Anda di halaman 1dari 29

Kematian Pasangan Suami Istri Akibat Keracunan Karbon Monoksida

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11470

No. Telp (021) 56942061 No.Fax (021) 5631731

Pendahuluan

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu
yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik Kedokteran dan lain-lain.
Sampai abad ke 19, dokter, pengacara dan pelaksana hukum yang dapat dipercaya menyatakan
bahwa salah satu tanda atau gejala keracunan pada seseorang adalah berwarna kehitaman, biru
atau berbintik pada tubuh korban. Pada awal abad 18, seorang dokter belanda Herman
Boerhoave berteori bahwa berbagai racun mempunyai ciri khas tersendiri terhadap tubuh dari
reaksi yang dihasilkannya.1

Racun ialah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali, yang dalam
dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal ini dapat berakhir dengan
penyakit atau kematian. Racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui ingesti, inhalasi, injeksi,
penyerapan melalui kulit dan pervaginam atau perektal. Intoksikasi merupakan suatu keadaan
dimana fungsi tubuh menjadi tidak normal yang disebabkan oleh suatu jenis racun atau bahan
toksik lain. Salah satu contohnya pada intoksikasi karbon monoksida dimana terjadi keadaan
toksik sebagai akibat dari terhirup dan terserapnya gas karbon monoksida, dimana karbon
monoksida berikatan dengan hemoglobin dan menggantikan oksigen dalam darah.

Aspek Hukum dan Medikolegal

Pasal 133 KUHAP

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.1

1
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu
jari kaki atau bagian lain badan mayat.2

II. Hak Menolak Menjadi Saksi/Ahli

Pasal 120 KUHAP

1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus.

2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau menucapkan janji di muka penyidik bahwa ia
akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia
menyimpan rahsia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.1,2

III. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.1,2

Pasal 184 KUHAP

1) Alat bukti yang sah adalah: Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, pertunjuk,
keterangan terdakwa

2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

2
IV. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

Pasal 216 KUHP

1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat
berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa
tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.2

2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.

3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan


mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2,3

Pasal 224 KUHP

Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:

1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.

2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

3
Pasal 522 KUHAP

Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.2,3

Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Dokter bila menerima permintaan untuk datang ke TKP harus mencatat:4

 Tanggal dan jam dokter menerima permintaan bantuan


 Cara permintaan bantuan tersebut ( telpon atau lisan)
 Nama penyidik yang minta bantuan
 Jam saat dokter tiba di TKP
 Alamat TKP dan macam tempatnya (misal : sawah, gudang, rumah dsb.)
 Hasil pemeriksaan

Hal-hal yang perlu diperhatikan setibanya di TKP:4

 Tanggal dan waktu kedatangan;


 Nama orang di tkp pada saat kedatangan;
 Kondisi cuaca;
 Kondisi pencahayaan pada malam hari
 Apa yang terjadi - insiden;
 Apa yang telah terjadi – aktivitas sejak insiden;
 Petugas yang bertanggung jawab atas kasus;
 Adegan penjagaan keamanan tkp;
 Bantuan yang diberikan di lokasi dan sumber daya lain yang sudah diminta.

Peranan Dokter di TKP

4
Kehadiran dokter di TKP sangat diperlukan oleh penyidik. Peranan dokter di TKP
adalah membantu penyidik dalam mengungkapkan kasus dari kedokteran forensik. Pada
dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan
perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli forensik
atau dokter kepolisian yang hadir. Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti
kententuan yang berlaku umum pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah
keadaan TKP. Semua benda bukti di TKP yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah
sebelumnya diamankan sesuai prosedur. Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya
dan mendiskusikan dengan penyidik dengan memperkirakan terjadinya peristiwa dan
merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut.4,5

Bila perlu dokter dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk mendapatkan
gambaran riwayat medis korban. Adapun tindakan yang dapat dikerjakan dokter adalah: 4

1. Menentukan apakah korban masih hidup atau telah tewas, bila masih hidup upaya terutama
ditujukan untuk menolong jiwanya. Hal yng berkaitan dengan kejahatan dapat ditunda untuk
sementara.

2. Bila korban telah tewas tentukan perkiraan saat kematian, dari penurunan suhu, lebam mayat,
kaku mayat, dan perubahan post mortal lainnya; perkiraan saat kematian berkaitan dengan alibi
daripada tersangka.

3. Menentukan identitas atau jati diri korban baik secara visual, pakaian, perhiasan, dokumen,
dokumen medis dan dari gigi, pemeriksaan serologi, sidik jari. Jati diri korban dibutuhkan
untuk memulai penyidikan, oleh karena biasanya ada korelasi antara korban dengan pelaku.
Pelaku umumnya telah mengetahui siapa korbannya.

4. Menentukan jenis luka dan jenis kekerasan, jenis luka dan jenis kekerasan dapat memberikan
informasi perihal alat atau senjata yang dipakai serta perkiraaan proses terjadinya kejahatan
tersebut dimana berguna dalam interogasi dan rekonstruksi. Dengan diketahui jenis senjata,
pihak penyidik dapat melakukan pencarian secara lebih terarah.

5. Membuat sketsa keadaan di TKP secara sederhana dan dapat memberikan gambaran posisi
korban dikaitkan dengan situasi yang terdapat di TKP.

6. Mencari, mengumpulkan, dan menyelamatkan barang-barang bukti (trace evidence) yang


ada kaitannnya dengan korban, bagi kepentingan pemeriksaan selanjutnya. Hal ini juga

5
penting, sebab semakin banyak barang bukti ditemukan, termasuk barang bukti medik, akan
semakin mempermudah penegak hukum membuat terang perkara pidana. Barang bukti medik
tersebut harus diselamatkan dari kerusakan dan dokter memang memiliki kemampuan untuk
itu.5

Tujuan Bantuan Dokter di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Pemeriksaan dokter di TKP atas diri korban, bertujuan untuk mendapatkan data yang
akurat dalam waktu singkat dan melakukan beberapa tes lapangan yang berguna bagi pihak
penyidik agar ia dapat melakukan strategi serta langkah yang tepat untuk dapat membuat jelas
dan terang suatu perkara pidana yang menyangkut tubuh manusia. Bantuan dokter di TKP
adalah melakukan pemeriksaan yaitu berupa pemeriksaan korban, dan pengolahan TKP, yang
meliputi pengamanan TKP, pembuatan sketsa dan pemotretan, dan pengumpulan barang bukti.5

Pembahasan Kasus pada pemeriksaan di TKP

Pada tanggal 15 desember 2015 pukul 10.20 wib, telah ditemukan sepasang suami istri
meninggal dunia di dalam kamarnya yang terkunci di dalamnya. Mereka tinggal yang di jalan
duren no 4. kedua orang tersebut tiduran ditempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada
tanda-tanda perkelahian diruang tersebut, segalanya masih rapi sebagaimana biasa, dari
pengamatan sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang
hilang. Kedua mayat merupakan mayat orang Indonesia, sepasang suami isteri Tuan X dan Ny.
Y berusia 60 tahun dan 55 tahun,. Berikut hasil pemeriksaan luar bagi Tuan X dan Ny. Y:

Tuan X

Kulit warna gelap, gizi mencukupi, tinggi badan 174cm dan berat badan 76 kg, alat kelamin
normal dan disirkumsisi. Rambut kepala botak, dengan sedikit rambut keputihan di bagian
belakang. Alis berwarna hitam keputihan, sudah jarang dengan panjang kurang satu sentimete.
Bulu mata hitam, tumbuh lurus, panjang satu sentimeter. Kumis dan jenggot lebat. Pada
pemeriksaan luar mayat , Tuan X memakai baju pajama polos putih, dengan celana dalam
boxer merek Calvin klein.

6
Ny. Y

Kulit warna sawo matang, gizi mencukupi, tinggi badan 165cm dan berat badan 60 kg, alat
kelamin normal. Rambut panjang, dengan sedikit rambut keputihan. Alis berwarna hitam,
panjang setengah sentimeter. Bulu mata hitam, tumbuh lurus, panjang satu sentimeter. Pada
pemeriksaan luar mayat , Ny Y memakai baju daster pink polos.

Pada kedua mayat ditemukan mayat tidak terbungkus, ada kaku mayat, lebam mayat di
punggung, berwarna merah muda terang dan tidak hilang pada penekanan(cherry pink color),
suhu menurun jadi 26 derajat celcius, pembusukan tidak terlihat. Tanda lebam mayat merah
muda ini merupakan keracunan CO. untuk itu kita periksa apakah di lingkungan sekitar ada
penyebab keracunan gas CO seperti:4,5

 Api dan ledakan


 Kerusakan gas pemanas air
 Kebocoran AC di dalam kamar
 Tungku atau cerobong asap yang tersumbat
 Gas perapian
 Ventilasi yang buruk pada penggunaan parafin dan gas pemanas
 Pembakaran batu bara atau kayu akibat kesalahan penggunaan atau ventilasi yang
buruk
 Emisi mobil, mesin yang menyala dalam ruangan yang terkurung
 Penggunaan mesin pembakaran seperti pemotong rumput, gergaji mesin pada area
yang terkurung tanpa ventilasi
 Memasak atau memanaskan dengan menggunakan arang di dalam rumah tanpa
ventilasi
 Penggunaan Metil Klorida pada area yang terkurung.4

Sumber lain CO, adalah gas arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat
pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, dan cerobong asap yang tidak berfungsi dengan
baik. Gas alam jarang sekali mengandung CO, tetapi pembakaran gas alam yang tidak
sempurna tetap akan menghasilkan CO. Pada kebakaran juga akan terbentuk CO. Asap

7
tembakau dalam orofaring menyebabkan konsentrasi yang diinhalasi menjadi kira-kira 500
ppm. Pada alat pemanas air berbahan bakar gas, jelaga yang tidak dibersihkan pada pipa air
yang dibakar akan memudahkan terjadinya gas CO yang berlebihan.5

Tanatologi

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tanda – tanda kematian dan perubahan yang
terjadi setelah seseorang mati serta faktor yang mempengaruhinya. Tanatologi merupakan ilmu
paling dasar dan paling penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal
pemeriksaan jenazah (visum et repertum).6

Jenis kematian ada 3 yaitu :


a. Mati klinis / somatis
- Proses kematian yang hanya dapat dilihat secara mikroskopis karena terjadi
gangguan pada sistem pernafasan, kardiovaskuler, dan persarafan yang bersifat
menetap.
- Ditandai dengan tidak adanya gerakan, refleks-refleks, EEG mendatar selama 5
menit, serta tidak berfungsinya jantung dan paru-paru.
- Organ – organ belum tentu mati, masih bisa dimanfaatkan untuk transplantasi.
- Definisi ini yang sering dianut oleh orang awam.
b. Mati seluler / molekuler
- Proses kematian sel/ jaringan setelah mati klinis.
- Waktu kematian tiap jaringan / organ berbeda. Otak merupakan organ yang
paling sensitif yaitu sekitar 3-5 menit. Jaringan otot akan mengalami mati seluler
setelah 4 jam dan kornea masih dapat diambil dalam jangka waktu 6 jam setelah
seseorang dinyatakan mati somatis.
- Penentuan mati seluler ini terutama penting dalam hal transplantasi organ.
c. Mati cerebral
- Yaitu proses kematian yang ditandai dengan tidak berfungsinya otak dan
susunan saraf pusat. Definisi ini adalah definisi yang diakui oleh WHO.
- Kerusakan batang otak : pernafasan berhenti namun masih bisa dipertahankan
dengan ventilator.

Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat (late).

8
Perubahan cepat (early) :
- Tidak adanya gerakan.
- Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
- Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
- Kulit dingin dan turgornya menurun.
- Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
- Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal lividity).
- Lebam mayat.
Perubahan lambat (late) ;
- Kaku mayat (post mortal rigidity).
- Pembusukan (decomposition).
- Penyabunan (adipocere).
- Mummifikasi.

Penurunan suhu mayat atau algor mortis akan terjadi setelah kematian dan berlanjut
sampai tercapai keadaan dimana suhu mayat sama dengan suhu lingkungan. Berdasarkan
penelitian, kurva penurunan suhu mayat akan berbentuk kurva sigmoid, dimana pada jam –
jam penurunan suhu akan berlangsung lambat, demikian pula bila suhu tubuh mayat telah
mendekati suhu tubuh lingkungan. Kini penentuan suhu rektal kerap kali sangat berguna dalam
investigasi kematian yang mencurigakan, kecuali dimana tampak luar mengindikasikan bahwa
tubuh sudah didinginkan oleh suhu sekitarnya.6,7

Hal ini juga harus dititikberatkan bahwa kegunaan dari perkiraan temperatur ini
menetap pada iklim dengan suhu dingin dan menengah dimana tubuh kehilangan panasnya
secara lama sebagaimana halnya keseimbangan pada temperatur lingkungan, sedangkan pada
daerah tropis, penurunan suhu tubuh post mortem dapat minimal atau bahkan tidak ada pada
iklim yang sangat panas sekali, mayat mungkin dapat menghangat setelah mati.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat yaitu temperatur
dari tubuh saat mati, perbedaan temperature tubuh dan lingkungan, keadaan fisik tubuh serta
adanya pakaian atau penutup mayat, ukuran tubuh, aliran udara dan kelembapan, dan post
mortem caloricity.
Post mortem caloricity adalah kondisi dimana terjadi peningkatan temperatur tubuh
sesudah mati sebagai pengganti akibat pendinginan tubuh tersebut. Walaupun proses

9
glikogenolisis post mortem yang berlangsung pada kebanyakan tubuh sesudah mati, dapat
memproduksi kira – kira 140 kalori yang akan meningkatkan suhu tubuh temperatur 2 derajat
celcius.7
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada suhu
lingkungan sebesar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat celcius), adalah sebagai berikut :
Saat Kematian = 98,6 o F – Suhu Rektal

1,5

Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem yang cukup jelas.
Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian somatis atau segera
setelah kematian yang timbul sebagai bercak keunguan. Bercak kecil ini akan semakin
bertambah intens dan secara berangsur – angsur akan bergabung selama beberapa jam kedepan
untuk membentuk area yang lebih besar dengan perubahan warna merah keunguan. Kejadian
ini akan lengkap dalam 6 -12 jam. Sehingga setelah melewati waktu tersebut, tidak akan
memberikan hilangnya lebam mayat pada penekanan. Sebaliknya, pembentukan livor mortis
ini akan menjadi lambat jika terdapat anemia, kehilangan darah akut, dan lain – lain.
Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi mayat setelah kematian. Dengan posisi
berbaring terlentang, maka lebam akan jelas pada bagian posterior bergantung pada areanya
seperti daerah lumbal, posterior abdomen, bagian belakang leher, permukaan ekstensor dari
anggota tubuh atas, dan permukaan fleksor dari anggota tubuh bawah. Area – area ini disebut
juga areas of contact flattening.

Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku mayat. Pertama
– tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir pada pembuluh darah menyebabkan
darah berada dalam posisi tubuh terendah dalam beberapa jam setelah kematian. Kemudian
saat darah sudah mulai terkumpul pada bagian – bagian tubuh, seiring terjadi kaku mayat.
Sehingga hal ini menghambat darah kembali atau melalui pembuluh darahnya karena terfiksasi
akibat adanya kontraksi otot yang menekan pembuluh darah.

Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini bergantung pada tingkat
oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan warna lainnya dapat
mencakup:6,7

- Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.

10
- Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan kalium chlorate,
potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline, dan lain – lain.
- Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.
- Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan berada didekat
tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak pink muda kemungkinan
terjadi karena adanya retensi dari oxyhemoglobin pada jaringan.
- Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang, karena kadar oksi
hemoglobin (HbO2) yang tinggi.

Disebut juga cadaveric rigidity. Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang
terjadi pada otot yang kadang disertai dengan pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah
periode pelemasan/ relaksasi primer.5

Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan mencapai puncaknya setelah
10 – 12 jam post mortal, keadaan ini akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku
mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot – otot wajah,
leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Kekakuan pertama ditemukan pada otot – otot kecil, bukan karena itu terjadi pertama
kali disana, melainkan karena adanya sendi yang tidak luas, seperti contohnya tulang rahang
yang lebih mudah diimobilisasi. Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena
metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang
menghasilkan energi.
Pembusukan merupakan tahap akhir pemutusan jaringan tubuh mengakibatkan
hancurnya komponen tubuh organik kompleks menjadi sederhana. Pembusukan merupakan
perubahan lebih lanjut dari mati seluler. Kedua proses ini mengakibatkan dekomposisi seperti
autolysis, proses pembusukan bakteri, perubahan warna, pembentukan gas pembusukan,
skeletonisasi dan pembusukan organ dalam.5,6

Autopsi

Pemeriksaan Luar

Untuk pemeriksaan luar kedua-dua mayat, yang dinilai pertama kali untuk sangkaan
kasus keracunan adalah bau. Dari bau apakah adanya tercium bau amandel, minyak tanah,

11
ammonia dan sebagainya. Bagi kasus keracunan karbon monoksia (CO), tidak didapatkan
sebarang bau karena aslinya gas CO mempunyai sifat yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak meransang selaput lendir, dan ianya lebih sedikit ringan dari udara sehingga mudah
menyebar. Pemeriksa juga harus menekan dada mayat untuk menentukan apakah terdapat
sebarang bau yang tidak bisa keluar dari lubang-lubang hidun atau mulut.4
Dilihat juga pada pakaian kedua mayat apakah ditemukan bercak-bercak yang
disebabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna
coklat karena asal sulfat atau kuning oleh asam nitrat. Oleh karena gas CO tidak berwarna maka
tidak terdapat sebarang muntahan yang berwarna, sebetulnya tidak ditemukan sebarang
muntahan pada kedua mayat ini.
Selanjutnya diperiksa juga sebarang lebam mayat. Ini karena warna lebam mayat yang
tidak biasa juga mempunyai makna yang signifikan karena pada dasarnya warna lebam mayat
adalah manifestasi warna darah yang terdapat di kulit. Pada kedua mayat ditemukan lebam
mayat berwarna merah muda terang(cherry pink color). Ini merupakan tanda pasti bagi
keracunan CO.

Selain itu diperhatikan juga adanya kelainan tempat masuknya racun. Ini cenderung
pada kasus bunuh diri ataupun pembunuhan dengan memaksa minum racun. Zat-zat bersifat
kaustik atau korosif bisa menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir, mulut dan kulit
sekitarnya. Sekiranya bunuh diri dengan asam sulfat luka bakarnya berwarna kering dan
kecoklatan. Sudah pasti bagi kasus keracunan CO tidak ditemukan sebarang kelainan di tempat
masuk racun oleh karena CO masuk secara inhalasi dan tidak merusakkan organ masuknya gas
CO.

Kulit diperiksa juga untuk mencari luka bekas suntikan yang baru. Ini khusus bagi
pencandu narkotika yang menggunakan kaedah suntikan intravena. Setelah diamati tidak dapat
sebarang tanda-tanda suntikan seterusnya menghapuskan kemungkinan pasangan suami isteri
ini mengambil bahan terlarang. Walau bagaimanapun pada pemeriksaan kulit untuk kedua
mangsa ini, ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota gerak
badan yang boleh dicurigai belakunya keracunan gas CO yang dapat dipastikan dengan
pemeriksaan dalam dan laboratorium.5,6

Organ lain yang diperiksa pada pemeriksaan luar adalah kuku, rambut dan sklera.
Semua organ ini tidak mengalami kelainan pada keracunan CO, walaubagaimanapun dilihat
juga bagi membedakan keracunan yang lain. Misalan pada kuku, dapat ditemukan kuku yang

12
menebal secara tidak teratur pada keracunan arsen kronik. Pada rambut, ditemukan kebotakan
(alopesia) pada keracunan talium, arsen , air raksa dan boraks. Akhir sekali pada skelra tampak
ikterik pada keracunan akibat zat hepatotoksik seperti forfor, karbon tetra klorida.4,6

Pemeriksaan Dalam

Pertama-tama sekali dilakukan segera setelah rongga dada dibuka , ditentukan apakah
terdapat bau yang tidak biasa (racun). Bila pemeriksaan luar tidak tercium bau racun, yang
pertama dibuka terlebih dahulu adalah rongga tengkorak agar bau vicera perut tidak
menyelubungi bau tersebut.

Pada pemeriksaan in situ, dilihat warna otot-otot dan alat-alat dalam. Pada keracunan
CO dapat dilihat berwarna merah muda cerah. Ini dapat dibezakan dengan keracunan CN yaitu
merah cerah.

Diambil sampel darah sebelum dilakukan pemeriksaan lanjut. Cara mengambil adalah
dengan semprit dan jarum yang bersih. Diambil 2 contoh darah masing-masing sebanyak 50ml
dari jantung sebelah kanan dan sebelah kiri. Serta 2 contoh darah tepi masing-masing 30ml.
diperhatikan warna darah. Apakah terdapat hemolisis(pada intoksikasi racun seperti bisa ular
dll), gangguan trombosit yang akan menimbulkan banyak bercak pada organorgan. Hasil
laboratorium darah pada keracunan CO akan dibahas pada topik selanjutnya.1

Kelainan utama pada keracunan CO dapat dilihat pada temuan kelainan akibat hipoksia.
Pada otak: susbtansia alba dan korteks kedua otak, globus palidus dapat ditemukan petekiae.
Walaubagaimanapun kelainan ini tidak patognomik untuk keracunan CO, karena setiap
keadaan hiposia otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae. Selain itu,
ensefalomalasia simetris yang ditemukan pada globus palidus juga tidak patognomik karena
dapat ditemukan pada keracunan barbiturat akut dan arteriosklerotik pembuluh darah korpus
striatum.4,5,6

Pada pemeriksaan mikroskopik otak dapat ditemukan beberapa kelainan seperti:

 Pembuluh-pembuluh darah halus yang mempunyai trombi hialin


 Nekrosis halus dengan ditengahnya terdapat pembuluh-pembuluh yang
mengandungi trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, lazimnya disebut ring
hemorrhage.

13
 Nekrosis halus yang dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandungi
trombi.
 Bell hemorrhage yang terjadi karena dinding arteriol menjadi nekrotik akibat
hipoksia dan memecah.

Seterusnya dilihat pada miokardium, ditemukan perdarahan dan nekrosis, yang


tersering di muskulus papilaris ventrikel kiri. Terdapat bercak-bercak perdarahan atau bergaris-
garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio tendinosa ke dalam otot pada bagian ujung m.
papilaris. Bisa juga ditemukan perdarahan otot ventrikel terutama di subperikardial dan di
subendokardil. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan perangai sesuai dengan infark
miokardium akut.
Pada paru pula terdapat pula kelainan pneumonia hipostatik paru yang mudah terjadi
akibat gangguan peredaran darah. Ini bisa mengakibatkan terjadinya trombosit a. pulmonalis.
Pada ginjal pula, dapat dilihat gambaran nekrosis ginjal yang secara mikroskopik tampak
seperti payah ginjal. Trombus gampang terjadi oleh karena terdapat gangguan peredaran darah
akibat perubahan degeneratif miokardium. Trombus dalam ventrikel kiri mungkin
mengakibatkan infark otak sedangkan trombus dalam a. femoralis mungkin mengakibatkan
timbulnya gangren.
Setelah dilakukan otopsi lengkap pada organ-organ yang lain tidak ditemukan sebarang
kelainan.5,6

Pemeriksaan Laboratorium
COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji dlusi alkali. Caranya dengan mengambil 2
tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan tabung kedua 1-
2 tetes darah normal untuk kontrol. Encerkan masing-masing dengan menambahkan 10ml air
sehingga warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama. Tambahkan pada masing-masing
tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20% lalu kocok. Darah normal segera berubah menjadi merah
hijau kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah COHb tidak berubah
warnanya untuk beberapa waktu, tergantung konsentrasi COHb. COHb dengan kadar
konsentrasi 20% memberi warna pink yang bertahan beberapa detik, setelah 1 menit baru
berubah menjadi merah hijau kecoklatan.6,7
Tes seterusnya yang boleh dilakukan adalah Uji Formalin (Eachlolz-Liebmann). Darah
yang diperiksa ditambah larutan formalin 40% sama banyaknya. Bila darah mengandung
COHb 25% saturasi maka akan membentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada

14
dasar tabung reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan dalam darah normal akan terbentuk koagulat berwarna coklat.
Penentuan secara spektroskopis juga dapat menilai keberadaan COHb dalam darah.
Pemeriksaan kuantitatif CO dapat dilakukan dengan cara Getler-Freimuth (semi kwantitif),
menggunakan prinsip sebagai berikut:
Darah+Kalium ferisianida --- > CO dibebaskan dari COHb
CO+ PdCl2 + H2O --- > Pd + CO2 + HCl
Paladium ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam.
Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan warna hitam yang diperoleh
dari pemeriksaan terhadap darah dengan kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan
konsentrasi COHb secara kuantitatif.
Cara Spektrofotometrik adalah cara yang terbaik untuk melakukan analisis CO atas
darah segar korban keracunan CO yang masih hidup, karena hanya dengan cara ini dapat
ditentukan rasio COHb: OxiHb. Darah mayat adalah darah yang tidak segar, sehingga
memberikan hasil yang tidak dapat dipercaya. Cara kromatografi gas banyak dipakai untuk
mengukur kadar CO dari sampel darah mayat (darah tidak segar) dan cukup dapat dipercaya.7

Toksikologi

Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-
gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis
tokaik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.6,7

Penggolongan berdasarkan sumber dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan opium (dari papaver somniferum) kokain, kurare, aflatoksin (dari aspergilus
niger), berasal dari hewan bisa/toksin ular/laba-laba/hewn laut. Mineral : arsen, timah hitam
atau sintetik heroin. Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi,
misalnya racun yang bersifat hepatotoksik atau nefrotoksik. Berdasarkan mekanisme kerja,
dikenal racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh terhadap
ATP-ase, yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit (nitrat dalam usus oleh
flora usus diubah menjadi nitrit). Pembagian lain di dasarkan atas cara kerja/efek yang
ditimbulkan. Ada racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya
perangsangan, peradangan, atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat

15
dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik. Contoh racun korosif adalah asam
dan basa kuat (H2SO4, HNO3,NaOH,KOH) golongan halogen seperti fenol, lisol, dan senyawa
logam. Racun yang bekerja sistemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem,
misalnya barbiturate, alcohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap
jantung, CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal dan
sistemik sekaligus misalnya asam karbol meyeybabkan erosi lambung dan sebgian diabsorpsi
akan menimbulkan depresi susunan saraf pusat.4,7,8

Faktor yang mempengaruhi keracunan, berbagai faktor mempengaruhi terjadinya keracunan :

 Cara masuk, keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi.
Cara masuk lain berturut-turut ialah intravena,intramuscular,intraperitoneal,
subkutan,peroral dan paling lambat ialah bila mengenai kulit sehat
 Umur, kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih
sensitive misalnya barbiturate. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena
ekskresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati belum
cukup.
 Kondisi tubuh, penderita penyakit ginjal umumnya lebh mudah mengalami
keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung , absorpsi dapat terjadi
lebih lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong
 Kebiasaan, sangat berpengaruh pada racun golongan alcohol dan morfin, sebab
terjadi tolerani, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu ketika
dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi.
 Idiosinkrasi dan alergi, pada vitamin E, penisilin, streptomisin, dan prokain
 Waktu pemberian, untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorpsi
terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka pemberian untuk
waktu (kronik) atau waktu singkat/sesaat.7,8

Keracunan karbon monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia, sejak dikenal
cara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh asap yang mengandung CO. gas CO
adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak merangsang selaput lendir, sedikit
lebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar. Campuran 1 volume CO dengan 0,5 volume

16
O2 atau campuran 1 CO dengan 2,5 volume udara, bila bertemu dengan api akan meledak. CO
dapat bersenyawa dengan logam ataupun nonlogam. Misalnya dengan klorin akan membentuk
karbonil klorida (COCl) yaitu fosgen, gas beracun yang pernah dipakai dalam peperangan.

Sumber

Gas CO dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak sempurna dari karbon dan
bahan-bahan organic yang mengandung karbon. Sumber terpenting adalah motor yang
menggunakan bensin sebagai bahan bakar, karena campuran bahan yang terbakar mengandung
bahan bakar lebih banyak dari pada udara sehingga gas yang dikeluarkan mengandung 3-7%
CO. sebaliklnya motor diesel dengan compression ignition mengeluarkan sangat sedikit CO,
kecuali bila motor berfungsi tidak sempurna sehingga banyak mengeluarkan asap hitam yang
mengandung CO. sumber CO lain adalah gas arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO
, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas dan cerobong asap, yang bekerja tidak baik.
Gas alam jarang sekali mengandung CO, tetapi pembakaran gas alam yang tidak sempurna
tetap akan menghasilkan CO . pada kebakaran juga akan terbentuk CO. asap tembakau dalam
orofaring menyebabkan konsentrasi yang diinhalasi menjadi kira-kira 500 ppm. Pada alat
pemanas air berbahan bakar gas, jelaga yang tidak dibersihkan pada pipa air yang dibakar akan
memudahkan terjadinya gas CO yang berlebihan.7-9

Farmakokinetik

CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh hemoglobin secara
reversible, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya mengikat diri dengan mioglobin dan
beberapa protein heme ekstravaskular lain. Afinitas CO terhadap hemoglobin dalah 208-245
kali afinitas O2. CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak tetap
dan setelah CO dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak mengalami kerusakan. Absorpsi atau
ekskresi CO ditentukan oleh kadar CO dalam udara lingkungan (ambient air), kadar COHb
sebelum pemaparan (kadar COHb inisial), lamanya pemaparan, dan ventilasi paru

Bila orang yang telah mengabsorpsi CO dipindahkan ke udara bersih dan berada dalam keadaan
istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam. Dalam waktu
6-8 jam darahnya tidak mengandung COHb lagi.7,9

Farmakodinamik

17
CO bereaksi dengan Fe dari porfirin dank arena itu CO bersain dengan O2 dalam
mengikat protein heme yaitu hemoglobin, mioglobin, sitokrom oksidase (sitokrom a,a3) dan
sitokrom P-450, peroksida dan katalase. Yang terpenting adalah reaksi CO dengan Hb dn
sitokrom a3. Dengan diikatnya Hb menjadi COHb dalam darah akan menghambat disosiasi
Oxi-Hb. Dengan demikian jaringan akan mengalami hipoksia. Reaksi CO dengn sitokrom a3
yang merupakan link yang penting dalam sistem enim pernafasan sel yang terdapat dalam
mitokondria, akan menghambat pernafasan sel dan mengakibatkan hipoksia jaringan.
Konsentrasi CI dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan kecepatan
timbulnya gejala-gejala ataua kematian. 50 ppm (0,005%) adalah TLV (Treshold Limit Value,
niali ambang batas) gas CO, yaitu konsentrasi CO dalam udara lingkungan yang dianggap
aman pada inhalasi selama 8 jam setiap hari dan 5 hari setiap minggu untuk jumlah tahun tidak
terbatas. Pada 200 ppm (0,02), inhalasi 1-3 jam akan mengakibatkan kadaar COHb mencapai
15-20%, saturasi dan gejala keracunan CO mulai timbul. Pada 1000 ppm (0,1%), inhalasi 3
jam dapat menyebabkan kemaitan.9,10

Tanda dan gejala keracunan

Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar COHb

% saturasi COHb Gejala-gejala


10 Tidak ada
10-20 Rasa berat pada kening, mungkin sakit kepala
ringan, pelebaran pembuluh darah subkutan,
dispnue, gangguan koordinasi
20-30 Sakit kepala, berdenyut pada pelipis,
emosional
30-40 Sakit kepala keras, lemah,pusing,
penglihatan buram, mual, muntah, kolaps
40-50 Sama dengan yang tersebut di atas tetapi
dengan kemungkinan besar untuk kollaps
atau sinkop. Pernafasan dan nadi bertambah
cepat, ataksia

18
50-60 Sinkop, pernafasan dan nadi bertambah
cepat, koma dengan kejang intermiten,
pernafasabn Chyene stokes
60-70 Koma dengan kejang, depresi jantung, dan
pernafasan, mungkin mati
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, gagal
pernafasan, mati

Hasil pemeriksaan pada keracunan karbon monoksida

Keracunan gas karbon monoksida, pada korban yang mati dalam waktu singkat setelah
keracunan, pada pemeriksaan luar dapat ditemukan lebam mayat yang berwarna merah terang.
Warna merah terang lebam mayat disebabkan oleh kadar COHb dalam darah yang melebihi
20-30% saturasi. Pada pemeriksaan mayat selanjutnya biasanya tidak terdapat gambaran yang
khas. Pemastian sebab kematian adalahd engan menemukan COHb dalam kadar tinggi pda
darah yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium sederhana dengan cara
pengenceran alkali atau percobaan dengan formalin

Pada korban keracunan karbonmonoksida yang sempat mendapat pertolongan dan baru
beberapa saat (hari) kemudian meninggal, kadar COHb dalam darah sudah rendah kembali,
dan lebam mayat tidak berwarna merah terang lagi.10,11

Interpretasi Temuan Kasus

Penyebab

Setelah dilakukan pemeriksaan, diperkirakan penyebab kematian Tuan X dan Ny. Y adalah
akibat daripada keracunan CO yang berpunca daripada kebocoran pemanas air di kamar mandi.
Akibat kamar mandi yang tidak ditutup, gas CO memenuhi ruang kamar dan kedua mangsa
mengalami keracunan ketika tidur.

Mekanisme saat kematian

CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan dengan Hb adalah reversible tetapi afinitas
terhadap Hb adalah 208-245 kali afinitas O2 terhadap Hb. Dalam kasus ini, saturasi COHb

19
sangat tinggi di dalam darah sehingga mengakibatkan nadi melemah, pernafasan lambat,
seterusnya gagal pernafasan dan akhirnya mati. Kemungkinan kadar saturasi adalah 70-80%.1

Perkiraan saat kematian

Kedua-dua mangsa mati kira-kira kurang dari 8 jam. Ini dapat dilihat pada lebam mayat yang
apabila ditekan akan menghilang dan kaku mayat sudah muncul.

Visum et Repertum

Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 184 KUHAP,
Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam proses peradilan, yang berupa
keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa
keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli,
sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini
diperjelas pada Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat oleh dokter
bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua hasil Visum et
Repertumyang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun dokter bukan spesialis
forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. 3
Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut adalah
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Beban
pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbedansesuai dengan urutannya.
Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya oleh hakim bila dibandingkan dengan
keterangan terdakwa. Demikian halnya dengan keterangan ahli yang diberikan oleh
seorang dokter spesialis forensik tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang lebih
besar bila dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan spesialis
forensik. Sehingga, kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik
masih lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter bukan
spesialis forensik. 3.12
Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti karena segala
sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam bagian Pemberitaan. Karena
barang bukti yang diperiksa tentu saja akan mengalami perubahan alamiah, seperti misalnya

20
luka yang telah sembuh, jenazah yang mengalami pembusukan atau jenazah yang telah
dikuburkan yang tidak mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertummerupakan
pengganti barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli. 4
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru.
Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat meminta kemungkinan untuk
dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti jika memang timbul keberatan
yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.12

Struktur Visum et Repertum


Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan
pengobatan dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan
pemeriksaan medik untuk tujuan membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup
maupun korban mati. Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:12

1. Kata Pro justita – menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan
peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan materai untuk dapat dijadikan
sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
2. Bagian Pendahuluan – bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et
repertum dan istitusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan
tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban
yang diperiksa. Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas
korban adalah sesuai dengan urainan identitas yang ditulis dalam dalam surat
permintaan visum et repertum. Bila tidak terdapat ketidaksesuaian identiras korban
antara surat permintaan dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat
meminta kejelasannya dari penyidik
3. Bagian Pemberitaan – bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaaan” dan berisi hasil
pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang
berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaan selesai
pengobatan atau perawatan. Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka
diuraikan keadaan seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang
tersebut. Yang diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang bukti, berupa
perlukaan/keadaan kesehatan / sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya.
Temuan hasil pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan

21
perkaranya tidak dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai
rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan – bagian ini berjudul “Kesimpulan” dan berisi pendapat dokter
berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cidera yang ditemukan dan jenis
kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya.
5. Bagian Penutup – berisikan kalimat baku “ Demikianlah visum et repertum ini saya
buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah
sesuai dengan kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”.12

VISUM ET REPERTUM (1) – Tuan X

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Selatan No.6 Jakarta Barat.

22
Jakarta, 15 Desember 2017
Nomor : 5678-SK.II/1234/2-90.
Lampiran: Satu sampul tersegel--------------------------------------------------------------------------
Perihal : Hasil pemeriksaan pembedahan-------------------------------------------------------------
atas jenazah Tn. X ---------------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertanda tangan dibawah ini, Dea Mindy Sasmita, dokter ahli kedokteran forensik
pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari kepolisian Resort Polisi
Jakarta Barat No.Pol.:B/1243/VER/III/10 Serse tertanggal 15 desember 2017, maka pada
tanggal lima belas desember dua ribu tujuh belas, pukul sepuluh lewat dua puluh menit Waktu
Indonesia Bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang
menurut surat permintaan tersebut adalah:

Nama: Tuan X.-------------------------------------------------------------------------------------


Jenis Kelamin: Laki laki.-------------------------------------------------------------------------
Umur: 50 tahun.------------------------------------------------------------------------------------
Kebangsaan: Indonesia.---------------------------------------------------------------------------
Agama: Islam.--------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan: Pengusaha Perusahaan Perkayuan.-------------------------------------------------
Alamat: jalan duren no 4.-------------------------------------------------------------------------
Mayat telah diidentifikasikan dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan
materai merah, terikat pada ibu jari kaki kanan

Hasil pemeriksaan
I. Pemeriksaan Luar.
1. Mayat tidak terbungkus.--------------------------------------------------------------------------
2. Mayat berpakaian sebagai berikut:--------------------------------------------------------------
a. Memakai baju pajama polos putih.-----------------------------------------------------

23
b. Celana dalam boxer merek Calvin Klein.---------------------------------------------
3. Kaku mayat sudah muncul. Lebam mayat terdapat pada bagian punggung, berwarna
merah terang, tidak hilang pada penekanan.---------------------------------------------------
4. Suhu sudah menurun menjadi dua puluh enam derajat Celsius.----------------------------
5. Pembusukan tidak terlihat.-----------------------------------------------------------------------
6. Mayat adalah seorang laki – laki bangsa Indonesia, umur 50 tahun, kulit gelap, gizi
cukup, panjang badan seratus tujuh puluh empat sentimeter dan berat tujuh puluh
kilogram dan penis disirkumsisi.----------------------------------------------------------------
7. Rambut botak, bulu mata hitam, alis putih kehitaman.---------------------------------------
8. Pada tubuh tidak terdapat luka.------------------------------------------------------------------

II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)


9. Tidak tercium bau pada otak, jantung, usus, hati, ginjal, dan paru-paru.------------------
10. Organ-organ tubuh, otot, dan darah berwarna merah terang.--------------------------------
11. Ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota gerak
badan.------------------------------------------------------------------------------------------------
12. Tiada perbendungan pada hati.------------------------------------------------------------------
13. Tiada pembesaran pada paru-paru.--------------------------------------------------------------
14. Terlihat adanya bintik-bintik perdarahan pada jantung, otak, kelopak mata.--------------
15. Lambung tiada kelainan.--------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN
Telah dilakukan pemeriksaan luar dan dalam terhadap mayat seorang laki-laki
dewasa berumur sekitar enam puluh tahun, bangsa Indonesia, warna kulit gelap, gizi cukup,
panjang badan seratus tujuh puluh empat sentimeter.-------------------------------------------------
Kematian orang tersebut di atas disebabkan keracunan CO.--------------------------------
Lebam mayat berwarna merah terang serta pada pemeriksaan kulit untuk kedua mangsa
ini ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota gerak badan.-
------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah saya uraikan dengan sebenar – benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik – baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHP.-----------------------------------

24
Dokter yang memeriksa,

Dr Melyun Riza Ridwan

VISUM ET REPERTUM (2) – Ny Y

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Selatan No.6 Jakarta Barat.

25
Jakarta, 15 Desember 2017
Nomor : 5678-SK.II/1234/2-90
Lampiran: Satu sampul tersegel--------------------------------------------------------------------------
Perihal : Hasil pemeriksaan pembedahan-------------------------------------------------------------
atas jenazah Ny. Y ---------------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA

Visum Et Repertum

Yang bertanda tangan dibawah ini, Dea Mindy Sasmita, dokter ahli kedokteran forensik
pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari kepolisian Resort Polisi
Jakarta Barat No.Pol.:B/1243/VER/III/10 Serse tertanggal 15 desember 2017 , maka pada
tanggal lima belas desember dua ribu tujuh belas, pukul sepuluh lewat dua puluh menit Waktu
Indonesia Bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang
menurut surat permintaan tersebut adalah :

Nama: Ny. Y.---------------------------------------------------------------------------------------

Jenis Kelamin: perempuan. ---------------------------------------------------------------------

Umur: 50 tahun. ----------------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan: Indonesia. --------------------------------------------------------------------------

Agama: Islam. -------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga. ----------------------------------------------------------------

Alamat: jalan duren no 4. ------------------------------------------------------------------------

Mayat telah diidentifikasikan dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan
materai merah, terikat pada ibu jari kaki kanan

Hasil pemeriksaan

I. Pemeriksaan Luar
26
1. Mayat berpakaian sebagai berikut: ------------------------------------------------------------
a. Memakai baju daster pink polos. ------------------------------------------------------
b. Celana dalam La Senza. -----------------------------------------------------------------
2. Kaku mayat sudah muncul. Lebam mayat terdapat pada bagian punggung, berwarna
merah terang, tidak hilang pada penekanan. --------------------------------------------------
3. Suhu sudah menurun menjadi dua puluh enam derajat Celsius.----------------------------
4. Pembusukan tidak terlihat. -----------------------------------------------------------------------
5. Mayat adalah seorang perempuan bangsa Indonesia, umur 50 tahun, kulit sawo matang,
gizi cukup, panjang badan seratus enam puluh lima sentimeter dan berat enam puluh
kilogram dan alat kelamin normal. ----------------------------------------------
6. Rambut panjang, bulu mata hitam, alis hitam. ------------------------------------------------
7. Pada tubuh tidak terdapat luka. -----------------------------------------------------------------

II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)


8. Tidak tercium bau pada otak, jantung, usus, hati, ginjal, dan paru-paru. ------------------
9. Organ-organ tubuh, otot, dan darah berwarna merah terang.--------------------------------
10. Ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota gerak
badan.------------------------------------------------------------------------------------------------
11. Tiada perbendungan pada hati. ------------------------------------------------------------------
12. Tiada pembesaran pada paru-paru. ------------------------------------------------------------
13. Terlihat adanya bintik-bintik perdarahan pada jantung, otak, dan kelopak mata.---------
14. Lambung tiada kelainan. -------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan luar dan dalam terhadap mayat seorang perempuan
dewasa berumur sekitar lima puluh lima tahun, bangsa Indonesia, warna kulit sawo matang,
gizi cukup, panjang badan seratus enam puluh lima sentimeter.--------------------
Kematian orang tersebut di atas disebabkan keracunan CO.--------------------------------

27
Lebam mayat berwarna merah terang serta pada pemeriksaan kulit untuk kedua mangsa
ini ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota gerak badan.-
------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah saya uraikan dengan sebenar – benarnya berdasarkan keilmuan saya yang
sebaik – baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHP.-----------------------------------

Dokter yang memeriksa,

Dr Melyun Riza Ridwan

Daftar Pustaka

1. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa aksara; 1997.
2. Kejahatan terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia. Peraturan Perundangan-Undangan Bidang
Kedokteran. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1994. hal.37-8.
3. Prosedur medikolegal. Peraturan Perundangan-Undangan Bidang Kedokteran. Edisi
pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1994.h.11-20.

28
4. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Teknik Autopsi
Forensik. Jakarta, 2000. hal.66-7.
5. Amir, Prof. Dr. Amri. Rangkaian ilmu kedokteran forensik. Edisi 2. Medan: Percetakan
Ramadhan; 2005.
6. Shepherd R. Changes after death in simpson’s forensic medicine. Edisi 12. Arnold; 2003.
hal 37-48.
7. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, dkk. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1997.
8. Vij K. Death and its medicolegal aspects (forensic thanatology) in textbook of forensic
medicine and toxicology principles and practice. Edisi 4. Elsivier; 2008. hal 101-33
9. Saukko P, Knight B. The pathophysiology of death in knight’s forensic pathology. Edisi 3.
Hodder Arnold; 2004. hal 52-90
10. Chadha. Karbon monoksida, ilmu forensik dan toksikologi. Edisi 5. Jakarta: Widya
Medika; 1995. h.40-2.
11. Olson KR. Carbon monoxide, poisoning & drug overdose. Edisi 4. Singapore: Mc.Graw
Hill; 2004.h.48-50.
12. Afandi. Visum et repertum pada korban hidup. Riau: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FK UNRI; 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai