Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Malaria hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang perlu mendapat perhatian terutama di Indonesia. Laporan pertama tentang
adanya malaria ialah laporan tentara Belanda, yang pada waktu itu banyak sekali
menderita karena serangan-serangan malaria. (Soedarto,1992).
Malaria adalah penyakit infeksi parasi tutama di dunia yang mengenai
hamper 170 juta orang tiap tahunnya. Penyakit ini juga berjangkit di hamper 103
negara, terutama negara-negara di daerah tropic pada ketinggian antara 400-
3.000 m dari permukaan laut dengan kelembapan udara tidak kurang dari 60%.
(Mursito, 2002).
Pengobatan malaria merupakan salah satu upaya dalam rangkaian kegiatan
program pemberantasan. Keberhasilan pengobatan untuk penyembuhan maupun
pencegahan tergantung apakah obat itu ideal, diminum secara teratur sesuai
dengan jadwal pengobatan dan takaran yang telah ditetapkan. Obat antimalaria
yang ideal adalah obat yang mempunyai efek terhadap semua jenis dan stadia
parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, cara pemakaian mudah,
harganya terjangkau oleh seluruh lapisan penduduk dan mudah diperoleh, efek
samping ringan dan toksisitas rendah.

1.2. Tujuan
Dengan diadakannya tugas ini bertujuan untuk lebih mendalami suatu
penyakit malaria seperti halnya :
1. Memahami Klasifikasi Malaria
2. Mengetahui Definisi Malaria
3. Mengetahui Proses Perjalanan Malaria
4. Penggolongan Obat–Obatan Malaria

1
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian
Menurut World Health Organization (WHO) malaria adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke
dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp)
betina. Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk
infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus
plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan
oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia
yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak
terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga
mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam
pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 )
Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri
dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana,
plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana, plasmodium falciparum
menyebabkan malaria tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Menurut Achmadi (2010) di Indonesia terdapat empat spesies
plasmodium,yaitu:
1. Plasmodium vivax
Memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah beriklim
dingin, sub tropik hingga daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam
atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore.
2. Plasmodium falciparum
Plasmodium ini merupakan penyebab malaria tropika, secara
klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral
dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan
gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata,serta kadang
dapat menimbulkan gagal ginjal.

2
3. Plasmodim ovale
Masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale adalah
12 sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif
ringandan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae
Merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan gejala
demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah
gunung, dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung tanpa
gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini
sering mengalami kekambuhan (Achmadi, 2010).

2.2. Klasifikasi Malaria


Malaria disebabkan oleh 4 spesies protozoa keturunan Plasmodium, yang
menimbulkan 3 jenis penyakit malaria, yaitu malaria tropika, tersiana, dan
kwarta.
a. Malaria tropika
Plasmodium Falciparum adalah penyebab jenis malaria yang palin
ganas dan berbahaya ini. Bila tidak diobati, penyakit ini dapat
menyebabkan kematian hanya dalam beberapa hari akibat adanya eritrosit
rusak (sampai 50%) yang menyumbat pembuluh kapiler otak. Gejalanya
yaitu berkurangnya kesadaran dan serangan demam yang tidak menentu,
adakalanya terus menerus (suhu rektal diatas 48°), dapat pula berkala 3
kali sehari. Tidak menimbulkan residif (kambuh) seperti jenis malaria
lainnya. Dengan masa inkubasi 7-12 hari.Sering kali bercirikan
pembesaran hati dengan adanya penyakit kuning (icterus) dan urin
berwarna coklat tua/hitam akibat hemolisa (blackwater fever). Gejala
lainnya adalah demam tinggi yang timbul mendadak, hemoglobinuria,
hiperbilirubinaemia, muntah, dan gagal ginjal akut.

b. Malaria tersiana
Disebabkan oleh Plasmodium vivax atau Ovale. Ciri-cirinya demam
berkala 3 hari sekali dengan puncak setelah setiap 48 jam. Gejala lainnya

3
berupa nyeri kepala dan punggung, mual, pembesaran limfa, dan malaise
umum. Tidak bersifat mematikan, meskipun tanpa pengobatan. Sering kali
kambuh kembali berhubungan adanya bentuk-EE sekunder. Dengan masa
inkubasi 10-14 hari.
c. Malaria kwartana
Plasmodium malariae mengakibatkan demam berkala empat hari
sekali, dengan puncak demam setiap 72 jam. Gejalanya sama dengan
tersiana. Residif juga sering terjadi karena bentuk-EE sekunder. Dengan
masa inkubasi 4-6 minggu.

2.3. Siklus Malaria


Pada garis besarnya, semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang
sama yaitu sebagian di dalam tubuh manusia (siklus aseksual) dan sebagian di
tubuh anopheles (siklus seksual).
1. Siklus aseksual, dapat dipecah menjadi dua bagian, yaitu :
a. Siklus hati.
Penularan terjadi bila nyamuk betina, yang terinfeksi
parasit menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan
‘sporozoit’ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya
bermukin di sel-sel parenchym dari hati (bentuk preeritrositer).
Nyamuk jantan tidak menyengat karena hanya hidup dari
tumbuh-tumbuhan. Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan
kuat (proses schizogoni, dengan menghasilkan schizont). 6-9 hari
kemudian, schizont menjadi masak dan melepaskan diri berupa
beribu-ribu merozoi. Fase pertama ini (di dalam hati) disebut
bentuk-EE primer (ekso-eritrositer = diluar eritrosit).
b. Siklus darah (siklus eritrosit).
Dari hati sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah
dan berkembang disini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya
memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau berdiam di hati dan
disebut bentuk-EE sekunder. Di dalam eritrosit terjadi pembelahan
aseksual pula (schizogoni). Dalam waktu 48-72 jam, sel-sel darah

4
merah pecah dan merozoit yang dilepaskan dapat memasuki
eritrosit lain dan kemudian siklus dimulai kembali. Dan dapat
membuat penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini
disebabkan oleh merozoit dan protein asing yang dilepaskan.
Kejadian ini terjadi setiap 48 jam pada infeksi P.falciparum, 48-72
jam pada infeksi P.vivax/Ovale, dan kira-kira 72 jam pada P.
malariae. Kemampuan P.falciparum untuk menembus semua
eritrosit sekaligus membuatnya begitu ganas dan berbahaya.
2. Siklus seksual.
Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit
dapat berkembang menjadi benruk-bentuk seksual betina dan jantan.
Gametosit ini tidak berkembang lagi dan akan mati bila tidak dihisap
oleh anopheles betina. Di dalam lambung nyamuk, terjadi
penggabungan (pembuahan) dari gametosit jantan dan betina menjadi
zygote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan
berkembang menjadi oökista. Dalam waktu 3 minggu, terjelmalah
banyak sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk.
Akhirnya, bila nyamuk betina ini menyengat manusia lengkaplah
siklus hidup parasit. Dengan ini jelaslah bahwa gametosit merupakan
sumber penularan baru.

5
Gambar : Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus
daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan didalam tubuh nyamuk
Anopheles betina (Soedarto, 2011).

2.4. Gejala dan Tanda Malaria


Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh
hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun
gejala-gejala awal adalah demam, sakit kepala, menggigil dan muntah-
muntah (Soedarto,2011).
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria
proxym) secara berurutan:
1. Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat
menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
peningkatan temperatur (Mansyor Adkk, 2001).
2. Periode panas
Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400 C atau
lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-
muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat
(Harijanto P.N, 2006).
3. Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan
pekerjaan biasa (Harijanto P.N,2006).
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi
malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik.

6
Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan
akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis
(Harijanto P.N, 2006).
Menurut Anies (2006) malaria komplikasi gejalanya sama seperti
gejala malaria ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala
dibawah ini:
 Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)
 Kejang
 Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran
 Mata kuning dan tubuh kuning
 Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan
 Jumlah kencingkurang (oliguri).
 Warna air kencing (urine) seperti air teh.
 Kelemahan umum.
 Nafas pendek.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria
berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat
yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium
aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto
P.N, 2000) :
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS
kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb < 5 gr % atau hematokrit < 15 %)pada
keadaan hitung parasit > 10.000/ μl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/ 24 jam pada
orang dewasa Atau < 12 ml/ kg BB pada anak-anak setelah
dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin > 3 mg %.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah < 40 mg %.

7
6. Gagal sirkulasi / syok : tekanan sistolik < 70 mmHg disertai
keringat dingin atau perbedaan temperature ekulit-mukosa
> 1 oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan
atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan
koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali / 24 jam setelah
pendinginan pada hipertermis.
9. Asidosis (plasma bikarbonat < 15mmol /L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria
akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan
Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang
padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.

2.5. Penggolongan Obat Malaria


Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit/hati), obat malaria
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Obat schizontisid darah: kinin, kloroquin, halofantrin, mefloquin,
sulfadoxin, dan artemeter. Berkhasiat mematikan bentuk darah
(schizont) dan digunakan pada serangan demam, juga untuk
pencegahan (kecuali halofantrin).
b. Obat schizontisid hati: proguanil, primaquin, dan doksisiklin.
Khusus digunakan sebagai profilaksis kausal, karena memusnahkan
bentuk EE (merozoit dan hipnozoit) dalam sel-sel parenchym hati.

2.6. Terapi Farmakologi


1. Golongan Kuinolin
a. Klorokuin
Merupakan skizontisid darah yang sangat efektif dan
merupakan 4- Amino kuinolin yang digunakan secara meluas
untuk mencegah atau mengakhiri serangan malaria vivax, malaria

8
ovale dan falciparum yang sensitif. Obat ini juga cukup efektif
terhadap gametosit Plasmodium vivax, Plasmodium Ovale, dan
Plasmodium Malariae tetapi tidak terhadap plasmodium
Falciparum. Klorokuin tidak aktif pada plasmodium stadium
preetrositik dan tidak mempunyai efek radikal terhadap
Plasmodium Vivax atau P. Ovale karena obat ini tidak
mengeliminasi stadium hati yang menetap dari parasit tersebut.

MekanismeKerja Klorokuin
Klorokuin dapat bekerja dengan menghambat sintesis
enzimatik DNA atau RNA pada mamalia dan sel protozoa atau
dengan membentuk suatu kompleks dengan DNA yang
mencegah replikasi atau transkripsi ke RNA. Dalam parasit
obat ini berkumpul dalam vacuola dan meningkatkan
Phorganela ini, yang mempengaruhi kemampuan parasit untuk
memetabolisme dan menggunaka Hb sel darah merah.
Gangguan dengan metabolism fosfolipid dalam parasit pernah
dicoba. Toksisitas selektif terhadap parasit malaria tergantung
pada mekanisme yang mengumpulkan klorokuin dalam sel
yang terinfeksi.

Dosis
Dosis dewasa : Klorokuin fosfat 500 mg garam
(300mg basa) Dosis anak anak : 8,3mg/kg garam
(5mg/kg basa) – dosis dewasa Berikan dosis tunggal
klorokuin setiap minggudimulai 2 minggu sebelum masuk
daerahendemik dan 4 minggu setelah meninggalkan daerah
tersebut.

Efek Samping
Penderita biasanya mentoleransi klorokuin dengan baik bila
obat ini digunakan untuk profilaksis (termasuk penggunaan

9
obat yang lama) atau pengobatan malaria. Gangguan saluran
pencernaan, sakit kepala, gatal (terutama orang berkulit hitam),
anoreksia, lesu, pandangan kabur.

Kontarindikasi &Perhatian
Klorokuin dikontraindikasikan pada penderita psoriasis
atau porfiria, yang dapat menimbulkan serangan akut penyakit
ini. Obat ini tidak boleh dikombinasi dengan obat yang
menyebabkan dermatitis. Obat ini tidak boleh digunakan pada
penderita dengan gangguan retina atau lapangan pandang
kecuali bila lebih menguntungkan dari pada resiko
yang dihadapi.

b. Meflokuin
Digunakan untuk profilaksis dan pengobatan malaria
falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan banyak obat. Obat
ini juga efektif untuk profilaksis terhadap Pvivaxserta
kemungkinan terhadap P. ovale dan P. malariae. Meflokuin
merupakan turunan 4-Kuinolin methanol sintetik, yang secara
kimiawi berkaitan dengan kuinin.
 Kerja Antimalaria
Meflokuin memiliki aktivitas skizontisid darah yang kuat
terhadap Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax tetapi
tidak aktif terhadap gametosi Plasmodium falciparum atau stadium
hati Plasmodium vivax. Informasi tentang efektifitas obat ini
terhadap skizon dalam sirkulasi dari spesies ini. Mekanisme kerja
meflokuin belum diketahui. Meflokuin memiliki efek farmakologi
terhadap jantung.

 Dosis
Dewasa : satu tablet 250 mg garam (228 mg basa)

10
Anak anak : 15-19 kg = ¼ tablet; 20-30 kg = ½ tablet; 31-45
kg = ¾ tablet; untuk 45 kg ke atas satu tablet
250 mg.
Berikan dosis tunggal meflokuin setiap minggu dimulai 1
minggu sebelum masuk daerah endemic, semestara disana, dan
untuk 4 minggu setelah keluar dari tempat endemik.

 Efek Samping
Frekuensi dan intesitas reaksi yang terjadi berkaitan dengan
dosis. Namun demikian, kebanyakan gejala dapt timbul karena
penyakit malaria sendiri.
1. Dosis Profilaktik : efek samping minor dan sementara
termasuk gangguan salran pencernaan (mual,
muntah,nyeri epigastrik, diare), sakit kepala,
ekstrasitosol, dengan insiden tidak lebih besar dari
placebo atau atau obat anti malaria lain.
2. Dosis Pengobatan : Terutama dengan dosis teraupetik
lebih dari 1000 mg , gejala saluran cerna dan letih lebih
sering terjadi serta insiden gejala neuropsikiatri (pusing,
sakit kepala, gangguan pengeliatan, tinius, insomnia,
kecapean, depresi, bingung dan kejang)

 Kontraindikasi dan Perhatian


Meflokuin dikontraindikasikan kepada pasien epilepsy atau
gangguan psikiatri. Obat ini boleh diberikan pada anak-anak
dengan berat badan dibawah 15 kg atau berumur kurang dari 2
tahun.Obat ini dikontrindikasikan dengan penggunaan bersama
kuinin, kuinidin, obat penghambat beta atau hambatan saluran
kalsium.

11
c. Primakuin
Primakuin fosfat adalah suatu turunan 8-aminokui-nolin
sintetik.Setelah pemberian oral, obat ini diabsorbsi dengan baik,
mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 1-2 jam, dan
kemudian dimetabolisme dan diekskresikan secara lengkapn
melalui urin.Waktu paruh primakuin plasma 3-6 jam, dan hanya
sejumlah kecil menetap setelah 24 jam.

 Kerja Antimalaria
Primakuin aktif terhadap Plamodium vivax dan
plasmodium ovale pada stadium lanjut hepatic (hipnozoit dan
skizon) yang memberikan efek pengobatan radikal terhadap infeksi
tersebut.Primakuin juga sangat aktif terhadap stadium primer
eksoeritrositik dari plasmodium falciparum.Bila digunakan untuk
obat profilaktikkausal dengan klorokuin, obat ini efektif
melindungi plasmodium ovale dan plasmodium vivax tetapi tidak
terhadap Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin.

 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antimalaria primakuin tidak diketahui
dengan baik. Perantara kuinolin-kuinon yang berasal dari
primakuin adalah suatu senyawa redoks pembawa electron yang
dapat bekerja sebagai oksidan. Perantara ini mungkin
menimbulkan hemolisis dan methemoglobinemia yang berkaitan
dengan penggunaan primakuin.
- Penggunaan Klinik
o Profilaksis Terminal Malaria Vivax dan
Ovale
Karena efeknya pada stadium hepatic yang
menetap dari plasmodium vivax dan
plasmodium ovale, primakuin ditambah suatu
skizontisid darah, biasanya klorokuin, diberikan

12
bersamaan pada periode akhir pemaparan
potensi terhadap parasit tersebut untuk
pengobatan radikal.
o Pengobatan Radikal Malaria Vivax dan
Ovale Akut
Primakuin ditambah klorokuin digunakan
untuk mengobati infeksi akut.Pemberian
primakuin selama 14 hari merupakan standar.
o Profilaksis Kausal MalariaVivax dan Ovale
Penggunaan kombinasi klorokuin dan
primakuin yang diberikan setiap minggu
digunakan untuk menekan dan eradikasi malaria
tidak lagi direkomendasikan, kerena klorokuin
sendiri menimbulkan penekanan yang cukup
dan pemaparan terhadap primakuin selanjutnya
harus dihindari.

 Dosis
Dewasa : 26.3 mg garam (15 mg basa) selama 14 hari.
Anak-anak : 0,5 mg garam/kg (0,3mg basa/kg) selama 14 hari

 Efek Samping
Obat ini jarang menimbulkan mual, epigastrik, kejang
perut, dan sakit kepala. Efek samping yang lebih serius seperti
leucopenia dan agranulositosis, jarang terjadi. Kemudian
kejadian yang jarang terjadi yaitu leukositosis gatal, dan
arithmia

 Kontraindikasi & Perhatian


Primakuin tidak boleh diberikan kepada penderita dengan
gangguan jaringan penghubung atau penderita dengan riwayat
granulositopenia.Obat ini tidak boelh diberikan selama

13
kehamilan trimester I dan lebih baik tidak diberikan sampai
kelahiran.Obat ini tidak diberikan parenteral, karena
menyebabkan hipotensi.Bila dilakukan, penderita harus uji
untuk mengetahui adanya defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase sebelum diberikan primakuin.

2. Golongan Antifolat
a. Primetamin dan Proguanil (Kloroguanid)
Primetamin dalam bentuk kombinasi dengan sulfadoksin
digunakan dalam pengobatan kasus rentan malaria falciparum yang
resisten terhadap klorokuin dengan dosis tunggal.Karena toksisitas
dari kombinasi, obat ini tidak lagi digunakan untuk
profilaksis.Primetamin juga digunakan untuk pengobatan
toksoplasmosis.Proguanil digunakan untuk profilaksis malaria,
terutama dalam bentuk kombinasi dengan klorokuin.

 Kerja Antimalaria
Primetamin dan proguanil merupakan skizintisid darah,
namun demikian karena obat obat ini bekerja lambat dari klorokuin
atau kuini, obat-obat tersebut dapat digunakan secara tunggal untuk
profilaksis, tidak untuk terapi. Proguanil memiliki efek yang
ditandai pada stadium primer jaringan dari plasmodium falciparum
 Penggunaan Klinik
A. Pengobatan Malaria Falciparum yang Resisten
terhadap Klorokuin
Primetamin yang dikombinasi dengan
sulfadoksin digunakan untuk mengobati malaria
falciparum yang resisten terhadap klorokuin yang
diketahui atau dicurigai.
B. Kemoprofilaksis Malaria Falciparum yang
Resisten terhadap Klorokuin

14
Penggunaan Fansidar pada jadwal yang
berkelanjutan untuk profilaksis malaria falciparum
tidak diteruskan lagi karena toksisitasnya.
 Dosis
Dewasa : 1x200 mg/hari
Anak-anak : < 2 tahun50 mg/hari, 2-6 tahun, 100mg/hari,
7-10 tahun 150 mg/hari, >10 tahun 200mg/hari
 Efek Samping
Pada pengobatan malaria, kebanyakan penderita mentoleransi
primetamin dan proguanil dengan baik. Reaksi saluran cerna dan
alergi jarang terjadi
 Kontraindikasi & Perhatian
Pertama kali, primetamin tidak direkomendasikan untuk
wanita hamil karena obat ini bersifat teratogenik. Namun,
primetamin telah digunakan secara meluas oleh manusia selama
lebih dari 20 tahun dan efek samping seperti itu belum pernah
dilaporkan.

3. GolonganAntibakteri
a. Sulfonamid dan Sulfon
1) Fansidar
Fansidar diabsorbsi denan baik. Komponennya
memperlihatkan kadar puncak plasma dalam waktu 2-8 jam
dan diekskresikan terutama melalui ginjal. Waktu paruh
rata-rata 170 jam untuk sulfadoksin dan 80-110 jam untuk
primetamin.

 Kerja Antimalaria
Fansidar efektif terhadap strain malaria falciparum
tertentu.Namun demikian, kuinin harus diberikan
bersamaan pada pengobatan penderita malaria berat, karena
fansidar bekerja secara lambat.

15
 Penggunaan Klinik
 Pengobatan Malaria Falciparum yang
Resisten terhdapa Klorokuin
Fansidar digunakan bersamaan kuinin
untuk pengobatan serangan akut malaria
falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
 Pengobatan Malaria Falciparum yang
Diduga Resisten terhadap Klorokuin
Fansidar digunakan pada pengobatan
sendiri untukpenyakit yang diduga malaria,
yakni bila gejala mirip malaria yang terjadi
tidak dapat didiagnosisdan ditangani segera
oleh dokter, dan dan penderita memutuskan
untuk mengobati diri sendiridengan dosis
tunggal (3 tablet untuk orang dewasa).
Namun hal tersebut bersifat sementara dan
pemeriksaan ini tidak efektif untuk malaria
vivax,ovale, atau malariae, tetapi mungkin
efektif terhadap strain Plasmodium
falciparum rentan yang resisten terhadap
klorokuin.

 Efek Samping
Efek samping terhadap dosis tunggal fansidar jarang,
biasanya berkaitan dengan alergi terhadap sulfonamide,
termasuk hematologic, saluran cerna, system saraf pusat,
dermatologic, dan system ginjal.

 Kontraindikasi & Perhatian


Fansidar dikontraindikasikan pada pasien yang
mengalami efek sampinh terhadap sulfonamide. Fansidar

16
tidak boleh digunakan pada wanita hamil, wanita menyusui
atau anak dibawah umur 2 bulan.

b. Dosisiklin
Doksisiklin, obat tetrasiklin yang secara umum
untuk profilaksis terhadap Plasmodium falciparum yang
resisten terhadap multi-obat jika digunakan dengan dosis
100 mg/hari selama tinggal didaerah endemic dan selama 4
minggu setelah meninggalkan tempat endemic. Pada
pengobatan malaria akut, obat ini tidak digunakan tunggal
tetapi efektif bila dikombinasi dengan kuinin.

 Dosis
Dewasa : 100 mg/hari
Anak-anak : 2mg/ kg (maksimum 100 mg/hari)
Diberikan dosis harian untuk dua hari sebelum berangkat
kedaerah endemic sebagai uji dosis.diteruskan sampai 4
minggu meninggalkan tempat endemic.

17
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Penelitian Obat Antimalaria


Resistensi parasit terhadap obat adalah kemampuan parasit untuk terus
hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gcjala penyakit
meskipun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis standar
maupun dosis yang lebih tinggi, yang masih dapat ditolerir oleh pemakai obat.
Selama ini masalah resistensi pada umumnya dihubungkan dengan Plasmodium
falciparum, sedangkan terhadap Plasmodium viva juga sudah mulai banyak
dibicarakan. Di Indonesia, semua propinsi telah melaporkan adanya kasus resisten
El falcipanlnz terhadap obat anti malaria klorokuin. Tes resistensi dapat dilakukan
dengan cara in-vivo dan in-vitro (mikro atau makro tes). Kelebihan cara in-vivo
adalah dapat menentukan tingkat atau derajat resistensi, sedangkan cara in-vitro
dapat dilakukan terhadap beberapa jenis obat dalam saat yang bersamaan. Obat
antimalaria yang telah diteliti adalah :
1. Klorokuin
Dari hasil penelitian resistensi in-vitro P. Falciparum terhadap
klorokuin ditemukan di Jawa Tengah, Nusa Tenggara Tirnur, Sumatera
Utara, Aceh, Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Daerah Khusus
Ibukota, dan Kalimantan Timur. Dan dari penelitian resistensi in-vivo,
ditemukan di lrian Jaya, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara
Timur, dan Jawa Tengah.
2. Sulfadoksin-Pirimetamin
Dari penelitian resistensi in-vitro ditemukan di Lampung
(Lampung Tengah dan Lampung Selatan), Jawa Tengah (Batang),
Sumatera Utara (P.Nias), Aceh (Sabang), Jawa Tengah (Jepara.), Sulawesi
Selatan (Mamuju), Jawa Tengah (Pekandangan) dan Kaliantan Timur
(Balikpapan). Dan dari penelitian resistensi in-vivo, ditemukan di Jawa
Tengah (Batang) dan Sulawesi Selatan (Mamuju).

18
3. Amodiakuin
Dari hasil penelitian resistensi in-vitro P. Falciparum terhadap
amodiakuin ditemukan di Kalimatan Timur (Balikpapan). Dan dari hasil
penelitian resistensi in-vivo, ditemukan di Jakarta (Kep. Seribu).
4. Meflokuin
Dari hasil penelitian resistensi in-vitro P. Falciparum terhadap
meflokuin ditemukan di Jawa Tengah, Irian Jaya, dan Kalimantan Timur.
Dan dari penelitian resistensi in-vivo, tidak ditemukan adanya kasus
resisten di Kalimantan Timur dan Aceh.
5. Halofantrin
Dari hasil penelitian resistensi in-vivo P. Falciparum terhadap halofantrin
ditemukan di Kalimatan Timur (Balikpapan).
3.2. Mekanisme Resistensi Obat Antimalaria
1. Klorokuin (Chloroquine / CQ)
Dikatakan resistensi parasit terhadap CQ pada manusia, disebabkan
adanya penurunan akumulasi obat pada pencernaan parasit di vakuola,
terutama karena pH di kompartemennya berubah menjadi asam. Resistensi P.
falciparum terhadap CQ terjadi secara spontan. Resistensi P. falciparum
terhadap CQ bersifat multigenik karena mutasi terjadi pada gen yang
mengkode plasmodium falciparum chloroquine resistant transporter (pfcrt)
transporter pertama dan plasmodium falciparum multidrug resistant (pfmdr-1)
transporter kedua. Sejumlah laporan penelitian terbaru memprediksi bahwa
resistensi parasit terhadap CQ terjadi karena adanya peningkatan pada pfcrt
dan pfmdr-1. Pfmdr-1 merupakan kontributor utama parasit menjadi resisten
terhadap CQ (5).
2. Meflokuin
Resistensi P. falciparum terhadap meflokuin dan terkait dengan
amplifikasi (yaitu duplikasi) pada Pfmdr yang mengkode pompa glikoprotein-
p (Pgh) dan membutuhkan energi. Faktor genetik yang beragam mempunyai
konsekuensi terhadap berkurangnya konsentrasi intraseluler dari kuinolin.
Dengan demikian pemberian antimalaria kuinolin dapat mempengaruhi

19
penurunan kemampuan dari parasit untuk mendetoksifikasi yang dikeluarkan
oleh hemoglobin.
3. Obat-obat yang Mengganggu Jalur Folat Parasit
Resistensi P. falciparum dan P. vivax, terhadap antifolat (pyrimethamin
dan cylcloguanil) dihasilkan dari akusisi sekuensial mutasi pada gen
dihydrofolate reduktase (dhfr). Mutasi juga menyebabkan terjadinya
penurunan terhadap kerentanan. Resistensi parasit terhadap sulfonamida dan
sulfone yang dikombinasikan dengan antifolate menghasilkan mutasi akuisisi
sekuensial pada gen dihydropteroate synthase (dhps) yang mengkode enzim
sinthase dihidropteroate. Reaksi yang ditimbulkan dari obat golongan
antifolate sangat luas sehingga dapat mengganggu sintesa DNA melalui
deplesi pada tetrahydrofolate dan merupakan kofaktor yang penting pada jalur
folat. Ada dua jalur penting yang terkait, yaitu sebagai kompetitif inhibitor
pada enzim dihydrofolate reduktase (DHFR). Kelompok tersebut antara lain
pyrimethamine dan biguanides proguanil serta chlorproguanil (keduanya
dibutuhkan pada biotransformasi untuk triazines cycloguanil dan
chlorcycloguanil pada enzim DHFR sebagai kompetitif inhibitor dari enzim
dihydropteroate synthase (DHPS) menjadi enzim yang utama pada jalur folat.

3.3. Kombinasi dosis tetap artesunat-amodiakuin untuk pengobatan Malaria


plasmodium falciparum di India

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan terapi


kombinasi berbasis artemisinin (ACT) sebagai pengobatan untuk Plasmodium
falciparum dan banyak negara endemik malaria menggunakannya. India telah
beralih ke ACT dan National Vektor Borne Disease Control Program
merekomendasikan penggunaan artesunat + sulphadoxine-pyrimethamine (AS +
SP) untuk pengobatan malaria falciparum.
Percobaan acak yang dilakukan di dua tempat di India dari Januari 2007
hingga Januari 2008. Penelitian dilakukan pada pasien berusia enam bulan hingga
60 tahun, dengan berat lebih dari 5 kg dan memiliki infeksi P. falciparum. Pasien
dengan tanda malaria berat, kondisi demam karena penyakit selain malaria,

20
penyakit berat yang diketahui, riwayat hipersensitif terhadap obat-obatan, tes
kehamilan positif atau wanita menyusui, riwayat pengobatan anti malaria dalam
15 hari terakhir dikeluarkan.
Pada saat pengobatan ASAQ diberikan satu kali sehari secara oral pada hari
ke -0, 1 dan 2 dari studi menurut kelompok usia. Dua kekuatan kombinasi yang
berbeda dirumuskan; pediatrik / kekuatan lebih rendah (AS: 25 mg / AQ: 67,5
mg) dan dewasa / kekuatan lebih tinggi (AS: 100 mg / AQ: 270 mg). Anak-anak
dalam kelompok usia enam hingga 11 bulan diberi satu tablet berkekuatan lebih
rendah, satu sampai lima tahun, dua tablet kekuatan lebih rendah, enam hingga 13
tahun satu tablet kekuatan yang lebih tinggi dan mereka yang lebih tua dari 14
tahun diberi dua tablet kekuatan yang lebih tinggi. Tablet AQ (153 mg base)
diberikan secara oral, sekali sehari selama tiga hari. Jumlah tablet diputuskan
berdasarkan usia dan berat badan dengan dosis dewasa adalah empat tablet pada
hari ke 0, 1 dan tiga tablet pada hari ke-2.
Titik akhir utama dari penelitian ini adalah tingkat penyembuhan PCR yang
dikoreksi berdasarkan respon klinis dan parasitologis yang adekuat, yang
didefinisikan sebagai tidak adanya parasitemia, terlepas dari suhu tubuh pasien,
dengan pasien tidak memenuhi kriteria kegagalan pengobatan dini atau terlambat.
Pada saat analisis laboratorium sampel darah dikumpulkan dengan metode
fingerpick untuk penilaian parasitologi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kombinasi dosis tetap ASAQ berkhasiat untuk pengobatan malaria
falciparum di India. Tingkat penyembuhan terkoreksi PCR adalah 97,47% (95%
CI 94,2 - 99,2%) dan 88,3% (95% CI 80,0 - 94,0%) di ASAQ dan AQ masing-
masing. Tingkat penyembuhan adalah serupa pada kelompok usia yang berbeda.
Studi ini juga mendukung peran AQ sebagai mitra yang cocok di ASAQ.
Kombinasi dosis tetap ASAQ terbukti menjadi pengobatan yang manjur dan
aman untuk malaria falciparum di kedua daerah penelitian. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa obat mitra, AQ efektif di daerah penelitian, membuatnya
menjadi pasangan artesunat yang cocok.

21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Malaria disebabkan oleh 4 spesies protozoa keturunan Plasmodium, yang
menimbulkan 3 jenis penyakit malaria, yaitu malaria tropika, tersiana, dan
kwarta. Pada garis besarnya, semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang
sama yaitu sebagian di dalam tubuh manusia (siklus aseksual) dan sebagian di
tubuh anopheles (siklus seksual).
Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit/hati), obat malaria dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Obat schizontisid darah: kinin, kloroquin, halofantrin, mefloquin,
sulfadoxin, dan artemeter. Berkhasiat mematikan bentuk darah
(schizont) dan digunakan pada serangan demam, juga untuk
pencegahan (kecuali halofantrin).
b. Obat schizontisid hati: proguanil, primaquin, dan doksisiklin. Khusus
digunakan sebagai profilaksis kausal, karena memusnahkan bentuk EE
(merozoit dan hipnozoit) dalam sel-sel parenchym hati.

4.2. Saran
Agar kondisi tubuh tetap sehat, kita harus menjaga kesehatan tubuh kita
supaya tidak terjadi sakit. Dalam hidup ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kondisi kesehatan tubuh maupun psikologi manusia, oleh karena itu kita harus
mengetahui faktor-faktor apa saja agar dapat menjaga tubuh kita tetap dalam
keadaan sehat. Makalah yang kami susun diatas bila terdapat berbagai kesalahan
mohon maaf, karena kami masih dalam tahap pembelajaran.

22
DAFTAR PUSTAKA

Tjay, Tan Hoan dan Rahardja Kirana. 2007. Obat-Obat Penting Edisi Enam.
Gramedia : Jakarta

Syarif, Amir, dkk. 2016. Farmakologi Dan Terapi Edisi 6. Universitas Indonesia :
Jakarta

23
LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai