Anda di halaman 1dari 33

I.

PENDAHULUAN
Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan
secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan
konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip
kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga
negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan
Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak pernah lepas
dari pengawasan rakyatnya. Adalah demokrasi, sebuah bentuk pemerintahan yang terbentuk
karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri.
Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu
bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada
kalanya rakyat menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada
pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang
seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan monarki yang menjadikan garis keturunan
sebagai landasan untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan
di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin
apabila ia disukai oleh sebagian besar rakyat. Pemerintah telah membuat sebuah perjanjian
dengan rakyatnya yang ia sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik
demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan
umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam
proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa Pengertian Pemilihan Umum?
B. Bagaimana Sistem Pemilihan Umum?
C. Bagaimana Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.[1]
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI
1945) menentukan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan
tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat
keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah
suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah
demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah
negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah
besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-
budaya ekonomi, agama “ semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu
tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan.” ini adalah
prinsipnya.[2]

B. Sistem Pemilihan Umum


Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya
berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil; biasanya disebut Sistem
Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis
(yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil
dalam dewan perwakilan rakyat.
Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :
1) Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan
ini terpencar dalam beberapa distrik.
2) Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-
suara yang telah mendukungnya.
Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan
penduduk distrik lebih erat.
2) Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam
setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-
perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.
3) Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang mempermudah
terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional
4) Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan

b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya


dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok
dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai
adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.
Sistem ini ada beberapa kelemahan:
a. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru
b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas
kepada daerah yang telah memilihnya
c. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan
diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.[3]
Keuntungan system Propotional:
a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalm parlemen sesuai
dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu.
b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa ada
distorsi.[4]
Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam sistem
pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya.
Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII
pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30%.
Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V pasal
49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa mendapat 35 (tiga
puluh lima) kursi
b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000
(tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta)
jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;
d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta)
jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;
e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000 (sembilan
juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;
f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000 (dua
belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;
g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 100
(seratus) kursi.[5]

C. Pelaksanaan pemilihan Umum di Indonesia


Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan
Sembilan kali pemilhan uum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997, 1999, dan 2004. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004
mempunyai kekhususan di banding dengan yag lain.
Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka hasil pemilhan umum yang
cocok untuk Indonesia.[6]
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu,
dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.
Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:
a. Merencanakan penyelenggaraan KPU.
b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.
c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan
pemilu.
d. Menetapkan peserta pemilu.
e. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota.
f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.
g. menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR,DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.
i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.[7]
Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat
dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis
ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan
negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR
adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan
haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran
Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR.[8]
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga
tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang
berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” serta Pasal
22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.” Dalam Pasal 6A
UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi:
a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh
persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di
setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik
menjadi Presiden dan Wakil Presiden[9]
UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah
pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil
Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:
a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah
perseorangan.
e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri.
f. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.[10]

IV. KESIMPULAN
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam tema singkat
tentang “pemilu” ini:
a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik Indonesia sedang berada
dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Pengawasan oleh rakyat
dalam hal ini, diwujudkan dalam sebuah penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan dan kedudukan
lembaga legislatif yang baru menjadikan masyarakat kita lebih mudah untuk memulai belajar
berdemokrasi.
d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana caranya berdemokrasi
yang benar di dalam sebuah republik.
e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus dijalankannya proses
pendidikan politik, khususnya demokrasi di Indonesia, secara konsisten.

V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam makalah ini masih banyak
sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah saya selanjutnya. Akhirnya
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membcanya. Amien.
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo,Miriam,2007,Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:Ikrar Mandidrabadi


______________,2008,edisi revisi Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama,
Soehino,2010,Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan
umum di Indonesia, Yogyakarta:UGM
Tim Eska Media. 2002, Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media.
Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD

[1] Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, hal 35.
[2] Soehino, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum
di Indonesia,( Yogyakarta: UGM 2010),hlm.72
[3]Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik,(Jakarta:Ikrar Mandidrabadi,2007),hlm. 177
[4]Miriam Budiardjo, edisi revisi Dasar-dasar Ilmu Politik,(Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama,2008),hlm.467-468
[5] Op Cit, hlm,58-64
[6] Op Cit, hlm,473
[7]UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. hlm.18
[8] Tim Eska Media. Edisi Lengkap UUD 1945. (Jakarta: Eska Media. 2002). Hlm.74
[9] Ibid,hlm. 36-37
[10] Ibid. hlm.51.
gudang makalah
Search

MAKALAH TENTANG PEMILU DI INDONESIA


Link Downloadnya Disini Gan......

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PEMBUATAN MAKALAH


Pada dasarnya pembuatan makalah kewarganegaraan yang berjudul Pemilu di Indonesia
adalah untuk memperdalam pengetahuan tentang pelaksanaan pemilu dan melengkapi tugas semester
2. pengetahuan tentang pemilu sangat penting sebab pemilu merupakan wujud pelaksanaan demokrasi
Pancasila di Indonesia. Jika kita mempunyai pengetahuan tentang pemilu maka kita telah melestarikan
demokrasi Pancasila yaitu demokrasi yang paling cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia, hal ini
telah dibuktikan oleh sejarah sejak kemerdekaan RI sampai dengan sekarang. Sebagai warga negara
Indonesia yang bermoral Pancasila mari kita laksanakan pemilu bagi yang memenuhi syarat sesuai
yang telah diamanatkan pasal 28 UUD 1945 : “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan
piliran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya.”

B. RUMUSAN MASALAH
I. Pengertian Pemilu
II. Tujuan diadakannya pemilu di Indonesia
III. Dasar Pemikiran dilaksanakan pemilu di Indonesia
IV. Dasar hukum dan landasan pemilu di Indonesia
V. Asas-asas dan prinsip dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia
VI. Sistem pemilu dan pelaksnaan pemilu di Indonesia
VII. Peserta pemilu dan macam-macam hak pilih
VIII. Penyelenggaraan pemilu di Indonesia
IX. Pemilu orde baru dan era reformasi
X. a. UU No. 12 Tahun 2004 tentang pemilu
b. UU No. 23 Tahun 2003 tentang pemilu

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


a. Memperdalam pengetahuan tentang pemilu
b. Menambah pengetahuan tentang pentingnya pemilu
c. Menjadikan WNI bermoral pancasila
d. Mengajarkan berpartisipasi dalam pemilu

BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN PEMILU
Pemilihan umum adalah salah satu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat yang sekaligus
merupakan perwujudan dari negara demokrasi atau suatu cara untuk menyalurkan aspirasi atau
kehendak rakyat. Dalam UU RI No. 12 tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPP dan DPRD pasal
1 berbunyi “Pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.” Dan UU NO. 23
tahun 2003 mengatur pemilu untuk presiden dan wakil presiden negara RI yang dipilih langsung oleh
rakyat. Pemilu merupakan syarat mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan
rakyat karena dengan banyaknya jumlah penduduk demi seorang dalam menentukan jalannya
pemerintahan oleh sebab itu kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan cara perwakilan.

II. TUJUAN PEMILU


Pada dasarnya ada beberapa tujuan yang mendasari pelaksanaan pemilu di Indonesia
diantaranya :
a. Untuk memilih anggotar DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten / kota
b. Melaksanakan demokrasi Pancasila
c. Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
d. Untuk mempertahankan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
e. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia
f. Menjamin kesinambungan pembangunan
g. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
h. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam negara

III. DASAR PEMIKIRAN DILAKSANAKAN PEMILU DI INDONESIA


Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dilaksanakan pemilu di Indonesia, diantaranya
adalah :
a. Sebagai sarana untuk dapat melaksanakan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya
reformasi dalam bidang politik
b. Membentuk lembaga permusyawarah / perwakilan rakyat agar dapat berpartisipasi dalam pemerintahan
c. Melaksanakan asas kedaulatan rakyat sesuai sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dimpimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
d. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia

Pemilu yang demokratis merupakan suatu cara untuk menyatakan diri sebagai negara
demokrasi karena suatu negara dikatakan demokratis apabila memenuhi dua asas pokok
pemerintahan demokrasi yaitu :
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia
2. Adanya partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang diwujudkan dalam bentuk pemilu yang demokratis

IV. DASAR HUKUM DAN LANDASAN PEMILU DI INDONESIA


Dasar hukum pemilihan umum adalah
a. Pancasila
b. Undang-Undang Dasar 1945
c. Ketetapan MPR tentang GBHN
d. Ketetapan MPR tentang Pemilu
e. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik
f. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu
Landasan pemilu di Indonesia meliputi :
1. Landasan Idiil pemilu adalah Pancasila
2. Landasan konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945
3. Landasan Operasional adalah
a. Ketetapan MPR NO. III / MPR / 1998
b. UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik
c. UU No. 12 tahun 2003 tentang pemilu

V. ASAS-ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA


Dalam melaksanakan pemilu suatu negara demokrasi harus berprinsip pada kebebasan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu pada pasal 2 disebutkan bahwa :
Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
- Langsung maksudnya rakyat punya hak secara langsung memberikan suaranya sesuai hati nurani
tanpa perantara.
- Umum maksudnya semua WNRI yang mempunyai persyaratan minimal dalam usia berhak memilih
dan dipilih dalam pemilu
- Bebas maksudnya setiap WNRI berhak memilih dan dijamin keamanannya untuk melakukan pemilihan
sesuai hati nurani tanpa pengaruh, tekanan dan paksaan.
- Rahasia maksudnya pemilu dijamin peraturan & tidak diketahui oleh siapapun dengan jalan apapun
mengenai apa yang dipilihnya.
- Jujur maksudnya dalam penyelenggaraan pemilu, pengawas dan pemantau pemilu & semua pihak yang
terlibat secara langsung harus bersikap jujur dengan peraturan UU yang berlaku.
- Adil maksudnya para pemilih mendapat perlakuan sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun
juga.

Syarat pemilu berlangsung secara bebas


1. Aman, kalau negara tidak aman maka tidak dapat dilakukan pemilu
2. Tertib, kalau tidak tertib, tidak menjamin suatu hasil yang baik
3. Adil, negara demokrasi harus menjunjung tinggi keadilan
4. Kemerdekaan masyarakat
5. Kesejahteraan masyarakat
6. Pendidikan
7. Terdapat partai politik lebih dari satu
8. Terdapat media pers yang bebas
9. Terdapat open mangement
10. Terdapat rule of law yang baik pemerintah atau rakyat harus menjalankan Undang-Undang.

VI. SISTEM PEMILU DAN PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA


Sistem pemilu yang dianut negara Indonesia ada 2 yaitu :
a. Sistem proporsional dengan daftar calon terbuka
- Sistem untuk memilih anggota DPR, DPRD, Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota
- Dibagi dalam daerah-daerah pemilihan
- Pemilih memilih tandai gambar partai dan gambar / nama calon anggota DPR/DPRD
- Jumlah DPR 550 orang, DPR Provinsi 35 s/d 100 orang, DPRD Kabupaten / Kota 20 s/d 45 orang yang
dihitung berdasarkan jumlah penduduk
b. Sistem distrik berwakil banyak
- Sistem ini untuk memilih anggota Dewa Perwakilan Daerah (DPD)
- Daerah pemilihannya adalah provinsi
- Pemilih memilih tanda gambar / nama calon anggota DPD
- Jumlah anggota DPD di setiap provinsi 4 orang
Pelaksanaan pemilu di Indonesia dengan sistem demokrasi perwakilan. Sistem ini
mengharuskan suatu negara mempunyai lembaga perwakilan rakyat yang fungsinya sebagai wakil
rakyat yang mana wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui pemilu. Dengan adanya
pemilu rakyat dapat melakukan koreksi terhadap pemerintahan lama sekaligus membentuk
pemerintahan baru dan juga untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan rakyat yang diadakan
berkala dan rutinitas. Dengan pemilu negara telah melaksakana hak asasinyadi bidang politik.

VII. PESERTA PEMILU DAN MACAM-MACAM HAK PILIH


Peserta pemilihan umum adalah
a. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota adalah partai
politik
b. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR adalah perseorangan
Hak pilih terbagi dua macam yaitu :
1. Hak pilih aktif adalah hak untuk memilih wakil-wakil rayakt yang akan duduk di badan permusyawaratan
/ perwakilan (MPR/DPR) dalam pemilu
Syarat-syarat hak pilih aktif :
- WNRI yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau sudah / pernah menikah
- Terdaftar sebagai pemilih
- Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa / ingatannya
- Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
tetap
2. Hak pilih pasif adalah hak untuk dipilih menjadi anggota permusyawaratan perwakilan (MPR/DPR)
dalam pemilu
Syarat-syarat hak pilih pasif adalah :
- WNRI yang berumur 21 tahun atau lebih
- Berdomisili di wilayah NKRI
- Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia
- Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat
- Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negera, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
- Bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang
terlibat langsung dalam G 30 S / PKI atau organisasi terlarang lainnya.
- Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap
- Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun
atau lebih
- Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan dokter yang berkompeten
- Terdaftar sebagai pemilih
VIII. PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA
Pemilu di Indonesia dilaksanakan tiap 5 tahun sekali. Pemilu yang diadakan di Indonesia :
- Pemilu ke I dilaksanakan 29-09-1955 untuk memilih DPR
15-12-1955 untuk memilih konstituante
- Pemilu ke II dilaksanakan 03-07-1971
- Pemilu ke III dilaksanakan 04-05-1977
- Pemilu ke IV dilaksanakan 02-05-1982
- Pemilu ke V dilaksanakan 23-04-1987
- Pemilu ke VI dilaksanakan 06-06-1992
- Pemilu ke VII dilaksanakan 07-06-1999
- Pemilu ke VIII dilaksanakan 05-04-2004 memilih DPR + DPRD + DPD
05-07-2004 memilih Presiden + Wakil
20-09-2004 memilih Presiden + Wakil
a. Penyelenggara Pemilu ~ KPU sifatnya nasional, tetap dan mandiri
b. KPU bertanggung jawab atas pemilu
c. KPU menyampaikan laporan dalam tahap penyelenggaraan pemilu pada presiden & DPR
d. Jumlah anggota KPU sebanyak-banyaknya 11 orang, KPU propinsi sebanyak 5 orang, KPU Kabupaten
/ Kota sebanyak 5 orang
Berikut ini adalah bagan penyelenggara pemilu :

Calon Anggota
Wilayah Penyelenggara Jumlah
Diusulkan Disetujui Ditetapkan
Nasional KPU 11 Presiden DPR Presiden
Propinsi KPU Propinsi 5 Gubernur KPU KPU
Kab/Kota KPU Kab/Kota 5 Bupati/Wakil KPU Prop KPU
Kecamatan PPK 5 Camat KPU Kab KPU Kab
Desa/Kel PPS 3 Kades/KK PPI PPK
TPS KPPS 7 - - PPS
LN PPLN 3 s/d 7 KPRI KPU KPU
TPS LN KPPSLN 7 - - PPLN
Dalam mekanisme tugasnya KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten / Kota, PPK & PPS dibantu
oleh sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dan PNS. Anggota sekretaris diambil dari PNS di
wilayahnya.

IX. PEMILU ORDE BARU DAN ERA REFORMASI

PEMILU ORDE BARU


Orde baru lahir sejak dikeluarkannya SUPER SEMAR dari Presiden Sukarno kepada Letnan
Jendral Soeharto untuk mengambil tindakan demi keamanan dan keselamatan rakyat. Selama orde
baru dilangsungkan pemilu sebanyak 6 kali

 Pemilu ke -1
Landasan operasional 1. Tap MPR no XI II / MPRS / 1968
2. UU No. 15 / 1969
3. UU No. 16 / 1969
 Pemilu ke -2
Landasan operasional 1. Tap MPR No. VIII / MPR / 1973
2. UU No. 4 / 1975
3. UU No. 5 / 1975
 Pemilu ke -3
Landasan operasional 1. Tap MPR No. VII / MPR / 1978
2. UU No. 2 / 1980
3. UU No. 5 / 1975
 Pemilu ke -4
Landasan operasional 1. Tap MPR No. III / MPR / 1983
2. UU No. 1 / 1985
3. Kepres No. 70 / 1985
 Pemilu ke -5
Landasan operasional 1. Tap MPR No. III / MPR / 1988
2. UU No. 2 / 1985
3. PP. No. 37 / 1990
 Pemilu ke -6
Landasan operasional 1. Tap MPR No. III / MPR / 1988
2. UU No. 1 / 1985
3. PP No. 37 / 1995

PEMILU ERA REFORMASI


Di era reformasi pemilu yang dilaksanakan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Beberapa
indikator yang menunjukkan
1. Asas pemilu : LUBER dan JURDIL
2. Asas parpol : tidak tunggal, asas tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945
3. Diikuti 48 parpol
4. Penyelenggara pemilu diserahkan pada KPU
5. PNS tidak boleh menjadi pengurus parpol / caleg
6. Pejabat negara yang menjadi caleg tidak dibenarkan untuk menjadi juru kampanye (harus cuti)
7. Ada panwastu
Yang menjadikan perbedaan pemilu orde baru dan era reformasi :
a. Asas pemilu adalah LUBER
b. Asas parpolnya tunggal yaitu Pancasila
c. Penyelenggara pemilu
- Tingkat pusat, mengeri dalam negeri
- Tingkat propinsi, gubernur
- Tingkat kabupaten, kecamatan, desa / kelurahan
d. Pris direkut ke salah satu perserta pemilu yaitu golkar
e. Tidak ada panwastu maupun pemantau pemilu
f. Pejabat negara, PNS bebas berkampanye bahkan diharuskan mengikuti kegiatan kampanye pada salah
satu peserta pemilu

X. a. UU No. 12 tahun 2004 Berisi Prinsip-Prinsip Yang Harus Dilaksanakan


1. Menentukan asas pemilu
2. Menentukan sistem pemilu dan tujuan pemilu
3. Menentukan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD dan DPD
4. Menentukan jumlah kursi anggota DPR, DPRD, DPD
5. Mengatur pencalonan dan prosedur pencalonan anggota
6. Mengadakan pendaftaran pemilih dalam daftar pemilih sementera (PPS) dan daftar pemilih tetap (DPT)
7. Mengatur pelaksanaan kegiatan kampanye
8. Menentukan waktu pemungutan suara dan perhitungan suara
9. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu
10. Penetapan kursi dan calon pemilih
11. Melaksanakan sumpah / janji anggota terpilih
12. Mengatur panwastu, pemantau pemilu
13. Mententukan sanksi bagi pelanggar pemilu, berdasar hukum yang berlaku

b. UU No. 23 tahun 2003 untuk memilih presiden dan wapres. Prinsip yang harus dilaksanakan
1. Menentukan asas pemilu
2. Menentukan sistem pemilu, tujuan pemilu, peserta pemilu
3. Mengadakan pendaftaran pemilu
4. Pencalonan dan mengatur kegiatan kampanye
5. Mengatur pelaksanaan kegiatan kampanya
6. Menentukan waktu pemungutan suara dan perhitungan suara
7. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu
8. Melaksanakan sumpah / janji calon presiden & wapres
9. Mengatur panwastu pemantau pemilu
10. Menentukan sanksi bagi pelanggar hukum

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada dasarnya jika suatu negara ingin menyatakan diri sebagai negara demokrasi Pancasila
melaksanakan pemilihan umum untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam negara. Tetapi WNI
yang belum memenuhi syarat untuk dipilih / memilih dalam pemilu harus memperdalam pengetahuan
tentang pemilu dan bermoral Pancasila. Sebab dengan hal itu berarti telah berpartisipasi secara tidak
langsung dalam pelaksanaan menuju negara demokrasi.

B. SARAN
Sebagai WNI yang bermoral Pancasila hendaknya kita ikut andil dalam pelaksanaan pemilu
sesuai yang telah diamanatkan pasal 28 UUD 1945. jika kita telah memenuhi syarat maka gunakanlah
hak itu dengan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

- Abubakar, H Suardi, drs, dkk. 2004. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Jakarta : Yudhistira
- Purwanto, Drs. 2006. GLADI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Klaten : Gading Kencana.
- Turmudi, Spd. 2004. TELADAN PPKN. Mojokerto : CV. SINAR MULIA PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa
sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kami juga
berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan membantu kami dalam penyusunan
makalah ini.
Makalah yang berjudul Pemilihan Kepala Daerah dan Upaya Demokratisasi di tingkat
Lokal ini untuk melengkapi tugas mata kuliah Hubungan Pusat dan Daerah. Makalah ini kami
susun sedemikian rupa dengan mencari dan menggabungkan sejumlah informasi yang kami
dapatkan baik melalaui buku, media cetak, elektronik maupun media lainnya. Kami berharap
dengan informasi yang kami dapat dan kemudian kami sajikan ini dapat memberikan
penjelasan yang cukup tentang Pilkada dalam hubungannya dengan demokratisasi lokal.
Demikian satu dua kata yang bisa kami sampaikan kepada seluruh pembaca makalah
ini. Jika ada kesalahan baik dalam penulisan maupun kutipan, kami terlebih dahulu memohon
maaf dan kami juga berharap semua pihak dapat memakluminya. Semoga semua pihak dapat
menikmati dan mengambil esensi dari makalah ini. Trimakasih.

Banjarmasin, Maret 2016


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 4
1.1 Latar belakang........................................................................................ 4
1.2 Rumusan masalah................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................... 6
BAB II. PEMBAHASAN....................................................................................... 7
2.1 Pemilihan Umum Kepala Daerah............................................................ 7
2.2 Perkembangan Pilkada di Idonesia....................................................... 10
2.3 Demokrasi Lokal................................................................................... 12
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 15
3.2 Saran.................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemilihan Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[1].Pemilihan
langsung Kepala Daerah menjadi consensus politik nasional[2], yang merupakan salah satu
instrument penting penyelenggaraan pemerintahan setelah digulirkannya otonomi daerah di
Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri telah melaksanakan Pilkada secara langsung sejak
diberlakukannya Undang-undang nomor 32 tahun 2004. tentang pemerintahan daerah. Hal ini
apabila dilihat dari perspektif desentralisasi, Pilkada langsung tersebut merupakan sebuat
terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal. Pilkada
langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses
demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem ini juga membuka
peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa
harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik, seperti ketika berlaku sistem
demokrasi perwakilan. Pilkada langsung juga memicu timbulnya figure pemimpin yang
aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi. Sudah barang tentu hal ini karena Kepala
Daerah yang terpilih akan lebih berorientasi pada warga dibandingkan pada segelitir elite di
DPRD.
Pembahasan pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota
dan Wakil Bupati/Walikota yang demokratis dan berkualitas, seharunya dikaitkan tidak dengan
pemahaman akan makna demokrasi, tetapi juga aspek normatif yang mengatur
penyelenggaraan Pilkada dan aspek-aspek etika, sosial serta budaya. Semua pihak-pihak yang
ikut andil dalam pelaksanaan Pilkada, harus memahami dan melaksanakan seluruh peraturan
perundangan yang berlaku secar konsisten. Pada dasarnya Pilkada langsung adalah memilih
Kepala Daerah yang profesional, legitimate, dan demokratis, yang mampu mengemban amanat
otonomi daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selayaknya
Pilkada di Indonesia dilaksanakan dengan efektif dan tetap menjunjung tinggi asas demokrasi
dan hukum.
Pembahasan kali ini penulis ingin menguraikan bagaimana perkembangan pemilihan
kepala daerah di Indonesia dan juga bagaimana demokratisasi di level daerah (local)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Pilkada?
2. Bagaimanakah perkembangan Pilkada di di indonedia?
3. Bagaimanakah demokratisasi di tingkat lokal?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pilkada
2. Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan Pilkada di di indonedia
3. Untuk mengetahui bagaimanakah demokratisasi di tingkat local

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemilihan Umum Pilkada


Hasil amandemen Undang – Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan besar pada
sistem ketatanegaraan indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian jabatan
kepala daerah. Pasal 18 ayat 4 UU tahun 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati dan Wali
kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis.” Frasa “ dipilih secara demokratis” bersifat luas, sehingga mencakup pengertian
pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ataupun oleh DPRD seperti yang pada umumnya
pernah dipraktikan diidaerah-daerah berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[3]. Sebelum diberlakukannya
undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005
Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Pada dasarnya daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah yang seharusnya sinkron dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu
pemilihan secara langsung.
Menurut Rozali Abdullah, beberapa alasan mengapa diharuskan pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung[4], adalah:
1. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat
Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warga masyarakat
Indonesia secara keseluruhan, yang mereka juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak
asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan
kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-
masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.
2. Legitimasi yang sama antar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan DPRD
Sejak Pemilu legislatif 5 april 2004, anggota DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah tetap dipilih oleh DPRD, bukan dipilih langsung oleh rakyat, maka tingkat legitimasi
yang dimiliki DPRD jauh lebih tinggi dari tingkat legitimasi yang dimiliki oleh Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah.
3. Kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan wakil daerah dengan DPRD
Pasal 16 (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa DPRD,
sebagai Badan Legislatif Daerah, berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah.
Sementara itu, menurut Pasal 34 (1) UU No. 22 Tahun 1999 Kepala Daerah dipilih oleh
DPRD dan menurut pasal 32 ayat 2 jo pasal 32 ayat 3 UU No.22 Tahun 1999, Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Logikanya apabila Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD maka kedudukan DPRD
lebih tinggi daripada Kepala Daerah. Oleh karena itu, untuk memberikan mitra sejajar dan
kedudukan sejajar antar Kepala Daerah dan DPRD maka keduanya harus sama-sama dipilih
oleh rakyat.
4. UU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD
Dalam UU diatas, kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
sudah dicabut.
5. Mencegah politik uang
Sering kita mendengar isu politik uang dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah oleh DPRD. Masalah politik uang ini terjadi karena begitu besarnya wewenang
yang dimiliki oleh DPRD dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Oleh karena itu, apabila dilakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung kemungkinan
terjadinya politik uang bisa dicegah atau setidaknya dikurangi.

2.2 Perkembangan Pilkada di di Indonedia


Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung
oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama
kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada.
Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini
adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai
penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam
undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala
daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014
memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau
kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh
226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, FraksiPartai
Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN)
berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.
Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai
langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk
menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain,
Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus
digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata
menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih
rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua
hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak
menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada

2.3 Demokrasi Lokal


Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-
daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia. Konsepnya mengandaikan
pemerintahan itu dari, oleh dan untuk rakyat. Hal paling mendasar dalam demokrasi adalah
keikutsertaan rakyat, serta kesepakatan bersama atau konsensus untuk mencapai tujuan yang
dirumuskan bersama. Perkembangan desentralisasi menuntut adanya proses demokrasi bukan
hanya di tingkat regional tetapi di tingkat lokal.
Demokrasi di Indonesia pasca Orde Baru hampir selalu dibicarakan secara berkaitan
dengan pembentukan sistem politik yang mencerminkan prinsip keterwakilan, partisipasi, dan
kontrol. Oleh karenanya, pemerintahan yang demokratis mengandaikan pemisahan kekuasaan
dalam tiga wilayah institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Suatu pemerintahan
dikatakan demokratis jika terdapat indikator utama yaitu keterwakilan, partisipasi dan kontrol
terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh ketiga institusi tersebut. Prinsip partisipasi
menjamin aspek keikutsertaan rakyat dalam proses perencanaan pembangunan daerah; atau
keikutsertaan rakyat dalam proses pemilihan wakil dalam lembaga politik; sedangkan prinsip
kontrol menekankan pada aspek akuntabilitas pemerintahan. Dalam demokrasi, aspek
kelembagaan merupakan keutamaan dari berlangsungnya praktik politik yang demokratis,
sehingga, terdapat partai politik, pemilihan umum dan pers bebas. Sedangkan, istilah ‘ lokal’
mengacu kepada ‘arena’ tempat praktek demokrasi itu berlangsung.
Demokrasi lokal dalam pemilihan kepala daerah, menjadi momentum yang masih
memberikan pertanyaan besar dalam pelaksanaannya. Pertanyaan ini berkaitan dengan
demokrasi partisipatoris3 yang akan dilakukan. Betapa tidak, pemberian kedaulatan rakyat
daerah pada elitnya masih diwarnai ketidakjelasan, baik dari prosdur kerja penyelenggara
maupun peserta dan posisi pemilihnya.
Dari sisi kedaulatan rakyat daerah, demokrasi lokal dibangun untuk memberikan porsi
yang seharusnya diperoleh rakyat lokal dalam pemberian legitimasi pada elit eksekutifnya.
Selama ini rakyat daerah memberikan kedaulatan hanya pada legislatif daerah saja--melalui
pemilu legislatif. Maka merujuk pada konsep trias politica-nya Montesquieu4 pemisahan
kekuasaan atas tiga lembaga negara untuk konteks pemerintahan daerah terletak pada lembaga
eksekutif dan legislatif daerah, sedangkan dalam kerangka yudikatif menginduk pada
kelembagan pusat. Hal ini terkait dengan pola hubungan pemerintahan pusat daerah dalam asas
desentralisasi. Kedaulatan rakyat dalam kerangka sistem pemerintahan dapat dibagi kedalam
hirarkhi demokrasi nasional dan lokal dari tata cara rekrutmen politiknya.
Ketidakpercayaan rakyat dan era reformasi mendorong adanya pilkada langsung. Hal ini
tidak langsung berkatan dengan baik atau tidaknya demokrasi, karena di negara lain uga
terdapat variasi pelaksanaan demokrasi baik yang langsung, perwakilan bahkan dengan
appointment. Derajat kepentingannya adalah terpilihnya pejabata politik yang akuntabel sesuai
dengan needs for achievment rakyatnya
Desentralisasi merupakan bentuk hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah yang pada umumnya memiliki dua bentuk yaitu: Debvolusi dan dekonsentrasi. Dalam
ideografis Indonesia kita pernah mengenal asas tugas pembantuan atau medebewind sebagai
bagian dari desentralisasi. Berdasarkan ranah politik pemerimtahan maka desentralisasi yang
berkaitan dengan otonomi penyelengaraan pemerintahan di daerah adalah devolusi. Sementara
dekonsentrasi masih merupakan kepanjangan tangan kebijakan pusat di daerah.
Berdasarkan asas desentralisasi hubungan rakyat dan pemerintahan daerah berada dalam
koridor demokrasi daerah. Pelibatan pemerintahan daerah dalam mengurus kewenangannya
merupakan keleleuasaan yang bertujuan untuk pengembangkan demokrasi daerah dan
pembangunan daerah yang pada gilirannya mengarah pada kesejahteraan rakyat di wilayah
kerja daerahnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah memilih Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[5]. Sebelum diberlakukannya
undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005
Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung
oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah.
Demokratisasi lokal adalah implikasi dari desentralisasi yang dijalankan di daerah-
daerah sebagai perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia.
B. Saran
Pilkada sedagai perwujudan dari demokrasi local yang sudah selayaknya dipersiapkan
sematangnya oleh pemerintah daerah, KPUD, dan unsur terkait agar mereduksi permasalahan-
permasalahan yang akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jimly Asshiddiqie, konsolidasi naskan UUD 1945 setelah perubahan keempat, puat studi
hukum tatanegara UI 2002, hlm 22.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
3. Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguuh Kurniawan, Desentralisasi & Pemerintahan
daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural, 2006, hlm 40
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
5. Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Derah secara
Langsung, PT Raja Grafindo, 2005, hlm 53-55
6. Sinaga, Kastorius, 2003, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota dan Kabupaten: Beberapa
catatan Awal, dalam Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi di Indonesia,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta

[1] Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.


[2] Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum, dan Teguuh Kurniawan, Desentralisasi & Pemerintahan daerah:
Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural, 2006, hlm 40
[3] Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4.
[4] Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Derah secara Langsung, PT
Raja Grafindo, 2005, hlm 53-55
[5] Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pasal 1 ayat 4
MAKALAH : pemilu di mata remaja / pemuda di
Indonesia
Go a head

A. Latar Belakang
Pemilu atau pemilihan umum bukanlah hal yang tabu bagi seluruh warga negara
Indonesia. Dari sekitar 190 juta warga yang memiliki hak pilih dalam pemilu, 7,4 persen di
antaranya atau sekitar 14 juta orang, adalah generasi muda yang akan memakai hak pilih untuk
pertama kalinya. Jumlah yang cukup besar tentunya.
Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan
negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintahan negara terbentuk melalui pemilu itu adalah
yang berasal dari rakyat (termasuk remaja 17 tahun keatas), dijalankan sesuai dengan kehendak
rakyat yang diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Karena pemerintah tidak bisa bertindak
apapun mengenai negara tanpa persetujuan rakyat. Oleh sebab itu ada DPR dan MPR yang
mewakili rakyat.
Tak sedikit pemuda yang menjadi pemilih pemula, sehingga, mereka yang berumur 17-
21 tahun sudah memiliki hak secara langsung untuk memberikan suaranya sesuai dengan
kehendak hati nurani tanpa perantara atau dorongan dari manapun, karena suara yang mereka
berikan juga sebagai penentu bagi mereka sebagai pemilih, untuk mewujudkan masa depan
yang lebih cerah.
Ikut serta dalam pemilihan merupakan pengalaman pancasila, khususnya sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sebagai warga negara yang baik, kita hendaknya dapat mengembangkan kesadaran berperan
serta dalam pemilu. Peran serta tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti kampaye atau ikut
serta dalam pemilihan langsung.
Manfaat pemilu bagi pemilih muda yang mayoritas pelajar, remaja dan mahasiswa, juga
untuk mendidik dan mencerdaskan. Oleh karena itu, suara yang mereka berikan merupakan
wujud kerjasama untuk mensukseskan pemilu. Karena dikalangan pemilih remaja, pendidikan
politik sangat rendah. Sehingga pemilih pemula bisa menduduki posisi terpenting dalam
pemilu. Kerendahan pendidikan politik tersebut tidak setara dengan jumlah pemilih muda yang
sangat banyak. Oleh sebab itu partisipasi mereka terkadang di manfaatkan sebagai sasaran
buruan para calon.
Hubungan pemilu dengan pemilih sangatlah erat. Karena dalam pemilu membutuhkan
pemilih dan pemilih membutuhkan pemilu untuk memilih seorang pemimpin, karena negara
Indonesia menganut kedaulatan rakyat. Dalam pemmilu setiap pemilih memiliki hak
untuk memilih siapa yang kira-kira bisa dijadikan panutan yang bertanggung jawab. Karena
dikalangan masyarakat khususnya dikalangan pemilih pemula. Perlakuan sesuai dengan fungsi
dan kedudukan dalam masyarakat merupakan sebuah keadilan dalam kehidupan sosial budaya.
Oleh sebab itu, pemilu sangatlah penting dikalangan pemilih remaja.
Memahami kesadaran politik siswa sebagai pemilih pemula atau pemilih remaja dalam
pilkada perlu kiranya diaktualisasikan melalui pembelajaran yang melibatkan langsung diri
remaja terhadap fenomena sosial yang terjadi dilingkungan anggota dan aktivitas keluarga atau
masyarakat dengan pendekatan School-Based Democracy Education. Dengan demikian siswa
akan terlibat langsung dengan aktivitas masyarakat dan dirimya sebagi objek sekaligus subjek
dalam berdemokrasi. Dengn melihat latar belakang tersebut diatas, penulis dalam hal ini
terdorong untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana posisi kata pemilu dalam diri
seorang remaja ataupun pemilih pemula di Indonesia, sekaligus untuk mengetahui bagaimana
peran serta remaja dalam pemilu.

B. Pokok pembahasan
1. Pengertian pemiliu
2. Tujuan diadakannya pemilu di Indonesia
3. Dasar hukum dan landasan pemilu di Indonesia
4. Kebudayaan remaja dan siswa sebagai pemilih muda dalam pemilu
5. Pandangan anak muda tentang partai politik
6. Antusiasme generasi muda dalam pemilu

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas matakuliah
2. Supaya mahasiswa dapat lebih memahami pemilu di Indonesia
3. Agar mahasiswa mengerti bahwa mereka adalah bagian dari generasi muda untuk menciptakan
pemilihan umum yang lebih baik dari pemilu yang pernah dilaksanakan

BAB II
ISI
A. Pengertian Pemilu
Pemilihan umum atau sering disebut sebagai pemilu adalah proses memilih orang untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari
presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. pada konteks yang
lebih luas, pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau
ketua kelas, walaupun dalam hal ini kata pemilihan yang lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuatif (tidak
memaksa) dengan melakuakan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan
lain-lain. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi sangat di kecam, namun dalam
kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh
para kandidat atau politikus selaku komunikator politik.
Dalam pemilu, para pemilih dan pemilu uga di sebut konstituen, dan kepada para
merekalah para peserta pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa
kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pengumutan suara. Setelah pengumutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.
Pemenang pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang
sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para
pemilih.
Dalam UU RI No. 12 tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD pasal
1 berbunyi “pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.” Dan
UU No. 23 tahun 2003 mengatur pemilu untuk presiden dan wakil presiden negara RI yang di
pilih langsung oleh rakyat. Pemilu merupakan syarat mutlak bagi negara demokrasi untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat karena dengan banyaknya jumlah penduduk demi seorang
dalam menentukan jalannya pemerintahan oleh sebab itu kedaulatan rakyat dilaksanakan
dengan cara perwakilan
B. Tujuan pemilu
Pada dasarnya ada beberapa tujuan yang mendasari pelaksanaan pemilu di Indonesia
diantaranya:
1. Untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota
2. Melaksanakan demokrasi pancasila
3. Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4. Untuk mempertahankan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
5. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia
6. Menjamin kesinambungan pembangunan
7. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
8. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam negara

C. Dasar Pemikiran dilaksanakannya Pemilu di Indonesia


ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dilaksanakan pemilu di Indonesia,
diantaranya adalah:
a. Sebagai sarana untuk dapat melaksanakan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan,
khususnya reformasi dalam bidang politik
b. Membentuk lembaga permusyawarah/perwakilan rakyat agar dapat berpartisipasi dalam
pemerintahan
c. Melaksanakan asas kedaulatan rakyat sesuai sila keempat pancasila yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
d. Melaksanakan hak plitik warga negara Indonesia.
Pemilu yang demokratis merupakan suatu cara untuk menyatakan diri sebagai negara
demokrasi karena suatu negara dikatakan demokratis apabila memenuhi dua asas pokok
pemerintahan demokrasi yaitu:
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia
2. Adanya partisipas rakyat dalam pemerintahan yang diwujudkan dalam bentuk pemilu yang
demokratis

Dasar-dasar hukum pemilihan umum adalah:


1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Ketetapan MPR tentang GBHN
4. Ketetapan MPR tentang pemilu
5. UU No.31 tahun 2002 tentang partai politik
6. UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu
Landasan pemilu di Indonesia meliputi:
1. Landasan idiil pemilu adalah Pancasila
2. Landasan konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945
3. Landasan operasional adalah
a. Ketetapan MPR No. III / MPR / 1998
b. UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik
c. UU No. 12 tahun 2003 tentang pemilu

D. Kebudayaan remaja dan siswa sebagai pemilih muda dalam pemilu


Siswa atau remaja pada umumnya memiliki suatu sistem sosial yang seolah-olah
menggambarkan bahwa mereka mempunyai “dunia sendiri”. Dalam sistem remaja ini terdapat
kebudayaan yang antara lain mempunyai nilai-nilai, norma-norma. Sikap serta bahasa
tersendiri yang berbeda dari orang dewasa. Dengan demikian remaja pada umumnya
mempunyai persamaan dalam pola tingkah laku, sikap dan nilai, dimana pola tingkah laku
kolektif ini dapat berbeda dalam beberapa hal dengan orang dewasa.
Nilai kebudayaan remaja antara lain adalah santai, bebas dan cenderung pada hal-hal
yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan
dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya atau “peer group” adalah penting
dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok
teman sendiri dalam pergaulan. Masa pubertas merupakan tahap permulaan perkembangan
perasaan sosial. Pada masa ini timbul keinginan remaja untuk mempunyai teman akrab dan
sikap bersatu dengan teman-temannya, sedangkan terhadap orang dewasa mereka menjauhkan
diri. “Peer culture” ini berpengaruh sekali selama masa remaja sehingga nilai-nilai kelompok
sebaya mempengaruhi kelakuan mereka. Seorang remaja membutuhkan dukungan dan
konsensus dari kelompok sebayanya. Dalam hal ini setiap penyimpangan nilai dan norma
kelompok akan mendapat celaan dari kelompoknya, karena hubungan antara remaja dan
kelompoknya bersifat solider dan setia kawan. Pada umumnya para remaja atas kelompok-
kelompok yang lebih kecil berdasarkan persamaan dalam minat, kesenangan atau faktor lain.
Berkenaan dengan kapasitas kebudayaan remaja/siswa tersebut, setidaknya dapat
dijadikan gambaran penting upaya melihat peta demokrasi dan kesadaran politik kalangan
remaja di lingkungan persekolahan sebagai bagian pemilih pemula dalam pilkada. Menurut
Bambang, ada tiga tingkat materi yang perlu ditanamkan dalam kurikulum pendidikan
berkaitan dengan sosialisasi pemilu melalui kurikulum pendidikan. Ketiga materi tersebut
adalah penanaman hakikat pemilu yang benar sehingga memunculkan motif yang kuat bagi
pemilih pemula untuk mengikuti pemilu, pemahaman mengenai sistem pemilu, dan
pemahaman tentang posisi tawar politik.
Pemahaman perilaku politik (Political Behavior) yaitu perilaku politik dapat dinyatakan
sebagai keseluruan tingkah laku aktor poltik dan warga negara yang telah saling memiliki
hubungan antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga pemerintah, dan antara
kelompok masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan
politik. Sedangkan menurut Almond dan Verba yang dimaksud budaya politik (Political
Culture) merupakan suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sitem politik dan
aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem
itu. Warga negara senantiasa mengidentifikasi diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga
kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki.
E. Peran pemuda dalam pemilu
Hampir setiap kegiatan pemilu, peran pemuda cukup mendominasi, bahkan ada yang
melampaui 90 persen dari keseluruhan masa yang hadir dalam kampanye. Ketika juru
kampanye meneriakan yel ataupun jargon parpolnya, sambutan pemuda tampak begitu
semarak sekali.
Tak dapat dipungkiri, dukungan pemuda dalam setiap pemilu tak pernah surut. Tidak saja di Indonesia,
di setiap Negara manapun partisipasi pemuda dalam pemilu selalu dominan. Yang menjadi pertanyaannya adalah
apakah animo pemuda terhadap politik ini dikarenakan hati nuraninya atau ada hal lain, seperti ikut-ikutan saja?
Sejak era sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi
partisipasi pemuda dalam menyuarakan demokrasi itu tak diragukan lagi. Sumpah pemuda yang dikumandangkan
1928, proklamasi kemerdekaan 1945, dan reformasi 1998, menunjukkan bahwa peran pemuda dalam kebangkitan
bangsa memang begitu dominan dan strategis. Ini dikarenakan pada masa ini (pemuda), punya kekuatan otot dan
otak yang kuat. Kata kasarnya apapun bisa dilakukan oleh pemuda. Seperti kata Soekarno, berikan saya sepuluh
orang pemuda, maka akan ku goncang dunia ini.
Pemilu merupakan ajang pesta demokrasi rakyat, digelar setiap lima tahun sekali. Tentu saja banyak
pemuda yang untuk pertama-kalinya memiliki hak pilih. Lantas, ke parpol manakah sebagian besar pemuda
menyalurkan aspirasinya. Nah, hal inilah yang perlu digarap secara cermat oleh setiap Parpol. Jumlah suara
pemuda itu puluhan juta, tentu saja diperlukan perlakuan khusus untuk mendekati kalangan pemuda.
Dalam massa kampanye yang berlangsung beberapa pekan, tentu saja setiap Parpol akan beradu jurus
atau strategi untuk memperoleh dukungan pemuda. Ada yang memasang jurus klasik, umpamanya dengan
penawaran program yang menyangkut kepentingan pemuda. Ada juga Parpol yang mendekati pemuda dengan
menggunakan jurus yang berbau psikologis, artinya apa yang menjadi minat dan kecenderungan pemuda lantas
disajikan selama masa kampanye. Tak heran menjelang Pemilu 2014 beragam kecanggihan teknologi informasi
akan dimanfaatkan Parpol, misalnya situs jejaring social.
Karena pemuda cenderung lebih suka hiburan, hura-hura dan kumpul-kumpul, maka berbagai hiburan
pun digelar, mulai dari menampilkan music rock, dangdut, pop, hingga berupaya menampilkan selebritis idola
kaula muda. Beberapa selebritis yang berhasil masuk parlemen terutama karena dukungan pemuda.
Tak dapat dipungkiri, bahwa dengan cara menampilkan selebritis kesohor, dengan sendirinya jumlah
masa kampanye akan membludak, terutama kalangan pemilih berusia muda. Bagi Parpol yang kantungnya tebal,
upaya mendatangkan selebritis memang tidak sulit, berapapun honornya mampu membayarnya. Namun bagi
Parpol dengan kantung pas-pasan memang cukup sulit untuk menampilkan artis dalam kegiatan kampanye,
kecuali jika sang artis dengan suka rela dan ikhlas mendukungnya. Sebagai gambaran yang menujukkan betapa
efektifnya unsur hiburan dalam mengumpulkan massa, umpamanya pada Pemilu 1982 lalu, dalam suatu
kampanye di Jakarta, sebuah Parpol bisa menghadirkan satu juta massa, terutama karena kehadiran Rhoma Irama
beserta Grup Soneta yang saat itu mencapai puncak kejayaan.
Untuk meraih suara dan simpatik pemuda, maka tak heran jika para tokoh Parpol dan para jurkam yang
sebenarnya sudah tak muda lagi kembali berpenampilan muda, bahkan dipanggung kampanye tak segan-segan
untuk berjoget, bernyanyi dan berteriak-teriak histeris. Dalam arena kampanye memang para “koboy kolot”
banyak bermunculan, tampak begitu dinamis dan sangat memikat penampilannya, bahkan tampak lebih muda dari
para pemuda. Tentu saja para pemuda akan segera jatuh simpatik pada tokoh Parpol yang demikian.
Pemuda memang identik dengan gairah, semangat, demokrasi dan keterbukaan. Pemuda tak menyukai
segala sesuatu yang loyo dan muluk-muluk, pemuda memang amat menyukai realita. Dengan demikian, salah
satu “jurus” untuk meraih dukungan pemuda dalam Pemilu ialah dengan menawarkan keterbukaan, program yang
tidak muluk-muluk serta realistis.
Dalam setiap acara kampanye, gairah pemuda seperti terbakar dan makin bergelora. Dalam setiap
kampanye ketergantungan Parpol terhadap kalangan pemuda begitu tinggi, karena sebagian besar dari massa yang
hadir memang para pemuda. Sudah sewajarkan keikutsertaan pemuda tidak disia-siakan, apalagi jika ditanamkan
perasaan sentimen atau prasangka yang buruk terhadap Parpol lain, hingga dikhawatirkan menimbulkan
perpecahan antar pemuda.

F. Pandangan Anak Muda Tentang Partai Politik


Partai politik pada dasarnya menjadi alat pencerah untuk menyadarkan masyarakat
pada peran politiknya. Namun sepertinya partai politik melupakan sesuatu, pencerahan politik
yang dilakukan terkadang tidak menyentuh generasi muda khususnya anak muda/remaja.
Program-program yang ada dalam partai politik cenderung tidak memperhatikan potensi
pemilih suara dari kalangan ini.

Masa muda merupakan saat-saat dimana mereka ingin mencoba mengikuti proses
pemilu. Pertumbuhan partai politik di Indonesia tidak di imbangi dengan kemampuan
memahami kepentingan anak muda. Program-program partai belum menjangkau remaja.
Apalagi mewakilinya. Mungkin ini merupakan salah satu kelemahan partai politik yang sering
meremehkan hal-hal kecil. Remaja merupakan generasi penerus keberlangsungan bangsa ini.
Pendidikan pilitik bagi mereka merupakan hal penting. Merekalah generasi pemilih di masa
yang akan datang.
Bila di kaji lebih dalam, remaja bis memberi keuntungan pada prti politik bila input
pendidikan politik pada mereka di berikan secara intensif. Kaum pemuda akan memiliki
kesadaran berpolitik tinggi dan semakin kritis pada proses politik yang tengah terjadi. Partai
juga diuntungkan karena dapat melakukan kaderisasi politik secara dini. Hanya saja partai
politik sepertinya belum memahami arti penting ini.
Orientasi partai politik masih pada isu-isu besar. Cara mendongkrak suara pun masih
menggunakan cara-cara yang sudah umum, misal menggunakan artis dengan cara merekrutnya.
Dengan kondisi seperti itu secara tidak langsung telah membentuk sikap tertentu dikalangan
remaja. Peran remaja pun menjadi kurang. Dan pada alkhirnya mereka akan memilih hura-hura
ketimbang memikirkan politik yang rumit dan belum tentu memberikan keuntungan bagi
mereka.
Remaja lebih sering mendapat informasi tentang politik dari media. Baik itu cetak,
elektronik, dan sekarang pada media online. Tentunya informasi yang mereka dapatkan dari
media bukanlah penegetahuan mendalam, namun sepotong-sepotong. Ketidakpedulian partai
politik akan mempersulit menyadarkan remaja pada peranan politiknya. Kalau hanya
kemengan dalam pemilu yang di kejar oleh partai politik, remaja selamanya tidak akan pernah
tertarik mempelajari politik. Faktor lainnya yang membentuk kesdaran remaja tergantung pada
orangtua. Bila tidak ada yang mengarahkan mereka tidak akan pernah memiliki kepedulian.
Indonesia ini menganut sistem demokrasi dalam tatacara pemerintahannya.
Konsekuensi logis pertama dari demokrasi kita adalah diadakannya pemilihan raya untuk
memilih pemimpin eksekutif dan legislatif (perwakilan rakyat) pada berbagai tingkatan daerah.
Pemilihan ini menggunaka sistem one-man-one-vote, rtinya tidak peduli tingkat pendidikan,
ekonomi dan sosial, satu orang memiliki satu suara. Itulah menariknya demokrasi.
Masyarakat memiliki hak untuk mengekspresikan kepuasan dan ketidakpuasan
setidaknya 5 tahun tiga kali, saat pemilu nasional, dan pilkada provinsi dan kabupaten/kota.
Bila ia puas maka ia akan memilih incumbent, bila kecewa ia akan memilih pasangan alternatif.
Kesempatan ekspresi sepeerti ini perlu kita perjuangkan dengan menggunakannya
dengan baik. Sebelum era reformasi, kebebasan ini tidak dimiliki sepenuhnya. Bila kita tidak
menggunakannya maka, bisa jadi suara kita diklaim atau di bajak oleh pihak tertentu.
Konsekuensi selanjutnya dari demokrasi adalah hak menyampaikan aspirasi. Mekanisme yang
digunakan oleh Indonesia dalam hal ini adalah perwakilan melalui sistem paratai politik.
Rasanya memang menjadi agak aneh apabila, kita menjadi anti terhadap partai politik, karena
justru merekalah corong opini kita kepemerintah.
Konsekuensi terakhir dari demokrasi adalah hak setiap warga untuk aktif dalam
berpolitik. Setiap warga negara berhak di pilih dan memilih, begitulah bunyi undang-undang
negeri ini. Artinya kita mempunyai kesempatan tidak hanya sebagai follower tetapi juga
sebagai leader. Dalam berpolitik dan bernegara, tentu ada mereka yang aktif bergerak, dan
lebih banyak yang menunggu dan mengikut. Indonesia negara hukum, dan salah satu tugas
penting dari para politisi adalah mengeluarkan produk hukum untuk kesejahteraan rakyat.
Tentu tidak semua anak muda harus aktif berpolitik, tetapi saya sangat yakin percaya
bahwa demokrasi yang berkualitas akan terwujud bila anak muda Indonesia menggunakan hak
politik mereka, yakni memilih dan menyampaikan aspirasinya.

G. Antusiasme Genersi Muda Dalam Pemilu


Dari sekitar 190 juta warga yang memiliki hak pilih dalam pemilu, 7,4 persen di
antaranya atau sekitar 14 juta orang, adalah generasi muda yang akan memakai hak pilih untuk
pertama kalinya. Berbagai kalangan mengungkapkan kekhawatiran, bahwa mereka akan
bersikap apolitis atau tergilincir pada politik uang. Bermula dari keprihatinan itu, seorang ahli
strategi marketing digital, Pingkan Irwin membangun website: www.AyoVote.com lengkap
dengan layanan jejaring sosial. Tujuannya membangkitkan minat anak-anak muda untuk peduli
dengan perkembangan politik, termasuk dalam bentuk partisipasi pemilu.
Pingkan Irwin: Ide awal untuk membuat website Ayo Vote dimulai dari 2012 setelah
Pilgub Jakarta. Dari situ kita sadar masih banyak anak muda Indonesia yang peduli dan
semangat untuk berpartisipasi dalam Pemilu, tapi selama ini masih belum ada media yang bisa
memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, kita mulai
membangun AyoVote.com, di mana informasi yang terdapat di dalamnya lebih fokus kepada
pengetahuan mendasar untuk membekali para pemilih muda agar mereka bisa menggunakan
hak suara secara bertanggung jawab. Selama menyiapkan website tersebut, kita sadar bahwa
kita perlu melakukan proyek ini dalam skala lebih besar. Oleh karena itu, saya dan Abdul Qowi
Bastian, memutuskan untuk membuat Ayo Vote menjadi sebuah gerakan pendidikan pemilih
yang ditujukan kepada generasi digital.
Diperkirakan bahwa dalam setiap Pemilu, 30% dari total jumlah pemilih adalah pemilih
muda (usia 17-30 tahun). Demografi ini tentunya sangat signifikan dan partisipasi mereka akan
sangat berpengaruh dalam menentukan hasil pemilu.Karena jumlah mereka yang sangat
signifikan, mereka harus menjadi pemilih yang bertanggung jawab dan dapat menentukan
pilihan atas dasar yang kuat. Semua ini demi tercapainya pemilu yang berkualitas dan
memastikan calon yang terkuatlah yang akan akhirnya terpilih.
Tingkat apatis generasi muda Indonesia memang tinggi. Respon yang biasanya kita
dapat ketika kita bertanya kenapa mereka enggan untuk memilih:
 Siapa pun yang menang, Indonesia akan begini-begini aja, gak akan mengubah apa-apa.
 Gak kenal juga siapa aja calonnya.
 Semua politisi itu korup.
 Gak tahu apa perbedaan antara partai politik peserta pemilu.
 Kayaknya prosesnya ribet deh.
Itu adalah 5 hal utama yang kami coba atasi dengan adanya Ayo Vote. Pendekatan kami
difokuskan ke 5 masalah persepsi di atas dengan cara men-simplify semua informasi mendasar
tentang Pemilu. We keep it simple. Fokus kita memang tidak hanya tentang politik, tapi juga
tentang hal-hal positif tentang Indonesia yang patut diperjuangkan dan mengapa partisipasi
para anak muda sangat penting dalam menentukan arah negara.
Ada beberapa partai politik yang sangat semangat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Ayo Vote, dan kami sangat terbuka untuk mengakomodasi semua partai politik, idealnya. Dan
jumlah caleg yang tertarik untuk membuat acara dengan Ayo Vote juga jumlahnya tidak
sedikit. Pada dasarnya Ayo Vote adalah sebuah open platform untuk menjadi jembatan antara
para pemilih muda dan partai politik ini, maka dari itu kita selalu mencoba untuk
mengakomodasi tanpa mengurangi integritas konten dan tetap memegang teguh netralitas
program kami.
Hampir setiap akhir pekan dihabiskan Pingkan Irwin, sang inisiator Ayo Vote. Kegiatan
yang mendorong minta anak muda agar melek politik bertemu banyak orang dan bekerja. Tapi
bukan untuk sekedar nongkrong,shopping atau cuci mata di pusat keramaian, melainkan
dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan sadar politik bagi
generasi muda.
Pingkan Irwin: Saat ini kita sedang gencar untuk melakukan kunjungan ke kampus dan
sekolah-sekolah, karena mereka adalah target program kami. Selain itu kita juga ada acara
bulanan di mall-mall, namanya "NgomPol" (Ngomongin Politik). Acara tersebut adalah hasil
kolaborasi Ayo Vote dengan Provocative Proactive yang memang sudah memiliki banyak
pengalaman dalam mengemas konten politik menjadi lebih menarik dan lebih dekat ke anak
muda.
Selain pendanaan tentunya, problem utama yang kita hadapi adalah mengubah persepsi
tentang politik Indonesia yang dinilai sangat kotor. Tujuan Ayo Vote sendiri itu ada 2:
1. Meningkatkan partisipasi dalam Pemilu
2. Menjadikan pemuda Indonesia, pemilih yang bertanggung jawab.
Untuk mengangkat mereka ke tatanan pertama saja sudah sangat sulit karena tingkat
apatis yang tinggi, perlu pendekatan yang berbeda untuk meyankinkan mereka bahwa
partisipasi mereka justru sangat penting untuk memutus siklus buruk yang terjadi dalam
kepemerintahan Indonesia saat ini.
Ketika kita berhasil mengubah persepsi bahwa suara mereka tidak berpengaruh, kita
baru bisa masuk ke tahap kedua di mana mereka harus tahu betul siapa yang akan mereka pilih
dan kenapa.
Sayangnya karena korupsi sudah menjadi bagian dalam budaya Indonesia saat ini;
seakan-akan kita harus menerima bahwa korupsi memang sudah menjadi bagian dari proses.
Pemberitaan di media rasanya seperti tidak berhenti dari satu kasus ke kasus yang lain, sampai
terkadang kita lupa tentang kasus-kasus sebelumnya atau malah sering tertukar siapa saja orang
yang terlibat dalam suatu kasus karena sudah terlalu banyak.
Karena kita sudah dibombardir dengan pemberitaan negatif ini, kita merasa bahwa
semua orang dalam dunia politik itu kotor. Tapi bukan begitu kenyataannya, masih banyak
orang-orang yang sangat pintar dan kompeten yang bekerja dalam pemerintahan. Oleh karena
itu, kami juga ingin menyorot para individu yang menurut kami adalah sosok-sosok pemimpin
yang bekerja melayani rakyatnya sepenuh hati untuk memperbaiki keadaan.
Sejauh ini sangat membesarkan hati karena banyak di antara mereka yang sangat
semangat dan jumlah relawan Ayo Vote juga sudah cukup banyak. Rata-rata mereka antusias
dengan video yang kita produksi atau ketika tim kita datang ke kampus mereka untuk
melakukan workshop. Karena mereka sebenarnya ingin cari tahu lebih banyak informasi
seputar pemilu, hanya saja selama ini informasinya masih terpencar. Maka ketika kita berikan
panduan step-by-step dan mereka sadar betapa mudahnya, contohnya cek apakah nama mereka
sudah terdaftar dalam DPT atau tidak, mereka kemudian tertarik untuk cari informasi lebih
lanjut melalui Ayo Vote.
Semenjak program Ayo Vote diluncurkan, weekend pun akhirnya digunakan untuk
bekerja. Selain penyelenggaraan event, pekerjaan kantor pun juga harus dicicil hari Sabtu dan
Minggu. Tapi sejauh ini masih manageable dan kita selalu melakukan proyek sesuai dengan
kemampuan kita untuk memastikan kita dapat mencapai hasil maksimal.
Sekarang sudah tidak ada alasan lagi, karena banyak sekali informasi yang tersedia
online. Jangan sampai anak muda membiarkan orang lain menentukan pilihan mereka, karena
nantinya mereka sendiri yang merasa dirugikan dan menyesal di kemudian hari kalau kandidat
yang terpilih tidak sesuai dengan harapan mereka.
Pastikan orang/partai yang dipilih memang sudah sejalan dengan apa yang mereka
inginkan, memperjuangkan isu-isu yang dekat dengan si pemilih itu masing-masing dan
memiliki latar belakang serta pengalaman yang memadai untuk posisi yang akan mereka jabat
nanti.
Jangan sampai anak muda memilih orang/partai tanpa mengetahui informasi dengan
jelas, hanya berdasarkan kenal dari iklan dan baliho yang pernah dilihat. Anak muda harus
benar-benar tahu apakah para kandidat ini kompeten atau tidak. Karena itu adalah satu-satunya
cara untuk memastikan hanya orang-orang terbaik lah yang akan menjadi wakil mereka selama
5 tahun ke depan nanti.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan
sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintahan negara terbentuk melalui
pemilu itu adalah yang berasal dari rakyat (termasuk remaja 17 tahun keatas), dijalankan sesuai
dengan kehendak rakyat yang diabdikan untuk kesejahteraan rakyat. Karena pemerintah tidak
bisa bertindak apapun mengenai negara tanpa persetujuan rakyat. Oleh sebab itu ada DPR dan
MPR yang mewakili rakyat.
Maka dalam hal ini untuk memenuhi keinginan tersebut peran pemuda disini adalah
sangat penting terutama untuk memahami politik dengan sebaik-baiknya. Dan tingkat
pemahaman pemuda juga didorong dari keluarga dan juga lingkungan tempat ia beradaptasi.
Lingkungan juga akan memberikan hal positif dan negatif pada diri remaja. Lingkungan yang
positif akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan politik remaja muda.
Misaknya dengan adanya AyoVote akan membangkitkan semangat muda dalam politik.

B. Saran
Sebagai muda mudi dalam pemilihan umum dan sebagai remaja yang masih belum
memahami penuh politik hendaknya kita ikut memahami lebih dalam tentang makna pemilihan
umum dengan lebih baik lagi dan memberikan hak pilih kita dengan adil dan tanpa pemaksaan
dari pihak orang lain.

Daftar Pustaka
www.wikipedia.com
https://ahmadmufidchomsan.wordpress.com/2013/02/23/pentingnya-pemilu-dikalangan-pemilih-pemula-2/
http://suarajakarta.co/ekstra/jurnalis-warga/peran-pemuda-dalam-pemilu/
Abubakar, H Suardi, drs, dkk. 2004. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Jakarta :
Yudhistira
Purwanto, Drs. 2006. GLADI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Klaten : Gading Kencana.
Turmudi, Spd. 2004. TELADAN PPKN. Mojokerto : CV. SINAR MULIA PUSTAKA.

Anda mungkin juga menyukai