TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Konsep Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
a. Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir merupakan sebuah aktivitas yang selalu dilakukan manusia,
bahkan ketika sedang tertidur. Bagi otak, berpikir dan menyelesaikan masalah
merupakan pekerjaan paling penting, bahkan dengan kemampuan yang tidak
terbatas. Berpikir merupakan salah satu daya paling utama dan menjadi ciri khas
yang membedakan manusia dari hewan.
Ngalim Purwanto berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan. Manusia
berpikir untuk menemukan pemahaman/pengertian yang dikehendakinya.1
John W. Santrock, juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir
adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam
memori. Berpikir sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir
secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.2
Jika berpikir merupakan bagian dari kegiatan yang selalu dilakukan otak
untuk mengorganisasi informasi guna mencapai suatu tujuan, maka berpikir kritis
merupakan bagian dari kegiatan berpikir yang juga dilakukan otak. Menurut John
W. Santrock, pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif, serta
melibatkan evaluasi bukti.3
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan
mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu sebuah kemampuan yang
dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih
spesifik untuk mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan
melibatkan evaluasi bukti. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk
1
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Raya Rosdakarya, 2007), h. 43
2
John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 357
3
Ibid., h. 359
7
8
4
Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, Rosda, 2011, h. 87
9
5
Nurhayati, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Ips Melalui
Pendekatan Savi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Kelas Viii Smp Negeri 3 Godean”, 2014,
h. 6.
6
Ibid., h. 6-7.
10
7
Ibid., h. 7
11
siswa terlibat secara mental dan fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang
diberikan guru.
Model inkuiri menekankan pada proses mencari dan menemukan, peran
siswa dalam model ini adalah mencari dan menemukan sendiri pemecahan masalah
dalam suatu materi pelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing
siswa untuk belajar.
Secara bahasa, inkuiri berasal dara kata inquiry yang merupakan kata dalam
bahasa inggris yang berarti; penyelidikan meminta keterangan; terjemaahan
bebas untuk konsep ini adalah “siswa diminta untuk mencari dan
menemukan sendiri”.8
8
Khoirul Anam, Pembelajaran Berbasis Inkuiri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, h. 7
12
9
Sanjaya, “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, Jakarta: Kencana,
2011, h. 201
13
8. Open-ended topic: tema yang dipelajari tidak terbatas, bias bersumber dari
mana saja; buku pelajaran, pengalaman siswa/guru, internet, televise, radio dan
seterusnya. Siswa akan belajar lebih banyak.
9. Intuitif, imajinatif, inovatif: siswa belajar dengan mengerahkan seluruh potensi
yang mereka miliki, mulai dari kreatifitas hingga imajinasi.
10. Peluang melakukan penemuan: observasi dan eksperimen, siswa memiliki
peluang besar untuk melakukan penemuan.10
d. Langkah Pengajaran
1. Tahap pendahuluan
Pada tahapan ini penulis melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Mengkondisikan siswa pada situasi belajar yang lebih baik, kegiatannnya
berupa:
a) Siswa berbaris
b) Siswa berdo’a sebelum belajar dimulai
c) Penulis mengabsen tentang kehadiran siswa
d) Siswa melakukan pemanasan
2) Menjelaskan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai, misalnya
setelah pembelajaran ini selesai diharapkan siswa dapat menjelaskan
gerakan apa saja yang sudah dilakukan.
3) Melakukan apersepsi atau motivasi:
Pada tahapan ini penulis melakukan tahapan orientasi atau lebih umum
dikenal dengan sebutan apersepsi atau motivasi. Kegiatan yang dilakukan
penulis dengan cara mengingat pelajaran pelajaran yang sudah di berikan
oleh guru sehingga nanti diberikan sebuah topic untuk melakukan gerakan
tidak bingung.
.
10
Khoirul Anam, op.cit., h. 15
14
4) Konsep Penjasorkes
a. Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani sebagai komponen secara keseluruhan dari pendidikan
telah disadari manfaatnya oleh banyak kalangan. Tetapi mereka mempunyai
perbedaan pendapat dalam memahami pengertian tentang Penjas. Perbedaan
pendapat itu wajar, yang terpenting sesorang harus melakukan pembatasan
pengertian yang dianut secara jelas dan konsisten.
Menurut Subagiyo dkk dalam Sunarno Basuki dkk Pendidikan jasmani
adalah latihan jasmani yang dimanfaatkan, dikembangkan, dan didayagunakan
dalam pendidikan. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan jasmani adalah usaha sadar yang dilakukan guru untuk mengembangkan
dan meningkatkan kebugaran jasmani, kemampuan motorik, kemampuan berpikir
dan sikap positif melalui berbagai bentuk aktivitas permainan, olahraga, dan
pendidikan kesehatan sehingga anak. dapat menjalani pola hidup sehat sepanjang
hayatnya.11
Bucher dalam Sukintaka dalam Kubu mengungkapkan bahwa Pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan
keseluruhan yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan
11
Sunarno Basuki, dkk, Kontribusi Pelaksanaan Supervisi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Dasar Di Kota Banjarmasin, (Banjarmasin: UNLAM FKIP
2015), h. 20-21.
16
kebugaran jasmani, mental, sosial dan emosional yang serasi, selaras dan
seimbang bagi masyarakat, dengan wahana aktivitas jasmani.12
Oleh sebab itu pendidikan jasmani adalah salah satu mata pelajaran yang
sangat dibutuhkan siswa untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan variasi gerak
yang bermakna juga akan membantu proses pertumbuhan. Dari teori diatas juga
didapati bahwa pendidikan jasmani menjadi bagian penting untuk membentuk
pribadi siswa agar terus membentuk gaya hidup sehat dan aktif, ini sesuai dengan
teori dari:
Suherman dalam Kubu Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dapat
memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka
pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga
yang dilakukan secara sistematis, terarah dan terencana, pembekalan
pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk
gaya hidup sehat dan aktif sepanjang hayat.13
12
Kubu Pratiknyo dan Anung Priambodo, Penerapan Pemberian Reward Terhadap Minat Belajar
Siswa Dalam Mengikuti Pembelajaran Pendidikan Jasmani, (Jurnal Pendidikan Olahraga dan
kesehatan vol. 01 No. 03, 2013), h. 642.
13
Ibid.
14
Bambang abduljabar, Pedagogi Olahraga, Bandung: FPOK UPI, 2011, h. 7
17
c) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial,
dan toleransi.
d) Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui tugas pembelajaran
pendidikan jasmani.
e) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama,
percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani.
f) Mengembangkan ketrampilan gerak dan ketrampilan teknik.
g) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan
dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat.
h) Mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan
orang lain.
i) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk
mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat.
j) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.15
Tujuan Penjas harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Salah satu
tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam UUD 1945 adalah untuk
membentuk manusia. Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Sehingga mata
pelajaran Penjasorkes adalah salah satu mata pelajaran mempunyai peran utama
untuk membentuk dan meningkatkan kesegaran jasmani peserta didiknya dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
15
Samsudin, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (SD/MI), 2008, h. 3
18
C. Kerangka Teoretik
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar.17
Metode mengajar inquiry mengandung proses mental yang tingkatannya
cukup tinggi. Proses mental yang ada pada inquiry diantaranya: merumuskan
masalah, membuat hipotesis, mendesain eksperimen, melakukan eksperimen,
16
Ibid., h. 5
17
Indrawati dan Wanwan Setiawan, op.cit.
19
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah yg akan diteliti. Yang
dimaksud dengan jawaban sementara disini, adalah dugaan akan hasil penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis sebelum dibuktikan oleh penelitian. Berdasarkan
penjelasan pada kerangka teoritik diatas , maka penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
Model pembelajaran inkuiri memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
18
Ibid, h. 1
19
Ika Susilawati, Loc.cit.
20
Naim Bey Khaqi Asmara Putra, Loc.cit., h. 761 – 764.