Anda di halaman 1dari 38

IDENTIFIKASI TAHAPAN DAN PROSES EVALUASI PEMBANGUNAN,

DOKUMEN LAKIP KOTA YOGYAKARTA,


DAN DOKUMEN SEKTORAL USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
NASIONAL

Disusun Oleh:
Wirani Galuh A.W. (15/380385/SV/08192)
Achmad Septiya D.P. (15/384427/SV/08784)
Dyah Pawestri P.D. (15/384429/SV/08786)

DEPARTEMEN EKONOMIKA DAN BISNIS


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................... 4
C. Tujuan ................................................................................................................................................. 4
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH ................................................................................................... 6
A. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta .................................................................................................. 6
1. Batas Wilayah................................................................................................................................ 6
2. Keadaan Alam ............................................................................................................................... 6
3. Luas Wilayah ................................................................................................................................. 7
4. Penggunaan Lahan......................................................................................................................... 7
5. Iklim .............................................................................................................................................. 8
6. Demografi ...................................................................................................................................... 8
7. Kondisi Ekonomi ........................................................................................................................... 9
8. Kodisi Kesejahteraan ................................................................................................................... 12
BAB III METODOLOGI DAN KAJIAN TEORI ...................................................................................... 15
A. Metodologi........................................................................................................................................ 15
1. Data ............................................................................................................................................. 15
2. Metode ......................................................................................................................................... 15
B. Kajian Teori ...................................................................................................................................... 15
1. Perbedaan Monitoring dan Evaluasi ............................................................................................ 15
2. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah .......................................................................................... 18
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................................... 20
A. Tahapan dan Proses Evaluasi............................................................................................................ 20
B. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Yogyakarta .................................................... 25
C. Evaluasi Sektor UMKM ................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 33
LAMPIRAN................................................................................................................................................ 34
Tabel Pencapaian Indikator Kinerja dan Realisasi Anggarannya ............................................................... 34

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Pedoman Evaluasi Pembangunan Nasional, pendekatan utama dalam reformasi perencanaan
dan penganggaran adalah perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, sehingga dalam
proses perencanaan dan penganggaran harus memperhatikan kinerja pada periode
sebelumnya dan memperhatikan sasaran yang ingin dicapai. Oleh karena itu, evaluasi kinerja
merupakan bagian yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka memberikan
informasi capaian kinerja yang dapat diandalkan sebagai masukan dalam proses penyusunan
perencanaan dan penganggaran dan akuntabilitas yang menyediakan informasi dasar bagi
publik. Sebagai masukan perbaikan, evaluasi dilakukan untuk memperbaiki
kebijakan/program/kegiatan dan memberikan intervensi di masa yang akan datang melalui
umpan balik dan lesson-learned.
Pelaksanaan evaluasi telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang
menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) harus melakukan evaluasi
kinerja pelaksanaan rencana pembangunan masing-masing pada periode sebelumnya dan
berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun evaluasi
rencana pembangunan. Lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan menyebutkan
pentingnya evaluasi pelaksanaan Renja K/L dan RKP untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum
dalam Renstra K/L dan RPJMN, serta pentingnya evaluasi terhadap Renstra K/L dan RPJMN
untuk menilai efisiensi, efektivitas, relevansi, dampak dan keberlanjutan program/kegiatan.
Terdapat beberapa dokumen dalam proses evaluasi di daerah diantaranya yaitu
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Yogyakarta merupakan wujud
pertanggungjawaban kepada publik atas penyelenggaraan pemerintahan yang memuat
rencana kinerja maupun capaian kinerja, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) Kota Yogyakarta merupakan rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan

3
prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data,
pengklarifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam
rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah, LKPD, serta
dokumen sektoral di Sektor Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah
Dalam dokumen evaluasi tersebut tertera informasi mengenai perencanaan,
pengukuran, pelaporan dan evaluasi kinerja Pemerintah sebagai bahan evaluasi terhadap
kinerja Pemerintah. Hasil evaluasi yang berupa kritik saran diharapkan menjadi bahan acuan
untuk perbaikan dan peningkatan kinerja Pemerintah di tahun selanjutnya serta masa yang
akan datang. Selain itu, dokumen evaluasi juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada Pemerintah dengan menerapkan asas transparansi, sistematik, dan accountable (dapat
dipertanggungjawabkan).
Dalam skala nasional, dilakukan evaluasi sektoral. Salah satunya yaitu sektor
UMKM. Penyusunan evaluasi tersebut dilakukan untuk mengevaluasi peran UMKM dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menformulasikan rekomendasi kebijakan dalam
peningkatan peran UMKM, yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Oleh karena itu, laporan ini disusun untuk mengetahui tahapan evaluasi sesuai
peraturan, mengidentifikasi pencapaian dokumen LAKIP dan dokumen evaluasi sektoral
pada sektor Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah tahun 2014 – 2016.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana tahapan dan proses evaluasi pembangunan daerah sesuai peraturan?
2. Bagaimana pencapaian pelaksanaan pembangunan dalam dokumen LAKIP Kota
Yogyakarta tahun 2015 – 2016?
3. Bagaimana pencapaian pembangunan sektoral pada Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) tahun 2014 – 2016.

C. Tujuan
Laporan ini disusun untuk:
1. Mengetahui tahapan dan proses evaluasi pembangunan sesuai peraturan yang berlaku.

4
2. Mengetahui capaian pembangunan dalam dokumen LAKIP Kota Yogyakarta tahun 2015
– 2016.
3. Mengidentifikasikan dokumen evaluasi sektoral pada sektor UMKM tahun 2014 – 2016.

5
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH
A. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta

1. Batas Wilayah
Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan merupakan
satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya
yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak di tengah Provinsi DIY, dengan
batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Kabupaten Sleman
b. Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
c. Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
d. Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110º 24' 19" sampai 110 º 28' 53"
Bujur Timur dan 7º 15' 24" sampai 7º 49' 26" Lintang Selatan dengan ketinggian ratarata
114 m diatas permukaan laut.

2. Keadaan Alam
Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat
ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta
terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
a. Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong.
b. Bagian tengah adalah Sungai Code.
c. Sebelah barat adalah Sungai Winongo.

6
3. Luas Wilayah

Gambar 2. 1 Peta Kota Yogyakarta


Sumber: BPS
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah
tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY.
Dengan luas 3.250 hektar tersebut, terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617
RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 412.074 jiwa.

4. Penggunaan Lahan

Gambar 2. 2 Diagram Penggunaan Lahan Kota Yogyakarta Tahun 2015


Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Berdasarkan gambar 2.2, menunjukkan bahwa penggunaan lahan terluas yaitu
untuk perumahan, sebesar 65%. Sedangkan penggunaan lahan dengan presentase terkecil
yaitu lahan industri (2%) dan lahan nonproduktif (0%).

7
5. Iklim
Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari
hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada umumnya
bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°
bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson
tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16
knot/jam

6. Demografi
a. Jumlah Penduduk

Gambar 2. 3 Jumlah Penduduk Indonesia 2011 – 2015


Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada tahun
2013 jumlah penduduk Kota 388.627 jiwa dan sempat menurun pada tahun 2014
yaitu sebesar 400.467 jiwa sampai pada tahun 2015 tercatat penduduk Kota
Yogyakarta sebanyak 412.704 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 12,669/km².
b. Kepadatan Penduduk

8
Gambar 2. 4 Grafik 2 Kepadatan Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2011 – 2015
Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta pada tahun 2011 mencapai
11,958/km², kemudian terus meningkat hingga tahun 2013 dan menurun pada tahun
2014 menjadi sebesar 12,322/km² dan mengalami peningkatan kembali pada tahun
2015 yaitu menjadi sebesar 12,669/km².

7. Kondisi Ekonomi
a. Angka Kemiskinan

Gambar 2. 5 Angka Kemiskinan Kota Yogyakarta

9
Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Angka kemiskinan di Kota Yogyakarta mengalami penurunan dari tahun
2012 sampai 2015, yang pada tahun 2012 mencapai 9,38% kemudian menurun
hingga tahun 2015 menjadi sebesar 8,61% dan mengalami kenaikan pada tahun 2016
yaitu menjadi sebesar 8,75%.
b. Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 2. 6 Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta Tahun 2011 – 2015


Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018

Pertumbuhan Ekononomi Kota Yogyakarta justru malah mengalami


penurunan dari tahun 2011 sampai tahun 2015. Pada tahun 2011 pertumbuhan
ekonomi Kota Yogyakarta mencapai 5,84% dan terus mengalami penurunan hingga
tahun 2015 yaitu sebesar 5,16%.
c. PDRB Atas Dasar Harga Konstan

10
Gambar 2. 7 PDRB Kota Yogyakarta 2011-2015
Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018

Jika dalam pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta selalu mengalami


penurunan, maka berbeda dengan angka nilai pertumbuhan PDRB atas dasar harga
konstan yang menunjukkan nilai positif atau kenaikan dari tahun 2011 hingga tahun
2015. Pada tahun 2011 menunjukkan nilai PDRB sebesar Rp 18.206.090 dan terus
mengalami kenaikan hingga tahun 2015 yaitu sebesar Rp 22.412.176.

d. Indeks Rasio Gini

Gambar 2. 8 Gini Rasio Kota Yogyakarta Tahun 2011 – 2015

11
Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018

Indeks Gini atau koefisien Gini adalah salah satu ukuran umum untuk
distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan
dan kekayaan didistribusikan di antara populasi. Indeks Gini memiliki kisaran 0
sampai 1. Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat merata yaitu setiap orang
memiliki jumlah penghasilan atau kekayaan yang sama persis. Nilai 1 menunjukkan
distribusi yang timpang sempurna. Dilihat dari tabel indeks gini Kota Yogyakarta,
mengalami fluktuasi atau naik turun. Pada tahun 2011 nilai indeks gini Kota
Yogyakarta mencapai 0,3509 dan mengalami kenaikan pada tahun 2013 yaitu
sebesar 0,4366 dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebesar 0,3959 dan
akhirnya mengalami kenaikan lagi pada tahun2015 yaitu sebesar 0,4431.

8. Kodisi Kesejahteraan
a. Pendidikan

Gambar 2. 9 Angka Melek Huruf Tahun 2010 – 2015


Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Angka Melek Huruf (AMH) adalah proporsi penduduk usia 15 tahun ke
atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf
lainnya, tanpa harus mengerti apa yang di baca/ditulisnya terhadap penduduk usia 15
tahun ke atas. Dalam perencanaan pembangunan wilayah, AMH digunakan untuk
melihat pencapaian indikator dasar yang telah dicapai oleh suatu daerah, karena

12
membaca merupakan dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan. AMH
merupakan indikator penting untuk melihat sejauh mana penduduk suatu daerah
terbuka terhadap pengetahuan. Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa angka
melek huruf di Kota Yogyakarta mengalami naik turun, yaitu pada tahun 2010
sebesar 98% mengalami penurunan pada tahun 2011 sebesar 97,38% dan kemudian
mengalami kenaikan pada tahun tahun berikutnya hingga pada tahun 2015 mencapai
99,75%. Ini menunjukkan bahwa pendidikan di Kota Yogyakarta adalah cukup
bagus.
b. Kesehatan

Gambar 2. 10 Usia Harapan Hidup Kota Yogyakarta Tahun 2010 – 2015


Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Angka kesehatan di Kota Yogyakarta adalah cukup bagus, hal ini dapat
dilihat dari tingkat usia harapan hidup masayarakat Kota Yogyakarta yang naik dari
tahun ke tahun dari tahun 2011 mencapai 74% dan pada tahun 2014 mencapai
74,05%.

13
Gambar 2. 11 Angka Kematian Bayi Tahun 2010 – 2015
Sumber: Perencanaan Kota Yogya Tahun 2018
Tingkat kematian bayi mengalami fluktuasi pada lima tahun terahir dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2015. Pada tahun 2010 tingkat kematian bayi mencapai
8,77% kemudian terus meningkat hingga mencapai pada puncaknya pada tahun 2014
yaitu sebesar 14%, dan kemudian mengalami penurunan yang cukup signifikan pada
tahun 2015 yaitu sebesar menjadi 8,5%.

14
BAB III
METODOLOGI DAN KAJIAN TEORI
A. Metodologi

1. Data
Data menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bappeda Kota Yogyakarta,
Pemerintah Kota Yogyakarta, Bappeda Provinsi DIY, Bappenas, dan sumber lain yang
terkait.

2. Metode
Metode menggunakan analisis deskriptif, yaitu mengidentifikasi, menganalisis, dan
mendeskripsikan dari dokumen-dokumen evaluasi pembangunan, baik level Kota
Yogyakarta, maupun nasional.

B. Kajian Teori

1. Perbedaan Monitoring dan Evaluasi


i. Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang
menyebutkan bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) harus melakukan evaluasi
kinerja pelaksanaan rencana pembangunan masing-masing pada periode sebelumnya dan
berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun evaluasi
rencana pembangunan. Lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan menyebutkan
pentingnya evaluasi pelaksanaan Renja K/L dan RKP untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum
dalam Renstra K/L dan RPJMN, serta pentingnya evaluasi terhadap Renstra K/L dan RPJMN
untuk menilai efisiensi, efektivitas, relevansi, dampak dan keberlanjutan program/kegiatan.
Evaluasi dapat dilakukan pada saat penyusunan rencana, pelaksanaan rencana
maupun setelah kebijakan/program/kegiatan selesai dilaksanakan. Pada saat penyusunan
rencana, evaluasi dilakukan untuk memilih alternatif kebijakan yang tepat dari berbagai
alternatif yang ada, selain itu juga digunakan untuk melihat struktur dan sistematika

15
penyusunan sasaran, arah kebijakan dan strategi pembangunan. Pada saat pelaksanaan,
evaluasi dilakukan untuk menilai proses pelaksanaan rencana, sedangkan setelah berakhirnya
rencana, evaluasi dilakukan dalam rangka menilai capaian kinerja atas pelaksanaan rencana
dan mengidentifikasi permasalahan yang ada. Hasil evaluasi dituntut agar dapat memberikan
data dan informasi mengenai berhasil tidaknya pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan
serta menilai efisiensi, efektivitas, relevansi, dampak dan keberlanjutan
kebijakan/program/kegiatan terhadap masyarakat. Informasi tersebut dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan kebijakan atas kondisi yang ada, seperti pengembangan kebijakan
atau penghentian kebijakan serta sebagai bahan masukan untuk proses perencanaan dan
penganggaran periode selanjutnya.
Tujuan Evaluasi diantaranya sebagai berikut:
a. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan: melalui evaluasi maka dapat diketahui
derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan: melalui evaluasi dapat diketahui berapa
biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
c. Mengukur tingkat keluaran: mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output
dari suatu kebijakan.
d. Mengukur dampak suatu kebijakan: evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu
kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.
e. Mengetahui apabila ada penyimpangan: untuk mengetahui adanya penyimpangan-
penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan
sasaran dengan pencapaian target.
f. Sebagai masukan (input) suatu kebijakan yang akan datang: untuk memberikan masukan
bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
Terdapat beberapa pendekatan evaluasi yaitu evaluasi semu, evaluasi formal, dan
evaluasi keputusan teoritis. Evaluasi Semu yaitu pendekatan evaluasi yang menggunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-
hasil kebijakan, tanpa menanyakan manfaat atau nilai dari hasil kebijakan tersebut pada
individu, kelompok, atau masyarakat. Evaluasi formal yaitu pendekatan evaluasi yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid
mengenai hasil-hasil kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan

16
secara formal oleh pembuat kebijakan. Evaluasi keputusan teoritis yaitu pendekatan evaluasi
yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan
valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai
stakeholders.
Terdiri dari metode evaluasi yaitu sigle program after-only, single program before-
after, comparative after-only, comparative before-after. Single program after-only yaitu
pengukuran kondisi dilakukan sesudah program, tidak ada kelompok kontrol, dan informasi
yang diperoleh dari keadaan kelompok sasaran.Single program before-after yaitu pengukuran
kondisi dilakukan sebelum dan sesudah program, tidak ada kelompok kontrol, dan informasi
yang diperoleh dari perubahan kelompok sasaran.Comparative after-only yaitu pengukuran
kondisi dilakukan sesudah program, ada kelompok kontrol, dan informasi yang diperoleh
dari keadaan kelompok sasaran dan kelompok kontrol.Comparative before-after yaitu
pengukuran kondisi dilakukan sebelum dan sesudah program, ada kelompok kontrol, dan
informasi yang diperoleh dari efek program terhadap kelompok sasaran dan kelompok
kontrol.
ii. Monitoring
Monitoring adalah aktivitas yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang
sebab dan akibat dari suatu kebijakan yang sedang dilaksanakan.Monitoring dilakukan ketika
sebuah kebijakan sedang diimplementasikan agar kesalahan awal dapat segera diketahui dan
dapat dilakukan tindakan perbaikan, sehingga mengurangi risiko yang lebih besar.
Tujuan monitoring diantaranya sebagai berikut:
a. Manjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan
sasaran.
b. Menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi risiko yang lebih besar.
c. Melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring
mengharuskan untuk itu.
Monitoring membutuhkan data dan informasi dari berbagai sumber yakni metode
dokumentasi, metode survei, metode observasi lapangan, metode wawancara, metode
campuran, dan metode FGD. Metode dokumentasi yakni dari berbagai laporan kegiatan
seperti laporan tahunan/semesteran/bulanan. Metode survei tujuannya untuk menjaring data
dari para stakeholders, terutama kelompok sasaran. Metode observasi lapangan yaitu untuk

17
mengamati data empiris di lapangan dan bertujuan untuk lebih meyakinkan dalam membuat
penilaian tentang proses dari kebijakan. Dapat digunakan untuk melengkapi metode survei.
Metode wawancara yaitu pedoman wawancara yang menanyakan berbagai aspek yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan perlu dipersiapkan. Metode campuran yaitu
campuran antara metode dokumentasi dan survei, atau metode survei dan observasi, atau
dengan menggunakan ketiga atau bahkan keempat metode di atas. Metode FGD yaitu
dengan melakukan pertemuan dan diskusi dengan para stakeholdersyang bervariasi. Dengan
cara demikian, maka berbagai informasi yang lebih valid akan dapat diperoleh melalui cross
check data dan informasi dari berbagai sumber.
Terdapat pula jenis-jenis monitoring yaitu kepatuhan, pemeriksaan, akuntansi, dan
eksplanasi. Kepatuhan (compliance) merupakan jenis monitoring untuk menentukan tingkat
kepatuhan implementor terhadap standar dan prosedur yang telah ditetapkan.Pemeriksaaan
(auditing) merupakan jenis monitoring untuk melihat sejauh mana sumberdaya dan
pelayanan sampai pada kelompok sasaran.Akuntansi (accounting) merupakan jenis
monitoring untuk mengkalkulasi perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah
diimplementasikan suatu kebijakan.Eksplanasi (explanation) merupakan jenis monitoring
untuk menjelaskan adanya perbedaan antara hasil dan tujuan kebijakan.

2. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah


Laporan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan wujud pertanggungjawaban kepada
publik atas penyelenggaraan pemerintahan yang memuat rencana kinerja maupun capaian
kinerja. Dasar hukum penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Yogyakarta
sebagai berikut:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor XI/MPR/1998 Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah;

18
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem AkuntabilitasKinerja
Instansi Pemerintah;
6. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja, dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah;
7. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2012 tentang RencanaPembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta
8. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah
Laporan Kinerja yang disusun secara periodik setiap akhir tahun anggaran tersebut
menjadi media pertanggungjawaban dan sebagai perwujudan kewajiban instansi pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan program dan
kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi
organisasi secara terukur dengan sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan. Selain itu
juga berperan sebagai alat kendali, alat penilai kinerja dan alat pendorong terwujudnya Good
Governanceatau dalam perspektif yang lebih luas berfungsi sebagai media
pertanggungjawaban kepada publik.

19
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tahapan dan Proses Evaluasi
Tahapan dan proses evaluasi pembangunan dapat dijabarkan dalam tabel berikut:

20
Tabel 4. 1 Tahapan Evaluasi Pembangunan
1. Permendagri Nomor 18 Tahun 2016 2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur 3. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 40
tentang Pedoman Penyusunan, Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis
Pengendalian Dan Evaluasi Rencana Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan
Kerja Pemerintah Daerah Tahun Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja
2017 Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Instansi Pemerintah
Kinerja Instansi Pemerintah
Tahapan Waktu Tahapan Waktu
Penyusunan RKPD Rancangan Tahapan tata cara Tahapan reviu laporan Tahapan tata cara Waktu pelaksanaan
dengan tahap: kerangka reviu atas Laporan kinerja merupakan bagian reviu atas Laporan reviu dilakukan
a.persiapan ekonomi daerah Kinerja Instansi tidak terpisahkan dari Kinerja Instansi secara paralel dengan
penyusunan RKPD; paling sedikit 2 Pemerintah: tahapan pelaporan kinerja. Pemerintah: pelaksanaan
b.penyusunan (dua) tahun (1) Pihak yang (1) Pihak yang menajemen kinerja
rancangan awal sebelumnya, dan melaksanakan Reviu harus sudah selesai melaksanakan reviu dan penyusunan
RKPD; perkiraan untuk reviuLaporan sebelum ditandatangani adalah auditor aparat Laporan Kinerja.
c.penyusunan tahun kinerja harus direviu pimpinan dan sebelum pengawasan intern
rancangan RKPD; direncanakan. oleh auditor Aparat disampaikan kepada pemerintah atau tim
d.pelaksanaan Pengawasan Intern Menteri yang dibentuk pada Setiap akhir tahun
musyawarah Penetapan Pemerintah atau tim PAN dan RB. Inspektorat. Daerah wajib
perencanaan RKPD untuk yang dibentuk untuk menyusun Laporan
pembangunan RKPD provinsi itu. Setiap akhir tahun Daerah (2) Reviu sebagaimana Kinerja Pemerintah
(musrenbang) dilakukan paling wajib menyusun Laporan harus sudah selesai Daerah.
RKPD; lambat pada (2) Ruang lingkup Kinerja Pemerintah Daerah. sebelum ditanda
e.perumusan minggu ketiga pelaksanaan reviu: tangani pimpinan dan
rancangan akhir bulan Mei a. Metode sebelum disampaikan
RKPD; dan Tahun 2016 dan pengumpulan kepada Menteri
f.penetapan RKPD. untuk RKPD data/informasi Pendayagunaan
kabupaten/kota Hal ini dilakukan Aparatur Negara dan
Tahap pelaksanaan paling lambat terkait untuk menguji Reformasi Birokrasi.
pengendalian pada minggu keandalan dan akurasi
dan evaluasi adalah keempat bulan data/informasi kinerja (3) Ruang lingkup
sebagai berikut: Mei Tahun yang disajikan dalam pelaksanaan reviu
1. Menteri melalui 2016. Laporan Kinerja. terdiri dari :
Direktur Jenderal a. metode
Bina Pembangunan Bupati/Walikota b. Penelaahan pengumpulan
Daerah melakukan menyampaikan penyelenggaraan data/informasi

21
pembinaan dan Peraturan SAKIP secara ringkas dilakukan untuk
pengawasan terhadap Bupati/ menguji keandalan dan
pengendalian dan Walikota c. Penyusunan kertas akurasi data/informasi
evaluasi RKPD tentang RKPD kerja reviu kinerja yang disajikan
Provinsi Tahun 2017. Kabupaten/Kota dalam Laporan
2. Gubernur Tahun 2017 d. Setelah melakukan Kinerja;
melakukan sebagaimana reviu, pereviu harus b. penelaahan
pembinaan dan dimaksud dalam membuat surat penyelenggaraan
pengawasan terhadap Pasal 5 kepada pernyataan telah Sistem Akuntabilitas
pengendalian Gubernur direviu dan surat Kinerja Instansi
dan evaluasi RKPD melalui Kepala tersebut merupakan Pemerintah secara
Kabupaten/Kota Bappeda bagian dari laporan ringkas dilakukan
tahun 2017 di Provinsi paling kinerja. untuk menilai
wilayah masing- lambat keselarasan antara
masing, serta 7 (tujuh) hari e. Reviu dilakukan perencanaan strategis
melaksanakan kerja setelah hanya atas laporan di tingkat Pemerintah
mengendalian ditetapkan. kinerja tingkat Kota dengan
kebijakan, K/L/Pemda saja. perencanaan strategis
pengendalian unit di bawahnya
pelaksanaan, 4. Pelaporan reviu terutama dalam hal
dan evaluasi hasil keselarasan sasaran,
RKPD Provinsi. indikator kinerja,
Pengendalian dan program dan
evaluasi dimaksud kegiatannya;
dilaksanakan oleh c. penyusunan kertas
Kepala Bappeda kerja reviu setidaknya
Provinsi. mencakup
3. Hasil sebagaimana dimaksud
pengendalian dan pada huruf (a) dan (b),
evaluasi disampaikan hal yang direviu dan
Gubernur kepada langkah-langkah reviu
Menteri pada saat yang dilaksanakan
dilakukannya serta hasil pelaksanaan
konsultasi langkah-langkah reviu
RKPD provinsi. dan kesimpulan/
4. Bupati/Walikota catatan pereviu; dan

22
melakukan d. pereviu membuat
pengendalian surat penyataaan telah
kebijakan, di reviu dan surat
pengendalian tersebut merupakan
pelaksanaan, dan bagian dari laporan
evaluasihasil RKPD kinerja.
Kabupaten/Kota
Tahun 2017.
Pengendalian dan
evaluasi dimaksud
dilaksanakan oleh
Kepala Bappeda
Kabupaten/Kota.
5. Hasil
pengendalian dan
evaluasi disampaikan
Bupati/Walikota
kepada Gubernur
pada saat
dilakukannya
konsultasi RKPD
kabupaten/kota.
6. Camat melakukan
pengendalian dan
evaluasi RKP Desa
berdasarkan
kewenangan yang
dilimpahkan oleh
Bupati/Walikota.
Hasil pengendalian
dan evaluasi RKP
Desa dilaporkan
kepada
Bupati/Walikota
melalui
Bappeda.

23
7. Kepala perangkat
daerah
Provinsi/Kabupaten/
Kota wajib
melakukan
pengendalian
kebijakan,
pengendalian
pelaksanaan, dan
evaluasihasil
Renja PD
Provinsi/Kabupaten/
Kota.
8. Evaluasi hasil
Renja PD dilakukan
setiap triwulan dan
disampaikan secara
berkala kepada
Gubernur/Bupati/Wa
likota melalui
Bappeda. Hasil
evaluasi Renja PD
triwulan I dan
triwulan II sebagai
masukan penyusunan
perubahan Renja
PD dan RKPD tahun
2017.

24
B. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Yogyakarta
Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa terjadi beberapa penurunan
capaian kinerja Pemerintah Kota Yogyakarta pada tahun 2015—2016. Adapun indikator
yang mengalami penurunan capaian antara lain:
1. Angka Kematian Bayi per Seribu Kelahiran Hidup (-3,17%) (capaian tinggi—tinggi)
2. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang (-17%) (capaian sangat tinggi—tinggi)
3. Persentase cakupan sistem air limbah skala komunitas/ kawasan/ kota (-6,02%) (capaian
sangat tinggi—sangat tinggi)
4. Angka Partisipasi Sekolah (APS) (-1,77%) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
5. Pendapatan Perkapita (-67,49%) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
6. Jumlah koperasi aktif (-1,46%) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
7. Angka kemiskinan (-4,05%) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
8. Indeks Pembangunan Manusia (-1,88) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
9. Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UN/UNPK) (-4,24%) (capaian sangat tinggi—sangat
tinggi)
10. Pertumbuhan Ekonomi (-0,77%) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
11. Persentase penyelesaian pelanggaran ketertiban, ketentraman dan keindahan (K3)
(1,53%) (capaian sangat tinggi—sangat tinggi)
12. Persentase luasan Ruang Terbuka Hijau Kota (-1,69%) (capaian sangat tinggi—sangat
tinggi)
13. Persentase Usaha Yang Mentaati Persyaratan Administrasi Dan Teknis Pencegahan
Pencemaran Air (-3,22%) (capaian tinggi—tinggi)
14. Persentase Usaha Yang Mentaati Persyaratan Administrasi Dan Teknis Pencegahan
Pencemaran udara dari sumber tidak bergerak (-3,22%) (capaian tinggi—tinggi)

Rendahnya persentase pencapaian, dapat disebabkan karena tingginya penetapan target.


Namun dapat pula disebabkan karena rendahnya produktivitas, efektivitas, dan efisiensi
pelaksanaan program.

Selanjutnya, jika dijabarkan per sasaran strategis yang dievaluasi beserta anggarannya
pada tahun 2015—2016, yaitu sebagai berikut:

25
1. Terwujudnya kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah daerah yang berkualitas
Sasaran pertama tersebut direalisasikan dalam beberapa program, 2 di antaranya dengan
anggaran tersebesar yaitu program peningkatan managemen penyelenggaraan pemerintahan dan
program pengelolaan anggaran daerah. Namun belum dapat dibandingkan antara tahun 2017 dan
2016 dikarenakan dalam Lakip masih dalam proses audit BPK dan penyusunan LKIP di
Bag.Organisasi. Akan tetapi, apabila dievaluasi untuk tahun 2017 antara target dan realisasi,
maka dapat dilihat bahwa terjadi efektivitas dalam penggunaan anggaran. Dari pagu tahun 2016
sebesar Rp2.012.619.810, realisasinya sebesar Rp1.553.719.289,28 atau terjadi penghematan
anggaran sebesar Rp458.900.520,72. Dari penghematan tersebut, nilai Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD) mengalami peningkatan menjadi sangat tinggi.
Sedangkan, 2 indikator lainnya masih dalam proses.

2. Terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat


Dapat dilihat bahwa dengan peningkatan realisasi anggaran, belum sepenuhnya
meningkatkan pencapaian seluruh indikator. Hal tersebut dikarenakan dari 4 indikator, 1 di
antaranya terjadi penurunan capaian, yaitu prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang meningkat
1,08%. Namun 3 indikator lainnya sudah baik, yaitu angka harapan hidup meningkat, angka
kematian ibu beserta kematian bayi yang menurun.
Menurut LAKIP Kota Yogya tahun 2016, masalah yang dapat menjadi penyebab
penurunnya capaian tersebut adalah tingkat mobilisasi penduduk yang tinggi memungkinkan
adanya pendatang yang dalam kondisi kehamilan resiko tinggi dan balita gizi buruk. Faktor-
faktor ini merupakan penyebab kematian ibu melahirkan dan dapat menambah jumlah balita gizi
buruk di Kota Yogyakarta. Hal tersebut dapat diatasi salah satunya dengan meningkatkan
promosi kesehatan tentang kesehatan ibu dan anak. Sementara itu, menurunnya angka kematian
ibu dan angka kematian bayi dapat disebabkan penanganan kesehatan yang baik untuk ibu hamil
dan saat melahirkan.

3. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, dapat dilihat bahwa terjadi
penghematan anggaran. Penghematan anggaran tersebut dapat meningkatkan pencapaian
indikator kinerja. Artinya, terjadi efektivitas dalam pengelolaan anggaran dan program.

26
4. Terwujudnya sarana dan prasarana perkotaan yang memadai
Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, dapat dilihat bahwa untuk 2 indikator
kinerja yaitu persentase cakupan sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota serta
persentase cakupan sistem air limbah skala komunitas/ kawasan/ kota terjadi efektivitas
penggunaan anggaran karena penghematan anggaran mampu memperbaiki capaian kinerja.
Sedangkan, persentase volume sampah yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir dan
persentase cakupan pelayanan kesiapsiagaan dan pengendalian bencana kebakaran mengalami
perbaikan kinerja meskipun realisasi anggarannya meningkat. Dalam keberhasilan penanganan
kebakaran, didukung kebijakan Pemerintah kota Yogyakarta menetapkan tingkat respon time 11
menit yaitu waktu yang diperlukan oleh unit/regu pemadam kebakaran dari mulai diterimanya
laporan kejadian.

5. Terwujudnya pelayanan administrasi publik yang baik


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, dapat dilihat bahwa peningkatan
realisasi anggaran mampu meningkatkan capaian Indeks Kepuasan Masyarakat yang semula
77,84% menjadi 79,51%.

6. Terwujudnya pendidikan inklusif


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, dapat dilihat bahwa Persentase
jumlah sekolah yang melayani pendidikan inklusi yang meningkat mampu meningkatkan
Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Melek Huruf. Sementara itu, realisasi anggaran
untuk sasaran tersebut meningkat.

7. Terwujudnya peningkatan kualitas ekonomi masyarakat


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, penghematan anggaran mampu
meningkatkan kinerja, terutama pada anggaran untuk indikator pendapatan perkapita yang
semula Rp50.842.334.933 di tahun 2015, menurun menjadi 951438675 di tahun 2016 serta
mampu meningkatkan pendapatan perkapita sebesar Rp1.090.000.000,00. peningkatan
pendapatan perkapita ini ditunjang dengan adanya pariwisata yang semakin berkembang dengan
peningkatan kunjungan wisata baik mancanegara dan domestik yang membawa dampak
peningkatan pendapatan masyarakat seperti sektor hotel, perdagangan dan jasa. Selain itu,
jumlah UMKM juga mengalami peningkatan.

27
8. Terwujudnya peningkatan kualitas sosial masyarakat
Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, untuk indikator kemiskinan,
jumlahnya meningkat sebesar 0,14% meskipun telah terjadi peningkatan realisasi anggaran.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kota Yogyakarta sangat komitmen dengan program pengentasan
kemiskinan melalui strategi peningkatan pendapatan masyarakat dan menekan pengeluaran
masyarakat miskin. Bentuk kegiatan antara lain jaminan kesehatan, pendidikan dan
pemberdayaan masyarakat, yang dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) hingga sampai tingkat Kelurahan.

9. Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang unggul


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, hanya terjadi efektivitas anggaran
pada 2 indikator. Pertama, indikator Indeks Pembangunan Manusia yang dibuktikan adanya
penurunan realisasi anggaran yang diikuti peningkatan IPM. Kedua, indikator angka
pengangguran terbuka yang jumlahnya menurun yang didukung karena adanya penerapan bursa
kerja online dan job fair yang memudahkan dan memperluaspenyebaran informasi pasar kerja.
Sedangkan, indikator lain mengalami penurunan kinerja, yaitu Tingkat Kelulusan Ujian Nasional
(UN/UNPK).

10. Terwujudnya perekonomian daerah yang kuat


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, indikator pertumbuhan ekonomi dan
inflasi mengalami penurunan kinerja. Adapun untuk indikator pertumbuhan ekonomi salah
satunya disebabkan penurunan pada sektor pertanian.

11. Terwujudnya daya dukung pengembangan usaha


Berdasarkan Lakip Kota Yogya tahun 2015—2016, dalam pencapaian 4 peningkatan
indikator, dilakukan peningkatan realisasi anggaran. Adapun 1 indikator yang mengalami
penurunan yaitu persentase penyelesaian pelanggaran ketertiban, ketentraman dan keindahan
(K3).

28
C. Evaluasi Sektor UMKM
Untuk laporan kinerja/evaluasi sektor UMKM Kota Yogyakarta maupun DIY tidak
dapat ditemukan oleh peneliti, sehingga hanya mengevaluasi sektor UMKM Nasional.
Evaluasi Peranan Usaha Kecil Menengah dilakukan dengan mengidentifikasi keterkaitan
hubungan input, output, outcome, dan impact dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
1. Input
Dari sisi input UMKM, selama periode 2004-2009, Pemerintah telah menerapkan
lima program yang diarahkan untuk memberdayakan koperasi dan UMKM sehingga dapat
meningkat output atau keluarannya. Program-program tersebut adalah:
(1) Program Penciptaan Iklim Usaha Bagi UMKM;
(2) Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UMKM;
(3) Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif UKM;
(4) Program Pemberdayaan Usaha Skala Mikro; dan
(5) Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi.
Sementara selama periode 2010—2014, program yang diterapkan Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Adapun program dan kegiatan yang diperkirakan
paling berperan dalam pencapaian jumlah unit usaha, nilai investasi UMKM dan nilai ekspor
UMKM (output) adalah Program Pemberdayaan Koperasi dan UMKM antara lain melalui
kegiatan Perluasan pelayanan kredit/ pembiayaan bank bagi koperasi dan UMKM, yang
didukung pengembangan sinergi dan kerja sama dengan lembaga keuangan/ pembiayaan
lainnya dan Peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti Koperasi Simpan
Pinjam (KSP)/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), perusahaan modal ventura, anjak
piutang, sewa guna usaha, dan pegadaian, dalam mendukung pembiayaan bagi koperasi dan
UMKM, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya.

2. Output
Perkembangan output UMKM akan dilihat dari tiga hal, yaitu perkembangan
jumlah unit usaha UMKM, perkembangan investasi UMKM dan perkembangan nilai ekspor
UMKM. Jumlah unit usaha UMKM dari tahun 2004-2012 menunjukkan peningkatan, yaitu
44,78 juta unit pada tahun 2004 menjadi 56,53 juta unit pada tahun 2012. Apabila

29
dibandingkan dengan jumlah usaha besar, proporsinya relatif tetap, yaitu 99,99 persen, atau
mendominasi seluruh unit usaha secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM
dapat berpengaruh terhadap kemajuan perekonomian nasional, karena kuantitas unit
usahanya yang sangat besar.
Kontribusi UMKM terhadap pembentukan investasi nasional pada tahun 2012
menunjukkan peningkatan pula jika dibandingkan dengan tahun 2004, baik secara jumlah
nominal maupun berdasarkan proporsi terhadap pembentukan investasi nasional. Pada tahun
2012, UMKM memberikan kontribusi sebesar Rp300,18 triliun meningkat dari Rp154,38
triliun pada tahun 2004 dengan pertumbuhan rata-rata 8,67 persen per tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa UMKM memiliki kontribusi yang semakin besar terhadap
pembentukan investasi nasional, lebih jauh lagi terhadap perkembangan perekonomian
Indonesia.
Nilai ekspor UMKM menunjukkan peningkatan pula, yaitu dari Rp.95,55 triliun
pada tahun 2004 menjadi Rp.187,44 triliun pada tahun 2012. Peningkatan tersebut memiliki
dampak positif bagi pembentukan devisa negara. Pada tahun 2004, persentase nilai ekspor
UMKM terhadap total ekspor nasional adalah 20,29 persen. Namun menurun pada tahun
2009, menjadi 17,02 persen dari ekspor nasional, dan menurun kembali pada tahun 2012
menjadi 14,06 persen. Nilai ekspor UMKM yang baru mencapai sekitar 14 persen tersebut
menunjukkan bahwa kontribusi ekspor UMKM masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan
usaha besar. Kecenderungan penurunan nilai ekspor yang terjadi menunjukkan pula
turunnya daya saing produk UMKM dalam pasar ekspor. Namun demikian, ekspor
UMKM memiliki pertumbuhan rata-rata yang cukup besar selama periode 2004-2012, yakni
8,79 persen.

3. Capaian Outcomes Pembangunan UMKM


Perkembangan outcomes pembangunan UMKM dilihat dari produktivitas per unit
usaha. selama periode 2005 hingga 2012, produktivitas UMKM per tenaga kerja mengalami
peningkatan, yakni menjadi 26,62 juta/unit dari 20,83 juta/tenaga kerja pada tahun 2005
dengan pertumbuhan rata-rata 3.57 persen per tahun. Namun, jika dibandingkan dengan
Usaha Besar, produktivitas UMKM per tenaga kerja masih jauh tertinggal. Rendahnya nilai

30
produktivitas UMKM mengindikasikan perlunya penguatan UMKM dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Gambar 4. 1 Produktivitas UMKM per Unit Usaha 2005-2012

4. Capaian Impact Pembangunan UMKM


Peranan UMKM dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat dari 2 (dua) hal,
yaitu penyerapan tenaga kerja dan kontribusi dalam produksi nasional. Kontribusi UMKM
terhadap penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan tahun 2004. Pada tahun 2013, jumlah tenaga kerja yang terserap adalah 114,14 juta
orang meningkat dari 80,45 juta orang pada tahun 2004 atau tumbuh rata-rata 3,96 persen per
tahun. Hal ini menunjukkan UMKM memiliki peran yang sangat besar dalam hal
penyerapan tenaga kerja. Namun, peningkatan dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi
dengan peningkatan kualitas tenaga kerja UMKM.
Kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional menurut harga konstan pada tahun 2012
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 2004, baik secara jumlah nominal
maupun jika dilihat berdasarkan proporsi terhadap pembentukan PDB nasional. Secara
jumlah nominal, pada tahun 2012 UMKM memberikan kontribusi sebesar Rp1.451,50 triliun

31
meningkat dari Rp922,50 triliun pada tahun 2004 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,83
persen per tahun selama periode 2005 hingga 2009.
Sementara dilihat dari proporsi terhadap pembentukan PDB secara nasional,
kontribusi UMKM pada tahun 2012 juga meningkat menjadi 57,49 persen dari 55,38 persen
pada tahun 2004. Sepintas dapat dikatakan bahwa kinerja UMKM baik karena kontribusinya
terhadap PDB tinggi. Namun, kontribusi yang tinggi ini bisa disebabkan oleh dua
kemungkinan, yakni karena jumlah unitnya sangat banyak, atau produktivitas per unitnya
tinggi. Kalau yang terakhir ini adalah kenyataan, maka dapat dikatakan bahwa memang
kinerja UMKM baik.

5. Rekomendasi
Kekuatan UMKM terletak pada karakteristik yang dimilikinya. UMKM memiliki
segmen usaha pasar yang spesifik, umumnya berbasis pada sumberdaya ekonomi lokal dan
tidak bergantung pada impor, serta hasilnya mampu diekspor karena keunikannya. UMKM
memanfaatkan sumber daya alam sekitar bahkan banyak yang memanfaatkan limbah atau
hasil sampingan dari industri besar atau industri yang lainnya.
Guna menghadapi tantangan yang ada serta memanfaatkan potensi UMKM secara
maksimal maka salah satu pembenahan utama yang diperlukan adalah dari aspek regulasinya.
Selain itu, diperlukan pula koordinasi antarinstitusi pemerintah untuk tetap memiliki
konsistensi dalam membuat konsep kebijakan yang melibatkan semua pihak terkait.
Dalam rangka menghadapi pasar yang semakin terbuka maka pemerintah
Indonesia perlu mempromosikan konsep dan ide tentang pasar bebas terhadap UMKM, agar
UMKM sedikit demi sedikit mengarahkan pemasaran produknya kepada pasar regional dan
global. Sedangkan untuk memperkuat posisi UMKM dalam perdagangan domestik maka
pemerintah perlu mengatur perdagangan domestik dalam rangka mengurangi atau
menghilangkan gangguan-gangguan dalam melakukan usaha perdagangan.
Terkait dengan program KUR yang merupakan model perkreditan yang inovatif
yang diduga sangat bermanfaat bagi UMKM dalam rangka pengembangan modal UMKM
untuk mendukung peningkatan produksi dan pendapatan UMKM. Oleh sebab itu program ini
harus dipertahankan dan dikembangkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

http://setkab.go.id/pengertian-monitoring-dan-evaluasi-kebijakan-pemerintah/
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI No Rp1 Tahun 20Rp17 Tentang Pedoman
Evaluasi Pembangunan Nasional Rekonstruksi Kerangka Kerja Logis (KKL) untuk
Evaluasi, tahapan evaluasi pembangunan
.http://birohukum.bappenas.go.id/data/data_permen/Permen%20PPN%20Rp1%20Tahun%2
020Rp17.pdf
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 53 Tahun 20Rp14 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan- Perundangan/Peraturan-Menteri-
Negara/peraturan-menteri-negara-pendayagunaan- aparatur-negara-dan-reformasi-
birokrasi-republik-indonesia-nomor-53-tahun-20Rp14-56704
Permendagri Nomor Rp18 Tahun 20Rp16 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 20Rp17.
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/panduan/PERMENDAGRI_NO._Rp18%20tahun%2020Rp1
6%20tentang%20RKPD_complete.pdf
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 40 Tahun 20Rp17 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
http://hukum.jogjakota.go.id/data/Perwal%20No%2040%20Tahun%2020Rp17
%20ttg%20Petunjuk%20Teknis%20Perjanjian%20Kinerja,%20Pelaporan%20Kinerja,%
20Dan%20Tata%20Cara%20Reviu%20Atas%20Laporan%20Kinerja%20Instansi%20Pe
merint.pdf
Permendagri Republik Indonesia Nomor Rp1Rp1 Tahun 20Rp17 tentang Pedoman Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kumpulan Ringkasan dan Kajian Evaluasi Sektoral 2008-20Rp13.
https://www.bappenas.go.id/files/ekps/20Rp14/4.Kumpulan%20Ringkasan%20Kajian%20d
an%20Evaluasi%20Sektoral%202008-20Rp13.pdf
Perencanaan Pembangunan Kota Yogyakarta Tahun 20Rp18. http://
bappeda.jogjaprov.go.id/download/download/432

33
LAMPIRAN

Tabel Pencapaian Indikator Kinerja dan Realisasi Anggarannya


Sasaran Indikator Target Realisasi Realisasi Anggaran
No
Strategis Kinerja 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Nilai Kinerja Proses
Instansi penyusunan
Pemerintah Kota LKIP di
Yogyakarta B B BB bag.organisasi
Nilai Evaluasi
Kinerja
Penyelenggaraan
Terwujudnya Pemerintah
kelembagaan Daerah
dan (EKPPD) Tinggi Tinggi Belum diketahui Sangat Tinggi 1.382.324.949 1.553.719.289,28
ketatalaksanaan Opini Laporan
pemerintah Keuangan oleh
daerah yang Auditor Wajar Wajar Proses audit
I berkualitas Eksternal (WTP) (WTP) BPK - 7.715.805.055 7.262.238.231
Angka Harapan
Hidup (Tahun) 73,5 74 73,5 74
Angka Kematian
Ibu Per seratus
ribu Kelahiran
Hidup 113 <102 125,88 104,14
1.449.647.717 1.503.403.766
Angka Kematian
Bayi Per Seribu
Terwujudnya
Kelahiran Hidup 7,3 6,7 8,31 7,81
peningkatan
derajat Prevalensi gizi
kesehatan buruk dan gizi
II masyarakat kurang 8,36% 8% 7,97% 9,05%

34
Sasaran Indikator Target Realisasi Realisasi Anggaran
No
Strategis Kinerja 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Indeks
Kepuasan
Layanan Rumah
Terwujudnya Sakit 73 74 76,21 77,52 100.433.248.160 642.840.800
pelayanan Indeks
kesehatan yang Kepuasan
bermutu dan Layanan
III terjangkau Kesehatan 79,8 80 78,24 78,67 788.091.830 688.643.943
Persentase
cakupan sistem
jaringan
drainase skala
kawasan dan
skala kota 100% 100% 69,01% 69,41% 10.773.342.466 5.707.964.994
Persentase
cakupan sistem
air limbah skala
komunitas/
kawasan/ kota 16,90% 18% 22,17% 22,18% 9.118.063.000 4.669.080.343
Persentase
volume sampah
yang terangkut
ke Tempat
Pembuangan
Akhir 78% 80% 75,92% 77,98% 8.615.611.065 9.066.491.599
Persentase
cakupan
pelayanan
Terwujudnya kesiapsiagaan
sarana dan dan
prasarana pengendalian
perkotaan yang bencana
IV memadai kebakaran 100% 100% 100% 100% 4,206,665,000 4.177.175.000

35
Sasaran Indikator Target Realisasi Realisasi Anggaran
No
Strategis Kinerja 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Persentase
cakupan
pelayanan
kesiapsiagaan
dan penanganan
bencana alam 100% 100% 100% 100% 3,008,437,839 4.389.784.126
Indeks
Kepuasan
Masyarakat 74,6 74,9 77,84 79,51 1.987.283.994 2.743.093.899
Presentase
tindak lanjut
pengaduan
Terwujudnya masyarakat
pelayanan Lewat Unit
administrasi Pelayanan
publik yang Informasi dan
V baik Keluhan (Upik) 93% 94% 95,25% 96,77% 2.986.777.165 2.716.539.226
Angka
Partisipasi
Sekolah (APS) 95% 97% 94,64% 94,92% 95.934.415.420 95.953.125.577
Persentase
jumlah sekolah
yang melayani
Terwujudnya pendidikan
pendidikan inklusi 9% 9,4% 10,45% 11,96% 18.946.496.794
inklusif untuk Angka Melek
VI semua Huruf 98,20% 98,30% 99,75% 99,92% 10.045.665.971 3.061.811.107
Rp.
Pendapatan Rp. 53.739
Perkapita (Rp) 17.301 jt jt Rp. 53.216 jt Rp 54.306 jt 50.842.334.933 951.438.675
Jumlah koperasi
aktif 474 481 469 469 747.647.248 744.224.926
Terwujudnya Jumlah Pelaku
peningkatan Usaha Mikro,
kualitas Kecil, dan
ekonomi Menengah
VII masyarakat (UMKM) 20.091 23.341 20.170 23.468 2.048.901.290 1.993.196.304

36
Sasaran Indikator Target Realisasi Realisasi Anggaran
No
Strategis Kinerja 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Angka
kemiskinan 8,60% 8,40% 8,61% 8,75% 7.706.297.639 885.901.035
Tingkat
Intensitas
pengendalian
Frekuensi
Konflik Sosial
Yang
Ditimbulkan
Terwujudnya Karena Isu
peningkatan SARA dan
kualitas sosial Kesenjangan
VIII masyarakat Sosial 27,03% 22,03% 25,75% 21,01% 386.612.485 468.639.482
Indeks
Pembangunan 80,1 -
Manusia 80,-80,6 83.0 83,78 84,56 191.185.260.716 951.438.675
Tingkat
Kelulusan Ujian
Terwujudnya Nasional
peningkatan (UN/UNPK) 96% 99% 99,92% 98,67% 9.148.821.850 7.076.474.737
kualitas sumber Angka
daya manusia Pengangguran 5,80%- 8,10 -
IX yang unggul terbuka 8,40% 5,75% 6,35% 5,52% 1.607.583.605 969.768.277
Pertumbuhan 4,99%- 5,2 -
Ekonomi 5,5% 5,5% 5,30% 5,16% 50.842.334.933 951.438.675
6 - 7,5
Inflasi 6 - 7,5% % 3,09% 4,06% 25.773.967.761 2.325.167.620
Terwujudnya
perekonomian Pendapatan 225 -
daerah yang Pajak dan 205-215 231
X kuat Retribusi Daerah Miliar Miliar 345.980.907.989 376.170.979.336 Rp.900.649.500 951.438.675
Persentase
Terwujudnya penerbitan izin
daya dukung sesuai Standar
pengembangan Operasional
XI usaha Prosedur 100% 100% 95,29% 102,17% 1.890.285.780 2.672.718.060

37
Sasaran Indikator Target Realisasi Realisasi Anggaran
No
Strategis Kinerja 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Persentase
penyelesaian
pelanggaran
ketertiban,
ketentraman dan
keindahan (K3) 93% 94% 99,02% 98,55% 5.506.425,40 7.594.510.422
Persentase
luasan Ruang
Terbuka Hijau
Kota 34,70% 35,30% 33,77% 33,77% 7.067.448.900 7.382.126.562

Persentase
Usaha Yang
Mentaati
Persyaratan
Administrasi
Dan Teknis
Pencegahan
Pencemaran Air 95% 100% 78,26% 79,73% 2.040.374.050 2.179.958.074
Persentase
Usaha Yang
Mentaati
Persyaratan
Administrasi
Dan Teknis
Pencegahan
Pencemaran
udara dari
sumber tidak
bergerak 95% 100% 78,26% 79,73% 2.040.374.050 2.179.958.074
Sumber: Lakip Kota Yogyakarta 2015 dan 2016

38

Anda mungkin juga menyukai