Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Burkholderia pseudomallei merupakan bakteri penyebab utama penyakit

melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

menyebabkan sepsis, pneumonia dan bakterimia pada penderita, (Koh et al.,

2013). Peningkatan jumlah penderita meliodosis setiap tahunnya dilaporkan

meningkat di beberapa negara seperti di Thailand, Malaysia, China, Australia

Utara dan di Amerika Selatan (Chantratita et al., 2008). Kejadian meliodosis juga

dilaporkan di Malaysia dan Singapura sejak tahun 1913 kemudian di Vietnam

tahun 1925 (Currie, 2003). Kasus yang sama juga ditemukan pada beberapa

daerah tropis seperti daerah India, Afrika, Amerika tengah dan Amerika Selatan

(Dance, 1991).

Laporan melioidosis di Indonesia masih jarang. Kejadian melioidosis

diakibatkan karena penyakit ini dibawa oleh wisatawan dari luar negeri yang

berkunjung ke Indonesia (Beeker et al., 1999). Hal yang sama dilaporkan oleh

Allworth, (2005) bahwa kasus melioidosis di Indonesia ditemukan setelah

bencana tsunami. Melioidosis terbukti bahwa 4 dari 10 pasien pneumonia

terdiagnosis sebagai melioidosis setelah kejadian tsunami atau terendam oleh air

laut. Kasus tersebut memberikan informasi awal mengenai keberadaan penyakit

ini di Indonesia.

1
2

Burkholderia pseudomallei adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang,

berperan sebagai saprofit, patogen opurtunistik, hidup di bawah permukaan tanah

pada musim kering tetapi setelah curah hujan yang deras ditemukan dalam

permukaan air dan lumpur serta juga dapat naik di udara (Wuthiekanun et al.,

1996).

Genom B. pseudomallei mengandung banyak gen dengan karakteristik yang

berbeda, yang dapat dilihat pada pola lingkungan hidup, patogenisitas dan

interaksi antara sel-host. Analisis komparatif B. pseudomallei dan B.mallei telah

mengidentifikasi banyak nya Coding Sequence (CDS) yang dapat berkontribusi

pada perbedaan fenotipik antara dua spesies. Fenotip ini meliputi faktor-faktor

penentu virulensi yang dikenal, seperti flagela dan tipe III sistem sekresi protein.

Penentu resistensi antibiotik; dan potensi fungsi kelangsungan hidup lingkungan,

termasuk berbagai jalur metabolit sekunder, jalur katabolik, sistem transportasi,

dan protein stres-respon (Holden et al., 2004).

Salah satu keistimewaan dari bakteri B. pseudomallei adalah memiliki

keragaman genetik yang menimbulkan variasi sifat fenotip dan genotip. Adanya

variasi genetik pada salah satu gen dari B. pseudomallei sehingga menimbulkan

perbedaan sifat virulensi yang bisa saja berbeda pada strain yang hidup pada

lingkungan yang berbeda (Wuthiekanun et al., 1996).

Perbedaan dari substrain B. pseudomallei terutama ditentukan oleh

kemampuannya untuk mengasimilasi arabinose. Burkholderia pseudomallei

mempunyai dua substrain yaitu strain yang mampu mengasimilasi L-arabinose

+ -
(Ara ) dan tidak mampu mengasimilasi L-arabinose (Ara ). Sifat ini berhubungan
3

dengan faktor virulensi kuman (Wuthiekanun et al., 1996). Laporan oleh Smith et
-
al., (1997) menunjukan bahwa Strain Ara atau B. pseudomallei yang tidak

+
mampu mengesimilasi L-arabinosa lebih virulen dari pada strain Ara yang dapat

mengesimilasi L-arabinosa.

Selain itu dilaporkan oleh Brook, et al (1997) dalam penelitiannya bahwa

keberadaan dari gen Ara ternyata berhubungan erat sifat virulensi dari kuman ini.

+
Burkholderia pseudomallei yang mempunyai gen Ara ternyata bersifat avirulen

-
sedangkan kuman yang mempunyai gen Ara ternyata sangat virulen. Dan

memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara gen Ara dengan

kemampuan virulensi sehingga menimbulkan penyakit meliodosis.

Beberapa penelitian telah diketahui adanya distribusi dari kuman yang

mempunyai gen Ara. Trakulsomboon et al., (1999) telah melakukan penelitian

untuk mengetahui distribusi B. pseudomallei yang mampu mengasimilasi

arabinose di daerah endemik Thailand dimana telah berhasil diisolasi 830 isolat B.

pseudomallei pada empat lokasi yang berbeda baik yang diisolasi dari tanah

maupun dari pasien. Distribusi substrain B. pseudomallei yang tidak mampu

mengasimilasi arabinose ternyata cukup tinggi dan hal ini berkontribusi terhadap

tingginya prevalensi meliodosis di daerah timur laut Thailand.

Banyak nya gen dengan karakteristik yang berbeda pada B. pseudomallei

yang dapat berpengaruh atau berkontribusi pada fenotipik, selain berpengaruh

pada faktor virulensi yang telah dijelaskan di atas, juga berpengaruh pada faktor

penentu resistensi antibiotik (Holden et al., 2004).


4

Burkholderia pseudomallei secara intrinsik resisten terhadap berbagai

antibiotik, pengobatan melioidosis melibatkan terapi antibiotik yang

berkepanjangan, generasi β-laktam khususnya ceftazidime digunakan untuk terapi

fase akut tetapi resistensi terhadap sefalosporin ini telah diamati (Rholl et al.,

2011; Schweizer, 2012). Laporan yang sama dilaporkan oleh Behera et al, (2012)

bahwa pilihan pertama untuk pengobatan melioidosis adalah ceftazidim, dimana

menjelaskan kasus melioidosis dari pasien diabetes yang memperlihatkan hasil

pengobatan terhadap beberapa antibiotik, B. pseudomallei sensitif terhadap

carbapenem, kotrimoksazol dan resisten terhadap ceftazidim.

Chantratita et al (2011) dalam penelitiannya melaporkan bahwa salah satu

bentuk modifikasi antibiotik yaitu dengan cara menghilangkan salah satu dari

target, seperti penghapusan dari penisilin-binding protein 3 pada B. pseudomallei

kini telah terbukti resisten terhadap ceftazidime. Selain itu dalam penelitiannya

berhasil mengisolasi strain yang resisten terhadap ceftazidime yang tidak memiliki

target PBP3 yang berasal dari enam pasien melioidosis di Thai yang telah

mendapatkan pengobatan ceftazidime. PenA merupakan sebuah kromosom β-

laktam yang terdapat dalam genom B. pseudomallei yang resisten terhadap

beberapa antibiotik β-laktam (Rholl et al., 2011). Point mutasi dari penA

menyebabkan adanya perubahan asam amino pada penA juga dapat menyebabkan

resistensi terhadap ceftazidime dan amoksisilin-klavulanat yang dapat

mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan (Schweizer, 2012).

Berdasarkan penjelasan diatas diperlukan adanya penelitian eksploratif

untuk melihat keberadaan bakteri B. pseudomallei di Indonesia khususnya daerah


5

Yogyakarta, serta mendeteksi gen Ara bakteri B. pseudomallei yang berperan

sebagai faktor tingkat virulensi melioidosis dan menganalisis hubungan tingkat

resistensi ceftazidime dengan keberadaan gen penA sebagai salah satu gen yang

mengkode faktor resistensi dari isolat klinis B. pseudomallei.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah dari beberapa isolat klinis yang positif berdasarkan pengujian

morfologi pada media spesifik dan biokimia mempunyai gen 16S rRNA yang

spesifik terhadap B. pseudomallei.

2. Apakah dari beberapa isolat klinis B. pseudomallei yang diisolasi di

+ -
Yogyakarta mempunyai gen Ara dan gen Ara sebagai faktor virulensi
penyakit melioidosis?
3. Apakah dari beberapa isolat klinis B. pseudomallei yang diisolasi di

Yogyakarta mempunyai gen reistensi β-lactam (penA) sebagai penyandi

resistensi ceftazidime?
6

I.3. Tujuan Penelitian

A. Tujuan umum

Penelitian ini secara umum untuk mengetahui keberadaan gen 16SrRNA,

gen Ara dan gen reistensi β-lactam (penA) terhadap tingkat resistensi antibiotik

ceftazidime dari B. pseudomallei yang berasal dari Yogyakarta.

B. Tujuan khusus

1. Melihat adanya gen 16SrRNA B. pseudomallei pada isolat klinis yang

dicurigai berdasarkan pengujian morfologi pada media spesifik dan

biokimia.

+ -
2. Melihat keberadaan gen Ara dan gen Ara terhadap isolat klinis B.

pseudomallei.

3. Melihat keberadaan gen penA dan pola resistensi ceftazidim terhadap

isolat klinis B. pseudomallei.

I.4. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian ini merupakan penelitian

pertama kali dilakukan dalam mengkaji identifikasi bakteri B. pseudomallei,

deteksi gen Ara sebagai faktor virulensi dan melihat pengaruh resistensi antibiotik

ceftazidime terhadap gen penA sebagai salah satu faktor resistensi pada isolat

klinik B. pseudomallei di Yogyakarta.

Beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki ruang lingkup yang serupa

antara lain:
7

1. Penelitian yang dilakukan oleh Beceiro et al (2013) yang berjudul

Antimicrobial Resistance and Virulence: a Successful or Deleterious

Association in the Bacterial World?. Penelitian oleh Beceiro et al (2013)

mengkaji parameter yang sama dengan parameter yang akan dikaji pada

penelitian ini yaitu resistensi antibiotik ceftazidim dan virulensi dari bakteri

B.pseudomallei yang dipengaruhi oleh mekanisme genetik yang berbeda.

Akan tetapi pada penelitian Beceiro et al (2013), pengujian dilakukan secara

umum pada bakteri patogen. Penelitian tersebut menemukan pengembangan

penanganan resistensi antimikroba dan virulensi terhadap bakteri patogen

yang melibatkan senyawa antimikroba baru dan metode diagnostik dengan

cepat dalam mendeteksi bakteri patogen dan tingkat verulensi dari bakteri.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sarovich et al (2012) yang berjudul

Characterization of Ceftazidime Resistance Mechanisms in Clinical Isolates

of B.pseudomallei from Australia. Penelitian yang dilakukan oleh Sarovich et

al (2012) mengkaji parameter yang sama dengan parameter yang akan dikaji

dalam penelitian ini yaitu pola resistensi ceftazidim dengan melihat hubungan

pada gen penA yang merupakan salah satu gen penyandi resistensi dari isolat

B. pseudomallei. Akan tetapi pada penelitian Sarovich et al (2012)

menganalisis penA dengan cara sequencing dari isolat yang berasal dari dua

pasien melioidosis yang berbeda dan menghubungkan dengan pola resistensi

dari ceftazidim. Pada penelitiannya menemukan hasil identifikasi dua

polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) yang meningkatkan hidrolisis dari

ceftazidim, kedua SNP tersebut ditemukan pada daerah penA yang


8

menyebabkan subtitusi dari asam amino (C69Y) dan SNP yang satu

ditemukan pada daerah promotor penA, resistensi dari ceftazidim berhubungan

langsung dengan SNP tersebut.

3. Penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Thepthai et al (2001) yang

berjudul Differentiation Between Non-Virulent and Virulent B.pseudomallei

with Monoclonal Antibodies to the Ara+ or Ara- Biotypes. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Thepthai et al (2001) mengkaji hal yang sama yang dikaji

dalam penelitian ini yaitu melihat perbedaan antara non-virulen dan virulen B.

pseudomallei. Akan tetapi pada penelitian Thepthai et al (2001) menguji

+ -
dengan antibodi monoklonal terhadap biotipe Ara atau Ara dengan

menggunakan metode SDS-PAGE dan Western blot analysis, sedangkan pada

penelitian ini menggunakan metode PCR dengan primer yang spesifik.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Dharakul et al (1999) dengan judul

+ −
Phylogenetic Analysis of Ara and Ara B. pseudomallei Isolates and

Development of a Multiplex PCR Procedure for Rapid Discrimination

between the Two Biotypes. Pada penelitia yang dilakukan oleh Dharakul et al

(1999) mengkaji hal yang sama dengan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu

mendeteksi gen Ara pada isolat B. pseudomallei dengan menggunakan metode

PCR. Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Dharakul et al (1999)

menganalisis filogenetik gen Ara isolat bakteri B. pseudomallei dan

menerapkan pengembangan prosedur Multiplex PCR untuk mendeteksi lebih

cepat antara dua biotipe dari bakteri B. pseudomallei.


9

I.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis: sumber data ilmiah yang dapat dijadikan acuan untuk

penelitian selanjutnya atau peneliti lainnya tentang deteksi gen Ara virulen

dan gen penA serta pola resistensi dari bakteri B. pseudomallei penyebab

penyakit Melioidosis.

2. Manfaat pragmatis: sumber informasi bagi Laboratorium Klinik maupun

masyarakat tentang keberadaan bakteri B. pseudomallei penyebab

Melioidosis di Indonesia khususnya daerah D.I Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai