Anatomi fisiologi
C. Etiologi
Menurut Black (2005) penyebab gagal jantung mencakup beberapa hal
yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu
sehingga volume diastolic akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi
panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu
sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi
jantung, sehingga terjadi akumulasi volume darah di ventrikel (Rilantono, dkk,
2004). Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh :
1. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload) Beban
sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan
curah ventrikel atau isi sekuncup.
2. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam
ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan
meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban
terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung
justru akan menurun kembali.
3. Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload).
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi
keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
4. Gangguan pengisian (hambatan input)
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
5. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
yang menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
6. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis(akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
7. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
8. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
9. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
10. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung mencakup beberapa keadaan yang meningkatkan
beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan
yang dapat meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati (Rilantono, dkk, 2004).
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa aritmia, infeksi sistemik dan
infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap
gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap
mekanisme fisiologis dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap
faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung (Sani, A., 2007).
D. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan
kontraksi otot jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian
pula pada penyakit sistemik (misal : demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis)
menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan.
Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi
sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung
ini mempunyai akibat yang luas yaitu:
1. Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
- Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya
menimbulkan kerusakan ventrikel yang luas.
- Pada otak akan terjadi hipoksemia otak.
- Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.
Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan
stadium akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urine serta kulit yang dingin dan lembab.
2. Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga
menurunkan pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan
asam laktat. Pasien akan menjadi mudah lelah.
3. Tekanan arteri dan vena meningkat
Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan
peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler
ke alveoli dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran
gas di alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat
tubuh memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas sehingga
menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini
penderita cenderung immobilisasi lama sehingga berpotensi menimbulkan
thrombus intrakardial dan intravaskuler. Begitu penderita meningkatkan
aktivitasnya sebuah thrombus akan terlepas menjadi embolus dan dapat
terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru
menimbulkan emboli paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke
dan infark ginjal.
Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek disertai
sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai bercak darah.
Pada pasien odema paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal Dispnoe
(PND) yaitu ortopnoe yang hanya terjadi pada malam hari, sehingga pasien
menjadi insomnia.
4. Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan
dan organ (perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan
haluaran urine berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun
mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal yang pada gilirannya akan
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler.
5. Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang
mengakibatkan beberapa efek yaitu:
- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi
abdomen yang menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik,
terjadi mual dan anoreksia.
- Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali
sehingga tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga
merangsang gerakan balik peristaltik.
- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di
daerah ekstrimitas bawah.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Gagal Jantung (Rilantono, dkk, 2004) meliputi:
1. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
2. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
3. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam
hari disertai batuk
4. Berdebar-debar
5. Lekas lelah
6. Batuk-batuk
7. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk
dan sesak nafas.
8. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.
F. Klasifikasi
Menurut derajat sakitnya, gagal jantung dapat dibedakan menjadi
(Rilantono, dkk, 2004):
1. Derajat 1: Tanpa keluhan. Pasien masih bisa melakukan aktivitas fisik
sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas
2. Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3. Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4. Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,
bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.
Sedangkan menurut lokasi terjadinya, gagal jantung dapat dibedakan menjadi
(Sani, A., 2007) :
1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru.
Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah,
takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia,
keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea,ronki basah paru
dibagian basal
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema akstremitas bawah
yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan
cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan lemah.
G. Komplikasi
Komplikasi gagal jantung yang bisa terjadi antara lain (Sani, A., 2007) :
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung (Sani, A., 2007) meliputi :
1. Farmakologi
a. Diuretik: untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
b. Penghambat ace (ace inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan
mengurangi beban kerja jantung
c. Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
d. Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung
e. Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer
dan penurunan konsumsi oksigen miokard
f. Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. saat curah jantung
meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi
dan ekskresi dan volume intravascular menurun.
g. Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja
beta 1 adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi
miokardium (efek inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung
(efek kronotropik positif).
h. Sedatif: Pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan bertujuan
mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.
2. Non Farmakologi
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan tujuan :
a. Untuk menurunkan kerja jantung
b. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
c. Untuk menurunkan retensi garam dan air.
d. Tirah baring
1) Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah dengan
menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis
berbaring
2) Oksigen Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard
dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
3) Diet Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung
minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah,
mengatur, atau mengurangi edema.
4) Revaskularisasi koroner
5) Transplantasi jantung
6) Kardiomioplasti
I. Penatalaksanaan Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas,
adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi
dada, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
a. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat
istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda
vital berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK
sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung , endokarditis,
anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki,
abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan
Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi
jantung ; Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar
dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ;
S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ;
kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat
atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ;
pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi,
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya
pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan
dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas,
marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap,
berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan
berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas
bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi
abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn
pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku
dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan
sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot
asesori pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin
batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan
sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih
(edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek
batuk, penumpukan secret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
K. Intervensi