Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanti dkk (2013) tentang
Hubungan Status Gizi dan Anemia dengan Produktivitas Karyawati Unit Garment PT. Apac Inti
Corpora Bawen ditemukan hasil bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan
produktivitas kerja tenaga kerja wanita unit garment. Namun, ada hubungan antara anemia
dengan produktivitas kerja. Status anemia pada seseorang dapat mempengaruhi produktivitas
kerja. Jika karyawati menderita anemia maka produktivitasnya akan menurun dibanding dengan
karyawati yang tidak menderita anemia.

Anemia pada perempuan usia subur (WUS) dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah,
penurunan kapasitas dan produktivitas kerja. Perempuan penderita anemia menjadi kurang
produktif bekerja dibanding perempuan tanpa anemia karena pada penderita anemia mengalami
penurunan kapasitas transportasi oksigen dan terganggunya fungsi otot dikaitkan dengan defisit
zat besi (Fe) (Fatmah, 2012).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada pekerja perempuan yaitu


asupan zat gizi dan aktivitas fisik. Asupan zat gizi yang berpengaruh terhadap kejadian anemia
yaitu asupan energi, protein, besi dan vitamin C. Energi merupakan kebutuhan gizi utama
manusia, karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai yang dibutuhkan tubuh, maka
kebutuhan zat gizi lain juga tidak terpenuhi seperti protein dan mineral termasuk diantaranya
adalah zat besi sebagai pembentuk sel darah merah akan menurun, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan menurunnya kadar hemoglobin darah. Besi merupakan zat gizi yang berperan
dalam pembentukan hemoglobin. Kadar Hb darah umumnya berhubungan dengan konsumsi
protein, besi dan vitamin C. Tetapi yang paling berpengaruh adalah zat besi, sebab besi
merupakan faktor utama pembentuk hemoglobin (Hb). Sedangkan peran protein dan vitamin C
adalah membantu penyerapan besi di dalam usus (Almatsier, 2002).

Rendahnya asupan besi pada pekerja dapat menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin
dalam tubuh. Pada penelitian yang dilakukan Irmafani (2016) di PT. Sidomuncul Pupuk
Nusantara terhadap 46 pekerja menunjukkan bahwa semakin rendah asupan besi semakin rendah
kadar hemoglobin. Kadar hemoglobin yang rendah dapat mempengaruhi kemampuan darah
mengedarkan O2 di dalam tubuh. Tingginya kebutuhan O2 seiring dengan meningkatnya
aktivitas tubuh. Peningkatan aktivitas tubuh bila tidak didukung kecukupan Hb di dalam darah
sebagai perannya dalam mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh, maka akan menyebabkan
seseorang mudah pusing, lelah, letih, lesu dan turunnya konsentrasi berpikir sehingga
berpengaruh terhadap produktivitas kerja (Naghaspour dkk, 2013).

Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya penanggulangan anemia pada pekerja terutama
pekerja wanita karena hal tersebut sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Penulis
merekomendasikan kepada pihak perusahaan agar lebih memperhatikan menu makanan bagi
pekerja yang mengandung gizi seimbang, salah satunya dengan memperhatikan keanekaragaman
konsumsi makanan. Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu
meningkatkan penyerapan Fe di dalam tubuh pekerja. Adanya protein hewani, vitamin C,
vitamin A, zink, asam folat, dan zat gizi mikro lain dapat menigkatkan penyerapan zat besi
dalam tubuh pekerja (Waryono, 2010).

Sumber zat besi yang berasal dari produk nabati diantaranya kacang bakar dan jenis
kacang polongan, sayuran hijau (bayam, brokoli, apricot kering) dan roti gandum. Sedangkan
yang berasal dari hewani diantaranya telur, daging sapi merah, dan kambing. Walaupun tubuh
tidak mudah untuk menyerap zat besi pada makanan nabati, tapi vitamin C (yang ditemukan
pada buah jeruk, kismis kering, dan sayuran hijau) menambah penyerapan zat besi. Sebaliknya,
tannin yang terdapat dalam teh dapat mengurangi penyerapan zat besi. Jadi, pihak perusahaan
lebih baik mengganti segelas teh dengan segelas jus jeruk (Waryono, 2010).

Selain itu, penting bagi perusahaan untuk memberikan penyuluhan kepada pekerja
mengenai pentingnya sarapan pagi sebelum berangkat kerja. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kalsum dan Halim (2016) yang menyebutkan bahwa remaja
perempuan yang tidak punya kebiasaan sarapan pagi sebelum beraktivitas berpeluang dua kali
lebih besar untuk terkena anemia dibanding yang punya kebiasaan sarapan pagi.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fatmah. 2012. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Gizi FKM UI.

Irmafani, Nafisah. 2016. Hubungan Asupan Protein, Zat Besi, dan Konsumsi Teh dengan Kadar
Hemoglobin pada Pekerja PT. Sidomuncul Pupuk Nusantara. Artikel Ilmiah. Ungaran:
Sekolah Tinggi Kesehatan Ngudi Waluyo.

Kalsum, Ummi., Halim, Raden. 2016. Kebiasaan Sarapan Pagi Berhubungan dengan Kejadian
Anemia pada Remaja di SMA Negeri 8 Muaro Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains. Volume 18, Nomor 1, Hal.09-19

Mahshid Naghashpour, Reza Amini, Sorur Nematpour, Mohammad Hosein. 2013. Dietary,
Anthropometric, Biochemical And Psychiatric Indices in Shift Work Nurses. Food and
Nutrition Sciences, 2013, 4, 1239-1246

Waryono. 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Anda mungkin juga menyukai