ABDOMEN adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas
dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen dilukiskan
menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah atas dan
yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil. Batas-
batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu
masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal,
tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang
punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. Bagian dari rongga abdomen
dan pelvis beserta daerah-daerah
1. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di
belakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia
terletak di belakang tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung,
mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian
terbesar letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang menghubungkan corpus
dengan duodenum. Bagian corpus dekat dengan pylorus disebut anthrum
pyloricum
2. Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang
dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ibo
kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah
umbilicus dan dikelilingi usus besar.
Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum adalah menempati tiga pertama akhir.
3. Usus Besar
Usus halus adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup ileokdik
yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah meter.
Fungsi usus besar adalah :
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar)
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati Secara
luar dilindungi oleh iga-iga.
Fungsi hati adalah :
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah
5. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan
membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan
bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua
belas centimeter. Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan
leher.
6. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari
duodenum sampai limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala
pankreas yang terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lekukan abdomen, badan pankreas yang terletak di belakang lambung dalam
di depan vertebre lumbalis pertama, ekor pankreas bagian yang runcing di
sebelah kiri dan menyentuh limpa.
7. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal di
sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat
diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai
vertebre lumbalis ketiga ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati
menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7½
centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi
menjadi beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus
caudatus, lobus sinistra.
8. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara fundus
ventrikuli dan diafragma.
B. Pengertian
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi
aseptik pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi
peritonitis bisa terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik (Aiwi et.al,
2016).
Peritonitis didefinisikan sebagai suatu peradangan dari membran serosa
yang melapisi rongga perut dan organ-organ yang terkandung di dalamnya.
Peritoneum, yang merupakan lingkungan yang melapisi rongga perut dinyatakan
steril, bereaksi terhadap berbagai rangsangan patologis dengan respon inflamasi
yang cukup seragam. Tergantung pada patologi yang mendasari, peritonitis yang
dihasilkan mungkin menular atau steril (yaitu, kimia atau mekanik). sepsis intra-
abdominal adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen (Brian J Daley, 2017).
C. Klasifikasi
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder,
dan peritonitis tersier.
1. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan
kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit
sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum
yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis
yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien
immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid (Aiwi et.al,
2016).
2. Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut disebabkan oleh berbagai
penyebab. Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus urinarius, benda
asing seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam lambung dari
perforasi lambung, cairan empedu dari perforasi kandung empedu serta
laserasi hepar akibat trauma (Aiwi et.al, 2016).
3. Peritonitis tersier karena pemasangan benda asing ke dalam rongga
peritoneum yang menimbulkan peritonitis:
a. Kateter ventrikulo – peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidrosefalus
b. Kateter peritoneal – jugular untuk mengurangi asites
c. Continuous ambulatory peritoneal dialysis
D. Etiologi
Peritonitis bisa disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke
dalam rongga abdomen akibat dari infeksi, iskemik, trauma atau perforasi
(Supono, 2010).
Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak
adalah perforasi apendiks, pada orangtua komplikasi divertikulitis atau perforasi
ulkus peptikum. Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah,
respiratory distress syndrome, dan sepsis yang dapat menyebabkan syok dan
kegagalan banyak organ.
Peritonitis tuberkulosis merupakan salah satu yang terbanyak dari
tuberkulosis abdominal setelah tuberkulosis gastrointestinal dengan angka
kejadian 0,4-2% dari seluruh kasus tuberkulosis. Pada saat ini dilaporkan bahwa
kasus peritonitis tuberkulosis di negara maju semakin meningkat dan peningkatan
ini sesuai dengan meningkatnya insiden Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) dan imigran di negara maju.7 Di Padang, terdapat 18 kasus peritonitis
tuberkulosis dari Januari 1991-Desember 1996 yang dirawat di Bagian Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang (Aiwi et.al, 2016).
E. Patofisiologi
Peritonitis yang disebabkan oleh bakteri, respon fisiologis ditentukan oleh
beberapa faktor, termasuk virulensi kontaminan, ukuran inokulum, status
kekebalan tubuh dan kesehatan secara keseluruhan dari host (misalnya, seperti
yang ditunjukkan oleh Fisiologi Akut dan Evaluasi Kesehatan Kronis skor II
[APACHE II]), dan unsur-unsur lingkungan setempat, seperti jaringan nekrotik,
darah, atau empedu. Sepsis intra-abdominal dari viskus berlubang (yaitu,
peritonitis sekunder atau peritonitis supuratif) dihasilkan dari tumpahan langsung
isi lumen ke dalam peritoneum (misalnya, berlubang ulkus peptikum,
diverticulitis, usus buntu, iatrogenik perforasi). Dengan tumpahan langsung isi
lumen, gram-negatif dan bakteri anaerob, termasuk flora usus yang umum, seperti
Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, memasuki rongga peritoneal.
Endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif menyebabkan pelepasan
sitokin yang menginduksi kaskade seluler dan humoral, yang mengakibatkan
kerusakan sel, syok septik, dan beberapa sindrom disfungsi organ (MODS). Lebih
dari 90% cairan asites yang terinfeksi pada bacterial peritonitis spontan (SBP),
menunjukkan bahwa saluran pencernaan adalah sumber kontaminasi bakteri.
Dominan organisme enterik, dalam kombinasi dengan kehadiran endotoksin
dalam cairan asites dan darah.
Sejumlah faktor berkontribusi terhadap pembentukan peradangan
peritoneum dan pertumbuhan bakteri dalam cairan asites. Faktor predisposisi
utama mungkin pertumbuhan berlebih bakteri usus yang ditemukan pada orang
dengan sirosis, terutama dikaitkan dengan penurunan waktu transit usus.
pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus, bersama dengan fungsi fagositosis
terganggu, serum dan ascites tingkat komplemen yang rendah, dan penurunan
aktivitas sistem retikuloendotelial, memberikan kontribusi untuk peningkatan
jumlah mikroorganisme dan penurunan kapasitas untuk membersihkan bakteri
dari aliran darah, yang mengakibatkan migrasi bakteri dan proliferasi akhirnya
dalam cairan asites
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa penderita
peritonitis umum
2. Demam
3. Distensi abdomen
4. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang local, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
5. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah
yang jauh dari lokasi peritonitisnya
6. Nausea
7. Vomiting
8. Penurunan peristaltik
H. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,yaitu :
1. Komplikasi dini:
a. Septikemia
Septikemia adalah suatu kondisi dimana terjadi multiplikasi bakteri
penyebab penyakit di dalam darah. Jenis bakteri yang hidup dengan
leluasa di berbagai lokasi tubuh seperti mulut, kulit, usus, dan saluran
kemih. Bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan masalah jika mereka
masuk ke aliran darah, apalagi jika orang tersebut sedang dalam kondisi
tidak sehat atau sistem kekebalan tubuhnya lemah sehingga tidak mampu
melawan serangan organisme tersebut.
b. Syok septik
Syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan
karena adanya bakteri dalam darah. Syok septik mungkin adalah
konsekuensi dari bakteremia, atau bakteri dalam aliran darah. Racun
bakteri, dan respon sistem kekebalan tubuh terhadap mereka,
menyebabkan penurunan dramatis tekanan darah yang mencegah
pengiriman darah ke organ-organ. Syok septik dapat menyebabkan
kegagalan organ multipel termasuk kegagalan pernapasan, dan dapat
menyebabkan kematian cepat. Sindrom syok toksik adalah salah satu
jenis syok septik.
c. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi ketidakmampuan jantung
memasok darah yang cukup ke seluruh tubuh akibat volume darah yang
kurang. Kurangnya pasokan darah ini umumnya dipicu oleh pendarahan
yang terbagi menjadi dua, yaitu pendarahan luar (akibat cedera atau luka
benda tajam) dan pendarahan dalam (akibat infeksi pada saluran
pencernaan).
d. Sepsis inta abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisistem
2. Komplikasi lanjut:
a. Adhesi (perlengketan)
b. Obtruksi intestinal rekuren adalah kelainan gangguan pasase dari isi usus
akibat sumbatan sehingga terjadi penumpukan cairan dan udara dibagian
proksimal dari sumbatan tersebut. Akibat sumbatan tersebut, terjadi
peningkatan tekanan intraluminer
I. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
1. Lekositosis ( lebih dari 11.000 /uL ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjadi
lekopenia.
2. Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.
Pada foto polos abdomen didapatkan:
a. Bayangan peritoneal fat kabur atau menghilang karena infiltrasi sel
radang
b. Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan
gambaran ileus obstruksi
c. Penebalan dinding usus akibat edema
d. Tampak gambaran udara bebas
e. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu
dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok
hipovolemik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol
infeksi, perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya
pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi
dan keadaan metabolik, pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis
(misalnya insufisiensi respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi
yang terjadi.
2. Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.
3. Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber
infeksi, misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen (Warsinggih, 2016).
K. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi kimia peritoneum perifer
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, peningkatan kebuthan metabolic
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan ke dalam
usus
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian/perubahan status kesehatan
6. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer
L. Intervensi Keperawatan
Daley J. Brian. 2017. Peritonitis and Abdominal Sepsis [Internet]. Tersedia pada:
emedicine.medscape.com/article/180234-overview [diakses pada tanggal
5 Maret 2017]
Japanesa Aiwi, Asril Zahari, Selfi R Rusdi. 2016. Pola Asuh dan Penatalaksanaan
Peritonitis akut di Bangsal Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 5(1): 209-214
Soeparman, dkk 2007. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI