Anda di halaman 1dari 5

Duri duri tumpul

Bulan sabit muncul dan langit tidak terlalu bercahaya. Berjalan tergopoh, berpakaian lusuh dan ada
goresan benda tajam melukai badannya, sehingga terlihat jelas darah mengalir dan membasahi lengan
baju kirinya. Dia membawa barang rahasia. Seorang perempuan kecil pemberani itu menyembunyikannya
di dalam ransel hitam yang mengalahkan besar badannya, terlihat dengan cara menggendongnya anak itu
keberatan dengan beban yang berlebihan, Ia berjalan mengendap menuju rumah yang penuh barang
serupa yang dibawanya. sebelum masuk dia tertegun mematung di kursi yang ada di depan rumah
sederhana itu dan tanpa habis pikir dia memikirkan tragedi yang dia saksikan yang hampir saja merenggut
seseorang. Seseorang yang sangat amat dia sayangi. Dia sampai takut untuk berjalan masuk ke dalam
rumah sederhana yang gelap itu. Dia hanya diam saja di kursi itu. menatapi dengan jeli, takut ada orang
yang membahayakan bisa saja menyerangnya tiba-tiba.
“Apa itu kau…? Kenanga?” suara itu terdengar membisik datang bersama angin yang menyeruak datang.
Dia hanya bisa memeluk erat tas besar yang dia bawa, dan menyembunyikan wajah di balik tas itu. Tanpa
perduli sama sekali dengan orang yang memanggilnya dari balik sisi gelap lumayan jauh dari tempat
gadis itu duduk.
“Kenanga? benarkah itu kau?” Suaranya sangat tidak asing bagi Dia. suara laki-laki.
Dia masih tertegun di kursi. kursi itu tak bisa diam karena tubuhnya bergemetar hebat. orang itu akhirnya
keluar dari sisi gelap tak jauh dari kursi yang gadis itu duduki.

Akhirnya dia keluar dengan wujudnya yang tak ingin Dia lihat. Laki-laki dewasa bermata satu
mengenakan rompi dan celana jeans yang sengaja dirobek dan terlihat menakutkan layak seperti preman
yang sering kita bayangkan. Laki-laki itu perlahan mendekati gadis kecil yang sedang menahan sakit di
lengan kirinya. Dia hanya bisa melihat kaki orang itu mendekatinya. Laki-laki itu sudah berada mendekat
dan berlutut agar dapat melihat wajahnya.
“Kenanga… ada apa denganmu?”
Laki-laki bertubuh besar itu berusaha meyakinkan gadis kecil itu agar tidak takut dengannya.
“Kenanga…?”
“mana Ayahmu?” Lelaki itu semakin membuat Dia takut.
Dan akhirnya Gadis itu memberanikan diri menunjukkan wajah yang dia sembunyikan tadi dan berkata.
“Siapa kau?” Dia menggerakkan kakinya menendang-nendang orang itu dengan seluruh tenaga yang dia
punyai. karena Dia begitu takut menghadapi tragedi demi tragedi yang dia alami secara bertubi-tubi
akhirnya dia menangis dengan kerasnya.
“Siapa kau? Aku tak butuh kau!” Dia hanya bisa menendang-nendang orang itu. dan tentu saja Laki-laki
itu tak kunjung pergi karena kebingungan dengan tingkah gadis kecil itu.

Tak lama kemudian, seorang Perempuan dewasa dan terlihat keibuan mendatangi kedua orang di depan
rumah sederhana itu.
“Kenanga?… Benarkah ini Kenanga?” lagi-lagi gadis kecil itu bingung banyak sekali orang yang
mengenalinya.
Karena penampilan perempuan dewasa itu begitu ramah dan tidak menakutkan, akhirnya Dia berhenti
menangis, lalu bersedia untuk dibawa mereka masuk ke dalam rumah mereka. ternyata laki-laki tadi
adalah suami perempuan itu. Dia hanya bisa tertunduk lesu berdiri di dekat pintu sambil mengamati
betapa sederhana sekali rumah tersebut. sementara Perempuan itu sibuk dengan sigap mengambil obat-
obatan untuk membersihkan dan menyembuhkan luka yang tercipta di lengan kiri gadis itu. Dia belum
juga mau untuk duduk sehingga cukup sulit untuk Perempuan itu mengobati luka yang amat parah itu.

Saat itu Gadis Kecil itu berusia 12 tahun, 13 Oktober 2003


Angin semakin kencang membuat bulu kuduk berdiri dan Sang Khalik menurunkan rahmatnya tanpa
terkecuali untuk seorang gadis yang menatapi langit sedari tadi di dalam rumah pohon buatan Laki-laki
itu yang sekarang dia anggap sebagai ayahnya sendiri, hujan itu membuat Gadis yang sekarang mulai
tumbuh menjadi remaja cantik itu teringat akan suatu hal yang mengantarnya sekarang ke tempat itu.
Sudah berjalan 10 tahun sejak kejadian tersebut gadis itu tumbuh dan di beri kesempatan untuk
mengenyam pendidikan sampai ke jenjang Strata Satu. Sampai tak terasa hidupnya telah berlanjut tanpa
ayahnya. Saat malam tragis itu, dan Hujan kala itu membuat Dia teringat kejadian tragis itu.

Di rumah kontrakan berukuran kecil di daerah pemukiman kotor di Sukabumi, namun tak jauh dari hingar
bingar Kota Sukabumi, Malam itu Dia hanya tertunduk lemas di pojok ruangan tamu yang sempit, sedang
di sana ayahnya terlihat tergesa-gesa membenahi banyak barang yang harus disertakan untuk kabur
menghindari orang yang selama itu ayahnya takuti. Gadis itu hanya tergeletak lemas karena ayahnya
menampar habis-habisan gadis itu karena Gadis itu membuat polisi datang menemukan keberadaan
ayahnya di sana. Dia lemas karena kehabisan tenaga untuk menangis juga.
“Nanga!… Ayah minta maaf… selama ayah hidup hanya bisa menyusahkanmu.” Ayahnya mengucapkan
itu dengan pelan dan tulus. Ayahnya lalu menggendongnya lalu Gadis itu tersadar saat berada di
punggung ayahnya, yang juga membawa ransel besar berisi barang haram, dan akhirnya di persimpangan
jalan yang sepi sirine mobil polisi terdengar nyaring dan ayahandanya panik bukan main. yang di pikirkan
yang terpenting Gadis itu selamat. Polisi dan masyarakat sedang memburu ayah gadis itu.
“Nanga… bangun nak…b angun…!” Ayahnya menurunkannya jauh dari keramaian yang tercipta oleh
mobil-mobil polisi itu.
Dia hanya bisa terdiam saat ayahnya menurunkan Dia di bawah kolong jembatan. dan ayahnya
melepaskan menyerahkan tas ransel hitam itu kepada anak tercintanya.
“Nanga…!” Tak seperti biasa ayahnya memanggilnya dengan begitu lembut.
“Nanga…!” Masih belum bisa melanjutkan kata-kata.
“Ayah minta maaf, tak bisa menemani Nanga sampai nanti Nanga tumbuh… ayah…” Hening sejenak,
hanya suara air sungai mengalir yang terdengar.
Dia hanya bisa menatap sedih ayahnya yang menghadap dan menatap tulus matanya.
“Kamu harus ke rumah Om Gunaidi dan Tante Rini… ayah titip ransel ini untuk mereka, ayah mohon…
tumbuhlah menjadi orang yang sukses bukan seperti ayah.”
Ayahnya untuk yang kedua kalinya menangis di hadapannya setelah yang pertama saat perempuan yang
dia cintai meninggal di tangan orang-orang keparat yang memborbardir rumah mereka untuk mencarinya,
dan yang menjadi korban adalah Ibunya.
“Ayah percaya sama kamu…”
Sejenak diam lalu keduannya menangis. Gadis itu di peluk erat olehnya.
Tak ada waktu lagi untuk ini. akhirnya ayahnya meninggalkan Gadis itu di bawah jembatan itu.
“Ayah… ayah… ayah mau kemana?” Gadis itu meronta memanggil ayahnya yang semakin jauh
meninggalkannya disana.

Dengan airmata yang terus mengalir. Gadis itu berusaha membawa tas ransel titipan ayahnya. dalam diam
Gadis itu mengikuti ayahnya namun jaraknya begitu jauh.

Setelah lumayan terlihat jelas. Gadis itu bersembunyi di tempat sampah yang kosong melihat ayahnya ke
arah mobil-mobil polisi yang memang sedang mencarinya, terlihat disana ayahnya perlahan mendekat dan
semua polisi di sana bersiap menembaknya. namun setelah beberapa detik ayahnya mengangkat tangan.
Betapa terkejutnya Gadis itu, masyarakat yang ikut andil dalam pencarian buronan polisi itu, menghakimi
ayahnya hingga ayahnya melemas, Dia tak ingin diam saja, gadis itu mendekati kerumunan itu dan tas
ranselnya Dia simpan di tempat sampah.
Tanpa disadari lengan kirinya sudah tersabet parang,
“Ayah… ayah…! ”Gadis itu berteriak kencang sambil menangis sampai sesenggukan.
Polisi segera menyeret buronan itu ke dalam mobil sambil mencegah agar masyarakat tidak
memukulinya.
Gadis itu berusaha mendekat namun dihalangi oleh seorang polisi.
“Dik!” Seorang polisi gagah mendekat.
“Kamu anak bapak itu?” Polisi itu mulai bertanya
Gadis itu tak dapat menjawab, hanya mengangguk saja sambil menangis.
“Kamu mau kami bawa ke panti asuhan?”
“TIDAKK… tidak mau! aku hanya mau ayahku.” tatapan mata gadis itu semakin mengerikan
Dan polisi itu tak berani lagi memberikan solusi.
Gadis itu akhirnya menyerah, dan Dia berlari kencang ke arah tempat sampah tadi dan mengambil ransel
itu lalu membawanya ke alamat yang di tempel ayahnya di permukaan tas ransel itu.

Ayahnya telah lama terlibat dalam perjual belian Narkoba dalam sekala Internasional, gaji yang di
tawarkan hanya untuk mengantarkan barang tersebut kepada penggunaanya saja sudah begitu besar,
namun resikonya pun besar, Dia sudah memikirkannya matang-matang dan Kenanga anaknya tidak
mengerti apa-apa.
Maka sebab itu lah Gadis itu kaget saat sebelum kejadian malam itu, siangnya Kenanga diintrogasi polisi
di perjalanan menuju rumahnya, polisi itu sudah mengunjungi rumah mereka dan tidak terdapat barang
bukti apalagi seorang buronan yang di cari, Dia hanya bisa berkata jujur saja. dan akhirnya oleh
karenanya ayahnya bisa terlacak keberadaannya. Kenanga memberi tahukan bahwa orang yang tinggal di
rumah itu pulang selalu larut malam.
Raut takut di wajah Kenanga amat terlihat jelas. entah mengapa polisi tidak membawa Kenanga saat itu.
benar-benar aneh. apakah mereka tidak mengetahui bahwa Kenanga adalah anak buronan terebut,
mungkin begitu. Kenanga beruntung tidak memberi tahu bahwa dia adalah anak buronan itu.

Rumahnya sudah di acak-acak dan di lingkari oleh garis polisi.


Kenanga hanya bisa memandangi rumahnya yang begitu mengerikan setelah di lingkari garis polisi. saat
itu Dia baru saja pulang dari sekolah dan menggunakan seragam sekolahnya. di sekitar rumahnya hanya
ada tiga rumah, dan tak ada siapapun saat itu. maka sambil menunggu ayahnya pulang. Kenanga hanya
duduk bersungkur di tempat teduh tidak jauh dari rumahnya. sama sekali tidak memikirkan perutnya yang
kosong.
Matahari kembali tertutupi awan dan kembali lagi cerah begitulah seterusnya, sampai matahari mengalah
memberi kesempatan untuk bulan yang bertugas. sampai selarut itu gadis itu menunggu dan menunggu.
dan akhirnya ayahnya muncul dengan mengendap membawa ransel besar yang tidak terlihat penuh,
Kenanga dengan tubuhnya yang lemas mulai mendekati ayahnya yang sudah berada di depan pintu
rumahnya.
“ayah… Nanga takut…”
Dan bukan pelukan yang dia dapat namun tamparan keraslah yang didapatnya. Kenanga tersungkur. dan
saat itulah ayahnya mendengar suara sirine mobil polisi dan masyarakat yang membawa senjata tajam
memburunya.
Memaksa masuk ke dalam rumah dan membawa barang-barang Kenanga dan memasukkan ke dalam
ransel itu, sehingga ransel itu penuh sekali.

Terlalu lama melihat masa lalu, tak menyadari badannya basah kuyub. Dia segera turun dan berlari masuk
ke dalam rumah bapak dan ibu barunya itu.
Kenanga masih takut bila akhirnya tempat penyimpanan barang haram itu terbongkar. sampai saat ini
Nark*ba sudah terjual habis dan mereka sudah menghentikan segala sesuatunya sejak tiga tahun yang
lalu, mereka berniat bertobat dan Dia mendukungnya habis habisan. walau mereka hanya membantu
ayahnya menyembunyikan barang-barang itu, namun mereka juga mendapat bagian dari penjualan barang
tersebut. Secara jujur mereka tidak berani mengkonsumsi barang-barang tersebut. walau sudah kehilangan
sumber uang mengalir yang haram. mereka berusaha mencari sumber lain yang halal untuk menghidupi
tiga kepala manusia. dan mereka berniat pindah ke pemukiman penduduk dan memulai hidup baru di
sana, tanpa sepeser pun uang, mereka sudah menyerahkan uang-uang haram itu kepada pemiliknya. dan
sejak tiga tahun pula mereka sudah memiliki penghasilan tetap dari hasil kebun yang mereka urus dengan
sungguh-sungguh.

Dan tibalah hari itu mereka akan segera meninggalkan rumah itu berbekal uang halal untuk membuka
usaha baru di Kota Sukabumi. dan melupakan segala hal yang terjadi di rumah yang jauh berada di dalam
hutan tersebut.
Hidup di rumah jauh dari pemukiman warga, membuat Kenanga dengan sungguh bisa menenangkan
dirinya.
“Kenanga… cepat ganti bajumu lalu gantilah dengan baju yang kering… bagaimana kamu ini… sudah
tahu hujan turun.. kamu malah diam di sana terus.” Ibunya mulai geram Kenanga tidak bisa bergerak
cepat.
“iya Ibu… lagi pula bapak juga belum bersiap bukan?”
“sudah cepatlah…”

Mereka sudah bersiap untuk menuju tempat tinggal baru mereka yang lebih baik dari yang itu.
Polisi sama sekali tidak dapat melacak persembunyian pabrik itu, ayah kandung Kenanga bisa
menyembunyikan semua rahasia besar di depan polisi.
Akhirnya setelah bersiap dengan susah payah, Kenanga keluar dengan membawa barang-barang
keperluan yang perlu dibawa di ransel yang dahulu membawanya ke tempat itu.

Kenanga tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik, dan dia tak perlu khawatir kehilangan kebahagiaan
karena sekarang dia akan memulai hidup baru yang bahagia di tempat selayaknya.
“Pak… cepatlah…!” Ibunya mulai geram lama sekali suaminya tidak kunjung keluar rumah.
Setelah 10 menit berlalu akhirnya dia keluar membawa barang yang lumayan lebih berat dari pada yang
di bawa oleh Istri dan anaknya.
“Kalian ini sama-sama bawel ya… sekarang bapak sudah siap…”
Mereka tersenyum sumringah. dengan menaiki kendaraan seadanya kolt bak terbuka yang dipakai untuk
mengangkut palawija dari kebun untuk di pasarkan di pasar pelita Kota Sukabumi mereka menuju ke
rumah barunya.
Sekarang Gadis itu berusia 22 tahun, 13 Oktober 2013
Meninggalkan rumah yang bersejarah itu amat sulit dilakukan namun bila mereka tetap terus berada di
sana, mungkin mereka akan bisa tertemukan, namun mereka akan menyerah bila tertangkap, mereka
sudah meludeskan semua barang bukti, mereka sudah lama tidak menjadi distributor barang haram itu.
mereka sudah bertobat. mungkin setelah ayah kandung Kenanga keluar dari penjara, Ia akan menemui
mereka dalam keadaan tenang.

Di suatu rumah di dalam suatu perumahan sederhana mereka memulai kehidupan baru. mereka sudah
membeli Ruko untuk menjadikannya menjadi toko makanan sehat. Bapaknya lah yang mempunyai ide,
walau dahulu Laki-laki itu sempat terlibat dalam bisnis haram, yang membuat dia terlihat tak
berpendidikan namun sebenarnya dia itu sangat sangat berpendidikan, dia mempunyai Ijazah sampai
tingkat SMA, ya itu sudah lumayan.

Setelah seminggu berlalu, barang-barang di rumah mereka sudah rapih, dan ruko mereka akan segera
dibuka di bulan depan. Gadis itu sedang sibuk melaksanakan tugasnya memburu buronan, dia sekarang
menjadi polisi wanita yang cantik dan gagah.
“Kamu cantik Kenanga..” ucap Bapaknya yang sedang memperhatikan Gadis itu berkaca di depan cermin
Gadis itu hanya tersenyum.
Ibunya juga ikut tersenyum. lalu Gadis itu menghampiri mereka.
“Bapak… Ibu…” Kenanga menitihkan air mata
“tanpa kalian Kenanga tidak bisa seperti saat sekarang ini. Terimakasih Pak… Bu”
Gadis itu sungkem kepada Ibu angkatnya dan Bapaknya mengelus-elus rambut pendeknya.

Bekas luka di lengan kirinya masih tak kunjung hilang, tak mengapa itu adalah kenangan sejarah masa
lalu.
Gadis itu menunggu bertemu dengan ayahandanya, dan Kenanga terus diam tanpa bergerak mencari
ayahnya. kabar burung membawa berita bahwa ayahnya sudah dibebaskan. Kenanga berharap ayahnya
bisa menemukan keberadaan mereka.
“nak… jadilah duri-duri yang tajam…” Bapaknya membisikkan kalimat itu di telinganya.
Setelah memeluk keduanya Kenanga mengangguk mantap.
“Baik Pak.. Kenanga akan menjadi duri yang tajam.”
Setelah itu, gadis itu mengenakan topinya, dan bersiap menuju tempat dimana dia bertugas.

Duri-duri di Negara ini kebanyakan seperti duri yang tumpul dan akibatnya banyak kasus yang
terbengkalai, namun kini Kenanga siap menjadi Duri Tajam yang baru. Walau nanti akan ada
kemungkinan kasus keluarga barunya pasti akan terungkap dengan sumpah Dia akan menjadi duri yang
tajam.

Anda mungkin juga menyukai