Case Varicella
Case Varicella
Varicella Zoster
Oleh :
Arfan Gifari 1210313058
Preseptor:
Dr. dr. Qaira Anum, Sp. KK(K), FINSDV, FAADV
2.1 Definisi
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan oleh
Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan ditandai
dengan adanya vesikel-vesikel.15
2.2 Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit
varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus
(VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–
200 nm.1,2,6
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti
virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom
virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan
oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan
menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer,
kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada
di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan
kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster.4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru
embrio manusia.4
Gambar 2.1 Struktur partikel virus varicella-zooster
Sumber : http://www.bio-rad.com
2.3 Epidemiologi
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering
menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila
terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi
penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular
terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit
ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa
penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi
kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7
hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali
menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang
hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran
ke kulit pada herpes zoster.1,2,4,6
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi
kejadian varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi
lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum
pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan
tiap tahun.4,5
2.4 Patofisiologi
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas
dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut
diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa
inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih
dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga
dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah
yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar
ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa.
Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus
viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh
imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit
mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada
banyak organ selain kulit.2,9
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya
lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif
terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya
tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas
untuk VZV juga berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-
tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system
imun, neoplasia, supresi imun).3
2.5 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi
terhadap varicella.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan
stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul,
terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk
vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi
keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya
vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini
berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan
gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium
erupsi bergelombang.1,2,4
Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan
(terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu
prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat
berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala
klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini
mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama
sehingga inokulasi virus lebih banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya
demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada
keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam
yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi
sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu
adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.9,14
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat
besar, maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000
kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat
varicella ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit
(cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan
atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau
kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil
mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus
yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu
dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung
ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil
mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya
akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini
perjalanan penyakit varicella sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan
varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.4
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk
akibat ‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster
dan herpes simpleks.5,6
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara
histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.9
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara
membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari
kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas
object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon.
Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.1,9
Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR)
adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari
kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi dari
cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis yang
cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode yang
paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa
jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon
dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan
pengambilan spesimen yang lebih teliti.5,9
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara
komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked
immunosorbent tes (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak
cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi
cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV.
ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia
secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan
cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial,
meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan
kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki
imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk
skrining kekebalan terhadap varicella.5,12
2.7 Diagnosis
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama
apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.9
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal
ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala
konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran
sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa. Penularannya
berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3
2.8 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik
dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau
antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa
gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal diberikan bedak
yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak salisilat 1-2% atau
lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan
rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salep
dan oral. Dapat pula diberikan obat antivirus. VZIG (varicella zoster
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan
intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus,
umumnya adalah istirahat / tirah baring. 1,2,4
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa
analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV.
Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh
timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-
enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang
mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus.
VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan
HSV.9
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.9
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia
2-12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah
lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak
efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif
ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga
tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan
dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai
pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada
kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat
kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.6,9
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.9
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada
orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan
dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800
mg selama 7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan
dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir
pada remaja normal dan dewasa.
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten
dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu
36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam)
dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi
serius lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis,
meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan
acyclovir intravena.9
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela
menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit
berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7 hari.6,9
Asiklovir adalah turunan guanosin. Virus herpes mengandung timidin kinase
yang dapat menambah fosfat baru pada guanosin dan deoksiguanosin. Senyawa
ini akan menfosforilasikan aasiklovir 30-100 kali lebih cepat daripada kinase sel
inang. Produknya setelah fosforilasi menjadi asikloguanosin trifosfat yang
menghambat herpes DNA polymerase 10-30 kali lebih kuat dari pada polymerase
sel inang. Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugus glukosa,
mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus,
timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Asiklovir
adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme
menjadi asiklovir trifosfat. Asiklovir bekerja pada DNA Polimerase virus, seperti
DNA polymerase virus herpes. Sebelum dapat menghambat sintesis DNA virus,
asiklovir harus mengalami fosforilasi intra seluler dalam tiga tahap untuk menjadi
bentuk trifosfat. Fosforilasi pertama dikatalisis oleh timidin kinase virus, proses
selanjutnya berlangsung dalam sel yang terinfeksi virus. Langkah yang penting
dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat yang dikatalisis oleh
timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus hospes atau vericella
zoster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomeganovirus. Kemudian
enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan
asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara
berkompetensi dengan 2’-deoksiguanosi trifosfat sebagai substrat DNA
polymerase virus dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi
rantai DNA yang premature. Jika asiklovir (dan bukan 2’-deoksiguanosi trifosfat)
yang masuk ketahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir
monofosfat ke DNA virus bersifat irreversible karena enzim eksonuklease tidak
dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polymerase virus menjadi inaktif.
Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah
ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir
disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA
polymerase. Pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efek samping
tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari
pemberian topical, sakit kepala, diare, mual, dan muntah merupakan hasil
pemberian oral, gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien
dehidrasi yang menerima obat secara intravena.
2.9 Pencegahan
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari
jalur yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan
zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan
titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh
dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah
kontak dengan penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat,
tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan
lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna. Lagi
pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.4
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes
zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP
dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varicella pada anak dengan
defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan
menurunnya insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit varicella menjadi
ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya. Pemberian globulin-
gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi tidak mencegah
timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi
yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda
varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.4,5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian
terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya
ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan
dapat diberikan setelah 4-6 tahun.1,4,5
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12
tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu
diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari
perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara
7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari setelah
vaksinasi.1
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus
hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi
oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak
sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk
penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di
Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih
tua.9,12
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku
digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering
mungkin.4
2.10 Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis,
karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah
(beberapa macam purpura).1,2
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai
komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000
kasus, namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering
umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang
biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus
grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang
terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi
jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin
eksfoliatif.9,14
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia
varicella jarang didapatkan pada anak dengan system imunologis normal,
sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak
jarang ditemukan.4
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering
terjadi. Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang
dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat
berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah
seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis,
dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.9,14
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien
dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan
menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana
mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam
pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada
pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin dapat
berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi berupa
perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga
parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella
malignansi.9,14
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis,
ataksia, nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka,
neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma
hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang berulang-ulang.
Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat
meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah
laku.4
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis
dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein,
neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi
infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan endovascular, atau vasculitis
yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi kompleks, tampaknya menjadi
penyebab pada kebanyakan kasus.9,12
2.11 Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Nomor Rekam Medis : 01.01.14.00
Usia : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Minang
Agama : Islam
Alamat : Jalan Dr. H. Abdullah Ahmad Nomor 4 Jati
PGAI Padang Timur
Tanggal Pemeriksaan : 29 Maret 2018
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Bercak-bercak berisi cairan berwarna jenih di punggung dan badan
yang terasa gatal sejak 3 hari yang lalu.
c. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke bidan, diberi obat Paracetamol. Pasien sudah
meminum obat yang diberikan namun bercak-bercak dan gatal masih ada.
Status Dermatologikus
Lokasi : Punggung, badan
Distribusi : Regional
Bentuk : Bulat
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Milier-Lentikuler
Efloresensi : Vesikel di atas dasar yang eritematous
IV. RESUME
- Keluhan utama: bercak-bercak berisi cairan berwarna jenih di punggung
dan badan yang terasa gatal sejak 3 hari yang lalu.
- Awalnya 3 hari yang lalu muncul bercak-bercak berisi cairan yang terasa
gatal berukuran kecil pada punggung, kemudian bercak tersebut menjalar
ke badan dan kedua lengan atas sejak 2 hari ini.
- Pasien pernah berobat ke bidan, diberi obat Paracetamol. Pasien sudah
meminum obat yang diberikan namun bercak-bercak dan gatal masih ada.
- Pasien mengeluh demam sejak bercak muncul.
- Pasien tidur sekamar dengan 5 teman lainnya, salah satu teman pasien ada
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien dan sudah sembuh
seminggu yang lalu.
- Pasien mandi 1 kali sehari, mengganti pakaian 1 kali sehari.
- Pola makan pasien tidak teratur, kadang tidak makan siang.
- Pasien sering begadang dan terlambat tidur, biasanya jam 22.00.
- Riwayat pemakaian barang bersama dengan teman lainnya tidak ada.
- Riwayat bercak yang sama di tempat yang lain tidak ada.
- Pemeriksaan dermatologikus: lesi di daerah punggung dan badan dengan
distribusi regional, bentuk bulat, susunan tidak khas, batas tegas, ukuran
milier-lentikuler, efloresensi vesikel di atas dasar yang eritematous.
V. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Kerja : Varicella Zoster
Diagnosis Banding : Variola
VII. DIAGNOSIS
Varicella Zoster
VIII. TERAPI
- Umum
a. Menjelaskan kepada pasien agar beristirahat selama lesi masih
aktif hingga menjadi kering.
b. Luka dijaga agar tetap bersih dan kering, jangan digaruk sampai
pecah karena ditakutkan dapat menyebar ke daerah lain.
c. Menggunakan pakaian longgar untuk meminimalisir gesekan pada
lesi.
d. Pasien disarankan untuk lebih menjaga kebersihan badan.
e. Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa menular lewat droplet dan
kontak dengan lesi langsung sehingga pasien sebaiknya dijauhkan
dari orang-orang sekitarnya hingga sembuh.
f. Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang untuk
memperkuat imunitas tubuh.
- Khusus
Sistemik : - Acyclovir 4 x 200 mg selama 5 hari
- Parasetamol 3 x 500 mg p.o untuk demam
Topikal : Bedak salicyl 2% 2 x sehari untuk menghindari pecahnya
vesikel.
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
Quo ad komestikum : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
RESEP
dr. Arfan Gifari
Praktek Umum
SIP.18052020
Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan No. 46 Padang
Hari Praktek : Senin-Jumat
Jam Praktek : 19.00 – 22.00
No. Telp. 085263379646
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007.
P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology;
Fourth Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on
the internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http://www.emedicine.com.
8. Anonymous. Varicella zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 14):(about 8p). Available from: http://www.bio-
rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/Varicella-Zoster-Virus-(VZV).
9. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2.
2008. P.1885-1895.
10. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/image-gallery/varicella-
zoster_viru/images.htm.
11. Anonymous. Varicella zoster virus-chicken pox. (serial on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from: http://health.howstuff
works.com/skin-care/problems/medical/htm.
12. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun
14):(about 8p). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.
14. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis; edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.
15. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella
zoster virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1.