan eritropoiesis, trombopoiesus, dan granulopoiesis
Anemia aplastik pansitopenia pada darah tepi,serta tidak dijumpainya adanya
keganasan pada sistem
hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang.
Thalassemia Pucat, gangguan tumbang, riwayat keluarga (+), splenomegali,
hepatomegali, facies cooley, ikterik, anemia microcytic, anisocytosis,
poikilocytosis, target cells, fragmented cells, normoblast +
Malaria Berasal/riwayat ke daerah endemis. Demam diselingin periode bebas
demam. Pucat, ikteris, lemah, mialgia athralgia. Syok, hipotensi. Apus
darah tepi: plasmodium
128. Sindrom Nefrotik

Glomerulonefritis Hematuria, edema, hipertensi, penurunan fungsi ginjal,


dan proteinuria
Sindrom nefrotik Bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau
seluruh tubuh. Proteinuria masif (>40 mg/m2/jam atau >
2+), hipoalbuminemia (< 2.5 g/dL), hiperkolesterolemia.
Dapat disertai hematuria, hipertensi, dan penurunan
fungsi ginjal
Gagal ginjal akut Pernapasan kussmaul, edema, tanda overload.
peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dl per hari dan peningkatan ureum sekitar 10- 20
mg/dl per hari. GGA dapat bersifat oligurik dan non-
oligurik. Oliguria: produksi urin < 1 ml/kgBB/jam
(neonatus) dan < 0,8 ml/kgBB/jam (bayi dan anak)
129. Nutrisi
pada gizi buruk
130.
131.
Osteosarcoma
228.
Occur in any bone, usually in the extremities of long bones near
metaphyseal growth plates. Usia 5-30 tahun (umumnya 10-20
tahun). Dull, aching pain, night pain, ‘growing’ pain, history of
minor trauma, fever, weight loss. Local tenderness, swelling, mass,
deformity, pathologic fracture. Ro: codman’s triangle
Osteoarthritis Usia> 45, berhubungan dengan gerakan dan sendi weight-bearing,
membaik dgn istirahat. Kekakuan pagi hari <30 menit, gerakan
terbatas, pembengkakan tulang (osteofit) disekitar sendi, krepitus,
nyeri, deformitas
Septic fracture
Stress fracture
Osteomielitis akut Primer : acute hematogenous (krn timbul sebagai komplikasi dari
infeksi di tempat lain : faringitis, otitis media, impetigo)---- ikut
aliran darah dan berhenti di Metaphysis tulang. Sekunder:
operasi/luka. Riwayat trauma (50%), Nyeri tekan, Nyeri hebat,
Functiolaesa, Tanda-tanda radang, Panas, Malaise, Anorexia. Ro:
Pembengkakan, Periosteal reaction (> 7 hari)
132. HPS
HPS
• Hipertrofi otot pilorus pada lapisan sirkuler.
• Manifestasi gejala baru terlihat jelas pada usia 3-6
minggu atau kurang dan jarang dijumpai setelah usia 3
bulan
• Muntah periodik dan bertingkat (frekuensi dan
kekuatan), proyektil, tanpa mengandung zat empedu
• Gelombang peristaltis lambung dapat terlihat
• Tampak lapar dan haus, gejala dehidrasi
• Konstipasi dan oliguri
• Teraba massa di perut kanan atas sebesar ujung jari
telunjuk (2-3 cm), “olive”,berbatas tegas, konsistensi
kenyal padat
133. Bronkiolitis
Tatalaksana
• simptomatik
• Bila ditambah dengan infeksi sekunder dapat diberikana antibiotik :
• Apabila terdapat napas cepat saja, pasien dapat rawat jalan dan diberikan
kotrimoksazol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari, atau amoksisilin (25 mg/
kgBB/kali), 2 kali sehari, selama 3 hari.
• Apabila terdapat tanda distres pernapasan tanpa sianosis tetapi anak masih bisa
minum, rawat anak di rumah sakit dan beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/
kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72
jam pertama.
– Bila anak memberi respons yang baik maka terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit
dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, dua kali sehari) untuk 3 hari berikutnya.
– Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau
IV setiap 8 jam) sampai keadaan membaik, dilanjutkan per oral 4 kali sehari sampai total 10
hari.
• Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat (pneumonia berat) segera berikan
oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin.
• Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB/kali IM atau IV sekali sehari).
Tatalaksana
• Oksigen
• Beri oksigen pada semua anak dengan wheezing dan distres
pernapasan berat.
– Metode yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen
adalah dengan nasal prongs atau kateter nasal.
– Bisa juga menggunakan kateter nasofaringeal.
– Pemberian oksigen terbaik untuk bayi muda adalah
menggunakan nasal prongs.
• Teruskan terapi oksigen sampai tanda hipoksia menghilang,
• Perawat harus memeriksa sedikitnya tiap 3 jam bahwa
kateter atau prongs berada dalam posisi yang benar dan
tidak tersumbat oleh mukus dan semua sambungan
terpasang aman.
134. Sindroma aspirasi mekonium
• Distres intrauterin dapat menyebabkan keluarnya
mekonium ke cairan amnion.
• Faktor yang memicu: placental insufficiency, maternal
hypertension, preeclampsia, oligohydramnios, and
maternal drug abuse, especially of tobacco and
cocaine.
• Matur/prematur, pertumbuhan janin terhambat (PJT),
mekonium staining pada kulit dan cairan amnion
• Saat dilakukan suction dari mulut dan jalan napas atas
terdapat mekonium, hiperinflasi dada
• Rontgen: hiperinflasi dengan banyak white areas dari
paru yang kolaps
Air trapping
and
hyperexpansio
n from airway
obstruction.
Atelektasis
135. Atresia duodenum
• vomiting within hours of birth
• vomitus is most often bilious, it may
be nonbilious because 15% of defects
occur proximal to the ampulla of Vater
• Dehydration, weight loss, and
electrolyte imbalance
• Foto: double bubble sign
136.
Difteri
Oksigen
• Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi
obstruksi saluran respiratorik.
– Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
yang berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan
trakeostomi (atau intubasi) daripada pemberian
oksigen.
– Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung atau
kateter nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman
dan mencetuskan obstruksi saluran respiratorik.
• Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika
mulai terjadi obstruksi saluran respiratorik dan
perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
138. Profilaksis
TB pada neonatus
• TB aktif pada kehamilan  OAT langsung
diberikan (2RHZE/4RH)
• Setelah ibu diisolasi, lakukan evaluasi klinis
dan foto thorax pada neonatus
• Gejala klinis TB kongenital dapat timbul segera
setelah lahir atau hingga minggu ke-2 dan ke-3
kehidupan
Bila neonatus dengan Ibu TB aktif,
klinis dan penunjang normal 
profilaksis INH dosis 5-10 mg/kg/hari
selama 1 bulan kemudian uji
tuberculin untuk mengetahui
apakah pasien telah terinfeksi

Jika setelah 1 bulan uji tuberculin + 


diagnosis TB  Terapi 6 bulan disertai
pemeriksaan foto thorax dan bilas
lambung

•Tetap negatif: dan telah dibuktikan tidak ada sumber


Jika setelah 1 bulan ujin tuberculin - penularan lagi  profilaksis dihentikan
•jika +  dinilai klinis dan pemeriksaan penunjang 
 profilaksis INH diteruskan sampai 3 diagnosis TB  Terapi 6 bulan
bulan  uji tuberculin •Jika + tapi tidak mendukung diagnosis TB 
profilaksis sekunder selama 6-12 bulan

BCG hanya dilakukan bila belum


terinfeksi M. tuberculosis: usia 3
bulan dan uji tuberculin (–)
• Neonatus terdapat gejala TB  TB perinatal  terapi TB
• Lakukan bilas lambung sebelum pemberian terapi
• Setelah terapi 1 bulan  uji tuberculin
– Positif: TB  terapi 6 bulan
– Negatif: masih mungkin TB dengan faktor imunitas yang imatur
pada neonatus  terapi TB diteruskan, pemeriksaan tuberculin
usia 3 bulan
– Positif: TB  terapi 6 bulan
– Negatif: bukan TB  terapi dihentikan
• Tapi pada neonatus dengan gejala klinis TB, didukung 1
atau lebih pemeriksaan penunjang (foto thorax, PA
plasenta, dan mikrobiologi darah)  langsung diobati 6
bulan tanpa uji tuberculin
• Bayi dipisahkan minimal 2 minggu pemberian
terapi pada Ibu, namun ASI tetap dapat
diberikan
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
139. Superimposed Preeklamsi
Gestational hypertension:
•BP > 140/90mmHg for first time during pregnancy
•No Proteinuria. BP returns to normal < 12 weeks postpartum
•Final diagnosis made only postpartum
•May have other sign or symptoms of preeklamsia, for example:epigastric discomfort
or trombocytopenia.
Preeclamsia
MINIMUM CRITERIA
•Bp>140/90 mmHg after 20 weeks gestation
•Proteinuria > 300mg/24hours or > 1+dispstick
INCREASED CERTAINLY of PRE-EKLAMSIA
•BP> 160/110mmHg after 20weeks gestation
•Proteinuria 2.0g/24jam mg/dL unless known to be previous elevated
•Platelets <100.000/mm3
•Microangiopathic hemolysis (increase LDH)
•Elevated ALT or AST
•Persistent headache or other cerebral or visual disturbances
•Persistent epigastric pain.
Eclamsia
•Seizures that cannot be attributed to other cause in a woman with preeclamsia

Superimposed Preeklamsia
•New onset proteinuria > 300mg/24hours in hipertensive women but no proteinuria
before 20 weeks gestation
• A sudden increase in proteinuria or blood pressure or platelet count <100/mm3 in
women with hypertension and proteinuria before 20 weeks gestation

Chronis Hypertension
•BP> 140/90 mmHg before pregnancy or diagnosed before 20weeks gestation not
attributed to gestational tropoblastic disease
•Hypertension first iagnosed after 20 weeks gestational and persistent after 12 weeks
postpartu,
140. SC
• RUPTURA UTERI:
• Faktor risiko, termasuk riwayat pembedahan uterus,
hiperstimulasi uterus,multiparitas versi internal atau
ekstraksi, persalinan operatif, CPD,pemakai kokain.
• Klasifikasi:
• Inkomplit, tidak termasuk peritoneum
• Komplit, termasuk peritoneum visceral
• Dehisens, terpisahnya skar pada segmen bawah
uterus tidak mencapai serosa dan jarang
menimbulkan perdarahan banyak.
Standart Pel. Medik OBSGIN POGI
• Sedangkan penyebab • (Mochtar , 1998)
dilakukan seksio sesarea menambahkan
menurut Prawirohadjo penyebab lain , yaitu:
(2000)
• yaitu: • 1. Ruptur Uteri
• 1. Disproporsi kepala mengancam
panggul (CPD) • 2. Partus lama , Partus
• 2. Disfungsi Uterus tak maju
• 3. Plasenta Previa2 • 3. Preeklamsi dan
• 4. Janin Besar hipertensi
• 5. Ganiat Janin • 4. Mal presentasi janin
• 6. Letak Lintang
141. B – HCG urin dan Hb
• Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan gestasi di
luar kavum uteri.
• Anamnesis – nyeri abdomen, perdarahan pervaginam,
terlambat haid
• Pemeriksaan fisik – umum, abdomen, pelvis.
• Kehamilan ektopik belum terganggu dapat ditentukan
dengan USG: akan tampak kantong gestasi
bahkan janinnya.
• Tes tambahan – Hb, tes HCG, USG,
• kuldosentesis, kuretase endometrium,
• laparoskopi, kolpotomi/kolposkopi.
142. Dexamethason
• Persalinan preterm ialah proses kelahiran
pada ibu dengan usia gestasi <37 minggu.
• diagnosis: Kontraksi/his yang reguler pada
kehamilan <37 minggu merupakan
gejalapertama, pastikan dengan pemeriksaan
inspekulo adanya pembukaan dan cervicitis.
Managemen Persalinan Preterm
• informed consent
• Bila tidak ditemukan infeksi, maka upaya tokolisis
dapat dilakukan.
• Pemberian kortikosteroid diperlukan untuk
pematangan paru:betamethsone 12 mg/hari , untuk 2
hari saja. Bila tak ada betamethasonedapat diberikan
dexamethasone.
• Persiapan untuk perawatan bayi kecil perlu dibahas
dengan dokter anak,untuk kemungkinan perawatan
intensif.
143. Atonia Uteri
144. Komplikasi ruptur perineum
a. Perdarahan
b. Fistula dapat terjadi tanpa diketahui
penyebabnya karena perlukaan pada
vagina menembus kandung kencing atau
rectum
c. Hematoma dapat terjadi akibat trauma
partus pada persalinan
d. Infeksi pada masa nifas adalah peradangan
di sekitar alat genetalia pada kala nifas
145. Plasenta Previa
• Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai
syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada
perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri &
vaginitis, servisitis
• Klasifikasi:
• Plasenta letak rendah : plasenta pada segmen bawahuterus
dengan tepi tidak mencapai ostium internum.
• Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai
ostium internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum
• Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium
internum
• Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh
ostium internum
• A. Placenta Normal
• B. Placenta Previa
• C. Placenta Akreta
• D. Solusio Plasenta
Masam-macam:
- PP totalis
- PP lateralis
- PP marginal
- PP letak rendah
146. Toxoplasmosis
• Dugaan infeksi TORCH dibuktikan melalui
pemeriksaan darah dengan pengukuran titer
IgG, IgM, atau sekaligus keduanya.
• Kalau IgM terdeteksi seminggu setelah infeksi
akut dan menetap selama bbrp minggu atau
bulan, IgG bisa saja tidak muncul sampai
beberapa minggu kemudian setelah angka
IgM meningkat.
• Bila diduga terinfeksi tetapi IgM negatif, maka
pemeriksaan laboratorium harus diulang 4
minggu kemudian, penting dilakukan untuk
memastikan adanya infeksi ataupun tidak.
Bila pada pemeriksaan ulang IgM tetap
negatif, namun titer IgG memperlihatkan
kenaikan sebanyak 4 kali, kemungkinan yang
bersangkutan memang sedang terinfeksi.
147-148. Ruptur uteri
• Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :
1. Lingkaran retraksi patologis Bandl
2. Hiperventilasi
3. Gelisah – cemas
4. Takikardia
• Etiologi: trauma, riwayat sc, distosia,
grandemultipara, partus percobaan,
gagal induksi, CPD, histerorafia.
• Tindakan yang segera dilakukan memperbaiki
keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan
persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan SC dan
laparotomi.
• Tindakan definitif:
- Histerorafia (bila tobekan melintang dan tidak
mengenai daerah yang luas), atau
- Histerektomi (bila robekan uterus mengenai
jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian
yang nekrotik)
149. Tafsiran persalinan
• Untuk menentukan usia kehamilan dapat
digunakan rumus Naegele(siklus haid 28 hr)
sebagai berikut :
• Tanggal ditambah 7
• Bulan dikurang 3
• Tahun ditambah 1
• Keterangan : (1 bulan = 30 hari)
• HPHT : 8 – 12 – 2010
(+)7 (-)3 (+) 1
15 9 2011
• Tafsiran persalinan: 15 September 2011 jika
siklus haid teratur 28 hari.
• Tafsiran persalinan dgn siklus haid teratur 21
hr (TP 28hr kurangi 7hr): 8 September 2011
150. Vacum ekstraksi
• Syarat ekstraksi vakum: • Kontra indikasi:
1. Presentasi belakang kepala • Faktor ibu:
2. Penurunan kepala HIII+ - Pada ibu yang tidak dapat
3. Ketuban (-) mengedan sama sekali
4. Tidak ada DKP / panggul - Rupture uteri imminens
sempit - Panggul sempit / DKP
5. Pembukaan lengkap • Faktor Janin:
6. Harus ada tenaga - Janin preterm
mengedan dari ibu - Presentasi muka
- Malposisi
151. Laserasi perineum
Laserasi Jalan Lahir dibagi dalam 4 derajat:
 Derajat I: laserasi mengenai fourchette, kulit
perineum dan mukosa vagina
 Derajat II: derajat I + otot & fasia perineum, tdk
mengenai sfingter ani
 Derajat III: derajat II + sfingter ani terkena, dibagi
 3a: robekan sfingter ani eksterna < 50%
 3b: robekan sfingter ani eksterna > 50%
 3c: robekan juga mengenai sfingter ani interna
 Derajat empat: derajat III + mukosa rektum

*Fourchette:
komisura posterior
(pertemuan labia minora bag. posterior)
152. Preeklamsi Berat
Gestational hypertension:
•BP > 140/90mmHg for first time during pregnancy
•No Proteinuria. BP returns to normal < 12 weeks postpartum
•Final diagnosis made only postpartum
•May have other sign or symptoms of preeklamsia, for example:epigastric discomfort
or trombocytopenia.
Preeclamsia
MINIMUM CRITERIA
•Bp>140/90 mmHg after 20 weeks gestation
•Proteinuria > 300mg/24hours or > 1+dispstick
INCREASED CERTAINLY of PRE-EKLAMSIA
•BP> 160/110mmHg after 20weeks gestation
•Proteinuria 2.0g/24jam mg/dL unless known to be previous elevated
•Platelets <100.000/mm3
•Microangiopathic hemolysis (increase LDH)
•Elevated ALT or AST
•Persistent headache or other cerebral or visual disturbances
•Persistent epigastric pain.
Eclamsia
•Seizures that cannot be attributed to other cause in a woman with preeclamsia

Superimposed Preeklamsia
•New onset proteinuria > 300mg/24hours in hipertensive women but no proteinuria
before 20 weeks gestation
• A sudden increase in proteinuria or blood pressure or platelet count <100/mm3 in
women with hypertension and proteinuria before 20 weeks gestation

Chronis Hypertension
•BP> 140/90 mmHg before pregnancy or diagnosed before 20weeks gestation not
attributed to gestational tropoblastic disease
•Hypertension first iagnosed after 20 weeks gestational and persistent after 12 weeks
postpartu,
153. Tanda ovulasi
• Kenaikan suhu badan basal sekitar 1 derajat F
atau 0,5 derajat C terjadi saat ovulasi dan
terus bertahan sampai haid.
• Disebabkan oleh efek termogenik
progesteron pada tingkat hipotalamus
154. Anorexia Nervosa
Amenorrhea Primer di mana seorang perempuan yang sudah berusia sampai
18 tahun belum juga mengalami haid
Anorexia nervosa Sindrome yang paling dramatis di antara penyakit
kejiwaan yang menyebabkan amenorre. Penderita
tampak sangat kurus, rambut ketiak dan pubis normal,
dan atrofi alat genital, gangguan metabolisme karena
menurunnya fungsi hipofisis.
Status Kecemasan Dapat dijumpai amenorrea disertai adanya gangguan
emosional dan cemas yang berlebihan.
Adolescence adjustment
disorders

Sexual adjustment
problems
155. Duh Tubuh pada Wanita
• Diagnosis
• Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan langsung
sediaan apus endoserviks dengan pengecatan
gram akan ditemukan diplokokus gram negatif
yang tampak di dalam sel PMN dan di luar sel
PMN.
156. Abortus Komplit
Tabel 4-3
DERAJAT ABORTUS

Diagnosis Perdarahan Serviks Besar uterus Gejala lain

Abortus Sedikit  Tertutup Sesuai usia Pt positif


iminens sedang Lunak kehamilan · Kram ringan
· Uterus lunak

Abortus Sedang  Terbuka Sesuai atau Kram sedang/kuat


insipiens banyak Lunak lebih kecil · Uterus lunak

Abortus Sedikit  Terbuka  usia • Kram kuat


inkomplit banyak Llunak kehamilan . Keluar jaringan
• Uterus lunak

Abortus Sedikit  Tertutup  usia Sedikit/tanpa kram


komplit tidak ada Lunak kehamilan · massa kehamilan (+/-)
· Uterus agak kenyal
157. Candidiasis
Candidiasis Gejala yang sering terjadi adalah gatal (pruritus) dan duh
vagina. Karakteristik duh vagina seperti keju lunak berwarna
putih susu, mungkin bergumpal, dan tidak berbau
Salphingitis TB Can drain into the endometrial cavity and cause a
granulomatous endometritis with irregular menstrual
bleeding and infertility
Endometriosis implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal
mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh
di sisi luar kavum uterus,
dan memicu reaksi peradangan menahun
Tracomoniasis Trichomonas vaginalis menyebabkan leukorea yang encer
sampai kental, berwarna kekuning-kuningan dan agak
berbau. Penderita mengeluh tentang adanya fluor yang
menyebabkan rasa gatal dan membakar
Tubo ovarial abses Pembekakan pada tuba ovarium yang disebabkan oleh
infeksi. Paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping
itu oleh staphylococus dan streptococ dan bacteri.
158. KET – Laparatomi Emergensi
• Surgery. If you have an ectopic pregnancy that
is causing severe symptoms, bleeding, or high
hCG levels, surgery is usually needed. This is
because medicine is not likely to work and a
rupture becomes more likely as time passes.
When possible, laparoscopic surgery that uses
a small incision is done. For a ruptured ectopic
pregnancy, emergency surgery is needed.
159.KET
• Shock Hemorhagik :
- Kehamilan muda : abortus, KET, mola
hidatidosa
- Ante Partum : plasenta previa, solusio
plasenta
- Intra partum : ruptura uteri
- Post partum : atonia uteri, perlukaan
jalan lahir, retensio plasenta, inversio uteri
Tatalaksana
• Posisi trendelenburg
• Pemberian Oksigen
• Pemberian cairan : sesuai dengan jumlah
perdarahan ( kristaloid = 3 x jumlah
perdaraha, koloid/darah = jumlah perdarahan
), transfusi bila Hb<8 g/dL
• Menghentikan perdarahan
• Pantau CVP dan produksi urin (pasang kateter)
160. Tanda pasti kehamilan
• Terasa gerakan janin
• Teraba bagian-bagian janin (pd trimester
kedua) atau ballotemen (+)
• Denyut jantung janin
• Terlihat kerangka janin pada pemeriksaan
sinar rontgen
• Pemeriksaan USG terlihat gambaran janin,
kantong gestasi, panjang jani, dan diameter
biparietal
161. ANC
Kunjungan ANC adalah :
• setiap bulan sampai umur kehamilan 28
minggu
• setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 32
minggu
• setiap 1 minggu sejak kehamilan 32 minggu
sampai terjadi kelahiran.
Pemeriksaan khusus jika ada keluhan tertentu.
• Standar Minimal “7T”
1. Timbang berat badan
2. Tekanan Darah
3. Tinggi Fundus Uteri (TFU)
4. TT lengkap (imunisasi)
5. Tablet Fe minimal 90 paper selama kehamilan
6. Tengok / periksa ibu hamil dari ujung rambut
sampai ujung kaki
7. Tanya (temu wicara) dalam rangka persiapan
rujukan
162. Peningkatan MSH
Melanosit Stimulating Merangsang meningkatnya melanosfor membentik linea
Hormon nigra
Oksitosin Uterus : merangsang kontraksi uterus saat persalinan
Glandula mammae : ejeksi ASI
Somatomammotropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus dan
menimbulkan perubahan dalam sel –sel sehingga terjadi
pembuatan kasein, laktalnumin dan laktoglobulin untuk
persiapan laktasi.
prolactineinhibiting Yang menekan prolaktin agar kolostrum yang sudah di
hormone produksi dr usia kehamilan 12mg tidak keluar.
Relaksin hormon hormon ini membuat serviks dan sendi-sendi menjadi
lembut selama masa kehamilan
163. Profilaksis TB
• Pengobatan profilaksis untuk anak:
bila anak balita sehat, yang tinggal serumah
dengan pasien TB paru BTApositif, mendapat
scor<5 pada evaluasi dengan sistem skoring,
maka kepada anak balita tersebut diberikan
isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgbb/hr selama
6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan
selesai.
164. Anemia dalam kehamilan
• Kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di
bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau
kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II
• Anemia defisiensi besi >> menyebabkan
anemia pada kehamilan
• setiap wanita hamil harus diberikan sulfas
ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu
tablet sehari selama masa kehamilannya
FORENSIK
165. Tanda Pasti Kematian
• Lebam mayat (livo mortis)
– Eritrosit menempati tempat terbawah akibat gravitasi
• Kaku mayat (rigor mortis)
– ATP untuk menggerakkan otot habis

• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)


– Panas tubuh berpindah ke benda yang lebih dingin
• Pembusukan (dekomposisi)
– Kerja digestif enzim pascamati (autolisis) & bakteri masuk ke jaringan

• Lilin mayat (adiposera)


– Hidrolisis lemak & hidrogenisasi  asam lemak jenuh pascamati
bercampur dengan sisa-sisa otot & jaringan ikat.
• Mumifikasi
– Pengeringan jaringan akibat dehidrasi/penguapan air yang cepat
166. Visum et Repertum
• VeR hidup
a. VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga dapat dibuat
kesimpulan.

b. VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu


karena korban memerlukan perawatan & pemeriksaan lanjutan
atau bila korban dipindahkan ke sarana kesehatan lain. VeR ini
tidak ditulis kesimpulan tapi hanya keterangan bahwa saat VeR
dibuat korban masih dalam perawatan.

c. VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah


dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter
atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat kesimpulan.
167. Kasus Kejahatan Seksual
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan
seksual:
• Penetrasi zakar:
– Robekan pada selaput dara (bukan tanda pasti persetubuhan)
– Luka-luka pada vulva & dinding vagina
• Pancaran air mani:
– Sperma di dalam vagina (tanda pasti terjadi persetubuhan)
– Asam fosfatase, kholin, & sperma dalam vagina
– Kehamilan
• Penyakit kelamin:
– Gonorrhea
– Sifilis
168. Toksikologi
• Hal terpenting dari diagnosis keracunan:
– Ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan
tubuh korban
– Kelainan pada tubuh korban baik makroskopik
atau mikroskopik yang sesuai dengan racun
penyebab.
– Pastikan bahwa korban benar-benar kontak
dengan racun.
168. Toksikologi
• Pengambilan bahan pemeriksaan toksikologi:
– Darah jantung kanan & kiri diambil masing-masing 50
mL
– Darah tepi dari vena iliaka komunis 50 mL
– Urine diambil semua dari kandung kemih
– Bilasan lambung diambil semuanya
– Usus beserta isinya, diikat tiap 60 cm
– Hati (kadar racun lebih tinggi dari jaringan lain)
– Ginjal (penting pada intoksikasi logam)
– Otak (jaringan lipoid otak dapat menahan racun)
– Empedu
169. Abortus
• Abortus dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
– Natural/spontan:
• kelainan embrio/penyakit maternal.
– Kecelakaan:
• Pada kasus ibu shock atau rudapaksa
– Pengobatan:
• penghentian kehamilan yang membahayakan nyawa ibu.
– Kriminalis:
• tidak mempunyai alasan medis yang dapat
dipertanggungjawabkan atau tanpa arti medis yang
bermakna.
169. Abortus
• Pengguguran kandungan menurut hukum:
– Tindakan menghentikan kehamilan atau
mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa
melihat usia kandungannya.
– Tidak dipersoalkan apakah dengan pengguguran
kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau mati.
– Yang dianggap penting adalah kandungan masih
hidup sewaktu pengguguran dilakukan.
170. Kaidah Dasar Moral
• Kaidah dasar moral terdiri atas:
1. Autonomy: pasien dapat mengambil keputusan
sendiri & dijamin kerahasiaan medisnya  dasar
informed consent & kerahasiaan medis.
2. Nonmaleficence: tidak dengan sengaja melakukan
tindakan yang malah merugikan/invasif tanpa ada
hasilnya  dasar agar tidak terjadi kelalaian medis.
3. Beneficence: mengambil langkah yang bermanfaat,
untuk mencegah atau menghilangkan sakit.
4. Justice: perlakuan yang sama untuk kasus yang
sama.
171. Visum et Repertum
• VeR hidup
a. VeR definitif: dibuat seketika, korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga dapat dibuat
kesimpulan.

b. VeR sementara: VeR yang dibuat untuk sementara waktu


karena korban memerlukan perawatan & pemeriksaan lanjutan
atau bila korban dipindahkan ke sarana kesehatan lain. VeR ini
tidak ditulis kesimpulan tapi hanya keterangan bahwa saat VeR
dibuat korban masih dalam perawatan.

c. VeR lanjutan: VeR yang dibuat setelah luka korban telah


dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter
atau pulang paksa. Pada VeR ini sudah dapat dibuat kesimpulan.
172. Pembunuhan Anak Sendiri
• Pasal 341:
– Ancaman hukuman bagi seorang ibu yang karena takut
akan diketahui bahwa ia melahirkan anak , dengan sengaja
menghilangkan nyawa anak tersebut ketika anak itu
dilahirkan atau tidak lama sesudah dilahirkan.

• Dokter harus memberikan kejelasan kepada penyidik


dalam hal:
– Memang benar korban (anak) itu baru dilahirkan
– Sebab kematian korban, berkaitan dengan: anak lahir
hidup & adanya hal-hal yang menyebabkan kematian
(tanda kekerasan).
172. Pembunuhan Anak Sendiri
• Patokan korban baru dilahirkan berdasarkan tidak
adanya tanda-tanda perawatan:
– Masih berlumuran darah
– Tali pusat belum dirawat
– Adanya lemak bayi yang jelas
– Belum diberi pakaian

• Tanda lahir hidup:


– Makroskopis: tampak mengembang, tepi tumbul, warna
merah ungu dengan gambaran mozaik, adanya krepitasi,
akan mengapung pada tes apung paru.
– Mikroskopis: adanya pengembangan kantung alveoli.
173. Kasus Kejahatan Seksual
• Hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan:
– Setiap permintaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan
tertulis dari penyidik.

– Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban adalah benda
bukti. Kalau tidak bersama polisi, jangan diperiksa, suruh korban
kembali bersama polisi.

– Setiap visum et repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang


didapatkan pada waktu permintaan visum diterima dokter.

– Izin tertulis untuk pemeriksaan dapat diminta dari korban sendiri atau
dari orang tua/wali jika korban adalah seorang anak.

– Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan didampingi


perawat/bidan.
174. Euthanasia
• Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak
diperbolehkan:
– Menggugurkan kandungan
– Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut
pengetahuan tidak akan sembuh lagi.

• Tapi, bila pasien telah mengalami mati batang otak, maka


secara keseluruhan pasien tersebut telah mati meskipun
jantung masih berdenyut.

• Penghentian tindakan terapeutik dilakukan dengan


mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga pasien.
174. Euthanasia
• Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif
dengan permintaan: Pasal 344 KUHP:
– Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya
dengan nyata & sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.

• Ketentuan pidana terkait euthanasia


aktif/pasif tanpa permintaan:
– Pasal 338, 340, 339 KUHP  dihukum penjara.
174. Euthanasia
• Pendapat sebagian ahli hukum: melakukan
perawatan medis yang tidak ada gunanya
dapat dianggap sebagai penganiayaan 
dokter seharusnya tidak memberi terapi jika
secara medis hasilnya tidak dapat diharapkan,
apalagi jika tanpa izin pasien.
175. Kasus Kejahatan Seksual
Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan
seksual:
• Penetrasi zakar:
– Robekan pada selaput dara (bukan tanda pasti persetubuhan)
– Luka-luka pada vulva & dinding vagina
• Pancaran air mani:
– Sperma di dalam vagina (tanda pasti terjadi persetubuhan)
– Asam fosfatase, kholin, & sperma dalam vagina
– Kehamilan
• Penyakit kelamin:
– Gonorrhea
– Sifilis
175. Kasus Kejahatan Seksual
• Penentuan adanya sperma pada cairan vagina:
– Tanpa pewarnaan:
• Sperma yang masih bergerak (4-5 jam setelah persetubuhan)
– Pewarnaan malachite green:
• Basis kepala sperma berwarna ungu
• Bagian hidung merah muda

• Penentuan adanya sperma dari pakaian:


– Pewarnaan Baeeci:
• Kepala sperma berwarna merah, ekor biru muda.

• Penentuan adanya air mani dari cairan vagina:


– Reaksi asam fosfatase: timbul warna ungu
– Reaksi Florence: membentuk kristal kolin peryodida
– Reaksi Berberio: membentuk spermin pikrat.
176. KDRT
• UU RI No 23 /2004 tentang KDRT:
– Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yangberakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual,penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan,atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
176. KDRT
• Lingkup rumah tangga dalam UU RI No
23/2004pasal 2, meliputi :
– Suami, istri, anak
– Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga.
– Orang yang bekerja membantu rumah tangga &
menetap dalam rumah tanga tersebut.
176. KDRT
• Pasal 5 UU 23/2004 , KDRT meliputi:
– Kekerasan fisik
– Kekerasan psikis
– Kekerasan seksual
– Penelantaran rumah tangga
176. KDRT
Tanda-tanda penganiayaan:
• Memar:
– Pada wajah, bibir/mulut, punggung, paha, betis
– Terdapat memar/bilur baru atau sudah menyembuh
– Corak-corak memar menunjukkan benda tertentu

• Luka lecet dan luka robek


– Di mulut, bibir, mata, kuping, lengan,tangan
– Luka gigitan manusia
176. KDRT
Tanda-tanda penganiayaan:
• Patah tulang
– Setiap patah tulang pada anak < 3 tahun
– Patah tulang baru dan lama ditemukan bersamaan
– Patah tulang ganda/multiple
– Patah tulang pada kepala, rahang dan hidung serta patahnya gigi

• Luka Bakar
– Bekas sundutan rokok
– Luka bakar pada tangan, kaki atau bokong akibat kontak dengan
benda panas
– Bentuk luka yang khas sesuai dengan benda panas yang dipakai
ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
177. Cohort
Desain Penelitian Deskripsi
Cross sectional Peneliti melakukan observasi atau pengukuran
variabel pada satu saat tertentu; tiap subjek hanya
diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel
subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut.
Case-control • Pengukuran variabel bebas dan tergantung tidak
dilakukan pada satu saat yang sama
• Dilakukan identifikasi subyek yang telah terkena
penyakit (efek), kemudian ditelusuri secara
retrospektif ada atau tidaknya faktor risiko yang
diduga berperan
• Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok kasus (yang terkena penyakit) dan
kelompok kontrol (yang tidak menderita
penyakit)
Cohort
Desain Penelitian Deskripsi
Cohort Dilakukan identifikasi terlebih dahulu adanya
kausa, kemudian subjek diikuti secara prospektif
selama periode tertentu untuk mencari ada atau
tidaknya efek
Clinical trial Merupakan studi intervensi, yaitu suatu penelitian
eksperimental terencana yang dilakukan pada
manusia. Peneliti memberikan perlakukan pada
subyek penelitian, kemudian efek perlakuan
diukur dan dianalisis.
Deskriptif Penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi
mengenai fenomena yang ditemukan. Hasil
penelitian disajikan apa adanya, peneliti tidak
menganalisis mengapa fenomena tersebut dapat
terjadi
178. Odds Ratio
Kasus Kontrol Jumlah
Faktor Ya a b a+b
Risiko Tidak c d c+d
a+c b+d a+b+c+d

Odds Ratio:
ad/bc
Odds Ratio

Katarak kongenital

Ya Tidak Jumlah
Ibu Ya 160 80 240
Rubella Tidak 40 120 160
200 200 400

Odds Ratio:
(160 x 120)/(80 x 40)
179. Bias dalam Penelitian
• Surveillance bias
– More likely in case control studies where cases are
ascertained through medical clinics, hospitals. If clinical
visits are associated with the exposure, sub-clinical cases
are more likely to be detected among those with the
exposure than those without the exposure
• Example:
• Case Control Study of Oral Contraceptive Use and Diabetes–OC users
more likely to have medical visits, resulting in higher probability of
subclinical disease being detected. Any association with OC use and
diabetes would be an overestimate of risk because subclinical
diabetics with no OC use would have a lower probability of being
selected
Bias dalam Penelitian
• Recall bias
– Bias ini terutama terjadi pada kasus kontrol
– Contoh kasus recall bias: pada studi yang mencari
hubungan antara asfiksia dengan gangguan
belajar, ibu yang anaknya mengalami gangguan
belajar akan berusaha dengan keras mengingat
apakah anaknya dulu pernah mengalami asfiksia.
Sebaliknya, ibu yang anaknya tidak mengalami
gangguan belajar, tidak atau kurang berupaya
mengingat kembali apakah anaknya mengalami
asfiksia atau tidak.
Bias dalam Penelitian
• Procedural Bias
– Bias ini terjadi apabila pengukuran, prosedur,
pengobatan, dan lain-lain pada kelompok-
kelompok yang dibandingkan tidak sama
– Contoh kasus: pasien yang diberi obat tertentu
lebih banyak diperhatikan, lebih sering ditimbang,
lebih sering diukur tekanan darahnya.
Bias dalam Penelitian
• Detection bias
– Bias ini terjadi karena adanya perubahan
kemampuan alat ukur dalam mendeteksi penyakit.
– Kesintasan pasien tertentu sering dilaporkan
menjadi semakin lama; sebagian mungkin
disebabkan oleh deteksi yang lebih dini sehingga
masa pengamatan menjadi lebih panjang.
Bias dalam Penelitian
• Compliance bias
– Bias ini terjadi karena ketaatan mengikuti
prosedur yang berbeda antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya .
– Contoh kasus: regimen untuk kelompok studi
(obat baru) hanya diberikan satu kali sehari;
sedangkan regimen standar (kontrol), obat harus
diminum tiga kali sehari. Maka pasien kelompok
kontrol cenderung kurang taat dibandingkan
dengan kelompok studi.
180. Cluster Random Sampling
• Probability sampling • Non-probability
– Simple random sampling sampling
– Systematic random – Consecutive sampling
sampling – Convenient sampling
– Stratified random – Pusposive sampling
sampling
– Cluster ampling
Cluster Random Sampling
Systematic random Dari seluruh subjek yang dapat dipilih, setiap
sampling subjek nomor ke sekian dipilih sebagai sampel.
Apabila kita ingin mengambil 1/n dari populasi,
maka tiap pasien nomor ke-n dipilih sebagai
sampel .
Cluster random sampling Proses penarikan sampel secara acak pada
kelompok individu yang terjadi seacara alamiah,
misalnya berdasarkan wilayah (kota, kecamatan,
kabupaten). Sangat efisien untuk populasi yang
luas.
Simple random sampling Menghitung terlebih dahulu jumlah subjek
dalam populasi (terjangkau) yang akan dipilih
sampelnya. Kemudian tiap subjek diberi nomor,
dan dipilih sebagian dari merekan dengan
bantuan tabel random.
Cluster Random Sampling
Consecutive sampling Semua subjek yang datang dan memenuhi
kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subjek yang diperlukan
terpenuhi.
Convenient sampling Sampel diambil tanpa sistematika tertentu, tidak
terikat tempat dan waktu (sampel dapat diambil
di mana pun dan kapan pun)
181. Rasio Prevalens (RP)
Efek
Ya Tidak Jumlah
Faktor Ya a b a+b
Risiko Tidak c d c+d
a+c b+d a+b+c+d

RP:
a/(a+b) : c/(c+d)
Rasio Prevalens (RP)
Difteri
Ya Tidak Jumlah
Ya 15 35 50
Imunisasi
Tidak 20 30 50
35 65 100

RP:
15/(15+35) = 0.75

20/(20+30)
182. Level of Prevention
• Primary level of prevention
– Health promotion
– Specific protection
• Secondary level of prevention
– Early case detection and prompt treatment
• Tertiary level of prevention
― Disability limitation
― Rehabilitation
PRIMARY SECONDARY TERTIARY
Level of Prevention
Health promotion Specific protection
• Pendidikan kesehatan • Imunisasi
• Makanan& gizi yg baik • Hygine personal yg baik
• Perkembangan • Sanitasi lingkungan
kesehatan pribadi total • Pengurangan Bahaya
• Perumahan yg memadai Pekerjaan
• Kondisi kerja yg baik • Asupan gizi yg adekuat
• Gaya hidup sehat & benar
• Persiapan Fisiologis • Menghindari karsinogen
• Skrining Kesehatan • Menghindari Alergen
Level of Prevention
Early diagnosis and prompt treatment
• Early diagnosis skrining
– Rempellede, darah rutin untuk pasien curiga DHF
– Skring HIV untuk kelompok berisiko (PSK,
homoseksual)
• Terapi Adequat
– Antibiotik
– Antifungal
Level of Prevention
Disability limitation Rehabilitation
• Menghambat proses • Fasilitas kes masy & medis
penyakit untuk terapi dan
• Pencegahan komplikasi Retraining
• Mengurangi Periode • Pendidikan & Reduksi
Ketidak mampuan Untuk pemulihan fungsi
yg umum
• Kembali pada pekerjaan
atau posisi kehidupan
secepat mungkin
• Terapi Fisik
• Terapi Pekerjaan
183-184. Uji Diagnostik
Hasil Status penyakit Total
skrining + -
+ a b a+b
- c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

• Sensitivitas = a : (a+c)
• Spesifitas = d : (b+d)
• Nilai prediksi postif = a : (a+b)
• Nilai prediksi negatif = d : (c+d)
Uji Diagnostik
Hasil Status penyakit Total
skrining + -
+ 132 985 1117
- 47 62295 62342
Total 179 63280 63459

Spesifisitas = d : (b+d) = 62295/63280

Nilai prediksi positif = a : (a+b) = 132/1117


Uji Diagnostik
• Sensitivitas: bila subyek benar-benar sakit, berapa
besar kemungkinan hasil uji diagnostik akan postif
atau abnormal
• Spesifitas: bila subyek tidak sakit, berapa besar
kemungkinan hasil uji diagnostik akan negatif
• Nilai prediksi positif: probabilitas seseorang
menderita penyakit jika hasil uji diagnostiknya positif
• Nilai prediksi negatif: probabilitas seseorang tidak
menderita penyakit jika hasil uji diagnostiknya
negatif
185. Case Fatality Rate (CFR)
• Rumus CFR:
jumlah kematian karena penyakit X x 100%
Jmlh seluruh penderita penyakit X
Case Fatality Rate (CFR)
Dusun Jmlh Nama Yang sakit Yang Yang
penduduk Desa Dirawat Meninggal
Desa 1 100 Mata air 25 - -
Desa 2 150 Mata hati 38 5 1
Desa 3 100 Mata kaki 12 - -
Desa 4 50 Mata Sapi 10 6 2

• CFR desa 1 = (0/25) x 100% = 0%


• CFR desa 2 = (1/38) x 100% = 2.6%
• CFR desa 3 = (0/12) x 100% = 0%
• CFR desa 4 = (2/10) x 100% = 20%
186. Ukuran dalam Epidemiologi
Insidens Rate (IR)
• Insidens : jumlah kasus baru yang timbul pada suatu
periode waktu dalam populasi tertentu gambaran
tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang
ditemukan pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok
masyarakat
• Contoh : Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1
Juli 2005 sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap
penyakit diare ditemukan laporan penderita baru sebagai
berikut bulan januari 50 orang, Maret 100o rang, Juni
150 orang, September 10 orang dan Desember 90 orang

• IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %


Ukuran dalam Epidemiologi
Attack rate (AR)
• Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan
pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang
sama dalam % atau permil.

• Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X


ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber
setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah

• AR = 100 / 500 X 100% = 20 %


• AR hanya dignkan pada kelompok masyarakat terbatas
dan periode terbatas,misalnya KLB.
Ukuran dalam Epidemiologi
Prevalens rate
• Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang
ditemukan pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat
tertentu.

• Ada dua Prevalen:


Period Prevalence
• Contoh : Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000
orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan
100 kasus baru, Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus
lama dan 75 kasus baru; September 50 kasus lama dan 50 kasus
baru, dan Desember 200 kasus lama dan 200 kasus baru.
• Period Prevalens rate :
(50+100)+(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % =
0,9 %
Ukuran dalam Epidemiologi
Point Prevalence Rate
• Jumlah penderita lama dan baru pada satu
saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat
itu dalam persen atau permil.
• Contoh: Satu sekolah dengan murid 100
orang, kemarin 5 orang menderita penyakit
campak, dan hari ini 5 orang lainnya
menderita penyakit campak
• Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰=
100 ‰
187. Uji Hipotesis Bivariat
• Apakah terdapat hubungan antara berat badan lahir
(kg) dengan persalinan (normal vs tidak normal)?
– Variabel yang dihubungkan: berat badan lahir (numerik)
dengan persalinan (kategorik)
– Jenis hipotesis: komparatif (kata hubungan mengacu pada
hipotesis komparatif
– Skala variabel: numerik
– Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
– Jumlah kelompok: dua kelompok (persalinan normal vs
tidak normal)
Uji Hipotesis Bivariat
Komparatif, numerik, tidak berpasangan, dua kelompok
188. Uji Hipotesis Bivariat
• Apakah terdapat korelasi antara peningkatan IMT
denan penurunan nilai kapasitas paru?
– Variabel yang dihubungkan: IMT (numerik) dengan nilai
kapasitas paru (kategorik)
– Jenis hipotesis: korelatif
– Skala variabel: numerik
Uji Hipotesis Bivariat
Korelatif, numerik
THT
189. Vertigo

Sources: http://www.aafp.org/afp/2006/0115/p244.pdf
Penyakit Meniere
• Hidrops endolimfe pada koklea dan vestibulum
• Gejala: Trias Meniere (vertigo, tinitus, dan tuli SN, terutama
nada rendah). Serangan vertigo pertama sangat berat.
Serangan kedua, dst dirasakan lebih ringan dan semakin
mereda
• Terapi: simtomatik (sedatif, antimuntah), vasodilator perifer,
shunt untuk menyalurkan endolimfe

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
190 Benda asing
di telinga
• Mengeluarkan benda asing harus hati-hati, jangan
sampai menimbulkan trauma
– Binatang  Bila masih hidup, matikan lebih dahulu
dengan memasukkan tampon basah ke liang telinga, lalu
teteskan cairan (misal rivanol atau obat anestesi lokal)
sekitar 10 menit. Setelah binatang mati, keluarkan dengan
pinset atau diirigasi dengan air bersih hangat
– Zat korosif  jangan dibasahi
– Benda asing besar  tarik dengan pengait serumen
– Benda asing kecil  ambil dengan cunam atau pengait
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
191. Otitis eksterna
Penyakit Etiologi Gejala dan Tanda Tatalaksana
OE Staphylococcus Bentuk furunkel, Antibiotika topikal
sirkumskripta aureus, nyeri hebat, tidak (polimiksin B, basitrasin)
(pada 1/3 Staphylococcus sesuai ukuran atau antiseptik (asam asetat
telinga luar) albus furunkel 2-5% dalam alkohol)
Bila menjadi abses, aspirasi
OE difusa Pseudomonas, Kulit liang telinga Tampon antibiotika, kadang
(pada 2/3 Staphylococcus hiperemis dan perlu ab sistemik
telinga dalam) albus, E. coli edema dengan
batas tidak jelas,
nyeri tekan tragus,
tedapat sekret
berbau, gg
pendengaran

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Definisi Keterangan
Otomikosis Infeksi jamur di liang telinga oleh Pytosporum, Aspergillus
Gejala: gatal dan rasa penuh di telinga
Terapi: pembersihan liang telinga, antijamur topikal (nistatin,
klotrimazol)
Perikondritis Radang tulang rawan telinga, karena trauma, operasi terinfeksi,
atau komplikasi pseudokista daun telinga.
Terapi dengan antibiotika. Jika gagal, tulang rawan yang hancur
mengakibatkan mengkerutnya daun telinga (cauliflower ear)
Herpes zoster Disebut juga sindrom Ramsay Hunt, akibat infeksi VZV
otosis Gejala berupa lesi kulit vesikular pada kulit sekitar liang telinga,
otalgia, kadang dengan paralisis otot
Terapi sesuai tatalaksana herpes zoster

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
192. Pseudomonas
• Pseudomonas aeruginosa is a Gram-
negative, aerobic rod belonging to the
bacterial family Pseudomonadaceae.
• It is the predominant bacterial
pathogen in some cases of external
otitis, including "swimmer's ear".
• The bacterium is infrequently found in
the normal ear, but often inhabits the
external auditory canal in association
with injury, maceration, inflammation,
or simply wet and humid conditions.

Sources: Todar K. Opportunistic Infections Caused by Pseudomonas aeruginosa. Downloaded from:


http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Pseudomonas.html
Pseudomonas
• P. aeruginosa produces two extracellular protein toxins:
– Exoenzyme S is produced by bacteria growing in burned tissue and
may be detected in the blood before the bacteria are. It may act to
impair the function of phagocytic cells in the bloodstream and internal
organs as a preparation for invasion by P. aeruginosa.
– Exotoxin A has exactly the same mechanism of action as the
diphtheria toxin; it causes the ADP ribosylation of eucaryotic
elongation factor 2 resulting in inhibition of protein synthesis in the
affected cell. Exotoxin A appears to mediate both local and systemic
disease processes caused by Pseudomonas aeruginosa. It has
necrotizing activity at the site of bacterial colonization and is thereby
thought to contribute to the colonization process.

Sources: Todar K. Opportunistic Infections Caused by Pseudomonas aeruginosa. Downloaded from:


http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Pseudomonas.html
193-194. Otitis Media
Akut (barotrauma
= aerotitis)
Efusi, OME (tanpa
tanda infeksi,
sekret serosa)
Kronik (glue ear)

Otitis media Akut (OMA)


< 2 minggu

Supuratif (dengan Subakut


tanda infeksi,
sekret purulen) > 3 minggu

Kronik (OMSK)
> 2 bulan

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
329. OME
OME Akut OME Kronik
• Sekret terbentuk tiba-tiba, dengan rasa • Sekret terbentuk bertahap tanpa rasa
nyeri (jika karena barotrauma) nyeri, gejala berlangsung lama
• Lebih sering pada dewasa • Lebih sering pada anak
• Penyebab: sumbatan tuba tiba-tiba • Penyebab: gejala sisa OMA, virus,
(barotrauma), virus, alergi alergi, gangguan mekanis tuba
• Gejala: pendengaran berkurang (CHL), • Gejala: tuli lebih menonjol karena
rasa tersumbat di telinga, diplacusis sekret kental (glue ear)
binauralis
• Otoskopi: MT retraksi, gelembung • Otoskopi: MT utuh, retraksi, suram,
udara atau permukaan cairan dalam kuning kemerahan, atau keabuan
kavum timpani
• Terapi: vasokonstriktor lokal (tetes • Terapi: miringotomi dan pipa Grommet
hidung), AH, perasat Valsava. Jika
menetap, miringotomi dan pipa
Grommet

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
195. OMA
Stadium Gejala dan tanda Terapi
Oklusi tuba MT retraksi, sulit dibedakan dengan HCl efedrin , antibiotika
OME
Hiperemis MT hiperemis dan edem Antibiotika, analgetik,
(presupurasi) dekongestan
Supuratif MT bulging akibat eksudasi sekret Antibiotika, analgetik,
purulen. Pasien tampak sakit, nadi dan miringotomi
suhu meningkat, nyeri telinga
bertambah hebat
Perforasi MT ruptur dan nanah mengalir keluar Antibiotika, cuci telinga
Anak menjadi tenang, suhu turun, dapat dengan H2O2 3%
tidur nyenyak
Resolusi Perbaikan MT., sekret berkurang dan Antibiotika
kering

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Etiologi otitis media supuratif

OMA OMSK
Utamanya bakteri
piogenik, seperti Pada keadaan munculnya
Streptokokus hemolitikus, kolestatoma, merupakan
Stafilokokus aureus, dan media yang baik untuk
Pneumokokus. pertumbuhan kuman,
Pada anak < 5 tahun, paling sering Proteus dan
sering ditemukan Pseudomonas aeruginosa
Hemofilus influenza

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
196. Terapi OMSK
Tipe aman: terbatas mukosa, Tipe bahaya: mengenai tulang,
perforasi atik atau marginal,
perforasi sentral, kolesteatom (-)
kolesteatom (+)

• Cuci telinga dengan H2O2 • Mastoidektomi, dengan


3% bila sekret keluar terus- atau tanpa timpanoplasti
menerus • Medikamentosa untuk
• Obat tetes telinga konservatif
(antibiotik + steroid) • Insisi abses jika terdapat
• Antibiotika oral abses subperiosteal
• Bila 2 bulan belum resolusi retroaurikular
 miringoplasti atau
timpanoplasti

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Terapi OMSK
• Note: NI, not indicated; VT, ventilation
tube
• Aural Toilet
– Aural toilet is important for the successful
treatment of CSOM, particularly when
topical medication is used. Clearing the
discharge from the external auditory canal
allows the topical agent to reach the middle
ear in an adequate concentration.

• Topical Antibiotics
– More effective than systemic antibiotics in
the treatment of CSOM. The recent
availability of topical ofloxacin preparations
may prove to be as effective as topical
aminoglycosides without the ototoxic
potential.

• Systemic Antibiotics
– Systemic antibiotics tend to have a poor
penetration of the middle ear, less effective

Sources: Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology, Head, & Neck Surgery. 2nd ed.
McGraw-Hill
197. Tuba Eustachius
• Tuba Eustachius menghubungkan
rongga telinga tengah dengan
nasofaring
• Fungsi: ventilasi, drainase sekret,
menghalangi sekret masuk dari
nasofaring ke telinga tengah
• Pada anak, tuba lebih pendek,
lebih lebar, dan kedudukannya
lebih horizontal dari orang
dewasa. Oleh karena itu, lebih
mudah terkena otitis media

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
198-199. Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
199 Jenis ketulian

Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433—44
Diagnosis banding ketulian

Sources: Zahnert T. The differential diagnosis of hearing loss. Dtsch Arztebl Int 2011;108(25):433—44
Diagnosis banding CHL

Sources: Isaacson JE, Vora NM. Differential diagnosis and treatment of hearing loss. Am Fam
Physcian 2003;68:1125—32
Diagnosis banding SNHL

Sources: Isaacson JE, Vora NM. Differential diagnosis and treatment of hearing loss. Am Fam
Physcian 2003;68:1125—32
Audiometri nada murni
Tes Audiometri Keterangan
Tes garpu tala Tes pendengaran kualitatif dengan menggunakan penala: tes
Rinne, Weber, Schwabach
Pure tone Tes pendengaran kuantitatif. PTA dapat menilai: pendengaran
audiometry (PTA) normal atau tuli, jenis ketulian (CHL, SNHL, atau campuran), dan
derajat ketulian dengan indeks Fletcher
Otoacosutic Tes audiologi khusus, menilai fungsi koklea secara obyektif. Baik
emission (OAE) untuk program skirining pendengaran pada bayi dan anak
Brainstem evoked Tes audiologi khusus, untuk menilai fungsi pendengaran dan
response nervus VIII, dapat dilakukan pada bayi, anak yang tidak kooperatif
audiometry yang sulit diperiksa dengan tes konvensional, atau dewasa yang
(BERA) malingering atau ada kecurigaan tuli retrokoklea
Speech Tes audiologi khusus, terutama menilai kemampuan pasien dalam
audiometry pembicaraan sehari-hari dan menilai pemberian hearing aid

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Tuli masa kanak
• SNHL cannot be medically treated.
• In mild-to-moderate hearing loss, amplification with
hearing aids is used to give the child as much auditory
input as possible. Modern hearing aids can selectively
amplify a specified range of frequencies more than
others rather than all frequencies equally.
• Speech therapy may be beneficial.
• SNHL cannot be treated with surgical means other than
cochlear implantation. Cochlear implantation may be
an option in some children, but it should not be
mistaken for a cure.
Sources: Shah RK, et al. Hearing Impairment. Cited from:
http://emedicine.medscape.com/article/994159-treatment
200. Tonsilitis
Tonsilitis akut Tonsilitis kronik
• Radang akut tonsil oleh Streptokokus • Faktor predisposisi: rokok menahun,
beta hemolitikus grup A higiene mulut buruk, pengobatan
• Klinis: nyeri tenggorok, nyeri tonsilitis akut yang tidak adekuat
menelan, demam dengan suhu tinggi, • Klinis: tonsil membesar dengan
lesu, nyeri sendi, otalgia. Tonsil permukaan yang tidak rata, kriptus
membengkak, hiperemis, dan melebar dan beberapa kripti terisi
terdapat detritus bentuk folikel, detritus. Rasa mengganjal di
lakuna, atau tertutup membran tenggorok, rasa kering, dan napas
semu. KGB submandibula bengkak berbau
dan nyeri tekan • Terapi: ditujukan pada higiene mulut
• Terapi: antibiotika spektrum luas, dengan berkumur atau obat isap.
antipiretik, obat kumur Tonsilektomi jika infeksi berulang
atau kronik, gejala sumbatan, atau
kecurigaan neoplasma

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai