Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Tetanus
Anatomi
Definisi
Tetanus merupakan sebuah kondisi
toksemia akut akibat toksin yang
diproduksi Clostridium tetani, dan
menyebabkan gangguan inhibisi
neurotransmisi sentral.
Klasifikasi
Jenis
◦ Generalisata
◦ Lokal
◦ Sefalik
◦ Neonatorum
Derajat
◦I
◦ II
◦ III
Epidemiologi
Amerika Serikat:
2009-2017  246 kasus
Angka kematian  7,2%
Inggris dan Wales:
(≥55 tahun)
per tahun  0.1 kasus /
1 juta populasi
Itali:
1970-2017: 0,5  0,02
Indonesia:
kasus/100.000
0.2 kasus Global Burden Disease 2016
populasi/tahun
/100.000  48.000-80.000 kematian
Angka kematian 
populasi akibat tetanus
14,6%
Angka kejadian tidak
tercatat baik
Afrika (27 studi):
angka kematian secara
Uganda:
kolektif  43%
2014  4.750 kasus (125
kasus /1 juta populasi)
Angka kematian masih tinggi
Etiologi
Clostridium tetani
Bakteri gram positif, membentuk spora,
berbentuk batang, anaerob obligat
Ditemukan di tanah, debu, feses hewan
Banyak pada daerah iklim panas dan
lembab, tanah mengandung material
organik
Masuk melalui luka, infeksi kronis
Faktor Risiko
antibodi yang kurang + 2 / lebih:
◦ luka tembus
◦ koinfeksi
◦ jaringan yang rusak
◦ benda asing
◦ iskemia lokal
Golongan tertentu:
◦ Neonatus
◦ Pasien dengan kehamilan
◦ Pasien pasca operasi
◦ Pasien dengan infeksi gigi
◦ Pasien diabetes + ulkus ekstremitas yang terinfeksi
◦ Pasien yang pengguna obat injeksi
◦ Pasien yang penyebabnya tidak diketahui
Patofisiologi
Tetanospasmin Neuromuscular
C. tetani VAMP
Dosis letal: 2,5 junction
ng/kgBB
Medulla spinalis Inhibisi
Tetanolisin Darah & pelepasan
& Batang Otak
limfatik asetilkolin
Merusak SSP Saraf inhibitor
GABA/glisinergi Paralisis
jaringan
k flaksid

Disfungsi otonom:
hipertensi yang labil, VAMP
takikardia, aritmia,
vasokonstriksi perifer,
diaforesis, pireksia
 hipotensi, Inhibisi
Rigiditas
bradikardia pelepasan
Spasme
GABA & glisin
Manifestasi Klinis
Periode inkubasi: 3-21 hari (rerata 8 hari)
Tetanus neonatorum,  muncul hari ke-4 hingga 14 setelah melahirkan
(rerata 7 hari)
Toksin tetanus  rigiditas dan spasme (3-4 minggu), nyeri dan alodinia,
kejang umum tonik akibat rangsang minimal.
Tetanus lokal  kontraksi otot persisten di area anatomi yang mengalami
trauma
Tetanus sefalik  sering pada otitis media atau pasca-trauma kepala 
gejala terutama di daerah fasial
Tetanus generalisata  pola menyebar ke distal  trismus, spasme leher,
kesulitan menelan, rigiditas otot abdominal  opistotonus penuh,  seperti
posisi dekortikasi; peningkatan suhu, berkeringat, peningkatan tekanan
darah, dan takikardia episodik  peningkatan dramatis adrenalin dan
noradrenalin  nekrosis miokardial
Laryngospasme dan instabilitas autonomik merupakan komplikasi yang
berpotensi mengancam nyawa
Diagnosa
Klinis  sekurang-kurangnya satu di antara
gejala berikut: Dapat ditunjang adanya
riwayat trauma
◦ Trismus
◦ Risus sardonicus
◦ Kontraksi otot yang menyakitkan

Pemeriksaan laboratorium (kurang menunjang):


◦ Darah rutin  leukosit dapat normal / meningkat
◦ Kultur luka  30% ditemukan C. tetani, sering negatif
◦ Pemeriksaan serologi  mengetahui kadar vaksinasi
yang masih kurang
Diagnosis Banding
 Distonia terinduksi obat
 Trismus akibat infeksi gigi
 Keracunan strychnine
 Malignant neuroleptic syndrome
 Stiff-person syndrome 
Tatalaksana
Menghentikan produksi Netralisasi toksin yang
toksin: Manajemen Jalan
tidak terikat: napas:
1. Debridement luka 1. HTIG (500 unit
2. Antibiotik Ventilasi
IM) mekanik?
(metronidazol IV 2. Vaksinasi
500 mg per 6-8 jam)

Tatalaksana Manajemen
Kontrol spasme otot: disautonomia: suportif umum:
1. Diazepam (10-30 mg IV) 1. Magnesium Sulfat 1. Diet tinggi
2. Agen penghambat 2. Beta blocker kalori
neuromuskular (Labetalol 0,25-1 2. Profilaksis
(Vecuronium/Pancuroniu mg/menit) tromboemb
m/Baclofen) 3. Morfin Sulfat oli
(0,5-1 mg/kg/jam) 3. Terapi fisik
Komplikasi
 Spasme otot pernapasan  asfiksia
 Spasme pita suara  kelumpuhan pita suara
 Disfungsi otonom hipertensi
 Fraktur tulang panjang, dislokasi sendi
 Ileus paralitik
 Pneumonia aspirasi
 Stress ulcer
 Koma
 Kelumpuhan saraf
 Retensi urin
 Kejang
Prognosis
Pencegahan
Imunisasi
◦ Anak < 7 tahun: 3 dosis dalam selang waktu 1 bulan + booster
1 tahun kemudian
◦ Remaja dan orang dewasa: 3 dosis (0-1-6), dapat bertahan
selama 5 hingga 10 tahun
Debridement luka + (luka risiko sedang dan tinggi)
booster JIKA belum mendapatkan dosis booster dalam
10 tahun atau booster terakhir 5 tahun
◦ Risiko sedang: penetrasi hingga otot, luka yang kontak dengan
kayu atau jalanan, gigitan manusia, luka tembak nonabdominal
◦ Risiko tinggi: luka yang didapatkan dari peternakan atau jalur
pembuangan limbah, luka tembak abdomen
◦ Tetanus immunoglobulin (3.000-6.000 unit IM)
Kesimpulan
Penyakit tetanus masih tetap menjadi masalah kesehatan di berbagain negara,
khususnya di negara-negara berkembang, dengan angka mortalitas yang masih
cukup tinggi. Tetanus merupakan penyakit serius yang dapat mengancam nyawa dan
merupakan masalah kesehatan publik yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Tetanus
adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus ini
biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Penegakan diagnosa tetanus didasarkan pada klinis dan riwayat infeksi sebagai port
d entry. Tatalaksana infeksi sebagai port d entry penting dilakukan pada pasien
untuk mencegah berkembangnya toksin. Penatalaksanaan yang tepat dan cepat
sangat menentukan prognosa pasien. Prognosis penyakit tetanus beragam tergantung
dengan usia penderita, tingkat keparahan klinis, tipe trauma, periode inkubasi dan
progresivitas penyakit, ada atau tidaknya komplikasi pernapasan, hemodinamik,
renal dan infeksi. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis dan tatalaksana sedini
mungkin karena hal ini menentukan prognosa pasien. Edukasi terhadap pasien
mengenai immunisasi tetanus dan perawatan luka dengan benar penting dilakukan
guna mencegah terjadinya atau berulangnya tetanus.

Anda mungkin juga menyukai