Anda di halaman 1dari 5

PIGMEN PADA KRUSTASEA

Oleh
Abd. Malik Serang

Ostracoda cenderung menghindari sinar, baik yang ditimbulkan dari hewan lain maupun
dari sinar lampu atau bulan, karena cahaya tersebut akan menyebabkan sinar yang
dimilikinya menjadi tidak efektif. Pada siang hari, hewan-hewan tersebut sulit
bersernbunyi, sedangkan pada malam terang bulan hewan tersebut sulit sekali ditemukan,
meskipun menggunakan lampu listrik yang dapat menembus perinukaan air, namun tidak
mudah untuk melihat akitivitas hidupnya. Selain itu ombak dan gelombang yang kuat
dapat menyebabkan hilangnya hewan-hewan tersebut. Mereka akan terhempas dan
terbawa arus sehingga bisa saja di suatu daerah banyak ditemukan Ostracoda dan
Copepoda yang bercahaya, sedangkan pada daerah lain tidak diternui hewan-hewan
tersebut.

Sebagian besar hewan laut dalarn siklus hidupnya mengilami proses photophores dan
biasanya menempati daerah yang tidak terlalu dalam, dimana sinar matahari masih dapat
menembus kedalarnan air. Sedangkan krustasea tingkat rendah, umunmya hidup di
perairan yang dalam, sehingga tidak mengalami penetrasi. Hewan-hewan tersebut akan
menggunakan organ matanya, sehingga mata akan berkembang dengan baik
(GHIDALIA, 1985).

Krustasea yang bercahaya bersifat pelagik. Di beberapa pantai di New England


diternukan jenis Meganyctiphanes norvegica, yang berenang-renang dan memancarkan
cabaya biru terang selarna pertengahan musim panas, sehingga pada malam had terlihat
seperti kunang-kunang yang terbang di laut.

Produksi cahaya pada krustasea berasal dari reaksi oksigen dengan substansi fotogenik
yaitu lusifera yang dikeluarkan oleh sel kelenjar khusus lusiferin yang terdapat pada
jaringan tubuh dan dalam darah.

WARNA(PIGMEN) PADA KRUSTASEA

Kebanyakan dari krustasea seperti juga beberapa jenis hewan lainnya, memiliki
"Kromatophore" (sel pigmen atau zat pembentuk warna), misaInya Amphipoda,
Copepoda, Dekapoda, Euphausiids, Isopoda, Mysid, Hyppolytidae dan Stomatopoda
(Gambar 1). Kromatophore pada krustasea terbagi atas 3 jenis yaitu : 1). Kromatophore
Monokromatik terdiri dari satu jenis pigmen yang memberikan warna melanophore
(hitam dan coklat), eritrophore (merah), leukophore (putih) dan xanthophore (kuning); 2).
Kromatophore Polikromatik yaitu jenis pigmen yang sangat jarang dan biasanya hanya
memberikan satu atau dua warna saja, seperti misalnya erittrophore yang hanya
memberikan warna merah dan biru saja; 3). Kromatosome adalah penyebaran (cluster)
dari kromatophore (Ghidalia, 1985).

Pada umumnya kelompok hewan tersebut mempunyai kemampuan untuk


merubah warna tubuhnya ("mimikri "), kapan saja dan dimana saja sesuai dengan warna
yang ada pada kondisi lingkungannya baik secara fisiologi maupun morfologi. Selain itu
jumlah warna yang dikeluarkan bisa lebih dari satu seperti warna hitam - merah; kuning-
putih; hitam - merah putih atau kuning-hitam-merah-putih. Sebagai contoh adalah jenis
udang Hippolyte varians memiliki respon yang tinggi terhadap perubahan warna, hewan
ini dijumpai hidup di beberapa jenis algae. Bila tinggal pada algae merah, maka hewan
inipun akan merubah warnanya menjadi kemerah-merahan, demikian pula bila hidup atau
tinggal pada algae hijau dan coklat. Hewan tersebut cenderung merubah warna sesuai
dengan habitatnya, hal ini dilakukan sebagai alat membela diri untuk melindungi
tubuhnya bila ada bahaya di sekitamya.

Gambar 1. Jenis Kromatophore Krustasea: a. Kromatophore Monokromatik;


b. Kromatophore Polykromatik dan c. Kromatosom (Ghidalia, 1985).

Kemampuan merubah warna dari hewan tersebut karena, terdapat fungsi sintesa
lemak, dimana pada siang hari lemak akan diproduksi dengan bantuan sinar matahari dan
pada malam hari, pada saat udang akan melakukan aktivitas hidupnya, maka lemak yang
disertai pigmen tersebut akan digunakan sebagai energi yang disimpan dalam tubuhnya,
sehingga berangsur-angsur akan berkurang. Pada udang, apabila tidak terdapat sinar
matahari untuk memproses lemak dalam tubuhnya, maka udang akan nampak tidak segar.
Tetapi pada saat berlangsung proses sintesa lemak yang terjadi di bawah kulit, maka
udang akan terlihat segar sekali seperti udang yang baru ditanglcap (Kleinholz, 1985).
Selain itu kemampuan merubah wama tersebut juga dipengaruhi oleh umur,
karena umumnya hewan yang lebih muda dapat merubah wama dari warna satu ke warna
lainnya hanya dengan beberapajam saja, tetapi semakin besar dan dewasa hewan tersebut
akan menierlukan waktu yang lebih Lim (Ghidalia, 1985).
RAO (1985) mengungkapkan udang Latreutes fucorum, mcrupakan jenis udang
yang hidup pada rumput laut, juga memilki kemampuan "mimikri' seperti udang
Hyppolyte. Warna kuning muda, kuning kehijauan, hijau kecoklatan, dan coklat
kemerahan merupakan warna yang dihasilkan dan sesuai dengan warna dari algae yang
ditempatinya. Kadang-kadang ditemukan pula udang dengan corak bergaris seperti alur-
alur pada rumput laut, hal ini digunakan sebagai penyamaran untuk menghindari
predator. Warna hitam atau hitam dengan titik putih dan hitam keunguan biasanya
ditemukan pada jenis udang yang hidup pada bagian ujung rumput laut.
Telah diteliti, oleh Schmitt (1973) bahwa krustasea yang hidup di padang lamun
Mediteranian yaitu sejenis Amphipoda hidup di akar dan tangkai akar lamun. Amphipoda
tersebut membuat lubang pada habitatnya dengan warna yang sesuai dengan akar. Tetapi
apabila hewan tersebut menempati substrat pasir, mercka akan merubah corak tubuhnya
seperti warna pasir. Sejenis Amphipoda Hyperia galba, ditemukan menempel pada
tentakel ubur-ubur dan hewan tersebut akan ikut berenang-renang di perairan dan berubah
wama menjadi transparan, sedangkan pada saat hewan tersebut melepaskan diri dari
ubur-ubur tersebut, maka dengan cepat akan merubah warna menjadi kecoklatan atau
kekuning-kuningan sesuai dengan dasar perairan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kepiting
Portunid yang hidup di rataan pasir pada patahan daun lamun, akan merubah warna dan
corak tubulmya sesuai dengan tempat tinggalnya yaitu berbintik-bintik seperti corak
pasir.
Skinner (1985) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara perubahan
warna dengan moulting (pergantian kulit) pada krustasea yang disebabkan oleh kelenjar
sinus yang terdapat pada tangkai mata, organ ini sangat penting, karena organ tersebut
merupakan alat kontrol dan respon bagi hewan krustasea. Krustasea berkemampuan
merubah warna dan memiliki 20 atau lebih pigmen warna (Kromoprotein) yang
tersimpan dalam Khromatophore. Istilah Khromatophore monokhromatik adalah
berdasarkan kandungan warnanya, misalnya pigmen warna merah disebut erytrophore,
warna kuning (xanthophore), warna putih (guanophore), dan warna hitam atau coklat
(melanophore). Sedangkan khromatophore polykhromatik adalah terdiri dari beberapa zat
warna (pigment), hal inilah yang menyebabkan krustasea dapat merubah warna, sesuai
dengan corak dan pola habitat. Warna biru adalah warna yang sangat jarang ditemukan
pada krustasea dan warna tersebut hanya terdapat pada beberapa jenis krustasea saja,
seperti lobster, udang galah dan udang-udang kecil non kornersial. Hal ini disebabkan
karena warna biru merupakan protein karotenoid yang sangat kompleks dan bukan
menipakan warna abadi.
Perubahan warna juga dilakukan oleh kepiting penggali lubang di pantai Uca
stylifera. Jenis kepiting ini akan merubah warnanya berhubugan atau sesuai dengan
gelombang yang datang dari laut. Faktor lain yang juga sangat berpengaruh adalah
panasnya sinar matahari, temperatur yang tinggi dan kekeringan sehingga, setiap jenis
kepiting akan merubah warnanya dengan waktu yang berbeda-beda. Uca stylifera akan
merubah warna dengan memakan waktu 15 menit, sedangkan Uca latimanus memakan
waktu 2 jam (Crane, 1975).
Transport oksigen dalam tubuh krustasea diketahui mengandung haemoglobin dan
haemocyanin yang banyak mengandung logam protein dan tidak memberikan warna
umum pada krustasea. Warna, merah diturunkan dari zat besi, sedangkan warna biru dari
zat tembaga. Haemocyanin dalam. krustasea sedikit sekali dijumpai pada Decapoda dan
Stomatopoda, tetapi banyak dijumpai pada Malacostraca, Ostracoda, Branchiopoda,
Copepoda dan Barnacle. Kemungkinan ini terjadi karena adanya daya tarik menarik
antara oksigen dengan zat besi yang terkandung dalam. protein, terutarna terlihat pada
krustasea yang hidup pada habitat yang berlumpur (Warner, 1977).
Pigmen atau khromoprotein merupakan substansi yang multiguna. Dalam
berbagai macam situasi, hewan tersebut akan membentuk pola warna, perlindungan atau
penunjuk emosional, kematangan seksual dan proses metabolisme lemak dalam
tubuhnya.
DAFTARPUSTAKA

CRANE, J. 1975. " Fiddler Crabs ofthe World,Ocypodidae: Genus Uca ". Princeton
Univ,. Press, Princeton, New Jersey.

GHIDALIA, W. 1985. Structural and Biological Aspects of Pigments. In: The Biology
ofCrustacea. Dorothy E. Bliss (Ed.). Vol.9. Integument, Pigments and Hormonal
Processes. Academic Press Inc. 301-375.

KLEINHOLZ, L. H. 1985. Biochemistry of Crustacean Hormones. In: The Biology of


Crustacea. Dorothy E. Bliss (Ed.). Vol. 9. Integument, Pigments and Hormonal Processes.
Academic Press Inc. 464-533.

Anda mungkin juga menyukai